Optimasi Bahan Pengisi dan Penstabil terhadap Antioksidasi Fisikokimia dan Organoleptik Tepung Bawang Merah (Allium ascalonicum L)

OPTIMASI BAHAN PENGISI DAN PENSTABIL TERHADAP
ANTIOKSIDASI FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK
TEPUNG BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L)

WAHYU SRIMADANI

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Optimasi Bahan Pengisi dan
Penstabil terhadap Antioksidasi Fisikokimia dan Organoleptik Tepung Bawang
Merah (Allium ascalonicum L) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Penelitian ini merupakan bagian dari kegiatan penelitian Bawang Merah
dengan penanggung jawab Dr Ir Setyadjit MAppSc, dkk. Penelitian ini didanai oleh
DIPA BB Pascapanen 2013 dengan nomor DOK-INT-RE-3.2/032/2013. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014

Wahyu Srimadani
NIM G84100037

ABSTRAK
WAHYU SRIMADANI. Optimasi Bahan Pengisi dan Penstabil terhadap
Antioksidasi Fisikokimia dan Organoleptik Tepung Bawang Merah (Allium
ascalonicum L). Dibimbing oleh MARIA BINTANG dan SETYADJIT.
Salah satu cara pengawetan bawang merah segar dengan mengolah
menjadi tepung. Tujuan dari penelitian adalah mengoptimasi penambahan bahan
pengisi dan bahan penstabil pada proses pembuatan tepung bawang merah (Allium
ascalonicum L) varietas Bima untuk mencegah kerusakan bawang merah sehingga
dapat mempertahankan kandungan antioksidan, serta parameter mutu lainnya
selama proses pengeringan. Optimasi dilakukan dengan Respon Surface Method

(RSM). Formula yang terpilih adalah formula 4 dengan penambahan
maltodekstrin 0.65%, tapioka 6.50%, dan asam sitrat 225 ppm. Formula 4
menghasilkan nilai rendemen 15.44 %, kadar air 2.63%, kadar abu 2.14%, kadar
lemak 0.45%, kadar protein 8.02%, kadar serat kasar 4.42%, vitamin C 150.23
mg/100g, konsentrasi total fenol 6327.42 ppm Gallic Acid Equivalence (GAE),
konsentrasi aktivitas antioksidan 902.71 ppm Ascorbic Acid Equivalent (AAE)
dan inhibisi radikal bebas 94.74%. Perlakuan terbaik menurut parameter
organoleptik adalah penambahan maltodekstrin 1%, tapioka 10%, dan asam sitrat
300 ppm dan warna dari tepung bawang merah berdasarkan nilai °Hue adalah kuning
kemerahan.
Kata kunci: asam sitrat, maltodekstrin, tapioka, tepung bawang merah (Allium
ascalonicum L)

ABSTRACT
WAHYU SRIMADANI. The Optimization of Fillers Ingredients and Stabilizer on
antioxidative physicochemical and organoleptic of Shallot Powder ((Allium
ascalonicum L). Supervised by MARIA BINTANG and SETYADJIT.
One way of preserving the fresh shallot is by processing it into the powderform. The purpose of this study is to optimize the addition of fillers ingredients
and the stabilizer on the making process of Bima-variety of shallot (Allium
ascalonicum L) powder to avoid damage on shallot in order to keep antioxidant

containts and other quality parameters during dryng process. The optimization
was conducted by Response Surface Methode (RSM). The selected formula is the
fourth (4th) formula with addition of maltodextrin 0.65%, tapioca, 6.50%, and
citric acid 225 ppm with the value yield 15.44 %, water content 2.63%, ash
content 2.14%, fat content 0.45%, protein content 8.02%, crude fibre content
4.42%, vitamin C 150.23 mg/100g, total phenols 6327.42 ppm Gallic Acid
Equivalence (GAE), antioxidant activity 902.71 ppm Ascorbic Acid Equivalent
(AAE) with 94.74% inhibition of free radical. The best treatment according to the
organoleptic-parameters is using addition of maltodextrin 1%, tapioca 10% and
citric acid 300 ppm and the color of shallot powder based on the Hue°-value is a
reddish yellow.
Keywords: maltodextrin, tapioca, citric acid, Shallot (Allium ascalonicum L)
powder

OPTIMASI BAHAN PENGISI DAN PENSTABIL TERHADAP
ANTIOKSIDASI FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK
TEPUNG BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L)

WAHYU SRIMADANI


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Optimasi Bahan Pengisi dan Penstabil terhadap Antioksidasi
Fisikokimia dan Organoleptik Tepung Bawang Merah (Allium
ascalonicum L)
Nama
: Wahyu Srimadani
NIM
: G84100037


Disetujui oleh

Prof Dr drh Maria Bintang, MS
Pembimbing I

Dr Ir Setyadjit, MAppSc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir I Made Artika MAppSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah
inovasi pangan, dengan judul Optimasi Bahan Pengisi dan Penstabil terhadap

Antioksidasi Fisikokimia dan Organoleptik Tepung Bawang Merah (Allium
ascalonicum L) .
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr drh Maria Bintang dan
Bapak Dr Ir Setyadjit MAppSc selaku pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan saran terhadap penelitian ini. Di samping itu, terimakasih kepada
Ibu Dini, Pak Idris, Pak Tri, Mba Ika, beserta staf, teknisi Di BB-Pascapanen,
Teman-teman praktik lapang dan penelitian di BB-Pascapanen yang telah
membantu dalam pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada Apa, Ama, keluarga tercinta, GM-Bells, Keluarga Biokimia 47 serta
kakak-kakak dan teman-teman, atas segala doa dan kasih sayangnya hingga karya
ilmiah ini selesai.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014
Wahyu Srimadani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x


DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

xi

PENDAHULUAN

1

METODE

2

Bahan dan Alat

2


Metode

3

HASIL

8

PEMBAHASAN

18

SIMPULAN DAN SARAN

25

DAFTAR PUSTAKA

26


LAMPIRAN

31

RIWAYAT HIDUP

37

DAFTAR TABEL
1 Formula hasil kombinasi perlakuan dengan metode RSM
2 Hasil analisis organoleptik tepung bawang merah
3 Nilai prediksi variabel respon dari formula optimal

3
16
17

DAFTAR GAMBAR
1

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Hasil optimasi variabel respon rendemen
Hasil optimasi variabel respon chromameter
Hasil optimasi variabel respon kadar air
Hasil optimasi variabel respon kadar abu
Hasil optimasi variabel respon kadar lemak
Hasil optimasi variabel respon kadar protein
Hasil optimasi variabel respon kadar serat kasar
Hasil optimasi variabel respon kadar vitamin C

