Pertumbuhan Propagul Bakau Putih (Bruguiera cylindrica) Setelah Proses Pemeraman

(1)

PERTUMBUHAN PROPAGUL BAKAU PUTIH

(Bruguiera cylindrica) SETELAH PROSES PEMERAMAN

SKRIPSI

Oleh :

GRIPSI YATI HANDAYANI PASARIBU/ 081202051

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PERTUMBUHAN PROPAGUL BAKAU PUTIH

(Bruguiera cylindrica) SETELAH PROSES PEMERAMAN

SKRIPSI

Oleh :

GRIPSI YATI HANDAYANI PASARIBU/ 081202051

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRACT

GRIPSI YATI HANDAYANI PASARIBU: The growth of propagule Bruguiera cylindrica after repening process, supervision by YUNASFI and BUDI UTOMO.

Bruguiera cylindrica is shaped mangrove forest plants such as evergreen trees, roots and root knee board that extends to the base of the tree next section, the height of the tree sometimes reaching 23 m. However, with the utilization of mangrove forests by communities around the forests into agricultural land, farms, settlements, so the presence of B. cylindrica increasingly depleted. One effort made to rehabilitate degraded mangrove forests is to do the nursery seedlings B. cylindrica

The research was conducted in mangrove nursery sites located in the Village Sicanang, District Medan-Belawan, North Sumatra and in the Laboratory of Soil Biology, Program Study of Agroekoteknologi, Faculty of Agriculture, University of Sumatera Utara. The experiment was conducted from the month of August until December 2011. This research is using

with the provision repening.

B. cylindrica propagule with RAL (complete random design) by treatment 0,2,4,6,8,10,12,14, and 16 repening days. The results showed no significant response B. cylindrica with the provision repening the percentage of survival but significant effect on height, diameter, number of leaves, total leaf area , ratio of the leaf and root, and the ratio of the stem and roots. The 6 days repening giving the real effect to the growth of B. cylindrica seeds with 15,32 cm, diameter 5,17 mm, number of leaves 4 leaf, total leaf area 16,13 cm2, weight dry 3,63 g, and the ratio of the leaf and roots 3,08 g.


(4)

ABSTRAK

GRIPSI YATI HANDAYANI PASARIBU: Pertumbuhan Propagul Bakau Putih

(Bruguiera cylindrica)Setelah Proses Pemeraman dibimbing oleh YUNASFI dan BUDI UTOMO.

Bruguiera cylindrica merupakan tumbuhan hutan mangrove yang bentuknya berupa pohon yang selalu hijau, berakar lutut dan akar papan yang melebar ke samping dibagian pangkal pohon, ketinggian pohon kadang-kadang mencapai 23 m. Akan tetapi pemanfaatan hutan mangrove oleh masyarakat sekitar hutan menjadi lahan pertanian, tambak, pemukiman, sehingga keberadaan B. cylindrica semakin habis. Salah satu usaha yang dilakukan untuk merehabilitasi hutan mangrove yang terdegradasi adalah melakukan persemaian bibit B. cylindrica dengan perlakuan berbagai pemeraman propagul.

Penelitian ini dilakukan di lokasi pembibitan mangrove yang bertempat di Desa Sicanang, Kecamatan Medan-Belawan, Sumatera Utara dan di Laboratorium Biologi Tanah, Program studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus sampai bulan Desember 2011. Penelitian ini menggunakan propagul B. cylindrica dengan (RAL) Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan 0,2,4,6,8,10,12,14, dan 16 hari peram. Hasil penelitian menunjukkan respon B. cylindrica dengan berbagai pemeraman tidak berpengaruh nyata terhadap persentase hidup namun berpengaruh berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi, diameter, jumlah daun, luas daun, rasio daun dan akar dan rasio batang dan akar. Pemeraman 6 hari memberi pengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit B. cylindrica dengan tinggi 15,32 cm, diameter 5,17mm, jumlah daun 4 helai, luas daun 16,13 cm2, bobot kering 3,79 g dan rasio tajuk dan akar 3,08g.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul " Pertumbuhan Propagul Bakau Putih (Bruguiera cylindrica)Setelah Proses Pemeraman".

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan pernyataan terima kasih kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, menjaga dan mendidk penulis selama ini. Penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada Dr. Ir. Yunasfi, M.Si dan Dr. Budi Utomo, SP, MP selaku ketua dan anggota komisi pembimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Budidaya Hutan Departemen Kehutanan, serta rekan-rekan mahasiswa yang tak dapat saya sebutkan satu persatu di sisni yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 18 Juli 1990 dari Ayah Hotman Pasaribu, SH dan Ibu Rosdiana Siahaan. Penulis merupakan anak ke enam dari tujuh bersaudara.

Penulis lulus dari SMA Swasta Khatolik Budi Murni 2 Medan tahun 2008, dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur SNMPTN. Penulis memilih Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Selain mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Silva (HIMAS) di Program Studi Kehutanan Fakutas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Penulis melaksanakan Praktik Pengenalan dan Pengolahan Ekosistem Hutan (PEH) di Lau Kawar, Gunung Sinabung dan Deleng Lancuk pada tanggal 14 Juni – 23 Juni 2010. Pada tanggal 30 Januari – 29 Februari 20012 penulis mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Hutan Tanaman Industri PT. Sumatera Riang Lestari (SRL) Sektor Sei Kebaro Riau.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 5

Hipotesis Penelitian ... 5

Kegunaan Penelitian ... 5

TINJUAN PUSTAKA Kondisi Fisik Hutan Mangrove ... 6

Taksonomi Bakau Putih (Bruguiera cylindrica) ... 7

Pemeraman Propagul Bakau Putih (Bruguiera cylindrica) ... 9

Pembibitan Tanaman Mangrove ... 11

Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi ... 14

BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ... 19

Bahan dan Alat ... 19

Metode Penelitian ... 19

Prosedur Penelitian Pemilihan Lokasi Pembibitan ... 21

Pemilihan Propagul ... 21

Proses Pemeraman ... 21

Penyiapan Media Tanam ... 21

Penanaman Propagul ... 22

Parameter yang Diamati ... 22

Persentase Hidup (%) ... 22

Tinggi Bibit (cm) ... 23

Diameter Bibit (cm) ... 23

Jumlah Daun (helai) ... 23

Luas Permukaan Daun (cm2 Pengukuran Bobot Kering (g) ... 23

) ... 23

Rasio Tajuk dan Akar ... 24


(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil ... 25

Persentase Hidup (%) ... 25

Tinggi Bibit (cm) ... 27

Diameter (cm) ... 28

Jumlah Daun (helai) ... 28

Luas Permukaan Daun (cm2 Pengukuran Bobot Kering (g) ... 29

) ... 28

Rasio Tajuk dan Akar (g) ... 29

Pembahasan ... 30

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 37

Saran ... 37


(9)

DAFTAR GAMBAR

No.

Halaman

1. Propagul B. cylindrica ... 8

2. Kerangka pemikiran pembibitan ... 20

3. Pertumbuhan bibit B. cylindrica pada berbagai pemeraman ... 25


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No.

Halaman

1. Analisis Rancangan Percobaan Tinggi (cm) Bibit B. cylindrica pada

Berbagai Pemeraman ... 38 2. Analisis Rancangan Percobaan Diameter (mm) Bibit B. cylindrica pada

Berbagai Pemeraman ... 38 3. Analisis Rancangan Percobaan Jumlah Daun (helai) Bibit Bruguiera

cylindrica pada Berbagai Pemeraman... 39 4. Analisis Rancangan Percobaan Luas Daun (cm2

cylindrica pada Berbagai Pemeraman... 39 ) Bibit Bruguiera

5. Analisis Rancangan Percobaan Biomasa (g) Bibit Bruguieracylindrica

pada Berbagai Pemeraman ... 40 6. Analisis Rancangan Percobaan Bobot Kering Batang (g) Bibit


(11)

ABSTRACT

GRIPSI YATI HANDAYANI PASARIBU: The growth of propagule Bruguiera cylindrica after repening process, supervision by YUNASFI and BUDI UTOMO.

Bruguiera cylindrica is shaped mangrove forest plants such as evergreen trees, roots and root knee board that extends to the base of the tree next section, the height of the tree sometimes reaching 23 m. However, with the utilization of mangrove forests by communities around the forests into agricultural land, farms, settlements, so the presence of B. cylindrica increasingly depleted. One effort made to rehabilitate degraded mangrove forests is to do the nursery seedlings B. cylindrica

The research was conducted in mangrove nursery sites located in the Village Sicanang, District Medan-Belawan, North Sumatra and in the Laboratory of Soil Biology, Program Study of Agroekoteknologi, Faculty of Agriculture, University of Sumatera Utara. The experiment was conducted from the month of August until December 2011. This research is using

with the provision repening.

B. cylindrica propagule with RAL (complete random design) by treatment 0,2,4,6,8,10,12,14, and 16 repening days. The results showed no significant response B. cylindrica with the provision repening the percentage of survival but significant effect on height, diameter, number of leaves, total leaf area , ratio of the leaf and root, and the ratio of the stem and roots. The 6 days repening giving the real effect to the growth of B. cylindrica seeds with 15,32 cm, diameter 5,17 mm, number of leaves 4 leaf, total leaf area 16,13 cm2, weight dry 3,63 g, and the ratio of the leaf and roots 3,08 g.


(12)

ABSTRAK

GRIPSI YATI HANDAYANI PASARIBU: Pertumbuhan Propagul Bakau Putih

(Bruguiera cylindrica)Setelah Proses Pemeraman dibimbing oleh YUNASFI dan BUDI UTOMO.

Bruguiera cylindrica merupakan tumbuhan hutan mangrove yang bentuknya berupa pohon yang selalu hijau, berakar lutut dan akar papan yang melebar ke samping dibagian pangkal pohon, ketinggian pohon kadang-kadang mencapai 23 m. Akan tetapi pemanfaatan hutan mangrove oleh masyarakat sekitar hutan menjadi lahan pertanian, tambak, pemukiman, sehingga keberadaan B. cylindrica semakin habis. Salah satu usaha yang dilakukan untuk merehabilitasi hutan mangrove yang terdegradasi adalah melakukan persemaian bibit B. cylindrica dengan perlakuan berbagai pemeraman propagul.

Penelitian ini dilakukan di lokasi pembibitan mangrove yang bertempat di Desa Sicanang, Kecamatan Medan-Belawan, Sumatera Utara dan di Laboratorium Biologi Tanah, Program studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus sampai bulan Desember 2011. Penelitian ini menggunakan propagul B. cylindrica dengan (RAL) Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan 0,2,4,6,8,10,12,14, dan 16 hari peram. Hasil penelitian menunjukkan respon B. cylindrica dengan berbagai pemeraman tidak berpengaruh nyata terhadap persentase hidup namun berpengaruh berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi, diameter, jumlah daun, luas daun, rasio daun dan akar dan rasio batang dan akar. Pemeraman 6 hari memberi pengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit B. cylindrica dengan tinggi 15,32 cm, diameter 5,17mm, jumlah daun 4 helai, luas daun 16,13 cm2, bobot kering 3,79 g dan rasio tajuk dan akar 3,08g.


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan mangrove merupakan sumberdaya alam yang penting di lingkungan pesisir, dan memiliki tiga fungsi utama yaitu fungsi fisik, biologis, dan ekonomis. Fungsi fisik adalah sebagai penahan angin, penyaring bahan pencemar, penahan ombak, pengendali banjir, dan pencegah intruisi air laut ke daratan. Fungsi biologis adalah sebagai daerah pemijahan (spawning ground), daerah asuhan, (nursery ground), dan sebagai daerah mencari makan (feeding ground) bagi ikan dan biota laut lainnya. Fungsi ekonimis adalah sebagai penghasil kayu untuk bahan baku dan bahan bangunan, bahan makanan dan obat-obatan. Selain itu, fungsi tersebut adalah strategis sebagai produsen primer yang mampu mendukung dan menstabilkan ekosistem laut maupun daratan (Hiariey, 2009).

Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang berinteraksi antara ekosistem daratan dengan ekosistem lautan. Oleh karena itu, ekosistem ini mempunyai fungsi spesifik yang keberkelangsungannya bergantung pada dinamika yang terjadi di ekosistem daratan dan lautan. Dalam hal ini, mangrove sendiri merupakan sumberdaya yang dapat dipulihkan (renewable resources) yang menyediakan berbagai jenis produk (produk langsung dan produk tidak langsung) dan pelayanan lindungan lingkungan seperti proteksi terhadap abrasi, proteksi lahan daratan pesisir dari tiupan angin kencang dan arus gelombang laut, menstabilisasi substrat/sedimen, proteksi terumbu karang dari suspensi koloid tanah dalam air, pengendali intrusi air laut, mengurangi tinggi dan kecepatan arus gelombang tsunami, pembersih air dari pencemaran polutan, dan


(14)

tempat rekreasi. Kesemua sumberdaya dan jasa lingkungan tersebut disediakan secara gratis oleh ekosistem mangrove. Dengan perkataan lain, mangrove menyediakan berbagai jenis produk dan jasa yang berguna untuk menunjang keperluan hidup penduduk pesisir dan berbagai kegiatan ekonomi, baik skala lokal, regional, maupun nasional serta sebagai penyangga sistem kehidupan masyarakat sekitar hutan. Dari semua fungsi mangrove tersebut akan tetap berlanjut kalau keberadaan ekosistem mangrove dapat dipertahankan dan pemanfaatan sumberdayanya berdasarkan pada prinsip- prinsip kelestarian. Hal ini berarti mangrove berperan sebagai sumberdaya renewable dan penyangga sistem kehidupan jika semua proses ekologi yang terjadi di dalam ekosistem mangrove dapat berlangsung tanpa gangguan (Pakpahan, 1993).

Perubahan fungsi hutan mangrove menjadi fungsi lain secara tidak wajar akan mengakibatkan timbulnya keadaan yang tidak sesuai dengan kaidah pembangunan yang berkelanjutan. Alih fungsi hutan mangrove saat ini banyak digunakan untuk pembukaan areal tambak, bar, tempat rekreasi, pelabuhan, dan lain lain ternyata menurut para ahli dan peneliti lingkungan hidup berpendapat bahwa dari segi ekonomi makro, alih fungsi hutan mangrove menjadi areal tambak tidak akan memberikan hasil yang lebih besar jika dibandingkan dengan membiarkan ekosistem mangrove sebagai habitat biota secara alamiah (Djamali, 2004).

Dampak yang timbul akibat terganggunya aliran keluar masuknya pasang surut tersebut adalah (a) terganggunya pasokan hara bagi vegetasi mangrove, karena hara di hutan mangrove sebagian masuk melalui pasang surut, dan (b) terganggunya keseimbangn kadar salinitas substrat, karena aliran pasang surut


(15)

antara lain berfungsi dalam menjaga keseimbangan kadar salinitas substrat. Pada saat setelah pasang besar, sebagian air pasang terjebak di lantai hutan, tidak bisa keluar, karena terhalang tumpukan sampah. Air yang terus menggenangi lantai hutan tersebut akan mengganggu pasokan oksigen ke akar, sehingga proses respirasi terganggu karena kondisinya terus menerus anaerob. Suhu air yang tergenang tersebut juga akan meningkat seiring dengan meningkatnya panas matahari yang diterimanya (Fakultas Kehutanan IPB ,2002).

Dalam hal rehabilitasi mangrove, ketentuan yang baik zona mangrove saat ini perlu dipenuhi agar ekosistem mangrove yang terbangun dapat memberikan fungsinya secara optimal (mengantisipasi bencana tsunami, peningkatan produktivitas tangkapan ikan serta penyerapan polutan perairan). Sejauh ini, kegiatan rehabilitasi pantai masih sering berakhir dengan kegagalan. Beberapa faktor penyebab yang umum dijumpain antara lain : rendahnya kualitas bibit, tidak sesuainya lokasi penanaman,kesalahan memilih jenis tanaman, serta pelaksanaan yang kurang berpengalaman. Hal-hal tersebut terjadi karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman mengenai rehabilitasi pantai. Disamping itu, minimnya pengalaman,terutama bagi para perencana dan pelaksana kegiatan dilapangan, juga diyakini berdampak terhadap rendahnya keberhasilan rehabilitasi pantai (Anwar dan Gunawan, 2007).

Ekosistem wilayah pantai berkarakter unik dan khas karena ekosistem tersebut perpaduan antara kehidupan darat dan air. Ekosistem wilayah memiliki arti strategis karena memiliki potensi kekayaan hayati baik dari segi biologi, ekonomi, bahkan pariwisata. Hal itu mengakibatkan berbagai pihak ingin memanfaatkan secara maksimal potensi itu. Habitat mangrove merupakan sumber


(16)

produktivitas yang bisa dimanfaatkan baik dalam hal produktivitas perikanan dan kehutanan ataupun secara umum merupakan sumber alam yang kaya sebagai ekosistem tempat bermukimnya berbagai flora dan fauna. Mulai dari perkembangan mikroorganisme seperti bakteri dan jamur yang memproduksi detritus yang dapat dimakan larva ikan dan hewan-hewan laut kecil lainnya. Pada gilirannya akan menjadi makanan hewan yang lebih besar dan akhirnya menjadi mangsa predator besar termasuk pemanfaatan oleh manusia. Misalnya kepiting, ikan blodok, larva udang dan lobster memakan plankton dan detritus di habitat ini. Kepiting diambil dan dimanfaatkan manusia sebagai makanan (Adiwijaya,2008).

Satu diantara beberapa manfaat keberadaan hutan mangrove adalah menyediakan sejumlah makanan dan unsur hara bagi beberapa spesies hewan laut termasuk yang memiliki arti ekosistem penting. Di Indonesia hutan mangrove tersebar di sepanjang pantai Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya. Spesies yang sering ditemukan di Indonesia dan merupakan ciri-ciri utama dari hutan mangrove adalah genus Avicennia, Ceriops, Bruguiera dan beberapa spesies dari genus

Rhizophora. Vegetasi mangrove merupakan salah satu komunitas tumbuhan lahan basah yang khas dan unik, terdapat di daerah pasang surut di wilayah pesisir, pantai, dan atau pulau-pulau kecil. Selain memiliki spesifik tipe habitat (lumpur berpasir), juga membentuk zona-zona habitat yang dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. ITTO (2007) menyatakan bahwa secara ekologis mangrove merupakan daerah peralihan antara perairan laut dan perairan air tawar, sehingga terdapat flora dan fauna yang memiliki kemampuan adaptasi khusus yang dapat hidup disana.


(17)

Tujuan Peneliti

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan waktu pemeraman bibit B. cylindrical yang paling tepat.

Hipotesis Penelitian

Adanya pengaruh perlakuan pemeraman terhadap pertumbuhan bibit

B. cylindrica. Pemeraman > 10 hari dapat menyebabkan kemunduran benih untuk tumbuh dan berkembang.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk memberikan informasi tentang waktu pemeraman yang baik pada bibit B.cylindrica sebelum pembibitan kepada dunia pendidikan, masyarakat dan lembaga yang membutuhkan.


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi Fisik Hutan Manggrove

Hutan mangrove merupakan tipe hutan tropika dan subtropika yang khas, tumbuh di pesisir atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah pesisir yang terlindung dari gempuran ombak dan daerah yang landai. Mangrove tumbuh optimal di wilayah pesisir yang memiliki muara sungai besar dan delta yang aliran airnya banyak mengandung lumpur. Sedangkan diwilayah pesisisr yang tidak bermuara sungai, pertumbuhan vegetasi mangrove tidak optimal. Mangrove sulit tumbuh di wilayah pesisir yang terjal dan berombak besar dengan arus pasang surut kuat, karena kondisi ini tidak memungkinkan terjadinya pengendapan lumpur yang diperlukan sebagai substrat bagi pertumbuhannya (Dahuri, 2003).

Kondisi fisiografi pantai Indonesia sangat beranekaragam hingga hutan mangrovenya berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya. Mangorove tumbuh pada pantai-pantai yang terlindung atau pantai-pantai yang datar dan sejajar' dengan arah angin. Mangrove tidak tumbuh di pantai yang terjal dan berombak kuat dengan arus pasangsurut kuat, karena hal ini tidak memungkinkan terjadinya pengendapan lumpur dan pasir. Mangrove tumbuh lebat di sepanjang pantai berlumpur yang berombak lemah. Biasanya di tempat yang tidak ada muara sungai, mangrove ter-dapat agak tipis, namun pada tempat yang mempunyai muara sungai besar dan delta yang aliran airnya banyak mengandung sedimen lumpur dan pasir, mangrove tum-buh dan luas (Sukardjo,1984).

Tumbuhan mangrove memiliki kemampuan khusus untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang ekstrim, seperti kondisi tanah yang tergenang,


(19)

kadar garam yang tinggi dan kondisi tanah yang kurang stabil. Karena kondisi lingkungan tersebut, beberapa jenis mangrove mengembangkan mekanisme yang memungkinkan secara aktif mengeluarkan garam dari jaringan, dan yang lainnya mengembangkan sistem akar napas untuk membantu penyerapan oksigen bagi sistem perakarannya. Bentuk-bentuk perakaran yang khas ini seringkali juga dapat membedakan jenis-jenis vegetasi mangrove. Bentuk perakarannya dapat dibedakan menjadi akar udara, akar banir/papan, akar lutut, akar napas, dan akar tunjang. Bentuk perakaran ini selain sangat efektif dalam mempertahankan stabilitas lumpur dan pantai, juga mampu menahan penyusupan air laut ke daratan. (Karminarsih, 2007).

Taksonomi B. cylindrica

B.cylindrica sering disebut dengan nama lokal: burus, lindur, tanjung sukim, tanjang. Adapun taksonomi dari Bruguiera cylindrical adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Myrtales

Family : Rhizophoraceae

Genus : Bruguiera

Spesies : Bruguiera cylindrica

Nama Lokal : Burus tanjang, tanjang putih, tanjang sukim, tanjang sukun, lengadai, bius, lindur, bakau putih.


(20)

Bakau putih merupakan pohon bakau, berakar lutut dan akar papan yang melebar kesamping dibagian pangkal pohon, ketinggian pohon kadang-kadang mencapai 23 m. Kulit kayu abu-abu, relatif halus dan memiliki sejumlah lentisel kecil. Permukaan atas daun hijau cerah bagian bawah nya hijau agak kekuningan. Unit dan letak sederhana dan berlawanan serta ujung nya agak meruncing dengan ukuran 7-17 x 2-8 cm. Bakau putih ini memiliki hipokotil dengan panjang 8-15 cm dan diameter 5-10 mm dan tumbuh mengelompok dalam jumlah besar, biasanya pada tanah liat dibelakang zona Avicennia, atau di bagian tengah vegetasi mangrove ke arah laut. Jenis ini juga memiliki kemampuan untuk tumbuh pada tanah / substrat yang baru terbentuk dan tidak cocok untuk jenis lainnya. Kemampuan tumbuh nya pada tanah liat membuat pohon jenis ini sangat bergantung kepada akar nafas untuk memperoleh pasokan oksigen yang cukup, dan oleh karena itu sangat responsif terhadap penggenangan yang berkepanjangan. Memiliki buah yang ringan dan mengapung sehingga penyebaran nya dapat dibantu oleh arus air, tapi pertumbuhannya lambat. Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Manfaat dari tumbuhan mangrove ini adalah untuk kayu bakar. Di beberapa daerah, akar muda dari embrionya dimakan dengan gula dan kelapa.


