4.3 Perkembangan Nilai Tukar
Dalam tiga dekade terakhir, Bank Indonesia telah melakukan beberapa kali perubahan sistem nilai tukar yang berbeda-beda yaitu:
Tabel 4.2 Perkembangan sistem nilai tukar
Periode Sistem Nilai Tukar
1960-an Multiple Exchange System
Agustus 1971 – November 1978 Nilai Tukar Tetap
November 1978 – September 1992 Mengambang terkendali
September 1992 – Agustus 1997 Managed floating dengan crawling band
system Agustus 1997 –sekarang
Sistem mengambang bebas
Kondisi perkembangan besaran nilai tukar adalah sebagaimana dijelaskan pada yang diagram 4.3.
Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia, berbagai edisi Pada masa sebelum krisis Indonesia masih menganut sistem nilai tukar
mengambang terkendali. Dengan sistem tersebut, pemerintah menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan spread tertentu. Untuk menjaga
kestabilan nilai tukar rupiah, pemerintah melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas dan batas bawah dari spread. Oleh karena itu besaran nilai tukar
rupiah selalu stabil pada kisaran antara Rp 2.000,00 sampai dengan Rp 4.000,00 per US dollar. Hal ini menyebabkan kondisi perekonomian yang relatif stabil karena tingkat nilai
tukar merupakan faktor yang berpengaruh besar dalam kegiatan perekonomian terkait dengan sektor riil. Biaya produksi, ekspor dan impor sangat tergantung pada tinggi
rendahnya nilai tukar, sehingga stabilitas nilai tukar ini menjadi bagian penting dari pertimbangan investasi.
Pada saat sama pemerintah juga menjadikan tingkat suku bunga sebagai instrumen moneter respon kebijakan untuk merespon laju inflasi. Peningkatan suku
bunga SBI sertifikat bank Indonesia menyebabkan peningkatan pada suku bunga pasar uang antar bank PUAB dan suku bunga simpanan yang akhirnya akan meningkatkan
RupiahUS doll
ar
Tahun
interest rate differential yang mendorong peningkatan capital inflow dan pada akhirnya
akan mempengaruhi besaran nilai tukar. Sebagai respon terhadap adanya tekanan depresiasi yang sangat besar terhadap nilai
tukar rupiah, pada bulan Agustus 1997 Indonesia terpaksa merubah sistem nilai tukar dari mengambang terkendali managed floating menjadi mengambang bebas independently
floating . Hal serupa telah dilakukan oleh nagara-negara Asia lainnya yang mengalami
krisis, yaitu Thailand, Filipina dan Korea. Sedangkan Malaysia sebaliknya yaitu menetapkan kebijakan nilai tukar tetap.
Bila kebijakan nilai tukar soft pegged atau adjustable pegged harus ditinggalkan, sistem nilai tukar yang seperti apa yang cocok untuk diterapkan di Indonesia? Ada
beberapa alternatif sistem nilai tukar, yaitu mangambang bebas, sistem nilai tukar super tetap dengan prasyarat kontrol arus kapital, atau Indonesia dan negara-negara lain
membentuk unifikasi mata uang regional seperti yang dilakukan negara-negara ekonomi Eropa.
Dari karakteristik sistem nilai tukar yang ada, nilai tukar mengambang bebas mempunyai tingkat kemandirian kebijakan moneter yang lebih besar. Arahan kebijakan
sistem nilai tukar dalam Propenas sebenarnya sudah mengarahkan Indonesia mengimplementasikan kebijakan nilai tukar mengambang bebas. Dalam propenas
disebutkan bahwa kebijakan yang perlu ditempuh adalah mengurangi gejolak dan resiko perubahan nilai tukar dengan diterapkannya sistem nilai tukar mengambang. Tetapi yang
menjadi pertanyaan adalah sistem nilai tukar mengambang bebas yang seperti apa yang dapat menjamin stabilitas ekonomi dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang
berkesinambungan.
Berdasarkan monetary policy rules, secara umum sistem nilai tukar mengambang dibagi menjadi 2 yaitu: sistem nilai tukar mengambang bebas dengan target uang beredar
money based target dan sistem nilai tukar mengambang bebas dengan target inflasi inflation targeting.
Sejak tahun 1997 Indonesia secara de jure telah menerapkan sistem nilai tukar mengambang bebas dengan money based target. Kinerja sistem ini, selama kurun waktu
penerapannya, belum dapat disimpulkan bahwa sistem tersebut tidak memadai diterapkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan Indonesia, secara de facto, tidak menerapkan secara
konsisten kebijakan nilai tukar mengambang bebas, sehingga belum dapat dikatakan bahwa kebijakan nilai tukar mengambang bebas dengan money based target tidak lebih
baik dari sistem nilai tukar mengambang bebas dengan inflation targeting. Bank Indonesia pada dasarnya memiliki 3 kemungkinan sasaran, yaitu
menetapkan pertumbuhan base money atau uang primer, menetapkan sasaran laju inflasi dan menetapkan nilai tukar. Pilihan diantara sasaran-sasaran ini tergantung pada keadaan
perekonomian dunia dan laju inflasi. Sejak timbulnya krisis, dalam kerangka mengendalikan laju inflasi yang meningkat tajam dan mengarah pada hyperinflation,
fokus kebijakan moneter adalah pada pertumbuhan base money. Money based targeting ini telah berhasil menurunkan laju inflasi menjadi satu digit.
Dengan membaiknya kondisi Indonesia, tingkat inflasi dan tingkat bunga yang menurun, nilai tukar menguat dan volatilitasnya menurun, dan defisit fiskal yang terus
menurun maka lebih memungkinkan bagi penerapan inflation targeting. IT merupakan instrumen terbaik untuk menurunkan inflasi hingga ke tingkat 4-5.
Mundell 2001 menekankan bahwa dalam mengupayakan stabilisasi nilai tukar diperlukan : 1kepemimpinan yang kuat, 2 pemahaman terhadap sistem dan adanya
konsensus dari sektor-sektor penggerak perekonomian; 3 cadangan devisa yang relatif besar; 4 komitmen kebijakan moneter untuk melindungi neraca pembayaran; 5
tercapainya keseimbangan anggaran. Jika semua terpenuhi, manfaatnya terhadap perdagangan dan investasi sangat besar.
4.4 Perkembangan Inflasi