Aktivitas Antioksidan Superoksida Dismutase Pada Hati Tikus Hiperkolesterolemia Yang Diberi Ekstrak Kulit Mahoni (Swietenia macrophylla)

ABSTRAK
MARSUDI SIBURIAN. Aktivitas Antioksidan Superoksida Dismutase pada Hati
Tikus Hiperkolesterolemia yang Diberi Ekstrak Kulit Mahoni (Swietenia
macrophylla). Dibimbing oleh SULISTIYANI dan SYAMSUL FALAH.
Kulit kayu mahoni merupakan limbah industri kayu yang kaya akan kandungan
metabolit sekunder. Penelitian tentang potensi ekstrak kulit kayu mahoni sebagai
antioksidan telah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini bertujuan mempelajari
mekanisme ekstrak air kulit kayu mahoni dalam menurunkan tingkat oksidasi
lipid yang dapat dilihat melalui penentuan aktivitas antioksidan endogen pada
organ hati. Sebanyak 35 ekor tikus jantan dibagi menjadi 5 kelompok (n=7) yaitu
normal, hiperkolesterolemia, lovastatin, ekstrak 1, dan ekstrak 2. Kelompok
normal diberi pakan standar, kelompok hiperkolesterolemia (HK) diberi pakan
kolesterol (1,5%) dan PTU (0,5 mg/KgBB), kelompok lovastatin (HK+lovastatin
0,2875 mg/KgBB), kelompok E1 (HK+ekstrak mahoni 4,2 mg/KgBB), serta
kelompok E2 (HK+ekstrak mahoni 21 mg/KgBB). Masa percobaan berlangsung
selama 8 minggu. Aktivitas antioksidan superoksida dismutase (SOD) hati tikus
ditentukan dengan menghitung persentase hambatan proses autooksidasi pirogalol
menjadi purpurogalin oleh SOD, jumlah purpurogalin yang terbentuk diukur
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 340 nm. Aktivitas
antioksidan SOD pada hati tikus kelompok normal sebesar 47.96±12.37%.
Aktivitas antioksidan SOD untuk semua kelompok perlakuan tidak berbeda nyata

(=0.05). Hasil ini menunjukkan bahwa peranan ekstrak kulit kayu mahoni
sebagai antioksidan pada tikus bukan dengan meningkatkan aktivitas antioksidan
superoksida dismutase melainkan melalui suatu mekanisme lain.

ABSTRACT
MARSUDI SIBURIAN. Superoxide Dismutase Antioxidant Activity in
Hypercholesterolemic Rat Liver Treated with Mahoni’s (Swietenia macrophylla)
Bark Extract. Under the direction of SULISTIYANI and SYAMSUL FALAH.
Mahoni’s stem bark is wood industrial waste that rich in secondary metabolites.
Research about its antioxidant potency has been done previously. This research
was performed to study about the mahoni’s bark extract mechanism on lowering
lipid peroxidation by determining the activity of endogenous antioxidant in the
liver. Thirty five male rats were divided into 5 groups (n=7) normal,
hypercholesterolemic, lovastatin, extract 1, and extract 2 group. Normal group fed
with standard rat chow, hypercholesterolemic group (HK) with cholesterol chow
(1,5%) and PTU (0,5 mg/KgBW), lovastatin group (HK + lovastatin 0,2857
mg/KgBW), E1 group (HK+ mahoni extract 4,2 mg/KgBW), and E2 group (HK +
mahoni extract 21 mg/KgBW). Experiments were carried out for 8 consecutive
weeks. The rat liver superoxide dismutase (SOD) antioxidant activity were
determined by calculating the inhibition percentage of pyrogallol autooxidation

process became purpurogallin by SOD, total formed purpurogallin was measured
using spectrophotometer with 340 nm wavelength. The SOD antioxidant activities
in normal group of rats was 47.96±12.37%. There was not any significant SOD
antioxidant activities difference between all rats group of treatment (=0.05).
These result showed that mahoni’s bark extract roles as antioxidant in rats was
achieve not by increasing the activity of superoxide dismutase but by other
mechanism.

PENDAHULUAN
Masyarakat modern saat ini terbiasa
mengonsumsi makanan yang rendah serat dan
mengandung kolesterol tinggi. Beberapa
contoh dari makanan tersebut antara lain
produk daging (sapi, kambing, babi) dan
olahannya, kuning telur, jerohan, keju, dan
mentega. Makanan berlemak yang memiliki
kadar lemak jenuh tinggi sangat tidak baik
dikonsumsi dalam jumlah besar. Konsumsi
makanan berlemak dengan kadar kolesterol
lebih dari 300 mg per hari dapat memicu

timbulnya berbagai penyakit yang diakibatkan
oleh meningkatnya konsentrasi kolesterol di
dalam darah atau yang biasa disebut
hiperkolesterolemia (Lichtenstein et al. 2006).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
keadaan
hiperkolesterolemia
dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah
radikal bebas di dalam tubuh yang ditandai
oleh meningkatnya oksidasi lipid. Giri (2008)
melaporkan bahwa tikus Sprague Dawley
yang diinduksi hiperkolesterolemia dengan
pemberian pakan kaya kolesterol dan PTU
selama 13 minggu mengalami peningkatan
konsentrasi lipid peroksida dalam darah
sebesar 371.75%.
Radikal bebas merupakan unsur atau
senyawa yang memiliki satu atau lebih
elektron yang tidak berpasangan. Radikal

bebas di dalam tubuh berperan dalam
komunikasi antarsel (biosinyal), aktivasi sel
Kupffer, dan apoptosis atau peristiwa matinya
sel (Wu et al. 2004). Namun radikal bebas
yang berlebih di dalam tubuh dapat
mengakibatkan dampak negatif. Dampak
negatif tersebut antara lain oksidasi terhadap
berbagai komponen sel seperti protein dan
DNA yang dapat menyebabkan timbulnya
penyakit degeneratif seperti kanker dan
penuaan sel (Hseu et al. 2008).
Senyawa yang dapat menghambat
dampak negatif dari radikal bebas dalam
tubuh dinamakan antioksidan. Senyawa
antioksidan ini akan menyerahkan satu atau
lebih elektronnya kepada radikal bebas
sehingga menjadi molekul yang stabil dan
menghentikan berbagai kerusakan yang
ditimbulkan radikal bebas (Tandon et al.
2005). Tubuh dapat memproduksi senyawa

