Rancang Bangun Pemanenan Air Hujan Pada Kebun Pala Di Kabupaten Aceh Selatan

RANCANG BANGUN PEMANENAN AIR HUJAN
PADA KEBUN PALA DI KABUPATEN ACEH SELATAN

FACHRUDDIN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Rancang Bangun
Pemanenan Air Hujan Pada Kebun Pala Di Kabupaten Aceh Selatan adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, November 2014
Fachruddin
NRP F451120111

RINGKASAN
FACHRUDDIN. Rancang bangun pemanenan air hujan pada kebun pala di
Kabupaten Aceh Selatan dibawah bimbingan BUDI INDRA SETIAWAN,
PRASTOWO dan MUSTAFRIL.
Tanaman pala merupakan komoditi unggulan Kabupaten Aceh Selatan
dalam bidang pertanian. Kabupaten Aceh Selatan merupakan salah satu penghasil
pala terbesar di Indonesia. Pada tahun 2012 luas lahan pala Kabupaten Aceh
Selatan mencapai 14 091 ha dengan produksi 5 192 ton biji pala kering.
Kabupaten Aceh Selatan memiliki topografi dengan tingkat kemiringan sangat
curam/terjal mencapai 63.45 %, sedangkan dataran hanya sekitar 34.66 % dan
1.84 % berupa kondisi lainnya. Petani pala Kabupaten Aceh Selatan pada
umumnya berkebun di lahan terjal dengan penerapan sistem konservasi mekanik
3.12 %.
Kabupaten Aceh Selatan memiliki rerata curah hujan bulanan yang sangat
tinggi sebesar 281.4 mm/bulan, sehingga memiliki potensi aliran permukaan yang
tinggi. Ketersediaan curah hujan yang melimpah pada musim hujan belum

dimanfaatkan secara optimal pada musim kemarau. Air hujan sebagian akan
menjadi aliran permukaan sehingga tidak bisa dimanfaatkan tanaman secara
efektif. Dampak dari terjadinya aliran permukaan yang tinggi akan menyebabkan
hilang humus tanah sehingga terjadinya penurunan kesuburan lahan.
Penerapan teknik sistem pemanenan air hujan diharapkan akan menjadi
teknologi yang efektif dan terjangkau untuk konservasi tanah dan air tanah di
lahan pala serta mampu memenuhi kebutuhan air tanaman pala. Desain
pemanenan air hujan menyesuaikan dengan kontur lokasi penelitian serta
pengamatan aliran permukaan pada saat hujan. Desain sistem pemanenan air
hujan pada penelitian ini menggunakan rorak yang dilengkapi saluran peresapan.
Penelitian ini bertujuan mendapatkan desain teknis sistem pemanenan air hujan
yang efektif untuk konservasi air tanah dan memenuhi kebutuhan air tanaman pala.
Penelitian dilaksanakan pada lahan kebun pala milik pengurus Forum Pala
Aceh di Kecamatan Tapak Tuan, Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Aceh,
Indonesia. Penelitian ini dimulai dari Bulan Februari sampai dengan Mei 2014.
Tahapan penelitian meliputi mengukur intensitas hujan dari curah hujan harian
tertinggi selama 10 tahun terakhir mengunakan persamaan mononobe. Pendugaan
laju aliran permukaan menggunakan persamaan matematik metode rasional.
Analisis koefisien drainase yang terjadi di lahan berdasarkan data laju aliran
permukaan. Pengumpulan data tanaman berupa umur tanaman, jarak tanam,

pengamatan zona perakaran tanaman. Pembuatan gambar kontur lokasi penelitian
mengunakan Software surfer. Desain teknis pemanenan hujan yang efektif untuk
kebun tanaman pala. Pengukuran debit di rorak menggunakan Automatic Water
Level Recorder (AWLR). Pengamatan sedimen di rorak di ukur mengunakan
mistar. Pengukuran nilai ketinggian muka air tanah di ukur pada sumur
masyarakat menggunakan AWLR.
Hasil penelitian menunjukkan pemanfaatan rorak yang dilengkapi saluran
peresapan sangat efektif untuk konservasi tanah dan air yang menampung aliran
permukaan ketika hujan serta mengurangi dampak erosi dan menampung
sedimentasi sehingga tidak terbawa ke sungai. Pengamatan aliran permukaan di

rorak ketika hujan mampu menampung sebagian besar aliran permukaan sebesar
0.03-1.63 liter/detik. Pengamatan sedimen di rorak selama penelitian, rorak tanpa
menggunakan mulsa menampung sedimen setinggi 65 mm, sedangkan pada rorak
yang menggunakan mulsa menampung sedimen setinggi 35 mm.
Desain teknis sistem pemanenan air hujan yang efektif untuk konservasi air
tanah dan memenuhi kebutuhan air tanaman pala telah dapat dibuat dengan
rincian sebagai berikut: Sistem pemanenan air hujan pada penelitian ini
menggunakan rorak yang dilengkapi saluran peresapan. Tata letak rorak dan
saluran peresapan menyesuaikan dengan kontur lahan. Dimensi rorak ditentukan

sesuai dengan debit aliran permukaan, yaitu kedalaman maksimal 30 cm dengan
lebar 40 cm dan panjang 100 cm. Setiap rorak disertai saluran peresapan dari sisi
kiri dan kanan dengan panjang 100 cm, dalam 10 cm dan lebar 20 cm.
Analisis aliran permukaan teoritis menggunakan persamaan metode
rasional yang hanya tepat digunakan untuk luasan DAS kurang 800 ha. Oleh
karena itu disarankan untuk menganalisis aliran permukaan dengan menggunakan
alat Automatic Water Level Recorder pada setiap rorak. Pendekatan analisis
koefisien drainase perlu di hitung disetiap lahan pala yang akan dibangun rorak
dan saluran peresapan. Desain rorak dan saluran peresapan perlu diaplikasikan
pada seluruh kebun pala di Kabupaten Aceh Selatan mengingat kebun pala
masyarakat berada di daerah berlereng yang termasuk daerah aliran sungai bagian
hulu.
Kata kunci : aliran permukaan, pemanenan hujan, koefisien drainase,
tanaman pala, sistem zero runoff.

