Persepsi Masyarakat Terhadap Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst.) di Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba, Desa Paropo I, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi

TINJAUAN PUSTAKA

Masyarakat Desa
Masyarakat merupakan kumpulan sekelompok manusia yang bergaul
dalam satu ikatan pada jangka waktu yang lama dengan kemungkinan adanya
batas-batas territorial (kewilayahan) dan genealogis (keturunan). I.L. Pasaribu dan
B. Simanjuntak (Lumbanbatu, 1999)

menyatakan masyarakat desa dicirikan

dengan adanya hubungan yang lebih erat dan mendalam antar mereka
dibandingkan dengan warga desa lain, permukiman didasarkan kepada kelompok
sistem kekeluargaan, pada umumnya hidup dari bercocok tanam, terdapat budaya
gotong royong yang makin lama makin melemah, dan tidak ada sistem pembagian
kerja berdasarkan keterampilan.
Pandangan tentang masyarakat di dalam dan sekitar hutansebagai bagian
dari ekosistem hutan, menempatkan masyarakatpada posisi penting. Masyarakat
tidak lagi hanya sebatas objek,tetapi juga sebagai subjek dalam pengelolaan hutan.
Hal inidisebabkan masyarakat di dalam dan sekitar hutan sesungguhnyabukanlah
pendatang baru dalam pengelolaan hutan. Pada tahun1990, sebagaimana dikutip
oleh Alhamid dan Bisjoe (1997), ITTOmemasukkan perhatian terhadap

kepentingan masyarakat sebagaiindikator keberhasilan pengelolaan hutan, selain
kepentinganfungsi

produksi

dan

kepentingan

konservasi.

Sejalan

denganpernyataan tersebut, Sardjono (2011) menyatakan bahwa sebagaibagian
integral dari ekosistem hutan, masyarakat telahmemanfaatkan hutan dan hasil
hutan secara tradisional sejakpurbakala. Vayda (1983) dalam CIFOR (2001)
menyatakan bahwamasyarakat di dalam dan sekitar hutan dipandang sebagai
bagiandari hutan yang keduanya memiliki hubungan saling ketergantungan.

Universitas Sumatera Utara


Dalam hal ini masyarakat berkontribusi kepadahutan dan sekaligus mengambil
manfaat dari hutan. Dipandangdari sudut hubungan antarmanusia dan proses yang
timbul darihubungan tersebut, masyarakat, termasuk yang tinggal di dalamdan
sekitar hutan merupakan objek sosiologi. Oleh karena itu,beberapa permasalahan
terkait masyarakat dan pengelolaan hutandapat pula diupayakan solusinya dengan
pendekatan sosiologi.

Persepsi dan Perilaku Masyarakat
Menurut Harvey dan Smith (dalam Wibowo, 1988) menyatakan bahwa
pesepsi adalah suatu proses untuk membuat penilaian (judgement) atau
membangun kesan (impression) mengenai berbagai macam hal yang terdapat di
dalam lapangan penginderaan seseorang. Sementara Rakhmat (dalam Erida,1999)
menjelaskan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
menafsirkan pesan pada stimulasi indrawi sehingga manusia memperoleh
pengetahuan baru.
Persepsi

manusia terhadap


lingkungan

(enviromental

perception)

merupakan persepsi spasial yakni sebagai interpretasi tentang suatu setting (ruang)
oleh individu yang didasarkan atas latar belakang, budaya, nalar, dan pengalaman
individu tersebut. Dengan demikian setiap individu dapat mempunyai persepsi
lingkungan yang berbeda terhadap objek yang sama karena tergantung dari latar
belakang yang dimiliki. Persepsi lingkungan yang menyangkut persepsi spasial
sangat berperan dalam pengambilan keputusan dalam rangka migrasi, komunikasi,
dan transportasi (Umar, 2009).
Respon manusia terhadap lingkungannya tergantung pada bagaimana

