Prediksi Peptida Antimikroba Dari Histon H2a Dan Analisis Filogenetik Gen Coi Dari Kodok Buduk Duttaphrynus Melanostictus Dan Phyrinoidis Asper.

PREDIKSI PEPTIDA ANTIMIKROBA DARI HISTON H2A
DAN ANALISIS FILOGENETIK GEN COI DARI KODOK
BUDUK Duttaphrynus melanostictus DAN Phyrinoidis asper

MUHAMMAD DAILAMI
G851130021

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Prediksi Peptida
Antimikroba dari Histon H2A dan Analisis Filogenetik Gen COI dari Kodok Buduk
Duttaphrynus melanostictus dan Phyrinoidis asper adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Muhammad Dailami
NRP G851130021

RINGKASAN
MUHAMMAD DAILAMI. Prediksi Peptida Antimikroba dari Histon H2A dan
Analisis Filogenetik Gen COI dari Kodok Buduk Duttaphrynus melanostictus dan
Phyrinoidis asper. Dibimbing oleh I MADE ARTIKA dan MIRZA DIKARI
KUSIRINI.
Peptida antimikroba merupakan kelompok senyawa yang dapat digunakan
sebagai alternatif antibiotik konvensional untuk membasmi berbagai mikroba
patogen. Kelompok hewan yang banyak menghasilkan peptida antimikroba adalah
kelompok Anura, yaitu kodok dan katak. Dengan habitatnya yang ekstrim, anura
banyak terpapar dengan berbagai macam mikroba patogen dan sebagai
pertahanannya anura menghasilkan berbagai macam peptida antimikroba yang
bermanfaat bagi kesehatan manusia. Indonesia memiliki keanekaragaman amfibi
yang tinggi, sehingga sangat berpotensi untuk menemukan peptida antimikroba
baru dari Anura asal Indonesia, termasuk family Bufonidae yang banyak tersebar di

Indonesia. Duttaphrynus melanostictus dan Phyrinoidis asper adalah dua spesies
anggota family Bufonidae yang banyak ditemukan di Indonesia.
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi peptida antimikroba
baru dengan menggunakan metode in silico berdasarkan urutan asam amino gen
penyandi histon H2A dari D. melanostictus dan P. asper. Selanjutnya identifikasi
spesies secara molekuler dan analisis pohon filogenetik dilakukan dengan
menggunakan sekuens DNA fragmen gen sitokrom oksidase I.
Uji pendahuluan aktivitas antibakteri dari lendir kodok D. melanostictus dan
P. asper menunjukkan hasil yang positif terhadap bakteri Echerichia coli dengan
menggunakan metode resazurin microtiter assay. Total 393 pasang basa nukleotida
yang menyandi 131 asam amino dari histon H2A berhasil diidentifikasi dan
digunakan dalam prediksi peptida antimikroba. Prediksi peptida antimikroba
dilakukan dengan menggunakan beberapa webserver dan didasarkan pada karakter
kimia fisika yang berupa berat molekul, muatan positif, titik isoelektrik, agregasi
pada larutan dan dinding sel bakteri, serta stabilitas dari degradasi enzim peptidase.
Sebanyak delapan fragmen peptida (20 asam amino) dari histon H2A D.
melanostictus dan P. asper diidentifikasi memiliki potensi sebagai peptida
antimikroba. Hasil pemeringkatan menunjukkan bahwa peptida 4, 3 dan 6 memiliki
potensi yang paling besar diantara kedelapan peptida tersebut. Struktur sekunder
dari ketiga peptida tersebut berupa coil dan turn.

Total 668 pb nukleotida fragmen gen COI dari D. melanostictus dan P. asper
berhasil ditentukan urutan nukleotidanya. Identifikasi molekuler dengan
menggunakan teknik homologi pada database NCBI dan Barcode of Life Database
menunjukkan bahwa kedua kelompok sampel yang digunakan adalah benar dari
spesies D. melanostictus (100% identity) dan P. asper (99% identity). Hasil ini juga
didukung oleh pohon filogenetik yang dibuat dengan metode neighbor joining dan
maximum likelihood. Pohon filogenetik menunjukkan bahwa kelompok sampel D.
melanostictus berada dalam satu clade dengan sekuens D. melanostictus dari
GenBank. Untuk kelompok sampel P. asper berada dalam clade tersendiri dan tidak
ada sekuens dari P. asper yang telah dilaporkan pada GenBank sehingga tidak ada
pembanding yang dapat digunakan pada pohon filogenetik.

Analisis genetika populasi dari D. melanostictus yang dibandingkan dengan
sekuens D. melanostictus dari beberapa Cina dan India pada data GenBank,
menunjukkan bahwa terdapat pemisahan clade antara D. melanostictus dari India
dan Cina. Sementara itu, sampel D. melanostictus dari Bogor berada dalam satu
clade yang sama dengan sekuens dari India. Hal ini berarti bahwa sampel D.
melanostictus dari Bogor memiliki hubungan kekerabatan yang lebih dekat pada D.
melanostictus dari India dibandingkan dari Cina.
Kata kunci: filogenetik, kodok buduk, peptida antimikroba, prediksi in silico


SUMMARY
MUHAMMAD DAILAMI. Antimicrobial Peptides Prediction from Histon H2A
and Phylogenetic Analysis of COI Gene from Buduk Toads Duttaphrynus
melanostictus and Phyrinoidis asper. Supervised by I MADE ARTIKA and
MIRZA DIKARI KUSRINI.
Antimicrobial peptides are group of compounds that can be used as an
alternative of conventional antibiotic to combat many resistance microbial
pathogen. Group of animal that produce many kinds of antimicrobial peptides is
anura, which are frogs and toads. Life in extreme habitats make this animal
potentially exposed to various microbial pathogens. As a defensive method, anura
produce many kinds of antimicrobial peptides that beneficial for human health.
Indonesia with high diversity of amphibi, potentially to discover new antimicrobial
peptides from Indonesian anura, including from family Bufonidae that wide
distribute in Indonesia. Duttaphrynus melanostictus and Phyrinoidis asper are
species of Bufonidae that can be found in Indonesia.
The aim of this study is to identify new antimicrobial peptides by using in
silico methods based on amino acid sequence that encodes histone H2A from D.
melanostictus and P. asper. Furthermore we identify the toads species based on
molecular genetic and analyze the phylogenetic based on the sequences of

cytochrome oxidase I gene.
Preliminary assay of antimicrobial activties of toad skin secretion shows a
positive result by using resazurin microtiter assay (REMA) methods. A total 393
base pairs nukleotides encodes 131 amino acids from histone H2A successfully
identified and were used for antimicrobial peptides prediction. In this study,
antimicrobial peptides prediction was done by using several webserver and also
selection based on their pshicochemical properties that includes molecular weight,
positif charges, isoelectric point, aggregation in solution and membrane cell, also
stability from peptidase degradation. A total eight peptide fragments (20 amino
acids long) from histone H2A of D. melanostictus and P. asper were identified have
a potency to be an antimicrobial peptides. Scoring with the web server resulted on
peptides 4, 3 and 6 to be the most potential as antimicrobial peptides compare to
others fragments. Secondary structure of the three potent peptides are coil and turn.
A total 668 base pairs of Cytochrome oxidase I genes sequences from H2A
D. melanostictus and P. asper were identified. Species identification by molecular
genetic approach based on homology sequence with National Center for
Biotechnology Information and Barcode of Life Database shows that two groups
of sampel are D. melanostictus (100% identity) and P. asper (99% identity). The
result was supported by phylogenetic tree that is constructed with neighbor joining
and maximum likelihood. The tree shows that D. melanostictus sample is one clade

with the sequens of D. melanostictus from GenBank. For the P. asper sample, they
are sparated into one different clade from others species. There is no sequence
cythochrome oxidase gen of P. asper already reported in GenBank, therefore no
comparative sequences can be used in phylogenetic reconstruction.
Population genetic analysis from D. melanostictus from Bogor compared to
sequences from China and India in GenBank, shows that sequences from China and
India are separated into two different clades. Beside that, our samples, D.

