Pengoptimuman Ekstraksi Flavonoid Daun Salam (Syzygium polyanthum) dan Analisis Sidik Jari dengan Kromatografi Lapis Tipis
ABSTRAK
JULIA DEVY OKTAVIA. Pengoptimuman Ekstraksi Flavonoid Daun Salam
(Syzygium polyanthum) dan Analisis Sidik Jari dengan Kromatografi Lapis Tipis.
Dibimbing oleh LATIFAH KOSIM DARUSMAN dan WULAN TRI WAHYUNI.
Daun salam diketahui mengandung senyawa flavonoid yang berfungsi sebagai
antioksidan. Penelitian ini bertujuan mencari kondisi optimum ekstraksi flavonoid
daun salam dengan meragamkan metode ekstraksi, polaritas pelarut, dan waktu
ekstraksi. Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dan sonikasi, polaritas
pelarut yang digunakan adalah nisbah antara metanol dan air, serta waktu ekstraksi
untuk sonikasi berada dalam rentang 5 hingga 15 menit, sedangkan untuk maserasi
berada dalam rentang 6 hingga 24 jam. Kadar flavonoid total dan aktivitas
antioksidan menjadi parameter keberhasilan ekstraksi. Penelitian dirancang
menggunakan rancangan kombinasi D-Optimal dengan bantuan perangkat lunak
DX8.0.6 versi uji coba. Berdasarkan analisis statistik, kondisi optimum ekstraksi
ditentukan dengan melihat kebaikan model. Kondisi optimum tersebut diperoleh saat
kondisi ekstraksi sonikasi dengan pelarut metanol 96% selama 15 menit yang
memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 13,1593 µg/ml dan kadar flavonoid
total 0,0127 mg QE/mg ekstrak. Komposisi ekstrak terbaik berdasarkan uji fitokimia
di antaranya merupakan golongan senyawa antosianidin, flavonol, flavon, dan kalkon.
Profil sidik jari ekstrak terbaik yang memiliki bioaktivitas paling tinggi dideteksi
dengan kromatografi lapis tipis. Analisis sidik jari ekstrak tersebut dilakukan
menggunakan kloroform sebagai fase gerak terbaik yang menghasilkan 8 pita.
ABSTRACT
JULIA DEVY OKTAVIA. Optimization in Flavonoid Extraction of Salam Leaves
(Syzygium polyanthum) and Fingerprint Analysis Using Thin Layer Chromatography.
Supervised by LATIFAH KOSIM DARUSMAN and WULAN TRI WAHYUNI.
Salam leaves contain flavonoids having a function as antioxidants. The aim of
this study is to find optimum condition for flavonoid extraction from salam leaves by
varying the extraction methods, solvent polarity, and extraction time. The extraction
was conducted by maceration and sonication methods, with methanol and water ratio
as indication of solvent polarity. Extraction by maseration was run for 6 to 24 hours,
while sonication was run for 6 to 15 minutes. Total flavonoid content and antioxidant
activity were the parameters for measuring the selection of extraction process. The
study was designed using a combination design of D-Optimal with software DX8.0.6
for trial version. Based on statistical analysis, the optimum conditions of extraction
was determined with the goodness of the model. The optimum condition was the
sonication extraction in 96% methanol for 15 minutes. This condition has the best the
antioxidant activity with IC50 value of 13,1593 mg/mL and total flavonoid content of
0,0127 mg QE/mg extract. The composition of the best extract based on
phitochemical assay were anthocyanidins, flavonol, flavone, and khalkon. The
fingerprint profiles of the best extract that has highest bioactivity was detected by thin
layer chromatography analysis. Fingerprint analysis of the extract was performed
using chlorofom as the best eluent which resulting 8 bands.