SUMMARY
FACHRUDDIN. Designing Rain Harvesting Model For Nutmeg Plant Field In
South Aceh District. Under supervision of BUDI INDRA SETIAWAN,
PRASTOWO dan MUSTAFRIL
Nutmeg is a featured agriculture commodity in South Aceh district. South

Aceh district is one of the largest producers of nutmeg in Indonesia. In 2012,
plantation area for nutmeg in South Aceh was 14 091 ha with a production of 5
192 tons of dried nutmeg seed. South Aceh district has a very steep topography of
63.45 %, while the plateau is only about 34.66 % and the rest 1.84 % is in other
conditions. Most nutmeg farmers in South Aceh district cultivate in steep land
with percentage application of mechanical conservation system is 3.12 %.
South Aceh district has a very high average monthly rainfall of 281.4
mm/month, so it has a high potential of runoff. The availability of abundant
rainfall during the rainy season has not been used optimally in dry season. A part
of rainfall would become surface flow so that the plant cannot use it effectively.
The impact of high surface flow will cause in loss of soil humus which leads to
the decline of soil fertility.
The application of rainwater harvesting systems engineering is expected to
be an effective and affordable technologies for soil and groundwater conservation
in nutmeg plantation area and to be able to meet the water needs of nutmeg
plantation. Rainwater harvesting design was adjusted to the contours of the
research site and observation of runoff during the rain. Design of rainwater
harvesting systems in this study was by using rorak equipped with infiltration
channels. This study aimed to get the technical design of rainwater harvesting
systems which was effective for groundwater conservation and for fulfil water

needs of nutmeg crops.
This study was conducted on a nutmeg plantation area belonging to Forum
Pala Aceh in Tapak Tuan, South Aceh district, Aceh, Indonesia. This study was
started from February to May 2014. The procedures of research included;
measuring rainfall intensity of the highest daily rainfall during the last 10 years
using the Mononobe equation, predicting surface flow rate measured by using
mathematical equations rational method, analyzing drainage coefficient in the area
which was based on the data of surface flow, collecting crops data such as plant
age, spacing and observation of the root zones, preparing contour images by using
Surfer software, designing effective rainfall harvesting system for nutmeg
plantation area, measuring discharge in rorak by using Automatic Water Level
Recorder (AWLR), observing sediment in rorak by using a ruler, measuring
ground water level in wells by using AWLR device.
The results showed that the utilization of the channel with a rorak was very
effective for soil and groundwater conservation which holds runoff when rain and
decreases the effects of erosion and catches sediments so they are not carried over
into the river. It was observed in rainy season, that rorak was able to
accommodate most of the surface flow of 0.03-1.63 liters/sec. For sediments, it
was observed during this study that rorak without mulch could catch the sediment
for 65 mm thick, while for rorak with mulch could catch sediment for 35 mm

thick.

Technical design of rainwater harvesting systems which is effective for soil
and groundwater conservation and for fulfil water needs from nutmeg crops could
be constructed as: rainwater harvesting systems by using rorak equipped with
infiltration channels. Rorak layout and channel infiltration should be adjusted to
the contour of the land. Rorak dimensions are determined by the discharge of
surface flow, which has the maximum depth of 30 cm, width of 40 cm and length
of 100 cm. Each rorak is built with infiltration channels on the left and right side
with length and depth of 10 cm and width of 20 cm.
Theoretical surface flow analysis was measured by using the rational
method which is only appropriate for catchment area with less than 800 ha wide.
Therefore, it was suggested to analyze runoff by using AWLR device on each
rorak. Drainage coefficient analysis approach should be calculated in each nutmeg
plantation area where it was proposed to be build rorak and infiltration channel.
Design rorak and channel infiltration should be applied to the whole nutmeg
plantations in South Aceh district, considering nutmeg plantation community in
steep areas which included the upstream watershed.
Keywords: drainage coefficient, nutmeg plant, rain harvesting, runoff, zero runoff
system.


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

RANCANG BANGUN PEMANENAN AIR HUJAN
PADA KEBUN PALA DI KABUPATEN ACEH SELATAN

FACHRUDDIN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada

Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Yanto Surdianto, MP

Judul Tesis : Rancang Bangun Pemanenan Air Hujan Pada Kebun Pala
Di Kabupaten Aceh Selatan
Nama
: Fachruddin
NRP
: F451120111

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Budi Indra Setiawan, MAgr

Ketua

Dr Ir Prastowo, MEng
Anggota

Dr Mustafril, ST MSi
Anggota

Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Teknik Sipil dan Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Satyanto Krido Saptomo, STP MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 29 Agustus 2014


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari sampai dengan
Mei 2014 adalah Panen air hujan, dengan judul Rancang Bangun Pemanenan Air
Hujan Pada Kebun Pala Di Kabupaten Aceh Selatan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Budi Indra
Setiawan, M.Agr, Bapak Dr. Ir. Prastowo, M.Eng dan Bapak Dr. Mustafril ST,
M.Si sebagai pembimbing yang telah banyak memberi saran dan masukan
sehingga karya ilmiah ini menjadi lebih baik.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Forum Pala Aceh yang banyak
membantu dalam proses pengumpulan data sekunder dan primer di Kabupaten
Aceh Selatan. Secara khusus ucapan terima kasih kepada Pak Hamdani, ST dan
keluarga yang bersedia memijamkan lahan pala secara sukarela sebagai lokasi
penelitian serta ikut membantu dalam pengumpulan data primer di lokasi
penelitian.
Di samping itu, penghargaan penulis untuk Direktur Jenderal Pendidikan
Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk pemberian beasiswa
selama pelaksanaan studi. Penghargaan penulis juga kepada Universitas Syiah
Kuala dan Akademik Manajemen Informatika Indonesia yang telah memberikan
rekomendasi dalam melanjutkan studi.
Terima kasih tak terhingga juga disampaikan kepada Ibunda, ayahanda
(alm) dan seluruh keluarga atas segala doa, dukungan serta kasih sayangnya.
Ucapan terima kasih juga kepada teman-teman mahasiswa Pascasarjana Teknik
Sipil dan Lingkungan IPB, rekan-rekan pengurus Ikamapa Aceh dan Forum
Wacana IPB yang saling mendukung dan membantu selama menjalani studi
Pascasarjana. Untuk semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,
terima kasih atas doa, dukungan, bantuan dan semangat bagi penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor,

November 2014

Fachruddin

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
1
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Air Tanah Tersedia
Klasifikasi Iklim Menurut Oldeman
Aliran Permukaan
Teknik Pemanenan Air Hujan
Mulsa
Desain Rorak

2
2
3
3
4
6
6

3 METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Alat dan Bahan
Prosedur Analisis Data
Tahapan dan Metode Penelitian

8
8
8
8
12

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Curah Hujan
Perkembangan Konservasi Tanaman Pala

13
13
14

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Sifat Fisik Tanah
Pengamatan Data Tanaman
Analisis Frekuensi
Zero Runoff System (ZROS) Sistem Pemanenan Hujan
PEMBAHASAN
Analisis Aliran Permukaan
Analisis Koefisien Drainase
Desain Rorak dan Saluran Peresapan