Hasil optimasi variabel respon konsentrasi total fenol
Hasil optimasi variabel respon konsentrasi aktivitas antioksidan
Grafik persentase inhibisi radikal bebas
Hasil optimasi variabel respon persentase inhibisi radikal bebas

8
9
10
10
11
12
12
13
14
14
15
15

DAFTAR LAMPIRAN
1 Gambaran umum penelitian
2 Contoh Hasil analisis sidik ragam variabel respon chromameter
dengan RSM
3 Rendemen dan uji warna tepung bawang merah
4 Analisis proksimat tepung bawang merah
5 Analisis antioksidan, aktivitas, dan inhibisi radikal bebas
6 Hasil uji organoleptik tepung bawang merah

31
32
32
33
35
36

1

PENDAHULUAN
Bawang merah termasuk komoditas sayuran dataran rendah yang digunakan
oleh konsumen rumah tangga sebagai bumbu masak sehari-hari, bahan baku
industri makanan, dan obat-obatan (Rukmana 1994). Komposisi gizi bawang
merah sangat kompleks dan bawang merah menjadi salah satu sumber utama
flavonoid di banyak negara. Flavonoid lazim ditemukan pada tumbuhan tingkat
tinggi adalah flavon dan flavonol dengan C- dan O-glikosida, isoflavon C- dan Oglikosida, flavanon C- dan O-glikosida, khalkon dengan C- dan O-glikosida dan
dihidrokhalkon, proantosianidin dan antosianin, auron O-glikosida dan
dihidroflanonol O-glikosida (Waji et al. 2009). Flavonoid berperan sebagai
antioksidan. Antioksidan adalah zat yang dapat melawan pengaruh radikal bebas
yang terbentuk sebagai hasil metabolisme oksidatif, yaitu hasil reaksi-reaksi kimia
dan proses metabolik yang terjadi di dalam tubuh (Rohmatussolihat 2009).
Antioksidan memiliki fungsi memutuskan reaksi berantai dari radikal bebas yang
terdapat di dalam tubuh, sehingga dapat menyelamatkan sel-sel tubuh dari
kerusakan akibat radikal bebas (Hernani 2005). Antioksidan dapat melindungi
tubuh dari penyakit degeneratif dan kerusakan sel (Winarsi 2007).
Bawang merah mengandung kuersetin dan turunan kuersetin lainnya.
Selain itu, bawang merah memiliki senyawa bioaktif lainnya seperti
fruktooligosakarida dan senyawa sulfur (Roldan et al. 2008). Berdasarkan
penelitian Soebagio et al.(2007), ekstrak umbi bawang merah (Allium cepa L)
mengandung senyawa flavonoid selain senyawa alkaloid, polifenol,
seskuiterpenoid, monoterpenoid, steroid, dan terpenoid, serta kuinon. Senyawa
aktif yang terdapat dalam bawang merah turut berperan dalam menetralkan zat-zat
toksik yang berbahaya, sebagai antioksidan alami, mampu menekan efek
karsinogenik dari senyawa radikal bebas, dan membantu mengeluarkan zat toksik
yang ada di dalam tubuh (Jaelani 2007).
Reaksi pencoklatan adalah salah satu yang mengakibatkan kerusakan pada
bawang merah. Warna coklat terjadi proses enzimatis yang dikatalisis oleh
polifenol oksidase (PPO). Pencoklatan yang terjadi dapat menyebabkan
penurunan mutu pada produk pangan (Hidayat et al. 2012). Pencoklatan enzimatis
dapat dihambat dengan perlakuan asam, karena sifatnya menurunkan pH,
sehingga mengakibatkan menurunnya aktivitas enzim PPO (Lee 2006).
Produksi umbi bawang merah dengan daun tahun 2010, 2011, dan 2012
sebanyak 1048.934 ribu ton, 893.124 ribu ton, dan 964.221 ribu ton. Produksi
bawang merah dengan daun mengalami peningkatan pada tahun 2012 sebanyak
71.10 ton (7.96 persen) dibandingkan pada tahun 2011 (BPS 2013). Produksi
bawang merah yang signifikan apabila tidak ditangani dengan maksimal
mengakibatkan pembusukan, perubahan pada kandungan kimia tanaman, dan
mengakibatkan perubahan pada tekstur, padatan total, keasaman dan sebagainya
(Anjani 2003). Pesatnya tingkat produksi bawang merah serta kandungan
antioksidan yang tinggi pada bawang merah berpotensi dikembangkan sebagai
pangan fungsional. Salah satunya dengan pengolahan bawang merah menjadi
tepung. Hal ini membutuhkan teknologi yang tepat untuk dapat menjaga
kandungan gizi dan senyawa yang terdapat di dalam bawang merah segar.
Pengeringan yang digunakan untuk pembuatan tepung bawang merah dengan

2
teknologi pengeringan drum dryer (pengering drum). Produk yang dihasilkan
dengan alat ini berupa remahan ataupun bubuk kering (Tang et al. 2003) dan
memiliki sifat mudah untuk direhidrasi kembali (Okos et al. 2007). Pengolahan
tepung dengan pengering drum memerlukan bahan pengisi dengan tujuan
mempercepat pengeringan, mencegah kerusakan akibat panas, melapisi komponen
flavour, meningkatkan total padatan, dan memperbesar volume (Gonnissen et al.
2008). Bahan pengisi yang ditambahkan adalah maltodekstrin dan tapioka. Sifatsifat yang dimiliki maltodekstrin antara lain mengalami dispersi cepat, memiliki
sifat daya larut yang tinggi maupun membentuk film, sifat higroskopis yang
rendah, sifat browning yang rendah, mampu menghambat kristalisasi dan
memiliki daya ikat kuat. Tepung tapioka yang baik akan memberikan warna putih
bersih pada tepung tersebut. Semakin putih tepung tapioka mutunya akan semakin
baik. Tapioka yang lebih putih biasanya lebih diharapkan sebagai bahan baku
(Situmorang 2013).
Penstabil yang ditambahkan dalam pengolahan bawang merah menjadi
tepung adalah asam sitrat. Asam sitrat adalah asam organik yang ditambahkan
dalam makanan yang berperan sebagai bahan pengawet karena mudah dicerna,
mempunyai rasa yang menyenangkan, tidak beracun, dan mudah larut (Winarno
1992). Asam sitrat pada makanan juga berfungsi sebagai bahan pengemulsi,
antioksidan, antikoagulan darah, dan mencegah adanya pencoklatan enzimatis
(Fitriani et al. 2014). Hal inilah yang mendasari penelitian untuk mendapatkan
tepung bawang merah dengan proses yang dapat mencegah kerusakan bahan dan
meningkatkan nilai ekonomisnya. Tujuan dari penelitian adalah mengoptimasi
penambahan bahan pengisi dan bahan penstabil pada proses pembuatan tepung
bawang merah (Allium ascalonicum L) varietas Bima untuk mencegah kerusakan
bawang merah sehingga dapat mempertahankan kandungan antioksidan, serta
parameter mutu lainnya selama proses pengeringan. Penelitian ini bermanfaat
menghasilkan konsentrasi maltodekstrin, tapioka, dan asam sitrat yang optimal
sebagai bahan pengisi dan penstabil untuk pembuatan tepung bawang merah
sehingga dapat meningkatkan harga ekonomis tepung bawang merah.

METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah bawang merah segar varietas Bima,
maltodekstrin, tapioka, bubuk asam sitrat, akuades, metanol PA, reagen FolinCiocalteau (Merck, Darmstadt, Germany), reagen 2.2-difenil-1-pikrilhidrazil
(DPPH) (Sigma-Aldrich), selenium, H2SO4 97%, NaOH 30%, asam borat 4%,
indikator brom cresol green dan methyl red (BCG MM), HCl 0.1008N, heksana,
H2SO4 1.25%, kertas saring, dan NaOH 3.25% .
Alat-alat yang digunakan adalah double drum dryer, autoklaf, Chromameter
(CR-300 Minolta kamera Co Ltd Osaka, Jepang), spektrofotometri (UV 6500
Spectrometer Kruss Optronic, Germany), neraca analitik, tanur (Automatic Muffle
Furnace, IKEDA Scientific Co.) , oven (ZRD-5055), Soxhlet (Fat Determinator,

3
Shanghai Qianjian Instrument Co.), dan Kjeltec destilasi (Automatic Nitrogen
Determinator, Shanghai Qianjian Instrument Co.).
Metode
Pembuatan Tepung Bawang Merah
Pembuatan tepung bawang merah dengan kombinasi bahan pengisi dan
penstabil yang ditambahkan adalah maltodekstrin, tapioka, dan asam sitrat.
Optimasi dalam pembuatan tepung bawang merah menggunakan Response
Surface Method (RSM). Jumlah persentase yang digunakan untuk maltodekstrin
berkisar antara 0,3%-1% dari berat bawang merah, tapioka berkisar 3%-10% dari
adonan, dan asam sitrat berkisar 150-300 ppm dari bawang merah. Formula yang
dihasilkan dari rancangan tersebut dapat dilihat dari Tabel 1.
Tabel 1 Formula hasil kombinasi perlakuan dengan metode RSM
Kode Perlakuan
Form
ula

Maltodekstrin

Tapioka

Jumlah
Asam
Sitrat

Maltodekstrin
(%)

Tapioka (%)

Asam Sitrat
(ppm)

1

-1

-1

1

1.00

3.00

300.00

2

1

0

0

0.65

6.50

225.00

3

1

0

0

0.65

6.50

225.00

4

1

0

0

0.65

6.50

225.00

5

1

0

0

0.65

6.50

225.00

6

1

0

1.682

0.65

6.50

351.13

7

-1

1

-1

1.00

10.00

150.00

8

1

0

0

0.65

6.50

225.00

9

0

1

1

0.30

10.00

300.00

10

0

1

-1

0.30

10.00

150.00

11

1

0

-1.628

0.65

6.50

98.87

12

1

1.682

0

0.65

12.39

225.00

13

-1.682

0

0

0.06

6.50

225.00

14

1

-1.682

0

0.65

0.61

225.00

15

0

-1

1

0.30

3.00

300.00

16

0

-1

-1

0.30

3.00

150.00

17

1.682

0

0

1.24

6.50

225.00

18

-1

1

1

1.00

10.00

300.00

19

1

0

0

0.65

6.50

225.00

20

-1

-1

-1

1.00

3.00

150.00

Bawang merah segar sebanyak 20 kg dicuci dan diiris dengan alat iris
dengan ketebalan ± 3 mm. Irisan bawang direndam dengan perlakuan asam sitrat
1% selama 30 menit. Irisan bawang merah dibilas dengan air bersih sebanyak dua
kali dan ditiriskan. Irisan bawang merah dihancurkan dengan perbandingan air
dan irisan bawang merah 1:2. Maltodekstrin ditambahkan dengan kosentrasi Tabel
1 pada bubur bawang merah, diaduk, dan dikukus selama 30 menit. Bubur
bawang merah yang telah dikukus disimpan pada suhu 5°C hingga proses

4
selanjutnya. Proses selanjutnya bubur bawang merah ditambahkan tepung tapioka
dan bubuk asam sitrat, diaduk, dan dikukus menggunakan autoklaf pada suhu
100°C selama 15 menit. Selanjutnya bubur bawang merah dikeringkan
menggunakan double drum dryer pada tekanan 1 atm, suhu dalam 180°C, suhu
luar 60°C, dan kecepatan 2 rpm.
Uji Warna (Hongyan et al. 2012)
Analisis warna dilakukan dengan menggunakan alat Chromameter. Nilai
yang ditunjukan oleh alat tersebut adalah nilai L, a, dan b Hunter yang telah
dipergunakan secara luas untuk kolorimetri makanan, L adalah keterangan atau
kecerahan, a adalah kemerahan atau kehijauan, dan b adalah kekuningan atau
kebiruan. Ruang indeks psikometrik ringan menghasilkan L (0-100 = hitamputih), a (positif untuk ke arah kemerahan dan negatif untuk arah warna pelengkap
hijau), dan b (positif untuk kekuningan dan negatif untuk kebiruan). Nilai a dan b
dapat digunakan untuk menghitung sudut ºHue (Hue= arctan (b/a)) dan nilai
chromametric (C = (2a+2b) 1/2).
Tepung bawang merah diletakkan pada plastik transparan dengan latar
belakang pelat kayu dilapisi warna putih. Alat tersebut mempunyai diameter 8
mm yang berfungsi menyebar iluminasi untuk melihat warna sampel. Alat
dikalibrasi dengan lapisan plastik transparan yang dipakai untuk menaruh tepung
bawang merah dengan latar belakang piringan putih standar.
Uji Organoleptik
Uji organoleptik dilakukan terhadap 20 sampel tepung bawang merah. Uji
organoleptik dilakukan oleh 30 panelis semi-terlatih. Penilaian mutu organoleptik
yang dilakukan pada setiap sampel merupakan uji skaling terhadap warna dan
aroma. Dalam pengujian parameter pertama yang digunakan adalah warna tepung
bawang merah. Dalam pelaksanaannya, panelis diminta memberikan tanda √ pada
garis yang diberi skala 0 (pucat, gelap) sampai 10 (merah bawang, terang).
Parameter selanjutnya adalah aroma. Skala yang digunakan adalah 0 (sangat
lemah) sampai 10 (sangat kuat). Data organoleptik selanjutnya diolah
menggunakan SPSS dan diperoleh tepung terbaik dari masing-masing parameter
yaitu warna dan aroma. Tepung terbaik dilihat dari rata-rata tertinggi dari skala
yang diperoleh dari 30 panelis.
Pengukuran Rendemen
Pengukuran rendemen dilakukan terhadap bawang merah segar dan tepung
bawang merah. Perhitungan dilakukan dengan membandingkan bobot ekstrak
kering dengan bobot bawang merah segar. Rumus perhitungan rendemen dapat
dilihat di bawah ini.
hi g
Rendemen ekstrak =
x 100 %
w g
Pengukuran Kadar Air (Association of Official Analytical Chemists 2005)
Cawan porselen dikeringkan pada suhu 105°C selama 15 menit, kemudian
didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel ditimbang 1-2 gram
kemudian dimasukkan kedalam cawan dan dikeringkan dalam oven pada suhu
105°C selama tiga jam. Setelah tiga jam, cawan yang berisi sampel tersebut