melanostictus from Bogor, are one clades with sequence from India. This result
indicated that D. melanostictus from Bogor have closer relationship to sequence
from India than that from China.
Key words: antimicrobial peptides, buduk toads, in silico prediction, phylogenetic

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PREDIKSI PEPTIDA ANTIMIKROBA DARI HISTON H2A
DAN ANALISIS FILOGENETIK GEN COI DARI KODOK
BUDUK Duttaphrynus melanostictus DAN Phyrinoidis asper

MUHAMMAD DAILAMI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biokimia

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Djarot Sasongko Hami Seno, MS


Judul Tesis :.Prediksi Peptida Antimikroba dari Histon H2A dan Analisis
Filogenetik Gen COI dari Kodok Buduk Duttaphrynus
melanostictus dan Phyrinoidis asper
Nama
: Muhammad Dailami
NIM
: G851130021

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir I Made Artika, M.App.Sc
Ketua

Dr Mirza D. Kusrini, M.Si
Anggota

Diketahui oleh
Ketua Program Studi

Departemen Biokimia

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr drh Maria Bintang, MS

Dr Ir Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian : 31 Agustus 2015

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Prediksi Peptida
Antimikroba dari Histon H2A dan Analisis Filogenetik Gen COI Kodok Buduk
Duttaphrynus melanostictus dan Phyrinoidis asper ini dapat diselesaikan tepat
waktu.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir I Made Artika, M.App,Sc
dan Ibu Dr Mirza Dikari Kusrini, M.Si selaku pembimbing, serta Bapak Dodi

Safari, Ph.D yang telah memfasilitasi peralatan laboratorium selama penelitian ini
berlangsung. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada rekan-rekan
mahasiswa Himakova, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata,
Fakultas Kehutanan IPB Darmaga yang telah membantu dalam proses penangkapan
kodok. Terimakasih kepada seluruh teman-teman biokimia yang tidak dapat
disebutkan satu persatu. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu,
serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015
Muhammad Dailami

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xii


DAFTAR LAMPIRAN

xii

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

2

ANALISIS FILOGENETIK DAN PREDIKSI IN SILICO PEPTIDA
ANTIMIKROBA DARI HISTON H2A Duttaphrynus melanostictus DAN
Phyrinoidis asper
Abstract
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

3
3
4
7
12

ANALISIS FILOGENETIK GEN SITOKROM OKSIDASE I DARI
KODOK BUDUK Duttaphrynus melanostictus dan Phrynoidis asper
Abstract
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

13
13
15
16
22

4

PEMBAHASAN UMUM

24

5

SIMPULAN

27

DAFTAR PUSTAKA

28

LAMPIRAN

31

RIWAYAT HIDUP

40

3

1
2
2
2

DAFTAR TABEL
2.1 Aktivitas antibakteri terhadap lendir kodok terhadap bakteri E. coli
2.2 Pengelompokan haplotype dan posisi titik polimorfisme
2.3 Peptida berpotensi sebagai AMPs beserta molecular properties dan
skor AMPs-nya berdasarkan 4 algoritma pada server CAMP R2
3.1 Posisi polimorfisme dari sampel P. asper
3.2 Daftar haplotype dari sampel D. melanostictus dan P. asper
3.3 Hasil BLAST pada database NCBI dan BOLD
3.4 Jarak genetik D. melanostictus dan P. asper dengan data GenBank
3.5 Jarak genetik antara kelompok D. melanostictus Bogor dengan data
GenBank
4.1 Keragaman haplotype D. melanostictus dan P. asper berdasarkan
marka gen H2A dan COI

8
9
11
18
18
18
23
23
25

DAFTAR GAMBAR
2.1 Hasil Pengujian aktivitas ekstrak lendir kodok terhadap bakteri E.
coli dalam microplate 96 well. PA (P. asper), DM (D. melanostictus)
2.2 Hasil elektroforesis amplikon gen penyandi histon H2A dari D.
melanostictus dan P. asper
2.3 Hasil penerjemahan asam amino
2.4 Pohon Filogenetik dari sekuens histon H2A D. melanostictus dan P.
asper dengan beberapa sekuens pembanding
2.5 Gambar struktur 3D dari peptida berpotensi sebagai peptida
antimikroba
3.1 Hasil elektroforesis amplikon gen COI dari D. melanostictus (kode
DM) dan P. aser (kode PA), dengan marker (kode M)
3.2 Pohon Filogenetik dengan metode Neighbour joining dan Maximum
likelihood
3.3 Filogenetik kelompok D. melanostictus asal Bogor dengan sekuens
GenBank dengan asal lokais yang berbeda-beda

7
8
9
10
12
16
20
21

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

Foto Sampel D. melanostictus dan P. asper
Urutan Nukleotida Fragmen Gen COI dari D. melanostictus dan P.
asper
Kode IUPAC untuk nukleotida dan asam amino