16
16
16
19
22
26
30
30
32
33

6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

36
36
36

LAMPIRAN

40

RIWAYAT HIDUP

55

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Koefisien aliran untuk metode rasional Hassing (Suripin 2004)............ 9
Klasifikasi iklim Curah hujan rerata bulanan tahun 2003-2013........... 13
Perkembangan lahan pala Kabupaten Aceh Selatan ............................ 14
Nilai bulk density ............................................................................... 16
Rerata porositas pada tiap kedalaman ................................................. 17
Nilai permeabilitas di lokasi penelitian ............................................... 17
Kadar air tanah pada pf 2.54 di kebun pala ......................................... 18
Tekstur tanah menurut segitiga tekstur USDA.................................... 19
Karakteristik tanaman pala di kebun penelitian .................................. 20
Perakaran tanaman pala...................................................................... 20
Spesifik ukuran buah pala .................................................................. 22
Analisis frekuensi curah hujan rencana .............................................. 22
Zero Runoff System pada tiap unit analisis .......................................... 26
Zero Runoff System (ZROS) pada 27 April 2014 ................................ 27
Unit analisis untuk aliran permukaan hujan rencana ........................... 31
Unit analisis aliran permukaan tanggal 27 April 2014 ........................ 32
Analisis koefisien drainase ................................................................. 33
DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

Peta kontur saluran peresapan dan rorak di kebun belimbing ................ 6
Penampang saluran berbentuk persegi .................................................. 7
Rancangan penampang rorak ............................................................. 10
Diagram alir rancang bangun sistem pemanenan hujan...................... 11
Diagram alir tahapan metode penelitian ............................................. 12
Grafik Produksi Pala Kabupaten Aceh Selatan ................................... 14
Diagram persentase konservasi tanaman pala secara vegetatif ............ 15
Diagram persentase konservasi tanaman pala secara mekanik ............ 15
Kondisi akar tanaman pada kedalaman 0-30 cm ................................. 21
Grafik hasil panen pala ...................................................................... 21
Grafik curah hujan harian 27 Februari – 01 Mei 2014 ........................ 23
Distribusi Ch dan ETc harian bulan Maret.......................................... 24
Grafik distribusi Ch dan ETc harian bulan April ................................ 24
Grafik ETc, kelembaban dan suhu bulan Maret ................................. 25
Grafik evapotranspirasi, rerata kelembaban dan suhu bulan April...... 25
Grafik tinggi muka air tanah dan curah hujan .................................... 27
Grafik hubungan curah hujan dan debit rorak ..................................... 28
Grafik curah hujan dan sedimen pada rorak 1 dan rorak 2 .................. 29
Grafik curah hujan dan tinggi sedimen ............................................... 30
Peta kontur lokasi penelitian .............................................................. 31
Tata letak penggaris pada rorak 1 ....................................................... 34
Foto rorak 2 yang disertai mulsa penyaring ........................................ 35
Tata letak dan dimensi rorak dan saluran peresapan ........................... 35

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Tata letak saluran peresapan rorak dimensi panjang 2.5 m, lebar 0.4
m dan dalam 0.5 m ................................................................................. 41
Penempatan AWLR di dalam rorak ........................................................ 42
Pengukuran Infiltrasi .............................................................................. 43
Nilai variabel A infiltrasi mini disk infiltrometer ..................................... 45
Posisi rorak yang sudah diaplikasikan di lahan Pala ............................... 46
Uji kecocokan jenis distribusi ................................................................. 47
Hasil pengukuran tinggi muka air tanah .................................................. 47
Pengukuran sedimen rorak 4 dan 11 ....................................................... 48
Pengukuran sedimen rorak 12 ................................................................. 49
Nilai variabel p evapotranspirasi Blaney-Criddle .................................... 50
Rorak pada pengamatan 27 April 2014 curah hujan tertinggi 211.9
mm/hari.................................................................................................. 51
Foto sedimen pada rorak......................................................................... 52
Data tinggi curah hujan harian di lokasi penelitian .................................. 53
Data tinggi curah hujan harian tiap bulan selama tahun 2003-2013 ......... 54

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pala merupakan komoditas penting dan potensial dalam perekonomian
nasional. Penting karena menjadi sentra produksi pala di sebagian masyarakat
Indonesia. Potensial karena mampu mensuplai 60-75 % kebutuhan pangsa pasar
dunia serta mempunyai banyak manfaat baik dalam bentuk mentah ataupun
produk turunannya (Direktorat Jenderal Perkebunan 2012). Luas area perkebunan
pala milik perkebunan rakyat di Indonesia seluas 117 300 ha dengan produksi
sebesar 15 700 ton (BPS 2012). Luas lahan pala di Kabupaten Aceh Selatan
mencapai 14 091 ha dengan produksi 5 192 ton biji pala kering (BPS 2013).
Menurut Bappeda (2010) bahwa petani pala di Kabupaten Aceh Selatan tidak
melakukan tindakan konservasi tanah secara mekanik dan hanya 3.12 % yang
menerapkan konservasi mekanik.
Metode konservasi air mencakup pengelolaan untuk menurunkan aliran
permukaan, evaporasi dan perkolasi (Troeh et al. 1991). Menurut Pawitan et al.
(2011) konservasi ekosistem hidrologi meningkatkan kapasitas cadangan air
permukaan dan air bawah permukaan. Makin curam lereng maka makin besar
kecepatan aliran permukaan. Kecepatan aliran permukaan dapat dengan mudah
mengikis lapisan tanah atas. Air yang tidak meresap ke dalam tanah dan mengalir
di permukaan berpotensi erosi yang menyebabkan tanah yang sebelumnya subur
menjadi kurang subur (Subroto dan Setyaji 2004). Menurut UNEP (2001) sistem
pemanenan air hujan menggunakan permukaan tanah (land surface catchment
areas) merupakan metode untuk mengumpulkan air hujan. Air hujan yang
terkumpul dengan sistem ini lebih cocok digunakan untuk pertanian.
Surdianto (2012) menyatakan teknik panen air (saluran peresapan dan rorak)
efektif mengendalikan aliran permukaan dan meningkatkan kadar air tanah di
zona perakaran tanaman sehingga memenuhi kebutuhan air tanaman belimbing
manis untuk tumbuh dan berproduksi sepanjang tahun. Noeralam (2002)
menyatakan pemanfaatan rorak yang dikombinasikan dengan mulsa vertikal
mampu mengurangi erosi sampai 94 % pada petak erosi dibandingkan tanpa
teknik konservasi tanah. Pemanfaatan rorak juga suatu cara pemanenan air yang
tergolong efektif, khususnya pada lahan agak curam (10-25%). Salah satu
diantaranya dicerminkan oleh kemampuannya dalam pemeliharaan lengas tanah.
Arsyad (2010) menyatakan dimensi rorak sebagai berikut dalam 60 cm, lebar 50
cm dengan panjang sekitar 400-500 cm.
Penelitian ini bertujuan mendapatkan desain teknis sistem pemanenan air
hujan yang efektif untuk konservasi air tanah dan memenuhi kebutuhan air
tanaman pala.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah menghasilkan desain teknis sistem pemanenan air
hujan yang efektif untuk konservasi air tanah dan memenuhi kebutuhan air
tanaman pala.