antioksidan sendiri, yang disebut antioksidan
endogen, tetapi bila jumlah radikal bebas
dalam tubuh berlebih, maka antioksidan
endogen tidak akan mampu mengendalikan
jumlah radikal bebas sehingga terjadi keadaan
stres oksidatif.
Oleh karena itu, tubuh
memerlukan antioksidan dalam jumlah yang

lebih besar. Hal ini dapat dilakukan dengan
memberi asupan antioksidan dari luar tubuh,
yang disebut antioksidan eksogen, baik dari
sumber alami maupun sintetik untuk
membantu dalam proses pengendalian radikal
bebas dalam tubuh. Pengendalian radikal
bebas dalam tubuh pun dapat dibantu dengan
mengkonsumsi
makanan
yang
dapat

meningkatkan produksi antioksidan endogen
(Park et al. 2002 ;Lewis 2008). Lewis (2008)
melaporkan bahwa pemberian senyawa
flavonoid pada tikus Sprague Dawley dapat
meningkatkan
aktivitas
superoksida
dismutase.
Senyawa flavonoid dan tanin banyak
terdapat pada tanaman. Salah satu tanaman
yang memiliki kandungan senyawa fitokimia
tersebut
adalah
tanaman
Swietenia
macrophylla King atau yang dikenal sebagai
mahoni berdaun lebar (Ningsih 2010). Ekstrak
air dari serbuk kulit kayu mahoni telah
diketahui dapat menurunkan konsentrasi lipid
peroksida pada tikus yang diberi perlakuan

hiperurisemia (Lavenia 2010). Penelitian
tersebut melaporkan bahwa pemberian ekstrak
air dari kulit kayu mahoni dapat menurunkan
tingkat oksidasi lipid sebesar 26.86% hingga
ke konsentrasi normal dari oksidasi lipid di
dalam hati tikus. Namun, jumlah senyawa
polifenol seperti flavonoid dan tanin yang
dapat diserap oleh tubuh sangatlah sedikit.
Selain itu, senyawa polifenol ini didalam
tubuh pun memiliki waktu paruh yang pendek
(Middleton et al. 2000). Hal ini menimbulkan
adanya dugaan bahwa senyawa-senyawa
polifenol tersebut tidak dapat bertindak
sebagai antioksidan secara langsung di dalam
tubuh
namun
senyawa
ini
dapat
mempengaruhi aktivitas antioksidan endogen.

Utami (2010) melaporkan pemberian
ekstrak air kulit batang mahoni dosis
pencegahan hiperkolesterolemia mampu
menurunkan konsentrasi lipid peroksida pada
darah tikus, tetapi belum diketahui apakah
ekstrak air kulit kayu mahoni itu bertindak
secara langsung dalam menangkal radikal
bebas atau secara tidak langsung dengan
meningkatkan produksi antioksidan dalam
tubuh. Penelitian ini bertujuan mempelajari
mekanisme ekstrak air kulit kayu mahoni
dalam menurunkan tingkat oksidasi lipid yang
dapat dilihat melalui penentuan aktivitas
antioksidan superoksida dismutase pada organ
hati. Hipotesis penelitian ini adalah ekstrak air
kulit kayu mahoni dapat meningkatkan
aktivitas antioksidan endogen dalam tubuh.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi tentang pengaruh ekstrak kulit kayu


2

mahoni terhadap aktivitas enzim antioksidan
endogen dalam tubuh, khususnya terhadap
aktivitas superoksida dismutase.
TINJAUAN PUSTAKA
Radikal Bebas dalam Tubuh
Radikal bebas adalah sebuah atom,
gugus atom, atau molekul yang memiliki satu
atau lebih elektron yang tidak berpasangan
pada kulit terluarnya. Radikal bebas secara
kimiawi dapat dengan mudah terbentuk saat
terjadi putusnya ikatan kovalen yang
menghasilkan dua atom atau dua molekul baru
yang mempunyai satu elektron bebas hasil
pemutusan ikatan. Keberadaan elektron yang
tidak berpasangan ini mendorong molekul
tersebut untuk mengambil elektron dari
molekul atau senyawa lain agar molekul
tersebut menjadi lebih stabil, sesuai dengan

kaidah oktet. Perilaku radikal bebas ini dapat
memicu terjadinya pembentukan radikal bebas
yang lain sehingga dapat membuat suatu
reaksi berantai.
Radikal bebas dapat ditemukan dalam
tubuh manusia, sebagian besar tergolong ke
dalam kelompok spesies oksigen reaktif
(reactive oxygen species). Beberapa spesies
oksigen reaktif yang terdapat di dalam tubuh
adalah O2●-, H2O2, dan ●OH (Shaban et al.
2003). Spesies oksigen reaktif ini dihasilkan
oleh tubuh secara normal dalam proses
metabolisme aerobik pada mitokondria dan
mikrosom. Di dalam tubuh, selain sebagai
hasil samping dari proses metabolisme
aerobik, spesies oksigen reaktif memiliki
beberapa peranan, diantaranya dalam proses
komunikasi antar sel (biosinyal), aktivasi sel
Kupffer, dan apoptosis atau peristiwa matinya
sel secara terprogram (Wu et al. 2004).

