Persepsi Masyarakat Terhadap Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst.) di Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba, Desa Paropo I, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi

(1)

LAMPIRAN

Lampiran 1.

KUISINONER UNTUK MASYARAKAT

Tempat : Dusun 1, Desa Paropo I, Kec. Silahisabungan, Kab. Dairi I. Data Responden

1. Nama :

2. Umur : Tahun

3. Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan

4. Suku : a. Batak Toba

b. Batak Simalungun c. Batak Karo

d. Dan lain-lain 5. Pendidikan Terakhir : a. Tidak Sekolah

b. SD

c. SMP/SLTP

d. SMA/SMEA/STM/SMK e. Perguruan Tinggi

6. Lama Bermukim : a. 1 – 4 tahun b. 5 – 9 tahun c. 10 – 14 tahun d. 15 – 19 tahun e. ≥ 20 tahun

7. Agama : a. Islam

b. Kristen c. Budha d. Hindu e. Dan lain-lain


(2)

II. Hubungan Eksistensi Hutan dengan Masyarakat di Desa Paropo I

No Pertanyaan Skor Bobot Nilai

1. Apakah anda mengetahui/mengenal hutan? a. Ya

b. Tidak

5 2,5

5 2. Apakah anda memahami manfaat hutan

terhadap lingkungan? a. Memahami b. Tidak memahami

20 10

20

3 Apakah hutan berpengaruh terhadap perekonomian/pendapatan anda?

a. Berpengaruh b. Tidak berpengaruh

20 10

20 4 Apakah hutan berpengaruh terhadap sosial

kehidupan anda? a. Bepengaruh b. Tidak berpengaruh

20 10

20 5 Menurut anda apakah kegiatan anda

merusak atau tidak terhadap hutan? a. Merusak

b. Tidak merusak c. Tidak tahu

20 13,32

6,66

20

6 Menurut anda apakah hutan itu penting bagi kehidupan anda?

a. Penting b. Biasa aja c. Tidak penting

15 10 5

15

Total 100

III. Persespsi/Tanggapan Masyarakat Terhadap Kegiatan Penanaman pada Lahan Kosong dan Restorasi Hutan

No Pertanyaan Skor Bobot nilai

1 Menurut anda bagaimana kondisi hutan di daerah anda saat ini?

a. Baik b. Tidak baik c. Tidak tahu

10 6,6 3,3

10

2 Adakah perbedaan kondisi hutan dulu dengan sekarang (semakin baik atau buruk sejak ±5 tahun belakangan ini)?

a. Semakin baik b. Semakin buruk c. Tidak tahu

10 6,6 3,3

10

3 Bagaimana tanggapan bapak/ibu melihat kondisi hutan yang rusak?


(3)

a. Perihatin b. Tidak perduli

5 2,5

4 Apakah bapak/ibu tahu cara

melakukanpenanaman/pemeliharaan hutan?

a. Tahu b. Tidak tahu

10 5

10

5 Apakah anda setuju jika hutan diperbaiki (direstorasi)?

a. Setuju b. Tidak setuju

15 7,5

15 6 Menurut anda siapakah yang harus terlibat

dalam memperbaiki/merestorasi hutan tersebut dan mengisi lahan kosong untuk mencegah bencana?

a. Pemerintah saja b. Masyarakat saja

c. Lembaga/institusi saja d. Semua puhak a, b, dan c

5 10 15 20

20

7 Bagaimana tanggapan anda terhadap mahasiswa/instansi yang mau meneliti dan melakukan kegiatan tersebut?

a. Sangat mendukung b. Tidak mendukung

20 10

20

8 Apakah bapak/ibu mau

mendukung/berpartisipasi dan terlibat dalam kegiatan ini?

a. Mau terlibat b. Tidak mau terlibat

10 5

10

Total 100

IV. Persepsi/Tanggapan masyarakat di Desa Paropo I terhadap tanaman sukun (Artocarpus communis)

No Pertanyaan Skor Bobot nilai

1 Apakah anda mengetahui tanaman sukun? a. Ya

b. Tidak

20 10

20 2 Apakah anda memahami manfaat tanaman

sukun?

a. Memahami b. Tidak memahami

20 10

20 3 Apakah tanaman sukun berpengaruh

terhadap perekonomian/pendapatan anda? a. Berpengaruh

b. Tidak berpengaruh

20 10

20


(4)

terhadap sosial kehidupan anda? a. Bepengaruh b. Tidak berpengaruh

20 10 5 Adakah hubungan antara hutan dengan

tanaman sukun? a. Ada b. Tidak

10 5

10 6 Apakah anda mengetahui produk yang

dihasilkan oleh tanaman sukun? a. Tahu

b. Tidak tahu

10 5

10


(5)

Lampiran 2.

Persentasi Hasil Kuisioner Responden Desa Paropo I I. Hubungan Eksistensi Masyarakat dengan Hutan

No Pertanyaan Jumlah

responden

Persentase (%)

1. Masyarakat mengenal hutan 172 100

2. Memahami manfaat hutan terhadap lingkungan

121 70,34

3. Hutan berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat

49 28,48

4. Hutan berpengaruh terhadap sosial kehidupan

121 70,34

5. pekerjaannya berpengaruh terhadap kerusakan hutan

0 0

6. Hutanpenting bagi kehidupan 153 88,95

II. Persespsi/Tanggapan Masyarakat Terhadap Kegiatan Penanaman pada Lahan Kosong dan Restorasi Hutan

No Pertanyaan Jumlah

responden

Persentase (%) 1. Kondisi hutan di Desa Paropo I baik 24 13,95 2. Kondisi hutan 5 tahun terakhir semakin

baik

24 13,95

3. Prihatin dengan kondisi hutan yang rusak 172 100 4. Mengetahui cara penanaman dan

pemeliharaan

42 24,41

5. setuju dilakukan restorasi pada lahan yang rusak

162 94,18

6. Kegiatan restorasi melibatkan pemerintah, instansi dan masyarakat

125 72,67

7. Mendukung mahasiswa ataupun instansi yang melakukan penelitian di Desa paropo I

161 93,60

8. Masyarakat berpartisipasi dan terlibat dalam kegiatan restorasi


(6)

III.Persepsi/Tanggapan masyarakat di Desa Paropo I terhadap tanaman sukun (Artocarpus communis)

No Pertanyaan Jumlah

responden

Persentase (%)

1. Mengenal tanaman sukun 48 27,91

2. Memahami manfaat Sukun terhadap lingkungan

19 11,04

3. Sukun berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat

9 5,23

4. Sukun berpengaruh terhadap kehidupan social

19 11,04

5. Mengetahui hubungan antara hutan dan tanaman sukun

32 18,60


(7)

Lampiran 3.

Skoring Hasil Kuisioner Responden Masyarakat Desa Paropo I

No Nama Responden

umur Pekerjaan Pendidikan terakhir

Jumlah

anak I II III

1 K.Sidebang 46 Petani SD 4 93,32 96,6 100

2 Septri Mega Yanti 24 Bidan PT 0 93,32 93,2 90

3 Yeni Novita Situngkir 25 Bidan PT 0 93,32 88,2 85

4 Hermina Silalahi 43 PNS PT 5 93,32 91,6 80

5 Anton Manik 32 Petani TS 4 83,32 88,2 50

6 Frida Sidauruk 62 Petani SD 6 68,32 88,2 50

7 Darwin Sigalingging 42 Petani PT 4 93,32 96,6 90

8 Hehe Raya Sihaloho 32 Petani SLTA 2 93,32 93,2 100

9 Piah Malem 57 Petani TS 4 68,32 90 50

10 Mianta Girsang 59 Petani SD 5 93,32 82,5 80

11 Bostaria Manjorang 52 Petani SLTP 3 56,6 88,2 65

12 Enna Uli Saragih 58 Petani SD 3 71,6 87,5 50

13 Halomoan Rumasinga 68 Petani TS 6 61,6 72,5 50

14 Nikson Sidabariba 53 Petani SLTP 5 81,6 95 65

15 Kenti Rumasinga 56 Petani SLTP 3 83,32 88,2 50

16 Wardison Saragi 60 Petani SLTP 4 70 84,9 50

17 R.Maligas 64 Petani SD 4 56,6 88,2 50

18 Manonson Siregar 41 Petani SLTP 1 93,32 88,2 70

19 Lastioma Pintubatu 38 Petani SLTA 3 93,32 96,6 70

20 Tiarmin Rumasinga 63 Petani SD 4 51,6 100 100

21 Suherni Sagala 47 Petani SLTA 3 93,32 100 70

22 Johana Lumban Gaol 31 Petani SLTP 1 83,32 96,6 50

23 Damendra Sagala 38 Petani SLTA 3 63,32 100 70

24 Midon Sagala 57 Petani SD 5 51,6 88,2 50

25 Friska Sitanggang 58 Petani TS 3 51,6 62,4 50

26 Oscar Sagala 37 Pedagang PT 1 93,32 88,2 50

27 Tubar Sidabutar 53 Petani SD 4 63,32 88,2 70

28 Dwiklana Sihombing 40 Petani SLTA 4 93,32 62,4 70

29 Sekaria Sihombing 53 Petani SLTP 4 63,32 88,2 100

30 Hotma Sijabat 61 Petani TS 1 51,6 88,2 70

31 Krisman Silalahi 58 Petani SLTA 5 93,32 69,9 70

32 Elfrida Turnip 52 Petani SLTA 5 83,32 100 50

33 Monang Girsang 40 Petani SLTA 6 63,32 100 50

34 Erni Pintubatu 38 Petani SLTA 6 83,32 93,2 50

35 Masni Silalahi 63 Petani SD 2 93,32 56,6 50

36 James Napitupulu 60 Petani SD 2 51,6 93,2 50

37 Lindon Sihaloho 47 Petani SLTP 5 83,32 88,2 50

38 Amas Sihaloho 37 Petani SLTA 2 93,32 93,2 50


(8)

40 Maria Ginting 48 Pedagang SLTA 2 63,32 88,2 65

41 Ependi Paropo 51 Pedagang PT 2 51,6 88,2 70

42 Apikson Siregar 45 PNS SLTA 4 93,32 66,6 95

43 Saitoni Bintang 44 Petani SLTA 4 83,32 88,2 70

44 Marini Girsang 59 Petani TS 6 51,6 88,2 50

45 Karianus Sihaloho 45 Petani SLTA 5 93,32 69,9 50

46 Nike Sidabariba 27 Pedagang SLTP 0 83,32 100 50

47 Morita Sidebang 38 Petani SLTA 1 93,32 100 50

48 Goklas Sihaloho 52 Petani SD 4 51,6 88,2 50

49 Rince Manic 55 Petani SD 2 93,32 69,9 50

50 Firman Sihaloho 64 Petani SLTP 4 83,32 93,2 50

51 Jariaman Sidebang 42 Petani SLTP 4 93,32 88,2 70

52 Antonius Sagala 67 Petani SLTP 3 83,32 59,1 100

53 Bahasa Sidabariba 64 Petani SLTP 6 63,32 88,2 70

54 Maruli Manic 59 Petani TS 4 51,6 88,2 70

55 Mernawati Sidebang 37 Pedagang SD 3 56,6 88,2 70

56 Agustina Butar-Butar 44 Petani SLTA 4 93,32 93,2 50

57 Abiden Sidabariba 57 Petani SD 6 93,32 88,2 50

58 Walsen Saragi 54 PNS SLTA 4 83,32 93,2 50

59 Rusdia Saragi 47 Pedagang SLTA 4 83,32 88,2 50

60 Timbur Mandalahi 29 Pedagang SLTA 0 83,32 93,2 70

61 Azuari 53 Petani PT 1 93,32 100 70

62 Asdi Manic 47 Petani SLTP 5 63,32 93,2 70

63 Daryta Sidabariba 30 Petani SLTP 0 56,6 88,2 50

64 Poltak Sidebang 59 Petani SD 3 93,32 81,6 50

65 Royanda Sidabariba 37 Petani SLTP 3 83,32 88,2 65

66 Adin Situngkir 56 Petani SLTP 4 93,32 93,2 100

67 Novita Manihuruk 56 Petani SD 5 83,32 69,6 50

68 Floren Sidebang 53 Petani TS 5 56,6 69,6 50

69 Deni Situngkir 29 Pedagang SLTA 0 93,32 64,9 50

70 Lae Rambung 31 Pedagang SLTA 0 83,32 93,2 50

71 Usman Situmorang 56 Petani SLTP 5 93,32 61,6 50

72 Jumadi Nainggolan 56 Petani SD 6 83,32 88,2 50

73 Serri Sinamo 52 PNS SLTA 3 93,32 100 50

74 Romauli Sinaga 49 PNS SLTA 5 83,32 100 50

75 Berson Sihaloho 53 Petani SD 4 56,6 95 50

76 Hotton Sidebang 52 Petani SLTP 5 93,32 64,9 50

77 Basaria Sihotang 46 Petani SLTP 5 83,32 78,2 50

78 Raulina Sinaga 30 Petani SLTP 1 83,32 79,9 50

79 Aliston Sidebang 35 Petani SLTP 2 93,32 64,9 50

80 Korlini Sirait 30 Petani SLTP 1 83,32 79,9 50

81 Mubin Sagala 29 Petani SLTP 2 93,32 93,2 50

82 Josman Simbolon 38 Petani SD 3 83,32 88,2 50


(9)