Universitas Sumatera Utara

individu tersebut mempersepsikan lingkungannya (Sarwono, 1992 dalam
Boedojo, 1986). Persepsi terhadap lingkungan mempengaruhi hubungan individu

dengan lingkungannya. Menurut Walgito (1999) sikap individu terhadap
lingkungannya dapat berupa: (1) Individu menolak lingkungannya, yaitu bila
individu tidak sesuai dengan keadaan lingkungannya (2) Individu menerima
lingkungan, yaitu bila keadaan lingkungan cocok dengan keadaan individu (3)
Individu bersikap netral atau status quo, apabila individu tidak mendapat
kecocokan dengan keadaan lingkungan, tetapi dalam hal ini individu tidak
mengambil langkah-langkah yang lebih lanjut yaitu bagaimana sebaiknya
bersikap.
Ada dua jenis lingkungan dalam kaitannya antara manusia dengan kondisi
fisik lingkungannya (Sarwono, 1990 dalam Boedojo, 1986). Pertama adalah
lingkungan yang telah akrab dengan manusia yang bersangkutan. Lingkungan
jenis ini cenderung dipertahankan. Kedua adalah lingkungan yang masih asing,
dimana manusia terpaksa melakukan penyesuaian diri atau sama sekali
menghindarinya. Setelah manusia menginderakan objek di lingkungannya, ia
memproses hasil penginderaannya dan timbul makna tentang objek pada diri
manusia yang bersangkutan yang dinamakan persepsi yang selanjutnya
menimbulkan reaksi.
Tahap paling awal dari hubungan manusia dengan lingkungannya adalah
kontak fisik antara individu dengan objek-objek di lingkungannya. Objek tampil
dengan kemanfaatannya masing-masing, sedangkan individu datang dengan sifatsifat individualnya, pengalaman masa lalunya, bakat, minat, sikap dan ciri

kepribadiannya

masing-masing.

Hasil

interaksi

individu

dengan

objek

Universitas Sumatera Utara

menghasilkan persepsi individu tentang objek itu. Jika persepsi itu berada dalam
batas-batas optimal maka individu dikatakan dalam keadaan homeo statis, yaitu
keadaan yang serba seimbang. Keadaan ini biasanya dipertahankan oleh individu
karena menimbulkan perasaan-perasaan yang paling menyenangkan. Sebaliknya,

jika objek dipersepsikan sebagai di luar batas-batas optimal (terlalu besar, terlalu
kuat, kurang keras, kurang dingin, terlalu aneh dan sebagainya) maka individu itu
akan mengalami stress dalam dirinya. Tekanan-tekanan energi dalam dirinya
meningkat sehingga orang itu harus melakukan coping untuk menyesuaikan
dirinya atau menyesuaikan lingkungan pada kondisi dirinya. Sebagai hasil coping
ada dua kemungkinan yang bisa terjadi. Pertama, tingkah laku coping ini
menyebabkan stress berlanjut dan dampaknya bisa berpengaruh pada kondisi
individu dan persepsi individu. Kemungkinan kedua, tingkah laku coping yang
berhasil. Dalam hal ini terjadi penyesuaian antara diri individu dengan
lingkungannya (adaptasi) atau penyesuaian keadaan lingkungan pada diri individu
(adjusment). Dampak dari keberhasilan ini juga mengenai individu maupun
persepsinya. Jika dampak dari tingkah laku coping yang berhasil terjadi berulangulang maka kemungkinan terjadi penurunan tingkat toleransi terhadap kegagalan
atau kejenuhan. Disamping itu, terjadi peningkatan kemampuan untuk
menghadapi stimulus berikutnya. Kalau efek dari kegagalan yang terjadi
berulang-ulang, kewaspadaan akan meningkat. Namun pada suatu titik akan
terjadi gangguan mental yang lebih serius seperti keputusasaan, kebosanan,
perasaan tidak berdaya, dan menurunnya prestasi sampai pada titik terendah.

