Evaluasi Integritas Lanskap Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat (Studi Kasus: Jalur Pendakian Cibodas)

EVALUASI INTEGRITAS LANSKAP TAMAN NASIONAL
GUNUNG GEDE PANGRANGO, JAWA BARAT
(Studi Kasus: Jalur Pendakian Cibodas)

SAHLAN

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

RINGKASAN
SAHLAN, Evaluasi Integritas Lanskap Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango, Jawa Barat (studi kasus: Jalur Pendakian Cibodas). Dibimbing
oleh ARIS MUNANDAR.
Keberadaan taman nasional saat ini sangat mengkhawatirkan. Intensitas
penggunaan baik legal maupun ilegal di kawasan taman nasional semakin
meningkat. Kegiatan ilegal di dalam kawasan taman nasional diantaranya
pencurian kayu bakar, penebangan pohon, pengambilan tanaman khas/endemik,
dan pendakian gunung secara ilegal, sedangkan kegiatan yang legal diantaranya
pengelolaan kawasan dan besarnya tekanan pengunjung sehingga melebihi daya

dukung kawasan. Jika hal ini tidak diperhatikan maka eksistensi atau karakter dari
taman nasional dan kekayaan alam bangsa ini akan hilang. Untuk itu perlu
adanya kajian dari pengelola menanggapi permasalahan ini. Salah satu kegiatan
manajemen lanskap ialah mengevaluasi atau mengkaji suatu kawasan/lanskap.
Melalui evaluasi atau kajian ini, dapat diketahui apakah lanskap tersebut masih
terjaga karakter aslinya ataukah tidak. Semua aspek tersebut selanjutnya akan
menjadi evaluasi pengelolaan lanskap yang berkelanjutan.
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kondisi eksisting, kualitas estetika,
karakter kualitas ekologi, dan pengelolaan lanskap Taman Nasional Gunung
Gede-Pangrango (TNGGP) khususnya Jalur Pendakian Cibodas. Merumuskan
solusi permasalahan, sintesis, sehingga fungsi dan karakter dari taman nasional
dapat terwujud secara optimal dan berkelanjutan. Penelitian ini dibatasi pada
pengamatan kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango khususnya jalur
pendakian Cibodas-puncak Gede.
Penelitian ini menggunakan metode survei untuk pengumpulan data
ekologis, estetika dan karakter, persepsi dan preferensi pengunjung. Pengolahan
data kualitas estetika, karakter ekologi dan evaluasi pengelolaan dengan
menggunakan metode Semantic Differential (SD). Dari hasil pengolahan data
karakter ekologi dan kualitas ekologi dihasilkan evaluasi sehingga didapatkan
gagasan/rekomendasi agar karakter lanskap taman nasional tetap utuh dan terjaga.

Secara umum penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu tahap persiapan,
tahap pengumpulan data dan tahap pengolahan data.
TNGGP terletak diantara tiga kabupaten yaitu Kabupaten Bogor, Cianjur
dan Sukabumi, dengan ketinggian 1.000-3.019 mdpl dan terletak di titik 106°51'107°02' BT dan 64°1'-65°1' LS. Luas kawasan TNGGP saat ini sekitar 22.851,782
ha. Topografi kawasan ini bervariasi, terdiri dari lahan datar, dataran tinggi, dan
bukit sedang sampai terjal. Jenis tanah di TNGGP ialah tanah Regosol dan
Litosol, tanah asosiasi Andosol dan Regosol, dan tanah Latosol coklat. Iklim di
kawasan ini berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Fergusson termasuk tipe iklim
A, dengan nilai Q berkisar antara 11.30%-33.30%. Suhu udara berkisar antara
10º-18º C. Kelembaban relative sepanjang tahun berkisar dari 80%-90%. Daerah
ini termasuk daerah terbasah di pulau Jawa dengan rata-rata curah hujan tahunan
3.000-4.200 mm. Secara umum jenis vegetasi di TNGGP dapat dibagi dalam tiga
zona hutan (Haris, 2001). Urutan ketinggian dari ketiga zona hutan tersebut
adalah zona hutan Perum Perhutani, zona hutan Montana, dan zona hutan Sub

Alpin. Menurut Riatmo (1989) vegetasi di TNGGP yaitu hutan Sub Montana,
Hutan Montana dan hutan Sub Alpin. TNGGP memiliki keanekaragaman hayati
yang sangat tinggi. Diantara satwa yang hampir punah antara lain, satwa primata
dan terdapat di Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango. Jenis satwa langka
antara lain: jenis primata seperti Gibbon Jawa (Hylobates moloch) dan Surili Jawa

(Dresbytis aygula), jenis mamalia seperti macan tutul (Panthera pardus), anjing
hutan (Cuon alpinus), dan trenggiling (Manis javanica), jenis burung seperti alapalap (Accipiter soloensis), betet (Lanios scaeh), kutilang (Pycnonotus aurigaster),
Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) dan Burung hantu (Otus angelinae).
Hasil evaluasi terhadap kualitas estetika, karakter kualitas ekologi dan
pengelolaan lanskap di tiap lanskap dinilai baik/tinggi. Namun dalam beberapa
kriteria misalnya banyaknya satwa liar dan pengelolaan fasilitas masih dinilai
kurang. Masih terdapat kegiatan vandalisme yang dilakukan oleh pengunjung
seperti membuang sampah, merusak/mencoret-coret fasilitas dan memetik
tanaman. Permasalahan lain yang ada di tiap lanskap antara lain fasilitas yang
rusak dan kurang memadai serta tidak terdapat tempat pembuangan sampah.
Untuk itu disusun beberapa rekomendasi untuk mempertahankan karakter lanskap
TNGGP dan juga untuk mencapai tujuan awal pembentukan taman nasional.
Rekomendasi tersebut antara lain, pengadaan pelatihan atau penyuluhan singkat
tentang pendidikan konservasi, penanganan khusus terhadap kegiatan vandalisme,
pengadaan tempat sampah di setiap obyek wisata/tempat pemberhentian
pengunjung, pemeliharaan terhadap habitat satwa dan vegetasi, peningkatan
fasilitas-fasilitas, pembatasan pengunjung dan larangan berkemah, pengalihan
jumlah kuota pengunjung, pengkajian ulang terhadap zonasi taman nasional dan
pengkajian ulang terhadap aturan-aturan yang sudah dibuat.


© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011
Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, peyusunan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Evaluasi Integritas
Lanskap Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat (Studi Kasus:
Jalur Pendakian Cibodas)” adalah karya saya sendiri dan belum pernah
dipublikasikan sebelumnya. Sumber informasi yang digunakan berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain,
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
skripsi ini


Bogor, Juni 2011

Sahlan
A44060610

EVALUASI INTEGRITAS LANSKAP TAMAN NASIONAL
GUNUNG GEDE PANGRANGO, JAWA BARAT
(Studi Kasus: Jalur Pendakian Cibodas)

SAHLAN
A44060610

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011


LEMBAR PENGESAHAN
Judul

Nama
NRP
Departemen

: Evaluasi Integritas Lanskap Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango, Jawa Barat (Sudi Kasus: Jalur Pendakian
Cibodas)
: Sahlan
: A44060610
: Arsitektur Lanskap

Disetujui:
Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Aris Munandar, MS
NIP. 1956 1228 198303 1 003


Diketahui:
Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Siti Nurisyah, MSLA
NIP. 19480912 197412 2 001

Tanggal Lulus:

RIWAYAT HIDUP
Sahlan lahir di Jakarta pada tanggal 16 Juni 1988. Penulis merupakan
anak kelima dari enam bersaudara pasangan Bapak H. Syafi’i Ridwan dan Ibu Hj.
Maswanih.
Penulis menamatkan pendidikan di SMA Negeri 47 Jakarta pada tahun
2006. Pada tahun yang sama, penulis diterima menjadi mahasiswa Institut
Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), kemudian
diterima di Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian pada tingkat dua.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kegiatan kepanitiaan di
lingkungan IPB dan kegiatan organisasi di Departemen Arsitektur Lanskap.
Penulis


tergabung

dalam

Himpunan

Mahasiswa

Arsitektur

Lanskap

(HIMASKAP) selama dua periode yaitu 2007-2008 sebagai staf Divisi
Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) dan tahun 2008-2009 sebagai
Ketua Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM). Penulis juga aktif di
Unit Kegiatan Mahasiswa Bola Basket dan Ikatan Alumni SMAN 47 Jakarta IPB.
Pada tahun 2010 penulis ikut serta dalam kepanitiaan Simposium Nasional IALI
(Ikatan Arsitektur Lanskap Indonesia). Selain itu penulis juga menjadi asisten
Mata Kuliah Lanskap Kota dan Wilayah pada tahun 2010 dan Mata Kuliah Dasardasar Arsitektur Lanskap pada tahun akademik 2010/2011. Beberapa projek yang

pernah diikuti diantaranya, Tim Perencanaan Ecovillage di Pesantren Pertanian
Darul Falah, Bogor bersama dosen Arsitektur Lanskap, Tim Survei Desain
Pencetakan Sawah di Kelurahan Gaung Baru, Kalimantan Tengah dengan Pusat
Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W).

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi ALLAH SWT atas rahmat dan karunia
yang tiada hentinya mengalir kepada penulis, serta sholawat serta salam tak lupa
dihaturkan kepada junjungan Nabi besar MUHAMMAD SAW beserta keluarga
dan para sahabatnya yang selalu istiqomah sampai akhir zaman sehingga
penelitian yang berjudul “Evaluasi Integritas Lanskap Taman Nasional Gunung
Gede Pangrango, Jawa Barat (Studi Kasus: Jalur Pendakian Cibodas)” ini dapat
diselesaikan dengan baik sebagai salah satu syarat syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini. Ucapan
terimakasih ditujukan kepada:
1.


Kedua orang tua, H. Syafei Ridwan dan Hj. Maswanih, kakak dan adikku
tersayang Hj. Misliati, H. Zul Akmal, Hj. Lutfiah, Hj. Siti Buraidah dan Farid
Syafei, yang doanya tidak pernah berhenti mengalir kepada penulis, serta atas
kasih sayang dan dukungan baik moril maupun materil yang tidak
tergantikan.

2.

Dr. Ir. Aris Munandar, MS selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan,
arahan, waktu dan ilmu selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

3.

Dr. Ir. Nurhayati HS Arifin, MS selaku dosen pembimbing akademik yang
banyak memberikan dorongan dan nasehat selama penulis menjalani masa
perkuliahan.

4.

Dr. Ir. Afra DN Makalew, MSc dan Dr. Ir. Tati Budiarti, MS selaku dosen

penguji yang banyak memberikan masukan dan saran dalam penulisan skripsi
ini.

5.

Kepala Balai dan Mba Yani serta seluruh pihak Balai Besar Penelitian Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango.

6.

Seluruh Dosen dan Staf Departemen Arsitektur Lanskap yang telah
memberikan ilmu dan pengalaman yang bermanfaat kepada penulis.

7.

Keluarga, sahabat dan teman-teman ARL 43 atas kebersamaannya selama 4
tahun di ARL.

8.

Cindy Aliffia atas dukungan moril maupun materil selama penyusunan
skripsi.

9.

Keluarga besar Hikari atas canda, tawa, suka maupun duka.

10. HIMASKAP, HIMAKOVA, KAREMATA dan AGRIC.
11. Keluarga besar Arsitektur Lanskap seluruh angkatan atas kebersamaannya di
Bengkel tercinta.
12. Pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian
dan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas segala
bantuannya. Terimakasih.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi masukan yang berharga
bagi pihak yang memerlukan.

Bogor, Juni 2011

Sahlan

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .........................................................................................

xiv

DAFTAR GAMBAR .....................................................................................

xv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xvii
I. PENDAHULUAN ......................................................................................

1

1.1. Latar Belakang ....................................................................................

1

1.2. Tujuan Penelitian .................................................................................

2

1.3. Manfaat Penelitian ................................................................................

2

II. TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................

3

2.1. Evaluasi Lanskap ..................................................................................

3

2.2. Integritas Lanskap ...............................................................................

4

2.3. Rencana Pengelolaan Taman Nasional ...............................................

5

2.4. Taman Nasional ...................................................................................

7

2.5. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) ........................