84 Enceria Girsang 30 Petani SLTP 1 93,32 88,2 50

85 Minur Manihuruk 41 Petani SLTP 2 83,32 93,2 50

86 Edi Simalango 40 PNS PT 2 83,32 88,2 95

87 Apul Manic 54 petani SLTP 4 93,32 69,9 70

88 Dusria Simarmata 55 petani SD 6 83,32 77,4 50

89 Harun Tamba 30 petani SD 2 83,32 96,6 50

90 Rastuni Sitohang 52 petani SLTP 5 93,32 83,2 50

91 Tula Pintubatu 32 petani SD 2 83,32 83,2 50

92 Rohanim Sihaloho 46 petani SD 3 83,32 83,2 50

93 Riduan Rumapea 30 petani SLTP 2 93,32 83,2 50

94 Robi Sidabutar 53 petani SD 4 83,32 88,2 70

95 Renggot Sihaloho 35 petani SD 2 56,6 100 95

96 Mintas Simanjorang 54 petani SLTP 5 93,32 74,9 50

97 Jauba Sagala 26 petani SLTP 1 83,32 74,9 50

98 Biher Situngkir 30 petani SD 2 83,32 83,2 50

99 Kordion Simanjorang 52 petani SLTP 6 93,32 100 50

100 Karmianna Situngkir 49 petani SLTP 4 93,32 83,2 65

101 Lamson Sagala 55 petani SLTP 4 83,32 74,9 85

102 Eli Manihuruk 30 petani SLTP 1 93,32 69,9 65

103 Tiur Sihaloho 28 petani SD 0 83,32 88,2 65

104 Lordminto Manihuruk 55 petani SLTP 5 93,32 83,2 85

105 Remson Sinaga 30 petani SLTP 2 93,32 100 50

106 Ramlan Rumasingap 48 petani SLTP 4 93,32 88,2 50

107 Kostan Simanjorang 43 petani SD 4 83,32 79,9 50

108 Rusmala Simanjorang 29 petani SLTP 2 93,32 79,9 50

109 Rikson Ruma Horbo 47 petani SD 4 83,32 100 50

110 Jentiman Simarmata 54 petani SLTP 4 93,32 84,9 50

111 Rebe Simbolon 30 petani SD 1 56,6 88,2 50

112 Daulat Rumasingap 53 petani SD 3 56,6 74,9 50

113 Arlin Simanjorang 29 petani SD 1 83,32 74,9 50

114 Tamrin Silalahi 51 petani SLTP 2 93,32 74,9 50

115 Suryalina Girsang 55 petani TS 2 83,32 67,4 50

116 Herlina Simanjuntak 49 petani SD 2 83,32 88,2 50

117 Cermawan Sinaga 52 petani SD 4 83,32 88,2 50

118 Rita Sembiring 30 petani SLTP 2 93,32 88,2 50

119 Makdik Sidebang 39 petani SD 3 83,32 88,2 65

120 Tiamin Sipangkar 43 petani SD 3 83,32 79,9 85

121 Maria Sidebang 28 petani SD 1 83,32 72,4 50

122 Marlin Simbolon 43 petani SD 4 83,32 88,2 50

123 Kostan Sidebang 29 petani TS 2 56,6 88,2 50

124 Berlin Simandalahi 39 petani SLTP 2 83,32 88,2 90

125 Belianim Manihuruk 45 petani SD 4 83,32 88,2 50

126 Romina Simanjorang 51 petani SD 4 83,32 76,6 50


(10)

128 Marsianus Manihuruk 42 petani SD 2 83,32 88,2 50

129 Jintar Silalahi 39 petani SD 2 56,6 88,2 50

130 Rainy Lumban Batu 45 petani SLTP 3 83,32 88,2 50

131 Sampria Naibaho 47 petani SD 3 83,32 88,2 50

132 Herlin Rumasingap 30 petani SD 2 83,32 74,9 50

133 Rusmina Nainggolan 52 petani SD 5 83,32 74,9 50

134 Nurhaida Simarmata 28 petani SD 1 83,32 74,9 50

135 Hotmainim Sijabat 53 petani SD 4 56,6 74,9 50

136 Marikson Nadeak 43 petani SD 4 56,6 54,9 50

137 Injon Sitanggang 29 petani SLTP 1 83,32 88,2 50

138 Rointang Sipangkar 47 petani SLTP 4 83,32 88,2 50

139 Roidin Situngkir 30 petani SD 2 83,32 88,2 50

140 Nomen Sitangkar 38 petani SLTP 4 83,32 88,2 50

141 Enli Manihuruk 40 petani SD 4 83,32 79,9 50

142 Pirnus Sipangkar 48 petani SD 4 83,32 54,9 50

143 Turnis Sitorus 38 petani SD 2 83,32 47,4 50

144 Else Sinaga 37 petani SD 2 56,6 83,2 50

145 Aman Sijabat 53 petani SLTP 3 83,32 88,2 50

146 Hotdiman Sipangkar 28 petani SD 2 83,32 64,9 50

147 Dormel Manihuruk 39 petani SD 3 83,32 64,9 50

148 Jeston Sagala 54 petani SD 3 56,6 64,9 50

149 Walsen Sipangkar 36 petani TS 2 56,6 54,9 50

150 Nomen Silalahi 37 petani SD 2 83,32 64,9 50

151 Agus Manihuruk 29 petani SD 2 63,32 64,9 50

152 Lina Uli Haloho 41 petani SD 2 83,32 54,9 50

153 Desmiana Sidebang 36 petani SLTP 2 83,32 83,2 50

154 Rosmiana Pasaribu 56 petani SD 3 56,6 83,2 90

155 Kadia Mangunsong 39 Petani SLTP 2 83,32 93,2 50

156 Kasman Rumasingap 29 Petani SLTP 2 83,32 83,2 50

157 Sumorhot Sidabutar 46 Petani SD 4 63,32 83,2 50

158 Romaida Situmorang 34 Petani SLTP 4 83,32 83,2 50

159 Relina Manihuruk 32 Petani SD 2 83,32 64,9 50

160 Jaringan Sipangkar 48 Petani SD 4 63,32 54,9 50

161 Laston Manihuruk 28 Petani SLTP 1 83,32 93,2 50

162 Sarinah Sidabutar 49 Petani SD 2 56,6 88,2 50

163 Jenampe Manik 50 Petani TS 2 51,6 93,2 50

164 Ericsen Siboro 37 Petani SD 2 56,6 84,9 85

165 Erny Sijabat 38 Petani TS 4 51,6 84,9 50

166 Rama Manihuruk 45 Petani SD 4 56,6 84,9 50

167 Hengki Nainggolan 28 Petani SD 2 51,6 84,9 50

168 Roida Sipangkar 39 Petani SD 4 56,6 69,9 50

169 Lapinim Manihuruk 36 Petani SD 4 56,6 93,2 50

170 Afrita Sidabariba 37 Petani SD 2 56,6 88,2 50


(11)

172 Arion Sinaga 38 Petani TS 3 51,6 84,9 50

Jumlah 13.427,2 14.410,1 9950

Rata-rata 78,06 83,77 57,84

Keterangan : TS : Tidak Sekolah

SD : Sekolah Dasar

SLTP : Sekolah Lanjut Tingkat Pertama

SLTA : Sekolah Lanjut Tingkat Atas

PT : Perguruan Tinggi

I : Hubungan eksistensi hutan dengan masyarakat

II : Persepsi masyarakat terhadap lahan kosong dan restorasi hutan


(12)

Lampiran 4

Gambar Morfologi Tanaman Sukun

Pohon dan Percabangan Sukun

Daun Sukun Akar dan Perakaran


(13)

DAFTAR PUSTAKA

Adinugraha H.A. 2014. Pengembangan Teknik Budidaya Sukun (Artocarpus altilis) Untuk Ketahanan Pangan. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor.

Alrasjid, H. 1993. Pedoman Penanaman Sukun (Artocarpus altilis Fosberg). Informasi Teknis No. 42. Pusat Penelitian Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.

Badan Pusat Statistika (BPS)/ Pemkab Dairi/ 2009/ 05. Dantes. 2012. Metode Penelitian. Andi. Yogyakarta.

Direktorat Reboisasi. 1995. Budidaya Pohon Serbaguna (MPTS) Sukun (Artocarpus communis Forst). Departemen Kehutanan. Jakarta.

Dwiprabowo, H., Rachman E, Ismatul Hakim, dan I. Bangsawan. 2011. Kontribusi Kawsan Hutan dalam Menunjang Kebutuhan Pangan: Studi Kasus Provinsi Jawa Barat. Jurnal Analisis Kebijakan kehutananm 8(1): 47-61.

Erida, G. 1999. Persepsi Masyarakat Setempat Terhadap Kelestarian Hutan Di Kawasan Pesisir Kabupaten Aceh Timur, Tesis Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Gumilar, I. 2012. Partisipasi Masyarakat Pesisir dalam Pengelolaan ekosistem Hutan Mangrove Berkelanjutan di Kabupaten Indramayu. Jurnal Akuatika 3(2): 19-211.

Hakim, I. 2009. Kajian Kelembagaan dan Kebijakan Hutan Tanaman Rakyat: Sebuah Terobosan dalam Menata Kembali Konsep Pengelolaan Hutan Lestari. Jurnal Analisis Kebijakan Hutan 6(1):27-41.

Helmi dan A. Fadilla. 1999. Beberapa Teori Psikologi Lingkungan. Buletin Psikologi, Tahun VII No.2.

Jalaluddin, R. 2003. Psikologi Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Bandung. Kantor Kepala Desa Paropo I. 2015. Monografi Desa Paropo I.

Kementerian Lingkungan Hidup. 2011. Profil 15 Danau Prioritas Nasional. Jakarta.


(14)

Laksamana, R. C. 2011. Penggunan Beberapa Jenis Penahan Air Untuk Mendukung Pertumbuhan Bibit Sukun (Artocarpus communis Forst). [Skripsi]. Program Studi Kehutanan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). 2010. Gambaran Umum Danau Toba. Sumatera Utara.

Litbanghut. 2003. Teknik Persemaian dan Informasi Benih Sukun (Artocarpus communis Forst). PusLitBang Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Kehutanan. Yogyakarta.

Lumbanbatu. J dan Waston Malau. 1999.Sosiologi SMU Kelas 3. PT. Pabelan. Surakarta.

Makmuri, M. 2008. Perilaku Organisasi.Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Mikkelsen, B. 1999. Metode Penelitian Partisipasi dan Upaya-Upaya Pemberdayaan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Moedjodo, H., P. Simanjuntak, P. Hehanusa, dan Lufiandi. 2003. Lake Toba: Experiences and lessons Learned Breif. Hal. 389-405.

Mustafa, A.M. 1998. Isi Kandungan Artocarpus communis. Food Science. Pitojo, S. 1999. Budidaya Sukun. Kanisius. Yogyakarta.

Purba, S. 2002. Karakterisasi Tepung Sukun (Artocarpus altilis) Hasil Pengeringan Drum dan Aplikasinya Untuk Tepung Terigu Pada Pembuatan Biskuit. Skripsi Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian Bogor. Bogor.

Rizal A. HB. 2012. Sosiologi Kehutanan Dalam Pengelolaan Hutan. Jurnal Info Teknis Eboni9 (1):1-15.

Riyanto, A.S. 2008. Pelibatan Masyarakat Lokal: Upaya Memberdayakan Masyarakat Menuju Hutan Lestari. Jurnal Penyuluhan 4(2): 135-138. Sastrosupeno. 1984. Manusia, Alam dan Lingkungan, Departemen Lingkungan

Dan Kebudayaan. Jakarta.