Universitas Sumatera Utara


Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Menuru Makmuri Muchlas (2008) adabeberapa fator yangmempengaruhi
persepsi, yaitu :
1.

Pelaku persepsi: penafsiran seorang individu pada suatu objek yang
dilihatnya akan sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadinya sendiri,
diantaranya sikap, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu, dan
pengharapan. Kebutuhan atau motif yang tidak dipuaskan akan merangsang
individu dan mempunyai pengaruh yang kuat pada persepsi mereka. Contohcontoh seperti seorang tukang rias akan lebih memperhatikan kesempurnaan
riasan orang daripada seorang tukang masak, seorang yang disibukkan
dengan masalah pribadi akan sulit mencurahkan perhatian untuk orang lain,
dll, menunjukkan bahwa kita dipengaruhi oleh kepentingan/minat kita. Sama
halnya dengan ketertarikan kita untuk memperhatikan hal-hal baru, dan
persepsi kita mengenai orang-orang tanpa memperdulikan ciri-ciri mereka
yang sebenarnya.

2.

Target atau obyek persepsi: Gerakan, bunyi, ukuran, dan atribut-atribut lain

dari target akan membentuk cara kita memandangnya. Misalnya saja suatu
gambar dapat dilihat dari berbagai sudut pandang oleh orang yang berbeda.
Selain itu, objek yang berdekatan akan dipersepsikan secara bersama-sama
pula. Contohnya adalah kecelakaan dua kali dalam arena ice skating dalam
seminggu dapat membuat kita mempersepsikan ice skating sebagai olah raga
yang berbahaya. Contoh lainnya adalah suku atau jenis kelamin yang sama,
cenderung dipersepsikan memiliki karakteristik yang sama atau serupa.

Universitas Sumatera Utara

3.

Situasi: Situasi juga berpengaruh bagi persepsi kita. Misalnya saja, seorang
wanita yang berparas lumayan mungkin tidak akan terlalu ‘terlihat’ oleh lakilaki bila ia berada di mall, namun jika ia berada dipasar, kemungkinannya
sangat besar bahwa para lelaki akan memandangnya
Banyak sekali faktor pada diri perseptor yang dapat mempengaruhi

veridikalitas persepsinya sendiri atau menimbulkan perbedaan–perbedaan antara
persepsinya dengan persepsi orang lain. Faktor- faktor tersebut menurut Wibowo
(1988) adalah meliputi beberapa hal sebagai berikut:

1. Faktor pengalaman
Semakin banyak pengalaman yang dimiliki seseorang mengenai suatu
objek-stimulusnya sebagai hasil dari seringnya kontak antara perseptor dan objek.
Semakin tinggi pula verdikalitasnya.
2. Faktor intelegensia
Semakin tinggi intelegensia atau semakin cerdas orang yang bersangkutan
semakin besar kemungkinan ia akan bertingkah lebih obyektif dalam memberikan
penilaian atau membangun kesan mengenai objek stimulus.
3. Faktor kemampuan menghayati stimulus
Setiap manusia dalam taraf yang berbeda-beda, memiliki kemampuan
untuk menangkap perasaan orang lain sebagaimana adanya. Kemampuan ini
dinamakan empatik.
4. Faktor ingatan
Daya ingat seseorang juga menentukan verikalitas persepsinya.

Universitas Sumatera Utara

5. Faktor disposisi kepribadian
Disposisi kepribadian diartikan sebagai kecenderungan kepribadian yang
relatif menetap pada diri seseorang.

6. Faktor sikap terhadap stimulus
Sikap secara umum dapat dinyatakan sebagai suatu kecenderungan yang
ada pada diri seseorang untuk berpikir atau berpandangan, berperasaan dan
berkehendak, dan berbuat secara tertentu terhadap suatu objek.
7.