5
dikeluarkan dari oven dan didinginkan dalam desikator lalu ditimbang.
Penimbangan dilakukan hingga diperoleh bobot yang tetap. Kadar air dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
Kadar air = c-(a-b) x 100%
c
Keterangan a
= berat cawan dan sampel akhir (g)
b
= berat cawan (g)
c
= berat sampel awal (g)
Pengukuran Kadar Abu (AOAC 2005)
Cawan porselen dikeringkan di dalam oven bersuhu 105°C selama 15 menit,
kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel ditimbang
sebanyak 2 gram kedalam cawan porselen. Cawan porselen dimasukkan kedalam
tanur dan dipanaskan pada suhu 600°C selama 4-6 jam. Setelah proses pengabuan
selesai, cawan berisi sampel didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga
bobot tetap. Kadar abu dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Kadar abu = W1-W2 x 100%
W
Keterangan W
= bobot sampel sebelum dikeringkan (g)
W1
= bobot cawan + sampel setelah dikeringkan (g)
W2
= bobot cawan kosong (g)
Pengukuran Kadar Protein (AOAC 2012)
Pengukuran kadar protein menggunakan modifikasi dari metode AOAC
Official 2001.11 . Sampel sebanyak 0.5-1 g dimasukkan ke dalam labu Kjeldhal
dan ditambahkan 1 g K2SO4, 0.4 mg HgO, dan 2 ml H2SO4 95%-98%. Sampel
dididihkan dengan suhu 420°C selama 1-1.5 jam sampai cairan menjadi jernih.
Sampel didinginkan dan ditambah sejumlah kecil air secara perlahan-lahan,
kemudian didinginkan kembali. Isi tabung dipindahkan ke alat destilasi dan labu
dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml akuades. Ditambah larutan NaOH 40% sebanyak 810 ml, kemudian didestilasi. Gelas Erlenmeyer berisi 30 ml larutan H3BO3 4% dan
3 tetes indikator BCG-MR (campuran bromcresol green dan methyl red)
diletakkan dibawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam dibawah
larutan H3BO3. Kondesat akan mengalami perubahan warna dari ungu menjadi
hijau. Kondesat tersebut kemudian dititrasi dengan HCl 0.01 N yang telah
distandarisasi. Titrasi dihentikan sampai terjadi perubahan warna menjadi kuning
bening. Penetapan blanko dilakukan dengan menggunakan metode yang sama
seperti sampel. Kadar protein dihitung dengan menggunakan rumus:
%N= (ml HCl – ml blanko)x NHClx 14.007 x 100%
Mg sampel
Kadar protein = %N x Faktor Konversi
Keterangan: Faktor konversi = 6.25
Pengukuran Kadar Lemak (AOAC 2005)
Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 100110°C, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sampel dalam bentuk tepung
ditimbang sebanyak 1-5 gram dibungkus dengan kertas saring selulosa dan
dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet), yang berisi pelarut heksana. Refluks

7
dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 250 mL. Kemudian 12.5 mL metanol
100% (PA) ditambahkan ke dalam labu Erlenmeyer tersebut. Larutan tersebut dishaker selama 3 jam. Setelah itu, larutan disaring dengan kertas saring tebal
sehingga diperoleh larutan ekstrak sampelnya yang diletakkan di tabung reaksi.
Uji antioksidan metode DPPH, sebanyak 0.5 mL ekstrak sampel/ standar asam
askorbat dengan konsentrasi 6 ppm, 10 ppm, 14 ppm, 16 ppm, dan 18 ppm
diletakkan ke dalam tabung reaksi 10 mL. Kemudian 7 mL metanol PA
ditambahkan ke dalam tabung reaksi yang berisi sampel/standar. Reagen DPPH
50 µM sebanyak 2 mL dimasukkan dan dikocok hingga homogen. Inkubasi
larutan uji di ruang yang gelap selama 90 menit. Absorbansi dibaca dengan
spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 517 nm. Konsentrasi aktivitas
antioksidan terhadap asam askorbat ekuivalen sebagai berikut:
Kosentrasi Aktivitas
Antioksidan (ppmAAE)

=

((Ablanko-Asampel)+0.002) x Volume total (mL)
0.003 x Bobot sampel (g)