1
PENDAHULUAN
Meningkatnya penyakit degeneratif seperti
kanker disebabkan karena terjadinya suatu
kondisi stress oksidatif, yaitu kondisi saat
antioksidan yang ada di dalam tubuh tidak
mampu menetralisir peningkatan konsentrasi
radikal bebas, sehingga dapat menimbulkan
kerusakan pada komponen sel seperti DNA,
lipid, dan protein (Chen et al. 1996). Untuk
itu, manusia membutuhkan antioksidan yang
berasal dari luar tubuh. Penggunaan
antioksidan sintetik mulai dibatasi karena dari
hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui
antioksidan sintetik seperti propil galat, butilhidroksianisol (BHA), butyl-hidroksitoluena
(BHT), dan tersier-butil-hidrokuinon (TBHQ)
memberikan efek buruk terhadap kesehatan
dan dapat bersifat toksik (Chen et al 1992;
Kahl & Kappus 1993; Miyake & Shibamoto
1997). Oleh karena itu antioksidan alami
menjadi alternatif yang sangat dibutuhkan.
Kemampuan
flavonoid
sebagai
antioksidan telah banyak diteliti belakangan
ini (Pourmorad et al. 2006; Sunarni et al.
2007; Setiawan 2008; Zuhra et al. 2008;
Akbar
2010; Borges 2010). Sebagai
antioksidan, flavonoid memiliki kemampuan
mengubah atau mereduksi radikal bebas dan
juga sebagai anti radikal bebas (Zuhra 2008).
Salam (Syzygium polyanthum) merupakan
salah satu sumber flavonoid yang berpotensi
sebagai antioksidan. Daun salam mengandung
beberapa komponen utama, yaitu minyak
atsiri (sitral dan eugenol), tanin dan flavonoid
(Dalimartha 2003). Daun salam berkhasiat
untuk pengobatan diabetes melitus, inflamasi,
dan diare (Lelono 2009). Kandungan
flavonoid dalam daun salam mendorong
dilakukannya suatu usaha yang dapat
mengoptimalkan
pemanfaatan
tanaman
tersebut. Potensi salam sebagai antioksidan
yang dapat menangkap molekul radikal bebas
telah diketahui dalam penelitian Lelono
(2009), yaitu aktivitas antioksidan kulit batang
salam meningkat dengan meningkatnya
kandungan fenol total dari kulit batang salam.
Aktivitas radikal bebas tertinggi terdapat pada
ekstrak metanol-air dengan nilai IC50 sebesar
0,18 mg/mL.
Terdapat beberapa teknik ekstraksi yang
dapat digunakan untuk mengisolasi senyawa
aktif dari bahan alam, di antaranya ekstraksi
maserasi, sonikasi, soxhlet, refluks, dan
distilasi (Velickovic 2007). Namun, banyak
bahan alam yang tidak stabil secara termal dan
dapat terdegradasi selama proses ekstraksi
seperti pada ekstraksi soxhlet. Metode
ekstraksi seperti maserasi membutuhkan
waktu yang lama sehingga menjadi tidak
efisien. Untuk itu, perlu dikembangkan
metode ekstraksi lain yang bertujuan
menjadikan proses ekstraksi lebih efisien dan
mempersingkat waktu ekstraksi, salah satunya
adalah ekstraksi sonikasi yang memanfaatkan
gelombang ultrasonik.
Efektivitas ekstraksi sangat bergantung
pada
kondisi-kondisi
percobaan
yang
digunakan seperti waktu ekstraksi, nisbah
sampel-pelarut, dan jenis pelarut. Oleh karena
itu perlu dilakukan optimisasi pada kondisi
percobaan untuk mendapatkan hasil yang
optimal.
Pengaruh
perbedaan
metode
ekstraksi, pelarut, dan waktu ekstraksi
terhadap kadar flavonoid dan aktivitas
antioksidan ekstrak diamati pada penelitian
ini. Pengoptimuman kondisi ekstraksi disusun
dengan bantuan desain eksperimental.
