Kebijakan mutasi tenaga pendeta di GPM

32 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Kebijakan mutasi tenaga pendeta di GPM

Sesuai dengan data vikariat tahun 2013 yang menunjukan bahwa Sinode GPM terdapat 32 klasis dengan jumlah keseluruhan jemaat adalah yaitu 743 jemaat. Jemaat GPM tersebar di wilayah provinsi Maluku dan juga Maluku Utara dengan jumlah tenaga pendeta periode 2013 yaitu 1.165 pendeta. Lokasi GPM yang adalah wilayah kepulauan, menyebabkan koordinasi antara elemen pelayan Gereja baik dari tingkat Sinode, Klasis maupun Jemaat sangat penting agar pelayanan dapat berjalan dengan baik. Sinode GPM sebagai pimpinan tertinggi dalam organisasi melaksanakan kebijakan mutasi sebagai strategi untuk menopang pelayanan yang ada. Kebijakan ini didasarkan kepentingan pelayanan dan dapat 33 dirasakan oleh semua jemaat baik itu yang ada di wilayah mata air dan airmata PIPRIPP 2010-2015. Mutasi tenaga pendeta yang dilakukan oleh Sinode GPM saat ini telah mengalami perkembangan yang lebih baik dibandingkan dengan yang dulu. Hal ini dijelaskan oleh salah seorang pendeta GPM yang melayani di jemaat kota Ambon. Pendeta tersebut menyebutkan bahwa Sinode melakukan berbagai perubahan terkait dengan mutasi ini, yang salah satunya yaitu sistem keuangan Gereja 70:30. Melalui sistem keuangan ini, maka pelayanan yang dilakukan khususnya di jemaat air mata semakin membaik dan secara langsung berdampak pada kebijakan mutasi. Selain keadaan keuangan jemaat semakin baik, presentase pendeta yang terlalu lama di jemaat semakin berkurang dan gaji pendeta dengan rutin dapat diterima. Kondisi pelayanan yang semakin membaik di lingkungan GPM berkaitan erat dengan kebijakan mutasi yang dilakukan oleh Sinode yang memiliki 34 wewenang untuk mengaturnya. Sebagaimana yang tercantum dalam peraturan mutasi tahun 2008, Badan Pekerja Harian Sinode memiliki wewenangi, yaitu: 1 mengatur kebijakan mutasi terhadap semua pelayan organik Gereja. 2 mempertimbangkan dengan seksama usul dan saran Badan Pekerja Klasis terhadap pelayan organik Gereja keluar klasis, atau penempatan pelayan organik gereja ke dalam klasis. 3 mengambil keputusan akhir berhubungan dengan kasus pelanggaran displin oleh pelayan organik Gereja. 4 mengangkat dan mempekerjakan pelayan organik gereja didalam lembaga-lembaga gereja di luar GPM. Sinode GPM dalam mengatur mutasi ini dibantu oleh Badan Pekerja Klasis. Wewenang yang dimiliki Badan Pekerja Klasis seperti diatur dalam peraturan mutasi tenaga pendeta 2008 adalah: 1 mempertimbangkan dengan seksama pelayan organik Gereja yang akan dipindahkan tenang kekhasan situasi dan probelamtik pelayanan. 2 mengambil keputusan yang bersifat sementara berhubungan dengan kasus 35 pelanggaran displin oleh pelayan organik gereja. 3 mengusulkan muatsi terhadap pelayan organik gereja kepada BPH Sinode GPM dengan menyampaikan pertimbangan-pertimbangan tentang kekhasan wilayah tempat tugas dan bobot tugas yang akan diemban oleh pelayan organik gereja yang baru. Berdasarkan peraturan mutasi pegawai dan pelayan organik GPM dalam Tata Gereja GPM tahun 1998, Bab III mutasi pelayan organik dalam hal ini pendeta dalam lingkungan GPM dilaksanakan dalam empat bentuk yaitu: 1 Mutasi Rutin berlaku bagi pegawai dan Pelayan Organik Gereja apabila yang bersangkutan telah memenuhi masa tugas dan fungsi jabatan selama lima tahun dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan. 2 Mutasi karena kepentingan pelayanan gerejawi, berlaku bagi Pegawai dan Pelayan Organik yang memenuhi persyaratan khusus terpilih dalam jabatan-jabatan fungsional atau struktural di 36 dalam atau di luar lingkungan GPM dan bentuk mutasi ini tidak mengenal masa tugas. 3 Mutasi karena pelanggaran displin gereja, berlaku bagi para pegawai dan pelayan organik gereja yang sikap, perbuatan dan jalan pikirannya terang-terangan melanggar Firman Allah, Tata Gereja dan Peraturan-Peraturan Gereja yang berlaku. 