Siregar, A. S. Inventarisasi Tanaman Sukun (Artocarpus communis) Pada Berbgai Ketinggian Di Sumatera Utara. Skripsi Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas sumatera Utara. Medan.

Subyantoro, A dan F.X Suwarto. 2006. Metode dan Teknik Penelitian Sosial. Penerbit Andi. Yogyakarta.


(15)

Suyanto, Hafizianur, dan Y.Nugroho. 2009. Inventarisasi Jenis-Jenis Pohon Bermanfaat Ganda Unggulan Lokal (MPTS) Berdasarkan Kondisi Ekologisnya. Jurnal Hutan Tropis 26(110).

Umar. 2009. Persepsi dan Prilaku Masyarakat dalam Pelestarian Fungsi Hutan sebagai Daerah Resapan Air (Studi Kasus Hutan Penggaro Kabupaten Semarang). [Tesis]. Program Magister Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana. Universitas Diponegoro. Semarang.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan

Vergouwen, J. C. 2004. Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba. LkiS Pelangi Aksara. Yogyakarta.

Wibowo, I. 1988. Psikologi Sosial. Universitas Terbuku. Penerbit Karunika. Jakarta.


(16)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari2016 sampai dengan April 2016. Penelitian ini dilakukan di Desa Paropo I, Kecamatan Silahi Sabungan, Kabupaten Dairi.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, dan kamera digital. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tally sheet, kuisioner serta dokumen lain yang berhubungan dengan lokasi dan kegiatan penelitian. Data kuisioner yang akan digunakan dalam pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

Populasi dan Sampel

Populasi yang menjadi objek penelitian yaitu masyarakat yang bertempat tinggal di Desa Paropo I. Berdasarkan data monografi Desa tahun 2016, diketahui bahwa populasi masyarakat di Desa Paropo I adalah 306 kepala keluarga (KK).

Untuk besarnya sampel minimal dapat diolah datanya, Krecjek dan Morgan menyarankan pengambilan sampel dari suatu populasi seperti Tabel 1. Berdasarkan jumlah populasi (N) yang diperoleh sebanyak 306 KK maka banyaknya sampel (S) sebagai responden yang digunakan untuk penelitian sebanyak 172 responden.


(17)

Tabel 1. Pengambilan Sampel Dari Suatu Populasi

N S N S N S

10 10 220 140 1200 291

15 14 230 144 1300 297

20 19 240 148 1400 302

25 24 250 152 1500 306

30 28 260 155 1600 310

35 32 270 159 1700 313

40 36 280 162 1800 317

45 40 290 165 1900 320

50 44 300 169 2000 322

55 48 320 175 2200 327

60 52 340 181 2400 331

65 56 360 186 2600 335

70 59 380 191 2800 338

75 63 400 196 3000 341

80 66 420 201 3500 346

85 70 440 205 4000 351

90 73 460 210 4500 354

95 76 480 214 5000 357

100 80 500 217 6000 361

110 86 550 226 7000 364

120 92 600 234 8000 367

130 97 650 242 9000 368

140 103 700 248 10000 370

150 108 750 254 15000 375

160 113 800 260 20000 377

170 118 850 265 30000 379

180 123 900 269 40000 380

190 127 950 274 50000 381

200 132 1000 278 75000 382

210 136 1100 285 100000 384

Sumber: Dantes, 2012.

Pengumpulan Data

Adapun data-data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah: a. Data Primer

Data primer yang diperlukan yaitu berupa karakteristik responden yakni umur, jenis kelamin, suku, pendidikan, lama menetap/bermukim, pekerjaan/mata pencaharian, sosial ekonomi, dan persepsi masyarakat Desa Paropo I yang diperoleh melalui survei lapangan, kuisioner dan wawancara.


(18)

b. Data Sekunder

Data sekunder yang diperlukan adalah data umum yang ada pada instansi pemerintah desa yang meliputi kondisi umum lokasi penelitian dan literature-literatur yang mendukung.

Teknik Pengumpulan Data

Adapun pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Observasi

Pengamatan dilakukan dengan cara melihat langsung keadaan lokasi yang digunakan masyarakat setempat.

2. Wawancara

Ada proses tanya jawab dengan masyarakat mengenai tanggapan masyarakat terhadap keberadaan tanaman sukun (A. communis) yang disesuaikan dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai.

3. Kuisioner

Kuisioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu disebarkan kepada beberapa responden yang ada di desa Paropo.

4. Dokumentasi

Perlu dilakukan dokumentasi setiap kegiatan, sehingga dapat dijadikan sebagai bukti pelaksanaan kegiatan penelitian.

Analisis Data

Penelitian ini merupakan suatu kajian deskriptif. Penelitian ini akan mendeskripsikan persepsi masyarakat terhadap tanaman Sukun, hubungan


(19)

eksistensi masyarakat dengan hutan serta persepsi masyarakat terhadap penanaman pada lahan kosong di Desa Paropo I, Kecamatan Silahisabungan.

Tingkat pengetahuan dan pengenalan masyarakat terhadap tanaman Sukun dinilai berdasarkan sejauh mana masyarakat mengetahui manfaat tanaman Sukun tersebut terhadap kehidupan (ekologi, ekonomi, dan sosisal) serta produk yang dihasilkan dari tanaman tersebut. Kotler dan Roberto dalam Mikkelsen (2006) menyebutkan bahwa menggunakan ranking dan skoring telah lama dikenal untuk menilai harapan, kepercayaaan, kesukaan, sikap, dan pendapat seseorang. Penelitian sosial menggunakan ranking dan skoring untuk mengembangkan strategi mengubah perilaku masyarakat.Salah satunya adalah dengan menggunakan matrik berdasarkan bobot nilai.

Tingkat besaran angka yang digunakan dalam skoring ini memang dapat sembarangan, artinya dapat dinyatakan dengan angka satuan, puluhan ataupun ratusan. Namun perlu diperhatikan tentang keseimbangan yang harmonis beserta konsekuensinya, supaya mudah diinterpretasi. Pemberian nilai dilakukan dengan memberi nilai pada nilai-nilai absolut yang dimiliki semua komponennya (Subyantoro dan Suwarto, 2006).

Tingkat pengenalan masyarakat terhadap hutan yang dihitung dikelompokkan ke dalam lima kategori yaitu: sangat baik, baik, sedang, buruk, dan sangat buruk. Adapun kelima kategori tersebut adalah sebagai berkut:

a. Tingkatpengenalan sangat baik, skor 81-100 b. Tingkat pengenalan baik, skor 61-80

c. Tingkat pengenalan sedang, skor 40-60 d. Tingkat pengenalan buruk, skor 21-40


(20)

e. Tingkat pengenalan sangat buruk, skor 0-20.

Tingkat persepsi masyarakat yang dihitung dikelompokkan ke dalam lima kategori yaitu: sangat baik, baik, sedang, buruk, dan sangat buruk. Adapun kelima kategori tersebut adalah sebagai berkut:

a. Tingkat persepsi sangat baik, skor 81-100 b. Tingkat persepsi baik, skor 61-80

c. Tingkat persepsi sedang, skor 40-60 d. Tingkat persepsi buruk, skor 21-40 e. Tingkat persepsi sangat buruk, skor 0-20.


(21)

Bagan Alur Penelitian

Gambar 1. Bagan Alur Penelitian Pengumpulan Data

Survei Pendahuluan Persiapan

Data Sekunder Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan Penelitian

Kuisioner

Wawancara Observasi

Data Primer

Analisis Deskriptif

Persepsi Masyarakat Terhadap Tanaman Sukun (Artocarpus communis) Pada DTA Danau Toba Di Dusun 1, Desa Paropo I, Kec.


(22)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Sosial Masyarakat Desa Paropo

Desa Paropo I merupakan satu dari lima desa yang ada di Kecamatan Silahisabungan. Kecamatan Silahisabunganmerupakan salah satu daerah otonom di Kabupaten Dairi, kecamatan ini dimekarkan padatanggal 14 Juni 2004 oleh Bupati Dairi DR MP Tumanggor(BPS/Pemkab Dairi/2009/05).Pemekaran daerah kecamatan dapat dilakukan jika paling tidak terdiri dari 5 desa danterdiri dari beberapa kelurahan dan dusun. Wilayah Kecamatan Silahisabungan sendiri terdiridari 5 desa yaitu Desa Silalahi I, Desa Silalahi II, Desa Silalahi III, Desa Paropo dan DesaParopo I, dan itu sudah memenuhi syarat untuk dapat memekarkan daerah kecamatan selaintentunya faktor-faktor lainnya seperti sumber daya alam dan sumber daya manusia yangmemadai.Desa Paropo I memiliki potensi yang cukup besar terutama dari hasil bumi yang dimilikinya. Hasiltanaman pertanian tumbuh subur di desa ini, ditambah lagi hasil tangkapan ikan yangmelimpah ruah. Kondisi sosial ekonomi di desa Paropo sejak adanya pemekaran kecamatanSilahisabungan berkembang cukup baik di berbagai sektor, antara lain dari sektor pertaniandan perikanan khususnya banyak mengalami kemajuan.

Luas Desa Paropo I adalah 1.062 Ha dengan luas kawasan hutan + 589 Ha, areal persawahan + 177 Ha dan areal tegalan + 90Ha. Desa Paropo I terdiri dari 3 dusun dan memiliki jumlah penduduk sebanyak 1273 orang yang terdiri dari 682 laki-laki dan 591 perempuan. Dusun 1 memiliki jumlah penduduk 337 orang (84 KK), dusun 2 dengan jumlah penduduk 449 orang (107 KK), dan dusun 3 sebanyak 487 orang (115 KK). (Kantor Kepala Desa Paropo, 2016). Secara umum


(23)

masyarakat yang tinggal di Desa Paropo adalah masyarakat lokal (bukan pendatang) yang sudah ada pada berbagai generasi. Suku yang mendiami desa Paropo I didominasi oleh suku batak toba.

Karakteristik Masyarakat

Karakteristik yang dimiliki oleh masyarakat di desa Paropo I berbeda antara satu individu dengan individu lainnya. Karakterisik sosial masyarakat merupakan sikap yang melekat pada masing-masing individu masyarakat. Karakteristik tersebut menjadi salah satu unsur yang dapat mempengaruhi pola pikir dan aktivitas masyarakat sebagai responden terhadap suatu objek. Oleh karena itu, dilakukan wawancara (Gambar 2), observasi, serta pengisian lembar kuisioner terhadap responden di Desa Paropo I.

Gambar 2 . PengumpulanData Melalui Wawancara dan Kuisioner

Karakteristik sosial yang diteliti dari masyarakat (responden) diantaranya umur, pendidikan terakhir, jenis pekerjaan, serta lama bermukim masyarakat. (Tabel 2). Karakteristik sosial tersebut dimaksudkan untuk mendukung tanggapan-tanggapan yang diungkapkan oleh para responden terhadap pertanyaan


(24)

yang ditujukan. Berikut ini disajikan data karakteristik sosial responden yang diperoleh dari kegiatan wawancara dan kertas kuisioner.

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Umur, Tingkat Pendidikan, Pekerjaan dan Lama Menetap di Desa Paropo I

No Karakteristik Responden Jumlah Responden Persentasi (%) I Tingkat Umur (Tahun)

1 21-30 32 18,61

2 31-40 39 22,67

3 41-50 40 23,26

4 51-60 52 30,23

5 61-70 9 5,23

Total 172 100

II Tingkat Pendidikan

1 Tidak sekolah 10 5,81

2 SD 77 44,77

3 SMP 54 31,40

4 SMA 22 12,79

5 Perguruan Tinggi 9 5,23

Total 172 100

III Jenis Pekerjaan

1 Petani 153 88,96

2 Pedagang 10 5,81

3 PNS 7 4,07

4 Tenaga kesehatan 2 1,16

Total 172 100

IV Lama Menetap (tahun)

1 10-20 24 13,95

2 21-30 41 23,85

3 31-40 43 25

4 41-50 30 17,44

5 51-60 30 17,44

6 61-70 4 2,32

Total 172 100

Karakteristik sosial responden yang terdapat di Desa Paropo untuk tingkat umur paling banyak pada umur 51-60 tahun (30,23%) dan yang paling sedikit adalah umur 61-70. Responden dengan kategori umur muda lebih sedikit dijumpai karena mereka pada umumnya memilih untuk merantau daripada menetap di desa. Tradisi masyarakat Batak Toba yang secara turun temurun memperoleh warisan dari orangtuanya berupa lahan (tanah warisan), yang pada generasi berikutnya


(25)

jumlah luasan tanah warisan semakin berkurang, untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya harus memilih alternatif lain sehingga kebanyakan masyarakat yang masih usia produktif memilih untuk merantau. Masyarakaat batak toba pada umumnya merupakan simbol yang vital bagi kebudayaan Batak secara keseluruhan. Hingga kini kebudayaan Batak Toba masih cukup terjaga meskipun terseok-seok di tengah gemparan budaya modern. Masyarakat Batak Toba banyak mendiami daerah sekitar Danau Toba Pulau Samosir, diharapkan tetap setia dengan kebudayaan tradisional mereka (Vergouwen, 2004).

