PROSPEK INDUSTRI PARIWISATA INDONESIA

Jurnal Ekonom, Vol. 13, No. 2 April 2010

PROSPEK INDUSTRI PARIWISATA INDONESIA

Nurhayati Siregar Dosen Dept. Manajemen FE USU

Abtract: Indonesia's tourism industry developed serious since the mid-1980s following a decline in revenue from oil and gas (oil). Since the 1997 economic crisis, Indonesia's tourism industry to survive. This study showed that Indonesia's tourism sector has great potential. There are five factors that will make the tourism industry has the potential to grow. First, the trend of world tourism industry will increase in the 21st century. Second, the contribution of tourism sector in economic development progress. Third, the government's role changed after the reform. Fourth, the role of tourism sector in local economic activity after the regional autonomy. Fifth, the change in tourism policy.

Keywords: Indonesian tourism industry and economy

PENDAHULUAN Pariwisata Indonesia yang terkenal
dengan pulau Bali dan Danau Toba serta berbagai tujuan pariwisata lain dan daya tarik alam dan budayanya merupakan satu destinasi wisatawan antar bangsa. Sektor pariwisata Indonesia bangkit sejak awal tahun 1980-an hingga mampu menjadi sumber penerimaan devisa disamping sektor manufaktur. Sektor pariwisata sebagai satu sektor strategis pembangunan telah mampu menunjukkan kinerja sebagai sektor yang semakin prospektif dan handal dalam menopang pembangunan, perekonomian nasional.
Karena pertumbuhannya yang sangat pesat dan didukung oleh ketersediaan sumber daya yang besar, sektor pariwisata pada tahun 1997 mampu melesat dan menempatkan posisinya sebagai penyumbang devisa terbesar ke 3 (tiga) setelah migas dan tekstil dengan nilai penerimaan sebesar 5,4 milyar dollar AS. Penerimaan tersebut memberikan kontribusi sebesar 9,61% terhadap GDB serta menyerap angkatan kerja nasional 8% (sebesar 6,6 juta tenaga kerja). Atas dasar kinerja yang mengagumkan tersebut, pemerintah menetapkan pariwisata

sebagai sektor andalan yang diharapkan mampu menyumbangkan devisa terbesar nasional menggantikan sektor migas. Namun, setelah krisis ekonomi Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 hingga sekarang belum lagi pulih kembali, sektor pariwisata Indonesia masih tetap bertahan dan bahkan mampu mengalami kemajuan. Sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 1 jumlah wisatawan asing ke Indonesia tetap stabil dan ada kecenderungan meningkat.
HASIL Pada tahun 1998 memang terjadi
penurunan, hal ini karena pada tahun tersebut di Indonesia banyak terjadi kerusuhan sosial, baik sebelum Soeharto jatuh maupun setelah dia turun dan digantikan oleh BJ Habibie. Ekoran daripaa kerusuhan-kerusuhan sosial yang terjadi di seluruh penjuru negara, wisatawan asing merasa khawatir ke Indonesia sehingga jumlah wisatawan turun. Akan tetati setelah kerushan-kerusuhan sosial mereda, jumlah wisatawan asing kembali meningkat sebagaimana kelihatan pada tahun 1999 dan pada tahun 2001 mendekati keadaan tahun 1997.

Tabel 1. Jumlah Wisatawan Asing ke Indonesia Tahun 1997 – 2001

No Nama Negara


1997

1998

1999

1. Amerika

208.726 201.488

186.727

2. Eropa 3. Afrika & Timur Tengah

820.340 54.732

641.374 96.564

688.234 69.687


4. ASEAN

1.963.281 2.101.671 1.864.848

5. Asia Pasifik

2.138.164 1.565.319 1.918.024

Total

5.185.243 4.606.416 4.727.520

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2001.

