Pertumbuhan Propagul Bakau Putih (Bruguiera cylindrica) Setelah Proses Pemeraman

TINJAUAN PUSTAKA

  Kondisi Fisik Hutan Manggrove

  Hutan mangrove merupakan tipe hutan tropika dan subtropika yang khas, tumbuh di pesisir atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.

  Mangrove banyak dijumpai di wilayah pesisir yang terlindung dari gempuran ombak dan daerah yang landai. Mangrove tumbuh optimal di wilayah pesisir yang memiliki muara sungai besar dan delta yang aliran airnya banyak mengandung lumpur. Sedangkan diwilayah pesisisr yang tidak bermuara sungai, pertumbuhan vegetasi mangrove tidak optimal. Mangrove sulit tumbuh di wilayah pesisir yang terjal dan berombak besar dengan arus pasang surut kuat, karena kondisi ini tidak memungkinkan terjadinya pengendapan lumpur yang diperlukan sebagai substrat bagi pertumbuhannya (Dahuri, 2003).

  Kondisi fisiografi pantai Indonesia sangat beranekaragam hingga hutan mangrovenya berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya. Mangorove tumbuh pada pantai-pantai yang terlindung atau pantai-pantai yang datar dan sejajar' dengan arah angin. Mangrove tidak tumbuh di pantai yang terjal dan berombak kuat dengan arus pasangsurut kuat, karena hal ini tidak memungkinkan terjadinya pengendapan lumpur dan pasir. Mangrove tumbuh lebat di sepanjang pantai berlumpur yang berombak lemah. Biasanya di tempat yang tidak ada muara sungai, mangrove ter-dapat agak tipis, namun pada tempat yang mempunyai muara sungai besar dan delta yang aliran airnya banyak mengandung sedimen lumpur dan pasir, mangrove tum-buh dan luas (Sukardjo,1984).

  Tumbuhan mangrove memiliki kemampuan khusus untuk beradaptasi kadar garam yang tinggi dan kondisi tanah yang kurang stabil. Karena kondisi lingkungan tersebut, beberapa jenis mangrove mengembangkan mekanisme yang memungkinkan secara aktif mengeluarkan garam dari jaringan, dan yang lainnya mengembangkan sistem akar napas untuk membantu penyerapan oksigen bagi sistem perakarannya. Bentuk-bentuk perakaran yang khas ini seringkali juga dapat membedakan jenis-jenis vegetasi mangrove. Bentuk perakarannya dapat dibedakan menjadi akar udara, akar banir/papan, akar lutut, akar napas, dan akar tunjang. Bentuk perakaran ini selain sangat efektif dalam mempertahankan stabilitas lumpur dan pantai, juga mampu menahan penyusupan air laut ke daratan. (Karminarsih, 2007).

  Taksonomi B. cylindrica B.cylindrica sering disebut dengan nama lokal: burus, lindur, tanjung

  sukim, tanjang. Adapun taksonomi dari Bruguiera cylindrical adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Myrtales Family : Rhizophoraceae Genus : Bruguiera Spesies : Bruguiera cylindrica Nama Lokal : Burus tanjang, tanjang putih, tanjang sukim, tanjang sukun, lengadai, bius, lindur, bakau putih.

  Bakau putih merupakan pohon bakau, berakar lutut dan akar papan yang melebar kesamping dibagian pangkal pohon, ketinggian pohon kadang-kadang mencapai 23 m. Kulit kayu abu-abu, relatif halus dan memiliki sejumlah lentisel kecil. Permukaan atas daun hijau cerah bagian bawah nya hijau agak kekuningan.