2
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian adalah sebagai berikut :
1. Menjadi panduan untuk petani dalam pengelolaan air hujan dan aliran
permukaan di kebun pala untuk menekan penurunan hasil akibat kekurangan
air pada musim kemarau serta mengurangi terjadinya erosi dengan mulsa pada
musim hujan di kebunpala.
2. Penerapan teknologi tepat guna bagi industri/perkebunan untuk kebutuhan air
sekaligus penanganan aliran permukaan sehingga meningkatkan produktivitas
pala.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian adalah sebagai berikut:
a) Analisis aliran permukaan.
b) Analisis koefisien drainase.
c) Desain teknis sistem pemanenan hujan menggunakan saluran peresapan, rorak
dan mulsa.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Air Tanah Tersedia
Air penting untuk pertumbuhan tanaman dan reaksi-reaksi kimia dalam
pelapukan mineral. air perkolasi membantu siklus unsur hara dan pemindahan liat,
oksida besi dan alumunium, garam-garam dan lain-lain. Di daerah kering gerakan
air ke atas (kapiler), menyebabkan terjadinya akumulasi garam di permukaan
tanah. Bila air mudah meresap ke dalam bahan induk tanah, maka terdapatlah
keadaan aerobic, sehingga terbentuklah tanah yang cukup dalam dan mengandung
bahan yang teroksidasi, dan perakaran tanaman tidak terhambat oleh air
(Hardjowigeno 2010).
Selisih kadar air antara kapasitas lapang dan titik layu permanen disebut air
tersedia. Air tanah tersedia dapat juga diartikan sebagai kemampuan tanah
memegang air (water holding capacity) atau besarnya kelembaban yang dapat
disimpan di daerah perakaran pada batas antara kapasitas lapang dan titik layu
permanen. Total air tanah tersedia (TAW) adalah jumlah air tersedia dalam zona
perakaran antara kapasitas lapang (FC) dan titik layu permanen (WP) (Raes et al.
2006; Surdianto 2012).
Apabila tanaman mendapat cekaman air yang cukup hebat, laju absorbsi air
dari dalam tanah tidak dapat mengimbangi laju transpirasi. Akibat kejadian
tersebut stomata akan menutup. Dengan demikian, penyerapan CO2 dari udara
kejaringan mesofil daun tidak akan terjadi. Selanjutnya aktivitas fotosintesis akan
terganggu karena kurang tersedianya ion H yang berasal dari air tanah dan CO2

3
dari udara sehingga tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik. Kebutuhan air oleh
tanaman diukur berdasarkan persentase kapasitas lapang (Jasminarni 2008).
Penentuan kebutuhan air pada suatu musim atau bulan untuk suatu tanaman
atau pola tanam dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : keperluan air bagi
tanaman yang ditentukan oleh iklim dan sifat tanaman, air hujan, air tanah dan
pergerakan air tanah (Wirosoedarmo 2010).

Klasifikasi Iklim Menurut Oldeman
Klasifikasi iklim Oldeman digunakan terutama untuk keperluan pertanian di
Indonesia. Dasar yang digunakan adalah adanya bulan basah yang berturut-turut
dan bulan kering yang berturut-turut juga. Kedua bulan ini dihubungkan dengan
kebutuhan tanaman padi di sawah serta palawija terhadap air. Penentuan bulan
basah menurut Oldeman adalah bulan dengan curah hujan lebih dari 200 mm.
Bulan kering adalah bulan dengan curah hujan yang kurang dari 100 mm.
Berdasarkan penggolongan yang menitikberatkan pada bulan basah, Oldeman
mengemukakan lima zona utama bulan basah yang berturut-turut sebagai berikut:
a) Zona A, bulan basah yang lebih dari 9 kali berturut-turut.
b) Zona B, bulan basah 7 sampai 9 kali berturut-turut.
c) Zona C, bulan basah 5 sampai 6 kali berturut-turut.
d) Zona D, bulan basah 3 sampai 4 kali.
e) Zona E, bulan basah yang kurang 3 kali (Kartasapoetra 2008).

Aliran Permukaan
Aliran permukaan mempunyai sifat yang dinyatakan dalam jumlah,
kecepatan, laju dan gejolak aliran permukaan. Sifat-sifat ini mempengaruhi
kemampuannya untuk menimbulkan erosi. Jumlah aliran permukaan menyatakan
jumlah air yang mengalir di permukaan tanah untuk suatu masa hujan atau masa
tertentu dinyatakan dalam tinggi kolom air (mm atau cm) atau dalam volume air
(m3) (Arsyad 2010).
Koefisien limpasan (aliran permukaan) adalah rasio jumlah limpasan (aliran
permukaan) terhadap jumlah curah hujan, dimana nilainya tergantung pada tektur
tanah, kemiringan lahan dan jenis penutupan lahan. Pada daerah aliran sungai
(DAS) berhutan dengan tektur tanah liat berpasir, nilai koefisien limpasan (aliran
permukaan) berkisar antara 0.10-0.30. Pada lahan pertanian dengan tekstur tanah
yang sama, nilai koefisien limpasan (aliran permukaan) adalah 0.30-0.50.
Sedimentasi merupakan dampak lanjutan dari terjadinya erosi di daerah aliran
hulu sungai yang diakibatkan oleh limpasan (aliran permukaan) (Prastowo dan
Pawitan 2011). Persamaan matematik metode rasional USSCS (1973) untuk
memperkirakan laju aliran permukaan (Wismarini et. al 2011):
...................................... 1
dimana:
Q = laju aliran (debit) puncak (m³/detik)
C = koefisien aliran permukaan ( ≤ ≤ 1)
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
A = luas DAS (ha)

4
Koefisien Drainase
Drainase untuk pertanian umumnya mencapai optimal ketika sistem yang
dirancang berdasarkan curah hujan 5 tahun. Koefisien drainase yang merupakan
fungsi dari curah hujan. Perhitungan koefisien drainase akan mengendalikan
aliran permukaan yang berlebihan pada tanaman. Curah hujan yang berlebihan
dari koefisien konsumtif tanaman (Kc) dan fase kritis tanaman terkait kebutuhan
air (ky) akan menjadi debit yang harus ditampung dari desain sistem pemanenan
hujan yang tepat untuk dimensi saluran peresapan dan rorak.
Metode untuk menghitung koefisien drainase (Feyen 1983) menggunakan
persamaan berikut :
...................................... 2

1
1

...................................... 3

Dimana :
Q = debit di saluran (m3/dtk)
A = luasan Lahan (ha)
q = koefisien drainase (liter/ha.dtk)