2000 232.117
799.769 77.977 2.050.001 1.909.353
5.069.217

2001 243.097

861.970 77.147 2.114.557 1.856.849
5.153.620

65

Nurhayati Siregar: Prospek Industri Pariwisata Indonesia

Tabel 2. Peranan Pariwisata Dalam Ekspor Indonesia

No

1997

1998

1. Total touris (orang)

5.185.243 4.606.416

2. Pengeluaran rata-rata (US$)


1.026,27

940,18

3. Penerima dari wisatawan (US$)

5.321

4.330

4. Penerimaan eksport (US$)

56.298

50.298

5. Sumbangan wisatawan (%)

9,45 8,61


6. Sumbangan migas (%)

20,82% 14,73%

Sumber: Badan Pusat Statistik dan bank Indonesia, diolah.

1999
4.727.520 996,34 4.710 50.371 9,35 20,01%

2000
5.064.217 1.135,18 5.749 65.510 8,78 23,03%

2001
5.153.620 1.053,36 5.429 58.689 9,25 21,93%

Jika dilihat bagaimana sumbangan sektor pariwisata terhadap ekspor Indonesia, maka dapat difahamkan bahwa pariwisata asing ke Indonesia memberi sumbangan yang besar sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel 2. Penghasil cadangan devisa bagi Indonesia yang terbesar ialah minyak dan gas bumi (migas) kemudian diikuti oleh hasil pariwisata asing.
Dari tahun 1999 sehingga tahun 2001 kelihatan bahwa sumbangan pariwisata sangat besar, yakni sekitar 9 persen lebih. Memang ketika terjadi krisis ekonomi dan sosial politik di Indonesia dalam tahun 1998 terjadi penurunan sumbangannya, akan tetapi kemudian naik lagi setelah kerusuhan sosial dapat dikenadlikan. Ini bermakna sektor pariwisata memberi sumbangan yang besar dalam ekonomi Indonesia. Oleh sebab itu sektor ini harus diberi perhatian dan menjadi satu di antara tumpuan harapan bagi kemajuan ekonomi Indonesia di masa mendatang.
PEMBAHASAN Ada lima faktor yang akan membuat
sektor pariwisata berpotensi lebih besar untuk tumbuh. Dalam pembahasan berikut ini akan dikemukakan berbagai argumen bahwa sektor pariwisata berpotensi besar untuk tumbuh di masa mendatang.

1. Prospek Pariwisata Dunia Dalam abad ke-21 ini bisnis raksasa
yang berkembang ialah dalam bidang dalam teknologi informasi, bidang film, televisi, penerbit, musik, olahraga, hotel dan taman rekreasi olahan menjadi bisnis utama dalam sektor. Sejarah menunjukkan bahwa ketika teknologi pertanian memegang peranan yang terpenting, waktu untuk rekreasi hanya 10% dari seluruh waktu yang ada. Pada era industrialisasi waktu untuk rekreasi bagi masyarakat modern bertambah menjadi 20%,

terutama disebabkan oleh bantuan mesin uap

dan mesin bakar lainnya.

Sejak tahun 1990-an berbagai mesin

listrik dan teknologi komputer sangat

membantu manusia dalam berbagai hal,

mulai dari transportasi sampai dengan

mempersiapkan makanan. Ikutan daripada

kemajuan dan globalisasi dunia waktu

berekreasi naik menjadi sekitar 40% kira-kira


tahun 2015 diharapkan manusia dapat

berekreasi selama 50% dari waktu hidupnya.

Tentu semua ini ada hubungannya dengan

jam kerja resmi yang terus menurun, dari 72

jam perminggu pada tahun 1700 sampai 30

jam perminggu dibeberapa negara eropa.

Teknologi informasi atau disebut

juga knowledge – age. Dengan memakai

satelit telekomunikasi, kabel optik dalam

jaringan internet, masyarakat mampu


berkomunikasi on-line, dengan jarak yang

tambah jauh, lebar frekuensi yang tambah

lama tambah besar, dan jumlah informasi

yang bertambah padat. Pada puncaknya era

informasi ini diperkirakan akan segera

tercapai 10 – 20 tahun ke depan, dan sesudah

itu pesanannya akan menurun.