Penentuan Konsentrasi Total Fenol (Marinova et al. 2005)
Penentuan konsentrasi total fenol menggunakan modifikasi metode
Marianova et al 2005. Persiapan sampel dilakukan dengan sebanyak 0.25 gram
sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 250 mL, lalu
ditambahkan metanol 80% sebanyak 12.5 mL dan labu Erlenmeyer ditutup
dengan aluminium foil dan di-shaker selama 30 menit. Setelah itu, larutan
disaring dengan kertas saring tebal dan ekstraknya dimasukkan ke dalam tabung
reaksi. Ekstrak tepung bawang merah siap dianalisis. Ekstrak diencerkan dengan 2
mL ekstrak ditambahkan akuades 8 mL. Total fenol pada ekstrak tepung bawang
merah dengan metode Folin-Ciocalteau. Ekstrak 2 mL atau standar larutan asam
gallat (5, 10, 15, 20, 25, 50, dan 75 ppm) dimasukkan ke tabung reaksi 250 mL.
Larutan dicampurkan dengan 5 mL akuades. Reagen fenol Folin-Ciocalteu
sebanyak 0.5 mL ditambahkan ke dalam larutan dan dikocok. Selama 30 menit
didiamkan, 1 mL larutan Na2CO3 7% ditambahkan dan diinkubasi ditempat gelap
selama 30 menit. Pengukuran absorbansi pada larutan blanko yaitu akuades dan
larutan ekstrak pada panjang gelombang 725 nm dengan alat spektrofotometer
UV-Vis. Konsentrasi total fenol terhadap asam gallat ekuivalen sebagai berikut:
Konsentrasi Total = (Asample + 0.048)x Faktor pengenceran x Volume total(mL)
Fenol (ppm GAE)
0.014 x bobot sampel (g)

Analisis Data
Untuk optimasi variabel respon dilakukan dengan menggunakan Response
Surface Method (RSM) Design Expert 7.0®. Analisis dilakukan setelah input data
hasil respon dari formulasi. Analisis ANOVA dapat dilakukan untuk melihat
perbedaan nyata yang terdapat pada masing-masing variabel respon pada selang
kepercayaan 95%. Hasil analisis ragam akan menyatakan variabel respon
memiliki nilai yang berbeda nyata jika pada selang kepercayaan 95%, nilai P lebih
kecil dari α=0,05. Variabel respon yang hasil analisis ragamnya memiliki
perbedaan nyata dapat digunakan sebagai model prediksi dalam tahap optimasi.

8
Sedangkan variabel respon yang tidak berbeda nyata, tidak menjadi variabel
utama dalam optimasi (Nurapriani 2010).
Setelah melakukan analisis berikutnya adalah optimasi formula pada
Optimization. Pada bagian Optimization dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
Numerical Optimization, Graphical Optimization, dan Point Prediction. Pada
bagian Point Optimization terdapat formula yang disarankan program Design
Expert 7.0® (Chandra 2011) .

HASIL
Rendemen Tepung Bawang Merah
Berdasarkan hasil pengujian rendemen, rentang nilai dari respon yang
didapatkan berkisar dari 9.699% -20.944%. Hasil analisis ragam (ANOVA)
menunjukkan bahwa model yang dihasilkan signifikan dengan nilai p-value
“P >F’ e ih eci d i 0.05 (0.0007) dan untuk uji lack of fit diperoleh p-value
“P F’ e ih eci d i 0.05 (0.0405) dan untuk uji lack of fit diperoleh p-value
“P < F” = 0.4673 bearti ada lack of fit not significant. Respon Permukaan yang
disajikan dalam bentuk 3 dimensi pada Gambar 2. Perbedaan warna yang terdapat
pada grafik menunjukkan nilai respon chromameter. Warna biru menunjukkan
nilai respon chromameter terendah yaitu 68.86°, sampai warna merah yang
menunjukkan nilai respon chromameter tertinggi yaitu 75.01° tetapi karena nilai
respon chromameter tertinggi hanya terdapat beberapa nilai maka warna merah
tidak begitu terlihat dari grafik. Chromameter tepung bawang merah tertinggi
pada formula 10 dengan penambahan maltodekstrin 0.30%, tapioka 10%, asam
sitrat 150 ppm, sedangkan chromameter terendah pada formula 17 dengan
penambahan maltodekstrin 1.24%, tapioka 6.50%, asam sitrat 225 ppm (Lampiran
3).

Gambar 2 Hasil optimasi variabel respon Chromameter
Kadar Air
Berdasarkan hasil pengujian kadar air, rentang nilai dari respon yang
didapatkan berkisar dari 6.800%-2.632%. Hasil analisis ragam (ANOVA)
menunjukkan bahwa model yang dihasilkan tidak signifikan dengan nilai p-value
“P F’ e ih eci d i 0.05 (F’ e ih eci
dari 0.05 ( F” e ih
kecil dari 0.05 (0.0222) dan untuk uji lack of fit diperoleh p-v ue “P > F” =
0.0354 bearti ada lack of fit significant . Respon Permukaan yang disajikan dalam
bentuk 3 dimensi pada Gambar 8. Perbedaan warna yang terdapat pada grafik,
menunjukkan nilai respon kadar vitamin C. Warna biru menunjukkan nilai respon
kadar vitamin C terendah yaitu 140.048 mg/100g, sampai warna merah yang
menunjukkan nilai respon kadar vitamin C tertinggi yaitu 325.727 mg/100g, tetapi
karena nilai respon kadar vitamin C sebagian besar terdapat nilai yang rendah
maka warna biru yang hanya terlihat dari grafik. Kadar vitamin C tepung bawang
merah tertinggi pada formula 14 dengan penambahan maltodekstrin 0.65 %,
tapioka 0.61%, asam sitrat 225 ppm, sedangkan kadar vitamin C terendah pada
formula 7 dengan penambahan maltodekstrin 1%, tapioka 10%, asam sitrat 150
ppm (Lampiran 4).

Gambar 8 Hasil optimasi variabel respon kadar vitamin C
Total Fenol
Berdasarkan hasil pengujian total fenol, rentang nilai dari respon yang
didapatkan berkisar dari 4899.144- 10130.276 ppmGAE. Hasil analisis ragam
(ANOVA) menunjukkan bahwa model yang dihasilkan signifikan deng n “P >
F” e ih eci d i 0.05 (0.0002) dan untuk uji lack of fit diperoleh p-v ue “P <
F” = 0.1750 bearti ada lack of fit not significant. Respon Permukaan yang
disajikan dalam bentuk 3 dimensi pada Gambar 9. Perbedaan warna yang terdapat
pada grafik, menunjukkan nilai respon konsentrasi total fenol. Warna biru
menunjukkan nilai respon konsentrasi total fenol terendah yaitu 4899.144
ppmGAE, sampai warna merah yang menunjukkan nilai respon konsentrasi total
fenol tertinggi yaitu 10130.276 ppmGAE, tetapi karena nilai respon konsentrasi
total fenol tertinggi hanya terdapat beberapa nilai maka warna merah tidak begitu
terlihat dari grafik. Konsentrasi total fenol tepung bawang merah tertinggi pada
formula 14 dengan penambahan maltodekstrin 0.65 %, tapioka 0.61%, asam sitrat

14
225 ppm, sedangkan konsentrasi total fenol terendah pada formula 18 dengan
penambahan maltodekstrin 1%, tapioka 10%, asam sitrat 300 ppm (Lampiran 5).