Faktor kecemasan
Seseorang yang dicekam oleh kecemasan karena suatu hal yang berkaitan

dengan objek-stimulusnya akan mudah dihadapkan pada hambatan-hambatan
dalam mempersepsikan objek tersebut.
8. Faktor pengharapan
Faktor ini sebenarnya merupakan kumpulan dari beberapa bentuk
pengharapan yang bersumber dari adanya asumsi-asumsi tertentu mengenai
manusia, perilaku dan ciri-cirinya, yang sampai taraf tertentu diyakini
kebenarannya.

Tanaman Sukun
Tanaman sukun (bread fruit) mermiliki nama ilmiah Artocarpus
altilis(Parkinson) Fosberg yang bersinonim dengan Artocapus communis Forstdan

Artocarpus

incisa

Linn

yang

termasuk

keluarga

Moraceae

dan

kelasDicotyledonae (Heyne, 1987; Ragone, 1997; Zerega et al, 2005). Taksonomi
tanaman sukun (Artocarpus communis Forst) adalah sebagai berikut Kingdom:
Plantae; Divisi: Magnoliophyta; Kelas: Magnoliopsida; Ordo: Urticales; Famili:
Moraceae; Genus: Artocarpus; Spesies: Artocarpus communis Forst.

Universitas Sumatera Utara

Sukun adalah tumbuhan dari genus Arthocarpus dalam famili Moraceae
yang banyak terdapat di kawasan tropik seperti Malaysia dan Indonesia. Di pulau
Jawa tanaman ini dijadikan tanaman budidaya oleh masyarakat. Tanaman ini
dikategorikan sebagai MPTS. Multipurpose Tree Species (MPTS) adalah sistem
pengelolaan lahan dimana berbagai jenis kayu ditanam dan dikelola, tidak saja
untuk menghasilkan kayu, akan tetapi juga daun-daunan dan buah-buahan yang
dapat

digunakan

sebagai

bahan

makanan

ataupun

pakan

ternak

(Suyanto dkk, 2009).

Morfologi Tanaman Sukun
Tinggi pohon sukun dapat mencapai 30 m, dapat tumbuh baik
sepanjangtahun (evergreen) di daerah tropis basah dan bersifat semi-deciduous
didaerah

yang

beriklim

monsoon

(Rajendran,

1992;

Ragone,

1997).

Batangmemiliki kayu yang lunak, tajuknya rimbun dengan percabangan
melebarke arah samping, kulit batang berwarna hijau kecoklatan, berserat
kasardan pada semua bagian tanaman memiliki getah encer. Akar tanamansukun
biasanya ada yang tumbuh mendatar/menjalar dekat permukaantanah dan dapat
menumbuhkan tunas alami (Heyne, 1987; Pitojo,1992; Ragone, 2006). Berikut ini
merupakan ciri morfologis dari tanaman sukun.
1. Pohon dan Cabang
Pohon sukun berbentuk piramida, tingginya bisa mencapai 30 meter.
Pohon sukun membentuk percabangan sejak ketinggian 1,5 m dari tanah.
Percabangan melebar ke samping. Tekstur kulitnya sedang, dan warna kulitnya
hijau kecoklat-coklatan. Pohon sukun yang dipangkas akan cepat membentuk
cabang kembali (Pitojo, 1999).