31
32
39

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peptida antimikroba (Antimicrobial peptides, AMPs) merupakan salah satu
kelompok senyawa yang sangat berpotensi untuk dikembangkan dalam mengatasi
masalah resistensi bakteri terhadap antibiotik konvensional (Singh dan Rai 2012).
AMPs digunakan oleh berbagai organisme baik organisme tingkat rendah seperti
bakteri maupun organisme tingkat tinggi seperti hewan dan tumbuhan (Bulet et al.
2004) sebagai pertahanan alami dari serangan mikroba patogen. Identifikasi peptida
antimikroba baru terus dilakukan dari beragam sumber daya alam yang ada, baik
dari lautan maupun dari hutan. Selain itu, penelitian mengenai peptida antimikroba
juga dilakukan dengan menggunakan berbagai pendekatan seperti secara kimiawi,
genetik dan bioteknologi maupun secara in silico atau bioinformatik.
Anura adalah kelompok hewan amfibi yang hidup pada lingkungan ekstrim
dan sangat rentan akan serangan berbagai mikroba patogen. Hal ini yang
menyebabkan kelompok Anura harus mampu bertahan dan melindungi dirinya
dengan berbagai sistem pertahanan tubuh, yang salah satunya dengan
mensekresikan lendir yang banyak mengandung AMPs. Terdapat 1900 AMPs yang
telah dilaporkan dari kelompok Anura (Xu dan Lai 2015) dengan spektrum aktivitas
yang sangat luas, baik sebagai antibakteri, antifungi, antikanker dan juga antivirus.
Indonesia yang memiliki keanekargaman Amfibi tinggi mencapai 16% dari total
spesies dunia, tentunya sangat berpotensi untuk menemukan AMPs baru dari Anura
Indonesia (BAPPENAS 1993).
D. melanostictus dan P. asper merupakan spesies kodok yang termasuk dalam
family Bufonidae yang banyak tersebar di seluruh Indonesia. Kedua spesies ini
memiliki bentuk morfologi yang mirip, dengan kulit berbintil kasar. Perbedaan
mendasar terdapat pada garis parental hitam di bagian kepala. Selain itu, habitat P.
asper yaitu di area hutan primer maupun sekunder yang dekat dengan aliran sungai
(Inger et al. 1974), sementara D. melanostictus lebih menyukai area sekitar
permukiman manusia. D. melanostictus sangat mudah beradaptasi dengan
lingkungan baru, sehingga jumlahnya relatif melimpah di sekitar pemukiman
manusia. Beberapa peneliti juga telah melaporkan adanya aktivitas antibakteri dan
antifungi dari senyawa aktif yang diisolasi dari D. melanostictus.
Rangkaian penelitian ini dibuat untuk mengidentifikasi senyawa peptida
antimikroba dengan metode in silico dari sekuens gen histon H2A D. melanostictus
dan P. asper. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu dilakukan pengujian aktivitas
antibakteri dari ekstrak lendir D. melanostictus dan P. asper untuk memastikan
bahwa sampel yang digunakan memang benar memiliki aktivitas antibakteri.
Selanjutnya dilakukan isolasi DNA, amplifikasi dan penentuan urutan nukleotida
gen penyandi histon H2A yang nantinya akan diterjemahkan menjadi urutan asam
amino yang menjadi dasar dalam identifikasi AMPs secara in silico. Setelah
diperoleh kandidat AMPs dari kedua spesies ini, perlu diidentifikasi secara
molekuler dan dikaji sisi genetik dan biologi molekuler dari kedua spesies kodok
yang digunakan dalam penelitian. Informasi genetik juga sangat penting untuk
menginventaris kekayaan keanekaragaman genetik kodok asal Indonesia yang
masih sangat minim informasinya.

2
Tujuan
Secara garis besar, tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi AMPs baru yang berpotensi untuk dikembangkan dari
sekuens histon H2A dengan menggunakan metode in silico.
2. Mengidentifikasi secara molekuler dan menganalisis hubungan kekerabatan
D. melanostictus dan P. asper berdasarkan marka gen COI.
Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah berupa
peptida antimikroba baru yang berpotensi untuk dikembangkan dari histon H2A D.
melanostictus dan P. asper. Selain itu, memberikan informasi tentang sekuens gen
penyandi histon H2A dan COI dari kedua spesies tersebut dan hubungan filogenetik
dari kedua spesies tersebut dengan spesies lain.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah mendapatkan AMPs baru berdasarkan
sekuens histon H2A dari D. melanostictus dan P. asper dan data sekuens gen
penyandi histon H2A dan gen COI beserta hubungan kekerabatannya berupa pohon
filogenetik. Hasil penelitian ini disajikan dalam dua makalah, yaitu:
Makalah 1: Analisis Filogenetik dan Prediksi In silico Peptida Antimikroba dari
Histon H2A Duttaphrynus melanostictus dan Phyrinoidis asper.
Makalah 2: Analisis Filogenetik Gen Sitokrom Oksidase I dari Kodok Buduk
Duttaphrynus melanostictus dan Phrynoidis asper.

3

2 ANALISIS FILOGENETIK DAN PREDIKSI IN SILICO
PEPTIDA ANTIMIKROBA DARI HISTON H2A Duttaphrynus
melanostictus DAN Phyrinoidis asper
Abstract
Antimicrobial peptides of skin secretion of toads are promising compounds
to combat wide spectrum of bacteria. Histone H2A is a type of DNA-binding
protein that play as precursor of several antimicrobial peptides. In toads, family
Bufonidae, buforin I and buforin II are examples of antimicrobial peptides derived
from histone H2A. This study investigated the genetic diversity and phylogenetic
analysis and in silico prediction of AMPs derived from histone H2A of
Duttaphrynus melanostictus and Phyrinoidis asper, which were collected from
Bogor Agricultural University’s campus area. Skin secretion of D. melanostictus
and P. asper have antimicrobial activities against Escherichia coli. New set of
primers (Buf_fwd and Buf_rev) were designed by using primer BLAST, to amplify
393 nucleotide of Histone H2A gene that code 131 amino acid. Haplotype diversity
of both species was very low. Phylogenetic analysis showed sample D.
melanostictus and P. asper are separated to each other in two different clades.
Several short predicted peptides from histone H2A showed potency as an
antimicrobial peptides based on in silico prediction. Psychochemical properties and
the 3D structure of potent antimicrobial peptides were described.
Keywords: Antimicrobial peptides, Histone H2A, In sillico prediction,
Phylogenetic.

Pendahuluan
Resistensi bakteri terhadap antibiotik merupakan permasalahan global yang
sedang dihadapi dunia saat ini. Song (2015) melaporkan adanya peningkatan laju
resistensi berbagai patogen bakteri terhadap antibiotik konvensional di kawasan
Asia. Hal ini disebabkan oleh penggunaan antibiotik yang tidak tepat baik pada
sektor klinik maupun pada sektor peternakan. Oleh karenanya diperlukan alternatif
antibiotik baru yang mampu membunuh bakteri yang telah resisten terhadap
antibiotik konvensional sekaligus tidak menimbulkan resistensi selanjutnya.
Antimicrobial Peptides (AMPs) merupakan peptida pendek yang dapat digunakan
sebagai alternatif antibiotik konvensional, karena AMPs dapat membunuh bakteri
yang telah resisten terhadap antibakteri konvensional (Singh dan Rai 2012) dan
resistensi alami bakteri terhadap AMPs sangat jarang ditemukan (Sang dan Blecha
2008).
AMPs merupakan salah satu senyawa alami yang digunakan sebagai
pertahanan suatu organisme dari serangan patogen. AMPs ini banyak ditemukan
pada berbagai kelompok organisme mulai dari mikroba, baik bakteri maupun yeast
hingga organisme tingkat tinggi seperti hewan dan tumbuhan (Bulet et al. 2004).
Salah satu kelompok hewan yang banyak menghasilkan AMPs adalah kelompok
Anura yang termasuk dalam golongan Amfibi. Anura menghasilkan lendir pada