Beberapa fungsi dari spesies oksigen
reaktif tersebut menunjukkan bahwa molekul
tersebut diperlukan didalam tubuh. Namun
keberadaan molekul radikal bebas dalam
tubuh yang melebihi kebutuhan normal sel
dapat mengganggu integritas sel dan bereaksi
dengan komponen sel. Komponen sel yang
dapat bereaksi dengan radikal bebas antara
lain komponen struktural yaitu berbagai
molekul penyusun membran sel dan
komponen sel fungsional yaitu protein dan
DNA, yang akhirnya menimbulkan kerusakan
sel. Reddy et al. (1998) melaporkan bahwa
tingkat oksidasi lipid di dalam tubuh pekerja
yang terpapar emisi karbon selama bekerja
lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja
yang tidak terpapar emisi karbon. Selain itu,
radikal bebas juga dapat memicu kanker,

penyakit jantung, dan penyakit pembuluh
darah otak (Kumar & Kumar 2009). Tubuh
telah memiliki sistem pertahanan antioksidan
yang kompleks untuk melindungi sel dan
sistem organ tubuh dari spesies oksigen
reaktif yang berlebihan. Sistem ini saling
berinteraksi
dan
berintegrasi
dalam
menetralisasi radikal bebas.
Hiperkolesterolemia dan Radikal Bebas
Hiperkolesterolemia adalah kondisi saat
konsentrasi kolesterol di dalam darah melebihi
batas normal. Kolesterol adalah lipid
ampifatik yang termasuk dalam golongan
sterol dan di dalam tubuh dapat ditemukan
dalam bentuk bebas dan ester dengan asam
lemak. Kolesterol merupakan senyawa
penyusun membran dari sel hewan. Sterol ini
telah terbukti memiliki peranan penting dalam
berbagai fungsi sel, termasuk dalam
penentuan fungsi enzim dan permeabilitas
membran. Tidak ada senyawa lain dari
kelompok sterol yang dapat menggantikan
seluruh peran dari kolesterol pada membran
sel mamalia. Umumnya sel mamalia tidak
dapat hidup saat tidak terdapat kolesterol
(Albert & Battaglia 2005). Organisme dapat
memperoleh kolesterol melalui dua cara yaitu
mensintesisnya dan melalui diet. Sintesis
kolesterol berlangsung hampir pada seluruh
jaringan hewan, tetapi pada hewan mamalia
aktivitas biosintesis kolesterol yang tertinggi
terjadi pada organ hati, kelenjar adrenal,
ovarium, dan testis (Valenzuela et al. 2003).
Prekursor yang digunakan oleh hati untuk
mensintesis kolesterol adalah asetil KoenzimA (asetil KoA) yang merupakan hasil
metabolisme karbohidrat, protein, atau lemak.
Biosintesis kolesterol terbagi menjadi empat
tahap. Tahapan pertama melibatkan perubahan
asetil koA menjadi 3-hidroksi-3-metilglutarilKoA (HMG-KoA) yang dikatalisis oleh enzim
HMG-KoA sintase, dilanjutkan sintesis HMGKoA menjadi mevalonat yang dikatalisis oleh
enzim HMG-KoA reduktase (Gambar 1a).
Tahapan selanjutnya adalah pembentukan
unit-unit isoprenoid dari mevalonat (Gambar
1b).
Tahapan ketiga
adalah
proses
polimerisasi enam molekul isoprenoid untuk
membentuk molekul skualena (Gambar 1c).
Tahap paling akhir ialah proses terbentuknya
inti sterol dari skualena, yang kemudian akan
diubah menjadi kolesterol (Gambar 1d). Laju
sintesis kolesterol oleh tubuh ditentukan oleh
laju pembentukan mevalonat oleh HMG-KoA
reduktase. Kerja enzim ini dapat dihambat
oleh kolesterol dari hasil sintesis tubuh dan
hasil degradasi LDL. Selain itu kerja HMG-

3

KoA reduktase juga dapat dihambat oleh
beberapa obat penurun kolesterol golongan
statin. Proses sintesis kolesterol ini dapat
memenuhi sekitar 50% dari total kolesterol

yang dibutuhkan oleh tubuh dan sisanya
diperoleh dari diet (Murray et al. 2005).

Mevalonat

Asetil-KoA
tiolase

Asetoasetil-KoA
5-fosfomevalonat
HMG-KoA
sintase

5-pirofosfomevalonat

HMG-KoA

3-Fosfo-5pirofosfomevalonat

HMG-KoA
reduktase

Δ3-Isopentenil
pirofosfat

Mevalonat

Dimetilalil pirofosfat

(a)

Dimetilalil pirofosfat

(b)

Δ3-Isopentenil pirofosfat

Skualena

Geranil pirofosfat
Skualena 2,3-epoksida

Farnesil pirofosfat

Lanosterol

Skualena

(c)
(d)
Gambar 1 Tahapan biosintesis kolesterol (Lehninger 2004)

Kolesterol

4

Diet yang kaya akan kolesterol dan
lemak jenuh dapat menekan pembentukan
reseptor Low Density Lipoprotein (LDL),
sehingga meningkatkan jumlah kolesterol
yang beredar di dalam darah, keadaan ini
dapat
memicu
terjadinya
kondisi
hiperkolesterolemia.
Selain
itu,
hiperkolesterolemia juga dapat terjadi karena
beberapa faktor, seperti bobot badan, usia,
kurang olahraga, stres emosional, gangguan
metabolisme, dan kelainan genetik (Grundy
1991). Kondisi hiperolesterolemia, dalam
eksperimen menggunakan hewan percobaan,
dapat dibuat dengan melakukan induksi
hiperkolesterolemia
terhadap
hewan
percobaan secara eksogen dan endogen. Cara
eksogen yaitu dengan pemberian pakan yang
mengandung kolesterol dengan kadar yang
tinggi. Induksi dengan cara endogen dapat
dilakukan dengan melakukan injeksi PTU,
injeksi ini dilakukan untuk merusak kelenjar
tiroid yang akan menimbulkan kondisi
hipotiroid
yang
dihubungkan
dengan
peningkatan konsentrasi LDL plasma akibat
penurunan katabolisme LDL.
Tubuh
akan
berusaha
untuk
mengeluarkan kelebihan kolesterol di dalam
tubuh. Jalur utama pengeluaran kolesterol dari
dalam tubuh adalah melalui jalur sintesis asam
empedu yang berlangsung di hati. Kolesterol
akan diubah menjadi asam empedu, yaitu
asam kolat dan asam kenodeoksikolat. Jalur
sintesis asam empedu ini diawali reaksi
hidroksilasi kolesterol pada karbon 7α oleh
sitokrom P450 kolesterol 7α-hidroksilase
(CYP7A1) menjadi 7α-hidroksikolesterol,