4 Mutasi karena mengikuti suamiistri, berlaku bagi para pegawai dan pelayan organik. Wanitapria yang telah berkeluarga baik dengan suamiistri dalam status pegawai dan pelayan organik atau bukan pegawai dan pelayan organik gereja. Selanjutnya prosedur pelaksanaan untuk empat mutasi diatas yang diatur dalam peraturan mutasi pendeta 2008, yaitu: 1. Untuk mutasi rutin berlaku prosedur yaitu: 1 Badan Pekerja Klasis atau Pimpinan UnitLembaga menyampaikan pertimbangan- 37 pertimbangan kepada Badan Pekerja Harian Sinode GPM tentang kapasitas pegawai dan pelayan organik GPM berbagai bobot tugas yang diemban disertai gambaran perkembangan pekerjaan dan usul resmi tentang pengakhiran tugas atau perpanjang tugas yang bersangkutan, 2 Bilamana tenaga pegawai dan pelayan organik gereja di lingkungan Klasis atau unitlembaga gerejawi berdasarkan penilaian masih dibutuhkan maka: a. Badan Pekerja Klasis atau unitlembaga gerejawi menyampaikan surat permohonan perpanjangan tugas kepada BPH Sinode GPM. b. BPH Sinode mempertimbangkan dan mengeluarkan Surat Keputusan untuk menetapkan perpanjangan tugas atau mutasi tempat bagi pegawai dan pelayan organik gereja di lingkungannya serta 38 mutasi untuk wilayah KlasisUnit kerja bagi pegawai dan pelayan organik gereja di lingkungannya serta mutasi untuk wilayah KlasisUnit kerja bagi pegawai dan pelayan organik, yang atas usul BPK dan pimpinan UnitLembaga perlu dimutasikan. 2. Mutasi karena kepentingan pelayanan, berlaku prosedur: 1 Badan Pekerja Klasis atau pimpinan UnitLembaga dan BPH Sinode melakukan percakapan pendahuluan dengan yang bersangkutan dan bila perlu dengan keluarganya. 2 Selanjutnya percakapan persiapan dilakukan dengan Majelis Jemaat, Badan Pekerja Klasis atau pimpinan unitlembaga tempat bekerja pegawai dan pelayan organik tersebut. 3 Dengan memperhatikan bobot dan sifat tugas serta tempat kerja pegawai dan pelayan organik tersebut, BPH Sinode dapat segera 39 mengeluarkan Surat Keputusan Mutasi dan penempatan pegawai dan pelayan organik mutasi. 4 Bagi jabatan-jabatan pilihan karena kebutuhan organisasi seperti keanggotaan Badan Pekerja Klasis dan BPH Sinode, prosedur sebagaiman disebutkan diatas dinyatakan tidak berlaku. 3. Mutasi karena pelanggaran displin gereja, berlaku ketentuan peraturan displin GPM, dengan catatan pengisian lowongan jabatan dilakukan oleh Badan Pekerja Klasis atau BPH Sinode, paling lama satu bulan pegawai dan pelayan organik tersebut dibebas-tugaskan. 4. Mutasi karena mengikuti suami, berlaku prosedur: 4.1 Bila suami yang bersangkutan adalah pegawai dan pelayan organik gereja: a Pegawai dan pelayan organik tersebut wajib menyampaikan permohonan tertulis 40 kepada BPH Sinode melalui Badan Pekerja Klasis atau pimpinan unitlembaga tempat bekerja dengan melampirkan Surat Keputusan Mutasi suami. b Setelah mempertimbangkan permohonan yang bersangkutan, maka Surat Keputusan mutasi mengikuti suami dikeluarkan oleh Badan Pekerja Harian Sinode GPM. c Penempatan di tempat tugas yang baru, dapat dilakukan oleh BPH Sinode GPM atas usul BPK atau pimpinan unitlembaga tempat bekerja, bilamana ada lowongan tugas dan kerja. Dalam hal tersebut, pelayan organik gereja pendeta dan penginjil dapat tetap melaksanakan fungsinya membantu suami. Bagi pegawai gereja, ia untuk sementara berstatus dengan cuti diluar tanggunggan gereja sampai tersedia lowongan. 41 4.2 Bilamana suami yang bersangkutan adalah PNSABRISwasta a Pegawai dan pelayan organik tersebut wajib menyampaikan permohonan tertulis kepada BPH Sinode melalui Badan Pekerja Klasis atau pimpinan unitlembaga tempat bekerja, dengan melampirkan Surat Keputusan mutasi dari InstansiLembaga tempat suaminya bekerja. b Setelah mempertimbangkan permohonan yang bersangkutan maka BPH Sinode mengeluarkan Surat Keputusan mutasi mengikuti suami. c Penempatan yang bersangkutan selama tugas dan jabatan yang baru tergantung dari lowongan yang tersedia. Sambil menunggu pelayanan penempatan pelayan organik tersebut dapat melaporkan diri ke Badan Gerejawi setempat untuk membantu pelayan jemaat. Bagi seorang pegawai 42 gereja, ia untuk sementara menjalankan cuti diluar tanggungan gereja, sambil menunggu lowongan tersedia. Kebijakan mutasi yang dilakukan menurut pihak Sinode GPM memiliki tiga tujuan, yaitu: 1 