Jika kita melihat perkembangan

industri pariwisata dalam konteks global,

yang ada adalah kemajuan pesat dan prospek


yang sangat menakjubkan. Berbagai analisis

menyebutkan, pariwisata akan menjadi

industri terbesar dengan pertumbuhan paling

padat dalam perekonomian jasa, dan akna

menjadi penggerak utama abad ke-21

bersama-sama

dengan

industri

telekomunikasi dan teknologi informasi.

World Tourism Organization (1998) juga


memperkirakan bahwa mobilitas wisatawan

dunia akan mencapai angka 900 juta

wisatawan pada tahun 2004, dimana kawasan

Asia Pasifik (termasuk Indonesia

didalamnya) akan menjadi kawasan tujuan

wisata utama yang mengalami pertumbuhan

paling tinggi diantara kawasan-kawasan

lainnya didunia.

66

Jurnal Ekonom, Vol. 13, No. 2 April 2010


Hal tersebut semakin memperkuat

analisis bahwa pariwisata akan terus

berkembang di seluruh dunia sejalan dengan

peningkatan tarap hidup dan kesejahteraan

hidup masyarakat di berbagai wilayah dunia.

Perubahan-perubahan faktor sosio-ekonomi

dan transisi demografi akan memberikan

pengaruh yang sangat besar terhadap

perkembangan sektor pariwisata. Sebagai

contoh, adanya perubahan pola sosial sebagai

akibat perubahan menuju ekonomi yang

berbasis iptek akan menyebabkan tumbuhnya

gaya hidup berbisnis dan sekaligus berlibur

(business and leisure) keduanya merupakan

faktor pendorong penting bagi pesatnya

sektor kepariwisataan dunia.

Disisi lain, perkembangan dan

kemajuan yang revolusioner di bidang ilmu

dan teknologi, khususnya kemajuan di

bidang industri perjalanan (travel),

transportasi/perhubungan (transportation),

telekomunikasi (teleco-munication) serta

teknologi

informasi

(information

technology), semakin mengukuh prospek

luar biasa kemajuan industri pariwisata

diberbagai kawasan di dunia.

Untuk menjelaskan seberapa

signifikan peran sektor pariwisata terhadap

struktur perekonomian dunia, hasil penelitian

World Travel and Tourism Council (1997),

menunjukkan bahwa saat ini pariwisata telah

menjadi penyumbang terbesar bagi

pertumbuhan ekonomi dunia, yaitu mencapai

10,9 persen dari GDP dunia dan menyerap

lapangan kerja sebesar 10,7 persen dari

jumlah penduduk dunia. Satu dari delapan

pekerjaan akan ada di industri pariwisata atau

menciptakan sekitar 125 juta kesempatan

kerja langsung maupun tidak langsung pada

tahun 2005. Oleh karena sedemikian

prospeknya industri pariwisata, banyak

negara di dunia yang berpaling dan berlomba

membangun industri pariwisatanya untuk

ikut ambil bagian dalam kompetisi

memperebutkan potensi pasar global yang

amat besar.

2. Pariwisata Dalam Pembangunan
Ekonomi Mencermati kinerja dan peran sektor
pariwisata dalam struktur struktur perekonomian nasional, kita dapat melihat dengan jelas bahwa kontribusi yang diberikan oleh sektor pariwisata terhadap