suatu kelompok senyawa oksisterol (Gambar
2) (Murray et al. 2005; Zhao & Wright 2010).
Kelompok
senyawa
oksisterol
merupakan aktivator bagi Liver X Receptors
(LXR), yang merupakan sensor bagi
kolesterol. Saat jumlah oksisterol meningkat,
maka LXR akan menjaga sel dari kelebihan
kolesterol dengan cara meningkatkan ekskresi
kolesterol melalui jalur sintesis asam empedu
melalui peningkatan ekspresi dari CYP7A1.
Meningkatnya ekspresi CYP7A1 akan
meningkatkan aktivitas dari CYP7A1 (Zhao &
Wright 2010). Meningkatnya aktivitas
CYP7A1 akan meningkatkan konsumsi
oksigen dan NADPH, yang kemudian akan
meningkatkan radikal superoksida (O2-) yang
dihasilkan (Kuthan et al. 1978).
Radikal superoksida yang dihasilkan
dalam ekskresi kolesterol akan meningkatkan
jumlah radikal bebas di dalam tubuh sehingga
tingkat oksidasi di dalam tubuh dapat
meningkat. Meningkatnya oksidasi di dalam
tubuh juga dipengaruhi oleh menurunnya
aktivitas enzim antioksidan di dalam tubuh
yang disebabkan oleh diet kaya kolesterol (Fki
et al. 2005). Keterkaitan antara kondisi
hiperkolesterolemia dengan tingkat oksidasi
biomolekul dalam tubuh yang menandakan
meningkatnya jumlah radikal bebas pun
didukung oleh beberapa penelitian diantaranya
Alviani (2007) yang menyatakan pemberian
pakan kolesterol 1.25% dapat meningkatkan
konsentrasi lipid peroksida tikus hingga lima
kali dari konsentrasi lipid peroksida tikus
normal.

7-Hidroksilase
Kolesterol

7-Hidroksikolesterol
12-Hidrok silase

2 KoA-SH
Propionil-Koa

2 KoA-SH
Propionil-Koa

Kenodeoksikolil-KoA

Kolil-KoA

Gambar 2 Biosintesis asam empedu primer (Lehninger 2004)

5

Antioksidan Endogen dan Eksogen
Antioksidan adalah suatu molekul atau
senyawa yang dapat menangkap radikal
bebas. Antioksidan dalam makanan dapat
mencegah atau memperlambat proses
makanan menjadi tengik ataupun rusak dan
mengalami perubahan warna. Molekulmolekul antioksidan di dalam tubuh bertugas
untuk melindungi sel-sel tubuh dan komponen
tubuh lainnya dari radikal bebas, baik yang
berasal dari metabolisme tubuh ataupun yang
berasal dari lingkungan. Antioksidan juga
diduga dapat mencegah terjadinya kanker
karena kemampuannya dalam menangkal
radikal bebas yang merupakan salah satu
penyebab kanker (Kumar & Kumar 2009).
Berdasarkan reaksinya dengan radikal
bebas atau oksidan dalam sistem pertahanan
tubuh, antioksidan dikelompokkan menjadi
antioksidan primer, antioksidan sekunder, dan
antioksidan tersier. Antioksidan primer
bekerja dengan memutus rantai reaksi menjadi
senyawa nonradikal atau radikal yang lebih
stabil.
Antioksidan
jenis
ini
dapat
menetralisasi
radikal
bebas
dengan
menyumbangkan salah satu elektronnya.
Antioksidan yang termasuk dalam kelompok
ini adalah tokoferol dan asam askorbat
(Christyaningsih et al. 2003).
Antioksidan sekunder bekerja dengan
cara mencegah tahapan inisiasi dalam reaksi
berantai radikal bebas. Antioksidan yang
tergolong dalam kelompok ini adalah
superoksida
dismutase
dan
glutation
peroksidase. Antioksidan tersier merupakan
antioksidan yang bertugas untuk memperbaiki
molekul-molekul yang telah mengalami
kerusakan akibat radikal bebas. Antioksidan
tersier juga berperan dalam membuang
berbagai molekul yang telah rusak akibat
teroksidasi sebelum molekul-molekul tersebut
terakumulasi dalam tubuh dan mengganggu
berbagai proses di dalam sel tubuh (Tandon et
al. 2005).
Berdasarkan sumbernya, antioksidan
dalam tubuh manusia dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu antioksidan endogen dan
antioksidan eksogen. Antioksidan endogen
merupakan antioksidan yang dihasilkan oleh
tubuh, berupa enzim yang dapat mengubah
radikal bebas menjadi radikal bebas lain atau
senyawa lainnya yang lebih tidak berbahaya
bagi tubuh. Beberapa contoh enzim
antioksidan endogen adalah superoksida
dismutase, katalase, dan glutation peroksidase
(Ming et al. 2009). Antioksidan eksogen
adalah senyawa-senyawa yang memiliki daya
antioksidan yang berasal dari luar tubuh,