4
bagian kulitnya yang mengandung AMPs untuk melindungi tubuh dari serangan
mikroba patogen. Xu dan Lai (2015) merangkum seluruh peptida antimikroba dari
amfibi (1900 AMPs) yang telah diteliti hingga tahun 2013 dan
mengklasifikasikannya berdasarkan strukturnya menjadi 100 family peptida. Untuk
kelompok anura dari family Bufonidae, termasuk D. melanostictus dan P. asper,
masih sedikit peneliti yang melaporkan AMPs dari kedua spesies ini. Garg et al.
(2007) melaporkan adanya potensi aktivitas antimikroba dari lendir kodok D.
melanostictus asal India dan aktivitas antifungi dari D. melanostictus juga telah
dilaporkan oleh Utami et al. (2010).
Buforin I dan II merupakan salah satu contoh AMPs yang diisolasi dari
lambung bufo gargarizans. Buforin ini memiliki sekuens peptida yang identik
dengan histon H2A dan merupakan hasil pemotongan dari histon H2A oleh enzim
endopeptidase. Kawasaki dan Iwamuro (2008) telah merangkum berbagai AMPs
yang dihasilkan dari berbagai histon dari berbagai hewan. Hal ini menunjukkan
bahwa histon merupakan salah satu sumber AMPs yang perlu dikaji lebih lanjut.
Penapisan dan identifikasi AMPs secara konvensional merupakan penelitian yang
panjang dan membutuhkan biaya mahal. Sebagai alternatif, screening dan
identifikasi AMPs dengan metode in silico dapat memberikan banyak keuntungan
baik dari segi biaya, waktu, efisiensi dan juga hasil yang diperoleh sangat
menjanjikan. Beberapa penelitian eksplorasi AMPs secara in silico dari histon yang
telah dilakukan yaitu dari histon mikroba (Almaali 2014), dan dari histon Ikan
(Chaitanya et al. 2014).
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan menguji aktivitas antibakteri dari
lendir kodok buduk asal Bogor, merancang primer yang dapat mengamplifikasi gen
penyandi histon H2A, kemudian menentukan urutan nukleotidanya serta
melakukan analisis filogenetik gen penyandi histon H2A dari D. melanostictus dan
P. asper asal Bogor, Indonesia. Selain itu, dalam penelitian ini juga dilakukan
prediksi in silico dari asam amino penyusun histon H2A untuk memperoleh
kandidat AMPs yang baru dari D. melanostictus dan P. asper.
Metode Penelitian
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Juni 2015 yang bertempat
di Laboratorium Biokimia IPB dan Laboratorium Bakteriologi Molekuler,
Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Jakarta.
Bahan dan Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: gelas ukur, labu
erlenmeyer, neraca analitik, pipet mikro, tabung PCR, tabung eppendorf, rak tabung
PCR, mesin PCR (thermo cycler tipe 1148 ), heat block, microsentrifuge eppendorf,
pinset, gelas piala, lampu bunsen, magnetic stirrer, vortex, sentrifuge, seperangkat
alat elektroforesis (cetakan gel, lampu UV-Transluminator, kamera digital, tangki
dan power suplay elektroforesis), freeze dryer, cawan petri, inkubator, pH meter,
neraca analitik, jarum ose, pipet tetes, penangas air, autoklaf.

5
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: NaCl, NaCOOH, etanol
96%, aquades, DNAeasy blood and tissue kit (Qiagen), Molekuler Grade Water
(ddH2O), go taq green PCR-mix, oligonukleotida primer, agarosa, loading dye, gel
red, Allumunium foil dan tisu, bakteri uji (E. coli), media Muller Hilton, media
dextrose agar, kloramfenikol, garam resazurin.
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel D. melanostictus dilakukan pada malam hari dengan
menangkap langsung di habitatnya yaitu di sekitar gedung kampus IPB Dramaga,
Bogor dan untuk sampel P. asper ditangkap dari kebun percobaan Cikabayan, IPB,
Dramaga, Bogor. Identifikasi morfologi, dilakukan oleh ahli herpetofauna (Dr Ir
Mirza D. Kusrini), Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.
Sekresi Lendir Kodok
Proses sekresi lendir kodok dilakukan sesuai dengan metode yang digunakan
oleh Artika et al. (2015) dengan sedikit modifikasi. Stimulasi kimiawi dilakukan
dengan menginjeksi ephineprine-base (Kimia Farma Corp) pada bagian punggung
dengan menggunakan syringe 1 mL. Jumlah ephinephrine yang digunakan
divariasikan dari 0.01 mL/gram body weight (gbw), 0.015 mL/gbw dan 0,02
mL/gbw dari larutan stok dengan konsentrasi 1 mg/mL. Kemudian kodok direndam
dalam buffer koleksi (50 mM NaCl, 25 mM NaCOOH, pH = 7) selama 15 menit
dengan volum bervariasi antara 75-200 mL. Hasil sekresi ditambahkan HCl 1%
sebanyak 1 mL untuk setiap 9 mL buffer. Hasil sekresi dengan dosis yang sama
disatukan dan dikering bekukan dengan mengguanakan freeze dryer. Berat kering
ditimbang kemudian dilarutkan dalam akuades steril (1 mL) dan disterilkan
menggunakan syringe 0.2 µm (Hyundai) dan digunakan dalam uji antibakteri.
Uji Aktivitas Antibakteri dengan Resazurin Microtiter Assay (REMA)
Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan menggunakan metode
resazurin microtiter assay yang dimodifikasi dari Sarker et al. (2007). Metode ini
didasarkan pada reduksi garam resazurin yang berwarna biru tua oleh bakteri yang
menghasilkan produk berupa garam resofurin yang berwarna merah muda. Bakteri
Escherichia coli ditumbuhkan pada media Muller Hillton Agar selama 24 jam,
kemudian koloni tunggal disub-kultur dengan media yang sama. Bakteri dipanen
dan dimasukkan dalam larutan NaCl 9% hingga mencapai 0.5 Macfarland (McF)
atau setara dengan 3x108 sel. Pengujian dilakukan dengan menggunakan microplate
96 well. Setiap sumur berisi 30 µL media Muller Hillton Broth (MHB) konsentrasi
3.3x, 10 µL suspensi bakteri (0.5 McF) dan 50 µL sampel uji. Sebagai kontrol
negatif digunakan media tanpa bakteri, H2O dan sebagai kontrol positif digunakan
kloramfenikol. Kemudian plate diinkubasi selama 18-20 jam, pada suhu 37oC.
Setelah inkubasi, ditambahkan 10 µL resazurin (1 mg/mL) dan dinkubasi selama 4
jam. Perubahan warna diamati dan didokumentasikan menggunakan kamera.
Sumur yang berwarna biru tua menandakan tidak ada pertumbuhan bakteri,
sedangkan yang berwarna merah jambu menandakan adanya pertumbuhan bakteri.

