Pengaruh Konsentrasi Maltodekstrin dan Gum Arab Terhadap Karakteristik Mikroenkapsulat Minyak Sawit Merah dengan Metode Spray Drying

(1)

SKRIPSI

PENGARUH KONSENTRASI MALTODEKSTRIN DAN GUM ARAB TERHADAP KARAKTERISTIK MIKROENKAPSULAT MINYAK

SAWIT MERAH DENGAN METODE SPRAY DRYING

Oleh :

TSANI FASIKHATUN F24060569

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

PENGARUH KONSENTRASI MALTODEKSTRIN DAN GUM ARAB TERHADAP KARAKTERISTIK MIKROENKAPSULAT MINYAK

SAWIT MERAH DENGAN METODE SPRAY DRYING

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

TSANI FASIKHATUN F24060569

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

Judul Skripsi : PENGARUH KONSENTRASI MALTODEKSTRIN DAN

GUM ARAB TERHADAP KARAKTERISTIK

MIKROENKAPSULAT MINYAK SAWIT MERAH

DENGAN METODE SPRAY DRYING

Nama : Tsani Fasikhatun

NIM : F24060569

Menyetujui Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Dede R. Adawiyah, M.Si NIP: 19680505.199203.2.002

Mengetahui

Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Dr. Ir. Dahrul Syah NIP: 19650814.199002.1.001


(4)

Tsani Fasikhatun. F24060569.Pengaruh Konsentrasi Maltodekstrin dan Gum Arab Terhadap Karakteristik Mikroenkapsulat Minyak Sawit Merah dengan Metode Spray Drying. Dibawah bimbingan Dede R. Adawiyah. 2010.

RINGKASAN

Minyak kelapa sawit merupakan sumber yang kaya akan karotenoid alami (600-1000 ppm) dan merupakan bahan yang dapat diterima dengan baik untuk memperkaya nutrisi. Karoten merupakan senyawa antiradikal bebas dan mampu meningkatkan kekebalan tubuh. Selain itu, kandungan β-karoten dapat mempengaruhi kesehatan mata. Pentingnya peran karoten tersebut, mendorong dilakukannya upaya untuk melindunginya dari pengaruh-pengaruh selama pengolahan seperti suhu tinggi maupun oksidasi karena sifatnya yang sensitif. Mikroenkapsulasi minyak sawit merah merupakan proses penyalutan minyak sawit merah dengan bahan penyalut khusus yang membuat partikel-partikel minyak sawit dan juga komponen minor seperti karoten yang terdapat dalam minyak menjadi terlindungi oleh lapisan film yang tipis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan formula optimum dalam pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit merah dengan teknik spray drying menggunakan kombinasi bahan penyalut maltodekstrin dan gum arab.

Penelitian ini terbagi menjadi tiga tahap yaitu karakterisasi bahan baku, penentuan konsentrasi penyalut dan minyak sawit merah serta produksi dan analisis mikroenkapsulat. Karakterisasi bahan baku dilakukan untuk mengetahui karakteristik dan mutu dari bahan baku yang digunakan. Tahapan selanjutnya dilakukan untuk mendapatkan kisaran perbandingan maltodekstrin dan gum arab serta minyak yang masih mampu ditambahkan ke dalam emulsi dan dapat dikeringkan dengan spray dryer. Berdasarkan penelitian tahap kedua tersebut, dapat diketahui formula yang dapat dilanjutkan untuk diproduksi dan dianalisis pada tahap ketiga. Analisis dilakukan untuk mengetahui formula yang paling tepat untuk menyalut minyak sawit merah dengan mengetahui kadar air, total karoten, kelarutan, kadar minyak tak terkapsulkan, warna mikroenkapsulat maupun larutan mikroenkapsulat serta ketahanan mikroenkapsulat terhadap paparan sinar ultraviolet.

Hasil karakterisasi bahan baku menunjukkan bahwa kandungan karoten sebesar 295.56 ppm dan kadar air 0.64% (b/k). Rendahnya kadar karoten disebabkan karena minyak sawit yang digunakan merupakan hasil pemurnian Crude Palm Oil (CPO) menjadi Neutralized and Deodorized Red Palm Oil (NDRPO) serta dipengaruhi oleh kondisi dan lama penyimpanan. Kadar air yang tinggi disebabkan karena NDRPO sudah disimpan selama 6-14 bulan pada suhu ruang. Maltodekstrin yang digunakan sebagai bahan penyalut mempunyai kadar air sebesar 7.12% (b/k) dengan nilai dextrose equivalent 10.72. Bahan penyalut lainnya, gum arab, mempunyai kadar air sebesar 12.25% (b/k).

Pemilihan formula dilakukan dengan menguji 25 formula yang merupakan kombinasi lima rasio minyak pada selang 50-400% dari bahan penyalut serta lima perbandingan maltodekstrin dan gum arab. Berdasarkan uji stabilitas emulsi dan uji coba pengeringan dengan spray dryer maka diperoleh 9 formula, yaitu dengan rasio minyak 50%, 100%, dan 200% serta rasio maltodekstrin 25%, 40% dan 50% dari total penyalut. Dari 9 formula, hanya dipilih 6 formula yang dilanjutkan ke


(5)

tahap produksi dan analisis yaitu formula dengan rasio minyak 100% dan 200%. Peningkatan jumlah minyak diharapkan dapat meningkatkan jumlah karoten, sedangkan peningkatan jumlah maltodekstrin diharapkan dapat menurunkan biaya produksi karena harga maltodekstrin yang jauh lebih murah dibandingkan harga gum arab.

Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar air mikroenkapsulat berkisar antara 0.62-2.92% (b/k). Penambahan maltodekstrin dan minyak akan menurunkan kadar air mikroenkapsulat. Total karoten cenderung meningkat seiring dengan penambahan maltodekstrin dan minyak, yaitu dengan kadar 31.46-82.63 ppm. Demikian juga dengan warna mikroenkapsulat, dimana formula dengan karoten tertinggi mempunyai nilai a (derajat kemerahan) yang tinggi juga. Penambahan minyak akan menurunkan kelarutan mikroenkapsulat, dimana rasio penyalut pada formula dengan penambahan minyak 100% tidak berbeda nyata terhadap kelarutan pada taraf signifikansi 5%. Pada formula dengan penambahan minyak 200%, kelarutan tertinggi diperoleh dari formula dengan perbandingan maltodekstrin dan gum arab 2:3. Kadar minyak tak terkapsulkan masih cukup tinggi, yaitu 32.24-56.34% dimana peningkatannya disebabkan oleh peningkatan jumlah minyak dan maltodekstrin.

Efektifitas mikroenkapsulasi dilihat dengan melakukan uji paparan sinar UV terhadap mikroenkapsulat dan MSM sehingga dapat diketahui apakah karoten dalam mikroenkapsulat lebih terlindungi dibandingkan dengan karoten dalam MSM. Hal tersebut ditentukan berdasarkan nilai laju penurunan karoten. Hasil analisis menunjukkan bahwa proses mikroenkapsulasi dapat meningkatkan perlindungan terhadap karoten karena laju penurunan karoten dari mikroenkapsulat (6.36-19.11 ppm/jam) jauh lebih rendah dibandingkan MSM (54.73 ppm/jam). Semakin tinggi laju penurunan karoten, maka semakin besar pula perubahan warna sampel. Penentuan formula terbaik dilakukan dengan metode pembobotan. Formula penyalut (maltodekstrin dan gum arab) dan minyak (2:3):2 dianggap sebagai formula terbaik dengan kadar air yang rendah (0.92% b/k), kadar karoten paling tinggi (82.63 ppm), kelarutan 66.82% serta derajat kekuningan 33.67 untuk mikroenkpasulat dan 45.26 untuk warna larutan. Meskipun laju penurunan karoten formula (2:3):2 lebih tinggi (19.11%) dibandingkan dengan formula lainnya, namun masih jauh lebih rendah dibandingkan MSM (54.73%). Tingginya laju penurunan karoten tersebut disebabkan karena tingginya kadar minyak tak terkapsulkan. Namun kekurangan tersebut dapat diminimalisasi dengan metode pengemasan dan penyimpanan yang baik pada kondisi yang sebenarnya.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tegal, 29 Maret 1988 sebagai putri kedua dari empat bersaudara pasangan Yusuf Efendi dan Siti Khomisah. Penulis mengenyam pendidikan di TK Pertiwi, SDN Bojong 2, SLTPN 1 Bojong, dan SMUN 1 Slawi. Penulis berkesempatan melanjutkan kuliah untuk menuntut ilmu di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI tahun 2006.

Semasa kuliah penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan, di antaranya BEM FATETA IPB Kabinet Integritas Pembaharu (2007-2008), Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (2008-2009), dan tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Tegal (IMT), yang merupakan salah satu Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) di IPB. Penulis berkontribusi sebagai panitia dalam beberapa kegiatan, seperti : Pelatihan Sistem Manajemen Halal (PLASMA), Seminar Teknologi Pertanian BEM-F, Seminar dan Pelatihan HACCP VI, Seminar dan Pelatihan HACCP VII, Techno-F, Lomba Essay Nasional (LEN).Penulis juga ikut serta sebagai peserta beberapa kegiatan, antara lain : Seminar Kewirausahaan Ekonomi Syariah BEM TPB 43 IPB, Seminar Enterpreneur Pojok BNI IPB, Pelatihan Good laboratory Practices (GLP), Pelatihan Quality Management System ISO 9001:2008, Pelatihan Food Safety Management System ISO 22000:2005, Pelatihan Produksi Mie Kering Substitusi dan Mie Jagung. Selain itu, penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Fisika serta tergabung dalam Tim Produksi Mie Kering Substitusi dan Mie Jagung (Proyek Rusnas Diversifikasi Pangan SEAFAST Center-IPB).

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis menyusun skripsi dengan judul ”Pengaruh Konsentrasi Maltodekstrin dan Gum Arab terhadap Karakteristik Mikroenkapsulat Minyak Sawit Merah dengan Metode Spray Drying”di bawah bimbingan Dr. Ir. Dede R. Adawiyah, M.Si. Penelitian dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA, dan SEAFAST Center IPB mulaibulan September 2009 hingga bulan Juli 2010.


(7)

i

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Sempurna yang senantiasa melimpahkan kasih dan sayangNya kepada penulis sehingga dapat melaksanakan amanah untuk menyelesaikan kuliah di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA, IPB dan menyusun skripsi yang berjudul “Pengaruh Konsentrasi Maltodekstrin dan Gum Arab Terhadap Karakteristik Mikroenkapsulat Minyak Sawit Merah dengan Metode Spray Drying”.