Tingkat pendidikan lebih banyak adalah sampai tingkat sekolah dasar (SD) yaitu (44,77%), dan jenis pekerjaan yang menjadi sumber pendapatan utama adalah bertani (88,96%). Jenis tanaman yang dikelola oleh masyarakat Desa Paropo I adalah Bawang Merah (Allium cepa). Persentasi tertinggi untuk lama menetap responden di desa paropo adalah 21-30 tahun yaitu (23,85%) lamanya mendiami desa tersebut. Dari data karakteristik masyarakat yang diperoleh, pendidikan masyarakat di Desa Paropo I tergolong masih rendah. Salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi adalah pendidikan, pendidikan yang baik dan lebih tinggi yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi seseorang dalam mempersepsikan suatu objek lebih baik dibandingkan yang pendidikannya rendah.

Hubungan Eksistensi Masyarakat dengan Hutan

Sebagai satu kesatuan antara masyarakat dan lingkungan tempat tinggal beserta ekosistem yang berada di sekitar desa, Desa Paropo I memiliki kawasan hutan seluas 1.062 Ha yang berada tidak jauh dari tempat pemukiman warga. Masyarakat baik secara sadar maupun tidak melakukan interaksi dengan kawasan hutan yang ada di desa mereka. Adanya interaksi serta pengalaman-pengalaman


(26)

yang sudah dialami oleh masyarakat akan memunculkan tanggapan ataupun respon dengan lingkungannya. Pengenalan masyarakat dengan lingkungannya terutama terhadap hutan akan disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Pengenalan Masyarakat dengan Hutan

No Pertanyaan Bobot

nilai

Nilai Persentase (%)

1. Masyarakat mengenal hutan 5 860 6,40

2. Memahami manfaat ekologi hutan 20 2940 21,90 3. Hutan berpengaruh terhadap

perekonomian masyarakat

20 2200 16,38

4. Hutan berpengaruh terhadap sosial kehidupan

20 2940 21,90

5. pekerjaannya merusak terhadap hutan 20 2002,2 14,91 6. Hutan penting bagi kehidupan 15 2485 18,51

Total 100 13427,2 100

Rata-rata 78,06

Berdasarkan Tabel 3, masyarakat sebagai responden secara keseluruhan mengenal hutan yang ada di Desa Paropo. Masyarakat mengenal hutan dengan sebutan daerah “Tobbak” dan “Harangan”. Pengenalan masyarakat terhadap hutantergolong baik hal ini dibuktikan dari hasil kuisioner yang mencapai rata-rata skor 78,06 (Tingkat pengenalan baik). Pemahaman dan pengenalan yang berbeda yang dirasakan masyarakat dengan lingkungannya akan memunculkan persepsi yang berbeda pula dan akan memunculkan tindakan selanjutnya dengan lingkungan (objek) tersebut.Menurut teori terbentuknya persepsi yang dikemukakan oleh Walgito (1999), yang mengataan bahwa persepsi dipengaruhi oleh pengalaman individu di masa lalu, dimana dalam konteks penelitian ini pengalaman masa lalu responden yang mempengaruhi persepsi mereka tentang fungsi hutan adalah pengalaman hidup masyarakat Desa Paropo I yang tinggal di sekitar Hutan. Mereka secara otomatis menyaksikan apa yang terjadi di


(27)

lingkungannya dan secara sadar atau tidak apa yang mereka saksikan dan alami tersebut akan membentuk persepsi mereka tentang fungsi hutan.

Hasil wawancara masyarakat yang memiliki pekerjaan sehari-harinya bertani (88,96%) pada Tabel 2 mempersepsikan hutanitu lebih baik dibandingkan dengan responden yang pekerjaanya selain petani (pedagang, dan tenaga kesehatan).Salah satu peranan hutan yang langsung dirasakan oleh masyarkat Desa Paropo adalah dengan memperoleh air bersihyang berasal dari hutan. Sedangkan masyarakat yang bertani masih memperoleh peran hutan untuk ketersediaan air persawahan, hal ini sesuai dengan teori ini dikemukakan oleh Barker (Helmi,1999). Kekhususannya adalah teori ini mempelajari hubungan timbal balik antaralingkungan dan tingkah laku, sedangkan teori-teori sebelumnya pada umumnya hanya memberikan perhatian pada pengaruh lingkungan terhadap tingkah laku saja. Suatu hal yang unik pada teori ini adalah adanya set tingkah laku (behavioral setting) yang dipandang sebagai faktor tersendiri. Set tingkah laku adalah pola tingkah laku kelompok (bukan tingkah laku individu) yang terjadi sebagai akibat kondisi lingkungan tertentu.

Masyarakat lebih banyak menilai kondisi hutan yang ada di desa tersebut tidak baik dan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir semakin buruk (85.71%) dan hanya sedikit yang menyatakan kondisi hutannya masih baik (13,95%). Masyarakat (responden) yang mengatakan bahwa kondisi hutan masih baik, tidak selalu bermakna fungsinya masih baik, melainkan dapat bermakna bahwa masyarakat setempat masih dapat menggantungkan kehidupan sosial ekonominya akibat keberadaan hutan, khususnya mereka yang melakukan aktivitas sebagai


(28)

petani dimana lokasi sawahnya berada di sekitar lingkungan permukiman ataupun yang berada di kawasan perbukitan dekat hutan.

Keberadaan masyarakat yang telah lama menetap di Desa Paropo (10 tahun-70 tahun) seperti yang disajikan dalam Tabel 2 memberikan penilaian tersendiri terhadap kondisi hutan yang berada di desa tersebut. Responden dengan kategori umur tua, yang sudah lama menetap lebih mengetahui perubahan kondisi hutan yang ada di desanya. Kondisi hutan dan daerah perbukitan yang gundul dengan kelerengan yang tinggi yang berada dekat dengan rumah masyarakat (Gambar 3) menjadi hal yang ditakuti warga, karena sewaktu-waktu bencana longsor bisa saja terjadi.

Gambar 3. Perumahan Masyarakat di Kaki Perbukitan

Kegiatan penanaman pada areal perbukitan yang pada tahun-tahun sebelumnya telah dilaksanakan belum menunjukkan hasil dan perubahan yang baik terhadap lahan perbukitan yang kosong di daerah Paropo I dikarenakan kegiatan penanaman yang pernah dilakukantidak dibarengi dengan tindakan pemeliharaan. Jenis tanah yang didominasi bebatuan dengan kelerengan yang tinggi mengakibatkan tanaman sulit tumbuh sehingga diperlukan adanya tindakan pemeliharaan terhadap tanaman yang ditanam di daerah perbukitan terutama kebutuhan terhadap air untuk menopang pertumbuhan tanaman.


(29)

Persepsi Masyarakat Terhadap Kegiatan Penanaman Pada Lahan Kosong Sebagai masyarakat yang sudah tinggal dan menetap di Desa Paropo 1 dan telah berinteraksi dengan ekosistem baik secara langsung maupun tidak langsung memiliki persepsi yang berbeda dengan kondisi lingkungan mereka. Terdapat masyarakat yang sudah nyaman (menerima) dengan kondisi tersebut dan banyak juga dari antara responden yang mengharapkan perubahan terhadap kondisi lingkungan mereka. Pada Tabel 4 disajikan bagaimana persepsi masyarakat terhadap kegiatan penanaman pada lahan kosong sebagai respon dari masyarakat terhadap kondisi lingkungan (perbukitan) di daerah ini.

Tabel 4. Persepsi Masyarakat Terhadap Kegiatan Penanaman pada Lahan Kosong

No Pertanyaan Bobot

nilai

Nilai Persentase (%) 1. Kondisi hutan di Desa Paropo I

baik

10 1197 8,31

2. Kondisi hutan 5 tahun terakhir semakin baik

10 1028,7 7,14

3. Prihatin dengan kondisi hutan yang rusak

5 860 5,97

4. Mengetahui cara penanaman dan pemeliharaan

15 1070 7,43

5. Perlu dilakukan restorasi pada lahan yang rusak

20 2505 17,38

6. Kegiatan restorasi melibatkan pemerintah, instansi dan masyarakat

20 2925 20,30

7. Mendukung mahasiswa ataupun instansi yang melakukan penelitian di Desa paropo I

10 3340 23,18

8. Masyarakat berpartisipasi dan terlibat dalam kegiatan restorasi

10 1485 10,30

Total 100 14410,7 100

Rata-rata 83,78

Persepsi masyarakat terhadap kondisi lahan kosong dan perlunya dilakukan restorasi pada lahan kosong di Desa paropo I termasuk ke dalam kategori sangat baik, hal ini dibuktikan dari kuisioner dimana rata-rata skor yang


(30)

diperoleh adalah 83,7 (termasuk dalam tingkat persepsi yang sangat baik).Seperti yang dinyatakan Hafizianor (2009) bahwa persepsi penting untuk melihat pandangan masyarakat terhadap kondisi dan keberadaan kawasan. Dari persepsi ini akan diperoleh masukan bagi instansi terkait berdasarkan sudut pandang masyarakat, sehingga dapat dijadikan dasar atau bahan pertimbangan dalam merencanakan strategi pengelolaan dan kebijakan lebih lanjut.Hal ini juga didukung oleh Sawitri dan Subiadndono (2009), adalah keadaan yang terjadi dimasyarakat perlu diketahui agar pengelolaan potensi kawasan dapat diarahkan pada sistem kolaborasi yang akan dilaksanakan oleh pihak terkait seperti masyarakat, pemerintah daerah, dan pengelola kawasan.

Pengelolaan dan peningkatan kualitas kawasan harus melibatkan peran serta dan tanggungjawab dari masyarakat sekitar Desa Paropo I. Masyarakat menginginkan adanya perubahan yang lebih baik terhadap kondisi lingkungan yang saat ini tidak baik, hal ini didukung dari hasil penelitian Hakim (2009)yang menyatakan Pembangunan HTR merupakan upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab masyarakat sekitar hutan dalam pengelolaan dengan didasari oleh prinsip-prinsip pengelolaan hutan produksi. Masyarakat diharapkan dapat lebih memahami fungsi ganda hutan/kawasan hutan sebagai penyangga kehidupan.

Respon manusia terhadap lingkungannya tergantung pada bagaimana individu tersebut mempersepsikan lingkungannya. Persepsi terhadap lingkungan mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungannya. Menurut Walgito (1999), sikap individu terhadap lingkungannya dapat berupa: (1) Individu menolak lingkungannya, yaitu bila individu tidak sesuai dengan keadaan


(31)

lingkungannya (2) Individu menerima lingkungan, yaitu bila keadaan lingkungan cocok dengan keadaan individu (3) Individu bersikap netral atau status quo, apabila individu tidak mendapat kecocokan dengan keadaan lingkungan, tetapi dalam hal ini individu tidak mengambil langkah-langkah yang lebih lanjut yaitu bagaimana sebaiknya bersikap.

Respon masyarakat yang tinggi terhadap kondisi lingkungan yang rawan bencana berbanding terbalik dengan pengetahuan masyarakat tentang pelestarian lingkungannya. Keprihatinan masyarakat yang sangat tinggi terhadap kondisi lingkungan yang rawan bencana di sekitar mereka tanpa adanya aksi bukan sebuah solusi untuk mengatasi masalah lingkungan yang terjadi saat ini. Kondisi lingkungan Desa Paropo I yang rawan bencana tersebut haruslah lebih baik dan dijaga kelestariannya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan kegiatan penanaman pada lahan kosong dengan memperhatikan kesesuaian jenis tanaman yang akan ditanam dengan kondisi tapak, serta melakukan pemeliharaan terhadap bibit terutama pada awal pertumbuhan. Pelibatan masyarakat dalam kegiatan penanaman dan perbaikan lingkungan menjadi salah pertimbangan dalam kemberhasilan kegiatan restoirasi lahan kosong seperti hasil penelitian Gumilar (2012) yang menyatakan bahwa partisipasi masyarakat Indramayu dalam upaya pelestarian hutan mangrove berada pada tahap penyampaian informasi dan konsultasi atau tingkat “tokenisme” yaitu suatu tingkat partisipasi dimana masyarakat didengar dan diperkenankan berpendapat, tetapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang


(32)

keputusan. Gambar 4 berikut ini menjelaskan kondisi perbukitan yang ada di Desa Paropo I.