6
Isolasi DNA dan Amplifikasi
DNA genom diisolasi dari sampel jaringan yang berasal dari ujung jari kaki
dengan menggunakan DNAeasy Blood and Tissue Kit Qiagen. Fragmen gen yang
menyandi asam amino dari histon H2A sebagai precursor AMP diamplifikasi
dengan menggunakan primer Buf_fwd (5’-AAGAGAACGATGTCTGGACG-3’)
dan Buf_rev2 (5’-TTAGAAGAGCCTTTGGTTCGGG-3’), yang didesain
berdasarkan sekuens dari histon H2A dari Bufo gargarizans U70133.1 (Kim et al.
1996) dengan menggunakan primer3 pada Primer Blast NCBI (Ye et al. 2012).
Profil suhu yang digunakan dalam PCR adalah 95oC selama 5 menit, denaturasi
94oC selama 1 menit, annealing 50oC selama 1 menit, extention 72oC selama 1
menit, dan extention akhir 72oC selama 10 menit, jumlah siklus yang digunakan
yaitu 35 siklus. Hasil PCR divisualisasikan dengan elektroforesis gel agarose 1,5%,
buffer TBE 1x, pewarna gel red dan marker 100 bp DNA Ladder (Biolabs Inc.).
Sekuensing DNA dilakukan oleh PT. Genetika Science, Jakarta.
Analisis Filogenetik
Sekuens forward dan reverse dipastikan kebenarannya dengan mencocokkan
urutan nukleotida dengan elektroferogramnya menggunakan program MEGA 5
(Tamura et al. 2011) kemudian disejajarkan dengan menggunakan ClustalW.
Identifikasi sekuens nukleotida dilakukan dengan Basic Local Search Alignment
Tools (BLAST) pada server NCBI (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/blast). Deduksi
asam amino gen penyandi histon H2A dilakukan dengan menggunakan kode
genetik standar yang tersedia pada software MEGA 5. Pohon filogenetik dibuat
dengan menggunakan metode Maximum likelihood menggunakan MEGA 5. Model
test digunakan untuk mengetahui model subtitusi yang paling sesuai dengan dataset
yang digunakan. Metode bootstrap dengan 1000 replikasi digunakan untuk
membantu prediksi setiap percabangan yang terbentuk.
Prediksi Peptida Antimikroba
Prediksi secara in silico untuk memperoleh AMPs yang potensial dilakukan
dengan mengacu pada metode yang digunakan oleh Yoo et al (2015) dengan sedikit
modifikasi. Sekuens histon H2A diunggah ke server CAMP dan dipotong per 20
asam amino. Setiap fragmen peptida diprediksikan potensinya sebagai AMPs
dengan menggunakan 4 algoritma yang tersedia pada server CAMP. Fragmen yang
berpotensi menjadi AMPs selanjutnya dihitung berat molekulnya dengan
menggunakan EMBOSS PEPSTATS (Rice et al. 2000), titik isoelektrik (8≤PI≤12)
dan muatan positif juga dihitung serta dijadikan sebagai dasar seleksi frgamen
peptida. Prediksi kemungkinan agregasi pada taraf in vitro maupun in vivo
dilakukan dengan menggunakan TANGO (AGG ≤ 500, 0 ≤ HELIX ≤ 25, 25 ≤
BETA ≤ 100) (Fernandez-Escamila et al. 2004) dan AGGRESCAN (-40 ≤ Na4vSS
≤ 60) (Conchillo-Sole et al. 2007). Kemungkinan didegradasinya kandidat AMPs
dalam sistem in vivo diprediksikan dengan menentukan adanya titik pemotongan
oleh enzim chymotrypsin dengan menggunakan PeptideCutter (http://web.
expasy.org/peptide_cutter/) dan juga motif PEST dengan menggunakan EMBOSS
EPESTFIND (Rice et al. 2000). Struktur 3D dari kandidat AMPs diprediksikan

7
dengan server PEPstr (http://www.imtech.res.in/raghava /pepstr/) kemudian di
visualisasikan dengan VMD 1.9.1 (Humphey et al. 1996).
Hasil dan Pembahasan
Aktivitas Antibakteri Lendir Kodok
Sebanyak 9 sampel D. melanostictus dan 9 sampel P. asper dikoleksi
lendirnya dengan stimulasi kimia menggunakan 3 variasi dosis (0.01 mg/gbw,
0.0015 mg/gbw dan 0.02 mg/gbw) dengan 3 individu untuk setiap dosis. Hasil
pengujian aktivitas antibakteri disajikan pada Gambar 2.1 dan Tabel 2.1. Hasil
pengujian ekstrak lendir kodok, menunjukkan bahwa lima ekstrak lendir kodok
(PA1, PA4, DM1, DM4, DM7) memiliki aktivitas penghambatan pertumbuhan
bakteri E. coli yang ditunjukkan dengan warna biru pada sumur uji. Warna biru ini
menunjukkan bahwa garam resazurin tidak mengalami reduksi menjadi resofurin
(berwarna merah muda)(Sarker et al. 2007), karena tidak adanya bakteri yang
hidup. Sementara pada sampel PA7, terlihat adanya perubahan menjadi warna
merah muda yang menandakan adanya pertumbuhan bakteri yang dapat mereduksi
resazurin menjadi resofurin. Pada ekstrak lendir dari D. melanostictus, pemberian
variasi dosis tidak menyebabkan adanya perubahan aktivitas antibakteri. Sementara
pada ekstrak lendir dari P. asper, ekstrak yang dihasilkan dengan pemberian
epinephrine dengan dosis 0.02 mg/gbw ternyata tidak menunjukkan aktivitas
antibakteri.

Gambar 2.1 Hasil pengujian aktivitas ekstrak lendir kodok terhadap bakteri E.
coli dalam microplate 96 well. PA (P. asper), DM (D.
melanostictus), Kl (kloramfenikol)
Desain Primer dan Amplikon yang Dihasilkan
Sepasang primer Buf_Fwd (5’-AAGAGAACGATGTCTGGACG-3’) dan
Buf_rev2 (5’-TTAGAAGAGCCTTTGGTTCGGG-3’) dipilih dari beberapa
alternatif primer yang diperoleh dari PrimerBlast NCBI. Primer yang didesain ini
berhasil mengamplifikasi gen yang menyandi histon H2A dari D. melanostictus dan
P. asper dengan produk amplikon mencapai 400-500 pb. Hasil elektroforesis dari
amplikon gen penyandi histon H2A disajikan pada Gambar 2.2.

8
Tabel 2.1 Aktivitas antibakteri ekstrak lendir terhadap bakteri E. coli
Dosis
Konsentrasi
Aktivitas
No
Sampel
Epineprine
Ekstrak
Antibakteri
(mg/gbw)
(mg/mL)
1 DM 1 (DM1+DM2+DM3)
0.010
499.8
Positif
2 DM 4 (DM4+DM5+DM6)
0.015
839.0
Positif
3 DM 7 (DM7+DM8+DM9)
0.020
780.6
Positif
4 PA 1 (PA1+PA2+PA3)
0.010
701.6
Positif
5 PA 4 (PA4+PA5+PA6)
0.015
357.7
Positif
6 PA 7 (PA7+PA8+PA9)
0.020
451.8
Negatif
7 (+) Kloramfenikol
N/A
0.8
Positif
8 (-) Aquadest
N/A
N/A
Negatif
9 Media saja
N/A
N/A
N/A