Selama penelitian, penulisan dan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada: 1. Keluarga tercinta: Abah, Mamadan kakak (Wiwin Kurniasih, SP) atas segala

kesabaran, nasihat, dorongan, doa dan pengorbanannya yang tak akan pernah mampu dibalas dengan apapun, adik-adik (Afif Mustaqim dan M. Azmi Naufal Zalfa) atas keceriaan dan penghiburannya serta keluarga Besar Buyut Semah atas segala bantuan, dukungan dan doa selama ini

2. Dr.Ir. Dede R. Adawiyah, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan menemani penulis selama berjuang semasa kuliah, saat penelitian hingga penulisan skripsi ini, atas bimbingan, nasihat, motivasi dan pelajaran yang sangat berarti yang tak akan pernah terlupakan. Maaf atas segala kerepotan dan kekecewaan selama ini. Terimakasih untuk segalanya 3. Nur Wulandari S.TP, M.Si dan Ir. Soenar Soekopitojo, M.Si selaku dosen

penguji, atas saran dan bantuannya

4. Kementerian Pendidikan Nasional yang telah membiayai penelitian ini melalui Hibah Kompetitif Strategis Nasional

5. Seluruh dosendi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan: Bu Didah Nur Faridah S.TP, M.Si, atas bimbingan dan bantuannya selama penelitian

6. Seluruh dosen, staf, dan teknisi laboratoriumdi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan serta SEAFAST: Bu Rubiyah, Pak Gatot, Pak Wahid, Pak Yahya, Mas Aldi, Pak Sob, Pak Nur, Mba Ria, Mba Lira, Abah, Pak Jun, Pak Deni, Bu Sriyang telah memperkaya pengetahuan dan membantu selama penelitian


(8)

ii 7. Keluarga Perwira 6 2006-2007: Mba Nia, Mba Ai, Mba I’i, Mba Ida, Mba Ati, Mas Reza, Mas Nirwan, Mas Bubun, Mas Indra, Mas Yuli, Mas Marno, atas motivasi, persaudaraan dan segala keceriaan yang tidak terlupakan

8. Keluarga Andika House :Mba Weri, Mba Wani, Mba Anis, Mba Lusi, Mba Metri, Mba Uti, Mba Siti, Yuni, Pipit, Heni, Dedes, Cici, Irni, Nisa, Eka, Febri, Ela, Elisa, Ani, Bu Rati, Mba Wini, Mba Laily, Bani, Etika, Indah, Endah atas kekeluargaannya

9. Teman-teman seperjuangan : Yurin, Dyah dan Dyas atas semangat dan bantuannya

10. Teman-teman di laboratorium ITP dan SEAFAST : Bojes, Zakiyah, Margie,Widi, Weje, Kak Nono, Mba Alin, Kak Difa, Kak Santi, Arini, Feni, Feri, Erin, Step, Yes, Wahyu, Zega, Septi, Sandra, Angga, Yeni, Kak Dita, Victor, Yogi, Juli, Neng, Wina,Ipan (terimakasih sudah memperbaiki spray dryer) dan Vani atas segala bantuannya

11. Teman-teman ITP : Meta dan Ipit (terimakasih untuk persahabatannya), Nisa, Rima, Dedes, Wina, Nadia, Bintang dan semua teman-teman ITP 43 atas kebersamaannya

12. Kak Ririn (atas segala bantuan dan kebaikannya), Kak Marcel (atas motivasi, saran, dan jurnal-jurnalnya) serta Dianty (atas bantuan pengolahan data statistik)

13. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pelaksanaanpenelitian dan penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Bogor, Oktober 2010 Penulis


(9)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. KELAPA SAWIT ... 5

B. MINYAK SAWIT ... 6

C. MINYAK MERAH ... 8

D. KAROTENOID ... 11

E. MIKROENKAPSULASI ... 15

F. MALTODEKSTRIN ... 16

G.GUM ARAB ... 19

H.SPRAY DRYING ... 21

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 23

A. BAHAN DAN ALAT ... 23

1. Bahan ... 23

2. Alat ... 23

B. METODE PENELITIAN ... 23

1. Karakterisasi Bahan Baku (Tahap I) ... 23

2. Penentuan Konsentrasi Penyalut dan MSM (Tahap II) ... 24

3. Produksi dan Analisis Mikroenkapsulat MSM (Tahap III) ... 25

4. Penentuan Formula Terbaik ... 28

C. METODE ANALISIS ... 29

1. Nilai Dextrose Equivalent ... 29


(10)

iv

3. Karotenoid ... 30

4. Kadar Air MSM, Metode Hot Plate ... 31

5. Kadar Air Mikroenkapsulat dan Penyalut, Metode Oven ... 31

6. Kadar Minyak Tidak Terkapsulkan ... 32

7. Kelarutan ... 32

8. Warna Mikroenkapsulat dan Warna Larutan ... 33

D. ANALISIS DATA ... 33

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

A. KARAKTERISASI BAHAN BAKU... 35

B. PENENTUAN KONSENTRASI PENYALUT DAN MSM ... 39

C. PRODUKSI DAN ANALISIS MIKROENKAPSULAT ... 45

1. Kadar Air ... 46

2. Total dan Retensi Karoten ... 47

3. Warna Mikroenkapsulat ... 51

4. Warna Larutan ... 54

5. Kelarutan ... 55

6. Kadar Minyak tak Terkapsulkan ... 57

D. PENGARUH SINAR UV TERHADAP MIKROENKAPSULAT ... 58

1. Penurunan Karoten Mikroenkpasulat dan MSM Akibat Pengaruh UV ... 59

2. Perubahan Warna Mikroenkapsulat dan MSM akibat pengaruh UV . ... 63

E. PENENTUAN FORMULA TERBAIK ... 65

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

A. KESIMPULAN ... 68

B. SARAN ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69


(11)

v

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Negara-negara utama penghasil minyak sawit ... 1

Tabel 2. Tipe kelapa sawit ... 5

Tabel 3. Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dan minyak inti/biji sawit 8 Tabel 4. Karakterisasi sifat fisiko kimia CPO dan NRPO dari penelitian Widarta (2008) ... 10

Tabel 5. Karakterisasi sifat fisiko kimia NRPO yang digunakan Riyadi (2009) secara umum ... 11

Tabel 6. Sifat fisiko kimia NRPO dan NDRPO kondisi deodorisasi terbaik penelitian Riyadi (2009) ... 11

Tabel 7. Kandungan karoten pada sayuran berwarna hijau-kuning ... 12

Tabel 8. Komposisi karotenoid dari berbagai karoten ... 12

Tabel 9. Jenis pati dan penggunaannya berdasarkan perbedaan nilai DE. ... 17

Tabel 10. Variabel dan nilai standar mutu dekstrin ... 18

Tabel 11. Rancangan uji percobaan stabilitas emulsi ... 25

Tabel 12. Pembobotan untuk setiap parameter penentu karakteristik mikroenkapsulat MSM ... 28

Tabel 13. Karakteristik NDRPO dengan pemanasan 140 °C selama 2 jam (Riyadi, 2009) ... 36

Tabel 14. Hasil uji stabilitas emulsi ... 41

Tabel 15. Hasil uji pengeringan emulsi dengan spray dryer ... 44

Tabel 16. Rendemen pembuatan mikroenkapsulat dengan berbagai alat pengering (Hadi, 2009) ... 45

Tabel 17. Data retensi karoten mikroenkapsulat MSM dengan berbagai formula 50 Tabel 18. Retensi karoten mikroenkapsulat dengan berbagai alat pengering (Hadi, 2009) ... 51

Tabel 19. Data retensi karoten mikroenkapsulat MSM jika rendemen 100% ... 51

Tabel 20. Warna mikroenkapsulat MSM jika dilihat secara visual ... 52

Tabel 21. Hasil pengukuran chromamater terhadap warna mikroenkapsulat MSM ... 53


(12)

vi Tabel 23. Hasil pengukuran chromamater terhadap warna larutan

mikroenkapsulat MSM ... 55 Tabel 24. Nilai laju penurunan karoten MSM dan mikroenkapsulat MSM akibat

pemaparan sinar UV ... 62 Tabel 25. Hasil perhitungan pembobotan untuk penentuan formula terbaik


(13)

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Data luas area kelapa sawit dan produksi CPO Indonesia dari Dirjen

Perkebunan (Isroi, 2008) ... 2

Gambar 2. Kelapa sawit tipe tenera (a), pisifera (b) dan dura (c) ... 5

Gambar 3. (a) Kelapa sawit (Agustina, 2007) dan (b) Tandan kelapa sawit ... 6

Gambar 4. Reaksi pembentukan trigliserida (Pasaribu, 2004) ... 7

Gambar 5. Buah kelapa sawit (Anonim, 2009a) ... 7

Gambar 6. (a) Rumus bangun dari cincin ionon (Neurotiker, 2008) dan ... 13

Gambar 7. Struktur kimia karoten (Anonim , 2008a) ... 13

Gambar 8. β-karoten sebagai pro-vitamin A (Hikaruuchi, 2010) ... 14

Gambar 9. (a) Maltodekstrin (Anonim, 2009b) dan (b) struktur kimianya (Smith, 2008) ... 16

Gambar 10. (a) tanaman gum arab (b) pohon gum arab (c) batang gum arab dengan getah yang sudah mongering (Anonim, 2008b) ... 20

Gambar 11. Sistem operasi spray dryer yang menggunakan centrifugal atomizer dan cyclone separator (Anonim, 2010b) ... 22

Gambar 12. Diagram alir proses fraksinasi minyak sawit ... 24

Gambar 13. Diagram alir proses mikroenkapsulasi MSM ... 26

Gambar 14. Tempat pemaparan mikroenkapsulat MSM dengan sinar UV ... 27

Gambar 15. Diagram alir penelitian pengaruh konsentrasi maltodekstrin dan gum terhadap karakjteristik mikroenkapsulat MSM dengan teknik spray drying ... 27

Gambar 16. Diagram warna CIELAB (X-Rite, 2007) ... 33

Gambar 17. Reaksi penyabunan saat proses netralisasi (Portal Pendidikan Utusan, 2002) ... 36

Gambar 18. Proses pembuatan emulsi : (a). Penyalut dan air, (b). Pemanasan penyalut dan air, (c) Pendinginan campuran penyalut dan air, (d) homogenisasi penyalut, air dan MSM menjadi emulsi ... 40

Gambar 19. Uji stabilitas emulsi untuk rasio penyalut (MD:GA) dengan minyak (1:3):4 (a) dan (3:1):4 (b) setelah didiamkan selama 2 jam ... 41


(14)

viii Gambar 20. Proses pengeringan emulsi menjadi mikroenkapsulat MSM dengan

spray dryer ... 44 Gambar 21. Histogram kadar air mikroenkapsulat MSM dengan berbagai formula ... 46 Gambar 22. Histogram kadar total karoten mikroenkapsulat MSM dengan

berbagai formula ... 49 Gambar 23. Histogram nilai kelarutan mikroenkapsulat MSM dengan berbagai

formula ... 56 Gambar 24. Histogram kadar minyak tak terkapsulkan mikroenkapsulat MSM

dengan berbagai formula ... 58 Gambar 25. Kurva hubungan antara total karoten (ppm) dengan waktu papar

(jam) pada MSM dan mikroenkapsulat MSM akibat pemaparan sinar UV ... 60 Gambar 26. Kurva hubungan total karoten (ppm) dengan waktu papar (jam) pada MSM dan mikroenkapsulat MSM dengan berbagai perlakuan akibat pemaparan sinar UV pada penelitian Novia (2009) ... 61 Gambar 27. Kurva hubungan antara laju penurunan karoten (ppm/jam) dengan

kadar minyak tak terkapsulkan (%) pada mikroenkapsulat MSM ... 62 Gambar 28. Kurva hubungan nilai ∆E dengan waktu papar UV (jam) MSM dan

berbagai formula mikroenkapsulat MSM ... 64 Gambar 29. Kurva hubungan antara ∆E dengan laju penurunan karoten


(15)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Analisis nilai dextrose ekuivalent maltodekstrin ... 76 Lampiran 2. Hasil analisis sidik ragam pengaruh formulasi terhadap kadar air

mikroenkapsulat MSM ... 77 Lampiran 3. Hasil analisis sidik ragam pengaruh formulasi terhadap karoten

mikroenkapsulat MSM ... 78 Lampiran 4. Hasil analisis sidik ragam pengaruh formulasi terhadap nilai L

mikroenkapsulat MSM ... 79 Lampiran 5. Hasil analisis sidik ragam pengaruh formulasi terhadap nilai a

mikroenkapsulat MSM ... 80 Lampiran 6. Hasil analisis sidik ragam pengaruh formulasi terhadap nilai b

mikroenkapsulat MSM ... 81 Lampiran 7. Hasil analisis sidik ragam pengaruh formulasi terhadap nilai C

mikroenkapsulat MSM ... 82 Lampiran 8. Hasil analisis sidik ragam pengaruh formulasi terhadap nilai L

larutan mikroenkapsulat MSM ... 83 Lampiran 9. Hasil analisis sidik ragam pengaruh formulasi terhadap nilai a

larutan mikroenkapsulat MSM ... 84 Lampiran 10. Hasil analisis sidik ragam pengaruh formulasi terhadap nilai b

larutan mikroenkapsulat MSM ... 85 Lampiran 11. Hasil analisis sidik ragam pengaruh formulasi terhadap nilai C

larutan mikroenkapsulat MSM ... 86 Lampiran 12. Hasil analisis sidik ragam pengaruh formulasi terhadap kelarutan

mikroenkapsulat MSM ... 87 Lampiran 13. Hasil analisis sidik ragam pengaruh formulasi terhadap kadar

minyak tak terkapsulkan mikroenkapsulat MSM ... 88 Lampiran 14. Penentuan laju penurunan karoten MSM dan mikroenkapsulat

akibat paparan sinar ultraviolet ... 89 Lampiran 15. Perhitungan retensi karoten mikroenkapsulat MSM ... 91 Lampiran 16. Penentuan formula mikroenkapsulat MSM terbaik dengan metode


(16)

1

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang dengan pesat sejak awal tahun 80an. Sejak tahun 2006, Indonesia telah menjadi produsen minyak sawit terbesar di dunia. Bersama dengan Malaysia, Indonesia menguasai hampir 90% produksi minyak sawit dunia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (2010) menyatakan bahwa produksi minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) Indonesia pada tahun 2010 diprediksi masih bisa mengalahkan Malaysia. Indonesia diprediksi akan mampu memproduksi CPO hingga 23.2 juta ton pada tahun 2010, sementara Malaysia diprediksi mampu memproduksi 18.2 juta ton. Berdasarkan pertumbuhan dari 2 negara produsen terbesar tersebut, diprediksi ada kenaikan produksi CPO sebesar 5.8% pada tahun 2010 menjadi 47.73 juta. Angka ini naik dibandingkan kenaikan produksi CPO global sebesar 4.7% di 2009. Indonesia masih menjadi sumber utama kenaikan produksi CPO.Tabel 1berikut menunjukkan posisi Indonesia sebagai penghasil minyak sawit dari tahun 2003-2007, dimana Indonesia selalu berada pada peringkat pertama sebagai penghasil CPO.