Meningkatkan kualitas pelayanan dalam jemaat. Ketika pendeta dipindahkan dari satu jemaat ke jemaat yang lain, maka ada berbagai pengalaman yang didapatkan. Pengalaman yang didapatkan di jemaat sebelumnya akan sangat membantu saat melayani di jemaat baru. Selain itu pelayanan yang dilakukan nantinya sesuai dengan kebutuhan jemaat yang ada. 2 Mengatasi kebosanan dan juga konflik. Terlalu lama pendeta di jemaat akan menimbulkan kebosanan dalam diri pendeta yang secara langsung akan berdampak pada pelayanan yang dilakukannya. Biasanya tahun pertama seorang pendeta di jemaat akan beradaptasi da mempelajari kondisi jemaat yang ada. Kemudian 43 tahun kedua, ketiga dan keempat adalah tahun dimana pendeta berkarya melalui pelayanan yang dilakukan sasaran pelayanan. Ketika masuk tahun kelima dan seterusnya, pendeta mulai bosan dengan kondisi pelayanan yang ada dan hal ini akan mematikan semangat pelayanan. Maka dari itu, tahun kelima dipandang sebagai masa yang tepat untuk memutasikan pendeta yang ada. Sehingga bukan saja pendeta yang butuh penyegaran tetapi juga dengan umat. 3 Mengembangkan perspektif bergereja yang komprehensif. Tujuan mutasi yang ketiga ini merupakan tujuan utama Sinode GPM melakukan kebijakan mutasi. Dengan melihat banyak kasus pendeta yang menolak SK mutasi ke wilayah airmata dengan alasan ekonomi, membuat sehingga kebijakan mutasi dan penempatan pendeta GPM semakin diperketat oleh Sinode. Pendeta GPM diharapkan tidak hanya melihat GPM sebagai satu jemaat atau 44 klasis saja tetapi secara menyeluruh. Dengan tiba-tiba ditempatkan di wilayah tenggara airmata atau dimana saja merupakan bagian dari proses untuk mengubah cara pandang bergereja secara baik. Seperti yang sudah dikemukan diatas terkait dengan tujuan GPM melakukan kebijakan mutasi ini, maka yang perlu diketahui bahwa Sinode GPM tidak merumuskan tujuan mutasi ini didalam peraturan mutasi tenaga pendeta tahun 2008 secara tertulis. Tujuan mutasi diatas diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak-pihak yang mengatur mutasi dalam hal ini wakil sekum GPM dan juga kepala personalia dan pensiunan. Hal ini sangat disayangkan ketika GPM tidak menuangkan dan memasukan tujuan mutasi dalam peraturan yang ada. Tidak ada landasan yang kuat yang mendasari kebijakan dan pelaksanaan mutasi, sehingga ditakutkan akan timbul kendala- kendala terkait kebijakan ini. Ketika tujuan mutasi ini bersumber dari pandangan-pandangan para pimpinan 45 di Sinode GPM, ditakutkan bila ada pergantian pimpinan Sinode maka tujuan mutasi ini pun akan berbeda-beda pula. Selanjutnya konsep mutasi pendeta sedikit berbeda dengan organisasi profit dimana mutasi ini merupakan strategi untuk membina tenaga pendeta yang berkaitan dengan amanat pengutusannya. Amanat pengutusan seorang pendeta yaitu bersedia ditempatkan dimana saja baik itu jemaat perkotaan maupun jemaat pedesaan dan kapan saja tanpa ada pendeta yang selama-lamanya di suatu jemaat. Hal ini juga berlaku bagi semua pendeta GPM, dalam amanat pengutusan bersedia ditempatkan di semua wilayah GPM. Pengutusan mereka sebagai seorang pelayan Tuhan di wilayah GPM dimulai dengan ditempatkan di wilayah yang jauh airmata dengan masa pelayanan lima tahun. Kemudian setelah lima tahun pendeta tersebut akan ditempatkan di wilayah yang dekat atau mata air. Dengan begitu, pendeta yang adalah seorang pelayan 46 Tuhan adalah orang-orang yang melayani dan diutus dengan sebuah “keterpanggilan”. Selain itu, panggilan untuk melayani umat Allah ini dengan jelas disampaikan oleh Rasul Paulus dalam I Petrus 5:2-3. Melalui suratnya itu, Paulus mengingatkan para pelayan Tuhan memiliki tanggung jawab untuk memelihara kehidupan iman umat dengan cara selalu memperhatikan dan memberi makanan rohani kepada mereka. Allah sendiri memilih mereka untuk menggembalakan, menuntun serta menolong umat untuk mencapai kualitas iman dan hidup yang baik Sasirais, 2011. Sehingga penting sekali para pelayan Tuhan memiliki rasa pengabdian yang tinggi dan menjadi seorang pelayan yang rendah hati servant leaderhip. Mengacu pada hal diatas, maka pemberdayaan umat merupakan