Gambar 4. Kondisi Perbukitan yang Rawan Longsor

Berdasarkan pernyataan responden, masyarakat biasanya diikutkan dalam kegiatan penanaman saja apabila ada proyek-proyek penanaman di daerah tersebut. Melibatkan warga tersebut diberikan upah yang dihitung perbibit yang akan ditanam. Setelah selesai penanaman masyarakat dan pihak yang mengadakan kegiatan penanaman memberikan tanggung jawab penuh kepada masyarakat yang menanam bibit masing-masing untuk pemeliharaan selanjutnya, menyebabkan beberapa masyarakat kurang memperhatikan tentang pemeliharaan bibit sehingga pertumbuhan tanaman tidak optimal. Masyarakat belum mengetahui cara melakukan pemeliharaan yang baik bagi tanaman tersebut karena kurangnya kerjasama antara pemerintah atau instansi untuk menambah pengetahuan masyarakat seperti yang dinyatakan oleh Wakhidah dkk (2012) bahwa adanya keterpaduan dan koordinasi antar stakkeholders dalam menyusun rancangan pengelolaan, memanfaatkan kelembagaan yang ada untuk merumuskan atau


(33)

megusulkan kepada instansi terkait (Kehutanan) untuk menyusun alternatif kegiatan dalam meningkatkan pendapatan masyarakat.

Responden memiliki tanggapan yang sangat mendukung (93.71%) terhadap mahasiswa/lembaga instansi yang melakukan kegiatan penanaman dan penghijauan di wilayah mereka. Hanya sedikit saja (6.29%) yang tidak mendukung dengan alasan tidak perlu dilakukan penanaman hal ini diduga karena kurangnya kepedulian terhadap lingkungan. Terlihat dari tanggapan masyarakat yang mendukung kegiatan penanaman yang telah dilakukan, masyarakat menginginkan adanya perubahan yang lebih baik kedepanya terhadap kondisi lingkungan dan ekosistem yang ada di desa tersebut guna meningkatnya kualitas hidup, sosial dan ekonomi masyarakat.

Persepsi Masyarakat terhadap Tanaman Sukun

Persepsi masyarakat terhadap pemanfaatan hasil hutan dianggap sangat penting guna mengetahui sikap dan perilaku masyarakat sekitar hutan dalam memanfaatkan hasil hutan dengan baik. Menurut Wibowo (1988) dalamRahmawaty dkk (2006) menyatakan bahwa salah satu faktor yang menentukan persepsi seseorang terhadap suatu objek adalah faktor pengalaman. Masyarakat Desa Paropo I merupakan kawasan yang berada di dekat kaki bukit. Oleh karena itu, setiap hari mereka berinteraksi dengan tanah atau lahan yang memiliki kemiringan cukup tinggi. Berdasarkan adanya interaksi ini maka masyarakat memiliki pengalaman-pengalaman tentang tanah miring dan berbukit yang dijadikan sebagai lahan pertanian, hal tersebut menjadi peluang besar bagi masyarakat untuk memanfaatkan tanaman sukun (A.communis) sebagai tanaman penghijauan, sehingga memberikan persepsi terhadap pengenalan dan


(34)

pemanfaatan tanaman sukun. Berikut disajikan persepsi masyarakat terhadap tanaman sukun (A. communis) pada Tabel 5.

Tabel 5. Persepsi Masyarakat Terhadap Tanaman Sukun (Artocarpus communis) No Pertanyaan Bobot nilai Nilai Persentase (%)

1. Mengenal tanaman sukun 20 2200 22,11

2. Memahami manfaat Sukun terhadap lingkungan

20 1910 19,20

3. Sukun berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat

20 1810 18,19

4. Sukun berpengaruh terhadap kehidupan sosial

20 1910 19,20

5. Mengetahui hubungan antara hutan dan tanaman sukun

10 1020 10,25

6. Mengetahui produk dari sukun

10 1100 11,05

Total 100 9950 100

Rata-rata 57,84

Berdasarkan Tabel 5 dijelaskan bahwa persepsi masyarakat terhadap tanaman Sukun (A. communis) tergolong tingkat persepsi sedang, hal ini dibuktikan dari hasil kuisioner yang memiliki rata-rata skoring 57,84 (termasuk dalam kategori tingkat persepsi yang sedang). Pengetahuan masyarakata terhadap manfaat tanaman sukun yang rendah dikarenakan belum adanya sosialisasi terkait tanaman sukun di desa ini, masyarakat yang mengenal tanaman sukun adalah mereka yang pernah pergi keluar dari desanya dan mengenal tanaman tersebut dari luar Desa Paropo I. Masyarakat yang mengenal tanaman tersebut mempersepsikan sukun adalah salah satu tanaman yang memiliki banyak manfaat (MPTS), karena selain sebagai tanaman peneduh Sukun juga menghasilkan buah yang dapat diolah sebagai makanan.

Pengetahuan dalam pemilihan jenis tanaman terhadap kondisi lingkungannya memiliki keterkaitan yang erat. Fungsi dan pemanfaatan tanaman


(35)

akan mempengaruhi persepsi masyarakat yang memberikan berbagai macam nilai fungsi. Introduksi tanaman MPTS ke desa harus memiliki potensi ekonomi yang mampu meningkatkan pendapatan masyatrakat. Beberapa jenis tanaman MPTS yang diinginkan masyarakat antara lain: Kemiri, Mangga, dan tanaman buah lainnya. Salah satu tanaman MPTS yang memiliki nilai ekonomi dan mampu tumbuh dengan kondisi lahan Desa Paropo I adalah tanaman Sukun, karena Sukun memiliki fungsi ekologi seperti mengurangi tingkat erosi, memperbaiki struktur tanah dan sebagai tanaman perindang. Buah dari tanaman Sukun bernilai ekonomi dan dapat dijadikan sebagai sumber pangan.Tanaman Sukun yang tidak memiliki persyaratan tumbuh khusus dapat dijadikan sebagai tanaman penghijauan di Desa Paropo I seperti yang dijelaskan dalam Adinugraha, dkk (2014) yang menyatakan bahwa tanaman sukun memiliki tajuk yang lebar dan lebat sehingga cocok sebagai tanaman perindang baik di pekarangan atau lahan terbukalainnya seperti tepi ladang, lapangan atau tempat lainnya. Sukun memilikiperakaran yang luas sehingga cocok untuk tanaman penghijauan dalamrangka konservasi lahan. Di beberapa daerah kering seperti NTT,masyarakat menyakini bahwa tanaman sukun dapat mendatangkan airsehingga di tempat yang banyak ditumbuhi tanaman sukun biasanyaterdapat mata air di bawahnya, antara lain di daerah Camplong danMata Air Nona.

Perbanyakan Tanaman Sukun pada umumnya adalah perbanyakan vegetatif dengan stek akar. Sehingga untuk pengembangan budidaya selanjutnya bibit tanaman dapat diperoleh dari pohon induk yang sudah ada. Produktivitas tanaman Sukun sangat menjanjikan dikembangkan di desa Paropo I guna peningkatan ekonomi masyarakat. Dibandingkan dengan jenis MPTS lain seperti


(36)

Mangga udang. Berikut disajikan perbandingan nilai ekonomi Sukun dan Mangga Udang.

Tabel 6. Perbandingan Nilai Ekonomi Tanaman Sukun(A. communis) dan Mangga Udang(Mangifera indica)

No. Jenis tanaman Jarak tanam (meter) Umur panen Periode panen/ tahun Produktivitas (kg)/ pohon Harga jual (Rp)/ kg Nilai ekonomi (Rp)/pohon/ tahun 1. Sukun 12 3 2 kali 100-150 2.500,00 500.000,00 2. Mangga 10 5 1 kali 50-52 5.000,00 250.000,00

Perbandingan nilai ekonomi dari kedua jenis tanaman cukup tinggi dimana nilai ekonomi Sukun dua kali lipat dibandingkan dengan Mangga. Perbedaan tersebut dapat menjadi suatu pertimbangan kuat untuk membudidayakan Sukun di Desa Paropo I. Keunggulan lain dari buah Sukun adalah daging buah dapat diolah menjadi tepung biasa disebut dengan tepung sukun yang memiliki nilai kalori. Tepung Sukun dapat diolah menjadi berbagai makanan olahan seperti Brownis Sukun, Perkedel, Risol Sukun, dan lain sebagainya yang mampu menambah diversifikasi pangan dan sekaligus menambah nilai ekonomi bagi masyarakat.

Pemanfaatan lahan pertanian masyarakat untuk ditanam sukun berpotensi dalam pemenuhan kebutuhan pangan dari buah sukun. Olahan buah sukun dapat dijadikan sebagai substitusi beras karena memiliki sumber karbohidrat. Seperti hasil penelitian Dwiprabowo (2011), yang menyatakan kawasan hutan belum memberikan sumbangan yang cukup signifikan terhadap ketahanan pangan daerah karena kegiatan tumpangsari bersifat terbatas pada saat penanaman tanaman kayu (pohon), di samping itu aturan jarak tanam membatasi areal yang tersedia bagi kegiatan tumpang sari.Kebijakan pengelolaan ketahanan


(37)

pangan perlu ditangani oleh lembaga tersendiri sehingga pelaksanaannya lebih terfokus dan efektif. Stabilitas jangka panjang diperlukan untuk melindungi produksi lokal baik di Kabupaten Sukabumi maupun Bandung Barat, dengan memperluas jaringan pemasaran, pemanfaatan produk lokal, dan pengembangan teknologi pasca panen.

Menurut Pitojo (1999) menyatakan bahwa tanaman sukundapat ditanam hampir di segala jenis tanah, sehingga memiliki penyebaran yang luas, relatif kuat terhadap keadaan iklim, di daerah yang memiliki curah hujan tinggi. Hal ini sangat mendukung untuk ditanam di areal lahan kosong perbukitan sekitar Desa Paropo 1 sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau umum dan dapat menjaga kelestarian keindahan kawasan bukit dimasa yang akan datang. Tanggapan masyarakat terhadap pemanfaatan sukun (A.communis) sebagai tanaman penghijauan beraneka ragam, beberapa diantaranya kurang setuju jika tanaman tersebut ditanam di luar areal lahan masyarakat karena ketidakjelasan status kepemilikan tanaman di kemudian hari. Sikap tersebut dapat ditemui dari hasil wawancara dan hasil observasi bahwa hingga saat ini hanya beberapa yang menanam sukun dan mereka lebih memilih menanam di areal lahan pertaniannya.

Masyarakat di Desa Paropo I yang pada umumnya berinteraksi dengan lingkungan di lahan pertanian belum seluruhnya memanfaatkan tanaman sukun di lahan pertanian yang dikelola dan di lahan perbukitan yang ada di desa tersebut, hal tersebut dikarenakan masyarakat yang kurang mengetahui manfaat Sukun dan juga tidak memahami bagaimana cara menanam dan memelihara tanaman sukun. Oleh karena itu, masyarakat lokal disana kurang memberi perhatian terhadap tanaman ini, maka diperlukan adanya kegiatan sosialisasi, penyuluhan, dan


(38)

pembelajaran langsung kepada masyarakat secara bertahap agar mereka mengetahui fungsi, pemeliharaan dan pemanfaatan hasil secara langsung atau tidak langsung maupun hasil dari tanaman itu sendiri yaitu kayu dan non kayu. Sejalan dengan penelitian Riyanto (2008), yang menyatakan dalam proses pemberdayaan masyarakat lokal, oleh penyuluh kehutanan masyarakat diajak, diarahkan dan dibimbing untuk secara sadar belajar secara terus-menerus dengan tujuan agar menjadi masyarakat yang mandiri dalam upaya-upaya peningkatan taraf hidupnya. Dalam seluruh kegiatan pemberdayaan, penyuluh kehutanan berperan sebagai pendamping atau fasilitator. Semakin lama kegiatan berjalan, peran penyuluh kehutanan sebagai fasilitator semakin dikurangi, dan pada akhirnya apabila masyarakat telah sadar sepenuhnya akan pentingnya kelestarian hutan dan mampu secara mandiri meningkatkan taraf hidupnya dengan tetap mengedepankan kelestarian hutan.