Tabel 1.Negara-negara utama penghasil minyak sawit

World Major Producers of Palm Oil 2003-2007 (000 tonnes)

Country 2003 2004 2005 2006 2007

Indonesia 10 600 12 380 14 100 16 050 16 S800

Malaysia 13 355 13 976 14 962 15 881 15 824

Thailand 690 735 70 860 1 020

Nigeria 785 790 800 815 835

Colombia 527 632 661 713 780

Papua New Guinea 326 345 310 365 395

Ecuador 262 279 319 352 385

Cote d'Ivoire 240 270 320 330 320

Costa Rica 155 180 210 198 215

Honduras 158 170 180 195 205

Brazil 129 142 160 170 190

Guatemala 85 87 92 125 137

Venezuela 41 61 63 65 76

Others 906 940 969 1 023 1 064

Total 28 259 30 987 33 846 37 142 38 246

Source : Oil Word Annual (1999-2007) & World Weekly (14 December 2007) Source :MPOB-For data on Malaysia


(17)

2 Arianto (2008) menyatakan bahwa data produksi dan ekspor CPO Indonesia dari tahun 1964-2007 menunjukkan pertumbuhan secara eksponensial. Tidak heran lagi jika industri minyak sawit menjadi salah satu industri primadona bagi Indonesia. Sampai tahun 2009, Indonesia masih menempati posisi teratas sebagai negara produsen CPO terbesar dunia yaitu dengan produksi sebesar 19.4 juta ton (ICN, 2009). Produksi CPO Indonesia dari tahun 2000-2009 berdasarkan data dari Dirjen Perkebunan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1.Data luas area kelapa sawit dan produksi CPO Indonesia dari Dirjen Perkebunan (Isroi, 2008)

Kelapa sawit dan produk turunannya memiliki nilai kompetitif lebih tinggi jika dibandingkan dengan sumber minyak nabati lainnya. Kelapa sawit memiliki produktivitas yang lebih tinggi dengan menghasilkan minyak sekitar 7 ton/ha serta memiliki biaya produksi yang lebih rendah dan ramah lingkungan. Disamping itu, minyak sawit mengandung komponen minor seperti tokoferol dan tokotrienol (vitamin E) serta beta karoten yang sangat diperlukan untuk kesehatan (Haryati et al., 2003b).

Berbagai keunggulan minyak sawit tersebut mendorong untuk dilakukannya inovasi dalam upaya penganekaragaman produk minyak sawit. Selain untuk meningkatkan keanekaragaman produk, inovasi dimaksudkan untuk meningkatkan kestabilan selama penyimpanan, mempermudah


(18)

3 penanganan serta meningkatkan manfaat minyak sawit sebagai food ingredient yang fungsional.

Salah satu inovasi yang akan dilakukan adalah dengan cara mikroenkapsulasi, yaitu penyalutan secara tipis terhadap inti berbentuk zat padat, cair atau gas oleh suatu penyalut melalui teknik khusus. Mikroenkapsulasi pada minyak sawit merah bertujuan untuk melindungi karoten yang terdapat pada minyak sawit merah, sehingga dapat diaplikasikan pada produk pangan. Proses mikroenkapsulasi meningkatkan kestabilan karoten, kemudahan dalam penanganan dan distribusi. Selain itu, memudahkan konsumen dalam mengkonsumsi yaitu karena lebih praktis jika dibandingkan bentuk yang cair.

Pegg dan Shahidi (2007) menyebutkan bahwa terdapat berbagai teknik mikroenkapsulasi yaitu dengan spray drying, spray cooling dan spray chilling, fluidized bed coating, ekstrusi, ekstrusi sentrifugal, lyopilisasi, coacervation, pemisahan suspensi sentrifugal, cocrystallization dan penjerapan liposom. Teknik spray dring merupakan teknik yang sering digunakan untuk menghasilkan produk mikroenkapsulasi komersil. Hal ini karena mikroenkapsulasi dengan spray drying bersifat ekonomis, jenis penyalut bervariasi, dan kualitas mikroenkapsulat yang dihasilkan bagus.

Dalam proses mikroenkapsulasi ada dua bahan yang terlibat di dalamnya, yaitu inti dan penyalut. Inti adalah zat yang akan disalut. Zat ini umumnya berbentuk padat, gas atau cair yang mempunyai sifat permukaan hidrofil maupun hidrofob. Penyalut adalah zat yang digunakan untuk menyeliputi inti dengan tujuan tertentu. Syarat-syarat zat sebagai penyalut yaitu dapat membentuk lapisan di sekitar inti dengan membentuk ikatan adhesi dengan inti, tercampurkan secara kimia dan tidak bereaksi dengan inti, mempunyai sifat yang sesuai dengan tujuan penyalutan (kuat, fleksibel, impermeable, stabil, dan sifat optis tertentu) (Vandegaer, 1973). Dalam penelitian ini, minyak sawit merah (MSM) merupakan inti yang akan disalut. Bahan penyalut yang akan digunakan adalah maltodekstrin dan gum arab dengan perbandingan tertentu. Gum arab berfungsi sebagai emulsifier (Glicksman, 1983), sedangkan maltodekstrin dapat melindungi


(19)

mikro-4 enkapsulat dari oksidasi selama penyimpanan (Westing dan Rennecius, 1988). Oleh karena itu, pembuatan mikroenkapsulat dengan bahan penyalut maltodekstrin dan gum arab diharapkan dapat meningkatkan perlindungan terhadap karoten dalam MSM.

B. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula optimum dalam pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit merah dengan teknik spray dryingmenggunakan kombinasi bahan penyalut gum arab dan maltodekstrin.


(20)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.KELAPA SAWIT

Kelapa sawit bukanlah tanaman asli Indonesia. Tanaman ini dimasukkan pertama kali dari Afrika sebagai sentra plasma nutfah pada tahun 1848, ditanam di kebun raya Bogor (Naibaho, 1998). Tanaman kelapa sawit (Elais quineensis Jacq) merupakan tumbuhan tropis golongan plasma yang termasuk tanaman tahunan. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa Yunani Elaion atau minyak, sedangkan nama spesies Guinensis berasal dari kata Guinea, yaitu tempat dimana seorang ahli bernama Jacquin menemukan tanaman kelapa sawit pertama kali di pantai Guinea (Ketaren, 1986). Kelapa sawit yang dikenal ialah jenis Dura, Pisifera dan Tenera. Ketiga jenis ini dapat dibedakan berdasarkan penampang irisan buah, yaitu jenis dura memiliki tempurung yang tebal, jenis pisifera memiliki tempurung yang tipis, sedangkan tenera merupakan hasil persilangan Dura dengan Pisifera (Naibaho, 1998). Selain ketiga jenis tersebut, menurut Muchtadi dan Nuraida (1986) serta Ketaren (1986), terdapat satu lagi tipe kelapa sawit yaitu tipe Macrocarya.

Tabel 2.Tipe kelapa sawit

Tipe Tebal tempurung (mm)

Macrocarya Tebal Sekali : 5

Dura Tebal : 3-5

Tenera Sedang : 2-3

Pisifera Tipis

Sumber : Ketaren (1986)

(a) (b) (c)

Gambar 2.Kelapa sawit tipe tenera (a), pisifera (b) dan dura (c) (Butler, 2009)

Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah beriklim tropis dengan curah hujan 2000 mm/tahun dan kisaran suhu 22-32°C. Daerah penanaman kelapa sawit di Indonesia adalah Jawa Barat (Lebak dan Tengerang), Lampung, Riau, Sumatra Barat, Sumatra Utara, Sumatra Selatan,


(21)

6 Kalimantan dan Aceh (Ketaren, 1986). Buah sawit berukuran kecil antara 12-18 gr/butir yang duduk pada bulir. Setiap bulir terdiri dari 10-12-18 butir tergantung pada kesempurnaan penyerbukan. Beberapa bulir bersatu membentuk tandan. Buah sawit yang dipanen dalam bentuk tandan disebut dengan tandan buah sawit (Naibaho, 1998). Di bawah ini adalah gambar kelapa sawit dan tandan kelapa sawit (Gambar 3).

(a) (b)

Gambar 3.(a) Kelapa sawit (Agustina, 2007) dan (b) Tandan kelapa sawit ( Isroi, 2008)

Tanaman kelapa sawit sudah mulai menghasilkan buah pada umur 24-30 bulan. Buah yang pertama keluar masih dinyatakan dengan buah pasir artinya belum dapat diolah dalam pabrik karena masih mengandung minyak yang rendah. Umur buah tergantung pada jenis tanaman, umur tanaman dan iklim. Umumnya, buah telah dapat dipanen setelah berumur 6 bulan terhitung sejak penyerbukan (Naibaho, 1998).

B.MINYAK SAWIT

Hasil utama yang dapat diperoleh dari tandan buah sawit ialah minyak sawit yang terdapat pada daging buah (mesokarp) dan minyak inti sawit yang terdapat pada kernel. Kedua jenis minyak ini berbeda dalam hal komposisi asam lemak dan sifat fisika-kimia. Minyak sawit dan minyak inti sawitmulai terbentuk sesudah 100 hari setelah penyerbukan dan berhenti setelah 180 hari atau setelah minyak dalam buah sudah jenuh. Minyak yang mula-mula terbentuk dalam buah adalah trigliserida yang mengandung asam lemak bebas jenuh, dan setelah mendekati masa pematangan buah terjadi pembentukan trigliserida yang mengandung asam lemak tidak jenuh. Pada saat pembentukan minyak terjadi, tanaman membentuk karotin dan phitol untuk melindungi dari oksidasi, sedangkan klorofil tidak mampu melakukannya sebagai antioksidasi (Naibaho, 1998). Reaksi pembentukan trigliserida dapat dilihat pada Gambar 4.


(22)

7

Gambar 4.Reaksi pembentukan trigliserida (Pasaribu, 2004)

Minyak sawit kasar (Crude Palm Oil/CPO) merupakan minyak yang diperoleh dari hasil ekstraksi tanpa mengalami pengolahan lebih lanjut. Untuk keperluan komersial, minyak sawit kasar akan mengalami pemurnian yang meliputi refining, bleaching, dan deodorisasi. Tujuan pemurnian adalah menghilangkan bahan-bahan yang tidak dikehendaki dalam minyak sehingga dihasilkan minyak yang memiliki warna, bau, citarasa dan kualitas yang baik (Ketaren, 1986).

Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80% perikarp dan 20% buah yang dilapisi kulit tipis (Gambar 5). Kadar minyak dalam perikarp sekitar 34-40% (Ketaren, 1986). Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi tetap seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 3.

Gambar 5.Buah kelapa sawit (Anonim, 2009a)

Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan, karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna orange atau kuning disebabkan adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak. Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone (Ketaren, 1986). Berbagai penelitian klinis telah membuktikan bahwa minyak sawit bersifat netral pada kadar lipid darah. Sifat hiperkolesterolemik asam palmitat (C16:0) yang banyak terkandung dalam


(23)

8 minyak sawit ternyata dapat ditekan oleh sifat hipokolesterolemik dari asam oleat (C18:1) dan juga linoleat (C18:2) (Haryatiet al., 2003a).