fokus utama pelayanan yang dilakukan oleh GPM sesuai dengan hasil wawancara dengan wakil sekum. Sehingga GPM memiliki profil pelayan yang mengutamakan pembangunan karakter dalam hal ini pembangunan 47 pengetahuan dan skill para pelayan. Hal ini terkait dengan pemberdayaan umat baik secara rohani dan kehidupan ekonomi. Mutasi atau pemindahan ini terjadi bukan karena pendeta itu bermasalah atau kinerjanya tidak baik, tetapi diharapkan adanya peningkatan kualitas pelayanan Strauch, 1992. Hal ini juga yang berlaku dalam kebijakan mutasi pendeta di GPM. Jika kembali melihat pada tujuan Sinode GPM melakukan mutasi ini bahwa peningkatan kualitas dari seorang pelayanan sangat diharapkan. Peningkatan kualitas tenaga pendeta di GPM dapat terjadi melalui pengalaman- pengalaman yang diperoleh dari tiap jemaat dengan karakteristik umat dan pelayanan yang berbeda. Tidak semua jemaat memiliki warna pelayanan yang sama, jemaat kota pastilah berbeda dengan jemaat desa. Sehingga cara pendeta melayani dan memimpin suatu jemaat juga berbeda. Dengan demikian, perbedaan dan karakteristik tiap jemaat ini secara langsung akan 48 mempengaruhi kemampuan dan kualitas pelayanan dari pendeta yang ada. Peningkatan kualitas pelayanan ini juga tidak akan terjadi jika seorang pendeta tidak memaknai tugas panggilannya sebagai seorang pelayan Tuhan. Pemahaman para pendeta sebagai seorang pelayan Tuhan yang harus dimutasikan kemana saja sangat berpengaruh ketika mereka memiliki motivasi yang tinggi untuk melayani. Terkadang banyak sekali pendeta yang gagal melayani hanya karena orientasi mereka bukan lagi pelayanan tetapi materi. Ada seorang pendeta dari awal penempatan di daerah kota yang terbiasa dengan keadaan ekonomi jemaat yang maju dan pendeta tersebut memiliki bisnis di Ambon. Ketika suatu waktu akan dimutasikan ke jemaat desa yang keadaan ekonomi berbanding terbalik dengan jemaat kota, pendeta tersebut menolaknya. Kenyataan ini merupakan salah satu contoh bahwa ada beberapa pendeta yang karena terbiasa dengan kehidupan kota dan keadaan ekonomi jemaat yang mapan. Akhirnya 49 menjadikannya lupa bahwa fokus utamanya adalah melayani umat dimana saja dan apapun keadaan umat yang dilayani. Dengan melihat kenyataan diatas, maka salah satu tujuan mutasi dalam lingkungan GPM yaitu mengembangkan perspektif bergereja yang komprehensif. Tujuan mutasi ini dicetuskan dengan melihat banyak kasus pendeta yang menolak dimutasikan ke wilayah airmata dengan berbagai alasan. Salah satu alasan pendeta menolak untuk dimutasikan seperti sudah dijelaskan diatas bahwa faktor ekonomi menjadi salah satunya. Selain alasan ekonomi, ada juga alasan lain yang menurut pihak Sinode GPM bisa ditolerir seperti alasan keluarga dan kesehatan pendeta. Seorang pendeta GPM sangat diharapkan bukan saja melihat GPM hanya sebagai satu jemaat atau satu klasis saja, tetapi secara menyeluruh. Melalui proses penempatan di wilayah airmata atau di wilayah GPM dimana saja merupakan 50 bagian dari proses mengembangkan persepktif bergereja yang komprehensif. Setiap organisasi memerlukan sebuah perencanaan yang baik supaya nantinya tujuan yang ingin dicapai menjadi jelas. Begitu juga dengan Sinode GPM dalam kaitannya dengan mutasi pendeta ini. Melalui rangkuman hasil pengamatan dan wawancara, maka Sinode dalam hal ini telah melakukan perencanaan yang baik. Perencanaan untuk mutasi pendeta GPM ini didasarkan pada kebutuhan umat pelayanan dan juga daya dukung keuangan jemaat. Oleh karena itu, penting bagi Sinode untuk memperkuat aturan mutasi yang ada dengan segala konsekuensi bagi pendeta jika melanggar aturan. Kemudian untuk menopang agar perencanaan mutasi berjalan dengan baik, seharusnya Sinode GPM mempunyai database yang akurat tentang semua pejabat Gereja dan juga keluarganya. Kemudian untuk fungsi pengorganisasian dalam proses mutasi menurut Manullang yang dikutip oleh Suryaningsih 2012, melakukan hubungan langsung, 51 merumuskan tugas, wewenang, tanggung jawab, dan kriteria keberhasilan yang jelas terhadap setiap individu dalam organisasi, menciptakan sistem komunikasi dan informasi