GDB Indonesia yakni sebesar 9,61 persen. Angka ini menjadi sangat fantastis, ketika kontribusi terhadap penciptaan lapangan kerja mencapai angka 6,6 juta. Dengan mengacu kepada pemanfaatan sumber daya wisata yang masih belum optimal diseluruh wilayah nusantara, maka dapat diambil suatu asumsi bahwa kontribusi sektor pariwisata dalam perekonomian nasional akan menjadi berlipat ganda apabila upaya-upaya pembangunannya dapat dilakukan menjangkau wilayah dan aktivitas yang lebih luas lagi.
Kekuatan sektor pariwisata sebagai instrumen pemerataan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat, secara jelas dapat ditunjukkan dari karakternya yang naik sebagai suatu produk dan keterkaitan intersektoral yang tinggi sehingga mampu menggerakkan mata rantai usaha-usaha ikutan yang lebih luas. Indikasi tersebut tercermin secara jelas dari beberapa temuan atau analisis sebagai berikut:
Sektor pariwisata memiliki karakteristik yang terus naik dalam hal cara mengonsumsi produk yang dijual. Tidak seperti industri beriorentasi ekspor lainnya, konsumen pariwisata akan datang ke Indonesia dan berinteraksi secara sosial dan kultural dengan “penyedia produk” (produsen). Karena itu pariwisata memberikan dampak sosial-ekonomi yang besar langsung terhadap masyarakat Indonesia daripada kegiatan industri ekspor lainnya.
Pariwisata merupakan industri jasa yang lebih mengutamakan pada keuangan rasio yang tinggi terhadap ketersediaan tenaga kerja daripada besarnya modal. Karakteristik ini sangat berbeda dengan sektor kegiatan ekspor lainnya yang cenderung memerlukan dukungan ketersediaan modal yang besar.
Pariwisata memicu dan mendorong terciptanya dampak ganda (multiplier effect) yang besar melalui tumbuhnya sektor-sektor usaha kecil dan menengah yang akan banyak memasok kebutuhan barang dan jasa pelayanan yang sangat luas dan beragam jenisnya bagi industri pariwisata. Dengan mendorong pemanfaatan sumber daya lokal dan semaksimal mungkin mengurangi atau mengganti komponen impor, maka kebocoran devisa akan dapat ditekan dan sebaliknya memaksimalkan penerimaan divisa.

67

Nurhayati Siregar: Prospek Industri Pariwisata Indonesia

3. Peranan Pemerintah

Faktor berikutnya ialah kerana

pemerintah telah menjadikan pariwisata

sebagai portofolio dalam kabinet. Dalam

kerangka pembangunan nasional dikenal tiga

pilar kepariwisataan yaitu pemerintah, swasta

dan masyarakat. Masing-masing pihak

memiliki peran dan fungsi yang berbeda

namun peran dan fungsi masing-masing tentu

saja harus berjalan sinergi sebagai segala

upaya yang dilakukan untuk membangun

bangsa memberikan hasil yang optimal dan

bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat.

Bahwa dengan berubahnya status

departemen pariwisata menjadi kementerian

negara, maka peran pemerintah akan semakin

kecil, terbatas pada penyusunan kebijakan

dan bertindak sebagai fasilitator. Sejalan

dengan rencana penerapan otonomi bagui

pemeirntah di daerah, maka peran dan

inisiatif pembangunan pun akan diserahkan

sepenuhnya kepada daerah untuk mengelola

sumber daya yang dimiliki bagi

pembangunan dan kemajuan daerah.

Dengan

paradigma

baru

pembangunan yang berorientasi pada

prakarsa daerah dan pemberdayaan peran

yang lebih dari sektor swasta dan

masyarakat, maka dibutuhkan kesadaran dari

kedua pihak pelaku (sektor swasta dan

masyarakat) untuk bahu membahu bersama

pemerintah mengembangkan sektor

pariwisata serta menjadikannya sebagai

industri bersama.

Swasta harus didorong untuk

memiliki inisiatif dalam penciptaan program

maupun penyediaan anggaran. Sementara

masyarakat perlu diberdayakan partisipasi

dan kapasitasnya untuk turut berperan

sebagai stakeholder di daerah maju, turut

ambil bagian dalam pengembangan usaha

serta memiliki fungsi kontrol yang efektif

terhadap kesejahteraan bersama.