contohnya adalah vitamin A, asam askorbat,
tokoferol, dan beberapa polifenol (Ming et al.
2009). Senyawa-senyawa ini dapat diperoleh
dari tanaman atau hewan yang kita konsumsi.
Superoksida Dismutase
Superoksida dismutase merupakan salah
satu enzim antioksidan yang dihasilkan oleh
tubuh. Superoksida dismutase merupakan
enzim antioksidan terbanyak di dalam tubuh,
yang sebagian besar dari enzim ini terletak di
organ hati. Enzim ini termasuk dalam
golongan metaloenzim. Berdasarkan kofaktor
dan distribusinya didalam tubuh, enzim
superoksida dismutase dibagi menjadi copper,
zinc superoxide dismutase (Cu, Zn-SOD)
yang terdapat dalam sitoplasma eukariot,
manganese superoxide dismutase (Mn-SOD)
yang terdapat pada mitokondria organisme
aerobik, iron superoxide dismutase (Fe-SOD)
yang terdapat pada prokariot dan ekstra
selular superoksida dismutase (ec-SOD) yang
banyak ditemukan pada cairan ekstraselular
mamalia (Choi 1999). SOD tergolong enzim
yang sangat stabil karena tiap subunitnya
dihubungkan oleh ikatan non-kovalen dan
terangkai olah rantai disulfida. Senyawa
sianida
dan
dietilditiokarbamat
dapat
menghambat aktivitas dari Cu, Zn-SOD tetapi
tidak Mn-SOD dan Fe-SOD. Inaktivasi dari
enzim SOD inipun dapat terjadi saat adanya
molekul H2O2 dan EDTA (Choi et al. 1999).
Aktivitas dari superoksida dismutase
dapat diukur dengan menggunakan beberapa
cara, diantaranya dengan mengukur daya
hambat yang ditimbulkan SOD terhadap
reaksi yang bergantung pada radikal
superoksida ataupun dengan menggunakan
metode pulse radiolytic. Tetapi cara yang
paling umum digunakan adalah dengan
pengukuran daya hambat suatu reaksi yang
bergantung pada radikal superoksida,
diantaranya adalah metode yang berdasar
reduksi sitokrom c oleh xantin oksidase
(McCord 1969) dan metode yang berdasar
rekasi autooksidasi dari pirogalol (Marklund
& Marklund 1974). Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Marklund dan Marklund
(1974) metode pengukuran aktivitas SOD
dengan memanfaatkan proses autooksidasi
dari pirogalol memiliki sensitifitas yang sama
dengan metode yang dilakukan oleh McCord
(1969). Pirogalol atau benzene-1,2,3-triol atau
benzenatriol merupakan senyawa reduktor
kuat, senyawa ini diperoleh dari hasil
pemanasan terhadap asam galat dan juga dari
hasil pemanasan campuran asam paraklorofenoldisulfonat
dengan
kalium

6

hidroksida. Dalam larutan basa senyawa
pirogalol akan bereaksi dengan oksigen yang
terdapat di udara membentuk senyawa
purpurogalin dan mengalami perubahan warna
dari tidak berwarna menjadi berwarna kuning.
Prinsip dari metode ini adalah SOD akan
menghambat proses autooksidasi senyawa
pirogalol menjadi senyawa purpurogalin
dengan menangkap oksigen. Aktivitas SOD
ditentukan dengan menghitung persentase
hambatan autooksidasi pirogalol dengan
membandingkan konsentrasi purpurogalin
yang terbentuk pada larutan yang berisi
pirogalol dan enzim SOD dengan larutan yang
hanya berisi pirogalol saja. Satu unit SOD
didefinisikan sebagai banyaknya enzim yang
diperlukan
untuk menghambat reaksi
autooksidasi sebanyak 50% (Marklund &
Marklund 1974).
Swietenia macrophylla
Tanaman Swietenia macrophylla King
atau yang dikenal dengan nama tanaman
mahoni berdaun lebar merupakan tanaman asli
dari daerah Amerika yang memiliki habitat
tumbuh tersebar di Amerika Tengah, Amerika
Selatan, Asia bagian selatan dan pasifik, serta
Afrika Barat. Secara taksonomi tanaman ini
tergolong ke dalam famili Meliaceae.
Tanaman ini juga memiliki nama lain
diantaranya Swietenia candolei Pittier,
Swietenia krukovii Gleason, Swietenia
belizensis Lundel, Swietenia macrophylla
King var. Marabaensis Ledoux et Lobato, dan
Swietenia tessmanii Harms.
Mahoni berdaun lebar ini dapat tumbuh
hingga mencapai tinggi 40-60 meter dan
lingkar batang 3-4 meter (Maiti et al. 2007).
Tanaman ini memiliki kulit berwarna abu-abu
dan halus ketika masih muda kemudian
berubah menjadi berwarna coklat tua dengan
kulit yang menggembung dan mengelupas
(Gambar 3). Daun bertandan dan menyirip
dengan panjang berkisar 35-50 cm, tersusun
bergantian, 4-6 pasang tiap daun, lebarnya
berkisar 9-18 cm. Bunganya kecil berwarna
putih, panjangnya 10-20 cm serta malainya
bercabang (Joker & Schmidt 2000).
Pohon mahoni di daerah asalnya banyak
dipergunakan dalam industri kayu (Verissimo
et al. 1995). Industri kayu di Kabupaten
Bogor pun telah mempergunakan mahoni
sebagai bahan bakunya. Lahan seluas 1937.78
ha di Kabupaten Bogor khusus dipergunakan
sebagai hutan industri mahoni dengan
produksi 8252.06 m3 kayu mahoni per tahun.
Dalam proses industri ini, kulit kayu mahoni