Gambar 2.2 Hasil elektroforesis amplikon gen penyandi histon H2A dari D.
melanostictus (DM) dan P. Asper (PA). Panjang nukleotida yang
diperoleh berkisar antara 400-500 pasang basa.
Urutan Nukleotida dan Deduksi Asam Amino Histon H2A
Sepanjang 393 pasang basa DNA yang menyandi 131 asam amino histon
H2A yang dimulai dari kodon start (ATG) hingga kodon stop (TGA) dari kedua
spesies dipilih untuk digunakan dalam pembuatan pohon filogenetik dan deduksi
asam amino. Semua sekuens histon H2A dari penelitian ini telah disubmit ke
GenBank dengan kode akses KT264163 sampai KT264180 (18 sekuens). Hasil
analisis BLAST pada database NCBI menunjukkan bahwa sekuens dari kedua
spesies adalah benar sekuens dari gen yang menyandi histon H2A, memiliki
kemiripan 97% dengan data sekuens histon H2A dari B. gargarizans dengan kode
akses AF255739.1 dan 96% dengan dua sekuens lainnya dengan kode akses
U70133.1 dan AF255740.1. Pada database GenBank, tidak ditemukan sekuens
histon H2A dari D. melanostictus dan P. asper, sehingga sekuens histon H2A dari
penelitian ini merupakan sekuens pertama yang dilaporkan dari D. melanostictus
dan P. asper asal Indonesia.
Sekuens D. melanostictus dan P. asper memiliki keragaman genetik gen
penyandi histon H2A yang sangat rendah. Hanya ditemukan dua haplotype dari
sembilan sampel D. melanostictus dan satu haplotype dari P. asper.
Pengelompokkan haplotype ini berdasarkan adanya 5 titik polimorfisme yang
disebabkan oleh mutasi berupa subtitusi (Tabel 2.2). Semua subtitusi yang
ditemukan, 4 subtitusi berupa transversi yaitu subtitusi dari nukleotida dengan basa

9
purin ke pirimidin atau sebaliknya dan hanya satu subtitusi transisi (posisi 379)
yaitu terjadi perubahan dari nukleotida G (purin) menjadi A (purin).
Tabel 2.2 Pengelompokkan haplotype dan posisi titik polimorfisme
Posisi Nukleotida
Haplotype dan Sampel
57
124 168 376 379
Haplotype 1: D. melanostictus 1,2,3,4,6,7,9
C
G
C
A
G
Haplotype 2: D. melanostictus 5,8
C
C
C
A
G
Haplotype 3: P. asper 1 sampai 9
A
G
G
C
A
1
Tv
Tv
Tv
Tv
Ts
Tipe Subtitusi
Syn Non Syn Non Non
1
Tv (Transversi), Ts (Transisi), Syn (Synonymous), Non (Non Synonymous).
Deduksi asam amino dari sekuens gen penyandi histon H2A dilakukan
berdasarkan tabel kode genetik standar. Hasil penerjemahan asam amino ini
disajikan pada Gambar 2.3, dimana baris pertama merupakan urutan nukleotida,
sedangkan baris kedua merupakan urutan asam amino. Perbedaan nukleotida dari
ketiga haplotype ditandai dengan warna kuning dan merah jambu, sementara
perbedaan asam amino ditandai dengan warna merah pada baris asam amino.
Berdasarkan hasil penerjemahan asam amino ini menunjukkan adanya 3 mutasi
yang menyebabkan perubahan asam amino (Non synonymous), yaitu pada posisi
asam amino ke 42, 126 dan 127. Semua mutasi asam amino yang ditemukan terjadi
akibat adanya mutasi nukleotida pada posisi kodon kedua dan pertama (Gambar
2.3).

Gambar 2.3 Hasil penerjemahan asam amino dan posisi mutasi nukleotida dan
asam amino

10
Filogenetik Analysis
Pohon filogenetik dibuat dengan menggunakan metode maximum likelihood
dengan model subtitusi T93+G (Tamura 3 parameter + Gamma distribution) yang
direkomendasikan oleh hasil Model Test. Hasil pembuatan pohon disajikan pada
Gambar 2.4. Pohon filogenetik menunjukkan bahwa kedua kelompok sampel
terpisah dalam dua clade yang berbeda dengan dukungan nilai bootstrap 80%.
Kedua kelompok sampel ini juga terpisah clade dengan clade dari spesies anura
lainnya, B. gargarizan dan Xenopus tropicalis, dengan nilai bootstrap masingmasing 99% dan 56%. Selain itu, pada kelompok sampel D. melanostictus, sampel
5 dan 8 memiliki kekerabatan yang lebih dekat jika dibandingkan dengan sampel
lainnya. Hal ini dikarenakan sampel 5 dan 8 memiliki haplotype yang sama, tetapi
berbeda kelompok haplotype dengan sampel yang lain. Sedangkan pada kelompok
P. asper, semua sampel memiliki haplotype yang sama, sehingga tidak terlihat
adanya pengelompokkan haplotype.
D. melanostictus 7 H2A
D. melanostictus 9 H2A
D. melanostictus 6 H2A
D. melanostictus 4 H2A
D. melanostictus 3 H2A
D. melanostictus 2 H2A
D. melanostictus 5 H2A
D. melanostictus 8 H2A
D. melanostictus 1 H2A
P. Asper 2 H2A
P Asper 1 H2A
P. Asper 3 H2A
P. Asper 4 H2A
P. Asper 5 H2A
P. Asper 6 H2A
P. Asper 7 H2A
P. Asper 8 H2A
P. Asper 9 H2A
gi|2104498 Bufo bufo gagarizans H2A mRNA
gi|301632963 Xenopus (Silurana) tropicalis H2A mRNA
gi|56351911 Tetraodon nigroviridis H2A cDNA
gi|356484943 Himantura sp. H2A mRNA
gi|323650253 Perca flavescens H2A mRNA
gi|339647323 Cynoglossus sp. H2A mRNA
gi|209732303 Salmo salar H2A mRNA
gi|225703171 Oncorhynchus mykiss H2A mRNA
gi|64324|emb Rainbow trout H2A H3
gi|542258273 Oreochromis niloticus H2A mRNA
gi|112421233 Gasterosteus aculeatus H2A mRNA
gi|194719518 Carassius auratus gibelio H2A mRNA
gi|339647325 Tachysurus sp. H2A mRNA

Gambar 2.4 Pohon Filogenetik dari sekuens histon H2A D. melanostictus dan P.
asper dengan beberapa sekuens pembanding.