Dengan mengevaluasi pola

pembangunan yang terjadi selama ini di

Indonesia maupun di negara-negara yang

sedang berkembang pada umumnya, kita

masih melihat peran ganda pemerintah, baik

sebagai pihak yang menyiapkan pengaturan

dan fasilitator namun sekaligus juga sebagai

pihak pelaksana di lapangan. Peran ganda ini

jelas tidak menguntungkan karena orientasi

dan pola kerja yang terjadi cenderung

birokratis

daripada

berorientasi

kewiraswastaan, sehingga produktivitas dari

pengelolaan suatu usaha tidak bisa berfungsi atau berkontribusi secara maksimal dan menguntungkan.
Pola-pola tersebut masih terjadi oleh karena minat dan kreativitas sektor swasta atas pentingnya perencanaan pariwisata, seni dan budaya masih sangat lemah. Oleh karena itu peran swasta harus lebih ditingkatkan dan dimaksimalkan dalam berbagai kegiatan pembangunan dan pengelolaan kepariwisataan nasional. Hal seperti inilah yang perlu segera mendapat perhatian dalam formula pikiran dan kerja baru, sehingga potensi budaya akan mendapat peluang secara leluasa dalam kapasitas kreativitasnya yang optimal, sehingga terjadi keseimbangan antara tuntutan pelestarian sumberdaya dan tuntutan pembangunan secara terpadu.
Dengan pembagian dan keterpaduan peran sesuai fungsi dan kapasitasnya serta dukungan berbagai pihak depertemen lintas sektoral maupun kebijakan strategis yang dirumuskan pihak penyelenggara negara, kita bisa berharap bahwa era kebangkitan baru kepariwisataan nasional yang dicita-citakan akan dapat terwujud segera, sehingga dampak krisis selama ini menghambat pembangunan perekonomian bangsa, dan mengusik keutuhan berbangsa, cepat atau lambat dapat dilepaskan dan tinggalkan menuju Indonesia yang sejahtera, besar dan berjaya.
4. Pariwisata Dalam Ekonomi Lokal Faktor lain yang penting untuk
mendorong pariwisata Indonesia ialah perubahan struktur kenegaraan yang dikenal dengan otonomi daerah setelah ada Undangundang Nomor 22 tahun 1999 mengenai Pemerintah Daerah. Dengan berlakunya UU ini daerah akan berperan penting mengembangkan ekonomi lokal dengan dukungan yang penuh dari pemerintah pusat. Peran pariwisata sebagai instrumen pemberdayaan ekonomi lokal dapat dilihat pada profil perkembangan sektor pariwisata di Bali. Sebelum industri pariwisata berkembang di Bali tahun 1980-an, GDPRegional sangat bergantung pada sektor pertanian dengan kontribusi atau penerimaan pendapatan yang relatif masih rendah, yaitu sebesar 11% (1984). Namun dengan tumbuh dan berkembangnya sektor pariwisata di Bali, PDRB Bali meningkat tajam dari tahun ke tahun. Pada tahun 1994 sumbangan sektor