merupakan salah satu limbahnya (Supriadi
2006).
Selain sebagai bahan baku pada industri
kayu, mahoni pun telah banyak digunakan
sebagai bahan untuk ramuan jamu-jamuan
untuk menyembuhkan berbagai penyakit.
Sebagai contoh, masyarakat di daerah India
telah mempergunakan biji mahoni sebagai
antidiare. Biji dari mahoni pun diketahui
memiliki aktifitas antiinflamasi, antimutagen,
dan antitumor (Maiti et al. 2007). Beberapa
senyawa yang terkandung dalam biji mahoni
adalah swietenin swietenolida, swietemahonin
kayasin, andirobin, augustineolida, 7-deaseto7-oksogenudin,
6-deoksi
swietenin
proseranolida, 6-hidroksi swietenina, dan 6-Oasetil swietenolida (Maiti et al. 2007).
Bagian lain dari mahoni yang telah
diketahui
memiliki
khasiat
untuk
menyembuhkan berbagai penyakit adalah
bagian kulit kayunya. Kulit kayu mahoni
diketahui
memiliki
potensi
sebagai
antioksidan. Lavenia (2010) menyatakan
ekstrak air kulit kayu mahoni dapat
menurunkan konsentrasi lipid peroksida
sebesar 26.86% hingga tingkat normal pada
tikus. Kulit kayu mahoni memiliki kandungan
triterpenoid, limonoid, flavonoid, tanin,
saponin,
katekin,
epikatekin,
dan
swietemakrofilanin (Mootoo et al. 1999, Falah
et al. 2008). Senyawa-senyawa tersebut
diketahui mempunyai aktivitas antioksidan
secara in vitro (Kumar & Kumar 2009).
Secara in vivo senyawa flavonoid dan tanin
pun
memiliki
kemampuan
untuk
meningkatkan aktivitas antioksidan endogen
(Lewis 2008; Park et al. 2002).

Gambar 3 Mahoni berdaun lebar (Swietenia
macrophylla King)
Peran Hati sebagai Biotransformator
Hati merupakan organ terbesar di dalam
tubuh manusia dengan bobot antara 12001600 gram, sekitar 2-3 % dari bobot tubuh,

7

dengan konsumsi oksigen sekitar 20-30%.
Organ ini disusun oleh sel hepatosit, yang
menyusun hingga 90% dari bobot total hati.
Sel
hepatosit
kaya
akan
retikulum
endoplasma, sesuai dengan tingginya sintesis
protein dan lipid (Koolman 2005).
Organ hati merupakan pusat dari
metabolisme
antara
(intermediary
metabolism) dari tubuh. Beberapa fungsi
utama dari hati adalah fungsi metabolisme,
penyerapan nutrien dari saluran pencernaan ke
dalam pembuluh darah, memasok metabolit
dan nutrien ke bagian tubuh yang
membutuhkan, detoksifikasi, dan ekskresi
metabolit-metabolit yang tidak diperlukan
oleh tubuh melalui kelenjar empedu. Fungsi
metabolisme yang dilakukan oleh hati
mencakup
metabolisme
karbohidrat,
metabolisme lipid, metabolisme asam amino
dan protein, penyimpanan, serta proses
biotransformasi (Koolman 2005).
Fungsi biotransformasi yang dilakukan
oleh hati adalah salah satu fungsi yang
berkaitan dengan radikal bebas dan
antioksidan endogen
di dalam tubuh.
Biotransformasi ialah proses konversi suatu
senyawa menjadi senyawa lain. Fungsi ini
tidak hanya terbatas dalam mengubah suatu
senyawa yang berbahaya menjadi tidak
berbahaya tetapi juga mencakup konversi
suatu senyawa menjadi senyawa lain agar
dapat dipergunakan oleh tubuh atau diproses
untuk diekskresikan. Fungsi biotransformasi
menjadi penting karena tubuh menerima atau
mendapat berbagai senyawa asing, atau
xenobiotics, dari makanan atau melalui kontak
dengan lingkungan, melalui kulit dan paruparu. Salah satu contoh proses biotransformasi
adalah pengubahan senyawa-senyawa radikal
bebas yang berbahaya di dalam tubuh menjadi
air dan oksigen, proses ini dikatalisis oleh
beberapa enzim antioksidan yang diproduksi
oleh hati yaitu superoksida dismutase,
katalase, dan glutation peroksidase (Koolman
2005).
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Dalam percobaan ini sampel yang
digunakan berupa hati tikus yang berasal dari
penelitian Mustika (2010) yang didanai oleh
penelitian Program Unggulan IPB (PUI) atas
nama Dr. Syamsul Falah S.Hut., M.Si. dkk
pada tahun 2009. Dalam penelitian tersebut
tikus yang digunakan adalah tikus putih jantan
galur Sprague Dawley, tikus diperoleh dari
Badan POM saat berumur 2 bulan dengan

bobot badan 100-150 g. Kulit batang mahoni
(S. macrophylla King) yang digunakan berasal
dari pohon mahoni berumur 15 tahun yang
ditanam di Arboretrum Universitas Winaya
Mukti, Sumedang. Bahan-bahan yang
digunakan dalam pengukuran aktivitas
superoksida dismutase adalah larutan KCl,
larutan EDTA (pH 7.4), bufer fosfat 50 mM
(pH 8.2), dan pirogalol 10 mM.
Alat-alat yang digunakan adalah oven
mikropipet, neraca analitik, pengaduk
magnetik, alat-alat gelas, hot plate, peralatan
ekstraksi,
pipet
volumetrik,
vorteks,
homogenizer manual, sentrifus Beckman J221, rotor sentrifus JA 10 (r = 10,4cm),
spektrofotometer UV-Vis.
Metode Penelitian
Rancangan Percobaan
Dalam penelitian Mustika (2010)
dipergunakan 35 ekor tikus. Hewan coba
tersebut dibagi ke dalam lima kelompok
masing-masing terdiri atas tujuh ekor.
Kelompok I adalah kontrol normal yang
hanya diberi pakan standar (komposisi protein
18%, lemak 4-6%, dan abu 7-9%). Kelompok
II
hingga
V
adalah
kelompok
hiperkolesterolemia yang diberi pakan
kolesterol 1.5% (pakan standar 53%, kuning
telur 36%, minyak curah 6%, dan lemak
kambing 5%) dan dicekok PTU 0.5
mg/KgBB. Kelompok III adalah kelompok
hiperkolesterolemia yang diberi tambahan
cekok lovastatin 0.2875 mg/KgBB (kelompok
lovastatin). Kelompok IV adalah kelompok
hiperkolesterolemia yang diberi tambahan
cekok ekstrak kulit batang mahoni dosis 1
sebesar 4.2 mg/KgBB (kelompok ekstrak 1),
sedangkan kelompok V diberi ekstrak dosis 2
sebesar 21 mg/KgBB (kelompok ekstrak 2).
Ekstrak kulit batang mahoni ini diberikan dari
awal hingga akhir perlakuan.
Tikus yang dipergunakan diadaptasikan
selama sepuluh minggu untuk diseragamkan
cara hidup dan makanannya. Makanan hewan
percobaan diberikan sebanyak 25 g/ekor/hari
dan air minum diberikan secara ad libitum.
Pemberian pakan dan pencekokan ekstrak
dilakukan selama percobaan (dari minggu ke0 sampai minggu ke-8). Selama percobaan
darah diambil sebanyak 5 kali. Tiga hari
setelah pengambilan darah terakhir dilakukan
nekropsi. Nekropsi dilakukan dengan terlebih
dahulu membius tikus menggunakan eter
hingga tikus mati. Tikus kemudian dibedah
dan diambil organ hatinya. Hati tikus dibilas
menggunakan larutan NaCl 0.9%, ditimbang,
dan disimpan di dalam freezer (20oC).