Gambar 9 Hasil optimasi variabel respon kosentrasi total fenol
Aktivitas Antioksidan
Berdasarkan hasil pengujian aktivitas antioksidan, rentang nilai dari respon
yang didapatkan berkisar dari 791.552- 913.856 ppm AAE. Hasil analisis ragam
(ANOVA) menunjukkan hw
de y ng dih si n signifi n deng n “P ob>
F” e ih eci dari 0.05 (0.0033) dan untuk uji lack of fit diperoleh p-v ue “P <
F” = 0.3023 bearti ada lack of fit not significant. Respon Permukaan yang
disajikan dalam bentuk 3 dimensi pada Gambar 10. Perbedaan warna yang
terdapat pada grafik, menunjukkan nilai respon aktivitas antioksidan. Warna biru
menunjukkan nilai respon aktivitas antioksidan terendah yaitu 791.552 ppmAAE,
sampai warna merah yang menunjukkan nilai respon aktivitas antioksidan
tertinggi yaitu 913.856 ppmAAE, tetapi karena nilai respon aktivitas antioksidan
tersebar merata maka hampir semua degradasi warna terlihat pada grafik.
Aktivitas antioksidan tepung bawang merah tertinggi pada formula 10 dengan
penambahan maltodekstrin 0.30 %, tapioka 10%, asam sitrat 150 ppm, sedangkan
aktivitas antioksidan terendah pada formula 14 dengan penambahan maltodekstrin
0.65%, tapioka 0.61%, asam sitrat 225 ppm (Lampiran 5).

Gambar 10 Hasil optimasi variabel respon kosentrasi aktivitas antioksidan

15
Inhibisi Radikal Bebas

Berdasarkan hasil pengujian persentase inhibisi radikal bebas, rentang nilai
dari respon yang didapatkan berkisar dari 83.041- 97.076. Hasil analisis ragam
(ANOVA) menunjukkan bahwa model yang dihasilkan signifikan deng n “P >
F” e ih kecil dari 0.05 (0.0014) dan untuk uji lack of fit diperoleh p-v ue “P <
F” = 0.2261 atau lebih besar dari α= 0.05 bearti ada lack of fit not significant.
Respon Permukaan yang disajikan dalam bentuk 3 dimensi pada Gambar 12.
Perbedaan warna yang terdapat pada grafik, menunjukkan nilai respon inhibisi
radikal bebas. Warna biru menunjukkan nilai respon persentase inhibisi radikal
bebas terendah yaitu 83.041%, sampai warna merah yang menunjukkan nilai
respon persentase inhibisi radikal bebas tertinggi yaitu 97.076 %, tetapi karena
nilai respon persentase inhibisi radikal bebas tersebar merata maka hampir semua
degradasi warna terlihat pada grafik. Persentase inhibisi radikal bebas tepung
bawang merah tertinggi pada formula 18, sedangkan inhibisi radikal bebas
terendah pada formula 16 (Gambar 11).
Inhibisi radikal bebas (%)

98.000
96.000
94.000
92.000

90.000
88.000
86.000
84.000
82.000
0

5

10

15

20

Formula
Gambar 11 Inhibisi radikal bebas (%)

Gambar 12 Hasil optimasi variabel respon inhibisi radikal bebas

25

16
Hasil Analisis Organoleptik
Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa penambahan
maltodekstrin, tapioka, dan asam sitrat pada pembuatan tepung bawang merah
memberikan pengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% (Lampiran 6) .
Berdasarkan uji Duncan pada parameter warna (pucat-merah bawang), kecerahan
(gelap-terang), aroma (sangat lemah-sangat kuat) terdapat beberapa data dari 20
sampel yang memiliki perbedaan nyata pada selang kepercayaan 95% (Tabel 2).
Nilai rata-rata skala dari panelis terhadap warna tepung bawang merah berkisar
antara 3.33-7.19. Warna tepung bawang merah yang mengarah warna merah
bawang (skala tertinggi) dihasilkan oleh formula 15 yaitu dengan penambahan
maltodekstrin 0.3%, tapioka 3%, dan asam sitrat 300 ppm.
Nilai rata-rata panelis terhadap kecerahan warna tepung bawang merah
berkisar antara 2.29-7.56. Nilai kecerahan warna tepung bawang merah tertinggi
(terang) dihasilkan pada formula 18 yaitu penambahan maltodekstrin 1%, tapioka
10%, dan asan sitrat 300 ppm. Nilai rata-rata panelis terhadap aroma tepung
bawang merah berkisar antara 4.29-6.21. Nilai aroma tertinggi (kuat) dihasilkan
oleh formula 16 dengan penambahan maltodekstrin 0.3%, tapioka 3%, dan asam
sitrat 150 ppm.
Tabel 2 Hasil analisis organoleptik tepung bawang merah
Formula

Maltodekstrin
(%)

Tapioka
(%)

Asam Sitrat
(ppm)

Warna

1

1.00

3.00

300

6.45

2

0.65

6.50

225

3.33

3

0.65

6.50

225

3.89

4

0.65

6.50

225

3.85

5

0.65

6.50

225

4.31

6

0.65

6.50

351

4.28

7

1.00

10.00

150

8

0.65

6.50

225

5.35

9

0.30

10.00

300

4.13

10

0.30

10.00

150

4.50

11

0.65

6.50

99

5.59

12

0.65

12.39

225

13

0.06

6.50

225

14

0.65

0.61

225

6.87

15

0.30

3.00

300

7.19

16

0.30

3.00

150

17

1.24

6.50

225

18

1.00

10.00

300

19

0.65

6.50

225

4.90

20

1.00

3.00

150

5.91

ij
a

abc
ab

abcd
abcd

3.63

ab

efgh
abc

bcde
fghi

3.46

ab

defg

5.15

j
j

hij

6.23
4.38

abcde

3.36

a

cdef
ghi

Kecerahan
b

3.77
7.05
6.88
6.82

fg
fg
fg

6.53
6.37
7.01
5.00

cd

6.49

ef
ef

cd

7.07
5.01

ef

fg

6.42
5.01

ef

fg

cd

2.29
2.41
2.51
6.55

a
a
a

ef

7.56

g

de

5.79

bc

4.43

Aroma
4.96

ab

4.54
4.46
4.54
4.75
4.95

4.51
4.73
4.45

a
a

a
a
a
a

abc

4.54
4.81
5.53

a

ab

4.49

5.05

a

a

ab

abc
bc

6.02

6.21
4.74
4.29
4.72
5.41

c
a
a
a

abc

Ket: Huruf yang berbeda menunjukkan nilai yang berbeda nyata pada selang kepercayaan
95%