Tabel 3.Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dan minyak inti/biji sawit Asam lemak Minyak kelapa sawit

(%)

Minyak inti/biji sawit (%)

asam kaprilat - 3-4

asam kaproat - 3-7

asam laurat - 46-52

asam miristat 1.1-2.5 14-17

asam palmitat 40-46 6.5-9

asam stearat 3.6-4.7 1-2.5

asam oleat 39-45 13-19

asam linoleat 7-11 0.5-2

Sumber : Horinishi (2005)

C.MINYAK MERAH

Minyak makan merah adalah minyak alamiah hasil pengolahan lanjut dari CPO, tanpa pewarna dan pengawet buatan. Minyak makan merah merupakan satu-satunya minyak makan yang kaya dengan karoten (provitamin A, ~440 ppm), sekaligus kaya dengan vitamin E (~ 500 ppm) . Keduanya terbukti secara alamiah sangat esensial untuk kesehatan, sistem kekebalan tubuh, anti-oksidasi, penundaan penuaan, dan pencegahan kanker (Haryatiet al., 2003b). Naibaho (1990) menyatakan bahwa minyak sawit merah mengandung karoten sebesar 600-1000 ppm. Karotenoid yang terdapat dalam minyak sawit merah terdiri dari α-karoten ±36.2%, β-karoten ±54.4%, γ -karoten ±3.3%, likopen ± 3.8%, dan xantofil ± 2.2%.

Minyak sawit mentah sebagai bahan baku minyak sawit merah diperoleh dari bagian mesokarp buah kelapa sawit melalui ekstraksi, mengandung sedikit air serta serat halus, berwarna kuning sampai merah dan berbentuk semi solid pada suhu ruang (Widarta, 2007).Dibandingkan dengan minyak goreng biasa, minyak sawit merah memiliki aktivitas provitamin A dan vitamin E yang jauh lebih tinggi. Karakter ini membuat minyak sawit merah sangat baik dipandang dari segi nutrisi.

Menurut Muchtadi (1997) sekitar 90% minyak sawit digunakan untuk produk-produk pangan seperti minyak goreng, minyak salad, margarin,


(24)

9 shortening, vanaspati, dan sebagainya, sedangkan sisanya (10%) digunakan untuk produk-produk nonpangan. Berbeda dengan minyak sawit, minyak sawit merah tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai minyak goreng, karena karoten yang terkandung di dalamnya mudah rusak pada suhu tinggi. Minyak ini lebih dianjurkan untuk digunakan sebagai minyak makan dalam menumis sayur, minyak salad, dan bahan fortifikan.

Menurut Weiss (1983), minyak sawit merah fraksi olein diperoleh dengan memisahkan fraksi olein (cair) dengan fraksi stearin (padat). Pemisahan dilakukan dengan cara peningkatan suhu sampai 70°C dan penurunan suhu secara perlahan-lahan hingga tercapai suhu kamar sambil diagitasi. Pada suhu kamar terjadi kristalisasi fraksi stearin sehingga fraksi olein yang masih bersifat cair dapat diperoleh dengan penyaringan vakum.

Pemurnian minyak sawit merah secara konvensional meliputi, pemisahan gum (degumming), pemisahan asam lemak bebas (deasidifikasi), pemucatan (bleaching), dan penghilanghan bau (deodorisasi). Tahap terakhir yaitu fraksinasi yang merupakan bagian dari pemurnian sawit hasil ekstraksi. Fraksinasi merupakan proses pemisahan fraksi cair (olein) dan fraksi padat (stearin) dari minyak dengan winterisasi, proses pemisahan bagian gliserida jenuh atau bertitik cair tinggi dari trigliserida bertitik cair rendah dengan cara pendinginan (chilling) hingga suhu 5 -7ºC (Ketaren, 1986).

Widarta (2008) melakukan proses degumming dan kendali proses deasidifikasi skala pilot plant terhadap CPO sehingga diperoleh Neutralized Red Palm Oil (NRPO). Proses degumming yang dilakukan adalah dengan cara memanaskan CPO hingga suhu 80°C, kemudian menambahkan larutan asam fosfat 85% sebanyak 0.15% dari berat CPO sambil mengaduknya perlahan-lahan (56 rpm) selama 15 menit. Degumming merupakan proses untuk memisahkan getah atau lendir yang terdapat dalam minyak tanpa mereduksi asam lemak bebas yang ada. Getah atau lendir pada umumnya terdiri atas fosfatida, protein, karbohidrat, residu dan resin. Kotoran–kotoran yang tersuspensi tersebut sukar dipisahkan bila berada dalam kondisi anhidrat, sehingga dapat diendapkan dengan cara hidrasi. Penambahan asam fosfat sebelum netralisasi ke dalam minyak yang mengandung fosfatida yang


(25)

10 nonhydrateable umum dipraktekkan untuk menjamin bahwa semua gum telah hilang selama deasidifikasi, yaitu dengan cara membuatnya menjadi tidak larut sehingga dengan mudah dihilangkan. Proses degummingternyata meningkat-kan kadar air dan asam lemak bebas serta menurunmeningkat-kan karoten sebanyak 3.42%. Proses pemurnian selanjutnya adalah deasidifikasi, yaitu dengan menambahkan larutan NaOH sambil diagitasi pada suhu dan waktu tertentu. Suhu dan waktu optimum yang diperoleh dari penelitian Widarta (2008) adalah 61±2 °C dan 26 menit. Sabun yang dihasilkan dari proses tersebut dipisahkan dengan sentrifugasi menggunakan spiner, kemudian dilakukan pencucian dengan air panas (5-8 °C lebih hangat dari suhu minyak) yang dapat menghilangkan sabun sekitar 90%. Banyaknya air yang digunakan adalah tujuh kali lebih banyak dibandingkan jumlah minyak. NRPO yang dihasilkan melalui proses tersebut mengalami kenaikan kadar air, penurunan bilangan peroksida, namun bilangan iod dan bilangan penyabunan yang relatif tetap. Karakteristik NRPO dari proses optimum dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4.Karakterisasi sifat fisiko kimia CPO dan NRPO dari penelitian Widarta (2008)

Parameter CPO NRPO

Kadar Asamlemak bebas (%) 3.62 ± 0.21 0.13 ± 0.02 Kadar Karoten (mg/kg) 460.13 ± 13.58 464.96 ± 11.92

Kadar air (%) 0.14 ± 0.01 0.58 ± 0.11

Bilangan peroksida (meq/kg) 2.60 ± 0.55 2.20 ± 0.45 Bilangan iod (Wijs) 52.76 ± 0.61 52.56 ± 0.66 Bilangan penyabunan (mg KOH/g) 196.40 ± 1.38 195.44 ± 1.91

Warna 30.00Y+10.34 R 30.04 Y+10.74 R

NRPO yang dihasilkan Widarta (2008) kemudian diproses lebih lanjut oleh Riyadi (2009), yaitu dengan melakukan optimasi proses deodorisasi pada suhu dan waktu tertentu menjadi NDRPO (Neutralized and Deodorized Red Palm Oil). NRPO dihomogenisasi terlebih dahulu pada suhu 46±2 °C selama ±10 menit. Setelah itu, dilakukan pemanasan (130, 140, atau 150 °C) selama 1 atau 2 jam pada tekanan vakum 74±2 cmHg dengan laju alir N2 20L/jam yang dialirkan secara bertahap. Perlakuan pemanasan dengan suhu tinggi akan menguapkan komponen odor yang selanjutnya akan dipisahkan dari minyak oleh aliran gas N2.Jika asam lemak dan senyawa-senyawa odor didistilasi pada


(26)

11 suhu lebih rendah, distilasi harus dilakukan pada tekanan absolut yang rendah yang dipengaruhi oleh sistem vakum. Titik didih dari asam-asam lemak dan tekanan uap dari senyawa-senyawa odor berkurang dengan penurunan tekanan absolut. Kualitas NRPO yang digunakan oleh Riyadi (2009) tidak homogen karena telah mengalami berbagai perlakuan pada penelitian sebelumnya dan disimpan dalam waktu yang cukup lama sehingga NRPO mengalami perubahan kualitas, oleh karena itu dilakukan analisis ulang terhadap sifat fisiko kimia NRPO secara umum (Tabel 5). Kondisi deodorisasi terbaik adalah pada suhu 140 °C selama 1 jam karena mampu mempertahankan karoten hampir 70% (375.33 mg/kg) serta mampu mereduksi odor dengan baik. Hasil karakterisasi sifat fisiko dan kimia NRPO dan NDRPO untuk kondisi proses deodorisasi terbaik dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 5. Karakterisasi sifat fisiko kimia NRPO yang digunakan Riyadi (2009) secara umum

Parameter NRPO

Kadar asam lemak bebas (%) 0.32

Kadar karoten (mg/kg) 525.42

Kadar air (%) 0.3

Bilangan peroksida (meq O2/kg) 11.49

Warna 30 Y + 12.8 R

Tabel 6.Sifat fisiko kimia NRPO dan NDRPO kondisi deodorisasi terbaik penelitian Riyadi (2009)

Parameter NRPO NDRPO

Kadar air (%) 0.34 ± 0.31 0

Kadar asam lemak bebas (%) 0.484 ± 0.15 0.490 ± 0.15 Kadar akroten 9mg/kg) 535.64 ± 21.90 375.33 ± 22.87 Bilangan peroksida (meq O2/kg) 5.29 ± 1.19 0.12 ± 0.03 Warna, skala Lovibond 30 Y + 12.6 R 30 Y + 9.6 R Total tokoferol (mg/kg) 859.20 ± 77.09 721.55 ± 28.4

Odor, skala intensitas 10 3.3

D.KAROTENOID

Karotenoid adalah suatu kelompok pigmen yang berwarna kuning, oranye, atau merah oranye, mempunyai sifat larut dalam lemak atau pelarut organik, tetapi tidak larut dalam air. Karotenoid tersebar luas dalam tanaman dan buah-buahan (Tabel 7). Karotenoid melindungi klorofil dari fotooksidasi,


(27)

12 yaitu klorofil akan terdegradasi dan tidak dapat melakukan fotosintesis. Peranan karotenoid dalam fotosintesis adalah menyerap sinar yang menghasilkan energi untuk fotosintesis (Winarno dan Laksmi, 1989).

Tabel 7. Kandungan karoten pada sayuran berwarna hijau-kuning

Sayuran Karoten (ppm)

Daun peterseli 75

Wortel 73

Bayam 31

Brokoli 7.2

Tomat 3.9

Selada 1.3

Cabe hijau 2.7

Labu 6.2

Minyak sawit 500-1,000

Sumber : Hama dan Ohbu (2002)

Minyak kelapa sawit merupakan sumber yang kaya akan karotenoid alami dan merupakan bahan yang dapat diterima dengan baik untuk memperkaya nutrisi. Minyak kelapa sawit mengandung berbagai karotenoid, yaitu sekitar 60-65% β-karoten, 30-35% α-karoten dan 5-10% karotenoid esensial lainnya (Tabel 8).Karoten juga merupakan senyawa antiradikal bebas dan mampu meningkatkan kekebalan tubuh. Konsumsi makanan yang mengandung tokoferol (vitamin E) akan meningkatkan peranan α-karoten sebagai pencegah penyakit degeneratif seperti artherosklerosis dan kanker, serta menunda penuaan dini dan pemusnah radikal bebas (Widarta, 2007).