11

2.6. Interpretasi ...........................................................................................

12

2.6.1. Pengertian Interpretasi ...............................................................

12

2.6.2. Tujuan Interpretasi ....................................................................

13

2.6.3. Prinsip Interpretasi ....................................................................

13

2.6.4. Tipe-tipe Interpretasi .................................................................

14

2.7. Persepsi dan Preferensi .........................................................................

15

2.8. Semantic Differential ...........................................................................

16

III. METODOLOGI .....................................................................................

17

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ..............................................................

17

3.2. Alat dan Bahan .....................................................................................

17

3.3. Batasan Penelitian ...............................................................................

17

3.4. Metode Penelitian ................................................................................

18

3.4.1. Tahap Persiapan .....................................................................

18

3.4.2. Tahap Pengumpulan Data ......................................................

19

3.4.3. Tahap Pengolahan Data .........................................................

21

3.5. Alur Pelaksanaan Studi .......................................................................

22

IV. KONDISI UMUM KAWASAN .............................................................

23

4.1. Letak dan Luas Kawasan .....................................................................

23

4.2. Topografi dan Geologi ........................................................................

24

4.3. Tanah ...................................................................................................

27

4.4. Iklim .....................................................................................................

27

4.5. Hidrologi ..............................................................................................

30

4.6. Vegetasi ...............................................................................................

33

4.7. Satwa ...................................................................................................

38

4.8. Objek Penelitian ...................................................................................

39

4.9. Objek Pariwisata ...................................................................................

39

4.10. Legenda Rakyat .................................................................................

42

4.11. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Sekitar TNGGP ........................

43

4.12. Aksesibilitas .......................................................................................

45

4.13. Kondisi Supply Kawasan ..................................................................

49

4.14. Kebijakan Pengelolaan Kawasan .......................................................

49

4.14.1. Aturan yang Cukup Lengkap dan Akurat .............................

50

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................

51

5.1. Karakteristik, Persepsi dan Preferensi Pengunjung .............................

51

5.2. Evaluasi Kualitas Estetika ...................................................................

56

5.2.1. Pintu masuk Cibodas dan Telaga Biru ....................................

56

5.2.2. Air Terjun Cibeureum dan Air Panas ......................................

58

5.2.3. Perkemahan Kandang Badak dan Puncak Gunung Gede .......

59

5.3. Evaluasi Karakter Kualitas Ekologi .....................................................

63

5.3.1. Pintu masuk Cibodas dan Telaga Biru ....................................

63

5.3.2. Air Terjun Cibeureum dan Air Panas ......................................

66

5.3.3. Perkemahan Kandang Badak dan Puncak Gunung Gede .......

68

5.4. Evaluasi Pengelolaan ............................................................................

72

5.5. Rekomendasi ........................................................................................

84

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................

89

6.1. Kesimpulan ..........................................................................................

89

6.2. Saran ....................................................................................................

90

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

91

LAMPIRAN ...................................................................................................

93

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Kriteria penetapan zonasi (Siswanto, 1998).................................................
11
2. Jenis, bentuk dan sumber data .....................................................................

20

3. Tabel Kuisioner Semantic Differential.........................................................

21

4. Penggunaan lahan setiap kabupaten di sekitar TNGGP ..............................

44

5. Mata Pencaharian Penduduk Sekitar TNGGP ............................................

45

6. Hasil Kuisioner Identitas, Persepsi dan Preferensi Pengunjung
Kawasan TNGGP ........................................................................................

51

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Peta lokasi penelitian ...................................................................................
17
2. Titik pengamatan di Jalur Pendakian Cibodas ............................................

19

3. Bagan alur pelaksanaan studi ......................................................................

22

4. Peta geologi TNGGP ..................................................................................

26

5. Peta iklim TNGGP ......................................................................................

29

6. Peta penyebaran pemanfaatan sumber air TNGGP .....................................

32

7. Peta zona tipe vegetasi TNGGP ..................................................................

35

8. Peta penyebaran flora TNGGP ....................................................................

36

9. Peta penyebaran flora berdasarkan ketinggian TNGGP .............................

37

10. Obyek wisata TNGGP ..............................................................................

40

11. Peta lokasi obyek wisata TNGGP .............................................................

41

12. Peta aksesibilitas TNGGP .........................................................................

48

13. Kegiatan vandalisme .................................................................................

54

14. Grafik Semantic Differential Pintu masuk Cibodas dengan Telaga Biru ..

56

15. View Pintu Masuk Cibodas (kiri) dan Telaga Biru (kanan) ......................

57

16. Grafik Semantic Differential Air Terjun Cibeureum dengan Air Panas ....

58

17. View Air Panas (kiri) dan Air Terjun Cibeureum (kanan) ........................

59

18. Grafik Semantic Differential Puncak Gunung Gede dengan
Perkemahan Kandang Badak ....................................................................

60

19. View Perkemahan Kandang Badak............................................................

61

20. View Puncak Gunung Gede .......................................................................

62

21. Air terjun kecil ...........................................................................................

62

22. Grafik Semantic Differential Pintu masuk Cibodas dengan Telaga Biru ..

63

23. Vegetasi Pintu Masuk Cibodas dan Telaga Biru .......................................

64

24. Habitat Lutung (Kiri) dan pohon Rasamala (kanan) ..................................

65

25. Grafik Semantic Differential Air Terjun Cibeureum dengan Air Panas....

66

26. Lanskap Air Terjun Cibereum (kiri) dan Air Panas (kanan) .....................

67

27. Air Terjun Cibeureum (kiri) dan Air Panas (kanan) .................................

68

28. Rawa gayonggong ......................................................................................

68

29. Grafik Semantic Differential Puncak Gunung Gede dengan Perkemahan

Kandang Badak .........................................................................................

68

30. Vegetasi Puncak Gunung Gede (kiri) dan Kandang Badak (kanan) ..........

70

31. Grafik Semantic Differential Lanskap terbangun dan tidak terbangun .....

73

32. Contoh Vandalisme ....................................................................................

74

33. Aksesibilitas Pintu Masuk Cibodas dan Pekemahan Kandang Badak .......

75

34. Akses menuju Telaga Biru dan Air Terjun Cibeureum .............................

76

35. Akses menuju Air Panas dan Puncak Gunung Gede (Tanjakan Setan) .....

77

36. Papan/sarana Interpretasi ...........................................................................

77

37. Papan/sarana Interpretasi Rusak ................................................................

78

38. Fasilitas di Pintu Masuk Cibodas dan Perkemahan Kandang Badak.........

79

39. Fasilitas di Telaga Biru ..............................................................................

79

40. Fasilitas di Air Terjun Cibeureum dan Air Panas ......................................

80

41. Permasalahan di Lanskap Kandang Badak dan Pintu masuk Cibodas ......

81

42. Permasalahan di Kelompok Lanskap Tidak Terbangun ............................

82

43. Contoh Fasilitas Taman Nasional di Dunia (Bell, 2008) ..........................

86

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Peraturan Pendakian ....................................................................................