Banyaknya komponen kimia yang terdapat
pada tanaman obat memungkinkan sulitnya
untuk menjamin keamanan, kendali mutu, dan
konsistensi produknya dibandingkan dengan
obat sintetis (Reich & Schibli 2008). Dalam
kendali mutu dan uji stabilitas produk
tanaman obat, analisis sidik jarimenggunakan
kromatografi merupakan teknik yang dapat
digunakan
untuk
mengevaluasi
dan
membandingkan komponen-komponen kimia
yang terdapat pada produk tersebut. Pola sidik
jari kromatografi menunjukkan profil
keseluruhan
komponen
karena
dapat
merepresentasikan keragaman komponen
yang ada dalam tanaman obat tanpa
memperhatikan jenisnya (Liang et al. 2004).
Pada penelitian ini sidik jari ekstrak flavonoid
dengan bioaktivitar terbaik diperiksa dengan
menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT).
Penelitian ini bertujuan mencari kondisi
optimum ekstraksi flavonoid daun salam
(Syzygium
polyanthum)
dengan
memvariasikan metode ekstraksi, polaritas
pelarut, dan waktu ekstraksi. Aktivitas
antioksidan dan kadar flavonoid total menjadi
parameter pengukur keberhasilan ekstraksi.
Profil sidik jari ekstrak yang memiliki
bioaktivitas paling tinggi diperiksa dengan
KLT.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Salam (Syzygium polyanthum)
Syzygium polyanthum [Wight.] Walp.,
sinonim Eugenia polyantha Wight., dan E.
lucidula miq., memiliki nama daerah salam
(Indonesia, Sunda, Jawa, Madura); gowok
(Sunda);
manting
(Jawa);
kastolam
(Kangean); dan meselangan, ubar serai
(Melayu). Salam diklasifikasikan ke dalam
divisi
Spermatophyta,
subdivisi
Angiospermae, kelas Dicotyledoneae, ordo
Myrtales, family Myrtaceae, genus Syzygium,
spesies Syzygium polyanthum (Wight) Walp
(Sumono 2008).
Salam merupakan tanaman asli Indonesia
dan tumbuh di wilayah iklim tropis dan
subtropis, termasuk di Asia Tenggara dan
Cina. Secara morfologi (Gambar 1), salam
merupakan pohon bertajuk rimbun dengan
tinggi mencapai 25 m, berakar tunggang, dan
berbatang bulat dengan permukaan yang licin.
Daun tunggal, berbentuk lonjong hingga elips,
letak berhadapan, panjang tangkai 0,5-1 cm,
ujung meruncing, pangkal runcing, tepi rata,
panjang 5-15 cm, lebar 3-8 cm, pertulangan
menyirip, permukaan atas licin berwarna hijau
tua, dan permukaan bawah berwarna hijau
muda. Bunga majemuk, tersusun dalam malai
yang keluar dari ujung ranting, berwarna putih
dan baunya harum. Buah buni, berbentuk
bulat, diameter 8-9 mm, saat masih muda
berwarna hijau, saat matang berubah warna
menjadi merah gelap, dan rasanya agak sepat.
Biji berbentuk bulat, penampang sekitar 1 cm,
dan berwarna coklat (Sumono 2008).
Gambar 1 Tanaman salam. (Sumono 2008)
Efek farmakologi daun salam diperoleh
dari daun, kulit batang, akar, dan buah salam.
Kandungan kimia tanaman salam dilaporkan
di antaranya minyak atsiri (0,05%) yang
terdiri dari sitral dan eugenol (Sumono 2008),
serta mengandung tanin tidak kurang dari
21,7% dan flavonoid dengan fluoretin dan
kuersitrin sebagai golongan utama (BPOM
2004). Kuersitrin merupakan senyawa
golongan flavonoid yang diketahui sebagai
senyawa penciri pada daun salam (Depkes RI
2008).
Berdasarkan penelitian Muflihat (2008),
dari uji fitokimia yang dilakukan diketahui
bahwa ekstrak air daun salam mengandung
flavonoid, saponin dan tanin. Ekstrak air
bersifat kurang toksik dengan nilai LC50
sebesar 2174,23 ppm. Ekstrak etanol daun
salam mengandung alkaloid, flavanoid,
saponin, dan tanin serta memiliki potensi
bioaktif dan dapat dimanfaatkan sebagai obat
karena memiliki nilai LC50
JULIA DEVY OKTAVIA. Pengoptimuman Ekstraksi Flavonoid Daun Salam
(Syzygium polyanthum) dan Analisis Sidik Jari dengan Kromatografi Lapis Tipis.
