Penelitian Terdahulu Tinjauan Pustaka

d. Strategi kebijakan moneter tanpa “jangkar” Dalam rangka mencapai kinerja perekonomian yang memuaskan seperti inflasi yang rendah dan stabil serta pertumbuhan ekonomi yang sehat, beberapa negara lebih memilih strategi kebijakan moneter tanpa mengungkapkan penargetan secara tegas. Akan tetapi, bank sentral tersebut tetap memberikan perhatian dan komitmen untuk mencapai tujuan akhir kebijakan moneter. Sebagai salah satu contoh adalah bank sentral Amerika Serikat yang tidak menyebutkan secara tegas mengenai jangkar nominal yang digunakan. Walaupun di Amerika Serikat strategi ini telah berhasil, strategiini dianggap kurang terbukatransparan sehingga masyarakat cenderung mereka-reka maksud dan tujuan kebijakan yang dikeluarkan oleh bank sentral. Hal ini dapat memicu ketidakpastian di pasar mengenai prospek perkembangan harga dan output. Ketidaktegasan strategi tersebut juga dapat menurunkan akuntabilitas bank sentral di mata masyarakat dan parlemen karena tidak adanya criteria keberhasilan pencapaian kebijakan moneter yang umumnya ditentukan terlebih dahulu.

2.1.10. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang memberikan sumbengan pada kerangka pikir pada penelitian ini diantaranya adalah sebagaimana dirangkum dalam tabel 2.1. Tabel 2.1 Penelitian sebelumnya Peneliti, tahun Judul, Lokasi Variabel Tujuan Hasil David Y Chen, 2005 Foreign Direct Investment in the United States: Interest Rate and Exchange Rate PMA, tingkat bunga, nilai tukar, inflasi Menjelaskan proporsi fluktuasi PMA yang diterangkan oleh variabel tingkat bunga dan nilai tukar Nilai tukar lebih berpengaruh dalam menjelaskan fluktuasi PMA dibandingkan dengan tingkat bunga Romauli Nainggo lan, 2004 Analisis Suku Bunga di Indonesia Model Taylor Rule Tingkat bunga, inflasi, Output Gap Mengetahui layak tidaknya model Taylor diterapkan di Indonesia Suku bunga model Taylor layak diterapkan di Indonesia. Solikin, 2005 Respons Kebijakan Moneter yang Optimal di Indonesia: The State- Contingent Rule? • inflasi domestik IHK, • tingkat output PDB, • tingkat pengangguran • besaran moneter, M0dan M1, • suku bunga, • nilai tukar, • indeks harga saham, • inflasi luar negeri, • suku bunga luar negeri, LIBOR Menjawab isu-isu strategis yang terkait dengan penerapan kebijakan moneter yang optimal di Indonesia, terutama yang terkait dengan perumusan kerangka kerja kebijakan moneter yang optimal dikaitkan dengan perumusan respons kebijakan yang sesuai dengan karakteristik dasar perekonomian Indonesia. Walaupun suku bunga dan uang primer sama- sama berperan signifikan dalam mempengaruhi perkembangan sasaran akhir kebijakan moneter, suku bunga SBI terlihat lebih superior dibandingkan uang primer. Penelitian ini pada dasarnya merupakan replikasi dari penelitian Chen 2005, yang bertujuan untuk menganalisis variabel mana yang lebih berperan antara tingkat bunga dan nilai tukar dalam menjelaskan fluktuasi PMA di Amerika Serikat. Perbedaan yang terdapat dalam penelitian ini adalah pada lokasi dan periode pengamatan, serta pada tujuan penelitian dimana pada penelitian ini dilanjutkan dengan analisis kebijakan moneter terkait dengan variabel yang lebih berperan relatif dalam menjelaskan fluktuasi PMA di Indonesia. Jika inflasi merupakan variabel yang paling berperan secara relatif dibandingkan dengan variabel moneter lainya dalam menjelaskan fluktuasi PMA, maka kebijakan inflation targeting layak diterapkan. Pendekatan Taylor Rule dipilih dalam rangka menjelaskan bahwa penentuan tingkat bunga dapat dipergunakan sebagai dasar untuk mencapai target inflasi yang ditentukan. Hal ini sebagaimana disimpulkan dari penelitian Solikin 2005 bahwa tingkat bunga lebih superior digunakan dibandingkan dengan jumlah uang beredar sebagai sasaran operasional dalam mencapai sasaran akhir inflasi dalam kerangka inflation targeting. Demikian juga dengan hasil penelitian Nainggolan 2004 yang menyimpulkan bahwa penggunaan suku bunga model Taylor Rule layak untuk diterapkan di Indonesia.

2.2 Kerangka Pemikiran Teoritis

Dalam rangka pembiayaan pembangunan masuknya modal asing masih menjadi satu kebutuhan bagi pemerintah. Hal ini karena kurangnya tabungan domestik untuk membiayai investasi dalam rangka mencapai target tingkat pertumbuhan ekonomi. Fundamental ekonomi yang kuat sangat diperlukan untuk menjaga kepercayaan investor, disamping faktor non ekonomi yang juga berpengaruh terhadap PMA, seperti sosial politik, kelembagaan, infrastruktur fisik, dan tenaga kerja. Dalam rangka memperkuat fundamental ekonomi, peran pemerintah melalui berbagai kebijakan dipandang perlu untuk menciptakan stabilitas ekonomi, terutama melalui stabilitas moneter, yang meliputi stabilitas nilai tukar, stabilitas harga dan stabilitas tingkat bunga. Oleh karena itu, kebijakan moneter yang tepat harus diarahkan untuk menciptakan stabilitas moneter yang kondusif bagi masuknya modal asing. Bank sentral, dalam hal ini Bank Indonesia sebagai otoritas moneter diharapkan mampu berperan serta dalam mendorong PMA melalui penetapan tingkat bunga yang mendorong stabilitas nilai tukar rupiah. Evaluasi atas kebijakan tersebut diperlukan untuk mengetahui apakah kebijakan yang telah diambil selama ini mampu mendorong perkembangan PMA. Selain itu, peran Penanaman Modal Asing PMA sebagai salah satu sumber pembiayaan untuk mempercepat pembangunan telah dirasakan manfaatnya oleh banyak negara. Aliran modal asing memiliki beberapa keunggulan dibandingkan modal domestik, terutama terkait dengan masalah ketersediaan valuta asing untuk pembiayaan impor dalam investasi itu sendiri.