Tabel 8. Komposisi karotenoid dari berbagai karoten Carrot

Carotene

Syntetic carotene

Dunaliella carotene

Palm carotene

α-Carotene 30-50 0 6-10 25-35

β-Carotene 40-60 100 90-94 55-65

Other

carotenoid 10-15 0 5-10

Sumber : Hama and Ohbu (2002)

Karotenoid tersusun dari molekul poliisoprenoid panjang yang mengandung ikatan rangkap. Kedua ujung molekulnya mengandung cincin sikloheksena yang tersubstitusi atau cincin ionon (Wirahadikusumah, 1985)


(28)

seperti pada Gamba ikatan rangkap dan isopren menyebabk 1989). Makin ban molekul, pita sera yang lebih tinggi, tujuh ikatan rangka timbul (deMan, 1997) yaitu karoten (terdi dan O). Contoh ka Contoh dari xantophi fucoxanthin (Delga

Gambar 6.(a) Rum (b) isopr

Gamb

Rumus bang pada terdapatnya g disebut sebagai provi vitamin A (Gamba diperoleh 1 molekul

bar 6. Jumlah atom C pada karoten adalah 40, dan 10 gugusan metil (Gambar 7). Adanya gu babkan munculnya warna pada karoten (Winar banyak ikatan rangkap dua yang terkonjugasi

erapan utama makin bergeser ke daerah panj ggi, sehingga warnanya semakin merah. Diperl gkap terkonjugasi sebelum warna kuning yan n, 1997). Berdasarkan strukturnya, karotenoid diba

rdiri dari atom C dan H) dan xantophil (terdiri oh karoten adalah α-karoten, β-karoten dan β

ntophil adalaha lutein, zeaxanthin, violaxanthi lgado-Vargas dan Paredes-Lopez, 2002).

(a) (b)

umus bangun dari cincin ionon (Neurotiker, 2008 sopren (Anonim, 2010a)

mbar 7. Struktur kimia karoten (Anonim , 2008 bangun vitamin A sangat mirip dengan karoten,

a gugus hidroksil pada vitamin A. Oleh karen provitamin A. Dari sebuah β-karoten dapat dipe mbar 8), sedangkan α dan γ karoten masing olekul vitamin A . Satu ”International Unit”

13 40, mempunyai 11 gugusan-gugusan narno dan Laksmi, si (isopren) dalam anjang gelombang erlukan minimum ang dapat diserap d dibagai menjadi 2 diri dari atom C, H, n β-kriptoxanthin. nthin, neoxanthin,

, 2008) dan

, 2008a)

en, berbeda hanya rena itu, β-karoten diperoleh 2 molekul ing-masing hanya t” (IU) vitamin A


(29)

14 adalah sama dengan 0.6µg vitamin A atau 0.3µg β-karoten (Winarno dan Laksmi, 1989).

Gambar 8. β-karoten sebagai pro-vitamin A (Hikaruuchi, 2010)

Faktor penting yang mempengaruhi struktur karoten selama pengolahan dan penyimpanan pangan adalah oksidasi oleh oksigen (udara) dan pengaruh panas. Karotenoid memiliki ikatan ganda sehingga sensitif terhadap oksidasi. Oksidasi karoten dipercepat dengan adanya cahaya, logam, panas, peroksida dan bahan pengoksida lainnya. Pemanasan sampai dengan suhu 60oC tidak mengakibatkan terjadinya dekomposisi karotenoid tetapi stereoisomer mengalami perubahan (Klaui dan Bauerfeind, 1981). Pada suhu 60°C, karoten dapat mengalami perubahan stereoisomer dari bentuk trans menjadi cis. Perubahan stereoisomer ini mempengaruhi nilai vitamin A dari karoten dimana isomer cis mempunyai nilai vitamin A yang lebih rendah dibanding isomer trans (Wulandari, 2000). Penelitian yang telah dilakukan oleh Rianto (1995) menunjukkan bahwa jika minyak sawit merah dipanaskan pada suhu 180°C selama 120 menit, maka terjadi penurunan karoten total sebesar 97.94% dan peningkatan kekentalan hingga 15.88%.

Setiap ikatan ganda dapat berkonfigurasi cis atau trans. Karotenoid dalam makanan biasanya dari jenis semua-trans dan hanya kadang-kadang saja terdapat senyawa mono-cis atau di-cis. Konfigurasi ini berpengaruh terhadap warna. Senyawa semua-trans mempunyai jumlah ikatan cis yang meningkatkan warna paling dalam dan mengakibatkan warna makin muda secara perlahan-lahan. Faktor yang mempengaruhi perubahan ikatan dari trans menjadi cis ialah cahaya, panas dan asam (deMan, 1997). Winarno dan Laksmi (1989) juga menjelaskan bahwa pada umumnya, kerusakan karoten jarang terjadi pada cincin ionon, tapi pada rantai yang memanjang (gugusan isopren yang mempunyai ikatan ganda). Selain itu, dijelaskan pula bahwa beberapa karoten membentuk ester dengan asam lemak, sehingga bila terjadi kerusakan


(30)

15 pada lemak sekaligus akan merusak karotennya. Hidrolisis yang terjadi pada esternya menyebabkan lemak terlepas, karoten teroksidasi dan mengalami degradasi menghasilkan crocetin yang mempunyai 2 gugusan karboksil.

Menurut Chichester et al., (1970), karotenoid lebih tahan disimpan dalam lingkungan asam lemak tidak jenuh jika dibandingkan dengan penyimpanan dalam asam lemak jenuh, karena asam lemak tidak jenuh lebih mudah menerima radikal bebas dibandingakan dengan karotenoid. Oleh karena itu, jika ada faktor yang menyebabkan oksidasi, asam lemak akan teroksidasi terlebih dahulu dan karoten akan terlindungi lebih lama.

E.MIKROENKAPSULASI

Mikroenkapsulasi minyak sawit merah merupakan proses penyalutan minyak sawit merah dengan bahan penyalut khusus yang membuat partikel-partikel minyak sawit dan juga komponen minor seperti karoten yang terdapat dalam minyak menjadi terlindungi oleh lapisan film yang tipis. Mikroenkapsulasi minyak sawit merah akan menghasilkan produk dalam bentuk bubuk kering dengan ukuran 5-200 mikrometer yang memiliki kandungan karoten tinggi dengan stabilitas yang jauh lebih baik dibandingkan dengan penyimpanan dalam bentuk liquid. Matriks pelindung (skin) mampu melindungi inti (core) dari berbagai faktor yang menyebabkan kerusakan seperti oksidasi karoten selama penyimpanan (Poltekcwe, 2008).

Menurut Risch (1995), enkapsulasi adalah suatu proses pembungkusan bahan atau campuran beberapa bahan dengan bahan lain. Bahan yang dibungkus atau bahan yang ditangkap biasanya berupa cairan, walaupun ada juga yang berbentuk partikel padat atau gas yang disebut bahan inti atau bahan aktif atau bahan internal. Sedangkan bahan yang berfungsi sebagai pembungkus disebut sebagai dinding atau bahan pembawa atau membran.

Pegg dan Shahidi (2007) menyatakan bahwa terdapat bermacam-macam teknik mikroenkapsulasi yaitu dengan spray drying, spray cooling dan spray chilling, fluidized bed coating, ekstrusi, ekstrusi sentrifugal, lyopilisasi, coacervation, pemisahan suspensi sentrifugal, cocrystallization dan penjerapan liposom. Teknik spray dring merupakan teknik yang sering digunakan untuk menghasilkan produk mikroenkapsulasi komersil. Hal ini karena


(31)

16 mikroenkapsulasi dengan spray drying bersifat ekonomis, bisa menggunakan bermacam-macam penyalut, dan kualitas mikroenkapsulat yang dihasilkan bagus.

Mikroenkapsulasi melibatkan dua bahan, yaitu inti dan penyalut. Inti adalah zat yang akan disalut. Zat ini umumnya berbentuk padat, gas atau cair yang mempunyai sifat permukaan hidrofil maupun hidrofob. Penyalut adalah zat yang digunakan untuk menyeliputi inti dengan tujuan tertentu. Syarat-syarat zat sebagai penyalut yaitu dapat membentuk lapisan di sekitar inti dengan membentuk ikatan adhesi dengan inti, tercampurkan secara kimia dan tidak bereaksi dengan inti, mempunyai sifat yang sesuai dengan tujuan penyalutan (kuat, fleksibel, impermeable, stabil, dan sifat optis tertentu) (Vandegaer, 1973).

F. MALTODEKSTRIN

Maltodekstrin didefinisikan sebagai produk hidrolisis pati yang mengandung unit α-D-glukosa yang sebagian besar terikat melalui ikatan 1,4 glikosidik dengan DE kurang dari 20. Rumus umum maltodekstrin adalah [(C6H10O5)nH2O)]. Maltodekstrin dapat diperoleh dengan menghidrolisis pati singkong secara parsial dengan enzim α-amilase pada suhu 85°C selama 65 menit (Griffin dan Brooks, 1989). Maltodekstrin tidak mempunyai sifat lipofilik sehingga menyebabkan stabilitas emulsi dan retensi minyak rendah, namun minyak yang terenkapsulasi memiliki daya tahan terhadap oksidasi (Westing dan Rennecius, 1988).

Gambar 9.(a) Maltodekstrin (Anonim, 2009b) dan (b) struktur kimianya (Smith, 2008)

Kennedy et al. (1995) menyatakan bahwa nilai DE (dextrose equivalent) adalah persen dari gula pereduksi dalam gula yang dihitung sebagai dekstros dalam basis kering. Maltodekstrin didefinisikan sebagai bahan yang


(32)

17 mempunyai nilai DE 3-20. Nilai DE akan mempengaruhi karakteristik dan fungsi dari maltodekstrin seperti terlihat pada Tabel 9. Maltodekstrin relatif non-higroskopis jika dibandingkan dengan corn syrup. Semakin rendah nilai DE, maka akan semakin non-higroskopis. Sedangkan maltodekstrin dengan DE yang tinggi akan cenderung mempunyai sifat yang sama dengan corn syrup. Maltodekstrin dengan DE yang rendah lebih efektif sebagai pengikat lemak dibandingkan dengan DE yang tinggi. Nilai DE yang tinggi akan memberikan viskositas yang lebih rendah.

Keaersley dan Dziedzic (1995) menyatakan bahwa rentang nilai DE adalah dari 0-100. Nilai DE 3-20 dimiliki oleh maltodekstrin, 20-75 dimiliki oleh glukosa dan di atas 75 disebut sebagai hidrolisat. Penggunaan pati berdasarkan nilai DE dapat dilihat pada Tabel 9. Selain istilah DE, dalam industri glukosa ada juga istilah DP (Degree of Polimerisation) yang menggambarkan tentang komposisi karbohidrat dalam gula. DP menunjukkan jumlah unit glukosa dalam satu komponen gula. Contohnya adalah seperti DP1 = dextrose (1 unit), DP2 = maltose (2 unit), DP3 = maltotriose (3 unit).

Tabel 9. Jenis pati dan penggunaannya berdasarkan perbedaan nilai DE. Nama hasil

hidrolisis pati

Nilai

DE Aplikasi penggunaannya

Maltodekstrin

2-5

Pengganti lemak susu di dalam makanan pencuci mulut, yoghurt, produk bakery dan es krim (Strong, 1989)

5 Bahan tambahan margarine (Summer dan Hessel, 1990)

9-12 Cheescake filling (Wilson dan Steensen, 1986) 15-20 Produk pangan berkalori tinggi (Vorwerg et. al.,

1988) Thin boiling

starch >20

Kembang gula, pastelis dan jeli (Rapaille dan Van Hemelrijk, 1992)

Oligosakarida sekitar

50 Pemanis (Wurzburg, 1989) Sumber : Subekti, 2008

Definisi lain tentang Dextrose Equivalent (DE) adalah besaran yang menyatakan nilai total pereduksi pati atau produk modifikasi pati dalam satuan persen. DE berhubungan dengan derajat polimerisasi (DP). DP menyatakan jumlah unit monomer dalam satu molekul. Unit monomer dalam pati adalah


(33)

18 glukosa sehingga maltose memiliki DP 2 dan DE 50 (Wurzburg, 1989 disitasi oleh Subekti, 2008).Secara komersial penggunaan pati dipengaruhi oleh nilai DE. Semakin besar DE berarti semakin besar juga persentase pati yang berubah menjadi gula pereduksi.

Mutu maltodekstrin di Indonesia telah ditetapkan oleh Dewan Standarisasi Nasional. Standar Mutu Maltodekstrin sama dengan standar mutu dekstrin pada umumnya, kecuali untuk DE maltodekstrin berkisar 19-20. Standar mutu dekstrin dikelompokkan lagi menurut bidang aplikasinya, yaitu pangan dan nonpangan. Pada Tabel 10 dapat dilihat lebih jelas variable dan nilai standar mutu dekstrin menurut DSN (1992 dan 1989).