(39)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Persepsi masyarakat Desa Paropo I terhadap tanaman Sukun (A. communis Forst) sebagai tanaman Multy Purpose Tree Species (MPTS)termasuk dalam tingkat persepsi yang sedang dengan rata-rata skor 57,84 yang menunjukkan masyarakat belum dapat menerima dengan baik introduksi tanaman Sukun di Desa Paropo I.

Saran

Perlu dilakukan penyuluhan dan pendekatan sosial secara rutin untuk menambah informasi dan pemahaman bagi masyarakat sekitar serta melibatkan peran masyarakat lokal dari pemerintah maupun instansi untuk meningkatkan respon yang sangat baik terhadap tanaman MPTS untuk keberlanjutan ekosistem yang terjaga.


(40)

TINJAUAN PUSTAKA

Masyarakat Desa

Masyarakat merupakan kumpulan sekelompok manusia yang bergaul dalam satu ikatan pada jangka waktu yang lama dengan kemungkinan adanya batas-batas territorial (kewilayahan) dan genealogis (keturunan). I.L. Pasaribu dan B. Simanjuntak (Lumbanbatu, 1999) menyatakan masyarakat desa dicirikan dengan adanya hubungan yang lebih erat dan mendalam antar mereka dibandingkan dengan warga desa lain, permukiman didasarkan kepada kelompok sistem kekeluargaan, pada umumnya hidup dari bercocok tanam, terdapat budaya gotong royong yang makin lama makin melemah, dan tidak ada sistem pembagian kerja berdasarkan keterampilan.

Pandangan tentang masyarakat di dalam dan sekitar hutansebagai bagian dari ekosistem hutan, menempatkan masyarakatpada posisi penting. Masyarakat tidak lagi hanya sebatas objek,tetapi juga sebagai subjek dalam pengelolaan hutan. Hal inidisebabkan masyarakat di dalam dan sekitar hutan sesungguhnyabukanlah pendatang baru dalam pengelolaan hutan. Pada tahun1990, sebagaimana dikutip oleh Alhamid dan Bisjoe (1997), ITTOmemasukkan perhatian terhadap kepentingan masyarakat sebagaiindikator keberhasilan pengelolaan hutan, selain kepentinganfungsi produksi dan kepentingan konservasi. Sejalan denganpernyataan tersebut, Sardjono (2011) menyatakan bahwa sebagaibagian integral dari ekosistem hutan, masyarakat telahmemanfaatkan hutan dan hasil hutan secara tradisional sejakpurbakala. Vayda (1983) dalam CIFOR (2001) menyatakan bahwamasyarakat di dalam dan sekitar hutan dipandang sebagai bagiandari hutan yang keduanya memiliki hubungan saling ketergantungan.


(41)

Dalam hal ini masyarakat berkontribusi kepadahutan dan sekaligus mengambil manfaat dari hutan. Dipandangdari sudut hubungan antarmanusia dan proses yang timbul darihubungan tersebut, masyarakat, termasuk yang tinggal di dalamdan sekitar hutan merupakan objek sosiologi. Oleh karena itu,beberapa permasalahan terkait masyarakat dan pengelolaan hutandapat pula diupayakan solusinya dengan pendekatan sosiologi.

Persepsi dan Perilaku Masyarakat

Menurut Harvey dan Smith (dalam Wibowo, 1988) menyatakan bahwa pesepsi adalah suatu proses untuk membuat penilaian (judgement) atau membangun kesan (impression) mengenai berbagai macam hal yang terdapat di dalam lapangan penginderaan seseorang. Sementara Rakhmat (dalam Erida,1999) menjelaskan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan pada stimulasi indrawi sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru.

Persepsi manusia terhadap lingkungan (enviromental perception) merupakan persepsi spasial yakni sebagai interpretasi tentang suatu setting (ruang) oleh individu yang didasarkan atas latar belakang, budaya, nalar, dan pengalaman individu tersebut. Dengan demikian setiap individu dapat mempunyai persepsi lingkungan yang berbeda terhadap objek yang sama karena tergantung dari latar belakang yang dimiliki. Persepsi lingkungan yang menyangkut persepsi spasial sangat berperan dalam pengambilan keputusan dalam rangka migrasi, komunikasi, dan transportasi (Umar, 2009).


(42)

individu tersebut mempersepsikan lingkungannya (Sarwono, 1992 dalam Boedojo, 1986). Persepsi terhadap lingkungan mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungannya. Menurut Walgito (1999) sikap individu terhadap lingkungannya dapat berupa: (1) Individu menolak lingkungannya, yaitu bila individu tidak sesuai dengan keadaan lingkungannya (2) Individu menerima lingkungan, yaitu bila keadaan lingkungan cocok dengan keadaan individu (3) Individu bersikap netral atau status quo, apabila individu tidak mendapat kecocokan dengan keadaan lingkungan, tetapi dalam hal ini individu tidak mengambil langkah-langkah yang lebih lanjut yaitu bagaimana sebaiknya bersikap.

Ada dua jenis lingkungan dalam kaitannya antara manusia dengan kondisi fisik lingkungannya (Sarwono, 1990 dalam Boedojo, 1986). Pertama adalah lingkungan yang telah akrab dengan manusia yang bersangkutan. Lingkungan jenis ini cenderung dipertahankan. Kedua adalah lingkungan yang masih asing, dimana manusia terpaksa melakukan penyesuaian diri atau sama sekali menghindarinya. Setelah manusia menginderakan objek di lingkungannya, ia memproses hasil penginderaannya dan timbul makna tentang objek pada diri manusia yang bersangkutan yang dinamakan persepsi yang selanjutnya menimbulkan reaksi.

Tahap paling awal dari hubungan manusia dengan lingkungannya adalah kontak fisik antara individu dengan objek-objek di lingkungannya. Objek tampil dengan kemanfaatannya masing-masing, sedangkan individu datang dengan sifat-sifat individualnya, pengalaman masa lalunya, bakat, minat, sikap dan ciri kepribadiannya masing-masing. Hasil interaksi individu dengan objek


(43)

menghasilkan persepsi individu tentang objek itu. Jika persepsi itu berada dalam batas-batas optimal maka individu dikatakan dalam keadaan homeo statis, yaitu keadaan yang serba seimbang. Keadaan ini biasanya dipertahankan oleh individu karena menimbulkan perasaan-perasaan yang paling menyenangkan. Sebaliknya, jika objek dipersepsikan sebagai di luar batas-batas optimal (terlalu besar, terlalu kuat, kurang keras, kurang dingin, terlalu aneh dan sebagainya) maka individu itu akan mengalami stress dalam dirinya. Tekanan-tekanan energi dalam dirinya meningkat sehingga orang itu harus melakukan coping untuk menyesuaikan dirinya atau menyesuaikan lingkungan pada kondisi dirinya. Sebagai hasil coping ada dua kemungkinan yang bisa terjadi. Pertama, tingkah laku coping ini menyebabkan stress berlanjut dan dampaknya bisa berpengaruh pada kondisi individu dan persepsi individu. Kemungkinan kedua, tingkah laku coping yang berhasil. Dalam hal ini terjadi penyesuaian antara diri individu dengan lingkungannya (adaptasi) atau penyesuaian keadaan lingkungan pada diri individu (adjusment). Dampak dari keberhasilan ini juga mengenai individu maupun persepsinya. Jika dampak dari tingkah laku coping yang berhasil terjadi berulang-ulang maka kemungkinan terjadi penurunan tingkat toleransi terhadap kegagalan atau kejenuhan. Disamping itu, terjadi peningkatan kemampuan untuk menghadapi stimulus berikutnya. Kalau efek dari kegagalan yang terjadi berulang-ulang, kewaspadaan akan meningkat. Namun pada suatu titik akan terjadi gangguan mental yang lebih serius seperti keputusasaan, kebosanan, perasaan tidak berdaya, dan menurunnya prestasi sampai pada titik terendah.


(44)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Menuru Makmuri Muchlas (2008) adabeberapa fator yangmempengaruhi persepsi, yaitu :

1. Pelaku persepsi: penafsiran seorang individu pada suatu objek yang dilihatnya akan sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadinya sendiri, diantaranya sikap, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu, dan pengharapan. Kebutuhan atau motif yang tidak dipuaskan akan merangsang individu dan mempunyai pengaruh yang kuat pada persepsi mereka. Contoh-contoh seperti seorang tukang rias akan lebih memperhatikan kesempurnaan riasan orang daripada seorang tukang masak, seorang yang disibukkan dengan masalah pribadi akan sulit mencurahkan perhatian untuk orang lain, dll, menunjukkan bahwa kita dipengaruhi oleh kepentingan/minat kita. Sama halnya dengan ketertarikan kita untuk memperhatikan hal-hal baru, dan persepsi kita mengenai orang-orang tanpa memperdulikan ciri-ciri mereka yang sebenarnya.

2. Target atau obyek persepsi: Gerakan, bunyi, ukuran, dan atribut-atribut lain dari target akan membentuk cara kita memandangnya. Misalnya saja suatu gambar dapat dilihat dari berbagai sudut pandang oleh orang yang berbeda. Selain itu, objek yang berdekatan akan dipersepsikan secara bersama-sama pula. Contohnya adalah kecelakaan dua kali dalam arena ice skating dalam seminggu dapat membuat kita mempersepsikan ice skating sebagai olah raga yang berbahaya. Contoh lainnya adalah suku atau jenis kelamin yang sama, cenderung dipersepsikan memiliki karakteristik yang sama atau serupa.


(45)

3. Situasi: Situasi juga berpengaruh bagi persepsi kita. Misalnya saja, seorang wanita yang berparas lumayan mungkin tidak akan terlalu ‘terlihat’ oleh laki-laki bila ia berada di mall, namun jika ia berada dipasar, kemungkinannya sangat besar bahwa para lelaki akan memandangnya

Banyak sekali faktor pada diri perseptor yang dapat mempengaruhi veridikalitas persepsinya sendiri atau menimbulkan perbedaan–perbedaan antara persepsinya dengan persepsi orang lain. Faktor- faktor tersebut menurut Wibowo (1988) adalah meliputi beberapa hal sebagai berikut:

1. Faktor pengalaman

Semakin banyak pengalaman yang dimiliki seseorang mengenai suatu objek-stimulusnya sebagai hasil dari seringnya kontak antara perseptor dan objek. Semakin tinggi pula verdikalitasnya.

2. Faktor intelegensia

Semakin tinggi intelegensia atau semakin cerdas orang yang bersangkutan semakin besar kemungkinan ia akan bertingkah lebih obyektif dalam memberikan penilaian atau membangun kesan mengenai objek stimulus.

3. Faktor kemampuan menghayati stimulus

Setiap manusia dalam taraf yang berbeda-beda, memiliki kemampuan untuk menangkap perasaan orang lain sebagaimana adanya. Kemampuan ini dinamakan empatik.

4. Faktor ingatan


(46)

5. Faktor disposisi kepribadian

Disposisi kepribadian diartikan sebagai kecenderungan kepribadian yang relatif menetap pada diri seseorang.

6. Faktor sikap terhadap stimulus

Sikap secara umum dapat dinyatakan sebagai suatu kecenderungan yang ada pada diri seseorang untuk berpikir atau berpandangan, berperasaan dan berkehendak, dan berbuat secara tertentu terhadap suatu objek.

7. Faktor kecemasan

Seseorang yang dicekam oleh kecemasan karena suatu hal yang berkaitan dengan objek-stimulusnya akan mudah dihadapkan pada hambatan-hambatan dalam mempersepsikan objek tersebut.

8. Faktor pengharapan

Faktor ini sebenarnya merupakan kumpulan dari beberapa bentuk pengharapan yang bersumber dari adanya asumsi-asumsi tertentu mengenai manusia, perilaku dan ciri-cirinya, yang sampai taraf tertentu diyakini kebenarannya.