11
Prediksi Peptida yang Potensial sebagai AMPs dari Sekuens Histon H2A
Prediksi peptida yang berpotensi menjadi AMPs dilakukan dengan
menggunakan dataset server collection of antimicrobial peptides release 2 (CAMP
R2)(Waghu et al. 2014). Total 130 asam amino digunakan sebagai template dan
diperoleh 111 fragmen sekuens peptida. Prediksi kandidat peptida yang berpotensi
sebagai AMPs dilakukan dengan menggunakan 4 algoritma, yaitu search vector
machine (SVM), random forest (RF), Artificial Neural Network (ANN) dan
Discriminant analysis (DA). Total diperoleh 42 peptida yang berpotensi menjadi
AMP berdasarkan keempat algoritma tersebut. Peptida yang dinyatakan tidak
berpotensi dari salah satu algoritma akan dihilangkan. Selanjutnya diperoleh 13
peptida yang memiliki muatan positif (Shai 2002) dan nilai titik isoelektriknya (PI)
berkisar antara 8-12 (Yoo et al. 2015).
Agregasi peptida pada larutan dan pada dinding luar membran sel bakteri
dilakukan dengan prediksi menggunakan software Tango (pada larutan) dan
menggunakan Aggrescan (membran luar bakteri). Hasil analisis ini diperoleh 8
peptida yang memiliki potensi sebagai antimicrobial peptide (Tabel 2.3). Prediksi
struktur 3D disajikan pada Gambar 2.5. Selain itu, prediksi kemungkinan titik
pemotongan enzim chymotrypsin dilakukan dengan software peptide cutter,
menunjukkan kedelapan sampel tidak memiliki potensi untuk dipotong oleh enzim
tersebut. Pencarian motif PEST dari setiap peptida menggunakan EMBOSS
EPESTFIND menunjukkan kedelapan sekuens tidak memiliki motif PEST. Hal ini
berarti bahwa kestabilan peptida dalam sistem in vivo sangat baik, karena tidak
memiliki peluang untuk didegradasi oleh enzim penting dalam sistem in vivo.
Berdasarkan skor dari 4 algoritma yang diperoleh dari server CAMP pada tahap
awal, diperoleh 3 peptida yang paling berpotensi untuk dikembangkan menjadi
AMPs yaitu peptida 4,3 dan 6. Ketiga peptida tersebut perlu dikaji lebih lanjut
dengan mensintesis dan menguji aktivitas antibakterinya secara in vitro. Modifikasi
struktur dari ketiga peptida tersebut juga perlu dilakukan, untuk melihat fungsi dari
setiap asam amino yang ada.
Tabel 2.3 Peptida berpotensi sebagai AMPs beserta molecular properties dan
skor AMPs-nya berdasarkan 4 algoritma pada server CAMP R2
Karakter Molekuler
No

Posisi

Sekuens Peptida

1

61-80

2

Skor CAMP

BM

Muatan

PI

SVM

DF

DA

Total

AEILELAGNAARDNKKTRII

2196.53

+1

9.53

0.673

0.558

0.564

1.4334

63-82

ILELAGNAARDNKKTRIIPR

2249.64

+3

11.55

0.489

0.7085

0.828

1.5972

3

100-119

GVTIAQGGVLPNIQAVLLPK

1988.4

+1

9.7

0.908

0.908

0.987

2.2270

4

101-120

VTIAQGGVLPNIQAVLLPKK

2059.52

+2

10.8

0.962

0.866

0.984

2.2348

5

102-121

TIAQGGVLPNIQAVLLPKKT

2061.5

+2

10.8

0.896

0.5675

0.939

1.8965

6

103-122

IAQGGVLPNIQAVLLPKKTE

2089.51

+1

9.54

0.871

0.751

0.919

2.0155

7

104-123

AQGGVLPNIQAVLLPKKTES

2063.43

+1

9.54

0.731

0.539

0.722

1.5793

8

106-125

GGVLPNIQAVLLPKKTESSK

2079.47

+2

10.51

0.72

0.628

0.860

1.7443

12

Gambar 2.5 Struktur 3D dari peptida berpotensi sebagai peptida antimikroba
Secara umum, struktur sekunder dari kedelapan AMPs didominasi oleh
struktur coil dan turn. Beberapa AMPs memiliki sedikit dtruktur helix seperti pada
AMPs 8, 7, 5 dan 1. Tidak ditemukan adanya peptida yang memiliki struktur beta
sheet. Peptida dengan nilai potensi yang tinggi yaitu AMPs 4, 3 dan 6, kesemuanya
tersusun atas struktur sekunde yang berupa coil dan turn.
Simpulan
Ekstrak lendir kodok D. melanostictus dan P. asper memiliki aktvitas
antibakteri terhadap E. coli. Sepasang primer Buf_Fwd dan Buf_Rev dapat
digunakan untuk mengamplifikasi gen penyandi histon H2A dari kedua spesies
dengan baik. Pohon filogenetik menunjukkan kedua spesies terpisah dalam dua
clade yang berbeda. Keanekaragaman haplotype dari D. melanostictus lebih tinggi
dibandingkan P. asper. Sebanyak 8 fragmen peptida berpotensi sebagai peptida
antimikroba berdasarkan prediksi in silico. Berdasarkan skor dari CAMP diperoleh
3 peptida yang paling berpotensial diantara kedelapan peptida tersebut. Perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mensintesis dan menguji aktivitas
antibakteri dari peptida tersebut.

13

3 ANALISIS FILOGENETIK GEN SITOKROM OKSIDASE I
DARI KODOK BUDUK Duttaphrynus melanostictus DAN
Phrynoidis asper
Abstract
Indonesia has high diversity of Amphibians. Amphibies have an important
role in ecosystem and produce many bioactive peptides. However, the genetic
information of amphibies from Indonesia is very limited, especially Duttaphrynus
melanostictus and Phrynoidis asper. The aims of this study are to determine the
nucleotide sequence of cytochrome oxidase I (COI) from D. melanostictus and P.
asper, to analyse their genetik diversity and their phylogenetic relationship. A total
668 base pairs of COI gene fragment was successfully amplified and their
nucleotide sequence determined. P. asper (5 haplotypes) samples group have high
haplotype diversity compared to D. melanostictus (1 haplotype). The result of Basic
Local Alignment Search Tools (BLAST) to the NCBI and BOLD database, showed
99%-100% identity to sequence of D. melanostictus. The sequence of P. asper
showed 99.23% identity to sekuens P. asper in BOLD database. There was no
sequence of COI gene of P. asper in NCBI database. Genetic relationship among
species in family Bufonidae, indicated that D. melanostictus has closer relation to
P. asper than to other species, inspite of their pharapyletic characteristic. For interen
species relationship of D. melanostictus, the data explains that D. melanostictus
from Bogor have closer relationship to sekuens D. melanostictus from India than
D. melanostictus from China.
Keywords: COI gene, D. melanostictus, genetic diversity, phylogenetic
relationship, Phyrinoidis asper

Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman amfibi yang
tinggi, sekitar 16% spesies amfibi (dari 1100 spesies diseluruh dunia) dapat
ditemukan di Indonesia (BAPPENAS 1993). Secara global, jumlah populasi amfibi
di dunia semakin menurun. Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab
menurunnya jumlah amfibi di Indonesia yaitu penangkapan berlebih (untuk
dikonsumsi dan diperdagangkan), hilangnya habitat, pencemaran, penyakit, spesies
introduksi dan juga kecacatan (Kusrini 2007). Penurunan jumlah amfibi ini akan
menyebabkan hilangnya banyak informasi ilmiah yang belum dikaji terkait amfibi
asal Indonesia. Salah satu informasi penting yang masih jarang ditemukan adalah
informasi genetik dari amfibi tersebut. Jika ditelusuri pada database NCBI, jumlah
sekuens atau informasi genetik dari kodok dan katak asal Indonesia masih sangat
jarang.
Kodok dan katak memiliki peranan yang sangat penting dalam ekosistem,
diantaranya yaitu sebagai pemangsa berbagai jenis serangga dan beberapa hewan