(21)

Pemeraman Propagul B. cylindrica

Pertumbuhan bibit dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor genetik. Setiap propagul memiliki genetik yang berbeda walaupun berasal dari satu pohon induk yang sama. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mangrove adalah gerakan gelombang yang minimal, salinitas payau, endapan lumpur (tanah), zona intertidal (pasang surut) yang lebar (Irwanto,2008).

Salah satu cara untuk mendapatkan bibit yang berkualitas adalah dengan Pemeraman (ripening). Pemeraman adalah proses untuk merangsang pematangan buah agar matang merata dengan menggunakan bantuan gas karbit atau etilen dan harus diperhatikan karateristik biologis dan fisiologis dari komoditas tersebut dengan tidak mencampurkan komoditas yang mempunyai sifat/karateristik fisiologis yang berbeda dalam satu tempat atau satu proses (Dirjen PPHP Deptan, 2007).

Pemeraman benih merupakan salah satu cara yang dapat menunjang keberhasilan penyediaan benih, mengingat bahwa kebanyakan jenis pohon hutan tidak berbuah sepanjang tahun sehingga perlu dilakukan penyimpanan yang baik agar dapat menjaga kestabilan benih dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Pemeraman dalam mempercepat proses dipetik pada massa curah tertentu dalam tempat relatif tertutup. Pemeraman hanya berhasil mempercepat pematangan bagi kelompok buah yang mengalami pemercepat kadar mempercepat proses pematangan (Widodo, 1991).


(22)

Keberhasilan kegiatan pemeraman sangat bergantung dari keberhasilan pengelolaan komponen utama pemeraman yaitu ruang pemeraman,bahan pemacu pematanga dan buah yang diperam. Untuk mendapatkan hasil pemeraman bermutu baik, maka buah yang diperam harus sudah tua dan sehat (Sinar Tani, 2010).

Kegiatan pemeraman tidak terlepas dari penggunaan wadah simpan. Beberapa sifat khusus yang harus diperhatikan dari wadah simpan adalah permeabilitas yaitu kemampuan wadah untuk dapat menahan kelembapan dan gas pada level tertentu, insulasi yaitu kemampuan wadah untuk mempertahankan suhu, ukuran lubang yaitu kemampuan wadah untuk bertahan dari serangan serangga danmikroorganisme yang dapat masuk melalui celah-celah kemasan, kemudahan dalam hal penanganan seperti tidak licin, mudah ditumpuk, mudah dibuka, ditutup, disegel dan mudah dibersihkan. Contoh dari wadah yang permeabel adalah karung goni, kantong kain, karung nilon, keranjang, kayu kotak, kertas, karton dan papan serat yang tidak dilapisi liln. Sedangkan wadah yang tidak permeabel adalah kaleng logam, botol dan gelas (Siregar, 2000).

Terjadinya kemunduran benih merupakan salah satu faktor penyebab menurunnya produktivitas tanaman sehingga hal ini harus dihindari. Hasil-hasil penelitian menunjukkan dengan memberikan perlakuan pada benih yang memperlihatkan gejala kemunduran, dapat memperbaiki kondisi benih (Panjaitan, 2010).

Permasalahan terjadinya kemunduran mutu benih salah satunya dapat diakibatkan oleh faktor lama penyimpanan, untuk mengatasi permasalahan kemunduran mutu benih ini dapat dilakukan dengan melakukan teknik


(23)

“invigorasi”. Invigorasi adalah suatu perlakuan fisik atau kimia untuk meningkatkan atau memperbaiki vigor benih yang telah mengalami kemunduran mutu (Basu dan Rudrapal, 1982 dalam Rusmin 2001).

Salah satu faktor yang menentukan mutu benih adalah tingkat kemasakan. Benih mencapai vigor maksimum pada saat masak fisiologis. Benih yang dipanen setelah tercapainya masak fisiologis memiliki vigor yang relatif lebih tinggi sehingga akan menghasilkan tanaman yang lebih vigor dan memiliki daya simpan lebih lama. Vigor benih maksimum dan berat kering benih maksimum merupakan sebagian dari ciri-ciri tercapainya masak fisiologis. Benih yang telah masak fisiologis telah mempunyai cadangan makanan sempurna sehingga dapat menunjang pertumbuhan kecambah. Tingkat kemasakan benih dapat dicirikan dari tingkat kemasakan buahnya. Pemeraman sering digunakan untuk meningkatkan laju pematangan buah tertentu, Pemanenan sebelum masak fisiologis diikuti dengan pemeraman diharapkan dapat menghasilkan benih dengan viabilitas dan vigor yang tinggi seperti benih yang diperoleh dari buah yang dipanen saat masak fisiologis di pohon (Kartasapoetra, 1994).

Pembibitan Tanaman Mangrove

Formasi hutan mangrove terdiri atas empat gugus utama, yaitu Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, dan Bruguiera. Hutan mangrove alami membentuk zonasi tertentu. Bagian luar didominasi Avicennia, Sonneratia, dan Rhizophora,

bagian tengah Bruguiera gymnorhiza, bagian ketiga Xylocarpus, dan Heritiera, bagian dalam Bruguiera cylindrica, Scyphiphora hydrophyllacea, dan Lumnitzera, sedangkan bagian transisi didominasi Cerbera manghas. Pada perbatasan hutan mangrove dengan rawa air tawar tumbuh Nypa fruticans. Pada masa kini pola


(24)

zonasi tersebut jarang ditemukan karena tingginya laju konversi habitat mangrove menjadi tambak, penebangan hutan, sedimentasi/reklamasi, dan pencemaran lingkungan.

Dalam penanaman mangrove, kegiatan pembibitan tidak mudah dilakukan. Apabila keberadaan pohon mangrove di sekitar lokasi penanaman sedikit atau tidak ada, kegiatan pembibitan akan mengalami kendala dalam melakukan pembibitan. Adanya kebun pembibitan akan menguntungkan terutama bila penanaman dilaksanakan pada saat tidak musim puncak berbuah atau pada saat dilakukan penyulaman tanaman. Selain itu, penanaman melalui buah yang dibibitkan akan menghasilkan persentase tumbuh yang tinggi. Propagul /benih yang akan ditanam harus sudah tersedia satu hari sebelum penanaman (Khazali, 2000).

Hutan bakau merupakan suatu ekosistem hutan yang tahan terhadap kadar garam di daerah pasang surut di sepanjang garis pantai. Bakau merupakan vegetasi pantai yang mempunyai karakteristik khusus sedemikian rupa sehingga mampu bertahan hidup di lingkungan bergaram. Vegetasi bakau memiliki mekanisme biologi untuk menyesuaikan diri dengan fluktuasi lingkungan harian seperti temperatur, kadar garam dan periode genangan.

Berdasarkan pengalaman di lapangan, penyiapan bibit bakau sebaiknya menggunakan benih yang bersal dari buah yang telah masak. Secara umum, teknik pembibitan semua jenis bakau (Rhizophora sp) relatif sama. Sebelum melakukan kegiatan pembibitan, pengenalan bagian-bagian buah bakau harus dilakukan terlebih dahulu. Benih sebaiknya dipilih yang sudah matang, pemanenan buah dapat dilakukan dengan cara memanjat atau menggunakan


(25)

tongkat galah berpengait. Selain itu, buah juga bisa diperoleh dengan mengambil buah yang telah jatuh dengan sendirinya di bawah pohon induk. Buah yang dipilih sebaiknya sehat, tidak terserang oleh hama dan penyakit, serta belum berdaun. Ciri-ciri buah bakau yang telah matang leher kotiledon berwarna kekuningan. Untuk mendapatkan benih yang bersih maka sebaiknya dilakukan pencucian (Wibisono dkk, 2006).

Media tanam merupakan komponen utama ketika akan bercocok tanam. Media tanam yang akan digunakan harus disesuaikan dengan jenis ingin ditanam. Menentukan media tanam yang tepat dan standar untuk jenis dikarenakan setiap daerah memiliki kelembapan dan kecepatan angin yang berbeda. Secara umum, media tanam harus dapat menjaga kelembapan daerah sekitar akar, menyediakan cukup udara, dan dapat menahan ketersediaan unsur hara (Mukhlis, 2007).

Bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah ada tiga sumber, yaitu pupuk kandang, pupuk hijau dan sisa tanaman hijau yang ditanam. Pupuk kandang merupakan bahan organik yang baik dan pemupukan pupuk kandang di daerah tropik adalah efektif. Pupuk kandang dapat dibedakan menjadi dua yaitu: 1) pupuk kandang segar berupa kotoran hewan yang baru dikeluarkan oleh hewan sehingga belum mengalami pembusukan; dan 2) pupuk kandang busuk, merupakan pupuk kandang yang telah disimpan atau digundukkan sehingga mengalami pembusukan. Dalam penelitian ini, pupuk kandang yang digunakan adalah pupuk kandang yang telah mengalami pembusukan (Rosmarkam, 2001).


(26)

Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pembibitan Bruguiera cylindrica

Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mangrove di suatu lokasi adalah :

1 . Fisiografi pantai

Fisiografi pantai dapat mempengaruhi komposisi, distribusi spesies dan lebar hutan mangrove. Pada pantai yang landai, komposisi ekosistem mangrove lebih beragam jika dibandingkan dengan pantai yang terjal. Hal ini disebabkan karena pantai landai menyediakan ruang yang lebih luas untuk tumbuhnya mangrove sehingga distribusi spesies menjadi semakin luas dan lebar. Pada pantai yang terjal komposisi, distribusi dan lebar hutan mangrove lebih kecil karena kontur yang terjal menyulitkan pohon mangrove untuk tumbuh.

2. Pasang

Pasang yang terjadi di kawasan mangrove sangat menentukan zonasi tumbuhan dan komunitas hewan yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove. Secara rinci pengaruh pasang terhadap pertumbuhan mangrove dijelaskan sebagai berikut:

Lama pasang :

1. Lama terjadinya pasang di kawasan mangrove dapat mempengaruhi perubahan salinitas air dimana salinitas akan meningkat pada saat pasang dan sebaliknya akan menurun pada saat air laut surut

2. Perubahan salinitas yang terjadi sebagai akibat lama terjadinya pasang merupakan faktor pembatas yang mempengaruhi distribusi spesies secara horizontal.


(27)

3. Perpindahan massa air antara air tawar dengan air laut mempengaruhi distribusi vertikal organisme.

3. Gelombang dan Arus

1. Gelombang dan arus dapat merubah struktur dan fungsi ekosistem mangrove. Pada lokasi-lokasi yang memiliki gelombang dan arus yang cukup besar biasanya hutan mangrove mengalami abrasi sehingga terjadi pengurangan luasan hutan.

2. Gelombang dan arus juga berpengaruh langsung terhadap distribusi spesies misalnya buah atau semai Rhizophora terbawa gelombang dan arus sampai menemukan substrat yang sesuai untuk menancap dan akhirnya tumbuh.

3. Gelombang dan arus berpengaruh tidak langsung terhadap sedimentasi pantai dan pembentukan padatan-padatan pasir di muara sungai. Terjadinya sedimentasi dan padatan-padatan pasir ini merupakan substrat yang baik untuk menunjang pertumbuhan mangrove

4. Gelombang dan arus mempengaruhi daya tahan organisme akuatik melalui transportasi nutrien-nutrien penting dari mangrove ke laut. Nutrien-nutrien yang berasal dari hasil dekomposisi serasah maupun yang berasal dari runoff daratan dan terjebak di hutan mangrove akan terbawa oleh arus dan gelombang ke laut pada saat surut.