Teknik Pemanenan Air Hujan
Pemanenan air menurut terminologi dapat diartikan sebagai pemanfaatan air.
Menurut bahasa undang-undang dalam arti sempit, pemanenan air merupakan
penggunaan air, sedangkan dalam arti luas adalah pendayagunaan sumber daya air.
Pendayagunaan sumber daya air dilakukan melalui kegiatan penatagunaan,
penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumber daya air
dengan mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan pada
setiap wilayah sungai (Yuswanto 2008).
Pemanenan air hujan (PAH) merupakan metode atau teknologi yang
digunakan untuk mengumpulkan air hujan yang berasal dari atap bangunan,
permukaan tanah, jalan atau perbukitan batu dan dimanfaatkan sebagai salah satu
sumber suplai air bersih (UNEP 2001). Pemanenan air hujan yang dilakukan di
atas permukaan tanah pada dasarnya adalah usaha menampung air larian
permukaan (surface runoff). Besarnya air hujan yang dapat dipanen dengan cara
pengumpulan air di atas (datar atau miring) dan oleh kemampuan lapisan tanah
atas menahan air (Asdak 2007).
Saluran Peresapan
Wibowo (2003) menyatakan parit peresapan (infiiltration trench) dimensi
lateral lebih besar dari dimensi vertikal. Cara ini digunakan untuk daerah dengan
muka air tanah yang relatif dangkal (< 3m). Saluran peresapan berfungsi untuk
menampung air aliran permukaan dan meningkatkan daya resap air ke dalam
tanah. Tanah yang digali untuk saluran dapat digunakan untuk pembuatan
bedengan. Tanah galian tersebut juga dapat diletakkan pada bagian bawah saluran
dan membentuk guludan. Untuk menjaga kestabilannya, guludan ini perlu
ditanami dengan rumput penguat seperti rumput bahia (Paspalum notatum),

5
rumput bede (Brachiaria decumbens), akar wangi (Vetiveria zizanioides), atau
pohon legum seperti lamtoro (Leucaena leucocephala), gamal (Glyricidia sepium),
dan lain-lain (Subagyono et al. 2005).
Persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam aplikasi teknologi ini adalah
(a) tanah tidak rawan longsor; (b) tanah mempunyai kemampuan tinggi untuk
meresapkan air; dan (c) dapat dibuat pada tanah yang agak dangkal (kedalaman
20-40 cm). Longsor dapat terjadi apabila terpenuhi tiga syarat yaitu (a) tanah pada
lahan dengan lereng curam, sehingga volume tanah dalam jumlah yang relatif
banyak dapat bergerak atau meluncur ke bawah, (b) terdapat lapisan yang agak
kedap air dan lunak di bawah permukaan tanah yang merupakan bidang luncur,
dan (c) terdapat cukup air dalam tanah, sehingga lapisan tanah tepat di atas lapisan
kedap air tadi menjadi jenuh (Arsyad 2010).
Saluran peresapan dibuat mengikuti kontur dengan ukuran lebar 30-40 cm
dan dalam 40-50 cm. Saluran ini dapat dilengkapi dengan rorak yang dibuat dalam
saluran, untuk memperbesar daya tampung air aliran permukaan dan
sedimen.Untuk memberikan peluang mengganti air maka pada sistem konservasi
air ini perlu dilengkapi dengan SPA (Subagyono et al. 2005).
Rorak
Rorak merupakan tempat/lubang penampungan atau peresapan air, dibuat di
bidang olah atau saluran peresapan. Pembuatan rorak ditunjukan untuk
memperbesar peresapan air ke dalam tanah dan menampung tanah yang tererosi.
Pada lahan kering beriklim kering, rorak berfungsi sebagai pemanenan air hujan
dan aliran permukaan.
Rorak merupakan metode konservasi tanah mekanik yang relatif murah dan
mudah untuk diterapkan.Jumlah rorak per ha berkisar antara 150-200 buah.
Pemeliharaan rorak harus rutin dilakukan khususnya apabila rorak telah penuh
terisi sedimen atau bahan-bahan lainnya yang masuk ke dalam rorak, misalnya
saja serasah tanaman. Pemeliharaan rorak dapat dilakukan dengan menggali rorak
yang lama, atau menggali rorak baru di sebelah rorak lama.
Optimalisasi pemanfatan air hujan dan aliran permukaan di kebun belimbing
dengan cara membuat saluran peresapan yang dilengkapi dengan rorak. Saluran
peresapan dengan ukuran lebar 25 cm dan dalam 20 cm. Sedangkan rorak dibuat
dengan ukuran 40 x 40 x 40 cm. jumlah rorak lubang peresapan sebanyak 57 buah
dengan panjang saluran 271.277 m. Saluran peresapan tidak mengarah ke satu
arah, tetapi dibuat mengikuti ketinggian pemukaan tanah atau mengikuti aliran air
yang terjadi di lapangan. Pembuatan saluran peresapan dan rorak dilakukan secara
bertahap sampai diyakini tidak terjadi aliran permukaan yang mengalir ke luar
kebun penelitian maupun genangan air di permukaan tanah. Selanjutnya posisi
saluran peresapan dan rorak dipetakan ke dalam peta kontur menggunakan
program surfer v 9.9.785 (Gambar 1) (Surdianto et al. 2012).

6

Gambar 1. Peta kontur saluran peresapan dan rorak di kebun belimbing
(Surdianto et al. 2012)
Mulsa
Pemberian mulsa dimaksudkan untuk menutupi permukaan tanah agar
terhindar dari pukulan butir hujan. Mulsa merupakan teknik pencegahan erosi
yang cukup efektif. Jika bahan mulsa berasal dari bahan organik, maka mulsa juga
berfungsi dalam pemeliharaan bahan organik tanah. Fungsi lain mulsa adalah :
a. Jika sudah melapuk dapat meningkatkan kemampuan tanah menahan air
sehingga air lebih tersedia untuk pertumbuhan tanaman, dan memperkuat
agregat tanah.
b. Mengurangi kecepatan serta daya kikis aliran permukaan.
c. Mengurangi evaporasi, memperkecil fluktuasi suhu tanah, meningkatkan
jumlah pori aerasi sebagai akibat meningkatnya kegiatan jasad hidup di dalam
tanah dan meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah.
d. Menyediakan sebagian zat hara bagi tanaman.
e. Dianjurkan menggunakan 6 ton mulsa/ha/tahun atau lebih. Bahan mulsa yang
paling mudah didapatkan adalah sisa tanaman.
f. Mulsa diberikan dengan jalan menyebarkan bahan organik secara merata di
permukaan tanah.
g. Bahan mulsa yang baik adalah bahan yang sukar melapuk seperti jerami padi
dan batang jagung. Mulsa dapat juga diberikan ke dalam lubang yang dibuat
khusus dan disebut sebagai mulsa vertikal (Departemen Pertanian 2007).