68

Jurnal Ekonom, Vol. 13, No. 2 April 2010

pariwisata terhadap PDRB Bali telah naik hingga mencapai 42,2 persen.
Sementara dari sisi penciptaan lapangan pekerjaan dengan memperhatikan dampak langsung dan tidak langsung, diperoleh data bahwa koefisien efek penggandaan kesempatan kerja dari pengeluaran wisatawan di Bali adalah 1,038 untuk wisatawan asing dan 0,821 untuk wisatawan domestik. Ini berarti secara keseluruhan jumlah kesempatan kerja yang timbul sebagai akibat kedatangan pariwisata asing di Bali adalah sebanyak 492,382 orang dan kedatangan pariwisata asing menciptakan kesempatan kerja bagi 33.818 orang sehingga secara keseluruhan kesempatan kerja yang ditimbulkan oleh sektor pariwisata pada tahun 1995 sebanyak 526.200 orang atau 34,14 persen dari seluruh tenaga kerja yang bekerja di Bali.
Dalam tahun 1998, kesempatan kerja yang ditimbulkan oleh pengeluaran wisatawan di Bali diperkirakan mencapai 36,1 persen dan akibat investasi di sektor pariwisata adalah 1,9 persen, sehingga secara keseluruhan sumbangan industri pariwisata adalah 38 persen dari seluruh kesempatan kerja di Bali. Dalam perkembangan lebih lanjut, kemajuan yang pesat sektor pariwisata di Bali secara nyata juga telah menumbuhkan kegiatan-kegiatan ikutan dalam usaha jasa pariwisata maupun sektor usaha-usaha baru dibidang perindustrian dan ekspor kerajinan ke luar negeri.
Semua peran dan posisi strategis sektor pariwisata akan benar-benar berarti dan memberikan dorongan bagi tumbuhnya perekonomian nasional apabila faktor-faktor kunci bagi berlangsungnya kegiatan pariwisata dapat diciptakan dan dijaga kelangsungannya secara nyata. Faktor-faktor tersebut terutama adalah stabilitas politik yang akan menciptakan rasa aman bagi wisatawan maupuan bagi investasi yang ingin ditanamkan di Indonesia.
Dalam banyak pengalaman peran pariwisata sebagai agen pembangunan (agent of development) sudah dapat dibuktikan melalui tumbuh dan berkembangnya daerahdaerah yang semula tidak berkembang (under developed) menjadi daerah-daerah yang maju dan sumber pendapatan daerah yang besar di berbagai wilayah nusantara, seperti Lombok, Bintan, Bukittinggi, Sulawesi Utara (Bunaken) dan sebagainya. Oleh karena itu untuk mendorong peran riil

sektor pariwisata sebagai agen pembangunan dan lebih khusus lagi strategis dalam pemulihan ekonomi, yang diperlukan adalah komitmen pemerintah terhadap peranan tersebut. Pemerintah harus menciptakan iklim dan suasana kondusif yang memungkinkan mata rantai industri pariwisata bergerak kembali sehingga mampu berkontribusi secara efektif dalam menggerakkan perekonomian nasional dan perekonomian di tingkat lokal.
Hal itulah yang akan diperhatikan oleh pemerintah secara baik. Tingkat urgensi sektor pariwisata sebagai sektor yang mampu berperan taktis dalam pemulihan krisis pun belum dilihat secara nyata. Kesenjangan atau ketidaksamaan cara pandang dalam melihat posisi dan peran penting pariwisata dalam struktur perekonomian nasional ini harus dijelaskan dan dipertemukan.
Pemeirntah dan swasta akan menyadari dan menyamakan persepsi bahwa sektor pariwisata adalah bisnis yang sangat naik dan luar biasa (unusual) serta memiliki keterkaitan multisektoral yang sangat tinggi, sehingga penanganan yang konvensional dan tidak peka terhadap aspek-aspek pendukung yang perlu diciptakan bagi berlangsungnya kegiatan pariwisata, tidak akan ada artinya sama sekali.

5. Kebijakan Pembangunan Pariwisata

Hal yang tidak dapat dilepaskan

dalam memandang visi kedepan

kepariwisataan

nasional

adalah

perkembangan situasi politik dan ekonomi

nasional yang ditandai dengan upaya untuk

meletakkan suatu landasan kokoh bagi

terciptanya iklim demokrasi, pemerintahan

yang bersih dan dipercaya rakyat serta sistem

perekonomian yang tangguh dan mantap.

Ketiga hal tersebut sesungguhnya merupakan

prasyarat dasar bangkitnya suatu bangsa

dalam membangun negaranya, sehingga

apabila kesemuanya sudah mampu

diwujudkan dan dijaga bersama, niscaya

pembangunan berbagai sektor atau bidang

akan berlangsung dengan mantap.