4. Iklim

Mempengaruhi perkembangan tumbuhan dan perubahan faktor fisik (substrat dan air). Pengaruh iklim terhadap pertimbuhan mangrove melalui


(28)

cahaya, curah hujan, suhu, dan angin. Penjelasan mengenai faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

• Cahaya

Cahaya berpengaruh terhadap proses fotosintesis, respirasi, fisiologi, dan struktur fisik mangrove. Intensitas, kualitas, lama (mangrove adalah tumbuhan long day plants yang membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi sehingga sesuai untuk hidup di daerah tropis) pencahayaan mempengaruhi pertumbuhan mangrove. Laju pertumbuhan tahunan mangrove yang berada di bawah naungan sinar matahari lebih kecil dan sedangkan laju kematian adalah sebaliknya . Cahaya berpengaruh terhadap perbungaan dan germinasi dimana tumbuhan yang berada di luar kelompok (gerombol) akan menghasilkan lebih banyak bunga karena mendapat sinar matahari lebih banyak daripada tumbuhan yang berada di dalam gerombol.

• Curah hujan

Jumlah, lama, dan distribusi hujan mempengaruhi perkembangan tumbuhan mangrove. Curah hujan yang terjadi mempengaruhi kondisi udara, suhu air, salinitas air dan tanah . Curah hujan optimum pada suatu lokasi yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mangrove adalah yang berada pada kisaran 1500-3000 mm/tahun

• Suhu

Suhu berperan penting dalam proses fisiologis (fotosintesis dan respirasi) Produksi daun baru Avicennia marina terjadi pada suhu 18-20C dan jika suhu lebih tinggi maka produksi menjadi berkurang.


(29)

• Angin

Angin mempengaruhi terjadinya gelombang dan arus

Angin merupakan agen polinasi dan diseminasi biji sehingga membantu terjadinya proses reproduksi tumbuhan mangrove

5. Salinitas

• Salinitas optimum yang dibutuhkan mangrove untuk tumbuh berkisar antara 10-30 ppt

• Salinitas secara langsung dapat mempengaruhi laju pertumbuhan dan zonasi mangrove, hal ini terkait dengan frekuensi penggenangan

• Salinitas air akan meningkat jika pada siang hari cuaca panas dan dalam keadaan pasang

• Salinitas air tanah lebih rendah dari salinitas air 6. Oksigen Terlarut

• Oksigen terlarut berperan penting dalam dekomposisi serasah karena bakteri dan fungsi yang bertindak sebagai dekomposer membutuhkan oksigen untuk kehidupannya.

• Oksigen terlarut juga penting dalam proses respirasi dan fotosintesis 3. Oksigen terlarut berada dalam kondisi tertinggi pada siang hari dan kondisi terendah pada malam hari

7. Substrat

• Karakteristik substrat merupakan faktor pembatas terhadap pertumbuhan mangrove

• Rhizophora mucronata dapat tumbuh baik pada substrat yang dalam/tebal dan berlumpur


(30)

• Avicennia marina dan Bruguiera hidup pada tanah lumpur berpasir

• Tekstur dan konsentrasi ion mempunyai susunan jenis dan kerapatan tegakan Misalnya jika komposisi substrat lebih banyak liat (clay) dan debu (silt) maka tegakan menjadi lebih rapat

• Konsentrasi kation Na>Mg>Ca atau K akan membentuk konfigurasi hutan Avicennia/Sonneratia/Rhizophora/Bruguiera

8. Hara

Unsur hara yang terdapat di ekosistem mangrove terdiri dari hara inorganik dan organik. Unsur hara Inorganik terdiri dari : P,K,Ca,Mg,Na sedangkan unsur hara Organik : Allochtonous dan Autochtonous (fitoplankton, bakteri, alga)


(31)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2011 sampai bulan Desember 2011, bertempat di Pembibitan Desa Sicanang, Kecamatan Medan Belawan dan Laboratorium Biologi Tanah Hutan, Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah propagul Bakau Putih (B.cylindrica) ukuran + 10 cm, tanah aluvial, polibag, kotak plastik, kain basah, kantung sample, label nama, plastik kaca. Alat yang digunakan adalah oven, timbangan, cangkul, parang, penggaris, jangka sorong, kamera digital, alat tulis serta alat-alat lain yang mendukung penelitian ini.

Metode Penelitian

Penelitian ini mengunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan dan 6 ulangan. Adapun perlakuan pemeraman yang diberikan sebagai berikut :

a. Tidak diperam (P0

b. Propagul diperam 2 hari (P )

1

c. Propagul diperam 4 hari (P )

2

d. Propagul diperam 6 hari (P )

3

e. Propagul diperam 8 hari (P )

4

f. Propagul diperam 10 hari (P )


(32)

g. Propagul diperam 12 hari (P6

h. Propagul diperam 14 hari (P )

7

i. Propagul diperam 16 hari (P )

8)

Bentuk kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1.

Gambar 2. Kerangka pemikiran penelitian. Hutan mangrove

Degradasi

Jalan Tambak

Pemukiman Pertanian

Rehabilitasi

Pemeraman propagul

Pembibitan

Media tanam


(33)

Prosedur Penelitan

Pelaksanaan penelitian terdiri atas beberapa tahap yaitu : 1. Pemilihan Lokasi Pembibitan

Lokasi pembibitan adalah tanah lapang dan datar, serta terhindar dari serangan-serangan dari luar dan tidak mudah terjangkau. Lokasi pembibitan diusahakan tergenang air pasang. Areal dibersihkan dari gulma dan bahan pengganggu lainnya.

2. Pemilihan Propagul B. cylindrica

Penyediaan propagul dilakukan dengan cara memetik langsung. Kegiatan ini dilakukan dengan cara memanjat atau menggunakan galah. Propagul yang diambil adalah yang matang dengan ciri-ciri, warna leher kotiledonnya merah kecoklatan yang mudah dipetik dan yang bebas dari penyakit.

3. Proses Pemeraman Propagul B.cylindrica

Setelah propagul tersedia, selanjutnya disiapkan bahan untuk pemeraman berupa kotak plastik berukuran 60 x 30 cm dan kain handuk yang terbuat dari benang wool. Kemudian kain tersebut dibasahi dengan air laut yang terdapat dilokasi pembibitan, selanjutnya bagian bawah kain diletakkan pada wadah dengan membuka bagian atas kain. Setelah itu, masukkan propagul ditengah atau diantara bagian bawah kain dan bagian atasnya dengan posisi ditumpuk sejajar dan tertidur lalu propagul ditutup dengan bagian atas media kain dan disimpan pada tempat yang teduh.

4. Penyiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan adalah tanah lumpur (alluvial) yang terdapat disekitar pembibitan. Tanah diambil sesuai kebutuhan dengan menggunakan


(34)

cangkul, kemudian diletakkan pada tanah kering tidak jauh dari lokasi. Dibersihkan tanah dari rerumputan atau sampah lainnya. Selanjutnya, dimasukkan kedalam masing-masing polibag yang berukuran 15 x 20 cm hingga penuh. 5. Penanaman Propagul B.cylindrica

Penanaman propagul dilakukan setelah pemeraman telah memasuki hari yang sesuai dengan perlakuan yang ditetapkan (kecuali kontrol yang langsung ditanam pada media). Baik itu propagul tanpa pemeraman dan propagul yang diperam sesuai perlakuan yang diambil dari kotak plastik pemeraman, selanjutnya ditancapkan satu persatu kedalam masing-masing polibag sesuai dengan media tanam yang telah disediakan terlebih dahulu, lalu diberi label nama sesuai perlakuan dan ulangan, diberi tanda pada bagian titik tumbuh dari propagul untuk menjadi batas pengukuran dari propagul. Selama proses pembibitan, penyiraman dilakukan bila perlu serta pemeliharaan tanaman dilakukan setiap minggunya seperti pencabutan rumput dan menyingkirkan hama dan gulma serta yang mengganggu dilokasi pembibitan tersebut.

Parameter yang Diamati

Pengamatan dilakukan 3 minggu setelah penanaman propagul. Adapun parameter yang diamati adalah :

1. Persentase Hidup (%)

Persentase hidup dihitung dengan membandingkan antar jumlah bibit yang hidup dan jumlah bibit yang ditanam pada awal penelitian. Pengambilan data dilakukan pada akhir penelitian.

Persentase Hidup = Jumlah Bibit yang Hidup


(35)

2. Tinggi Bibit (cm)

Pengukuran tinggi bibit diukur dengan menggunakan penggaris. Pengukuran tinggi diukur mulai dari pangkal tunas yang telah diberi tanda sampai titik tumbuh. Pengambilan data tiap seminggu sekali sampai tiga bulan pengamatan.

3. Diameter Bibit (mm)

Pengukuran diameter batang yang dilakukan dengan menggunakan jangka sorong dengan dua arah yang berlawanan dan saling tegak lurus terhadap batang dimana pada bagian batang propagul telah diberi tanda pengukuran kemudian diambil rata-ratanya. Data diambil setiap minggunya sampai tiga bulan pengamatan.

4. Jumlah Daun (helai)

Perhitungan jumlah daun dilaksanakan seminggu sekali besamaan dengan pengukuran diameter dan tinggi bibit.

5. Luas Permukaan Daun (cm2

Pengukuran luas daun dilakukan pada akhir pengamatan data. Daun yang diambil adalah daun yang telah berkembang dengan sempurna. Perhitungan daun dengan menggunakan program Image J.

)

6. Pengukuran Bobot Kering (g)

Pengukuran bobot kering bibit dilakukan setelah kegiatan pengamatan parameter lain berakhir. Terlebih dahulu menimbang bobot basah bibit dengan cara memisahkan bagian tanaman, daun dan batang serta akar dimana daun, batang disatukan dan akar dimasukkan kedalam masing-masing kantung sampel yang lalu ditimbang, selanjutnya setelah ditimbang bobot basahnya, bibit


(36)

dimasukkan kedalam oven selama + 48 jam dengan suhu 70℃, lalu ditimbang bobot keringnya, kemudian diovenkan lagi sampai mendapat bobot yang konstan. 7. Rasio tajuk dan Akar (g)

Perhitungan rasio tajuk dan akar dilakukan setelah kegiatan pengamatan parameter lain berakhir dengan rumus:

Rasio tajuk dan akar =berat kering tajuk berat kering akar


(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Persentase Hidup (%)

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa persentase hidup bibit

B. cylindrica dari propagul yang diperam dengan perlakuan P0, P1, P2, P3, P4, P5,

P6, P7, dan P8 adalah 100%. Pertumbuhan bibit B. cylindrica dapat dilihat pada

Gambar 3.

P0 P1 P2

P3 P4 P5

P6 P7 P8

Gambar 3. Pertumbuhan bibit B. cylindrica pada berbagai pemeraman pada 12 MST


(38)

Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa perlakuan pemeraman yang terbaik pada pertumbuhan bibit B. cylindrica adalah pemeraman 6 hari. Hal ini dapat dilihat dari parameter yang telah diamati yaitu tinggi, diameter, jumlah daun, luas daun, berat kering dan rasio tajuk dan akar.