7

dengan konsumsi oksigen sekitar 20-30%.
Organ ini disusun oleh sel hepatosit, yang
menyusun hingga 90% dari bobot total hati.
Sel
hepatosit
kaya
akan
retikulum
endoplasma, sesuai dengan tingginya sintesis
protein dan lipid (Koolman 2005).
Organ hati merupakan pusat dari
metabolisme
antara
(intermediary
metabolism) dari tubuh. Beberapa fungsi
utama dari hati adalah fungsi metabolisme,
penyerapan nutrien dari saluran pencernaan ke
dalam pembuluh darah, memasok metabolit
dan nutrien ke bagian tubuh yang
membutuhkan, detoksifikasi, dan ekskresi
metabolit-metabolit yang tidak diperlukan
oleh tubuh melalui kelenjar empedu. Fungsi
metabolisme yang dilakukan oleh hati
mencakup
metabolisme
karbohidrat,
metabolisme lipid, metabolisme asam amino
dan protein, penyimpanan, serta proses
biotransformasi (Koolman 2005).
Fungsi biotransformasi yang dilakukan
oleh hati adalah salah satu fungsi yang
berkaitan dengan radikal bebas dan
antioksidan endogen
di dalam tubuh.
Biotransformasi ialah proses konversi suatu
senyawa menjadi senyawa lain. Fungsi ini
tidak hanya terbatas dalam mengubah suatu
senyawa yang berbahaya menjadi tidak
berbahaya tetapi juga mencakup konversi
suatu senyawa menjadi senyawa lain agar
dapat dipergunakan oleh tubuh atau diproses
untuk diekskresikan. Fungsi biotransformasi
menjadi penting karena tubuh menerima atau
mendapat berbagai senyawa asing, atau
xenobiotics, dari makanan atau melalui kontak
dengan lingkungan, melalui kulit dan paruparu. Salah satu contoh proses biotransformasi
adalah pengubahan senyawa-senyawa radikal
bebas yang berbahaya di dalam tubuh menjadi
air dan oksigen, proses ini dikatalisis oleh
beberapa enzim antioksidan yang diproduksi
oleh hati yaitu superoksida dismutase,
katalase, dan glutation peroksidase (Koolman
2005).
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Dalam percobaan ini sampel yang
digunakan berupa hati tikus yang berasal dari
penelitian Mustika (2010) yang didanai oleh
penelitian Program Unggulan IPB (PUI) atas
nama Dr. Syamsul Falah S.Hut., M.Si. dkk
pada tahun 2009. Dalam penelitian tersebut
tikus yang digunakan adalah tikus putih jantan
galur Sprague Dawley, tikus diperoleh dari
Badan POM saat berumur 2 bulan dengan

bobot badan 100-150 g. Kulit batang mahoni
(S. macrophylla King) yang digunakan berasal
dari pohon mahoni berumur 15 tahun yang
ditanam di Arboretrum Universitas Winaya
Mukti, Sumedang. Bahan-bahan yang
digunakan dalam pengukuran aktivitas
superoksida dismutase adalah larutan KCl,
larutan EDTA (pH 7.4), bufer fosfat 50 mM
(pH 8.2), dan pirogalol 10 mM.
Alat-alat yang digunakan adalah oven
mikropipet, neraca analitik, pengaduk
magnetik, alat-alat gelas, hot plate, peralatan
ekstraksi,
pipet
volumetrik,
vorteks,
homogenizer manual, sentrifus Beckman J221, rotor sentrifus JA 10 (r = 10,4cm),
spektrofotometer UV-Vis.
Metode Penelitian
Rancangan Percobaan
Dalam penelitian Mustika (2010)
dipergunakan 35 ekor tikus. Hewan coba
tersebut dibagi ke dalam lima kelompok
masing-masing terdiri atas tujuh ekor.
Kelompok I adalah kontrol normal yang
hanya diberi pakan standar (komposisi protein
18%, lemak 4-6%, dan abu 7-9%). Kelompok
II
hingga
V
adalah
kelompok
hiperkolesterolemia yang diberi pakan
kolesterol 1.5% (pakan standar 53%, kuning
telur 36%, minyak curah 6%, dan lemak
kambing 5%) dan dicekok PTU 0.5
mg/KgBB. Kelompok III adalah kelompok
hiperkolesterolemia yang diberi tambahan
cekok lovastatin 0.2875 mg/KgBB (kelompok
lovastatin). Kelompok IV adalah kelompok
hiperkolesterolemia yang diberi tambahan
cekok ekstrak kulit batang mahoni dosis 1
sebesar 4.2 mg/KgBB (kelompok ekstrak 1),
sedangkan kelompok V diberi ekstrak dosis 2
sebesar 21 mg/KgBB (kelompok ekstrak 2).
Ekstrak kulit batang mahoni ini diberikan dari
awal hingga akhir perlakuan.
Tikus yang dipergunakan diadaptasikan
selama sepuluh minggu untuk diseragamkan
cara hidup dan makanannya. Makanan hewan
percobaan diberikan sebanyak 25 g/ekor/hari
dan air minum diberikan secara ad libitum.
Pemberian pakan dan pencekokan ekstrak
dilakukan selama percobaan (dari minggu ke0 sampai minggu ke-8). Selama percobaan
darah diambil sebanyak 5 kali. Tiga hari
setelah pengambilan darah terakhir dilakukan
nekropsi. Nekropsi dilakukan dengan terlebih
dahulu membius tikus menggunakan eter
hingga tikus mati. Tikus kemudian dibedah
dan diambil organ hatinya. Hati tikus dibilas
menggunakan larutan NaCl 0.9%, ditimbang,
dan disimpan di dalam freezer (20oC).