17
Optimasi Penambahan Filler dan Asam Sitrat dalam Pembuatan Tepung
Bawang Merah dengan Response Surface Method (RSM)
Hasil optimasi 20 formula yang diolah dengan menggunakan RSM
menghasilkan nilai variabel respon yang diinginkan (Tabel 3). Formula yang
direkomendasikan oleh RSM adalah formula dengan penambahan maltodekstrin
0.65%, tapioka 6.5%, dan asam sitrat 225 ppm.
Pengujian formula terpilih diperoleh nilai °Hue pada formula 3, 5, 8 dan
19 (Lampiran 3 ) yang didapatkan tidak melebihi batas minimal dan maksimal
dari nilai prediksi, sehingga masih dapat diterima pada selang kepercayaan 95%.
Pengujian formula terpilih diperoleh nilai rendemen pada formula 3, 4, 5, dan 8
(Lampiran 3) yang didapatkan tidak melebihi batas minimal dan maksimal dari
nilai prediksi, sehingga formula ini dapat diterima pada selang kepercayaan 95%.
Pengujian formula terpilih diperoleh nilai kadar air, kadar abu, vitamin C,
aktivitas antioksidan dan inhibisi radikal bebas pada semua formula terpilih
(Lampiran 3,4, Grafik 13) yang didapatkan tidak melebihi batas minimal dan
maksimal dari nilai prediksi, sehingga dapat diterima pada selang kepercayaan
95%.
Pengujian formula terpilih diperoleh nilai kadar lemak, pada formula 2, 3,
4, 8, dan 19 (Lampiran 4) yang didapatkan tidak melebihi batas minimal dan
maksimal dari nilai prediksi, sehingga dapat diterima pada selang kepercayaan
95%. Pengujian formula terpilih diperoleh nilai kadar protein pada formula 3, 4, 5,
dan 19 (Lampiran 4) yang didapatkan tidak melebihi batas minimal dan maksimal
dari nilai prediksi, sehingga dapat diterima pada selang kepercayaan 95%. Kadar
serat kasar yang diperoleh lebih rendah dari batas minimal prediksi. Pengujian
formula terpilih diperoleh nilai kadar serat kasar pada formula 4 (Lampiran 4)
yang didapatkan tidak melebihi batas minimal dan maksimal dari nilai prediksi,
sehingga dapat diterima pada selang kepercayaan 95%. Pengujian formula terpilih
diperoleh nilai kadar total fenol pada formula 2, 3, 4, 8, dan 19 (Lampiran 5) yang
didapatkan tidak melebihi batas minimal dan maksimal dari nilai prediksi,
sehingga dapat diterima pada selang kepercayaan 95%. Sehingga diperoleh
formula yang paling optimal adalah formula 4.
Tabel 3 Nilai prediksi variabel respon dari formula optimal

Chomameter (°)

Prediksi (selang kepercayaan 95%)
Nilai
Minimal
Maksimal
Prediksi
SD
71.999
71.243
72.755
0.356

Rendemen (%)

15.236

0.387

14.416

16.055

Kadar Air (%)

4.228

0.221

3.760

4.696

Kadar Abu (%)

1.989

0.039

1.907

2.071

Kadar Serat Kasar (%)

3.829

0.345

3.107

4.551

Kadar Lemak (%)

0.446

0.017

0.411

0.481

Kadar Protein (%)

7.876

0.032

7.807

7.944

Kadar Vitamin C (mg/100g)

157.913

10.37

134.01

181.82

Total Fenol (ppm GAE)

6122.672

213.914

5646.041

6599.303

Inhibisi radikal bebas (%)

93.512

0.767

91.803

95.221

Aktivitas Antioksidan (ppm AAE)

880.137

7.439

863.562

896.711

Variabel respon

18
PEMBAHASAN
Rendemen
Rendemen tepung bawang merah Bima yang tertinggi sebesar 20.944%.
Perlakuan yang diberikan berpengaruh terhadap rendemen tepung bawang merah
yang dihasilkan. Semakin tinggi konsentrasi penambahan maltodekstrin dan
tapioka maka semakin tinggi rendemen yang dihasilkan. Hal ini disebabkan
penambahan maltodekstrin mengakibatkan penambahan total padatan yang
terdapat pada maltodekstrin, sehingga dapat menaikkan total padatan tepung
bawang merah. Semakin tinggi total padatan pada bahan yang dikeringkan maka
rendemen yang dihasilkan akan semakin tinggi (Badarudin 2006). Berdasarkan
penelitian Kumalla et al. (2013), rendemen tepung santan akan meningkat dengan
penambahan maltodekstrin. Hal ini disebabkan sifat maltodekstrin yang memiliki
daya ikat yang besar terhadap air.
Tapioka yang ditambahkan pada pembuatan tepung bawang merah dapat
meningkatkan rendemen. Penambahan tapioka berarti terjadi penambahan total
padatan tepung bawang merah. Sehingga tingginya total padatan bahan yang akan
dikeringkan ini meningkatkan rendemen yang dihasilkan. Asam sitrat berperan
sebagai bahan pengawet, antioksidan, dan mencegah adanya pencoklatan
enzimatis. Penambahan asam sitrat dalam konsentrasi yang kecil sehingga tidak
menambah total padatan pada bahan yang akan dikeringkan.
Penentuan Warna
Warna tepung bawang merah Bima adalah kuning kemerahan. Perlakuan
yang diberikan memberikan pengaruh terhadap warna tepung bawang merah yang
dihasilkan. Warna produk pangan yang baik adalah warna yang mendekati warna
bahan mentahnya (Kadarani 2014). Perlakuan tapioka dapat memberikan warna
yang baik pada tepung bawang merah. Hal ini dikarenakan tapioka berwarna
cenderung putih, sehingga dapat memberikan warna yang cerah pada tepung
bawang merah. Tapioka mampu melindungi antosianin pada bawang merah.
Menurut Fellows (1990), antosianin sangat sensitif terhadap proses panas
sehingga warnanya hilang dan meningkat menjadi coklat karena degradasi dan
polimerisasi. Umumnya suhu lebih tinggi meningkatkan kehilangan dan
kerusakan pigmen dalam bahan. Dengan adanya tapioka, maka bahan akan
dibungkus oleh tapioka.
Penambahan maltodekstrin dapat meningkatkan kecerahan warna tepung
bawang merah. Hal ini disebabkan warna maltodekstrin yang cenderung putih
sehingga saat dicampurkan dengan bubur bawang merah akan memberikan warna
yang cerah. Berdasarkan penelitian Yuliawaty, Susanto (2014), penambahan
konsentrasi maltodekstrin yang semakin banyak maka derajat kecerahan warna
juga semakin tinggi.
Asam sitrat berperan dalam mencegah terjadinya reaksi pencoklatan. Pada
proses pembuatan tepung bawang merah dilakukan perendaman irisan bawang
merah segar pada asam sitrat 1%. Hal ini diduga mempengaruhi warna tepung
bawang merah yang tidak terlalu coklat yaitu kuning kemerahan. Asam sitrat pada
proses perendaman dan penambahan pada tepung bawang merah dapat