Setiap parameter pengamatan baik tinggi, diameter, jumlah daun, luas daun, biomassa dan rasio tajuk dan akar bibit B. cylindrica mengalami perbedaan pada setiap perlakuan pemeraman yang berbeda. Hasil uji DMRT pada taraf 5% menunjukkan bahwa perlakuan pemeraman memberikan pengaruh nyata pada setiap parameter pengamatan. Pertumbuhan bibit B. cylindrica dari setiap parameter dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pertumbuhan bibit B. cylindrica dari setiap parameter

Parameter pengamatan

Perlakuan pemeraman

P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8

Tinggi rata-rata

bibit (cm) 13,21 14,23

cde 15,12 de 15,32 de 11,79 e 10,17 bcd 9,80 abc 9,12 ab 7,82 ab a Diameter

rata-rata bibit (mm) 5,12c 5,13c 5,15c 5,17c 4,98c 4,95bc 4,86abc 4,6ab 4,53 Jumlah daun

rata-rata bibit (helai)

a

3bc 3bc 3bc 4c 3abc 3abc 3 ab 3ab 3

Luas daun rata-rata bibit (cm

a

2

) 13,15bcd 14,52bcd 15,16cd 16,13d 12,79bcd 12,75bcd 11,85abc 10,49ab 8,40 Bobot kering

rata-rata bibit (g)

a

4,21 3,95 3,79 3,63 4,24 4,13 4,98 4,12 4,43

Rasio tajuk dan akar rata-rata

bibit (g)

2,70 3.16 3,01 3,08 3,88 2,83 2,75 2,92 3,08

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak menunjukkan berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple RangeTest (DMRT) pada taraf 5 %

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketehui bahwa setiap parameter yang diamati memiliki nilai yang berbeda pada setiap perlakuan pemeraman yang berbeda. Dari tabel 1 dapat dilihat pertumbuhn tinggi rata-rata bibit B. cylindrica yang terbesar


(39)

adalah pada pemeraman 6 hari yaitu 15,32 cm, sedangkan pertumbuhan bibit B. cylindrica terendah terdapat pada pemeraman 16 hari yaitu 7,82 cm. Dari hasil dapat dilihat pemeraman propagul B. cylindrica selama 6 hari memberikan diameter terbesar yaitu 5,17 mm dan terendah berasal dari propagul B. cylindrica

yang diperam selama 16 hari yaitu 4,53 mm. Pertambahan jumlah daun rata-rata bibit B. cylindrica dengan berbagai pemeraman yang terbesar adalah pada pemeraman 6 hari yaitu 4 helai dan yang terendah adalah pada pemeraman 16 hari yaitu 3 helai. Pertambahan luas permukaan daun rata-rata bibit B. cylindrica

dengan berbagai pemeraman yang terbesar adalah pada pemeraman 6 hari yaitu 16,13cm2 dan yang terendah adalah pada pemeraman 16 hari yaitu 8,4cm2

Tinggi Bibit (cm)

. Perhitungan bobot kering bibit B. cylindrica dengan berbagai pemeraman yang terbesar adalah pada pemeraman 12 hari yaitu 4,98 g dan yang terendah adalah pada pemeraman 6 hari yaitu 3,63 g. Dari perhitungan rasio tajuk dan akar bibit B. cylindrica dengan berbagai pemeraman yang terbesar adalah pada 8 hari yaitu 3,08 g dan yang terendah adalah pada kontrol yaitu 2,7 g.

Berdasarkan hasil pengamatan tinggi yang dilakukan dapat diketahui terdapat perbedaan/ pengaruh pemeraman. Pertumbuhan bibit B. cylindrica

tertinggi terdapat pada pemeraman 6 hari yaitu 15,32 cm, sedangkan pertumbuhan bibit B. cylindrica terendah terdapat pada pemeraman 16 hari yaitu 7,82 cm.

Hasil analisis sidik ragam tinggi rata bibit B. cylindrica menunjukkan perlakuan berbagai pemeraman propagul B. cylindrica berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi rata-rata bibit B. cylindrica. Hasil dari analisis sidik ragam tinggi rata-rata bibit B. cylindrica dapat dilihat pada Lampiran 1.


(40)

Diameter Bibit (mm)

Pemeraman propagul B. cylindrica selama 6 hari memberikan diameter terbesar yaitu 5,17 mm dan terendah berasal dari propagul B. cylindrica yang diperam selama 16 hari yaitu 4,53 mm.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diameter rata-rata bibit

B. cylindrica menunjukkan bahwa perlakuan pemeraman propagul B. cylindrica

berpengharuh nyata terhadap pertambahan diameter rata-rata bibit R.apiculata.

Hasil analisis sidik ragam diameter rata-rata bibit B. cylindrica dapat dilihat pada Lampiran 2.

Jumlah Daun (Helai)

Hasil data jumlah daun rata-rata pada bibit B. cylindrica menyatakan bahwa perlakuan pemeraman 6 hari memiliki jumlah daun yang terbesar, yaitu sebanyak 4 helai, sedangkan jumlah daun yang terendah terdapat pada perlakuan pemeraman 16 hari yaitu sebanyak 3 helai.

Hasil analisis sidik ragam jumlah daun rata-rata bibit B. cylindrica

menunjukkan bahwa perlakuan berbagai pemeraman propagul berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah daun rata-rata bibit B. cylindrica. Hasil analisis sidik ragam jumlah daun rata-rata bibit B. cylindrica dapat dilihat pada Lampiran 3.

Luas Permukaan Daun (cm2

Pertambahan luas permukaan daun rata-rata bibit B. cylindrica dengan berbagai pemeraman yang terbesar adalah pada pemeraman 6 hari yaitu 16,13cm

)

2


(41)

sidik ragam luas daun rata-rata bibit B. cylindrica dapat dilihat pada lampiran 4. Perlakuan pemeraman memberikan pengaruh terhadap pertambahan luas permukaan daun rata-rata bibit B. cylindrica.

Hasil analisis sidik ragam luas daun rata-rata bibit B. cylindrica

menunjukkan bahwa perlakuan berbagai pemeraman propagul berpengaruh nyata terhadap pertambahan luas daun rata-rata bibit B. cylindrica. Hasil analisis sidik ragam jumlah daun rata-rata bibit B. cylindrica dapat dilihat pada Lampiran 4.

Perhitungan Bobot Kering (g)

Perhitungan bobot kering bibit B. cylindrica dengan berbagai pemeraman yang terbesar adalah pada pemeraman 12 hari yaitu 4,98 g dan yang terendah adalah pada pemeraman 6 hari yaitu 3,63 g. Hasil analisis sidik ragam bobot kering bibit B. cylindrica dapat dilihat pada lampiran 5. Perlakuan pemeraman memberikan pengaruh bobot kering bibit B. cylindrica.

Hasil analisis sidik ragam bobot kering bibit B. cylindrica menunjukkan bahwa perlakuan berbagai pemeraman propagul tidak berpengaruh nyata terhadap biomasa bibit B. cylindrica.

Rasio Tajuk dan Akar

Perhitungan rasio tajuk dan akar bibit B. cylindrica dengan berbagai pemeraman yang terbesar adalah pada 8 hari yaitu 3,88 g dan yang terendah adalah pada kontrol yaitu 2,7 g. Hasil analisis sidik ragam rasio tajuk dan akar bibit B. cylindrica dapat dilihat pada lampiran 6. Perlakuan pemeraman memberikan pengaruh terhadap ragam rasio tajuk dan akar bibit B. cylindrica.


(42)

Hasil analisis sidik ragam rasio tajuk dan akar bibit B. cylindrica

menunjukkan bahwa perlakuan berbagai pemeraman propagul tidak berpengaruh nyata terhadap biomasa bibit B. cylindrica.

Pembahasan

Persentase hidup bibit B. cylindrica pada pemeraman P0, P1, P2, P3, P4,

P5, P6, P7 dan P8

Pertumbuhan tinggi rata-rata bibit B. cylindrica dengan pemeraman 6 hari merupakan pertumbuhan tertinggi yaitu 15,32 cm dan pemeraman 16 hari merupakan pertumbuhan yang terendah yaitu 7,82 cm. Perbedaan ini disebabkan oleh propagul B. cylindrica yang merupakan jenis rekalsitran. Dimana benih rekalsitran memiliki kadar air tinggi, sehinggga apabila kadar air dalam propagul menurun dapat menurunkan viabilitas benih dan merusak embrio. Utomo (2006) mengatakan bahwa embrio yang sempurna akan terdiri dari epikotil (bakal pucuk), hipokotil (bakal akar), dan kotiledon (bakal daun). Embrio yang telah rusak akan mempengaruhi pertumbuhan epikotil (bakal pucuk).

memiliki nilai yang sama yaitu 100%. Hasil menunjukkan bahwa perlakuan pemeraman tidak berpengaruh terhadap persentasi hidup bibit

B. cylindrica. Pertumbuhan bibit dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor genetik. Setiap propagul memiliki genetik yang berbeda walaupun berasal dari satu pohon induk yang sama. Hal ini sesuai dengan pernyataan Irwanto (2008), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mangrove adalah cahaya, suhu dan yang paling penting adalah faktor genetik dari mangrove itu sendiri.

Dimana pada Tabel 1 menunjukkan pemeraman 0 hari (kontrol) sampai pemeraman 6 hari mengalami peningkatan tinggi bibit, akan tetapi pada pemeraman 8 hari sampai 16 hari pertumbuhan tanaman mengalami penurunan.


(43)

Penurunan pertumbuhan pada tinggi tanaman di sebabkan oleh faktor-faktor salah satunya adalah pemeraman yang mempengaruhi viabilitas benih tersebut. Sesuai dengan pernyataan Basu dan Rudrapal, (1982) dalam Rusmin (2001) Permasalahan terjadinya kemunduran mutu benih salah satunya dapat diakibatkan oleh faktor lama penyimpanan, untuk mengatasi permasalahan kemunduran mutu benih ini dapat dilakukan dengan melakukan teknik “invigorasi”. Invigorasi adalah suatu perlakuan fisik atau kimia untuk meningkatkan atau memperbaiki vigor benih yang telah mengalami kemunduran mutu. keberhasilan pertumbuhan suatu tanaman sangat dipengaruhi oleh cadangan makanan yang ada dalam jaringan sel tanaman tersebut.

Hasil pengamatan diameter rata-rata bibit B. cylindrica yang terbesar adalah pada bibit dengan pemeraman 6 hari yaitu 5,17 mm dan terendah adalah pada bibit dengan pemeraman 16 hari yaitu 4,53 mm. Perbedaan ini disebabkan oleh peroses respirasi dan fermentasi. Propagul B. clindrica merupakan benih rekalsitran yang memiliki kadar air yang tinggi. Semakin lama pemeraman maka proses respirasi dan fermentasi akan berlangsung lebih lama sehingga cadangan makanan dalam propagul akan berkurang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Utomo (2006) yaitu, proses biokimia respirasi dan fermentasi menghasilkan panas. Karena suhu tinggi yang berkaitan dengan kandungan lembab cenderung meningkatkan respirasi atau fermentasi, proses tersebut dapat meningkat cepat dengan sendirinya, sehingga menyebabkan pembakaran semua buah atau benih. Pernyataan Utomo (2006) didukung pula oleh Kramer dan Kozlowski (1960) yang menyatakan bahwa keberhasilan pertumbuhan suatu tanaman sangat dipengaruhi oleh cadangan makanan yang ada dalam jaringan sel tanaman tersebut.


(44)

Dimana faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan dibagi menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup sifat genetik , daya tumbuh dan vigor , kondisi kulit dan kadar air benih awal. Faktor eksternal antara lain kemasan benih, komposisi gas, suhu dan kelembaban ruang simpan. Sesuai dengan pernyataan Sinar Tani(2010) Keberhasilan kegiatan pemeraman sangat bergantung dari keberhasilan pengelolaan komponen utama pemeraman yaitu ruang pemeraman,bahan pemacu pematang dan buah yang diperam. Untuk mendapatkan hasil pemeraman bermutu baik, maka buah yang diperam harus sudah tua dan sehat.