Tabel 10. Variabel dan nilai standar mutu dekstrin

Variabel Aplikasi

Pangan Nonpangan

Warna (visual) putih sampai

kekuningan

putih sampai kekuningan Warna dalam lugol Ungu sampai

kecoklatan

Ungu sampai kecoklatan

Kadar air (%b/b) Max. 11 Max. 11

Kadar abu (%b/b) Max. 0.5 Max. 0.5

Serat Kasar (%b/b) Max. 0.6 -

Bagian yang larut dalam

air dingin Min. 97 Min. 80

Kekentalan (cP) 3-4 3-4

Dekstrosa Max. 5 Max. 7

Derajat asam (0,1 N

NaOH/100 g bahan) Max. 5 Max. 6

Kehalusan (ayakan 100

mesh) Min. 90 (lolos) -

Sumber : Dewan Standarisasi Nasional (1992 dan 1989)

Hasil penelitian Anwar (2002) menunjukkan bahwa maltodekstrin DE 5-10 dari pati singkong dapat digunakan sebagai bahan penyalut lapis tipis tablet dengan hasil yang cukup baik pada konsentrasi 10-25%, bahkan pada konsentrasi 10% hasilnya lebih baik dari tablet yang disalut dengan hidroksimetil selulosa.

Menurut Kennedyet al., (1995)aplikasi maltodekstrin pada produk pangan antara lain pada:


(34)

19 • Produk rerotian, misalnya cake, muffin, dan biskuit, digunakan sebagai

pengganti gula atau lemak.

• Makanan beku, maltodekstrin memiliki kemampuan mengikat air (water holding capacity) dan berat molekul rendah sehingga dapat mempertahankan produk beku.

• Makanan rendah kalori, penambahan maltodekstrin dalam jumlah besar tidak meningkatkan kemanisan produk seperti gula.

G.GUM ARAB

Gum arab atau gum akasia berasal dari spesies tertentu pohon akasia yang tumbuh di daerah Afrika. Gum merupakan hasil sekresi bagian kulit atau batang tanaman (plant exudation), yang berupa cairan kental dan akan menjadi padat bila dibiarkan dingin (Furia, 1968 dalam Lastriningsih 1997). Gum arab banyak dipakai dalam industri makanan antara lain digunakan sebagai campuran minuman untuk mengurangi tekanan permukaan (surface tension) air dan stabilizer. Nomor kode E tumbuhan ini adalah E-414.

Glicksman (1969) menyebutkan bahwa tanaman akasia akan menghasilkan gum arab hanya bila ketika berada dalam keadaan tidak sehat karena nutrisi yang buruk, kekurangan air atau cuaca panas. Gum tersebut dihasilkan dari patahan atau luka pada batang pohon dan menetes dalam bentuk butiran.

Gum arab bersifat mudah larut dalam air dingin dan membentuk larutan yang kurang kental sehingga cocok digunakan sebagai bahan pengisi pada pangan yang akan dikeringkan dengan pengering semprot. Selain itu, gum arab dapat memperbaiki viskositas dan tekstur suatu produk. Gum arab dapat mempertahankan flavor dari makanan yang dikeringkan dengan pengering semprot. Hal ini disebabkan karena gum arab membentuk lapisan yang dapat melapisi partikel flavor, sehingga terlindungi dari oksidasi, absorpsi, dan evaporasi air dari udara terutama untuk produk yang higroskopis (Glicksman dan Schachat, 1959 disitasi oleh Lastriningsih, 1997)


(35)

20

(a) (b) (c)

Gambar 10. (a) tanaman gum arab (b) pohon gum arab (c) batang gum arab dengan getah yang sudah mongering (Anonim, 2008b)

Viskositas larutan gum arab dipengaruhi oleh pH, garam, suhu atau elektrolit. Jika suhu semakin tinggi, maka viskositas dan berat jenis gum arab akan relatif menurun. Elektrolit menurunkan viskositas proporsional dengan pengikatan valensi kation atau peningkatan konsistensi elektrolit. Penurunan viskositas berarti penurunan tegangan antar permukaan akan memberikan kondisi sistem emulsi yang baik. Viskositas gum arab meningkat tajam siring dengan peningkatan pH sampai ke pH 6, kemudian mengalami penurunan secara bertahap hingga pH 12. Kekentalan maksimum tercapai pada pH 4.5-5.5 (Glicksman, 1983).

Gum arab mempunyai sifat yang unik dibandingkan dengan jenis gum yang lainnya. Hal ini karena sampai konsentrasi 40-50%, tidak memberikan viskositas yang tinggi sedangkan gum yang lain hanya mampu ditambahkan dengan konsentrasi 1-5%. Kemampuannya ini dapat menciptakan kestabilan yang sempurna dan sifat sebagai emulsifier ketika dicampur dengan sejumlah besar bahan insoluble. Gum arab merupakan agen pengemulsi yang efektif karena kemampuannya sebagai koloid pelindung. Selain itu, gum arab juga sering digunakan dalam persiapan pangan emulsi minyak dalam air yang mampu menstabilkan sebagian besar minyak pada kisaran pH yang luas dan dengan keberadaan elektrolit meskipun tanpa ditambahakan agen penstabil lainnya. Meskipun mekanisme emulsifikasi gum arab belum dimengerti dengan jelas, namun diduga karena kemampuannya membentuk film sehingga mencegah coalescence globula minyak (Glicksman, 1983).

Penelitian yang telah dilakukan oleh Saputra (1996) menunjukkan bahwa gum arab akan menghasilkan emulsi yang stabil pada rasio


(36)

21 minyak/air/arabik 2:2:1 dan 90:48:22.5. Uji stabilitas tersebut dilakukan dengan cara mendiamkan emulsi selama 5 hari.

H.SPRAY DRYING

Spray drying adalah metode yang sering diaplikasikan untuk merubah cairan menjadi padatan. Waktu pengeringannya sangat singkat, hanya beberapa detik. Selain kualitas produknya tinggi, kapasitas pengeringan yang tinggi membuat spray drying sering digunakan dalam industri makanan. Kapasitas dari setiap spray drying dapat bervariasi dari beberapa gram bubuk hingga beberapa ton per jam. Ukuran partikel yang dihasilkan berkisar antara 30-200µm (Onwulata, 2005).

Alat pengering tipe semprot (spray dryer) digunakan untuk mengeringkan suatu larutan, campuran atau produk cair lainnya menjadi bentuk bubuk pada kadar air mendekati kesetimbangan dengan kondisi udara pada tempat produk keluar. Beberapa parameter yang dapat dikendalikan dalam proses spray dryer antara lain : ukuran partikel, distribusi partikel, bentuk dan ketebalan partikel, kerusakan akibat panas, densitas dan kadar air produk akhir (Wirakartakusumah et al., 1989).

Masters (1974) menyatakan bahwa kecepatan penguapan dapat dipengaruhi oleh suhu inlet, suhu outlet, total padatan bahan dan suhu bahan. Semakin tinggi suhu inlet, maka jumlah panas yang dibutuhkan untuk menguapkan bahan akan semakin sedikit sehingga kecepatan penguapan meningkat. Kecepatan penguapan juga akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya total padatan dan suhu awal bahan. Menurut Spicer (1974), kecepatan penguapan berpengaruh terhadap keadaan suhu produk akhir dimana bila kecepatan penguapan semakin cepat maka produk yang dihasilkan akan semakin rendah suhunya.

Bila dibandingkan dengan jenis alat pengering lainnya, pengering semprot mempunyai beberapa kelebihan diantaranya yaitu : (1) produk akan menjadi kering tanpa bersentuhan dengan permukaan logam panas, (2) suhu produk rendah meskipun suhu udara pengering yang digunakan cukup tinggi, (3) penguapan air terjadi pada permukaan yang sangat luas sehingga waktu yang dibutuhkan untuk pengering hanya beberapa detik saja, dan (4) produk


(37)

22 akhir yang dihasilkan berbentuk bubuk yang stabil sehingga memudahkan dalam penanganan dan transportasi (Spicer, 1974).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Elisabeth et al. (2003), kondisi spray dryer yang digunakan untuk membuat mikroenkapsulat dengan spray dryeradalah dengan suhu inlet140 -180oC, suhu outlet 80 – 120oC serta kecepatan alir bahan cair pada dryer10 -12 ml/min. Menurut Onwulata (2005), kondisi pengeringan dipilih untuk meminimalisasi lemak bebas dan permukaan lemak. Suhu inlet dan outlet yang rendah akan mengurangi kekentalan dan difusifitas lemak selama pengeringan. Ukuran nozzle dan padatan emulsi yang besar akan menghasilkan mikroenkapsulat yang besar dengan lemak bebas yang rendah.

Menurut Masters (1979), teknik spray drying terdiri dari empat tahap proses, yaitu atomisasi bahan sehingga dapat membentuk semprotan sehalus mungkin, kontak antara bahan dengan udara pengering, evaporasi, dan pemisahan bubuk kering dengan aliran udara yang membawanya. Gambar 11 menunjukkan proses spray drying menggunakan centrifugal atomizer dan cyclone separator. Emulsi yang akan dikeringkan disemprotkan melalui nozzle ke dalam ruang pengeringan (terjadi atomisasi). Adanya udara pengering yang masuk ke ruang pengeringan, akan mengeringkan emulsi sehingga berbentuk bubuk karena terjadinya evaporasi. Selanjutnya, pada siklon terjadi pemisahan bubuk kering dengan aliran udara yang membawanya sehingga bubuk berada pada wadah penampung produk.

Gambar 11. Sistem operasi spray dryer yang menggunakan centrifugal atomizer dan cyclone separator (Anonim, 2010b)


(38)

23

III. METODOLOGI PENELITIAN

A.BAHAN DAN ALAT

1. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah Neutralized and Deodorized Red Palm Oil (NDRPO) dari penelitan Riyadi (2009) yang dimulai pada bulan Juli 2008 hingga Maret 2009. NDRPO tersebut berasal dari NRPO (Neutralized Red Palm Oil) hasil penelitian Widarta (2008) yang dilakukan pada bulan Januari hingga Juni 2008. Crude Palm Oil (CPO) untuk pembuatan NRPO diperoleh dari PT. Sinar Meadow International, Jakarta. Bahan-bahan penyalut yang digunakan adalah maltodekstrin dari PT Menara Sumber Daya dan gum arab yang diperoleh dariBrataco Chemika. Bahan-bahan kimia untuk analisis yang digunakan adalah etanol, Na-azid, Na2CO3, NaHCO3, KCN, potassium fericianida, (NH4)Fe(SO3)42H2O, H2SO4, fenol 5%, heksan pro analisis, heksan teknis, kertas saring no. 1, kertas whatman 42 dan akuades.

2. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah spray dryer (Buchi 190), termometer, homogenizer (Armfield L4R), hot plate, chromameter (Minolta CR-200), penyaring vakum, timbangan analitik, autoclave, sentrifuse, oven, desikator, spektrofotometer, destilator, soxhlet, serta peralatan gelas (gelas piala, labu takar 25 ml, gelas ukur 100 ml, gelas pengaduk, tabung reaksi dll.).

B. METODE PENELITIAN

1. Karakterisasi Bahan Baku (Tahap I)

Tahap ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik minyak sawit merah (MSM), maltodekstrin (MD) dan gum arab (GA) yang akan digunakan sebagai bahan baku. Sebelum analisis MSM, terlebih dahulu dilakukan fraksinasi terhadap NDRPO untuk mendapatkan MSM (olein) yang sudah terpisah dari fase stearin. NDRPO dipanaskan terlebih dahulu agar diperoleh olein dengan jumlah yang optimal.Pemisahan fraksi olein dan


(39)

24 stearin dilakukan dengan cara inkubasi pada suhu ruang selama satu hari. Diagram alir dari proses fraksinasi dapat dilihat pada Gambar 12.

Setelah diperoleh MSM, selanjutnya dilakukan karakterisasi MSM meliputi analisis total karotenoid dengan metode spektrofotometri(PORIM, 2005)dan kadar air dengan metode hot plate (AOCS, 1993; Ketaren, 1986). Karakterisasi bahan penyalut (MD dan GA) dilakukan untuk mengetahui nilai Dextrose Equivalent (DE) dan kadar air dengan metode oven (AOAC, 1995). Penentuan nilai DE dilakukan dengan analisis total gula melalui metode fenol sulfat (Dubois, et al., 1956)dan analisis gula pereduksi melalui metode Park-Johnson (Takedaet al., 1993).

