Waktu Konjungsi Ijtima’ dan Terbenam Matahari

1 INFORMASI ASTRONOMIS HILAL DAN MATAHARI SAAT MATAHARI TERBENAM TANGGAL 8 DAN 9 SEPTEMBER 2010 PENENTU AWAL BULAN SYAWWAL 1431 H Keteraturan peredaran Bulan dalam mengelilingi Bumi juga Bumi dan Bulan dalam mengelilingi Matahari memungkinkan manusia untuk mengetahui penentuan waktu. Salah satunya adalah penentuan awal bulan qomariah, yang didasarkan pada peredaran Bulan mengelilingi Bumi. Penentuan awal bulan qomariah ini sangat penting bagi umat Islam, misalnya dalam penentuan awal dan akhir shaum Ramadhan, hari raya Idul Fitri, hari raya Idul Adha, dan awal tahun baru Hijriah. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika BMKG sebagai institusi pemerintah yang salah satu tupoksinya dalam penentuan tanda waktu sangat berkepentingan dalam penentuan awal bulan qomariah ini. Untuk itu, BMKG menyampaikan Informasi Astronomis Hilal dan Matahari saat Matahari Terbenam Tanggal 8 dan 9 September 2010: Penentu Awal Bulan Syawwal 1431 H sebagai berikut.

1. Waktu Konjungsi Ijtima’ dan Terbenam Matahari

Konjungsi geosentrik atau konjungsi atau ijtima’ adalah peristiwa ketika bujur ekliptika Bulan sama dengan bujur ekliptika Matahari dengan pengamat diandaikan berada di pusat Bumi. Kejadian ini akan kembali terjadi pada Rabu, 8 September 2010, pukul 10 : 30 UT atau 17 : 30 WIB atau 18 : 30 WITA atau 19 : 30 WIT, yaitu ketika nilai bujur Ekliptika Matahari dan Bulan sama-sama 165,677 o . Pada saat konjungsi, jarak sudut Matahari dan Bulan elongasi adalah 4,277 o . Elongasi ini lebih besar daripada jumlah semi diameter Bulan dan Matahari pada saat tersebut, yaitu 0,543 o , sehingga pada saat konjungsi tidak akan terjadi Gerhana Matahari. Dengan demikian, peristiwa konjungsi ini tidak akan teramati secara visual. Periode sinodis Bulan sendiri terhitung sejak konjungsi sebelumnya hingga konjungsi yang akan datang ini adalah 29 hari 7 jam 22 menit. Waktu terbenam Matahari dinyatakan ketika bagian atas piringan Matahari tepat di horison teramati. Hal ini bergantung pada berbagai hal, yang di antaranya adalah semi diameter Matahari, efek hamburanrefraksi atmosfer Bumi, dan elevasi lokasi pengamat di atas permukaan laut dpl. Dalam perhitungan standar 1 , semi diameter Matahari dianggap 16’, efek refraksi dianggap 34’ dan elevasi pengamat dianggap 0 meter dpl. Berdasarkan hal ini Matahari terbenam di wilayah Indonesia pada tanggal 8 September 2010 paling awal terjadi pada pukul 17 : 36 WIT di Merauke dan paling akhir pada pukul 18 : 42 WIB di Sabang. Dengan memperhatikan waktu konjungsi dan Matahari terbenam, dapat dikatakan bahwa untuk wilayah Indonesia bagian barat, konjungsi terjadi sebelum Matahari terbenam. Adapun untuk wilayah Indonesia bagian tengah dan timur konjungsi terjadi setelah Matahari terbenam. Hal ini lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 8 tentang Peta Umur Bulan tanggal 8 September 2010 untuk 2 pengamat di Indonesia. Ini karena Gambar 8 dapat dianggap juga sebagai peta terbenam Matahari di Indonesia pada tanggal 8 September 2010 dengan waktu terbenam pukul 17 : 30 WIB diangap 0. Dengan demikian, secara astronomis waktu pelaksanaan rukyat Hilal bagi yang menerapkan rukyat dalam penentuan awal bulan qomariah terbagi menjadi dua. Bagi yang tinggal di wilayah Indonesia bagian barat pelaksanaan rukyatnya adalah setelah Matahari terbenam tanggal 8 September 2010. Adapun bagi yang tinggal di Indonesia bagian tengah dan timur rukyatnya dilaksanakan pada tanggal 9 September 2010. Sementara itu bagi yang menerapkan hisab dalam penentuan awal bulan qomariah, perlu diperhitungkan kriteria-kriteria hisab saat Matahari terbenam tanggal 8 dan 9 September 2010 tersebut.

2. Data Astronomis Hilal dan Matahari untuk Beberapa Kota di Indonesia