Hasil pengamatan jumlah daun rata-rata bibit B. cylindrica yang terbesar adalah pada pemeraman 6 hari yaitu 4 helai sedangkan pemeraman yang lainnya masing-masing 3 helai. Perbedaan jumlah daun disebabkan perlakuan pemeraman yang berbeda. Kadar air pada propagul B. cylindrica sangat tinggi sehingga terjadi proses absorbsi (menyerap air) dan desorpsi (melepas air). Benih akan mengalami proses absorbsi dan desorpsi untuk menyesuaikan keadaan suhu di lokasi pemeraman. Semakin lama pemeraman maka embrio dalam propagul akan mengalami penurunan disebabkan kadar air pada propagul berkurang. Embrio yang sempurna akan terdiri dari epikotil (bakal pucuk), hipokotil (bakal akar) dan kotiledon (bakal daun) (Utomo, 2006). Pembentukan daun pada bibit B. cylindrica

sangat dipengaruhi oleh kondisi kotiledon (bakal daun) sehingga akan mempengaruhi jumlah daun. Selain itu, jumlah daun tanaman lebih banyak di tempat ternaung daripada di tempat terbuka. Ditempat terbuka mempunyai kandungan klorofil lebih rendah dari pada tempat ternaung. Daun tanaman yang ada dalam naungan menggunakan lebih banyak energi untuk menghasilkan


(45)

pigmen pemanen cahaya yang memungkinkannya mampu menggunakan semua cahaya dalam jumlah terbatas yang mengenainya.

Pada perhitungan luas daun rata-rata bibit B. cylindrica yang terbesar adalah pada pemeraman 3 hari yaitu 16,13 cm2 dan yang terendah adalah pada pemeraman 16 hari yaitu 8,4 cm2

Salah satu bentuk adaptasi tanaman adalah dengan memperluas daun untuk memaksimalkan jumlah cahaya yang dapat diserap. Dengan demikian bahan baku yang dihasilkan dalam fotosintesis lebih banyak digunakan untuk perkembangan pucuk daripada akar. Alur transportasi hasil fotosintesis adalah dari daun menuju ke bagian lain yang memerlukan seperti batang dan akar melalui pembuluh floem. Dengan mekanisme tersebut, pada kondisi naungan akar akan memperoleh fotosintat yang lebih sedikit dibandingkan dengan pucuk.

. Perbedaan ini diakibatkan cadangan makanan pada pemeraman 6 hari masih cukup untuk proses perkecambahan dibanding dengan pemeraman 16 hari. Pemeraman 16 hari lebih banyak membutuhkan energi sehingga cadangan makanan lebih banyak berkurang. Pada pemeraman 6 hari cadangan makanan masih cukup untuk melakukan proses perkecambahan. Hal ini mempengaruhi pembentukan daun dan luas daun yang akan terbentuk. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kramer dan Kozlowski (1960) yang menyatakan bahwa keberhasilan pertumbuhan suatu tanaman sangat dipengaruhi oleh cadangan makanan yang ada dalam jaringan sel tanaman tersebut.

Luas daun terendah disebabkan karena kekurangan air pada tanaman terjadi karena ketersediaan air dalam media tidak cukup dan transpirasi yang berlebihan yang mengakibatkan pertumbuhan nya tidak maksimal. Selain itu Peningkatan luas daun pada dasarnya merupakan kemampuan tanaman dalam


(46)

menangkap cahaya matahari untuk dapat tumbuh. Peningkatan luas daun merupakan upaya tanaman dalam mengefisiensikan penangkapan energi cahaya untuk fotosintesis secara normal pada kondisi intensitas cahaya rendah. cahaya matahari masih dapat menyinari tanaman karena cahaya matahari mempunyai panjang gelombang yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan tanaman untuk fotosintesis.

Pada pengukuran bobot kering bibit B.cylindrica yang terbesar adalah pada pemeraman pada 12 hari yaitu 4,98 g dan yang terendah adalah pada pemeraman 6 hari yaitu 3,63 g. Hal ini dikarenakan bahwa pada proses awal pemeraman telah membuat proses atau tahapan propagul untuk tumbuh dan berkembang berlangsung baik dimana pada akhirnya muncullah daun dan radikulanya. Setelah terciptanya komponen ini selanjutnya keduanya sangat berperan penting dalam penyerapan bahan-bahan yang ada pada lingkungan sekitarnya. Pada daun misalnya menyerap sinar matahari, kemudian akar menyerap nutrien dari substrat dimana selanjutnya bahan-bahan tersebut digunakan dalam proses fotosintesis yang nantinya hasil daripada fotosintesis tersebut akan disebar keseluruh jaringan untuk tumbuh dan berkembang.

Bedasarkan hasil rasio tajuk dan akar bibit B. cylindrica dengan berbagai pemeraman yang terbesar adalah pada 8 hari yaitu 3,88 g dan yang terendah adalah pada kontrol yaitu 2,70 g. Faridah (1996) menyatakan bahwa Rasio bobot kering tajuk akar ini merupakan petunjuk tentang pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan bibit seperti rendahnya ketersediaan air dan nitrogen, rendahnya oksigen tanah dan rendahnya temperatur tanah.


(47)

Perlakuan interaksi antara konsentrasi dan lama perendaman yang sesuai akan mempercepat proses imbibisi dalam benih, sehingga akan memacu aktivitas enzim dalam proses metabolism didalam benih. Proses penguraian bahan-bahan makanan yang dari endosperm menjadi lebih tersedia dan semakin aktiv pembesaran sel dan peranjangan sel berjalan lebih cepat. Benih yang akan disimpan harus mempunyai viabilitas awal yang semaksimum mungkin untuk mencapai waktu simpan yang lama. Karena selama masa penyimpanan yang terjadi hanyalah kemunduran dari viabilitas awal tersebut. Benih-benih dengan viabilitas awal yang tinggi lebih tahan terhadap kelembabapan serta temperature penyimpanan yang kurang baik dibandingkan dengan benihbenih yang memiliki viabilitas awal yang rendah.


(48)

(a)

(b)

(c)

Gambar 4. Grafik setiap parameter yang diamati pada pengamatan 3MST-12 MST (a) Tinggi rata-rata bibit, (b) Diameter rata-rata bibit, (c) Jumlah daun rata-rata bibit

0 5 10 15 20 25 30

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

T in g g i ( cm ) Minggu ke- P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

D ia m et er (d ia m et er ) Mingu ke- P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 0 1 2 3 4 5 6 7

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Ju ml a h D a u n ( h e la i) Minggu ke- P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8


(49)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Adanya pengaruh perlakuan pemeraman terhadap pertumbuhan bibit

B. cylindrica. Perlakuan pemeraman yang paling baik terhadap pertumbuhan bibit

B. clindrica adalah perlakuan pemeraman 6 hari.

Saran

Untuk pembibitan B.cylindrica yang akan digunakan sebagai penanaman dan rehabilitasi hutan mangrove sebaiknya dilakukan pemeraman 6 hari.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Adiwijaya, H. 2008. Kondisi manggrove pantai timur surabaya dan dam paknya terhadap lingkungan hidup. Jurnal ilmiah teknik lingkungan vol.1

Anwar, C. dan H. Gunawan. 2007. Peranan Ekologis dan Sosial Ekonomis Hutan Mangrove Dalam Mendukung Pembangunan wilayah Pesisir. Prosiding. Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. 20 September 2006, Padang.pp 23-24

Dahuri, R. 2003. Kenekaragaman Hayati : Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Dirjen PPHP Deptan. 2007. Penanganan Pasca Panen Buah. Direktorat Jenderal Pengolahan Dan Pemasaran Hasil Pertanian Departemen Pertanian.Jakarta

Djamali, R. A. 2004. Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPS 702) Persepsi Masyarakat Desa Pantai Terhadap Kelestarian Hutan Mangrove (Studi Kasus di Kabupaten Probolinggo). Pasca Sarjana IPB Bogor

Fakultas Kehutanan IPB. 2002.Konsep pengembangan lingkungan kawasan Suaka MargasatwaPulauRambut. Kerja sama Dinas Pertanian dan Kehutanan Pro pinsi DKI Jakarta denganFakultasKehutanan IPB. Bogor

Faridah E, 1996. Pengaruh Intensitas Cahaya, Mikoriza dan Serbuk Arang pada Pertumbuhan Alam Drybalanops sp. Buletin Penelitian Nomor 29. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Hiariey, L. Sarah. 2009. Identifikasi Nilai Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove di Desa Tawiri Ambon. Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 5 Nomor 1, Maret 2009, 23-34. Universitas Terbuka

Irwanto. 2008. Pengaruh Perbedaan Naungan Terhadap Pertumbuhan Semai

Shorea sp di Persemaian. UGM. Press. Yogyakarta

ITTO. 2007. International Tropical Timber Organization (ITTO) Workplan 2002-2006. International Tropical Timber Organization. Bogor

Karminarsih, E. 2007. Pemanfaatan ekosistem manggrove bagi minimasi dampak bencana di wilayah pesisir. JMHT vol. 13 : 182-187

Kartasapoetra, A. G. 1994. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Rineka Cipta. Jakarta. 252 hal


(51)

Khazali, M. 2000. Panduan teknis : Penanaman Mangrove Bersama Masyarakat. Wetlands International – Indonesia Programme. Bogor

Kramer, D.J. dan T.T Kozlowsky. 1960. Physiology of Trees, dalam Pengkajian Penerapan Teknik Budidaya Rhizophora mucronata dengan Stek Hipokotil, Mulyani, N., C. Kusmana, dan Supriyanto. 1999. Jurnal Manajemen Hutan Tropika Volume 5 : 57-65

Muklis. 2007. Analisis Tanah Tanaman. Universitas Sumatera Utara. USU Press. Medan

Pakpahan, AM. 1993. Kerusakan dan Upaya Rehabilitasi Hutan Mangrove di Cagar Alam Pulau Rambut, Teluk Jakarta. Dalam Simposium Nasional Rehabilitasi dan Konservasi Kawasan Mangrove STIPER. Yogyakarta Panjaitan, S. 2010. Kemunduran Benih Rekalsitran

Rosmarkam, 2001. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta

Rusmin, D. dan Sukarman, 2001. Via-bilitas benih jambu mete (Anacar-dium occidentale L.) pada beberapa metode invigorasi. Jurnal Ilmiah Pertanian Gakuryoku Persada. Vol. 7

Sinar Tani. 2010. Merekayasa Kematangan Suatu Buah dengan Pemeraman. Sinar Tani. Bogor

Siregar, S.T. 2000. Penyimpanan Benih ( Pengemasan dan Penyimpanan benih ). Balai Perbenihan Tanaman Hutan Palembang. Palembang

Sukardjo, S. 1984. Ekosistem mangrove. Oseana. Vol.IX. nomor 4 : 102-115 Utomo, B. 2006. Ekologi Benih. Karya Ilmiah. Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara. Medan

Wibisono, I. T. C., E. B. Priyanto, dan I. N. N. Suryadiputra. 2006. Panduan Praktis Rehabilitasi Pantai: Sebuah Pengalaman Merehabilitasi Kawasan Pesisir. Dalam Manual of Mangrove Silviculture in Indonesia. Korea International Cooperation Agency The Rehabiltation Mangrove Forest and Coastal Area Damaged By Tsunami in Aceh Project. Kusmana. C., I. C.Wibowo., S. W. Budi. R., I. Z. Siregar., T. Tiryana., dan S. Sukardjo, 2008. Korea International Cooperation Agency (KOICA)

Widodo, W. 1991. Pemilihan Wdah simpan dan Bahan Pencampur pada penyimpanan Benih Mahoni. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor.