Dibimbing oleh LATIFAH KOSIM DARUSMAN dan WULAN TRI WAHYUNI.
Daun salam diketahui mengandung senyawa flavonoid yang berfungsi sebagai
antioksidan. Penelitian ini bertujuan mencari kondisi optimum ekstraksi flavonoid
daun salam dengan meragamkan metode ekstraksi, polaritas pelarut, dan waktu
ekstraksi. Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dan sonikasi, polaritas
pelarut yang digunakan adalah nisbah antara metanol dan air, serta waktu ekstraksi
untuk sonikasi berada dalam rentang 5 hingga 15 menit, sedangkan untuk maserasi
berada dalam rentang 6 hingga 24 jam. Kadar flavonoid total dan aktivitas
antioksidan menjadi parameter keberhasilan ekstraksi. Penelitian dirancang
menggunakan rancangan kombinasi D-Optimal dengan bantuan perangkat lunak
DX8.0.6 versi uji coba. Berdasarkan analisis statistik, kondisi optimum ekstraksi
ditentukan dengan melihat kebaikan model. Kondisi optimum tersebut diperoleh saat
kondisi ekstraksi sonikasi dengan pelarut metanol 96% selama 15 menit yang
memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 13,1593 µg/ml dan kadar flavonoid
total 0,0127 mg QE/mg ekstrak. Komposisi ekstrak terbaik berdasarkan uji fitokimia
di antaranya merupakan golongan senyawa antosianidin, flavonol, flavon, dan kalkon.
Profil sidik jari ekstrak terbaik yang memiliki bioaktivitas paling tinggi dideteksi
dengan kromatografi lapis tipis. Analisis sidik jari ekstrak tersebut dilakukan
menggunakan kloroform sebagai fase gerak terbaik yang menghasilkan 8 pita.
ABSTRACT
JULIA DEVY OKTAVIA. Optimization in Flavonoid Extraction of Salam Leaves
(Syzygium polyanthum) and Fingerprint Analysis Using Thin Layer Chromatography.
Supervised by LATIFAH KOSIM DARUSMAN and WULAN TRI WAHYUNI.
Salam leaves contain flavonoids having a function as antioxidants. The aim of
this study is to find optimum condition for flavonoid extraction from salam leaves by
varying the extraction methods, solvent polarity, and extraction time. The extraction
was conducted by maceration and sonication methods, with methanol and water ratio
as indication of solvent polarity. Extraction by maseration was run for 6 to 24 hours,
while sonication was run for 6 to 15 minutes. Total flavonoid content and antioxidant
activity were the parameters for measuring the selection of extraction process. The
study was designed using a combination design of D-Optimal with software DX8.0.6
for trial version. Based on statistical analysis, the optimum conditions of extraction
was determined with the goodness of the model. The optimum condition was the
sonication extraction in 96% methanol for 15 minutes. This condition has the best the
antioxidant activity with IC50 value of 13,1593 mg/mL and total flavonoid content of
0,0127 mg QE/mg extract. The composition of the best extract based on
phitochemical assay were anthocyanidins, flavonol, flavone, and khalkon. The
fingerprint profiles of the best extract that has highest bioactivity was detected by thin
layer chromatography analysis. Fingerprint analysis of the extract was performed
using chlorofom as the best eluent which resulting 8 bands.