Universitas Sumatera Utara

2. Daun
Tajuk daun rimbun, bentuk daun oval panjang dengan belahan daun
simetris karena didukung oleh tulang daun yang menyirip simetris. Panjang daun
65 cm dan lebar daun 45 cm dengan tangkai daun 7 cm. Ujung daun
meruncing.Tepi daun bercangap menyirip, kadang-kadang siripnya bercabang.
Muka daun bagian atas halus dan bagian bawah kasar berbulu. Warna bagian atas
daun hijau mengkilap dan bagian bawah kusam, posisi daun mendatar dan lebar,
dan menghadap ke atas. Jarak antar daun bervariasi antara 2-10 cm (Pitojo, 1999).
3. Akar dan Perakaran
Perakaran sukun dapat dilihat dengan baik sejak di persemaian. Setelah
bibit sukun ditanam di lapangan, akar akan tumbuh dari stek akar, kemudian
membesar bulat dan memanjang diikuti dengan ranting-ranting akar yang
mengecil, disertai adanya rambut-rambut akar (Pitojo, 1999).
Letak akar masuk ke dalam tanah, ada pula yang tumbuh mendatar dan
sering tersembunyi di permukaan tanah. Panjang akar dapat mencapai 6 meter.
Warna kulit akar coklat kemerah-merahan. Tekstur kulit akar sedang, mudah
terluka dan mudah mengeluarkan getah. Apabila akar terpotong atau terluka akan
memacu tumbuhnya pertunasan (Pitojo, 1999).
4. Bunga
Bunganya berumah satu. Bunga jantan berbentuk kecil memanjang dan
bunga betina berbentuk bulat sampai bulat panjang. Kedua jenis bunga tersebut
berwarna hijau disaat muda dan setelah tua berwarna kekuningan. Umur bunga
jantan dan betina relatif pendek, bunga jantan 25 hari dan bunga betina + 90 hari,

Universitas Sumatera Utara

letaknya bunga jantan atau betina berada pada pangkal daun (Direktorat
Reboisasi, 1995).
5. Buah
Sukun termasuk buah yang berbuah sepanjang tahun. Pembentukan buah
sukun tidak didahului dengan proses pembuahan bakal biji (partenocarpy),
sehingga buah sukun tidak memiliki biji. Bakal buah terus membesar membentuk
bulat atau agak lonjong. Buah akan menjadi tua setelah 3 bulan sejak menculnya
bunga betina. Buah yang muncul awal akan menjadi tua lebih dahulu, kemudian
diikuti buah berikutnya. Tanda-tanda buah sukun tua yang siap untuk dipetik
adalah bila kulit buah yang semula kasar telah berubah menjadi halus, warna kulit
buah berubah dari hijau muda menjadi hijau kekuningan kusam. Selain itu
nampak bekas getah yang mengering. Sukun mempunyai kulit yang berwarna
hijau kekuningan dan terdapat segmen-segmen petak berbentuk poligonal pada
kulitnya. Segmen poligonal ini dapat menentukan tahap kematangan buah sukun.
Poligonal yang lebih besar menandakan buahnya telah matang sedangkan buah
yang belum matang mempunyai segmen-segmen poligonal yang lebih kecil dan
lebih padat (Alrasjid 1993 dalam LitBangHut, 2003).
Buahnya terbentuk dari keseluruhan kelopak bunganya, berbentuk bulat
atau sedikit bujur dan digunakan sebagai bahan makanan alternatif. Kulit buahnya
berwarna hijau kekuningan dan terdapat segmen-segmen petak berbentuk
poligonal. Segmen poligonal ini dapat menentukan tahap kematangan buah sukun
(Mustafa, 1998).

Universitas Sumatera Utara

Sebaran Alami danPersyaratan Tumbuh Sukun
Sebaran tanaman sukun di Indonesia meliputi Sumatera (Aceh,
SumateraUtara, Sumatera Barat, Riau, Nias, Lampung), Pulau Jawa (Kepulauan
Seribu, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Madura),Bali, Nusa
Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi (Minahasa,Gorontalo, Bone,
Makasar, Malino), Maluku (Seram, Buru, Kai, Ambon,Halmahera dan Ternate)
dan Papua (Sorong, Manokwari, pulau-pulaukecil di daerah ”Kepala Burung”
(Heyne, 1987; Pitojo, 1992; Widowati,2003; Hendalastuti dan Rojidin, 2006).
Selanjutnya nama sukun seringdikaitkan dengan daerah asalnya, antara lain sukun
Sorong, sukun Yogya,sukun Cilacap, sukun Pulau Seribu, sukun Bone dan sukun
Bawean(Pitojo, 1999).
Tanaman sukun dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 0-1100 meter
di atas permukaan laut (Siregar, 2009). Tanaman Sukun dapat tumbuh pada semua
jenis tanah (tanah podsolik merah kuning, tanah berkapur, tanah berpasir), namun
akan lebih baik bila ditanam pada tanah gembur yang bersolum dalam, berhumus
dan tersedia air tanah yang dangkal dengan pH 5-7. Tanaman sukun tidak baik
dikembangkan pada tanah yang memiliki kadar garam tinggi. Tanaman sukun
mulai berbuah pada umur 4 tahun bila ditanam di tempat terbuka dan umur tujuh
tahun bila ternaungi (Alrasjid, 1993).
Sukun juga toleran terhadap curah hujan yang sedikit maupun curah hujan
yang tinggi antara 80-100 inchi per tahun dengan kelembaban 60-80%, namun
lebih sesuai pada daerah-daerah yang cukup banyak mendapat penyinaran
matahari. Tanaman sukun tumbuh baik di tempat yang lembab sampai tempat
yang panas dengan kisaran temperature 150-380 C (Koswara, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Manfaat Tanaman Sukun
Tanaman