Disamping perbaikan iklim dan

suasana kondusif dengan adanya rasa aman

dan stabilitas politik serta kebijakan strategis

yang menopang tumbuh dan majunya

industri pariwisata nasional, rasanya masih

memerlukan waktu dan belum bisa

diwujudkan dengan segera. Namun demikian

69

Nurhayati Siregar: Prospek Industri Pariwisata Indonesia

sejumlah langkah penting telah ditempuh dalam upaya meningkatkan peran yang lebih kuat dari sektor pariwisata dalam pembangunan perekonomian nasional.
Hal tesebut ditunjukkan dari kebijakan pemerintah dengan mengubah status depertemen menjadi Kantor Menteri Negara Pariwisata dan Kesenian. Perubahan status ini jelas memiliki konsekuensi yang dalam, yaitu perubahan peran pemerintah dalam hal ini kantor Menteri Negara Pariwisata dan Kesenian untuk lebih berkonsentrasi pada pengupayaan kebijakan dan koordinasi lintas sektoral (atau sebagai fasilitator). Pemerintah tidak lagi terjun dalam aspek operasional atau teknis yang selanjutnya justeru peran ini diharapkan nantinya akan dapat ditangkap secara maksimal oleh swasta dan masyarakat.
Dilain pihak masuknya kesenian dalam sektor pariwisata menegaskan dimensi semakin luas yang dapat digarap sektor pariwisata untuk membangun daya kompetitifnya dalam persaingan regional maupun global. Seni dan budaya nasional yang dimiliki lebih dari 300 etnis terbesar di seluruh kepulauan nusantara, merupakan modal dasar dan kekuatan yang tidak akan habis digali dan diangkat sebagai daya tarik kunjungan wisatawan ke Indonesia. Namun pada akhirnya satu hal yang teramat penting adalah komitmen departemen dan institusi terkait dalam mendukung agenda besar yang ingin diwujudkan sebagai titik tolak kebangkitan pariwisata nasional Indonesia.
KESIMPULAN Dari uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa banyak fajtor yang membuat prospek industri pariwisata Indonesia bisa dilihat dalam skenario yang optimis. Kajian ini menunjukkan ada lima faktor yang akan membuat industri pariwisata berpotensi tumbuh.

1. Kecenderungan industri pariwisata dunia yang akan semakin meningkat dalam abad ke-21.
2. Sumbangan sektor pariwisata dalam kemajuan pembangunan ekonomi.
3. Peranan pemerintah berubah setelah reformasi.
4. Peranan sektor pariwisata dalam kegiatan ekonomi lokal setelah otonomi daerah.
5. Adanya perubahan kebiakan pariwisata dan pengalaman membangun kembali kepercayaan dunia setelah terjadi tragedi bom Bali.
6. Industri pariwisata Indonesia berpotensi tumbuh jika melakukan strategi repositioning. Keberhasilan reposisi harus didukung oleh upaya pemerintah di sektor lain seperti keamanan dan pembangunan infrastruktur.
DAFTAR RUJUKAN Badan Pusat Statistik, Tourism Statistics
2002. Bank Indonesia, Laporan Tahun Buku 2001. Hal Hill, Ekonomi Indonesia, Murai
Keneana, Jakarta, 2001 Joop Ave, ‘’Maraknya Ekonomi Pariwisata’’,
dalam Indonesia Abad XXI Ditengah Kepungan Perubahan Global, Penerbit Harian Kompas, Jakarta, Agustus 2000. Jhon Tafbu Ritonga, Bom Bali dan RAPBN 2003, Harian Waspada, 9 November 2002. Kompas, edisi Rabu, 27 November 2002. Media Indonesia, edisi Selasa, 26 November 2002. The Jakarta Post, edisi Selasa, November 2002. The Jakarta Post, edisi Kamis 5 Desember 2002.

70