Gambar 12. Diagram alir proses fraksinasi minyak sawit

2. Penentuan Konsentrasi Penyalut dan MSM(Tahap II)

Penelitian tahap kedua dilakukan untuk mendapatkan kisaran perbandinganmaltodekstrin dan gum arab yang mampu membentuk emulsi stabil. Selain itu, tahap ini dilakukan untuk mengetahui jumlah minyak yang masih dapat ditambahkan ke dalam konsentrasi bahan penyalut tersebut sehingga menghasilkan mikroenkapsulat yang kering.

Penentuan konsentrasi penyalut dan MSM ditentukan dengan melakukan uji stabilitas emulsi dan uji proses pengeringan untuk semua

Pemanasan (15 menit, ±50°C) NDRPO

Pemisahan Fraksi Inkubasi suhu ruang (1 hari)

Fraksi cair Fraksi padat

Analisis Karoten


(40)

25 rancangan formulasi. Formulasi yang akan dicoba kestabilannya adalah campuran air, bahan penyalut dengan perbandingan tertentu dan minyak. Total bobot bahan penyalut adalah 30% dari bobot air yang digunakan. Bahan penyalut terdiri dari maltodekstrin dan gum arab dengan perbandingan 1:3, 2:3, 3:3, 3:2, dan 3:1. Perbandingan minyak dan bahan penyalut (kering) adalah 1:2, 1:1, 2:1, 3:1, dan 4:1 atau dapat dikatakan bahwa minyak yang akan dicoba berkisar antara 50-400% dari bobot penyalut. Total formula yang akan dicoba ada 25 macam (Tabel 11).

Tabel 11.Rancangan uji percobaan stabilitas emulsi

MD : GA 1 : 3 2 : 3 3 : 3 3 : 2 3 : 1

Minyak: (MD:GA)

1 : 2 1 2 3 4 5

1 : 1 6 7 8 9 10

2 : 1 10 11 12 13 14

3 : 1 15 16 17 18 19

4 : 1 21 22 23 24 25

Setelah emulsi terbentuk, selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap stabilitas emulsi. Kestabilan dihitung berdasarkan metode Lamar et al.(1976) yang disitasi oleh Montesqrit (2007) yaitu dengan menghitung rasio pemisahan pada gelas piala yang berdimensi sama.Selanjutnya, emulsi yang stabil dicoba dikeringkan melalui proses spray drying. Uji coba pengeringan ini dilakukan untuk memperoleh formula yang menghasilkan mikroenkapsulat kering. Formula inilah yang akan diproduksi dan dianalisis pada tahap penelitian ketiga.

3. Produksi dan Analisis Mikroenkapsulat MSM(Tahap III)

Tahapan ini dilakukan untuk memproduksidan menganalisis mikroenkapsulat terpilih dari tahap keduasehingga dapat diketahui formula optimum. Formula terpilih dari tahap kedua, selanjutnya diproduksi menjadi mikroenkapsulatMSM dengan menggunakan spray dryer (suhu inlet 140-180°C, suhu outlet 80-120°C dan kecepatan pompa 40 rpm) untuk dianalisis. Prosedur pembuatan mikroenkapsulat dapat dilihat pada Gambar 13.


(41)

26

Gambar 13. Diagram alir proses mikroenkapsulasi MSM

Analisis mikroenkapsulat MSM yang dilakukan meliputi analisis karotenoid dengan metode spektrofotometri (PORIM, 2005), kadar minyak tidak terkapsulkan metode ekstraksi (Shahidi dan Wanasundara, 1997), kadar air metode oven (AOAC, 1995), kelarutan (modifikasi metode Fardiaz et al., 1992)warna mikroenkapsulat dan warna larutan menggunakan crhomameter (Hutching, 1999). Selain itu dilakukan uji stabilitas karoten dalam mikroenkapsulat, yaitu menyimpan mikroenkapsulat dalam tempat yang terpapar sinar UV selama empat jam (setiap 30 menitdilakukan pengadukan). Setiap 1 jam sekali dilakukan pengambilan sampel. Selanjutnya, sampel yang telah dipapar UV selama 1, 2, 3, dan 4 jam tersebut dianalisis total karoten serta warnanya sehingga dapat diketahui stabilitas mikroenkapsulat terhadap UV. Uji stabilitas paparan sinar UV juga dilakukan terhadap MSM untuk mengetahui efektivitas pengkapsulan.

Air (total solid 30%)

MSM Gum arab

Pencampuran

Pemanasan (hingga meleleh, ±60°C)

Spray dryer

(Tinlet= 140 -180oC, Toutlet= 80 – 120oC, kecepatan

pompa = 40 rpm) Homogenisasi (1425 rpm, 8 menit)

Homogenisasi (1425 rpm, 2 menit) Pendinginan, 45°C Maltodekstrin


(42)

27

Gambar 14. Tempat pemaparan mikroenkapsulat MSM dengan sinar UV

Tahapan prosedur penelitian lengkap

Gambar 15. Diagram alir penelitian pengaruh konsentrasi maltodekstrin dan gum terhadap karakjteristik mikroenkapsulat MSM dengan teknik spray drying

Fraksinasi Bertahap pada Suhu Rendah

Penentuan Kisaran Jumlah MSM dan bahan penyalut Karakterisasi MSM dan Bahan Penyalut

Pembuatan Mikroenkapsulat

Analisis : Karotenoid

Kadar Lemak Tidak Terkapsulkan Kadar air

Kelarutan

Warna Mikroenkapsulat Warna Larutan

Stabilitas karoten terhadap UV


(43)

28

4. Penentuan Formula Terbaik

Formula terbaik ditentukan dengan metode pembobotan terhadap parameter analisis produk berdasarkan prioritas karakteristik yang diinginkan dalam mikroenkapsulat MSM. Metode pembobotan ini dilakukan dengan membagi parameter analisis berdasarkan prioritasnya dalam membentuk karakteristik mikroenkapsulat yang diharapkan dan memberikan skor terhadap tiap formula untuk setiap parameter. Parameter dengan bobot nilai yang lebih besar dianggap lebih penting berdasarkan tujuan penelitian dan aplikasi penggunaan produk. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menciptakan mikroenkapsulat yang berfungsi sebagai fortifikan, oleh karenanya total karoten merupakan karakteristik utama dari mikroenkapsulat sehingga mendapatkan bobot tertinggi. Urutan bobot nilai dari setiap parameter analisis dapat dilihat pada Table 12.

Tabel 12. Pembobotan untuk setiap parameter penentu karakteristik mikroenkapsulat MSM

Parameter analisis Bobot nilai

Total karoten 8

Minyak tak terkapsulkan 7

Kelarutan 6

Warna larutan (nilai b) 5

Warna bubuk (nilai b) 4

Laju penurunan karoten 3

Perubahan warna 2

Kadar air 1

Setelah dilakukan pemberian bobot untuk parameter analisis, selanjutnya dilakukan pemberian skor untuk tiap formula mikroenkapsulat MSM yang terpilih. Skor yang lebih tinggi diberikan pada formula dengan hasil analisis yang lebih baik untuk tiap parameter analisisnya dan disesuaikan pula dengan hasil uji statistik yang telah dilakukan. Formula terbaik adalah formula yang memiliki total skor tertinggi dari hasil perkalian antara bobot nilai parameter analisis dengan skor tiap formula.


(44)

29

C. METODE ANALISIS

1. Nilai Dextrose Equivalent

Nilai DE (dalam persen) diperoleh dari perbandingan kadar gula pereduksi dengan kadar total gula atau karbohidrat dalam sampel dikali 100.

= 100

Sebelum dianalisis, perlu dilakukan persiapan sampel untuk menghilangkan substansi yang dapat mengganggu analisis. Persiapan yang harus dilakukan adalah melarutkan 1 g sampel dalam 100 ml etanol (sedikit demi sedikit) kemudian distirer dan disentrifus dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit. Setelah itu, pati disaring dan dimasukkan ke dalam desikator selama semalam (sampai kering). Selanjutnya, pati dimortar dan diambil 40 mg, kemudian ditambahkan 20 ml air dan diautoclave 1 jam pada suhu 105°C. Dinginkan pada suhu kamar. Setelah itu, dilanjutkan dengan sentrifuse dan diencerkan 40 kali. Untuk melindungi gula dari gangguan mikroba, maka ditambahkan Na-azid sebanyak 0.02% setelah pengenceran. Sampel siap dianalisis total gula dan kadar gula pereduksinya.

Kadar gula pereduksi metode Park-Johnson (Takedaet al., 1993)

Sampel sebanyak 1 ml ditambahkan ke dalam 0.5 ml larutan buffer sodium karbonat-sodium hidrogen karbonat (4.8 g Na2CO3, 9.2 g NaHCO3 dan 0.65 g KCN yang dilarutkan dalam aquades 1 L). Setelah itu tambahkan 0.5 ml potasium fericianida 0.1% (b/v). Campuran larutan tersebut dipanaskan selama 15 menit dalam air mendidih (tutup tabung reaksi dengan kelereng) dan didinginkan dalam air mengalir selama 10 menit. Selanjutnya, ditambahkan2.5 ml larutan feric ammonium sulfat (3 g (NH4)Fe(SO3)42H2O di dalam 1 L larutan 50 mM H2SO4) dan divorteks serta didiamkan selama 20 menit pada suhu ruang dan dibaca pada panjang gelombang 715 nm dengan menggunakan spektrofotometer.Pembuatan kurva standar dilakukan dengan cara yang sama seperti untuk sampel tetapi sampel diganti dengan glukosa dengan konsentrasi 2, 4, 6, 8 dan 10 ppm.


(45)

30

Kadar Karbohidrat Total Metode Fenol-Sulfat (Dubois et al 1956)

Sebanyak 0.5 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya ditambahkan 0.5 ml fenol 5% dan divorteks. Sebanyak 2.5 ml larutan H2SO4 pekat ditambahkan dengan cara menuangkan secara tegak lurus permukaan larutan (asam sulfat harus dikeluarkan dengan cepat dari pipet, hati-hati karena reaksi panas jadiyang dipegang adalah ujung atas tabung reaksi). Larutan didiamkan selama 10 menit, divorteks dan disimpan pada suhu kamar selama 20 menit. Sebelum diukur larutan divorteks dahulu, kemudian diukur pada panjang gelombang 490 nm dengan menggunakan spektrofotometer. Pembuatan kurva standar dilakukan dengan cara yang sama seperti untuk sampel tetapi sampel diganti dengan glukosa dengan konsentrasi 20, 40, 60, 80 dan 100 ppm.Konsentrasi total gula ditentukan dengan menggunakan kurva standar.

2. Uji Stabilitas Emulsi(Lamar et al. 1976, disitasi oleh Montesqrit 2007)

Penetapan stabilitas emulsi ditentukan berdasarkan persentase pemisahan selama waktu penyimpanan dengan asumsi bahwa sistem emulsi yang sempurna bernilai 100 seperti yang disajikan dengan rumus:

% = − 100%

Keterangan: a = volume keseluruhan b = volume pemisahan

3. Karotenoid, Metode Spektrofotometri (PORIM, 2005)

Sampel ditimbang sebesar 0,1 gram ke dalam labu takar 25 ml. Kemudian ditepatkan hingga tanda tera dengan heksana. Pengenceran dilakukan apabila absorbansi yang diperoleh nilainya lebih dari 0,700, sedangkan jika kurang dari 0.200 maka jumlah sampel perlu ditambahkan (dilakukan pemekatan). Absorbansi diukur pada panjang gelombang 446 nm dengan kuvet (lebar 1 cm). Konsentrasi karotenoid dalam sampel minyak sawit dihitung menggunakan panjang gelombang 446 nm menggunakan kuvet 1 cm dengan pelarut heksana. Kadar karoten diukur dengan rumus :

Karoten (ppm) = ! "#" ! $%&$' ())! *


(46)

31 Keterangan :

W = bobot sampel yang dianalisis (g) As = absorbansi sampel

Ab = absorbansi blanko

4. Kadar Air MSM, Metode Hot Plate (AOCS, 1993; Ketaren, 1986)

Minyak diaduk terlebih dahulu agar penyebaran air dalam contoh merata. Sampel ditimbang sebanyak 5-20 gr di dalam gelas piala kering dan telah didinginkan dalam desikator. Selanjutnya, sampel dipanaskan di atas hotplate sambil diputar secara perlahan-lahan agar minyak tidak memercik. Pemanasan dihentikan setelah tidak terlihat lagi gelembung gas atau buih. Cara lain yang lebih baik yaitu dengan meletakkan gelas arloji dia atas gelas piala. Adanya uap air dapat dilihat dari air yang mengembun pada gelas arloji. Pada akhir pemanasan, suhu minyak tidak boleh lebih dari 130°C. Selanjutnya contoh dimasukkan ke dalam desikator dan didinginkan sampai suhu kamar, kemudian ditimbang. Penyusutan bobot disebabkan oleh bobot dari air dan zat menguap yang terkandung dalam minyak.