sukun

menghasilkan

buah yang memiliki kandungan gizi

tinggi, dan potensial dijadikan sebagai bahan makanan

pokok alternatif

pengganti beras. Buah sukun umumnya dijadikan makanan ringan/tambahan
dengan cara dibakar, rebus, digoreng dan dibuat keripik. Namun dapat pula
diolah menjadi gaplek sukun, tepung sukun dan patisukun yang selanjutnya dapat
diolah menjadi beraneka ragam

masakan (Widowati, 2003; Departemen

Pertanian, 2003). Manfaat lainnya adalah tajuknya yang rindang dan perakaran
yang dalam dan menyebar luas, menjadikan tanaman sukun sebagai tanaman yang
cocok untuk kegiatan

penghijauan dan konservasi lahan. Kayunya yang sudah

tua, dapat digunakan untuk bahan bangunan (konstruksi ringan), papan yang
dikilapkan, bahan pembuatan kotak/peti, mainan dan bahan baku pulp. Dalam
pemanfaatan rumah tangga kayu sukun bisa dijadikan sebagai kayu bakar
(Feriyanto, 2006; Purba, 2002).

Kondisi Umum DTA Danau Toba
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI (2010) menyatakan profil
Danau Toba adalah sebagai berikut:Danau Toba terbentuk sebagai akibat
terjadinya runtuhan (depresi) tektonik vulkanis yang dasysat pada zaman
Pleiopleistosen. Kaldera raksasa ini mempunyai ukuran panjang 87 km, lebar 27–
31 km;luas 1.100 km².
Ketinggian permukaan air Danau Toba yang pernah diamati dan dicatat
adalah sekitar ± 906 meter dpl (diatas permukaan laut) . Luas daerah aliran sungai
Asahan (DAS Asahan) adalah ± 4000 km² dan 90% dari luas DAS ini adalah
kawasan Danau Toba sendiri sebagai daerah tangkapan air (catchment area) yang

Universitas Sumatera Utara

dibatasi oleh pegunungan terjal, kecuali di daerah antara Porsea dan Balige
terdapat daerah dataran. Di tengah-tengah danau terdapat pulau Samosir dengan
panjang 45 km, lebar 19 km dan luas 640 km². Kedalaman air Danau Toba
berkisar 400–600 meter dan bagian terdapat di depan teluk Haranggaol (± 460
meter) dan disamping Tao Silalahi yang relatif memiliki area yang luas (± 445
meter) (LIPI, 2010).

Letak Geografi
Secara geografis Kawasan Danau Toba terletak di pegunungan Bukit.
Danau Toba terletak di Pulau Sumatera 176 Km arah Selatan Kota Medan,
merupakan danau terbesar di Indonesia dan di Asia Tenggara. Permukaan danau
berada pada ketinggian 903 meter dpl. Luas Perairan Danau Toba yaitu 1.130
Km² dengan kedalaman maksimal danau 529 meter. Total luas Daerah Tangkapan
Air (DTA) Danau Toba lebih kurang 4.311,58 Km² (LIPI, 2010).