19
menghambat terjadinya pencoklatan karena dapat mengkompleks ion tembaga
yang dalam hal ini berperan sebagai katalis dalam reaksi pencoklatan. Selain itu,
asam sitrat juga dapat menghambat pencoklatan dengan cara menurunkan pH
seperti halnya pada asam asetat sehingga enzim PPO menjadi inaktif (Winarno
1992).
Kadar Air
Kadar air dalam produk pangan merupakan faktor penting yang dapat
mempengaruhi mutu suatu produk tepung. Semakin rendah kadar airnya, maka
produk tepung semakin baik mutunya karena dapat memperkecil media untuk
tumbuhnya mikroba yang dapat menurunkan mutu pada produk tepung (Triyono
2010). Kadar air tepung bawang merah varieas Bima terendah sebesar
2.632±0.147 %. Kadar air ini memberikan hasil yang lebih rendah dari penelitian
sebelumya yaitu 3.80±0.14% (Kadarani 2014). Diduga penambahan konsentrasi
maltodekstrin yang tinggi pada 20 formula menyebabkan kadar air menjadi
menurun. Hal ini disebabkan karena maltodektrin dapat meningkatkan total
padatan bahan yang dikeringkan. Sehingga jumlah air yang diuapkan semakin
sedikit, akibatnya peningkatan konsentrasi maltodekstrin akan menurunkan kadar
air (Badarudin 2006). Jika dalam air (gugus hidroksil) maltodekstrin akan
membentuk ikatan hidrogen dengan ikatan gugus hidroksil yang lain sesama
monomer. Semakin banyak maltodekstrin yang ditambahkan semakin cepat
pengkristalan dan penguapan air semakin cepat, sehingga kadar air bahan akan
semakin rendah (Gustavo, Canovas 1999).
Tapioka yang ditambahkan berpengaruh terhadap kadar air pada tepung
bawang merah. Semakin tinggi ditambahkan tapioka maka kadar air menjadi
menurun. Hal ini disebabkan karena kemampuan molekul-molekul pati telah
mengalami kerusakan, disebabkan proses gelatinisasi sebelumnya (Hartati 2006).
Menurut Winarno (1992), jumlah gugus hidroksil dalam molekul pati yang sangat
besar menyebabkan kemampuannya menyerap air sangat besar. Asam sitrat juga
berpengaruh terhadap kadar air, karena asam sitrat berbentuk kristal anhidrat yang
bebas air atau berupa kristal mohohidrat yang mengandung satu molekul air. Jika
dipanaskan diatas suhu 175°C akan terurai (terdekomposisi) dengan melepaskan
karbon dioksida (CO2) dan air (H2O), sehingga dapat meningkatkan kadar air
(Steven 2013).
Kadar Abu
Kadar abu merupakan kandungan mineral yang terdapat setelah bahan
dibakar hingga bebas dari karbon (Husein 2009). Kadar abu tepung bawang merah
varietas Bima tertinggi yaitu 2.637±0.172 %. Kadar abu yang diperoleh pada
penelitian ini lebih rendah dibandingkan penelitian sebelumnya sebesar
4.99±0.07% (Kadarani 2014). Hal ini diduga karena penambahan maltodekstrin
dan tapioka mengandung kadar abu yang rendah. Tepung mengandung berbagai
macam mineral. Pada maltodekstrin terdapat total abu sebesar 0.1-0.2%
(Badarudin 2006). Sedangkan pada tapioka terdapat mineral kalsium, fosfor, dan
Fe (Muller et al. 1975 dalam Situmorang 2013). Kadar abu umumnya dinyatakan
sebagai mineral yang terkandung dalam suatu bahan. Mineral tidak berpengaruh
secara signifikan dengan perlakuan kimia dan fisik selama pengolahan, dengan
adanya oksigen, beberapa mineral kemungkinan teroksidasi menjadi mineral

20
bervalensi lebih tinggi, namun tidak mempengaruhi nilai gizinya. Meskipun
beberapa komponen pangan rusak dalam proses pemanasan pangan, proses
tersebut tidak mempengaruhi kandungan mineral dalam bahan pangan (Ramadhia
et al. 2012).
Menurut Tjokroadikoesumo (1986) dalam Ariyani (2010), mineral yang
ada di dalam tapioka jumlahnya sangat sedikit karena hampir seluruh komponen
penyusunnya adalah pati. Tapioka merupakan pati hasil ekstraksi dari ubi kayu
yang dalam proses pembuatannya dilakukan pemurniaan, sehingga komponenkomponen selain pati tidak ada. Dan bawang merah 100 gram umbi mengandung
mineral kalium 334 mg, zat besi sekitar 0.8 mg, dan fosfornya 40 mg (Wibowo
2007). Penambahan asam sitrat pada penelitian diduga dapat menurunkan kadar
abu. Mineral dalam suasana asam mengakibatkan terikatnya mineral pada lemak
akan turut berkurang sebanding dengan rusaknya lemak, karena suasana asam
tersebut mineral-mineral ini akan bergabung dengan zat organik yang hilang dari
bahan (Supirman et al 2013).
Kadar Lemak
Kadar lemak tepung bawang merah Bima tertinggi pada penelitian
ini sebesar 0.688±0.220 %. Kandungan lemak pada tepung bawang merah
termasuk kecil dibandingkan kadar lemak tepung bawang merah dari penelitian
sebelumnya sebesar 1.77±0.23 % (Kadarani 2014). Rendahnya kadar lemak
tepung bawang merah ini diakibatkan karena kandungan kadar lemak dari bawang
merah segar yang rendah yaitu 0.3 gram (BKPPP 2012). Selain itu kadar lemak
pada tepung tapioka juga rendah yaitu sebesar 0.5% (Muller et al. 1975 dalam