Kadar air dan zat yang menguap % = Bobot yang hilang gBobot contoh g x 100

5. Kadar Air Mikroenkapsulat dan Penyalut, Metode Oven (AOAC,1995)

Sampel sejumlah 3-5 gram ditimbang dan dimasukkan dalam cawan yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kemudian sampel dan cawan dikeringkan dalam oven bersuhu 105°C selama 6 jam. Cawan didinginkan dan ditimbang, kemudian dikeringkan kembali sampai diperoleh bobot tetap. Kadar air sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Kadar air basis basah (g/100 g bahan basah) = *& *(&*

* 100

Kadar air basis kering (g/100 g bahan basah) = *& *(&*

*(&* 100 Keterangan :

W = bobot contoh sebelum dikeringkan (g) W1 = bobot contoh + cawan kering kosong (g) W2 = bobot cawan kosong (g)


(1)

88

Lampiran 13. Hasil analisis sidik ragam pengaruh formulasi terhadap kadar minyak tak terkapsulkan mikroenkapsulat MSM

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: MinyakTakTerkapsulkan

Source

Type III Sum

of Squares Df Mean Square F Sig. Corrected Model 884.323(a) 5 176.865 126.380 .000 Intercept 25947.056 1 25947.056 18540.738 .000 Minyak_B 743.485 1 743.485 531.265 .000

Penyalut_A 100.155 2 50.078 35.784 .000

Minyak_B * Penyalut_A 40.682 2 20.341 14.535 .005

Error 8.397 6 1.399

Total 26839.775 12

Corrected Total 892.719 11 a R Squared = .991 (Adjusted R Squared = .983)

Keterangan : Nilai Sig. < 0.05 menunjukkan bahwa faktor perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Faktor penyalut, minyak dan kombinasi keduanya memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar minyak tak terkapsulkan.

Minyak_tak_terkapsulkan

Duncan

Sampel N

Subset

1 2 3 4

(1:3):1 2 32.2450

(2:3):1 2 40.7850

(3:3):1 2 42.8600

(1:3):2 2 52.5850

(3:3):2 2 54.1850 54.1850

(2:3):2 2 56.3400

Sig. 1.000 .130 .226 .119

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = 1.404. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

b Alpha = .05.

Keterangan : Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa keenam sampel terbagi ke dalam empat subset. Formula yang berada dalam satu subset yang sama mempunyai kadar minyak tak terkapsulkan yang tidak berbeda nyata.


(2)

89

Lampiran 14. Penentuan laju penurunan karoten MSM dan mikroenkapsulat akibat paparan sinar ultraviolet

Laju penurunan karoten diperoleh dari nilai gradient kurva hubungan antara karoten dan waktu pemaparan minyak sawit merah (MSM) dan mikroenkapsulat dengan sinar UV.

y = -54,7282x + 305,3396 R² = 0,9881

0 100 200 300 400

0 1 2 3 4 5

k

ar

ot

en

(

p

p

m

)

waktu papar UV (jam)

MSM

y = -6,3579x + 23,8462 R² = 0,7344

0 10 20 30 40

0 1 2 3 4 5

k

ar

ot

en

(

p

p

m

)

waktu papar UV (jam)

(1:3):1

y = -6,9292x + 28,0231 R² = 0,7825

0 10 20 30 40

0 1 2 3 4 5

k

ar

ot

en

(

p

p

m

)

waktu papar UV (jam)


(3)

90 y = -7,9963x + 33,0275

R² = 0,7911

0 10 20 30 40 50

0 1 2 3 4 5

k

ar

ot

en

(

p

p

m

)

waktu papar UV (jam)

(3:3):1

y = -10,9039x + 44,5013 R² = 0,9014

0 20 40 60

0 1 2 3 4 5

k

ar

ot

en

(

p

p

m

)

waktu papar UV (jam)

(1:3):2

y = -19,1124x + 66,9100 R² = 0,8115

0 20 40 60 80 100

0 1 2 3 4 5

k

ar

ot

en

(

p

p

m

)

waktu papar UV (jam)


(4)

91

Lampiran 15. Perhitungan retensi karoten mikroenkapsulat MSM

(MD:GA):MSM Wb

(g)

Wp

(g)

Wm

(g) Rendemen

karoten MSM (mg/kg)

karoten emulsi (mg)

KAb

(bb) Wmb (g)

karotenb

(mg/kg)

karotenmb1

(mg)

Karotenmb2

(mg) Retensi1

rata-rata Retensi2

rata-rata (1:3):2

116 45 90 85.93 295.5617 26.6006 1.5462 76.1376 50.4833 3.8437 4.5435 14.4496

15.07

17.0805

17.08

236 90 180 87.41 295.5617 53.2011 1.5462 154.9006 50.4833 7.8199 9.0870 14.6987 17.0805

258 90 180 95.56 295.5617 53.2011 1.5462 169.3405 50.4833 8.5489 9.0870 16.0690 17.0805

(2:3):2

108 45 90 80.00 295.5617 26.6006 0.9081 71.3462 82.6298 5.8953 7.4367 22.1624

23.24

27.9569

27.96

290 120 240 80.56 295.5617 70.9348 0.9081 191.5777 82.6298 15.8300 19.8312 22.3163 27.9569

328 120 240 91.11 295.5617 70.9348 0.9081 216.6810 82.6298 17.9043 19.8312 25.2405 27.9569

(3:3):2

132 45 90 97.78 295.5617 26.6006 0.6109 87.4624 71.2341 6.2303 6.4111 23.4217

20.52

24.1013

24.10

139.9 60 120 77.72 295.5617 35.4674 0.6109 92.6969 71.2341 6.6032 8.5481 18.6176 24.1013

220 90 180 81.48 295.5617 53.2011 0.6109 145.7707 71.2341 10.3838 12.8221 19.5181 24.1013

(1:3):1

164 120 120 68.33 295.5617 35.4674 2.8350 79.6753 31.4628 2.5068 3.7755 7.0679

7.96

10.6451

10.65

192 120 120 80.00 295.5617 35.4674 2.8350 93.2784 31.4628 2.9348 3.7755 8.2746 10.6451

212 120 120 88.33 295.5617 35.4674 2.8350 102.9949 31.4628 3.2405 3.7755 9.1366 10.6451

128 90 90 71.11 295.5617 26.6006 2.8350 62.1856 31.4628 1.9565 2.8317 7.3552 10.6451

(2:3):1

170 120 120 70.83 295.5617 35.4674 2.3841 82.9735 35.2589 2.9256 4.2311 8.2486

9.36

11.9295

11.93

198 120 120 82.50 295.5617 35.4674 2.3841 96.6397 35.2589 3.4074 4.2311 9.6072 11.9295

202 120 120 84.17 295.5617 35.4674 2.3841 98.5921 35.2589 3.4762 4.2311 9.8012 11.9295

202 120 120 84.17 295.5617 35.4674 2.3841 98.5921 35.2589 3.4762 4.2311 9.8012 11.9295

(3:3):1 80 60 60 66.67 295.5617 17.7337 1.3449 39.4620 41.0938 1.6216 2.4656 9.1444

9.72

13.9036

13.90


(5)

92 Keterangan : Wb = berat bubuk, Wp = berat penyalut, Wm = berat minyak (g), KAb = Kadar air bubuk, Wmb = berat minyak dalam bubuk,

Karotenb = karoten dalam bubuk, karotenmb1 = karoten minyak dalam bubuk berdasarkan berat bubuk sebenarnya, karotenmb2

= karoten minyak dalam bubuk dengan asumsi rendemen 100%, Retensi1 = Retensi sebenarnya, Retensi2 = Retensi dengan

asumsi rendemen 100%. Cara perhitungan retensi:

1. Y Z @ Z = *'

*[\*] 100%

2. Z @ = ^L_`abc ded

())) f@

3. f@ = g 100% − h f i

" ,f@ = g 100% − h f i

(

, dimana " dan

(

= rasio minyak dalam total bahan kering

4. Z @ 1 = ^L_`abc '

())) f@

5. Z @ 2 = ^L_`abc '

())) f@ 6. Y Z 1 = ^L_`abc ]'(

^L_`abc ded 100 7. Y Z 2 = ^L_`abc ]'


(6)

93

Lampiran 16. Penentuan formula mikroenkapsulat MSM terbaik dengan metode pembobotan Parameter analisis Bobot

nilai

Skor Skor x bobot

(1:3):1 (2:3):1 (3:3):1 (1:3):2 (2:3):2 (3:3):2 (1:3):1 (2:3):1 (3:3):1 (1:3):2 (2:3):2 (3:3):2

Total karoten 8 1 2 3 4 6 5 8 16 24 32 48 40

Minyak tak terkapsulkan 7 6 5 5 4 3 4 42 35 35 28 21 28

Kelarutan 6 6 6 6 4 5 4 36 36 36 24 30 24

Warna larutan 5 4 5 5 6 6 6 20 25 25 30 30 30

Warna bubuk 4 5 5 5 6 6 6 20 20 20 24 24 24

Laju penurunan karoten 3 6 5 4 3 1 2 18 15 12 9 3 6

Perubahan warna 2 6 6 6 6 5 6 12 12 12 12 10 12

Kadar air 1 1 2 4 3 5 6 1 2 4 3 5 6


Dokumen yang terkait

Optimasi Formula Mikroenkapsulat Minyak Sawit Merah Menggunakan Maltodekstrin, Gelatin dan Carboxymethyl Cellulose Dengan Proses Thin Layer Drying

5 55 152

Stabilitas Mikroenkapsulat Minyak Sawit Merah Hasil Pengeringan Lapis Tipis Selama Penyimpanan

0 24 91

Kajian Pengeringan Mikroenkapsulat Minyak Sawit Merah dengan Pengering Rak

1 48 90

Karakteristik Mikroenkapsulat Pepton Berbahan Dasar Ikan HasilTangkapan Sampingan (HTS) Multispesies Busuk dengan MetodeSpray Drying dan Bahan Penyalut Maltodekstrin

0 3 44

Reformulasi Mikroenkapsulat Minyak Sawit Merah Dengan Bahan Penyalut Maltodekstrin Dan Natrium Kaseinat Serta Aplikasinya Pada Mi Instan

2 24 71

Peningkatan Skala Produksi Mikroenkapsulat Minyak Sawit Merah Dan Aplikasinya Pada Beberapa Produk Pangan

0 5 59

Mikroenkapsulasi Vitamin E Pfad Dengan Campuran Galaktomanan Kolang-Kaling dan Gum Acasia Menggunakan Metode Spray Drying

0 3 19

Mikroenkapsulasi Vitamin E Pfad Dengan Campuran Galaktomanan Kolang-Kaling dan Gum Acasia Menggunakan Metode Spray Drying

0 1 2

THE EFFECTS OF MALTODEXTRIN AND GUM ARABICAS MICROENCAPSULATING AGENTS ON THE CHARACTERISTICS OF RED BEET (Beta vulgaris L)POWDER PRODUCED BY SPRAY DRYING METHOD PENGARUH PENGGUNAAN MALTODEKSTRIN DAN GUM ARAB SEBAGAI AGEN MIKROENKAPSULASI PADA KARAKTERIST

0 0 12

KARAKTERISTIK SERBUK BIT MERAH (Beta vulgaris L.) (METODE SPRAY DRYING) YANG DIPROSES DENGAN VARIASI TEMPERATUR INLET DAN MALTODEKSTRIN CHARACTERISTIC OF RED BEET POWDER (Beta vulgaris L.) (SPRAY DRYING METHOD) PROCESSED BY VARIATION OF INLET TEMPERATURE

0 0 12