  Unit dan letak sederhana dan berlawanan serta ujung nya agak meruncing dengan ukuran 7-17 x 2-8 cm. Bakau putih ini memiliki hipokotil dengan panjang 8-15 cm dan diameter 5-10 mm dan tumbuh mengelompok dalam jumlah besar, biasanya pada tanah liat dibelakang zona Avicennia, atau di bagian tengah vegetasi mangrove ke arah laut. Jenis ini juga memiliki kemampuan untuk tumbuh pada tanah / substrat yang baru terbentuk dan tidak cocok untuk jenis lainnya. Kemampuan tumbuh nya pada tanah liat membuat pohon jenis ini sangat bergantung kepada akar nafas untuk memperoleh pasokan oksigen yang cukup, dan oleh karena itu sangat responsif terhadap penggenangan yang berkepanjangan. Memiliki buah yang ringan dan mengapung sehingga penyebaran nya dapat dibantu oleh arus air, tapi pertumbuhannya lambat. Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Manfaat dari tumbuhan mangrove ini adalah untuk kayu bakar.

  Di beberapa daerah, akar muda dari embrionya dimakan dengan gula dan kelapa.

  Gambar 1. Propagul B.cylindrica

  Pemeraman Propagul B. cylindrica Pertumbuhan bibit dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor genetik.

  Setiap propagul memiliki genetik yang berbeda walaupun berasal dari satu pohon induk yang sama. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mangrove adalah gerakan gelombang yang minimal, salinitas payau, endapan lumpur (tanah), zona intertidal (pasang surut) yang lebar (Irwanto,2008).

  Salah satu cara untuk mendapatkan bibit yang berkualitas adalah dengan Pemeraman (ripening). Pemeraman adalah proses untuk merangsang pematangan buah agar matang merata dengan menggunakan bantuan gas karbit atau etilen dan harus diperhatikan karateristik biologis dan fisiologis dari komoditas tersebut dengan tidak mencampurkan komoditas yang mempunyai sifat/karateristik fisiologis yang berbeda dalam satu tempat atau satu proses (Dirjen PPHP Deptan, 2007).

  Pemeraman benih merupakan salah satu cara yang dapat menunjang keberhasilan penyediaan benih, mengingat bahwa kebanyakan jenis pohon hutan tidak berbuah sepanjang tahun sehingga perlu dilakukan penyimpanan yang baik agar dapat menjaga kestabilan benih dari segi kuantitas maupun kualitasnya.

  Pemeraman dalam yang telah dipetik pada massa curah tertentu dalam tempat relatif tertutup. Pemeraman hanya berhasil mempercepat pematangan bagi kelompok buah yang mengalami pemercepatdi sekitar buah (karena buah berada pada ruang tertutup) sehingga mempercepat proses pematangan (Widodo, 1991).

  Keberhasilan kegiatan pemeraman sangat bergantung dari keberhasilan pengelolaan komponen utama pemeraman yaitu ruang pemeraman,bahan pemacu pematanga dan buah yang diperam. Untuk mendapatkan hasil pemeraman bermutu baik, maka buah yang diperam harus sudah tua dan sehat (Sinar Tani, 2010).

  Kegiatan pemeraman tidak terlepas dari penggunaan wadah simpan. Beberapa sifat khusus yang harus diperhatikan dari wadah simpan adalah permeabilitas yaitu kemampuan wadah untuk dapat menahan kelembapan dan gas pada level tertentu, insulasi yaitu kemampuan wadah untuk mempertahankan suhu, ukuran lubang yaitu kemampuan wadah untuk bertahan dari serangan serangga danmikroorganisme yang dapat masuk melalui celah-celah kemasan, kemudahan dalam hal penanganan seperti tidak licin, mudah ditumpuk, mudah dibuka, ditutup, disegel dan mudah dibersihkan. Contoh dari wadah yang permeabel adalah karung goni, kantong kain, karung nilon, keranjang, kayu kotak, kertas, karton dan papan serat yang tidak dilapisi liln. Sedangkan wadah yang tidak permeabel adalah kaleng logam, botol dan gelas (Siregar, 2000).

  Terjadinya kemunduran benih merupakan salah satu faktor penyebab menurunnya produktivitas tanaman sehingga hal ini harus dihindari. Hasil-hasil penelitian menunjukkan dengan memberikan perlakuan pada benih yang memperlihatkan gejala kemunduran, dapat memperbaiki kondisi benih (Panjaitan, 2010).