yang efektif dalam organisasi, melakukan kontrol yang efektif terhadap pelaksanaan mutasi disesuaikan dengan perubahan yang terjadi. Jika hal ini dikaitkan dengan mutasi pendeta GPM, maka ada perumusan tugas dan tanggung jawab terkait kebijakan mutasi ini. Dalam arti bahwa ada sekum, wakil sekum, kepala personalia dengan dibantu oleh Klasis yang memiliki wewenang, tugas, tanggung jawab yang berbeda-beda terkait kebijakan dan pelaksanaan mutasi ini. Tiap-tiap individu maupun kelompok ini secara bersama-sama dalam suatu komunikasi dan infomasi yang terarah saling bekerja sama dalam rangka mutasi pendeta ini dapat berjalan dengan baik. Fungsi pengawasan controlling perlu dilakukan oleh lembaga tertinggi gereja terhadap kebijakan dan pelaksanaan mutasi pendeta. pengawawasan dilakukan agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpanganan 52 sehingga tujuan organisasi dapat terus terarah Wiryoputro, 2004. Terkait dengan kebijakan dan penempatan pendeta, Sinode harus terus melakukan pengawasan terhadap Klasis yang secara langsung dalam GPM sangat menentukan mutasi seorang pendeta. Ketika Klasis memberikan laporan kinerja dari pendeta, seharusnya Sinode melakukan pengecekan ulang terkait dengan kinerja pendeta dengan bekerja sama dengan majelis jemaat yang ada. Selain itu, fungsi pengawasan juga melibatkan majelis jemaat terkait dengan pemindahan dan penempatan seorang pendeta di suatu jemaat. Misalnya pendeta yang melayani dan memimpin jemaat dengan gaya otoriter atau pendeta melakukan pelanggaran disiplin gereja, maka tugas majelis jemaat untuk melaporkan hal tersebut kepada Klasis dan kemudian Klasis melanjutkannya ke Sinode. Fungsi pengarahan erat kaitannya dengan fungsi pengawasan dimana pimpinan Sinode mengatur mutasi memberikan bimbingan, saran, dan intruksi terhadap Klasis. Sinode GPM terkait dengan kebijakan mutasi ini 53 harus selalu memberikan pendampingan berupa bimbingan dan saran kepada Klasis yang akan bertugas untuk memberikan laporan kinerja tentang pendeta yang ada dalam wilayahnya. Sehingga penting sekali pendampingan yang diberikan, agar nantinya laporan kinerja dan usulan memutasikan seorang pendeta selalu berjalan sesuai dengan tata aturan yang berlaku dan tidak bersifat subjektif. Setelah itu fungsi manajemen kristiani yang terakhir yaitu fungsi pengkoordinasian. Fungsi ini sangat penting dilakukan untuk mengikat, menyatukan dan menyelaraskan semua aktivitas dan usaha yang dilakukan oleh organisasi dengan melakukan kerja sama yang baik antara pimpinan tertinggi dan bawahan. Tanpa koordinasi dengan pihak-pihak yang secara langsung berkaitan dengan mutasi ini, maka perencanaan yang sudah dibuat dengan matang tidak dapat berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku. Fungsi ini sudah dilakukan dengan baik oleh pihak Sinode GPM, akan tetapi perlu ditingkatkan lagi dengan 54 melibatkan pihak majelis jemaat. Dengan pertimbangan bahwa selain Klasis, pihak majelis jemaat yang lebih mengetahui dan menyaksikan perkembangan pelayanan dari pendeta yang ada dalam jemaat. Dengan demikian, Sinode sebagai pemimpin tertinggi membuat kebijakan mutasi bukan saja dengan pertimbangan terhadap kebutuhan organisasi saja. Akan tetapi, kebutuhan dari umat yang dilayani juga haruslah dijadikan acuan dalam membuat kebijakan mutasi ini dengan tidak melupakan kepentingan pendeta dan keluarganya. Selain itu, GPM harus mempunyai landasan yang kuat terutama landasan teologi terkait dengan kebijakan ini. Sehingga tidak ada lagi penyimpangan dan kendala yang timbul akibat tidak mempunyai landasan teologi yang kuat yang tertuang dalam sebuah peraturan tertulis. Sinode melalui Sidang Sinode yang dilakukan setiap lima tahun sekali harus selalu mengevaluasi setiap kebijakan mutasi yang ada. Dengan tujuan agar kebijakan mutasi ini dapat menjawab setiap kebutuhan 55 umat dengan memperhatiakan setiap perubahan yang terjadi di lingkungan GPM. Semua hal itu dapat dilakukan apabila ada koordinasi yang baik dengan berbagai pihak-pihak yang ada yaitu Klasis dan juga majelis jemaat, serta memerlukan komunikasi yang terarah.