1
PENDAHULUAN
Meningkatnya penyakit degeneratif seperti
kanker disebabkan karena terjadinya suatu
kondisi stress oksidatif, yaitu kondisi saat
antioksidan yang ada di dalam tubuh tidak
mampu menetralisir peningkatan konsentrasi
radikal bebas, sehingga dapat menimbulkan
kerusakan pada komponen sel seperti DNA,
lipid, dan protein (Chen et al. 1996). Untuk
itu, manusia membutuhkan antioksidan yang
berasal dari luar tubuh. Penggunaan
antioksidan sintetik mulai dibatasi karena dari
hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui
antioksidan sintetik seperti propil galat, butilhidroksianisol (BHA), butyl-hidroksitoluena
(BHT), dan tersier-butil-hidrokuinon (TBHQ)
memberikan efek buruk terhadap kesehatan
dan dapat bersifat toksik (Chen et al 1992;
Kahl & Kappus 1993; Miyake & Shibamoto
1997). Oleh karena itu antioksidan alami
menjadi alternatif yang sangat dibutuhkan.
Kemampuan
flavonoid
sebagai
antioksidan telah banyak diteliti belakangan
ini (Pourmorad et al. 2006; Sunarni et al.
2007; Setiawan 2008; Zuhra et al. 2008;
Akbar
2010; Borges 2010). Sebagai
antioksidan, flavonoid memiliki kemampuan
mengubah atau mereduksi radikal bebas dan
juga sebagai anti radikal bebas (Zuhra 2008).
Salam (Syzygium polyanthum) merupakan
salah satu sumber flavonoid yang berpotensi
sebagai antioksidan. Daun salam mengandung
beberapa komponen utama, yaitu minyak
atsiri (sitral dan eugenol), tanin dan flavonoid
(Dalimartha 2003). Daun salam berkhasiat
untuk pengobatan diabetes melitus, inflamasi,
dan diare (Lelono 2009). Kandungan
flavonoid dalam daun salam mendorong
dilakukannya suatu usaha yang dapat
mengoptimalkan
pemanfaatan
tanaman
tersebut. Potensi salam sebagai antioksidan
yang dapat menangkap molekul radikal bebas
telah diketahui dalam penelitian Lelono
(2009), yaitu aktivitas antioksidan kulit batang
salam meningkat dengan meningkatnya
kandungan fenol total dari kulit batang salam.
Aktivitas radikal bebas tertinggi terdapat pada
ekstrak metanol-air dengan nilai IC50 sebesar
0,18 mg/mL.
Terdapat beberapa teknik ekstraksi yang
dapat digunakan untuk mengisolasi senyawa
aktif dari bahan alam, di antaranya ekstraksi
maserasi, sonikasi, soxhlet, refluks, dan
distilasi (Velickovic 2007). Namun, banyak
bahan alam yang tidak stabil secara termal dan
dapat terdegradasi selama proses ekstraksi
seperti pada ekstraksi soxhlet. Metode
ekstraksi seperti maserasi membutuhkan
waktu yang lama sehingga menjadi tidak
efisien. Untuk itu, perlu dikembangkan
metode ekstraksi lain yang bertujuan
menjadikan proses ekstraksi lebih efisien dan
mempersingkat waktu ekstraksi, salah satunya
adalah ekstraksi sonikasi yang memanfaatkan
gelombang ultrasonik.
Efektivitas ekstraksi sangat bergantung
pada
kondisi-kondisi
percobaan
yang
digunakan seperti waktu ekstraksi, nisbah
sampel-pelarut, dan jenis pelarut. Oleh karena
itu perlu dilakukan optimisasi pada kondisi
percobaan untuk mendapatkan hasil yang
optimal.
Pengaruh
perbedaan
metode
ekstraksi, pelarut, dan waktu ekstraksi
terhadap kadar flavonoid dan aktivitas
antioksidan ekstrak diamati pada penelitian
ini. Pengoptimuman kondisi ekstraksi disusun
dengan bantuan desain eksperimental.