Desain Rorak
Dimensi rorak yang disarankan sangat bervariasi, seperti yang disarankan
oleh Arsyad (2010) adalah dalam 60 cm, lebar 50 cm dengan panjang sekitar 400500 cm. Panjang rorak dibuat sejajar kontur atau memotong lereng, jarak ke
samping antara satu rorak dengan rorak lain berkisar antara 100-150 cm,
sedangkan jarak horizontal berkisar antara 20 m pada lereng yang landai dan agak
miring sampai 10 m pada lereng yang lebih curam. Rorak yang direkomendasikan
PUSLITKOKA (2010) berukuran panjang 100 cm, lebar 30 cm dan dalam 30 cm.
Dimensi rorak yang akan dipilih sebaiknya disesuaikan dengan kapasitas air atau
sedimen dan bahan-bahan terangkut lainnya yang akan ditampung.

7
Pada penampang melintang saluran berbentuk persegi dengan lebar dasar B
dan kedalaman air (h) , luas penampang basah (A), dan keliling basah (P), dapat
dituliskan sebagai berikut:
A = Bh...................................... 4
B=

...................................... 5

Gambar 2. Penampang saluran berbentuk persegi
P = B + 2 h...................................... 6
Subtitusi persamaan (5) ke dalam persamaan (6) maka diperoleh
persamaan :
...................................... 7
P=
Dengan asumsi luas penampang (A) adalah konstan, maka persamaan
diatas dapat dideferensialkan terhadap (h) dan dibuat sama dengan nol untuk
memperoleh (P) minimum.

A = 2h = Bh...................................... 8
Atau

B = 2 h atau h =

...................................... 9

Jari-jari hidraulik, R
R=
atau R =

...................................... 10
...................................... 11

Keterangan :
B
H
A
P
R

= lebar dasar (m)
= kedalaman air (m)
= luas penampang basah (m2)
= keliling basah (m)
= jari-jari hidraulik (m)

8
3

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada lahan kebun pala milik pengurus Forum Pala
Aceh di Kecamatan Tapak Tuan, Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Aceh,
Indonesia. Penelitian ini dimulai dari Bulan Februari - Mei 2014. Pemilihan
lokasi penelitian dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Lahan pala di Kecamatan Tapak Tuan merupakan lahan percontohan dari
Forum Pala Aceh untuk petani pala Kabupaten Aceh Selatan.
2. Areal kebun merupakan lahan di daerah berlereng yang tidak terlalu luas
yaitu 1.3 hektar dengan tanaman utama pala yang dikelingi tanaman nilam.
3. Areal lahan memiliki kemiringan yang cukup belereng dengan kemiringan
25-33%. Lahan yang miring yang curam mewakili kebanyakan lahan petani
pala di Kabupaten Aceh Selatan.

Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi bahan-bahan kimia untuk
analisis sifat fisik tanah di laboratorium, plastik dan alat tulis lainnya.
Alat yang digunakan dalam penelitian meliputi:
a) Peralatan yang digunakan untuk mengambil sampel tanah: skop, cangkul, ring
sampler, meteran, karung/kotak sampel tanah.
b) Waterpass untuk menentukan koordinat (x dan y) dan ketinggian pada lahan
yang digunakan untuk membuat peta kontur lahan dan memetakan sistem
pemanenan hujan menggunakan saluran peresapan dan rorak di kebun pala.
c) New Minidisk Infiltrometer untuk pegukuran besarnya infiltrasi di kebun pala.
d) Seperangkat komputer dengan menggunakan meliputi: aplikasi microsoft
office, golden software surfer untuk membuat peta kontur kebun penelitian
dan memetakan lokasi saluran peresapan dan rorak dengan mulsa, software
google sketchup 8 untuk menggambar teknik.

Prosedur Analisis Data
a) Mengukur intensitas hujan dari hujan harian, intensitas hujan dapat dihitung
dengan rumus mononobe (Suripin 2004)
...................................... 12
Dimana :
I = Intensitas hujan (mm/jam)
T = lamanya hujan (jam)
R24 = curah hujan maksimum harian selama 24 jam (mm)

9
Metode tanah darat (upland method) atau metode kecepatan untuk
menentukan waktu konsentrasi, menggunakan persamaan berikut (Arsyad 2010) :
l

...................................... 13

Dimana :
Tc = waktu konsentrasi dalam (detik)
l = panjang hidrolik (feet)
v = kecepatan aliran (feet/detik)
b) Persamaan matematik metode rasional USSCS untuk memperkirakan laju
aliran permukaan menggunakan persamaan 1. Koefisien aliran mengunakan
metode rasional Hassing yang dapat disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Koefisien aliran untuk metode rasional Hassing (Suripin 2004)
Koefisien aliran C = Ct + Cs + Cv
topografi,
Ct
tanah,
Cs
datar (20%)
0.26 lapisan batu
0.26

vegetasi
Cv
hutan
0.04
pertanian
0.11
padang rumput 0.21
tanpa tanaman 0.28

c. Analisis evapotranspirasi harian di lokasi penelitian. Evapotranspirasi harian di
lokasi penelitian dihitung menggunakan metode Blaney-Criddle berdasarkan
data temperatur dan kelembaban harian yang dicatat (Triatmodjo 2010). Untuk
data pelengkap penyinaran matahari dan kecepatan angin diambil dari data
stasiun meterologi terdekat yang terjadi rerata bulan Maret-April dan Mei
selama 10 tahun terakhir. Nilai koefisien tanaman pala digunakan dari
pendekatan tanaman perkebunan dan kopi yang bernilai 0.95-1.10 (Triatmodjo
2010). Merrit (2002) menyatakan nilai faktor tanaman untuk tanaman buah
tropika bernilai 0.98.
d. Pengukuran infiltrasi dihitung menggunakan New Minidisk Infiltrometer.
Pengukuran dilaksanakan mengunakan skala laboratorium di kampus IPB
Dramaga, Wageningen pada tanggal 4-5 Juli 2014. Data yang ukur berupa data
penurunan tinggi muka air terhadap waktu. Data tersebut selanjutnya dikonversi
ke dalam laju infiltrasi menggunakan persamaan dan program Microsoft Excel
2007 yang telah disertakan pada peralatan tersebut.
e. Pengumpulan data tanaman berupa umur tanaman, jarak tanam, pengamatan
zona perakaran tanaman. Pengumpulan data tanaman mengguna mistar dan
meteran kain.
f. Desain teknis pemanenan hujan yang efektif untuk zona perakaran tanaman pala.
Desain teknik pemanenan hujan mempertimbangkan zona perakaran tanaman
pala.