Iklim
DTA Danau Toba termasuk ke dalam tipe iklim B1, C1, C2, D2, dan
 E2. Dengan demikian bulan basah (Curah Hujan 200 mm/bulan) berturut-turut
pada kawasan ini bervariasi antara dari 3 bulan sampai dengan 7–9 bulan,
sedangkan bulan kering (Curah Hujan 100 mm/bulan) berturut-turut antara 2–3
bulan. Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Scmidt dan Ferguson maka DTA
Danau Toba ini termasuk ke dalam tipe iklim A,B dan C (LIPI, 2010).

Curah Hujan
Curah hujan tahunan yang terdapat di kawasan Daerah Tangkapan Air
Danau Toba berkisar antara 1.700 sampai dengan 2.400 mm/tahun. Sedangkan

Universitas Sumatera Utara

puncak musim hujan terjadi pada bulan Nopember hingga Desember dengan
curah hujan antara 190–320 mm/bulan dan puncak musim kemarau terjadi selama
bulan Juni-Juli dengan curah hujan berkisar 54–151 mm/bulan (LIPI, 2010).

Suhu dan Kelembaban Udara
Suhu udara selama musim kemarau cenderung agak lebih tinggi
dibandingkan dengan selama musim hujan. Sedangkan angka kelembaban
tahunannya berkisar antara 79%–95%. Pada bulan-bulan musim kemarau
kelembaban udara cenderung agak rendah dibandingkan pada bulan-bulan musim
hujan. Evaporasi bulanan di daerah tangkapan air Danau Toba ini berkisar antara
74 - 88 mm/bulan (LIPI, 2010).

Topografi dan Tata Guna Lahan
Kondisi topografi DTA Danau Toba didominasi oleh perbukitan dan
pegunungan,

dengan

kelerengan

lapangan

terdiri

dari

datar

dengan

kemiringan(0%–8%) seluas 703,39 Km², landai (8%–15%) seluas 791,32 Km²,
agak curam (15–25%) seluas 620,64 Km², curam (25–45%) seluas 426,69
Km², sangat curam sampai dengan terjal (>45%) seluas 43,96 Km². Eksisting
penggunaan dan penutupan lahan di DTA Danau Toba terdiri dari hutan alam,
hutan rapat, hutan tanaman, hutan jarang dan kebun campuran, semak belukar,
resam, tanaman semusim, persawahan dan lahan terbuka (LIPI, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Penggunaan Berbagai Jenis Kompos Terhadap Pertumbuhan Sukun (Artocarpus communis Forst ) Pada Daerah Tangkapan Air Danau Toba, Kecamatan Haranggaol Horison

0 68 50

Pengaruh Berbagai Ketebalan Sabut Kelapa Terhadap Pertumbuhan Bibit Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst) pada DTA Danau Toba, Desa Paropo, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi

0 2 47

Persepsi Masyarakat Terhadap Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst.) di Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba, Desa Paropo I, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi

1 13 70

Persepsi Masyarakat Terhadap Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst.) di Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba, Desa Paropo I, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi

0 0 12

Persepsi Masyarakat Terhadap Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst.) di Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba, Desa Paropo I, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi

0 0 2

Persepsi Masyarakat Terhadap Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst.) di Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba, Desa Paropo I, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi

0 0 3

Persepsi Masyarakat Terhadap Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst.) di Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba, Desa Paropo I, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi

0 0 3

Persepsi Masyarakat Terhadap Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst.) di Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba, Desa Paropo I, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi

0 3 12

Pengaruh Berbagai Ketebalan Sabut Kelapa Terhadap Pertumbuhan Bibit Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst) pada DTA Danau Toba, Desa Paropo, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi

0 0 8

Pengaruh Berbagai Ketebalan Sabut Kelapa Terhadap Pertumbuhan Bibit Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst) pada DTA Danau Toba, Desa Paropo, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi

0 0 2