  Permasalahan terjadinya kemunduran mutu benih salah satunya dapat diakibatkan oleh faktor lama penyimpanan, untuk mengatasi permasalahan kemunduran mutu benih ini dapat dilakukan dengan melakukan teknik

  “invigorasi”. Invigorasi adalah suatu perlakuan fisik atau kimia untuk meningkatkan atau memperbaiki vigor benih yang telah mengalami kemunduran mutu (Basu dan Rudrapal, 1982 dalam Rusmin 2001).

  Salah satu faktor yang menentukan mutu benih adalah tingkat kemasakan. Benih mencapai vigor maksimum pada saat masak fisiologis. Benih yang dipanen setelah tercapainya masak fisiologis memiliki vigor yang relatif lebih tinggi sehingga akan menghasilkan tanaman yang lebih vigor dan memiliki daya simpan lebih lama. Vigor benih maksimum dan berat kering benih maksimum merupakan sebagian dari ciri-ciri tercapainya masak fisiologis. Benih yang telah masak fisiologis telah mempunyai cadangan makanan sempurna sehingga dapat menunjang pertumbuhan kecambah. Tingkat kemasakan benih dapat dicirikan dari tingkat kemasakan buahnya. Pemeraman sering digunakan untuk meningkatkan laju pematangan buah tertentu, Pemanenan sebelum masak fisiologis diikuti dengan pemeraman diharapkan dapat menghasilkan benih dengan viabilitas dan vigor yang tinggi seperti benih yang diperoleh dari buah yang dipanen saat masak fisiologis di pohon (Kartasapoetra, 1994).

  Pembibitan Tanaman Mangrove

  Formasi hutan mangrove terdiri atas empat gugus utama, yaitu Avicennia,

  

Sonneratia, Rhizophora, dan Bruguiera. Hutan mangrove alami membentuk

  zonasi tertentu. Bagian luar didominasi Avicennia, Sonneratia, dan Rhizophora, bagian tengah Bruguiera gymnorhiza, bagian ketiga Xylocarpus, dan Heritiera, bagian dalam Bruguiera cylindrica, Scyphiphora hydrophyllacea, dan Lumnitzera, sedangkan bagian transisi didominasi Cerbera manghas. Pada perbatasan hutan zonasi tersebut jarang ditemukan karena tingginya laju konversi habitat mangrove menjadi tambak, penebangan hutan, sedimentasi/reklamasi, dan pencemaran lingkungan.

  Dalam penanaman mangrove, kegiatan pembibitan tidak mudah dilakukan. Apabila keberadaan pohon mangrove di sekitar lokasi penanaman sedikit atau tidak ada, kegiatan pembibitan akan mengalami kendala dalam melakukan pembibitan. Adanya kebun pembibitan akan menguntungkan terutama bila penanaman dilaksanakan pada saat tidak musim puncak berbuah atau pada saat dilakukan penyulaman tanaman. Selain itu, penanaman melalui buah yang dibibitkan akan menghasilkan persentase tumbuh yang tinggi. Propagul /benih yang akan ditanam harus sudah tersedia satu hari sebelum penanaman (Khazali, 2000).

  Hutan bakau merupakan suatu ekosistem hutan yang tahan terhadap kadar garam di daerah pasang surut di sepanjang garis pantai. Bakau merupakan vegetasi pantai yang mempunyai karakteristik khusus sedemikian rupa sehingga mampu bertahan hidup di lingkungan bergaram. Vegetasi bakau memiliki mekanisme biologi untuk menyesuaikan diri dengan fluktuasi lingkungan harian seperti temperatur, kadar garam dan periode genangan.

  Berdasarkan pengalaman di lapangan, penyiapan bibit bakau sebaiknya menggunakan benih yang bersal dari buah yang telah masak. Secara umum, teknik pembibitan semua jenis bakau (Rhizophora sp) relatif sama. Sebelum melakukan kegiatan pembibitan, pengenalan bagian-bagian buah bakau harus dilakukan terlebih dahulu. Benih sebaiknya dipilih yang sudah matang, pemanenan buah dapat dilakukan dengan cara memanjat atau menggunakan tongkat galah berpengait. Selain itu, buah juga bisa diperoleh dengan mengambil buah yang telah jatuh dengan sendirinya di bawah pohon induk. Buah yang dipilih sebaiknya sehat, tidak terserang oleh hama dan penyakit, serta belum berdaun. Ciri-ciri buah bakau yang telah matang leher kotiledon berwarna kekuningan. Untuk mendapatkan benih yang bersih maka sebaiknya dilakukan pencucian (Wibisono dkk, 2006).