8

Pengukuran Sampel Hati Tikus Segar
sebagai Pembanding
Tikus berumur 6 bulan 2 minggu
dinekropsi dan diambil hatinya. Hati tikus
kemudian dibilas menggunakan larutan NaCl
0.9%, dikeringkan menggunakan kertas tisu,
lalu ditimbang bobotnya. Hati tkus kemudian
diukur aktivitas superoksida dismutasenya.
Hasil pengukuran ini digunakan sebagai
pembanding untuk melihat apakah sampel hati
tikus dan pirogalol yang digunakan masih
dalam keadaan baik.
Pengukuran
Aktivitas
Superoksida
Dismutase (Marklund dan Marklund 1974
dengan modifikasi oleh Gatellier et al.
2004)
Preparasi Sampel. Sebanyak 1.15 gram
hati tikus dicampurkan dengan 13 mL larutan
ekstraksi yang mengandung 0.15 M KCl dan
0.79 M EDTA (pH 7.4) kemudian
dihomogenisasi menggunakan homogenizer
manual. Lalu homogenat disentrifugasi pada
9000 rpm menggunakan sentrifus Beckman
J2-21 dengan rotor JA 10 pada suhu 4oC
selama 10 menit. Supernatan kemudian
dipergunakan untuk uji aktivitas enzim
superoksida dismutase.
Penentuan Waktu Inkubasi Sampel
untuk
Pengukuran
Aktivitas
SOD.
Sebanyak 75 µl pirogalol 10 mM
dicampurkan dengan 2850 µl bufer fosfat 50
mM (pH 8.2) kemudian ditambahkan 75 µl
larutan ekstraksi. Larutan tersebut diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 340
nm setiap 10 detik selama 10 menit. Waktu
inkubasi ditentukan saat grafik hubungan
antara waktu dan absorbans masih memiliki
nilai r2 sebesar 0.99.
Analisis Aktivitas SOD pada Hati.
Sebanyak 75 µl pirogalol 10 mM
dicampurkan dengan 2850 µl bufer fosfat 50
mM (pH 8.2), kemudian dilakukan
penambahan
75 µl sampel. Tingkat
autooksidasi dari pirogalol saat ditambahkan
dengan sampel dibandingkan dengan standar
(dengan 75 µl larutan ekstraksi) dengan
pengukuran peningkatan nilai absorbansi pada
λ 420 nm selama 2 menit. Satu unit enzim
SOD dinyatakan sebagai banyaknya enzim
yang dibutuhkan untuk menghambat reaksi
autooksidasi pirogalol sebanyak 50%.
Analisis Statistik (Matjik & Sumertajaya
2000)
Rancangan yang digunakan adalah
rancangan acak lengkap atau RAL. Analisis
data dilakukan dengan metode Analysis of

Variance (ANOVA). Jika terdapat perbedaan
dalam perlakuan, maka dilakukan uji Duncan.
Model RAL adalah sebagai berikut (Matjik &
Sumertajaya 2000):
Yij = µ + τi + εij
Keterangan:
i
= 1, 2, ..., t dan j = 1, 2, ..., r
Yij = pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan
ke-j
µ = pengaruh rataan umum
τi = pengaruh rataan ke-i, i = 1, 2, 3, 4, 5
εij
= pengaruh galat perlakuan ke-i dan
ulangan ke-j, j = 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Penyimpanan terhadap Kondisi
Sampel Hati
Sampel hati yang digunakan telah
mengalami penyimpanan selama 12 bulan di
dalam freezer. Dalam penyimpanan sampel
menjadi rawan terhadap kerusakan. Oleh
karena itu perlu dilakukan suatu pengujian
yang dapat menunjukkan apakah sampel
masih dalam kondisi baik atau tidak. Jika
sampel masih dalam keadaan baik maka
enzim SOD dalam sampel hati yang
mengalami penyimpanan akan tetap memiliki
aktivitas sebagai antioksidan. Pengujian
dilakukan dengan membandingkan aktivitas
enzim SOD dari sampel hati yang telah
mengalami penyimpanan (diwakili oleh
sampel hati tikus kelompok perlakuan normal)
dengan sampel hati segar yang diperoleh dari
tikus berumur 6,5 bulan (sama dengan usia
tikus yang dipergunakan sebagai hewan
percobaan dan tidak mengalami penyimpanan
sebelum
diukur
aktivitas
antipksidan
SODnya). Aktivitas antioksidan SOD
ditentukan dengan mengukur daya hambat
yang diberikan ekstrak hati pada proses
autooksidasi pirogalol. Aktivitas antioksidan
SOD dinyatakan dalam bentuk persen
hambatan proses autooksidasi pirogalol.
Dari hasil pengukuran didapatkan daya
hambat untuk sampel hati kelompok
perlakuan
normal
adalah
sebesar
47.96±12.37% dan sampel hati segar sebesar
22.98±7.93% (Gambar 4). Daya hambat yang
diberikan oleh kedua kelompok sampel
berbeda nyata secara statistik (p