90

2. Lembar Kuisioner Penilaian Integritas Lanskap TNGGP ..........................

91

3. Lembar Kuisioner, Identitas, Persepsi, dan Preferensi Pengunjung
Kawasan TNGGP .......................................................................................

94


 

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Kawasan konservasi di seluruh Indonesia yang memiliki potensi sebagai
industri wisata alam sangat bervariasi, tersebar dalam 535 unit dengan luas total
mencapai lebih dari 28 juta hektar. Kawasan ini meliputi cagar alam, suaka
margasatwa, taman nasional, taman wisata alam, taman hutan raya, dan taman
buru. Salah satu kawasan konservasi yang memiliki potensi sebagai industri
wisata alam, namun juga memiliki fungsi ekologi ialah taman nasional. Taman
Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli,
dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu
pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi alam
(Widada et al. 2008).
Suatu kawasan dapat dikategorikan sebagai taman nasional jika memiliki
syarat-syarat dan kriteria tertentu. Kriteria tersebut antara lain kawasan yang
ditetapkan mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses
ekologis secara alami dan memiliki sumberdaya alam yang khas (endemik) dan
unik baik berupa jenis tumbuhan maupun satwa dan ekosistemnya serta gejala
alam yang masih utuh dan alami. Salah satu kawasan yang memiliki kriteria
tersebut ialah Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP).
Keberadaan taman nasional saat ini sangat mengkhawatirkan. Semakin
banyaknya intensitas penggunaan baik legal maupun ilegal di kawasan taman
nasional. Kegiatan ilegal di dalam kawasan taman nasional diantaranya pencurian
kayu bakar, penebangan pohon, pengambilan tanaman khas/endemik, dan
pendakian gunung secara ilegal. Kegiatan yang legal diantaranya pengelolaan
kawasan dan besarnya tekanan pengunjung untuk berkunjung ke taman nasional
sehingga kawasan ini melebihi daya dukungnya. Jika hal ini tidak diperhatikan
maka eksistensi atau karakter dari taman nasional dan kekayaan alam bangsa ini
akan hilang. Untuk itu perlu

adanya kajian dari pengelola menanggapi

permasalahan ini.
Lanskap terdiri dari lanskap alami (nature landscape) dan lanskap buatan
(man made) yang memiliki elemen soft material dan hard material. Taman

 
 


 

nasional termasuk ke dalam lanskap alami. Penataan lanskap yang kreatif dan
bertanggung jawab dimaksudkan untuk menghasilkan suatu karya lanskap yang
indah, selaras, nyaman, menarik dan memuaskan. Penataan lanskap erat kaitannya
dengan pembagian ruang sebab ilmu Arsitektur Lanskap juga mempelajari
penataan fisik ruang luar (alam). Penataan ruang luar, baik alam maupun buatan
harus mempertimbangkan kualitas manusia dan kehidupan manusia serta
manfaatnya terhadap keberlanjutan ekologis.  Oleh sebab itu, kegiatan penataan
(perencanaan, perancangan, dan pengelolaan) tapak (open spaces) tidak saja
hanya berorientasi dan memperhitungkan pada aspek fisik, visual dan estetika saja
tetapi juga harus memperhitungkan aspek ekologis dan sosial budaya areal yang
ditata dan juga hendaknya memperhitungkan kapasitas dan daya dukung lanskap
dan sumberdaya.
Salah satu kegiatan manajemen lanskap ialah mengevaluasi atau mengkaji
suatu kawasan/lanskap. Melalui evaluasi atau kajian ini, dapat diketahui apakah
lanskap tersebut masih terjaga karakter aslinya ataukah tidak. Semua aspek
tersebut

selanjutnya

akan

menjadi

evaluasi

pengelolaan

lanskap

yang

berkelanjutan.
1.2. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi kondisi eksisting, kualitas estetika,
karakter kualitas ekologi, dan pengelolaan lanskap Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango (TNGGP) khususnya Jalur Pendakian Cibodas dan merumuskan solusi
pengelolaan sehingga fungsi dan karakter dari taman nasional dapat terwujud
secara optimal dan berkelanjutan.
1.3. Manfaat
Manfaat dari hasil penelitian ini antara lain:
1. Memberikan informasi tentang kondisi eksisting lanskap TNGGP.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi perencana, pengelola dan Pemerintah
Daerah terkait dalam mengembangkan kawasan TNGGP.
3. Sebagai masukan bagi pihak pengelola TNGGP untuk meningkatkan fungsi
dan estetika lanskap TNGGP.
4. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang pentingnya keberadaan
taman nasional.
 
 


 

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Evaluasi Lanskap
Evaluasi merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk menelaah atau
menduga hal-hal yang sudah diputuskan untuk mengetahui kelemahan dan
kelebihan suatu keputusan. Selanjutnya ditentukan langkah-langkah alternatif bagi
kelemahan tersebut. Porteus (1983), menyatakan bahwa evaluasi lanskap
merupakan salah satu metode statistika lanskap kuantitatif yang menyertakan
tenaga ahli. Dasar pemikiran evaluasi adalah bahwa seseorang dapat melakukan
penilaian estetika lanskap yang berharga, fungsional, dan dapat diterima oleh
umum. Evaluasi melibatkan penjelasan sejumlah faktor yang mungkin
mempengaruhi variasi kualitas lanskap, skala untuk mengukur faktor tersebut dan
mengembangkan suatu sistem pembobotan untuk menentukan bermacam-macam
penekanan pada faktor yang berbeda-beda.
Rossi dan Howard (1993) menyatakan bahwa evaluasi merupakan suatu
aplikasi penilaian yang sistematis terhadap konsep, desain, implementasi, dan
manfaat aktivitas dan program dari suatu instansi pemerintah. Dengan kata lain,
evaluasi dilakukan untuk menilai dan meningkatkan cara-cara dan kemampuan
berinteraksi instansi pemerintah yang pada akhirnya akan meningkatkan
kinerjanya. Dalam berbagai hal, evaluasi dilakukan melalui monitoring terhadap
sistem yang ada. Tanggung jawab pelaksanaan evaluasi bukan pada apakah
informasi yang disediakan itu benar atau salah, atau sesuai tidak sesuai dengan
peraturan yang berlaku, tetapi lebih diarahkan pada perbaikan implementasi
kegiatan untuk mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan.
Arifin, Munandar, Arifin, Pramukanto dan Damayanti (2008) menyatakan
bahwa evaluasi adalah suatu proses untuk menaksir kinerja dan keluaran yang
dihasilkan oleh suatu program. Evaluasi dilakukan untuk menentukan keputusan
apakah akan melanjutkan suatu program yang dinilai sukses atau apakah akan
menghentikannya. Tujuan evaluasi adalah untuk mengkoreksi dan menampilkan
informasi yang diperlukan dalam mendukung pengambilan kesimpulan dan
keputusan tentang suatu program serta nilainya.