(52)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Analisis Rancangan Percobaan Tinggi (cm) Bibit Bruguiera

cylindrica pada Berbagai Pemeraman

Tabel 7. Pertambahan tinggi bibit B.cylindrica pada berbagai pemeraman

Tabel 8. Analisis sidik ragam pertambahan tinggi bibit B.cylindrica pada berbagai pemeraman

S K DB JK KT F-Hit F-Tab

PERLAKUAN 8 365,60 45,70 7,40 2,15 GALAD 45 277,73 6,17

TOTAL 53 643,33

Lampiran 2. Analisis Rancangan Percobaan Diameter (mm) Bibit Bruguiera

cylindrica pada Berbagai Pemeraman

Tabel 9. Pertambahan diameter bibit B.cylindrica pada berbagai pemerama

ULANGAN

PEMERAMAN (hari)

TOTAL RATA-RATA

0 2 4 6 8 10 12 14 16

1 5,1 5,3 5,1 5,2 4,7 5,1 5 4,9 4,9 45,3 5,033

2 5,3 5,4 5,1 5,2 5,1 4,8 5 3,8 4,5 44,2 4,911

3 5,1 4,9 5,1 5,4 5,1 5,2 5 4,8 3,5 44,1 4,900

4 5 5 5,2 5 4,8 4,9 5 4,3 5 44,2 4,911

5 5,2 5,1 5,3 5,2 5,1 4,9 5,2 5,1 5 46,1 5,122

6 5 5,1 5,1 5 5,1 4,8 4 4,7 4,3 43,1 4,789

TOTAL 30,7 30,8 30,9 31 29,9 29,7 29,2 27,6 27,2 267 RATA-RATA 5,117 5,133 5,150 5,167 4,983 4,950 4,867 4,600 4,533

Tabel 10. Analisis sidik ragam pertambahan diameter bibit B.cylindrica pada berbagai pemeraman

S K DB JK KT F-Hit F-Tab

PERLAKUAN 8 2,7133 0,3392 3,99 2,15 GALAD 45 3,8289 0,0851

TOTAL 53 6,5422

ULANGAN PEMERAMAN (hari) TOTAL

RATA-RATA

0 2 4 6 8 10 12 14 16

1 13,26 15,41 16,44 15,63 10,43 13,42 8,97 12,60 5,25 111,41 12,38 2 13,96 15,53 14,48 16,55 11,66 12,35 13,70 4,03 6,54 108,80 12,09 3 12,85 12,60 14,28 15,45 12,47 12,64 5,87 8,06 5,44 99,66 11,07 4 13,85 16,98 15,26 14,13 8,82 10,60 7,52 5,04 13,76 105,96 11,77 5 13,29 14,28 17,44 15,29 16,31 6,32 12,71 12,87 10,10 118,61 13,18 6 12,05 10,60 12,79 14,86 11,07 5,67 10,05 12,14 5,82 95,05 10,56 TOTAL 79,26 85,40 90,69 91,91 70,76 61,00 58,82 54,74 46,91

639,49


(53)

Lampiran 3. Analisis Rancangan Percobaan Jumlah Daun (helai) Bibit Bruguiera cylindrica pada Berbagai Pemeraman

Tabel 11. Pertambahan jumlah daun bibit B.cylindrica pada berbagai pemeraman

ULANGAN PEMERAMAN (hari) TOTAL

RATA-RATA

0 2 4 6 8 10 12 14 16

1 2,60 3,60 3,60 3,80 3,60 3,60 3,40 2,80 2,80 29,80 3,31 2 3,60 3,40 3,60 3,80 2,40 2,40 3,40 3,20 3,40 29,20 3,24 3 3,60 3,60 3,60 3,60 3,20 2,40 3,60 3,20 2,40 29,20 3,24 4 3,60 3,80 3,60 3,80 3,20 3,60 3,60 3,20 2,40 30,80 3,42 5 3,60 3,80 3,00 3,80 3,60 3,60 2,40 3,20 3,60 30,60 3,40 6 3,60 2,60 3,60 3,80 3,60 3,60 2,40 2,80 2,40 28,40 3,16 TOTAL 20,60 20,80 21,00 22,60 19,60 19,20 18,80 18,40 17,00

178,00 RATA-RATA 3,43 3,47 3,50 3,77 3,27 3,20 3,13 3,07 2,83

Tabel 12. Analisis sidik ragam jumlah daun bibit B.cylindrica pada berbagai pemeraman

Lampiran 4. Analisis Rancangan Percobaan Luas Daun (cm2

Tabel 13. Pertambahan luas daun bibit B.cylindrica pada berbagai pemeraman

) Bibit Bruguiera cylindrica pada Berbagai Pemeraman

ULANGAN PEMERAMAN (hari) TOTAL

RATA-RATA

0 2 4 6 8 10 12 14 16

1 10,41 18,86 12,38 16,66 12,65 15,59 14,22 10,34 7,48 118,59 13,18 2 19,63 15,92 18,71 16,65 11,87 15,59 14,41 11,04 7,51 131,33 14,59 3 14,47 11,42 15,15 14,72 13,38 15,62 10,50 5,31 9,29 109,86 12,21 4 10,63 19,93 10,98 14,34 10,56 9,51 16,12 9,22 12,05 113,34 12,59 5 10,32 10,27 15,99 14,49 15,87 10,88 7,08 14,57 8,46 107,94 11,99 6 13,43 10,75 17,74 19,93 12,42 9,32 8,79 12,43 5,60 110,41 12,27 TOTAL 78,90 87,14 90,96 96,78 76,76 76,51 71,12 62,91 50,39

691,46 RATA-RATA 13,15 14,52 15,16 16,13 12,79 12,75 11,85 10,49 8,40

Tabel 14. Analisis sidik ragam luas daun bibit B.cylindrica pada berbagai pemeraman

S K DB JK KT F-Hit F-Tab

PERLAKUAN 8 272,33 34,04 3,96 2,15 GALAD 45 386,48 8,59

TOTAL 53 658,81

S K DB JK KT F-Hit F-Tab

PERLAKUAN 8 3,69 0,46 2,57 2,15

GALAD 45 8,07 0,18


(54)

Lampiran 5. Analisis Rancangan Percobaan Bobot Kering (g) Bibit Bruguieracylindrica pada Berbagai Pemeraman

Tabel 15. Bobot kering bibit B.cylindrica pada berbagai pemeraman

ULNGAN PEMERAMAN (hari) TOTA

L

RATA -RATA

0 2 4 6 8 10 12 14 16

1 4,25 3,4 3,09 2,67 4,4 4 5,17 4 2,6 33,58 3,73

2 3,21 3,17 4,5 3,14 3,44 4,2 3 2,67 5,67 33,00 3,67

3 4,29 4,13 3,6 3,75 5,5 3 11 5 4,4 44,67 4,96

4 4,67 3,64 2,9 3,64 4,57 3,8 3,22 4,75 4,38 35,57 3,95 5 3,67 3,33 3,5 3,42 4 5,4 4,5 4,78 4,17 36,77 4,09

6 5,15 6 5,14 5,17 3,5 4,4 3 3,5 5,33 41,19 4,58

TOTAL 25,2

4 23,67 22,7

3 21,7

9 25,4

1 24,80 29,8

9 24,70 26,5

5 224,78

RATA-RATA 4,21 3,95 3,79 3,63 4,24 4,13 4,98 4,12 4,43

Tabel 16. Analisis sidik ragam bobot kering bibit B.cylindrica pada berbagai pemeraman

S K DB JK KT F-Hit F-Tab

PERLAKUAN 8 7,32 0,91 0,61 2,15

GALAD 45 67,07 1,49

TOTAL 53 74,38

Lampiran 6. Analisis Rancangan Percobaan Rasio Tajak dan Akar (g) Bibit Bruguiera cylindrica pada Berbagai Pemeraman

Tabel 17. Rasio Tajuk dan Akar bibit B.cylindrica pada berbagai pemeraman

ULNGAN PEMERAMAN (hari) TOTAL

RATA-RATA

0 2 4 6 8 10 12 14 16

1 3,00 4,00 1,20 1,00 9,00 2,00 5,00 4,00 4,00 33,20 3,69 2 3,67 5,00 4,00 1,80 0,80 4,00 3,00 1,00 2,00 25,27 2,81 3 3,50 1,67 4,00 5,00 5,00 2,00 2,00 3,00 1,50 27,67 3,07 4 2,00 4,50 2,33 2,67 2,50 1,00 3,50 3,00 7,00 28,50 3,17 5 2,00 0,80 4,00 3,00 5,00 4,00 1,00 3,50 2,00 25,30 2,81 6 2,00 3,00 2,50 5,00 1,00 4,00 2,00 3,00 2,00 24,50 2,72 TOTAL 16,17 18,97 18,03 18,47 23,30 17,00 16,50 17,50 18,50 164,44 RATA-RATA 2,70 3,16 3,01 3,08 3,88 2,83 2,75 2,92 3,08

Tabel 18. Analisis sidik ragam rasio tajuk dan akar bibit B.cylindrica pada berbagai pemeraman

S K DB JK KT F-Hit F-Tab

PERLAKUAN 8 5,95 0,74 0,27 2,15

GALAD 45 126,02 2,80


(1)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Adanya pengaruh perlakuan pemeraman terhadap pertumbuhan bibit B. cylindrica. Perlakuan pemeraman yang paling baik terhadap pertumbuhan bibit B. clindrica adalah perlakuan pemeraman 6 hari.

Saran

Untuk pembibitan B.cylindrica yang akan digunakan sebagai penanaman dan rehabilitasi hutan mangrove sebaiknya dilakukan pemeraman 6 hari.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Adiwijaya, H. 2008. Kondisi manggrove pantai timur surabaya dan dam paknya terhadap lingkungan hidup. Jurnal ilmiah teknik lingkungan vol.1

Anwar, C. dan H. Gunawan. 2007. Peranan Ekologis dan Sosial Ekonomis Hutan Mangrove Dalam Mendukung Pembangunan wilayah Pesisir. Prosiding. Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. 20 September 2006, Padang.pp 23-24

Dahuri, R. 2003. Kenekaragaman Hayati : Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Dirjen PPHP Deptan. 2007. Penanganan Pasca Panen Buah. Direktorat Jenderal Pengolahan Dan Pemasaran Hasil Pertanian Departemen Pertanian.Jakarta

Djamali, R. A. 2004. Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPS 702) Persepsi Masyarakat Desa Pantai Terhadap Kelestarian Hutan Mangrove (Studi Kasus di Kabupaten Probolinggo). Pasca Sarjana IPB Bogor

Fakultas Kehutanan IPB. 2002.Konsep pengembangan lingkungan kawasan Suaka MargasatwaPulauRambut. Kerja sama Dinas Pertanian dan Kehutanan Pro pinsi DKI Jakarta denganFakultasKehutanan IPB. Bogor

Faridah E, 1996. Pengaruh Intensitas Cahaya, Mikoriza dan Serbuk Arang pada Pertumbuhan Alam Drybalanops sp. Buletin Penelitian Nomor 29. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Hiariey, L. Sarah. 2009. Identifikasi Nilai Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove di Desa Tawiri Ambon. Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 5 Nomor 1, Maret 2009, 23-34. Universitas Terbuka

Irwanto. 2008. Pengaruh Perbedaan Naungan Terhadap Pertumbuhan Semai Shorea sp di Persemaian. UGM. Press. Yogyakarta

ITTO. 2007. International Tropical Timber Organization (ITTO) Workplan 2002-2006. International Tropical Timber Organization. Bogor

Karminarsih, E. 2007. Pemanfaatan ekosistem manggrove bagi minimasi dampak bencana di wilayah pesisir. JMHT vol. 13 : 182-187

Kartasapoetra, A. G. 1994. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Rineka Cipta. Jakarta. 252 hal


(3)