  Media tanam merupakan komponen utama ketika akan bercocok tanam. Media tanam yang akan digunakan harus disesuaikan dengan jenisyang ingin ditanam. Menentukan media tanam yang tepat dan standar untuk jenis yang berbeda habitat asalnya merupakan hal yang sulit. Hal ini dikarenakan setiap daerah memiliki kelembapan dan kecepatan angin yang berbeda. Secara umum, media tanam harus dapat menjaga kelembapan daerah sekitar akar, menyediakan cukup udara, dan dapat menahan ketersediaan unsur hara (Mukhlis, 2007).

  Bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah ada tiga sumber, yaitu pupuk kandang, pupuk hijau dan sisa tanaman hijau yang ditanam. Pupuk kandang merupakan bahan organik yang baik dan pemupukan pupuk kandang di daerah tropik adalah efektif. Pupuk kandang dapat dibedakan menjadi dua yaitu: 1) pupuk kandang segar berupa kotoran hewan yang baru dikeluarkan oleh hewan sehingga belum mengalami pembusukan; dan 2) pupuk kandang busuk, merupakan pupuk kandang yang telah disimpan atau digundukkan sehingga mengalami pembusukan. Dalam penelitian ini, pupuk kandang yang digunakan adalah pupuk kandang yang telah mengalami pembusukan (Rosmarkam, 2001).

  Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pembibitan Bruguiera cylindrica

  Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mangrove di suatu lokasi adalah : 1 . Fisiografi pantai

  Fisiografi pantai dapat mempengaruhi komposisi, distribusi spesies dan lebar hutan mangrove. Pada pantai yang landai, komposisi ekosistem mangrove lebih beragam jika dibandingkan dengan pantai yang terjal. Hal ini disebabkan karena pantai landai menyediakan ruang yang lebih luas untuk tumbuhnya mangrove sehingga distribusi spesies menjadi semakin luas dan lebar. Pada pantai yang terjal komposisi, distribusi dan lebar hutan mangrove lebih kecil karena kontur yang terjal menyulitkan pohon mangrove untuk tumbuh.

  2. Pasang Pasang yang terjadi di kawasan mangrove sangat menentukan zonasi tumbuhan dan komunitas hewan yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove.

  Secara rinci pengaruh pasang terhadap pertumbuhan mangrove dijelaskan sebagai berikut: Lama pasang : 1.

  Lama terjadinya pasang di kawasan mangrove dapat mempengaruhi perubahan salinitas air dimana salinitas akan meningkat pada saat pasang dan sebaliknya akan menurun pada saat air laut surut 2. Perubahan salinitas yang terjadi sebagai akibat lama terjadinya pasang merupakan faktor pembatas yang mempengaruhi distribusi spesies secara horizontal.

  3. Perpindahan massa air antara air tawar dengan air laut mempengaruhi distribusi vertikal organisme.

  3. Gelombang dan Arus 1.

  Gelombang dan arus dapat merubah struktur dan fungsi ekosistem mangrove. Pada lokasi-lokasi yang memiliki gelombang dan arus yang cukup besar biasanya hutan mangrove mengalami abrasi sehingga terjadi pengurangan luasan hutan.

  2. Gelombang dan arus juga berpengaruh langsung terhadap distribusi spesies misalnya buah atau semai Rhizophora terbawa gelombang dan arus sampai menemukan substrat yang sesuai untuk menancap dan akhirnya tumbuh.

3. Gelombang dan arus berpengaruh tidak langsung terhadap sedimentasi pantai dan pembentukan padatan-padatan pasir di muara sungai.