 
 


 

Lanskap yang berbeda akan menimbulkan efek visual yang berbeda pula.
Evaluasi visual suatu lanskap didasarkan pada standar-standar estetika yang
merupakan fungsi dari nilai-nilai sosial, moral, dan ekologi dari kelompok
pembuat evaluasi tersebut. Evaluasi kualitas estetik dapat menggunakan tiga
kriteria estetika yaitu kesatuan, variasi, dan kontras. Kesatuan adalah kualitas total
elemen yang terlihat menyatu dan harmonis yang merupakan ekspresi dari tipe
komposisi lanskap. Salah satu tipe komposisi lanskap adalah pemandangan yang
dominan. Variasi adalah banyaknya jenis elemen dalam tapak dan hubungan
antar elemen yang berbeda. Kontras adalah perbedaan antar elemen yang terlihat
menonjol tetapi tetap harmonis. Kontras dapat berupa perbedaan warna, tekstur,
atau bentuk elemen.

2.2. Integritas Lanskap
Menurut Simond (1983) lanskap merupakan suatu bentang alam dengan
karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia dengan
karakter yang menyatu secara alami dan harmonis untuk memperkuat karakter
lanskap tersebut. Dalam hal ini manusia memegang peranan penting dalam
merasakan suatu lanskap. Lanskap sebagai wajah karakter lahan atau tapak dan
bagian dari muka bumi ini dengan segala sesuatu dan apa saja yang ada
didalamnya, baik bersifat alami maupun buatan manusia yang merupakan total
dari bagian hidup manusia beserta makhluk hidup lainnya, sejauh mata
memandang, sejauh indera dapat menangkap dan sejauh imajinasi dapat
menangkap dan membayangkan (Rachman, 1984).
Integritas lanskap pada hakekatnya adalah kejujuran dan kepolosan
karakter dan sifat lanskap, satu-kesatuan lanskap yang menampilkan karakter asli
dari lanskap tersebut. Menurut Simonds (1983) integritas lanskap adalah keutuhan
dan sifat (nature) lanskap. Dalam hal ini ada tiga elemen penyusun lanskap
tersebut, yaitu form, forces dan features. Bentukan (forms) merupakan elemen
mayor bentuk gunung, lembah, bukit, sungai, mata air, pantai; maupun elemen
minor. Daya (forces): musim, udara dan iklim atau cuaca, angin, dinamika (fisik
dan sosial) dan fitur (features) adalah nilai pemandangan (view, vista),

 
 


 

experience. Satu-kesatuan lanskap ini tidak dapat dipisahkan antara satu dengan
yang lainnya.

2.3. Rencana Pengelolaan Taman Nasional
Arifin dan Arifin (2005) menyatakan bahwa pengelolaan merupakan
upaya

manusia

untuk

lanskap/lingkungan

mendayagunakan,

agar

memperoleh

memelihara,

manfaat

yang

dan

melestarikan

maksimal

dengan

mengusahakan kontinuitas kelestariannya. Pengelolaan lanskap adalah upaya
terpadu

dalam

penataan

dan

pemanfaatan,

pemeliharaan,

pelestarian,

pengendalian, dan pengembangan lingkungan hidup sehingga tercipta lanskap
yang bermanfaat bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Menurut Sternloff dan
Warren (1984), pemeliharaan lanskap dimaksudkan untuk menjaga dan merawat
areal lanskap dengan segala fasilitas yang ada di dalamnya agar kondisinya tetap
baik atau sedapat mungkin mempertahankan pada keadaan yang sesuai dengan
rancangan atau desain semula.
Perencanaan yang baik merupakan titik tolak bagi keberhasilan
pengelolaan kawasan konservasi, tetapi hanya merupakan alat bagi pengelolaan.
Perencanaan merupakan suatu proses yang berjalan terus, meliputi perumusan,
penyerahan dan persetujuan dari tujuan pengelolaan, bagaimana hal ini dapat
dicapai dan standar pembanding untuk mengukur keberhasilan. Perencanaan yang
baik mengarah pada keberhasilan yang baik, perencanaan yang buruk
menghalangi keberhasilan. Bagaimanapun bagusnya penyajian suatu perencanaan,
tidak akan berarti bila perencanaan tersebut tidak praktis atau tidak menghasilkan
suatu tindakan yang efektif (MacKinnon et al. 1993).
Setiap kawasan konservasi perlu memiliki suatu rencana pengelolaan
sebagai prinsip dasar pengelolaan. Rencana pengelolaan membimbing dan
mengendalikan pengelolaan sumberdaya kawasan konservasi, pemanfaatan
kawasan serta pengembangan fasilitas yang diperlukan untuk mendukung
pengelolaan dan pemanfaatannya. Pokok dari rencana adalah suatu pernyataan
mengenai sasaran dan tujuan yang dapat diukur, yang memandu pengelolaan
kawasan tersebut. Sasaran dan tujuan ini membentuk kerangka untuk menentukan

 
 