Khazali, M. 2000. Panduan teknis : Penanaman Mangrove Bersama Masyarakat. Wetlands International – Indonesia Programme. Bogor

Kramer, D.J. dan T.T Kozlowsky. 1960. Physiology of Trees, dalam Pengkajian Penerapan Teknik Budidaya Rhizophora mucronata dengan Stek Hipokotil, Mulyani, N., C. Kusmana, dan Supriyanto. 1999. Jurnal Manajemen Hutan Tropika Volume 5 : 57-65

Muklis. 2007. Analisis Tanah Tanaman. Universitas Sumatera Utara. USU Press. Medan

Pakpahan, AM. 1993. Kerusakan dan Upaya Rehabilitasi Hutan Mangrove di Cagar Alam Pulau Rambut, Teluk Jakarta. Dalam Simposium Nasional Rehabilitasi dan Konservasi Kawasan Mangrove STIPER. Yogyakarta Panjaitan, S. 2010. Kemunduran Benih Rekalsitran Rosmarkam, 2001. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta

Rusmin, D. dan Sukarman, 2001. Via-bilitas benih jambu mete (Anacar-dium occidentale L.) pada beberapa metode invigorasi. Jurnal Ilmiah Pertanian Gakuryoku Persada. Vol. 7

Sinar Tani. 2010. Merekayasa Kematangan Suatu Buah dengan Pemeraman. Sinar Tani. Bogor

Siregar, S.T. 2000. Penyimpanan Benih ( Pengemasan dan Penyimpanan benih ). Balai Perbenihan Tanaman Hutan Palembang. Palembang

Sukardjo, S. 1984. Ekosistem mangrove. Oseana. Vol.IX. nomor 4 : 102-115 Utomo, B. 2006. Ekologi Benih. Karya Ilmiah. Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara. Medan

Wibisono, I. T. C., E. B. Priyanto, dan I. N. N. Suryadiputra. 2006. Panduan Praktis Rehabilitasi Pantai: Sebuah Pengalaman Merehabilitasi Kawasan Pesisir. Dalam Manual of Mangrove Silviculture in Indonesia. Korea International Cooperation Agency The Rehabiltation Mangrove Forest and Coastal Area Damaged By Tsunami in Aceh Project. Kusmana. C., I. C.Wibowo., S. W. Budi. R., I. Z. Siregar., T. Tiryana., dan S. Sukardjo, 2008. Korea International Cooperation Agency (KOICA)

Widodo, W. 1991. Pemilihan Wdah simpan dan Bahan Pencampur pada penyimpanan Benih Mahoni. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor.


(4)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Analisis Rancangan Percobaan Tinggi (cm) Bibit Bruguiera

cylindrica pada Berbagai Pemeraman

Tabel 7. Pertambahan tinggi bibit B.cylindrica pada berbagai pemeraman

Tabel 8. Analisis sidik ragam pertambahan tinggi bibit B.cylindrica pada berbagai pemeraman

S K DB JK KT F-Hit F-Tab

PERLAKUAN 8 365,60 45,70 7,40 2,15

GALAD 45 277,73 6,17

TOTAL 53 643,33

Lampiran 2. Analisis Rancangan Percobaan Diameter (mm) Bibit Bruguiera

cylindrica pada Berbagai Pemeraman

Tabel 9. Pertambahan diameter bibit B.cylindrica pada berbagai pemerama ULANGAN

PEMERAMAN (hari)

TOTAL

RATA-RATA

0 2 4 6 8 10 12 14 16

1 5,1 5,3 5,1 5,2 4,7 5,1 5 4,9 4,9 45,3 5,033

2 5,3 5,4 5,1 5,2 5,1 4,8 5 3,8 4,5 44,2 4,911

3 5,1 4,9 5,1 5,4 5,1 5,2 5 4,8 3,5 44,1 4,900

4 5 5 5,2 5 4,8 4,9 5 4,3 5 44,2 4,911

5 5,2 5,1 5,3 5,2 5,1 4,9 5,2 5,1 5 46,1 5,122

6 5 5,1 5,1 5 5,1 4,8 4 4,7 4,3 43,1 4,789

TOTAL 30,7 30,8 30,9 31 29,9 29,7 29,2 27,6 27,2 267

RATA-RATA 5,117 5,133 5,150 5,167 4,983 4,950 4,867 4,600 4,533

Tabel 10. Analisis sidik ragam pertambahan diameter bibit B.cylindrica pada berbagai pemeraman

S K DB JK KT F-Hit F-Tab

PERLAKUAN 8 2,7133 0,3392 3,99 2,15

GALAD 45 3,8289 0,0851

TOTAL 53 6,5422

ULANGAN PEMERAMAN (hari) TOTAL

RATA-RATA

0 2 4 6 8 10 12 14 16

1 13,26 15,41 16,44 15,63 10,43 13,42 8,97 12,60 5,25 111,41 12,38

2 13,96 15,53 14,48 16,55 11,66 12,35 13,70 4,03 6,54 108,80 12,09

3 12,85 12,60 14,28 15,45 12,47 12,64 5,87 8,06 5,44 99,66 11,07

4 13,85 16,98 15,26 14,13 8,82 10,60 7,52 5,04 13,76 105,96 11,77

5 13,29 14,28 17,44 15,29 16,31 6,32 12,71 12,87 10,10 118,61 13,18

6 12,05 10,60 12,79 14,86 11,07 5,67 10,05 12,14 5,82 95,05 10,56

TOTAL 79,26 85,40 90,69 91,91 70,76 61,00 58,82 54,74 46,91

639,49


(5)

Lampiran 3. Analisis Rancangan Percobaan Jumlah Daun (helai) Bibit

Bruguiera cylindrica pada Berbagai Pemeraman

Tabel 11. Pertambahan jumlah daun bibit B.cylindrica pada berbagai pemeraman

ULANGAN PEMERAMAN (hari) TOTAL

RATA-RATA

0 2 4 6 8 10 12 14 16

1 2,60 3,60 3,60 3,80 3,60 3,60 3,40 2,80 2,80 29,80 3,31

2 3,60 3,40 3,60 3,80 2,40 2,40 3,40 3,20 3,40 29,20 3,24

3 3,60 3,60 3,60 3,60 3,20 2,40 3,60 3,20 2,40 29,20 3,24

4 3,60 3,80 3,60 3,80 3,20 3,60 3,60 3,20 2,40 30,80 3,42

5 3,60 3,80 3,00 3,80 3,60 3,60 2,40 3,20 3,60 30,60 3,40

6 3,60 2,60 3,60 3,80 3,60 3,60 2,40 2,80 2,40 28,40 3,16

TOTAL 20,60 20,80 21,00 22,60 19,60 19,20 18,80 18,40 17,00

178,00

RATA-RATA 3,43 3,47 3,50 3,77 3,27 3,20 3,13 3,07 2,83

Tabel 12. Analisis sidik ragam jumlah daun bibit B.cylindrica pada berbagai pemeraman

Lampiran 4. Analisis Rancangan Percobaan Luas Daun (cm2

Tabel 13. Pertambahan luas daun bibit B.cylindrica pada berbagai pemeraman

) Bibit

Bruguiera cylindrica pada Berbagai Pemeraman

ULANGAN PEMERAMAN (hari) TOTAL

RATA-RATA

0 2 4 6 8 10 12 14 16

1 10,41 18,86 12,38 16,66 12,65 15,59 14,22 10,34 7,48 118,59 13,18

2 19,63 15,92 18,71 16,65 11,87 15,59 14,41 11,04 7,51 131,33 14,59

3 14,47 11,42 15,15 14,72 13,38 15,62 10,50 5,31 9,29 109,86 12,21

4 10,63 19,93 10,98 14,34 10,56 9,51 16,12 9,22 12,05 113,34 12,59

5 10,32 10,27 15,99 14,49 15,87 10,88 7,08 14,57 8,46 107,94 11,99

6 13,43 10,75 17,74 19,93 12,42 9,32 8,79 12,43 5,60 110,41 12,27

TOTAL 78,90 87,14 90,96 96,78 76,76 76,51 71,12 62,91 50,39

691,46

RATA-RATA 13,15 14,52 15,16 16,13 12,79 12,75 11,85 10,49 8,40

Tabel 14. Analisis sidik ragam luas daun bibit B.cylindrica pada berbagai pemeraman

S K DB JK KT F-Hit F-Tab

PERLAKUAN 8 272,33 34,04 3,96 2,15

GALAD 45 386,48 8,59

TOTAL 53 658,81

S K DB JK KT F-Hit F-Tab

PERLAKUAN 8 3,69 0,46 2,57 2,15

GALAD 45 8,07 0,18


(6)

Lampiran 5. Analisis Rancangan Percobaan Bobot Kering (g) Bibit

Bruguieracylindrica pada Berbagai Pemeraman

Tabel 15. Bobot kering bibit B.cylindrica pada berbagai pemeraman

ULNGAN PEMERAMAN (hari) TOTA

L

RATA -RATA

0 2 4 6 8 10 12 14 16

1 4,25 3,4 3,09 2,67 4,4 4 5,17 4 2,6 33,58 3,73

2 3,21 3,17 4,5 3,14 3,44 4,2 3 2,67 5,67 33,00 3,67

3 4,29 4,13 3,6 3,75 5,5 3 11 5 4,4 44,67 4,96

4 4,67 3,64 2,9 3,64 4,57 3,8 3,22 4,75 4,38 35,57 3,95

5 3,67 3,33 3,5 3,42 4 5,4 4,5 4,78 4,17 36,77 4,09

6 5,15 6 5,14 5,17 3,5 4,4 3 3,5 5,33 41,19 4,58

TOTAL 25,2

4 23,67

22,7 3

21,7 9

25,4

1 24,80

29,8

9 24,70

26,5

5 224,78

RATA-RATA 4,21 3,95 3,79 3,63 4,24 4,13 4,98 4,12 4,43

Tabel 16. Analisis sidik ragam bobot kering bibit B.cylindrica pada berbagai pemeraman

S K DB JK KT F-Hit F-Tab

PERLAKUAN 8 7,32 0,91 0,61 2,15

GALAD 45 67,07 1,49

TOTAL 53 74,38

Lampiran 6. Analisis Rancangan Percobaan Rasio Tajak dan Akar (g) Bibit

Bruguiera cylindrica pada Berbagai Pemeraman

Tabel 17. Rasio Tajuk dan Akar bibit B.cylindrica pada berbagai pemeraman

ULNGAN PEMERAMAN (hari) TOTAL

RATA-RATA

0 2 4 6 8 10 12 14 16

1 3,00 4,00 1,20 1,00 9,00 2,00 5,00 4,00 4,00 33,20 3,69

2 3,67 5,00 4,00 1,80 0,80 4,00 3,00 1,00 2,00 25,27 2,81

3 3,50 1,67 4,00 5,00 5,00 2,00 2,00 3,00 1,50 27,67 3,07

4 2,00 4,50 2,33 2,67 2,50 1,00 3,50 3,00 7,00 28,50 3,17

5 2,00 0,80 4,00 3,00 5,00 4,00 1,00 3,50 2,00 25,30 2,81

6 2,00 3,00 2,50 5,00 1,00 4,00 2,00 3,00 2,00 24,50 2,72

TOTAL 16,17 18,97 18,03 18,47 23,30 17,00 16,50 17,50 18,50 164,44

RATA-RATA 2,70 3,16 3,01 3,08 3,88 2,83 2,75 2,92 3,08

Tabel 18. Analisis sidik ragam rasio tajuk dan akar bibit B.cylindrica pada berbagai pemeraman

S K DB JK KT F-Hit F-Tab

PERLAKUAN 8 5,95 0,74 0,27 2,15

GALAD 45 126,02 2,80