Tanaman Sukun

Tanaman sukun (bread fruit) mermiliki nama ilmiah Artocarpus altilis(Parkinson) Fosberg yang bersinonim dengan Artocapus communis Forstdan Artocarpus incisa Linn yang termasuk keluarga Moraceae dan kelasDicotyledonae (Heyne, 1987; Ragone, 1997; Zerega et al, 2005). Taksonomi tanaman sukun (Artocarpus communis Forst) adalah sebagai berikut Kingdom: Plantae; Divisi: Magnoliophyta; Kelas: Magnoliopsida; Ordo: Urticales; Famili:


(47)

Sukun adalah tumbuhan dari genus Arthocarpus dalam famili Moraceae yang banyak terdapat di kawasan tropik seperti Malaysia dan Indonesia. Di pulau Jawa tanaman ini dijadikan tanaman budidaya oleh masyarakat. Tanaman ini dikategorikan sebagai MPTS. Multipurpose Tree Species (MPTS) adalah sistem pengelolaan lahan dimana berbagai jenis kayu ditanam dan dikelola, tidak saja untuk menghasilkan kayu, akan tetapi juga daun-daunan dan buah-buahan yang

dapat digunakan sebagai bahan makanan ataupun pakan ternak (Suyanto dkk, 2009).

Morfologi Tanaman Sukun

Tinggi pohon sukun dapat mencapai 30 m, dapat tumbuh baik sepanjangtahun (evergreen) di daerah tropis basah dan bersifat semi-deciduous didaerah yang beriklim monsoon (Rajendran, 1992; Ragone, 1997). Batangmemiliki kayu yang lunak, tajuknya rimbun dengan percabangan melebarke arah samping, kulit batang berwarna hijau kecoklatan, berserat kasardan pada semua bagian tanaman memiliki getah encer. Akar tanamansukun biasanya ada yang tumbuh mendatar/menjalar dekat permukaantanah dan dapat menumbuhkan tunas alami (Heyne, 1987; Pitojo,1992; Ragone, 2006). Berikut ini merupakan ciri morfologis dari tanaman sukun.

1. Pohon dan Cabang

Pohon sukun berbentuk piramida, tingginya bisa mencapai 30 meter. Pohon sukun membentuk percabangan sejak ketinggian 1,5 m dari tanah. Percabangan melebar ke samping. Tekstur kulitnya sedang, dan warna kulitnya hijau kecoklat-coklatan. Pohon sukun yang dipangkas akan cepat membentuk cabang kembali (Pitojo, 1999).


(48)

2. Daun

Tajuk daun rimbun, bentuk daun oval panjang dengan belahan daun simetris karena didukung oleh tulang daun yang menyirip simetris. Panjang daun 65 cm dan lebar daun 45 cm dengan tangkai daun 7 cm. Ujung daun meruncing.Tepi daun bercangap menyirip, kadang-kadang siripnya bercabang. Muka daun bagian atas halus dan bagian bawah kasar berbulu. Warna bagian atas daun hijau mengkilap dan bagian bawah kusam, posisi daun mendatar dan lebar, dan menghadap ke atas. Jarak antar daun bervariasi antara 2-10 cm (Pitojo, 1999).

3. Akar dan Perakaran

Perakaran sukun dapat dilihat dengan baik sejak di persemaian. Setelah bibit sukun ditanam di lapangan, akar akan tumbuh dari stek akar, kemudian membesar bulat dan memanjang diikuti dengan ranting-ranting akar yang mengecil, disertai adanya rambut-rambut akar (Pitojo, 1999).

Letak akar masuk ke dalam tanah, ada pula yang tumbuh mendatar dan sering tersembunyi di permukaan tanah. Panjang akar dapat mencapai 6 meter. Warna kulit akar coklat kemerah-merahan. Tekstur kulit akar sedang, mudah terluka dan mudah mengeluarkan getah. Apabila akar terpotong atau terluka akan memacu tumbuhnya pertunasan (Pitojo, 1999).

4. Bunga

Bunganya berumah satu. Bunga jantan berbentuk kecil memanjang dan bunga betina berbentuk bulat sampai bulat panjang. Kedua jenis bunga tersebut berwarna hijau disaat muda dan setelah tua berwarna kekuningan. Umur bunga jantan dan betina relatif pendek, bunga jantan 25 hari dan bunga betina + 90 hari,


(49)

letaknya bunga jantan atau betina berada pada pangkal daun (Direktorat Reboisasi, 1995).

5. Buah

Sukun termasuk buah yang berbuah sepanjang tahun. Pembentukan buah sukun tidak didahului dengan proses pembuahan bakal biji (partenocarpy), sehingga buah sukun tidak memiliki biji. Bakal buah terus membesar membentuk bulat atau agak lonjong. Buah akan menjadi tua setelah 3 bulan sejak menculnya bunga betina. Buah yang muncul awal akan menjadi tua lebih dahulu, kemudian diikuti buah berikutnya. Tanda-tanda buah sukun tua yang siap untuk dipetik adalah bila kulit buah yang semula kasar telah berubah menjadi halus, warna kulit buah berubah dari hijau muda menjadi hijau kekuningan kusam. Selain itu nampak bekas getah yang mengering. Sukun mempunyai kulit yang berwarna hijau kekuningan dan terdapat segmen-segmen petak berbentuk poligonal pada kulitnya. Segmen poligonal ini dapat menentukan tahap kematangan buah sukun. Poligonal yang lebih besar menandakan buahnya telah matang sedangkan buah yang belum matang mempunyai segmen-segmen poligonal yang lebih kecil dan lebih padat (Alrasjid 1993 dalam LitBangHut, 2003).

Buahnya terbentuk dari keseluruhan kelopak bunganya, berbentuk bulat atau sedikit bujur dan digunakan sebagai bahan makanan alternatif. Kulit buahnya berwarna hijau kekuningan dan terdapat segmen-segmen petak berbentuk poligonal. Segmen poligonal ini dapat menentukan tahap kematangan buah sukun (Mustafa, 1998).


(50)

Sebaran Alami danPersyaratan Tumbuh Sukun

Sebaran tanaman sukun di Indonesia meliputi Sumatera (Aceh, SumateraUtara, Sumatera Barat, Riau, Nias, Lampung), Pulau Jawa (Kepulauan Seribu, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Madura),Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi (Minahasa,Gorontalo, Bone, Makasar, Malino), Maluku (Seram, Buru, Kai, Ambon,Halmahera dan Ternate) dan Papua (Sorong, Manokwari, pulau-pulaukecil di daerah ”Kepala Burung” (Heyne, 1987; Pitojo, 1992; Widowati,2003; Hendalastuti dan Rojidin, 2006). Selanjutnya nama sukun seringdikaitkan dengan daerah asalnya, antara lain sukun Sorong, sukun Yogya,sukun Cilacap, sukun Pulau Seribu, sukun Bone dan sukun Bawean(Pitojo, 1999).

Tanaman sukun dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 0-1100 meter di atas permukaan laut (Siregar, 2009). Tanaman Sukun dapat tumbuh pada semua jenis tanah (tanah podsolik merah kuning, tanah berkapur, tanah berpasir), namun akan lebih baik bila ditanam pada tanah gembur yang bersolum dalam, berhumus dan tersedia air tanah yang dangkal dengan pH 5-7. Tanaman sukun tidak baik dikembangkan pada tanah yang memiliki kadar garam tinggi. Tanaman sukun mulai berbuah pada umur 4 tahun bila ditanam di tempat terbuka dan umur tujuh tahun bila ternaungi (Alrasjid, 1993).

Sukun juga toleran terhadap curah hujan yang sedikit maupun curah hujan yang tinggi antara 80-100 inchi per tahun dengan kelembaban 60-80%, namun lebih sesuai pada daerah-daerah yang cukup banyak mendapat penyinaran matahari. Tanaman sukun tumbuh baik di tempat yang lembab sampai tempat yang panas dengan kisaran temperature 150-380 C (Koswara, 2006).


(51)

Manfaat Tanaman Sukun

Tanaman sukun menghasilkan buah yang memiliki kandungan gizi tinggi, dan potensial dijadikan sebagai bahan makanan pokok alternatif pengganti beras. Buah sukun umumnya dijadikan makanan ringan/tambahan dengan cara dibakar, rebus, digoreng dan dibuat keripik. Namun dapat pula diolah menjadi gaplek sukun, tepung sukun dan patisukun yang selanjutnya dapat diolah menjadi beraneka ragam masakan (Widowati, 2003; Departemen Pertanian, 2003). Manfaat lainnya adalah tajuknya yang rindang dan perakaran yang dalam dan menyebar luas, menjadikan tanaman sukun sebagai tanaman yang cocok untuk kegiatan penghijauan dan konservasi lahan. Kayunya yang sudah tua, dapat digunakan untuk bahan bangunan (konstruksi ringan), papan yang dikilapkan, bahan pembuatan kotak/peti, mainan dan bahan baku pulp. Dalam

pemanfaatan rumah tangga kayu sukun bisa dijadikan sebagai kayu bakar (Feriyanto, 2006; Purba, 2002).

Kondisi Umum DTA Danau Toba

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI (2010) menyatakan profil Danau Toba adalah sebagai berikut:Danau Toba terbentuk sebagai akibat terjadinya runtuhan (depresi) tektonik vulkanis yang dasysat pada zaman Pleiopleistosen. Kaldera raksasa ini mempunyai ukuran panjang 87 km, lebar 27– 31 km;luas 1.100 km².

Ketinggian permukaan air Danau Toba yang pernah diamati dan dicatat adalah sekitar ± 906 meter dpl (diatas permukaan laut) . Luas daerah aliran sungai Asahan (DAS Asahan) adalah ± 4000 km² dan 90% dari luas DAS ini adalah kawasan Danau Toba sendiri sebagai daerah tangkapan air (catchment area) yang


(52)

dibatasi oleh pegunungan terjal, kecuali di daerah antara Porsea dan Balige terdapat daerah dataran. Di tengah-tengah danau terdapat pulau Samosir dengan panjang 45 km, lebar 19 km dan luas 640 km². Kedalaman air Danau Toba berkisar 400–600 meter dan bagian terdapat di depan teluk Haranggaol (± 460 meter) dan disamping Tao Silalahi yang relatif memiliki area yang luas (± 445 meter) (LIPI, 2010).

Letak Geografi

Secara geografis Kawasan Danau Toba terletak di pegunungan Bukit. Danau Toba terletak di Pulau Sumatera 176 Km arah Selatan Kota Medan, merupakan danau terbesar di Indonesia dan di Asia Tenggara. Permukaan danau berada pada ketinggian 903 meter dpl. Luas Perairan Danau Toba yaitu 1.130 Km² dengan kedalaman maksimal danau 529 meter. Total luas Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba lebih kurang 4.311,58 Km² (LIPI, 2010).

Iklim

DTA Danau Toba termasuk ke dalam tipe iklim B1, C1, C2, D2, dan  E2. Dengan demikian bulan basah (Curah Hujan 200 mm/bulan) berturut-turut pada kawasan ini bervariasi antara dari 3 bulan sampai dengan 7–9 bulan, sedangkan bulan kering (Curah Hujan 100 mm/bulan) berturut-turut antara 2–3 bulan. Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Scmidt dan Ferguson maka DTA Danau Toba ini termasuk ke dalam tipe iklim A,B dan C (LIPI, 2010).

Curah Hujan

Curah hujan tahunan yang terdapat di kawasan Daerah Tangkapan Air Danau Toba berkisar antara 1.700 sampai dengan 2.400 mm/tahun. Sedangkan


(53)

puncak musim hujan terjadi pada bulan Nopember hingga Desember dengan curah hujan antara 190–320 mm/bulan dan puncak musim kemarau terjadi selama bulan Juni-Juli dengan curah hujan berkisar 54–151 mm/bulan (LIPI, 2010).

Suhu dan Kelembaban Udara

Suhu udara selama musim kemarau cenderung agak lebih tinggi dibandingkan dengan selama musim hujan. Sedangkan angka kelembaban tahunannya berkisar antara 79%–95%. Pada bulan-bulan musim kemarau kelembaban udara cenderung agak rendah dibandingkan pada bulan-bulan musim hujan. Evaporasi bulanan di daerah tangkapan air Danau Toba ini berkisar antara 74 - 88 mm/bulan (LIPI, 2010).

Topografi dan Tata Guna Lahan

Kondisi topografi DTA Danau Toba didominasi oleh perbukitan dan pegunungan, dengan kelerengan lapangan terdiri dari datar dengan kemiringan(0%–8%) seluas 703,39 Km², landai (8%–15%) seluas 791,32 Km², agak curam (15–25%) seluas 620,64 Km², curam (25–45%) seluas 426,69 Km², sangat curam sampai dengan terjal (>45%) seluas 43,96 Km². Eksisting penggunaan dan penutupan lahan di DTA Danau Toba terdiri dari hutan alam, hutan rapat, hutan tanaman, hutan jarang dan kebun campuran, semak belukar, resam, tanaman semusim, persawahan dan lahan terbuka (LIPI, 2010).