Banyaknya komponen kimia yang terdapat
pada tanaman obat memungkinkan sulitnya
untuk menjamin keamanan, kendali mutu, dan
konsistensi produknya dibandingkan dengan
obat sintetis (Reich & Schibli 2008). Dalam
kendali mutu dan uji stabilitas produk
tanaman obat, analisis sidik jarimenggunakan
kromatografi merupakan teknik yang dapat
digunakan
untuk
mengevaluasi
dan
membandingkan komponen-komponen kimia
yang terdapat pada produk tersebut. Pola sidik
jari kromatografi menunjukkan profil
keseluruhan
komponen
karena
dapat
merepresentasikan keragaman komponen
yang ada dalam tanaman obat tanpa
memperhatikan jenisnya (Liang et al. 2004).
Pada penelitian ini sidik jari ekstrak flavonoid
dengan bioaktivitar terbaik diperiksa dengan
menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT).
Penelitian ini bertujuan mencari kondisi
optimum ekstraksi flavonoid daun salam
(Syzygium
polyanthum)
dengan
memvariasikan metode ekstraksi, polaritas
pelarut, dan waktu ekstraksi. Aktivitas
antioksidan dan kadar flavonoid total menjadi
parameter pengukur keberhasilan ekstraksi.
Profil sidik jari ekstrak yang memiliki
bioaktivitas paling tinggi diperiksa dengan
KLT.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Salam (Syzygium polyanthum)
Syzygium polyanthum [Wight.] Walp.,
sinonim Eugenia polyantha Wight., dan E.
lucidula miq., memiliki nama daerah salam
(Indonesia, Sunda, Jawa, Madura); gowok
(Sunda);
manting
(Jawa);
kastolam
(Kangean); dan meselangan, ubar serai
(Melayu). Salam diklasifikasikan ke dalam
divisi
Spermatophyta,
subdivisi
Angiospermae, kelas Dicotyledoneae, ordo
Myrtales, family Myrtaceae, genus Syzygium,
spesies Syzygium polyanthum (Wight) Walp
(Sumono 2008).
Salam merupakan tanaman asli Indonesia
dan tumbuh di wilayah iklim tropis dan
subtropis, termasuk di Asia Tenggara dan
Cina. Secara morfologi (Gambar 1), salam
merupakan pohon bertajuk rimbun dengan
tinggi mencapai 25 m, berakar tunggang, dan
berbatang bulat dengan permukaan yang licin.
Daun tunggal, berbentuk lonjong hingga elips,
letak berhadapan, panjang tangkai 0,5-1 cm,
ujung meruncing, pangkal runcing, tepi rata,
panjang 5-15 cm, lebar 3-8 cm, pertulangan
menyirip, permukaan atas licin berwarna hijau
tua, dan permukaan bawah berwarna hijau
muda. Bunga majemuk, tersusun dalam malai
yang keluar dari ujung ranting, berwarna putih
dan baunya harum. Buah buni, berbentuk
bulat, diameter 8-9 mm, saat masih muda
berwarna hijau, saat matang berubah warna
menjadi merah gelap, dan rasanya agak sepat.
Biji berbentuk bulat, penampang sekitar 1 cm,
dan berwarna coklat (Sumono 2008).
Gambar 1 Tanaman salam. (Sumono 2008)
Efek farmakologi daun salam diperoleh
dari daun, kulit batang, akar, dan buah salam.
Kandungan kimia tanaman salam dilaporkan
di antaranya minyak atsiri (0,05%) yang
terdiri dari sitral dan eugenol (Sumono 2008),
serta mengandung tanin tidak kurang dari
21,7% dan flavonoid dengan fluoretin dan
kuersitrin sebagai golongan utama (BPOM
2004). Kuersitrin merupakan senyawa
golongan flavonoid yang diketahui sebagai
senyawa penciri pada daun salam (Depkes RI
2008).
Berdasarkan penelitian Muflihat (2008),
dari uji fitokimia yang dilakukan diketahui
bahwa ekstrak air daun salam mengandung
flavonoid, saponin dan tanin. Ekstrak air
bersifat kurang toksik dengan nilai LC50
sebesar 2174,23 ppm. Ekstrak etanol daun
salam mengandung alkaloid, flavanoid,
saponin, dan tanin serta memiliki potensi
bioaktif dan dapat dimanfaatkan sebagai obat
karena memiliki nilai LC50