 

tindakan yang diambil, kapan tindakan tersebut dilakukan serta dana dan tenaga
yang diperlukan untuk mencapainya.
Suatu rencana pengelolaan merupakan alat yang berguna untuk
mengidentifikasi

kebutuhan

pengelolaan,

menetapkan

prioritas

dan

mengorganisasikan pendekatan itu ke masa mendatang. Rencana pengelolaan juga
dapat berfungsi sebagai alat komunikasi untuk memperoleh dukungan dari
masyarakat umum maupun pejabat pemerintah yang relevan.
Rencana pengelolaan adalah dokumen yang mengemukakan pendekatan
dan tujuan, bersama dengan kerangka kerja bagi pembuatan keputusan, untuk
diaplikasikan dalam kawasan konservasi selama periode waktu yang diberikan
(Thomas and Middleton, 2003). Rencana pengelolaan harus berupa dokumen
ringkas yang mengidentifikasikan fitur kunci atau nilai dari kawasan konservasi,
secara

jelas

menetapkan

tujuan

pengelolaan

yang

ingin

dicapai

dan

mengindikasikan tindakan yang akan dilaksanakan. Rencana juga harus cukup
fleksibel untuk memenuhi kejadian yang tidak terduga yang mungkin timbul
selama rencana berlaku. Bagaimanapun rencana pengelolaan merupakan dokumen
utama darimana rencana lainnya berjalan, dan biasanya harus diutamakan apabila
terjadi pertentangan. Baik rencana sederhana maupun kompleks, prinsip
perencanaan yang logis harus dipakai untuk memandu proses perencanaan dan
memastikan bahwa rencana pengelolaan yang sempurna adalah dokumen yang
cermat dan berguna.
Rencana Pengelolaan Taman Nasional (RPTN) merupakan rencana unit
pengelolaan yang bersifat indikatif perspektif dan kualitatif-kuantitatif yang
meliputi suatu unit pengelolaan kawasan taman nasional untuk jangka waktu 25
tahun. Oleh karena itu sifatnya yang komprehensif dan menyeluruh, RPTN
merupakan rencana jangka panjang yang menjadi rencana dasar pengembangan
taman nasional dan menjadi acuan bagi Rencana Karya Lima Tahun (RKL),
Rencana Karya Tahunan (RKT), Rencana Pengusahaan Pariwisata Alam (RPPA),
dan rencana-rencana operasional lainnya. RPTN memuat rencana dan arahan
program baik yang akan dilaksanakan di dalam kawasan taman nasional maupun
di luar kawasan taman nasional yang menjadi tanggung jawab dan wewenang
pengelola taman nasional (Departemen Kehutanan, 1993).

 
 


 

2.4. Taman Nasional
Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai
ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan
rekreasi alam (Widada, 2008). Taman nasional merupakan tanah yang dilindungi,
biasanya oleh pemerintah pusat, dari perkembangan manusia dan polusi. Taman
nasional merupakan kawasan yang dilindungi (protected area) oleh World
Conservation Union Kategori II.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No: P.56/Menhut-II/2006
tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional, zona taman nasional terdiri dari:
1. Zona inti, memiliki kriteria antara lain:
-

mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta
ekosistemnya

-

mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya

-

mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli
dan atau tidak atau belum diganggu manusia

-

mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu agar menunjang
pengelolaan yang efektif dan menjamin berlangsungnya proses
ekologis secara alami

-

mempunyai ciri khas potensinya dan dapat merupakan contoh yang
keberadaannya memerlukan upaya konservasi

-

mempunyai komunitas tumbuhan dan atau satwa beserta ekosistemnya
yang langka atau yang keberadaannya terancam punah.

2. Zona rimba/Zona perlindungan bahari untuk wilayah perairan, memiliki
kriteria antara lain:
-

kawasan yang ditetapkan mampu mendukung upaya perkembangan
dari jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasi

-

memiliki keanekaragaman jenis yang mampu menyangga pelestarian
zona inti dan zona pemanfaatan

-

merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu.

3. Zona pemanfaatan, memiliki kriteria antara lain:

 
 


 

-

mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau berupa
formasi ekosistem tertentu serta formasi geologinya yang indah dan
unik

-

mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan
daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam

-

kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan
pariwisata alam.

4. Zona lain, antara lain: zona tradisional, zona rehabilitasi, zona religi,
budaya dan sejarah, dan zona khusus.
Menurut Soewardi dalam Samsudin (2006), kawasan taman nasional
dibagi atas dasar zona-zona sesuai dengan fungsi zona itu sendiri. Atas dasar itu
taman nasional dapat diartikan sebagai kawasan areal yang cukup luas yang
tersusun atas:
(1) Daerah yang mutlak harus dilindungi (Strict nature reserves = preservation
zone), dimana pengunjung dilarang sama sekali memasukinya.
(2) Daerah “berimba” yang luas (wilderness areas = Conservation zone),
dimana tidak diperkenankan adanya bangunan-bangunan atau kegiatan
pengembangan dan hanya dapat dimasuki oleh pengunjung dengan jalan
kaki (hiking) atau dengan alat-alat angkut yang sederhana misalnya berkuda,
bersampan, dan berperahu dengan tenaga motor.
(3) Daerah yang dapat dipergunakan secara intensif (intensive use area =
Natural environment zone), misalnya untuk camping ground dan fasilitasfasilitas lainnya yang tidak cocok apabila dibangun dibuat di luar jalur
kawasan taman nasional. Daerah ini diperuntukkan bagi para pengunjung
yang untuk beberapa hari ingin dekat dengan keadaan alami.
(4) Daerah yang terbuka untuk umum (Mass tourism areas = Outdoor
recreation zone), dimana para pengunjung dapat mencapainya dengan
mempergunakan kendaraan umum (bus dan lain-lain) dan juga dengan mobil
pribadi.
Pada beberapa lokasi yang berbatasan langsung dengan pemukiman
penduduk biasanya dibentuk zona penyangga yang berfungsi sebagai pelindung
kawasan taman nasional dari berbagai gangguan yang disebabkan oleh manusia
 
 