(54)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba mencakup luasan 3.658 km2 dengan luas permukaan danau 1.103 km2. Wilayah DTA sebagian besar berupa perbukitan (43%) dan pegunungan (30%) dengan puncaknya dapat mencapai ketinggian lebih dari 2000 mdpl. Wilayah DTA Danau Toba yang mencakup luasan 3.685 km2 terdapat pada tujuh kabupaten yakni Simalungun, Tapanuli Utara, Toba Samosir, Samosir, Humbang Hasundutan, Dairi dan karo. Pemanfaatan lahan didominasi oleh semak belukar (41%), hutan (22%), persawahan (13%), pemukiman (11%), padang rumput (8%), dan lahan kering (4%) (Moedjodo dkk. 2003). Jadi, sekitar 53% lahan di DTA Danau Toba berupa lahan kritis dan tidak produktif, dengan pola pemanfaatan lahan berupa semak belukar, padang rumput, dan lahan kering.

Kondisi ini bisa diperbaiki dengan melakukan penanaman pohon yang mampu tumbuh sesuai kondisi lahan serta manpu memberikan manfaat terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Keberadaan lahan yang berdekatan dengan masyarakat tentu berakibat adanya interaksi dengan masyarakat. Penanaman pohon diharapkan bukan hanya mampu memberikan fungsi ekologi, tetapi juga memberikan ekonomi fungsi sosial. Diversifikasi tanaman dapat memberikan dampak positif pada usaha tani, meningkatan penghasilan petani dan tanaman dapat memberikan nilai tambah seperti peningkatan ketersediaan pangan, peningkatan akses pangan dan penganekaragaman pangan. Jenis bibit yang ditanam untuk memperbaiki degradasi dan ekosistem yang rusak harus memiliki


(55)

adaptasi yang tinggi, tidak memiliki syarat tumbuh dan kriteria yang banyak dan pertumbuhan yang relatif cepat, cocok di lahan terbuka.

Salah satu tanaman yang cocok pada lahan kritis adalah Sukun (Artocarpus communis)yaitu tanaman tropis yang pertumbuhannya berada pada kisaran 20-400C dan juga mampu tumbuh pada dataran tinggi. Tanaman Sukun yang tinggi dengan perakaran yang tidak begitu dalam tetapi cukup kokoh sehinggga cocok untuk tanaman penghijauan. Tajuknya yang besar mampu mengurangi erosi tanah akibat angin kencang, mengingat perakarannya yang mencengkram tanah dengan kuat sehingga mampu menyimpan air hujan, sehingga dengan adanya tanaman sukun ini dapat memperbaiki sumber tata air dan mempertahankan struktur tanah. Tanaman sukun mempunyai arti penting dalam menopang kebutuhan sumber pangan karena sukun merupakan sumber kalori dan juga kandungan gizi yang tinggi (Laksamana, 2011). Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang Persepsi Masyarakat terhadap Tanaman Sukun (A. communis) di DTA Danau Toba, Desa Paropo I, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi karena desa tersebut merupakan DTA Danau Toba.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst.) di Desa Paropo I, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi.


(56)

Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan sebagai bahan pertimbangan bagi instansi dan pihak yang terkait agar lebih memperhatikan keberadaan hutan dan ekosistem sekitar hutan agar dapat mempertahankan manfaatnya.

2. Sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat sekitar dan pemerintah setempat agar dapat dibentuk program kerjasama terkait upaya pelestarian hutan.


(57)

ABSTRACT

SANTI MARLYNA NAINGGOLAN: Public Perception of Breadfruit (Artocarpus communis Forst) at the Catchment Area of Lake Toba in Paropo I Village, Silalahisabungan Sub-district, Dairi District. Guide by BUDI UTOMO and AFIFUDDIN DALIMUNTHE.

Condition of Catchment Area at Toba Lake had steep slope and the soil dominated rock. The cultivate to repair was made action like restoration to select kind of plant and given benefit for ecology, economy and social. The object of research was Breadfruit. The purpose of research to known about public perception of Breadfruit. The method of research was descriptive analyzed used cuisioner and then made 5 criteria skoring: good, very good, medium, bad, and very bad.

The result of researh showed publict perception to Breadfruit plant in medium category with score average 57,84 showed that the public could not accepted the introduction of Breadfruit plants as well in Paropo I village.


(58)

ABSTRAK

SANTI MARLYNA NAINGGOLAN: Persepsi Masyarakat Terhadap Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst.) di Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba Desa Paropo I Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi, Dibimbing oleh BUDI UTOMO dan AFIFUDDIN DALIMUNTHE

Kondisi Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba memiliki kelerangan dengan kriteria curam dan kondisi tanah yang didominasi bebatuan. Salah satu upaya untuk memperbaiki kondisi tersebut maka dilakukan kegiatan restorasi dengan mempertimbangkan jenis tamanan yang mampu tumbuh dan memberi manfaat secara ekologi, ekonomi dan sosial. Objek pada penelitian ini adalah tanaman Sukun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap tanaman Sukun. Metode penelitian ini adalah analisis deskriptif dengan menggunakan kuisioner, yang kemudian dikelompokkan kedalam 5 kategori berdasarkan tingkat skor yang diperoleh yaitu: baik, sangat baik, sedang, buruk dan sangat buruk.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat persepsi masyarakat terhadap tanaman Sukun termasuk dalam kategori sedang dengan rata-rata skor 57,84 yang menunjukkan masyarakat belum dapat menerima dengan baik introduksi tanaman Sukun di desa Paropo I.


(59)

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP TANAMAN SUKUN

(Artocarpus communis Forst) Di DAERAH TANGKAPAN AIR

DANAU TOBA, DESA PAROPO I, KECAMATAN

SILAHISABUNGAN, KABUPATEN DAIRI

SKRIPSI

OLEH:

SANTI MARLYNA NAINGGOLAN

121201138/BUDIDAYA HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(60)

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP TANAMAN SUKUN

(Artocarpus communis Forst) Di DAERAH TANGKAPAN AIR

DANAU TOBA, DESA PAROPO I, KECAMATAN

SILAHISABUNGAN, KABUPATEN DAIRI

SKRIPSI

OLEH:

SANTI MARLYNA NAINGGOLAN

121201138/BUDIDAYA HUTAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(61)

ABSTRACT

SANTI MARLYNA NAINGGOLAN: Public Perception of Breadfruit (Artocarpus communis Forst) at the Catchment Area of Lake Toba in Paropo I Village, Silalahisabungan Sub-district, Dairi District. Guide by BUDI UTOMO and AFIFUDDIN DALIMUNTHE.

Condition of Catchment Area at Toba Lake had steep slope and the soil dominated rock. The cultivate to repair was made action like restoration to select kind of plant and given benefit for ecology, economy and social. The object of research was Breadfruit. The purpose of research to known about public perception of Breadfruit. The method of research was descriptive analyzed used cuisioner and then made 5 criteria skoring: good, very good, medium, bad, and very bad.

The result of researh showed publict perception to Breadfruit plant in medium category with score average 57,84 showed that the public could not accepted the introduction of Breadfruit plants as well in Paropo I village.


(62)

ABSTRAK

SANTI MARLYNA NAINGGOLAN: Persepsi Masyarakat Terhadap Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst.) di Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba Desa Paropo I Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi, Dibimbing oleh BUDI UTOMO dan AFIFUDDIN DALIMUNTHE

Kondisi Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba memiliki kelerangan dengan kriteria curam dan kondisi tanah yang didominasi bebatuan. Salah satu upaya untuk memperbaiki kondisi tersebut maka dilakukan kegiatan restorasi dengan mempertimbangkan jenis tamanan yang mampu tumbuh dan memberi manfaat secara ekologi, ekonomi dan sosial. Objek pada penelitian ini adalah tanaman Sukun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap tanaman Sukun. Metode penelitian ini adalah analisis deskriptif dengan menggunakan kuisioner, yang kemudian dikelompokkan kedalam 5 kategori berdasarkan tingkat skor yang diperoleh yaitu: baik, sangat baik, sedang, buruk dan sangat buruk.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat persepsi masyarakat terhadap tanaman Sukun termasuk dalam kategori sedang dengan rata-rata skor 57,84 yang menunjukkan masyarakat belum dapat menerima dengan baik introduksi tanaman Sukun di desa Paropo I.


(1)

5.

Kelompok kecil Heteimos Solideo(HS) Eliska Sianturi, Ely Hanna Sembiring, Septrina Ayu Simanjorang dan PKK bang Immanuel Tauada Sihaloho.

6.

Teman teman HUT C 2012, HIMAS USU, Budidaya Hasil Hutan 2012

dan seluruh pegawai tata usaha Fakultas Kehutanan, khususnya bang Robi. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kehutanan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DFATAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Masyarakat Desa ... 4

Persepsi dan Perilaku Masyarakat ... 5

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi ... 8

Tanaman Sukun ... 10

Morfologi Tanaman Sukun ... 11

Sebaran Alami dan Persyaratan Tumbuh Tanaman Sukun ... 14

Manfaat Tanaman Sukun ... 15

Kondisi Umum DTA Danau Toba ... 15

Letak Geografi ... 16

Iklim ... 16

Gurah Hujan ... 17

Suhu dan Kelembaban... 17

Topografi dan Tata Guna Lahan ... 17

METODE PENELITIAN Waktu dan tempat penelitian ... 18

Alat dan bahan penelitian ... 18

Populasi dan Sampel ... 18

Pengumpulan Data ... 19

Teknik Pengumpulan Data ... 20

Analisis Data ... 20

Bagan Alur Penelitian ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Sosial Masyarakat Desa Paropo I ... 24

Karakteristik Masyarakat ... 25

Hubungan Eksistensi Hutan Dengan Masyarakat ... 27

Persepsi Masyarakat Terhadap Kegiatan Penanaman Pada Lahan Kosong ... 31

Persepsi dan Pemanfaatan Tanaman Sukun ... 35


(3)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 41

Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42


(4)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Pengambilan Sampel dari Suatu Populasi ... 19

2. Distribusi Responden Berdasarkan Umur, Tingkat Pendidikan, Pekerjaan

dan Lama Menetap Di Desa Paropo I ... 26 3. Pengenalan Masyarakat dengan Hutan ... 28

4. Persepsi Masyarakat terhadap Kegiatan Penanaman

Pada Lahan Kosong ... 31 5. Persepsi Masyarakat terhadap Tanaman Sukun ... 36 6. Perbandingan Nilai Ekonomi Tanaman Sukun (A. communis) dan Mangga

Udang (Mangifera indica)... 38


(5)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Bagan Alur Penelitian ... 23

2. Pengumpulan Data melalui Wawancara dan Kuissioner ... 25

3. Perumahan Masyarakat di Kaki Perbukitan ... 30


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Kuissioner Untuk Masyarakat ... 45

2. Persentasi Hasil Kuisioner Responden Desa Paropo I ... 49

3. Skoring Hasil Kuisioner Responden Desa Paropo I ... 51

4. Gambar Morfologi Tanaman Sukun ... 56


Dokumen yang terkait

Penggunaan Berbagai Jenis Kompos Terhadap Pertumbuhan Sukun (Artocarpus communis Forst ) Pada Daerah Tangkapan Air Danau Toba, Kecamatan Haranggaol Horison

0 68 50

Pengaruh Berbagai Ketebalan Sabut Kelapa Terhadap Pertumbuhan Bibit Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst) pada DTA Danau Toba, Desa Paropo, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi

0 2 47

Persepsi Masyarakat Terhadap Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst.) di Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba, Desa Paropo I, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi

0 0 12

Persepsi Masyarakat Terhadap Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst.) di Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba, Desa Paropo I, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi

0 0 2

Persepsi Masyarakat Terhadap Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst.) di Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba, Desa Paropo I, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi

0 0 3

Persepsi Masyarakat Terhadap Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst.) di Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba, Desa Paropo I, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi

0 0 14

Persepsi Masyarakat Terhadap Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst.) di Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba, Desa Paropo I, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi

0 0 3

Persepsi Masyarakat Terhadap Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst.) di Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba, Desa Paropo I, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi

0 3 12

Pengaruh Berbagai Ketebalan Sabut Kelapa Terhadap Pertumbuhan Bibit Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst) pada DTA Danau Toba, Desa Paropo, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi

0 0 8

Pengaruh Berbagai Ketebalan Sabut Kelapa Terhadap Pertumbuhan Bibit Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst) pada DTA Danau Toba, Desa Paropo, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi

0 0 2