10

Gambar 3. Rancangan penampang rorak
Keterangan:
H: kedalaman rorak disesuaikan dengan zona perakaran tanaman pala
B: Lebar saluran disesuaikan dengan kontur lahan dan jumlah debit aliran
permukaan
g. Pengukuran debit pada rorak dilaksanakan dengan pendekatan nilai debit yang
terjadi di lapangan menggunakan Automatic Water Level Recorder (AWLR)
yang ditempatkan di dalam rorak. Debit di rorak direkam tiap 5 menit.
Pengambilan debit rerata dan tertinggi untuk mewakili debit yang berada di
rorak. Selanjutnya tinggi debit dikalikan dengan luas rorak sehingga diperoleh
volume rorak (m3). Hasil dari volume rorak dibagi dengan waktu rekaman 5
menit atau 300 detik sehingga diperoleh volume tiap detik di rorak.
Selanjutnya dijumlahkan dengan laju infilrasi yang terjadi di rorak.
h. Analisis koefisien drainase dihasilkan dari pengolahan dari pengukuran debit
di rorak lokasi penelitian mengunakan Automatic Water Level Recorder
(AWLR).
i. Pengamatan sedimen di rorak sesudah terjadi hujan di kebun pala.
Pengamatan sedimen membandingkan tinggi sedimen antara rorak yang
disertai mulsa dengan rorak tanpa disertai mulsa.
j. Pengukuran tinggi muka air tanah diukur pada sumur di bawah lokasi
penelitian dengan menggunakan Automatic Water Level Recorder (AWLR)
yang ditempatkan di sumur. Pengamatan water level dilaksanakan dari tanggal
22 - 28 April 2014.

11
Diagram Alir Rancang Bangun Sistem Pemanenan Hujan

Mulai

Data
lahan
dan tanah

Data
hujan

curah

Data
tanaman

Analisis frekuensi:
Debit hujan rencana

Membuat
kontur lahan
penelitian

Analisis Aliran
Permukaan

Pengamatan
jarak dan akar
tanaman

Analisis koefisien drainase

Desain tata letak rorak dan saluran peresapan

tidak

Zero runoff ?
iya
Dimensi rorak dan saluran peresapan

Selesai
Gambar 4. Diagram alir rancang bangun sistem pemanenan hujan

12
Tahapan dan Metode Penelitian
Penelitian dilaksanakan dalam tahapan sebagai berikut:
Mulai
Studi literatur, pengumpulan data sekunder dan data primer

Data tanaman
(umur, jarak
tanam,
pengamatan
akar, luas
lahan)

Laju
Infiltrasi

Data iklim

Analisis curah hujan, analisis iklim,
analisis aliran permukaan, koefisien
drainase

Sampel
tanah

Analisis tanah di
laboratorium:
(tekstur, kadar air,
berat jenis,
permeabilit as)

Memetakan kontur kebun penelitian dan lokasi sistem pemanenan hujan

Desain teknis sistem pemanenan air hujan

Validasi sistem pemanenan hujan di lahan pala

Tidak

Dihasilkan desain efektif
sistem pemanenan
iya

Desain teknis sistem pemanenan hujan kebun pala

Selesai

Gambar 5. Diagram alir tahapan metode penelitian

13
4

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Kabupaten Aceh Selatan secara geografis berada pada koordinat 2 0 ’-30 6’
Lintang utara dan 9605 ‘-9705 ’ bujur timur Luas daerah Kabupaten Aceh
Selatan 4 005.10 km2. Lokasi penelitian berada di Kecamatan Tapak Tuan dengan
luas area 92.68 km2 ( BPS 2013). Kondisi topografi Kabupaten Aceh Selatan
memiliki tingkat kemiringan sangat curam/terjal mencapai 63.45 %, sedangkan
dataran hanya sekitar 34.66 % dan 1.84 % berupa kondisi lainnya (RPJMK 20132018).
Curah Hujan
Jumlah curah hujan bulanan di Kecamatan Tapak Tuan Kabupaten Aceh
Selatan tahun 2003-2013 termasuk dalam klasifikasi bulan basah menurut
klasifikasi Oldeman. Data curah hujan rerata bulanan Kabupaten Aceh Selatan
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Klasifikasi iklim Curah hujan rerata bulanan tahun 2003-2013
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember

Curah hujan
Klasifikasi Oldeman
(mm)
263.7
Bulan Basah
227.1
Bulan Basah
324.1
Bulan Basah
344.9
Bulan Basah
209.8
Bulan Basah
244.3
Bulan Basah
216.2
Bulan Basah
298.7
Bulan Basah
264.5
Bulan Basah
289.1
Bulan Basah
416.2
Bulan Basah
278.2
Bulan Basah

Perkembangan Kebun Pala
Perkembangan kebun pala Kabupaten Aceh Selatan terus berkembang dari
waktu. Pengamatan selama 10 tahun terakhir menunjukkan perkembangan yang
sangat signifikan. Total lahan terus meningkat dari pertumbuhan tanaman belum
menghasilkan (tbm), tanaman menghasilkan (tm) sehingga total perkembangan
total dan luas lahan pada tahun 2004 dari 8 357 ha menjadi 14 091 ha pada
tahun 2012. Perkembangan tanaman rusak (tr) terus menurun semenjak tahun
2004 sampai tahun 2012 dari 1 684 ha menjadi 1 114 ha. Data perkembangan
pala disajikan pada Tabel 3.

14
Tabel 3. Perkembangan lahan pala Kabupaten Aceh Selatan
Luas lahan pala (ha)
tbm
tm
tr
Total
2012
6459
6518
1114
14091
2011
7044
5597
1182
13823
2010
7310
4997
1209
13516
2009
6351
4651
1159
12161
2008
6357
4759
1284
12400
2007
5909
4747
1231
11887
2006
5004
4380
1486
10870
2005
3807
4086
1591
9484
2004
2687
3986
1684
8357
(sumber : BPS 2005-2013)
Tahun

Produksi
(ton)
5192
4650
4168
3909
3909
4096
3714
3643
3389

Produksi pala Kabupaten Aceh Selatan terus mengalami peningkatan
produktivitas. Data tahun 2003-2012 menunjukkan bahwa produktivitas panen
pala meningkat dari tahun 2003 hanya 3 389 ton mencapai 5 192 ton pada tahun
2012 (Gambar 6).

Produksi (Ton)

6000
5000

4000
3000
2000

Produksi (ton)

1000
0
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Tahun
Gambar 6. Grafik Produksi Pala Kabupaten Aceh Selatan
(sumber : BPS 2005-2013)
Perkembangan Konservasi Tanaman Pala
Perkembangan konservasi tanah dan air begitu penting di kebun pala
mengingat kebanyakan lahan pala di Kabupaten Aceh Selatan berada di lahan
berbukit dan penggunungan serta curah hujan yang tinggi di Kabupaten Aceh
Selatan. Bappeda (2010) menyatakan bahwa sebagian petani pala sudah
menerapkan konservasi secara vegetatif meliputi: sistem tanam acak mencapai
18.33%, sistem tanaman dalam jalur 21.67%, sistem penanaman menurut kontur
untuk tanaman monokultur mencapai 26.67% dan sistem penanaman menurut
kontur untuk tanaman tumpang sari 33.33%. Data konservasi secara vegetatif
disajikan pada Gambar 7.