4.2 Pelaksanaan Mutasi Pendeta GPM

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Indonesia dalam Pemahaman Pendeta Gereja Protestan Maluku (GPM) T2 752011022 BAB I

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Indonesia dalam Pemahaman Pendeta Gereja Protestan Maluku (GPM) T2 752011022 BAB II

1 6 38

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Indonesia dalam Pemahaman Pendeta Gereja Protestan Maluku (GPM) T2 752011022 BAB IV

0 0 29

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Indonesia dalam Pemahaman Pendeta Gereja Protestan Maluku (GPM) T2 752011022 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Mutasi Pendeta-Pendeta di GKPB Ditinjau dari Manajemen Gerejawi T1 712007015 BAB IV

0 1 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Mutasi Tenaga Pendeta: Suatu Analisis tentang Mutasi Tenaga Pendeta di GPM

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Mutasi Tenaga Pendeta: Suatu Analisis tentang Mutasi Tenaga Pendeta di GPM

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Mutasi Tenaga Pendeta: Suatu Analisis tentang Mutasi Tenaga Pendeta di GPM T2 912013020 BAB V

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Mutasi Tenaga Pendeta: Suatu Analisis tentang Mutasi Tenaga Pendeta di GPM T2 912013020 BAB II

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Mutasi Tenaga Pendeta: Suatu Analisis tentang Mutasi Tenaga Pendeta di GPM T2 912013020 BAB I

0 0 9