14
invertebrata (kontrol keseimbangan ekosistem) serta menjadi salah satu indikator
kualitas lingkungan (García-Muñoz et al. 2010). Selain itu, sekresi kulit anura
mengandung peptida bioaktif yang bermanfaat sebagai antimikroba, antikanker dan
lainnya yang bermanfaat bagi kesehatan manusia. Beberapa senyawa peptida dari
lendir anura yang memiliki aktifitas antimikroba yaitu senyawa peptida dari
kelompok aurin, caerin, citropin, dahlein, maculatin, signiferin dan uperin (Pukala
et al. 2006). Xu dan Lai (2015) merangkum seluruh peptida antimikroba dari
ampfibi (1900 AMPs) yang telah diteliti hingga tahun 2013 dan
mengklasifikasikannya berdasarkan strukturnya menjadi 100 family peptida.
Penelitian mengenai senyawa aktif dari lendir anura telah banyak dilakukan
dan banyak dijadikan dasar dalam pengembangan obat berbasis antimicrobial
peptides (AMPs). Akan tetapi, pengkajian mengenai sisi genetik dan biologi
molekuler dari kodok dan katak asal Indonesia masih sangat jarang, termasuk
family Bufonidae yang banyak tersebar di Indonesia. D. melanostictus dan P. asper
merupakan anggota family Bufonidae yang menarik untuk dikaji dari sisi
genetikanya. Kedua spesies ini memiliki bentuk morfologi yang mirip, dengan kulit
berbintil kasar. Perbedaan mendasar terdapat pada garis parental hitam dibagian
kepala. Selain itu, habitat P. asper yaitu di area hutan primer maupun sekunder yang
dekat dengan aliran sungai (Inger et al. 1974), sementara D. melanostictus lebih
menyukai area sekitar permukiman manusia. D. melanostictus sangat mudah
beradaptasi dengan lingkungan baru, sehingga jumlahnya relatif melimpah di
sekitar pemukiman manusia.
Dalam studi genetika, gen cytochrome oxidase sub unit I (COI) merupakan
gen penting yang banyak dipelajari. Gen COI ini menyandi protein penting
Sitokrom C Oksidase I yang berperan dalam proses transfer elektron pada saat
sintesis Adenosine Triphosphate (ATP) dalam mitokondria. Gen COI dilaporkan
memiliki potensi laju mutasi yang rendah dibandingkan gen sitokrom b (Da
Fonseska et al. 2008). Gen Sitokrom Oksidase Sub Unit I (COI) merupakan DNA
barcode (Hebert et al. 2003) yang biasa digunakan sebagai acuan dalam identifikasi
genetik. Gen COI juga banyak digunakan dalam analisis pohon filogenetik,
keragaman genetik, sejarah evolusi, maupun genetika populasi. Gen ini berada
dalam genom mitokondria (DNA mitokondria). Beberapa keistimewaan DNA
mitokondria yaitu diturunkan berdasarkan garis keturunan tetua betina, memiliki
laju mutasi yang relatif lebih tinggi dibanding dengan DNA inti (Brown et al. 1979),
memiliki genom yang relatif pendek sehingga mudah untuk dipelajari (Solihin
1994).
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sisi genetik dari D. melanostictus dan
P. asper yang berupa urutan nukleotida gen COI, keanekaragaman genetik,
identifikasi genetik, hubungan kekerabatannya dengan spesies lain dan hubungan
kekerabatan intern spesies yang berasal dari lokasi yang berbeda. Hasil penelitian
ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah yang dapat dimanfaatkan dalam
konservasi genetik, sistematika dan pengelolaan sumberdaya alam.

15
Metode Penelitian

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Juni 2015 yang bertempat
di Laboratorium Biokimia IPB dan Laboratorium Bakteriologi Molekuler,
Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Jakarta.
Bahan dan Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: pipet mikro, tabung
PCR, tabung eppendorf, rak tabung PCR, mesin PCR (thermo cycler), heat block,
microsentrifuge eppendorf, pinset, gelas piala, lampu bunsen, magnetic stirrer,
vortex, sentrifuge, seperangkat alat elektroforesis (cetakan gel, lampu UVTransluminator, kamera digital, tangki dan power suplay elektroforesis), penangas
air, autoklaf.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: etanol 96%, aquades,
DNAeasy blood and tissue kit (Qiagen), Molekuler Grade Water (ddH2O), go taq
green PCR-mix, oligonukleotida primer, agarosa, loading dye, gel red, Allumunium
foil dan tisu.
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel D. melanostictus dilakukan pada malam hari dengan
menangkap langsung di habitatnya yaitu di sekitar gedung kampus IPB Dramaga,
Bogor dan untuk sampel P. asper ditangkap dari kebun percobaan Cikabayan
kampus IPB, Dramaga, Bogor. Identifikasi morfologi, dilakukan oleh ahli
herpetofauna (Dr Mirza D. Kusrini), Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan
dan Ekowisata.
Isolasi DNA dan Amplifikasi
DNA genom diisolasi dari sampel jaringan yang berasal dari ujung jari kaki
dengan menggunakan DNAeasy Blood and Tissue Kit Qiagen. Fragmen gen COI
diamplifikasi menggunakan mesin PCR (Applied Biosystem) dengan primer Chmf4
(5’-TYTCWACWAAYCAYAAAGAYATCGG-3’) dan Chmr4 (5’-ACYTCRG
GRTGRCCRAARAATCA-3’) (Chee et al. 2011), kode IUPAC untuk nukleotida
yang digunakan pada oligonukleotida primer terdapat pada Lampiran 3. Profil suhu
yang digunakan dalam PCR adalah 95oC selama 5 menit, denaturasi 94oC selama 1
menit, annealing 50oC selama 1 menit, extention 72oC selama 1 menit, dan
extention akhir 72oC selama 10 menit, jumlah siklus yang digunakan yaitu 35
siklus. Hasil PCR divisualisasikan dengan elektroforesis gel agarose 1,5%, buffer
TBE 1x, pewarna gel red dan marker 100 bp DNA ladder (Biolabs Inc.). Sekuensing
DNA dilakukan oleh PT. Genetika Science, Jakarta.

16
Analisis Data
Sekuens forward dan reverse dipastikan kebenarannya dengan
mencocokkan urutan nukleotida dengan elektroferogramnya menggunakan
program MEGA 5 kemudian disejajarkan dengan menggunakan ClustalW.
Identifikasi spesies secara genetik dilakukan dengan Basic Local Search Alignment
Tools (BLAST) pada server NCBI (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/blast) dan BOLD
(barcode of life database). Untuk memperoleh sekuens dari taxa yang memiliki
kekerabatan terdekat dengan sekuens sampel dilakukan MOLE-BLAST. Deduksi
asam amino gen COI dilakukan dengan menggunakan kode genetik mitokondria
vertebrata yang tersedia pada software MEGA 5. Pohon filogenetik dibuat dengan
menggunakan dua metode: Neighbor joining (NJ) dan Maximum likelihood (ML)
menggunakan MEGA 5 (Tamura et al. 2011). Model test digunakan untuk
mengetahui model subtitusi yang paling sesuai dengan dataset yang digunakan (Nei
dan Kumar et al. 2000). Metode bootstrap dengan 1000 replikasi digunakan untuk
mendukung setiap percab