15

Sistem Tanam Acak

18.33%

33.33%

Sistem Tanam Dalam Jalur

21.67%

Sistem Tanam Menurut
Kontur Monokultur
Sistem Tanam Menurut
kontur Tumpang Sari

26.67%

Gambar 7. Diagram persentase konservasi tanaman pala secara vegetatif
Sumber: Bappeda (2010)
Bappeda (2010) menyatakan sebagian besar petani pala tidak melakukan
tindakan konservasi tanah secara mekanik. Hanya sebagian kecil petani pala yang
membuat teras individu mencapai 1.56% dan teras disertai saluran pembuangan
mencapai 1.56%. Konservasi tanah secara mekanik ini perlu dilakukan sebagai
teknologi untuk mengendalikan aliran permukaan dan memperkecil terjadinya
erosi yang terjadi di lahan berlereng. Data persentase konservasi tanaman pala
secara mekanik disajikan pada Gambar 8.
1.6%

1.6%

Tidak berteras
Teras individu
Teras disertai Saluran
pembuangan dan
trucuk
96.9%

Gambar 8. Diagram persentase konservasi tanaman pala secara mekanik
Sumber: Bappeda (2010)

16

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Sifat Fisik Tanah
Sifak fisik tanah di lahan pala diamati dengan pengambilan sampel tanah
dengan menggunakan ring sample pada kedalaman 0-25 cm, 25-50 cm, 50-75 cm
selanjutnya pengolahan bekerjasama dengan analisis laboratorium fisika tanah
dan lingkungan Universyitas Syiah Kuala (UNSYIAH) .
Bulk Density (BD)
Bulk density merupakan berat suatu massa tanah per satuan volume tertentu.
Volume tanah adalah volume kepadatan tanah termasuk pori-pori tanah. Tanah
yang lebih padat mempunyai bulk density yang lebih besar dari tanah yang sama
tetapi kurang padat. Pada umumnya tanah lapisan atas pada tanah mineral
mempunyai nilai bulk density yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah
dibawahnya.
Tabel 4. Nilai bulk density
kode sampel
A 0-25
B 0-25
C 0-25
A 25-50
B 25-50
C 25-50
A 50-75
B 50-75
C 50-75

kedalaman
(cm)
0-25
0-25
0-25
25-50
25-50
25-50
50-75
50-75
50-75

BD
(g/cm3)
1.27
1.25
1.26
1.24
1.28
1.28
1.32
1.34
1.31

Rerata
(g/cm3)
1.26

1.27

1.32

Hasil analisis laboratorium, menunjukkan bahwa kedalaman 0-25 cm
memiliki tingkat bulk density rerata sebesar 1.26 gr/cm3. Tanah pada kedalaman
25-50 cm memiliki nilai bulk density kedalaman 0-25 cm memiliki nilai rerata
sebesar 1.27 cm. tanah pada kedalaman 50-27 cm memiliki nilai bulk density
paling tinggi dengan nilai rerata sebesar 1.32 cm.
Secara keseluruhan nilai bulk density di lokasi penelitian berada 1.26-1.32
g/cm3. hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Hardjowigeno (2010) Pada
umumnya bulk density berkisar dari 1.1-1.6 g/cm3. Semakin rendah semakin
bagus, semakin dalam semakin padat nilai bulk density.
Porositas
Porositas merupakan persentase volume dari total muatan yang tidak
ditempati oleh benda padat karena pori-pori tanah terisi oleh air dan udara

17
(Wirosoedarmo, 2010). Porositas tanah sangat dipengaruhi oleh kandungan bahan
organik, struktur tanah, dan tekstur tanah. Tanah-tanah dengan struktur granuler
atau remah, mempunyai porositas yang lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan
struktur massive. Tanah dengan tekstur pasir banyak mempunyai pori-pori makro
sehingga sulit menahan air (Hardjowigeno 2010). Nilai rerata porositas di lokasi
penelitian disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Rerata porositas pada tiap kedalaman
kode sampel
A 0-25
B 0-25
C 0-25
A 25-50
B 25-50
C 25-50
A 50-75
B 50-75
C 50-75

kedalaman
(cm)
0-25
0-25
0-25
25-50
25-50
25-50
50-75
50-75
50-75

porositas
(%)
49.71
54.83
45.06
48.94
52.91
49.04
45.14
51.72
48.22

rerata
(%)
49.87

50.30

48.36

Hasil analisis laboratorium nilai porositas di lokasi penelitian pada
kedalaman 0-25 cm nilainya berada 45.06-54.83 % dengan rerata 49.87 % , pada
kedalaman 25-50 cm nilainya berada 48.94-52.91 % dengan rerata 50.30 %, pada
kedalaman 50-75 cm nilainya berada 45.14-51.72 % dengan rerata 48.36 %.
Permeabilitas Tanah
Permeabilitas merupakan kemampuan tanah dalam meloloskan air. Tanah
dengan permeabilitas tinggi dapat meningkatkan laju infiltrasi sehingga
menurunkan laju aliran permukaan. Nilai permeabilitas selengkapnya disajikan
pada Tabel 6.
Tabel 6. Nilai permeabilitas di lokasi penelitian
Permeabilitias
kedalaman
kode sampel
nilai
(cm)
Kriteria
(cm/jam)
A 0-25
1.41
agak lambat
0-25
B 0-25
1.37
agak lambat
0-25
C 0-25
0.91
agak lambat
0-25
A 25-50
1.17
agak lambat
25-50
B 25-50
0.31
lambat
25-50
C 25-50
0.27
lambat
25-50
A 50-75
0.22
lambat
50-75
B 50-75
0.22
lambat
50-75
C 50-75
50-75
0.19
lambat
Berdasarkan analisis laboratorium, nilai permeabilitas di lokasi penelitian
pada kedalaman 0-25 cm nilainya berada 0.91-1.47 cm/jam dengan kriteria lambat,

18
pada kedalaman 25-50 cm nilainya berada 0.22-0.31 cm/jam dengan kriteria
lambat dan agak lambat, pada kedalaman 50-75 cm nilainya berada 0.19-0.22
cm/jam dengan kriteria lambat. Nilai permeabilitas 0.19-1.41 cm/jam di lokasi
penelitian, menurut Donahue (1958) termasuk lambat karena berada diantara 1.275.08 mm/jam.
Kadar Air Tanah
Kadar air tanah merupakan perbandingan