 

dan juga sebagai pelindung kehidupan manusia dari berbagai macam gangguan
oleh satwa yang berasal dari kawasan taman nasional.
Batasan definisi taman nasional menurut Sumardja (1980) dalam Wiratno
et al. (2004) adalah satu atau beberapa ekosistem yang secara fisik belum berubah
oleh kegiatan dan okupasi manusia, dimana tumbuhan, spesies hewan, dan
habitatnya juga tempat-tempat yang secara gemorfologis secara khusus memiliki
nilai ilmiah, pendidikan dan daya tarik rekreasi/yang memiliki lanskap alami yang
demikian indah. Secara simultan taman nasional tetap dituntut selalu memberikan
manfaat sosial-ekonomi yang kongkrit dan lestari, minimal manfaat itu dapat
dirasakan secara langsung oleh masyarakat sekitar secara legal (Wiratno, 2004).
Secara umum kriteria suatu kawasan ditetapkan menjadi taman nasional
adalah kawasannya luas yang relatif tidak terganggu, mempunyai nilai lain yang
menonjol dengan kepentingan yang tinggi, potensi rekreasi yang besar, mudah
dicapai oleh pengunjung dan mempunyai manfaat yang jelas bagi wilayah tersebut
(MacKinnon, 1993). Menurut MacKinnon et al., (1993), seleksi kawasan yang
perlu dilindungi bagi pelestarian fungsi hidrologi bergantung pada empat
pertimbangan utama, yaitu:
a. Kepekaan kawasan tangkapan terhadap erosi
b. Kepekaan sungai terhadap banjir
c. Ketersediaan air musiman
d. Kepentingan sosial-ekonomi aliran sungai tertentu.
Taman nasional berfungsi sebagai kawasan perlindungan sistem
penyangga kehidupan, kawasan pengawetan keragaman jenis tumbuhan dan
satwa, dan kawasan pemanfaatan secara lestari potensi sumberdaya alam hayati
dan ekosistemnya. Tujuan pengelolaannya adalah terjaminnya keutuhan kawasan
taman nasional, potensi, keragaman tumbuhan, satwa dan ekosistemnya serta
optimalnya manfaat taman nasional untuk penelitian, pendidikan dan ilmu
pengetahuan, kegiatan yang menunjang budaya, budaya dan wisata alam bagi
kesejahteraan masyarakat (Direktorat Jenderal PHPA, 1996).

 
 

10 
 

Menurut Siswanto (1998) zonasi Taman Nasional dibagi menjadi 7 zonasi
antara lain:
1. Zona inti, adalah bagian dari kawasan yang mutlak dilindungi, tanpa aktivitas
manusia. Pada zona inti terletak keaslian, keunikan, dan kelangkaan wilayah
taman nasional.
2. Zona rimba, berada di antara zona inti dengan zona pemanfaatan dan/atau zona
lainnya dan berfungsi sebagai zona peralihan. Dalam zona rimba, proses alami
tetap menjadi prioritas namun aktivitas manusia diperkenankan secara terbatas.
3. Zona pemanfaatan (intensif/wisata), adalah kawasan pusat rekreasi dan
kunjungan wisata. Kegiatan dan perubahan di zona ini relatif paling longgar
walaupun kegiatan yang bersifat ekstraktif tetap dilarang.
4. Zona pemanfaatan tradisional, adalah kawasan kegiatan traditional penduduk
setempat untuk memanfaatkan sumber daya alam hayati untuk pemenuhan
kebutuhannya sehari-hari dan bersifat non-komersial.
5. Zona pemanfaatan khusus, adalah kawasan yang karena kondisi lingkungan dan
potensinya oleh masyarakat telah dimanfaatkan untuk kepentingan lain yang
bersifat khusus dengan pengaturan yang bersifat khusus pula.
6. Zona situs budaya, adalah kawasan lokasi kegiatan manusia di masa lalu dan
meninggalkan karya budaya yang mempunyai nilai sejarah. Lokasi dimaksud
termasuk yang masih sering dikunjungi oleh masyarakat.
7. Zona rehabilitasi adalah kawasan yang mengalami kerusakan dan perlu
direhabilitasi dengan jenis tanaman setempat. Zona rehabilitasi yang telah
dipulihkan dapat diubah menjadi zona rimba atau zona lainnya sesuai dengan
perkembangan kondisinya.
Kriteria penetapan zonasi taman nasional menurut Siswanto (1998) terbagi
menjadi 13 kriteria. Kriteria tersebut antara lain, keperwakilan, keaslian dan
kealamian, keunikan, kelangkaan, laju kepunahan, keutuhan ekosistem, keutuhan
sumber daya/kawasan, luasan, keindahan alam, kenyamanan, kemudahan
pencapaian, nilai sejarah, dan ancaman manusia (Tabel 1).

 
 

11 
 

Tabel 1. Kriteria penetapan zonasi (Siswanto, 1998)
No

Zona *

Kriteria
1

2

3

4

5

6

7

1

Keperwakilan (representation)

√ √

2

√  √  √  

 

 

 

 

3

Keaslian (originality) dan kealamian
(naturalness)
Keunikan (uniqueness)

√  √  √  

 

 

 

 

4

Kelangkaan (rarity)

√  √ 

 

 

 

 

 

5

Laju kepunahan (rate of exhaustion)

√  √ 

 



 

 



6

√  √ 

 

√ 

√ 

 

 

√  √ 

 

√ 

√ 

 



8

Keutuhan ekosistem (ecosystem
integrity)
Keutuhan sumber daya/kawasan
(intactness)
Luasan (area/size)

9

Keindahan alam (natural beauty)

 

 

√ 

 

10

Kenyamanan (amenity)

 

 

√ 

11

Kemudahan pencapaian
(accessibility)
Nilai sejarah (historical value)

 

 

 

 

7

12

√  √  √   √ 

√  √ 

 

 



 

 

 

 

 

√ 

 

 

√ 

 

√ 

 

 

√ 

 

 
 
 
Ancaman manusia (threat of human
√ 
√   

interference).
*Keterangan zona: (1) inti, (2) rimba, (3) pemanfaatan (intensif/wisata), (4)
pemanfaatan tradisional, (5) pemanfaatan khusus, (6) situs budaya, dan (7)
rehabilitasi.

13

2.5. Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGGP)
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) merupakan satu dari
lima taman nasional pertama di Indonesia yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian
pada tahun 1980 dengan luas ± 15.000 Ha (Sumardjo, 1997 dalam Wiratno et al.,
2004). Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango mencakup tiga wilayah
pemerintahan daerah yaitu Kabupaten Bogor, Sukabumi, dan Cianjur. Pada tahun
2003, TNGGP diperluas menjadi 22.851,782 ha sesuai dengan keputusan Menteri
Kehutanan No. 174/Kpts-11/2003.