  Terjadinya sedimentasi dan padatan-padatan pasir ini merupakan substrat yang baik untuk menunjang pertumbuhan mangrove

  4. Gelombang dan arus mempengaruhi daya tahan organisme akuatik melalui transportasi nutrien-nutrien penting dari mangrove ke laut. Nutrien-nutrien yang berasal dari hasil dekomposisi serasah maupun yang berasal dari runoff daratan dan terjebak di hutan mangrove akan terbawa oleh arus dan gelombang ke laut pada saat surut.

4. Iklim

  Mempengaruhi perkembangan tumbuhan dan perubahan faktor fisik (substrat dan air). Pengaruh iklim terhadap pertimbuhan mangrove melalui cahaya, curah hujan, suhu, dan angin. Penjelasan mengenai faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

  • Cahaya Cahaya berpengaruh terhadap proses fotosintesis, respirasi, fisiologi, dan struktur fisik mangrove. Intensitas, kualitas, lama (mangrove adalah tumbuhan long day plants yang membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi sehingga sesuai untuk hidup di daerah tropis) pencahayaan mempengaruhi pertumbuhan mangrove. Laju pertumbuhan tahunan mangrove yang berada di bawah naungan sinar matahari lebih kecil dan sedangkan laju kematian adalah sebaliknya . Cahaya berpengaruh terhadap perbungaan dan germinasi dimana tumbuhan yang berada di luar kelompok (gerombol) akan menghasilkan lebih banyak bunga karena mendapat sinar matahari lebih banyak daripada tumbuhan yang berada di dalam gerombol.
  • Curah hujan

  Jumlah, lama, dan distribusi hujan mempengaruhi perkembangan tumbuhan mangrove. Curah hujan yang terjadi mempengaruhi kondisi udara, suhu air, salinitas air dan tanah . Curah hujan optimum pada suatu lokasi yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mangrove adalah yang berada pada kisaran 1500-3000 mm/tahun

  • Suhu Suhu berperan penting dalam proses fisiologis (fotosintesis dan respirasi) Produksi daun baru Avicennia marina terjadi pada suhu 18-20C dan jika suhu lebih tinggi maka produksi menjadi berkurang.
  • Angin Angin mempengaruhi terjadinya gelombang dan arus Angin merupakan agen polinasi dan diseminasi biji sehingga membantu terjadinya proses reproduksi tumbuhan mangrove

  5. Salinitas

  • Salinitas optimum yang dibutuhkan mangrove untuk tumbuh berkisar antara 10-30 ppt
  • Salinitas secara langsung dapat mempengaruhi laju pertumbuhan dan zonasi mangrove, hal ini terkait dengan frekuensi penggenangan
  • Salinitas air akan meningkat jika pada siang hari cuaca panas dan dalam keadaan pasang
  • Salinitas air tanah lebih rendah dari salinitas air

  6. Oksigen Terlarut

  • Oksigen terlarut berperan penting dalam dekomposisi serasah karena bakteri dan fungsi yang bertindak sebagai dekomposer membutuhkan oksigen untuk kehidupannya.
  • Oksigen terlarut juga penting dalam proses respirasi dan fotosintesis 3.

  Oksigen terlarut berada dalam kondisi tertinggi pada siang hari dan kondisi terendah pada malam hari

  7. Substrat

  • Karakteristik substrat merupakan faktor pembatas terhadap pertumbuhan mangrove
  • Rhizophora mucronata dapat tumbuh baik pada substrat yang dalam/tebal dan berlumpur

  • Avicennia marina dan Bruguiera hidup pada tanah lumpur berpasir
  • Tekstur dan konsentrasi ion mempunyai susunan jenis dan kerapatan tegakan Misalnya jika komposisi substrat lebih banyak liat (clay) dan debu (silt) maka tegakan menjadi lebih rapat
  • Konsentrasi kation Na>Mg>Ca atau K akan membentuk konfigurasi hutan Avicennia/Sonneratia/Rhizophora/Bruguiera

  8. Hara Unsur hara yang terdapat di ekosistem mangrove terdiri dari hara inorganik dan organik. Unsur hara Inorganik terdiri dari : P,K,Ca,Mg,Na sedangkan unsur hara Organik : Allochtonous dan Autochtonous (fitoplankton, bakteri, alga)