 
 

12 
 

Total lahan kritis pada areal perluasan kawasan TNGGP 928,50 ha, terdiri
dari areal tanah kosong, eks perambahan, eks PHBM, dan eks hutan produksi
yang perlu di rehabilitasi. Adapun areal perluasan yang termasuk dalam program
RHLP (Rehabilitasi Hutan dan Lahan Partisipatif) di Resort Gunung Putri seluas
50 ha (BTNGGP, 2004). Fungsi Taman Nasional Gunung Gede-Pagrango adalah
(1)

perlindungan

terhadap

sistem

pendukung

kehidupan/ekosistem,

(2)

pengawetan keanekaragaman jenis plasma nutfah dan tata lingkungan, (3)
pelestarain dan pemanfaatan jenis serta tata lingkungan, (4) wadah kegiatan
penelitian dan pendidikan, (5) objek wisata dan pelestarian budaya bangsa.

2.6. Interpretasi
2.6.1. Pengertian Interpretasi
Interpretasi adalah suatu proses komunikasi yang dirancang untuk
mengungkapkan makna dan hubungan dari kebudayaan dan warisan alam dengan
melihat langsung obyek, artifak, lanskap dan tapaknya. Menurut Sharpe (1982),
interpretasi adalah suatu rantai komunikasi antara pengunjung dan sumberdaya
yang ada. Istilah interpretasi bermula dari pemikiran para pengelola “kawasan
yang dilindungi” sebagai konsep dan ekosistemnya dengan maksud agar lebih
memahami dan menghargai lingkungan alam. Berdasarkan pemahaman tersebut
diharapkan pengunjung dapat mengambil bagian dalam usaha-usaha perlindungan
dan pelestarian lingkungan alam kawasannya.
Menurut Tilden (1957), dalam Interpreting Our Heritage menyatakan
bahwa interpretasi merupakan suatu kegiatan pendidikan yang bertujuan
mengungkapkan arti dan hubungan melalui pemanfaatan obyek asli, melalui
pengalaman

langsung

dan

media

ilustrasi,

bukan

hanya

sekedar

mengkomunikasikan informasi faktual. Menurut Muntasib (2003), interpretasi
merupakan suatu upaya untuk menjelaskan misteri alam, seni dan budaya kepada
pengunjung baik secara langsung (melalui interpreter) maupun tidak langsung
(melalui poster, slide, film, foto ataupun alat peraga lainnya), berupa seni yang
menarik dan merupakan penggabungan berbagai pengetahuan yang terkait (flora,
fauna, sejarah, geologi dan sebagainya). Jadi interpretasi merupakan media
komunikasi antara suatu objek dengan pengunjung melalui perantara interpreter.

 
 

13 
 

Selain itu interpretasi bukan sekedar informasi, bukan mengenai umur, objek
wisata, interpreter dan sebagainya, tetapi interpretasi merupakan suatu seni yang
menggabungkan berbagai potongan informasi dan menghubungkannya dengan
suatu setting atau pengalaman sedemikian rupa sehingga hal tersebut lebih berarti
dan menyenangkan. Interpretasi yang baik tidak hanya memperkaya pengalaman
pengunjung, tetapi juga mendukung tujuan lain, misalnya meminimalkan dampak
kegiatan manusia terhadap sumberdaya dan meningkatakan persepsi publik.

2.6.2. Tujuan Interpretasi
Tujuan interpretasi secara umum yaitu untuk memenuhi kebutuhan
pengunjung akan pengetahuan, pembelajaran, dan pengalaman baru, juga sebagai
proses

unutk

menumbuhkan

pengertian,

pemahaman

dan

penghargaan

pengunjung terhadap nilai-nilai substansif sumber-sumber suatu kawasan dan
pada akhirnya ikut melindungi kawasan tersebut.
Menurut Sharpe (1982), tujuan pokok interpretasi yaitu:
1. Membantu pengunjung membangun kesadaran, penghargaan dan pengertian
tentang kawasan yang dikunjungi agar kunjungan kaya akan pengalaman dan
kenyamanan.
2. Membantu pihak pengelola untuk mencapai tujuan pengelolaan karena
interpretasi dapat mendorong pengunjung menggunakan sumberdaya dengan
baik serta memperkecil dampak manusia yang merusak lingkungan.
3. Meningkatkan pengertian masyarakat umum terhadap sasaran dan tujuan yang
hendak dicapai oleh suatu instansi/institusi, dengan jalan memasukkan
perasaan-perasaan dalam program interpretasinya.

2.6.3. Prinsip Interpretasi
Menurut Tilden (1957) ada 6 prinsip interpretasi yaitu:
1. Suatu interpretasi yang tidak ada kaitannya antara apa yang diperagakan atau
diuraikan dengan apa yang dialami atau kepribadian personalitas para pengunjung
akan merupakan hal yang sia-sia.
2. Informasi, penerangan atau materi yang sejenis dengan itu saja bukanlah
interpretasi.

 
 

14 
 

3. Interpretasi adalah suatu seni yang menggabungkan bermacam-macam seni,
baik bersifat ilmiah atau arsitektur, atau seni yang pada suatu tingkatan dapat
diajarkan kepada orang lain.
4. Cara mengutarakan interpretasi bukanlah dengan suatu perintah melainkan
dengan pancingan atau persuasif/dorongan).
5. Interpretasi bermaksud mempertunjukkan secara jelas dan bukan sebagiansebagian.
6. Interpretasi yang ditujukan pada anak-anak tidak dapat dipakai untuk orang
dewasa karena masing-masing mempunyai pendekatan yang berbeda.

2.6.4. Tipe-tipe Interpretasi
Tipe interpretasi berdasarkan obyek yang diinterpretasikan (Aldridge, 1972
dalam Muntasib, 1999):
1. Interpretasi tempat sejarah
Interpretasi ini adalah seni dalam menjelaskan tempat-tempat yang ada
hubungannya dengan sejarah masa lampau atau berhubungan dengan keadaan
budaya suatu masyarakat yang sudah turun-menurun. Kegiatan ini dilakukan
dengan membuat suatu program yanng mempertunjukkan gambar-gambar,
slide, film dan media lainnya di sentral pengunjung dan bisa berbentuk cerita
dengan tema tertentu. Tujuannya adalah untuk membangkitkan kesadaran
pengunjung akan sejarah tempat yang dikunjunginya sehingga dapat
memahami atau lebih lanjut dapat ikut serta melestarikan t