Penambahan Probiotik Starbio pada Suplemen Multinutrisi Terhadap Analisis Usaha Sapi Bali (Bos sondaicus).

(1)

PENAMBAHAN PROBIOTIK STARBIO PADA SUPLEMEN

MULTINUTRISI TERHADAP ANALISIS USAHA

SAPI BALI (Bos sondaicus)

SKRIPSI

Oleh : SALWA PUTRA

060306019

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

PENAMBAHAN PROBIOTIK STARBIO PADA SUPLEMEN

MULTINUTRISI TERHADAP ANALISIS USAHA

SAPI BALI (Bos sondaicus)

SKRIPSI

Oleh : SALWA PUTRA 060306019/PETERNAKAN

Skipsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

Judul Skripsi : Penambahan Probiotik Starbio pada Suplemen

Multinutrisi Terhadap Analisis Usaha Sapi Bali (Bos sondaicus)

Nama : Salwa Putra

NIM : 060306019

Program Studi : Peternakan

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Ir. Edhy Mirwandhono, M.Si. Prof. Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP. Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Ristika Handarini, MP. Ketua Program Studi Peternakan


(4)

ABSTRAK

SALWA PUTRA: Penambahan Probiotik Starbio pada Suplemen Multinutrisi

Terhadap Analisis Usaha Sapi Bali (Bos sondaicus). Dibimbing oleh EDHY MIRWANDHONO dan ZULFIKAR SIREGAR.

Suplemen multinutrisi merupakan pakan tambahan yang dapat meningkatkan kualitas pakan sapi. Apabila ditambah dengan probiotik starbio dengan kandungan mikroorganisme yang dapat membantu sistem pencernaan ternak dalam mencerna pakan maka efisiensi biaya pakan akan meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Fakultas Pertanian yang dilaksanakan pada bulan Maret 2010 sampai Juli 2010. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai usaha dari penggunaan suplemen multinutrisi terhadap sapi Bali. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode deskriftif dengan 4 perlakuan. Perlakuannya adalah P0 (0% probiotik),

P1 (2% starbio), P2 (4% starbio), P3 (6% starbio).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan laba/rugi tertinggi adalah pada P3 sebesar Rp.154.864,- dan terkecil pada P0 sebesar Rp. 81.734,-. Rataan Benefit

cost ratio (B/C) tertinggi adalah pada P3 sebesar 1,035 dan terkecil pada

P1 sebesar 1,019. Rataan Break even point (BEP) yang terdiri dari BEP harga

produksi tertinggi pada P1 sebesar Rp. 22.267,- dan terkecil pada P3 sebesar Rp.

21.929,-. Rataan BEP volume produksi tertinggi pada P1 sebesar 197,48 kg dan

terkecil pada P2 sebesar 195,96 kg. Rataan income over feed cost (IOFC) tertinggi

adalah pada P3 sebesar Rp. 251.004,- dan terkecil pada P1 sebesar Rp. 182.132,-.

Rataan return on investment (ROI) tertinggi pada P3 sebesar 3,54 % dan terkecil

pada P1 sebesar 1,89 %. Kesimpulannya adalah penambahan probiotik starbio

pada suplemen multinutrisi yang diberikan pada sapi Bali jantan selama penelitian memberikan keuntungan dan dapat digunakan dalam usaha peternakan sapi Bali. Kata kunci: Analisis Usaha, Suplemen Multinutrisi, Sapi Bali


(5)

ABSTRACT

SALWA PUTRA: The Addition of Probiotic Starbio in The Nutrition Supplement

on The Financial Analysis of Bali cattle (Bos sondaicus). Under supervised by EDHY MIRWANDHONO and ZULFIKAR SIREGAR.

The Nutrition Supplement is a feed additive that can increase the quality of feed cattle. When added with probiotic starbio containing microorganisms that can assist the digestive system of cattle in digesting feed, the efficiency of feed costs will increase along with increased revenue.

This research was conducted in the Laboratory of Animal Biology, Faculty of Agriculture in Universitas Sumatera Utara beginning from March 2010 to July 2010. The objective of this research was to observe financial value of utilizing Multi-nutrient supplementation of Bali cattle. This research was conducted by using Descriptive method with four treatments. The treatment were P0 (0%

starbio), P1 (2% starbio), P2 (4% starbio), P3 (6% starbio).

The result of this research indicated that the highest average profit was found in treatment P3 (Rp.154.864) and the lowest in treatment P0 (Rp. 81.734).

The highest average benefit cost ratio was found in treatment P3 (1.035) and the

lowest in treatment P1 (1.019). The higest average break even point of production

price was found in treatment P1 (Rp. 22.267) and the lowest in treatment

P3 (Rp. 21 929). The higest average break even point of production volume was

found in treatment P1(197,48 kg) and lowest in treatment P2 (195,96 kg). The

higest average income over feed cost was found in treatment P3 (Rp. 251.004) and

the lowest in treatment P1 (Rp. 182.132). The higest average return on investment

was found in treatment P3 (3.54%) and the lowest in treatment P1 (1.89%). The

conclusion indicate that utilization probiotic starbio in the nutrition supplement provide benefits and was valuable to be a business of Bali cattle.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Salwa Putra dilahirkan di Takengon, kabupaten Aceh Tengah, Aceh pada tanggal 19 Mei 1988 anak dari bapak Surya Bakti dan Ibu Sariah Sitepu sebagai anak kedua dari 4 (empat) bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh adalah SDN No.2 Takengon lulus tahun 2000, SLTP 3 Takengon lulus tahun 2003 dan SMA 1 Takengon lulus tahun 2006. Tahun 2006 diterima sebagai mahasiswa Universitas Sumatera utara, Fakultas Pertanian pada Program Studi Peternakan.

Selama perkuliahan penulis mengikuti berbagai organisasi mahasiswa baik internal maupun eksternal seperti: HIMMIP dan IMTABEM (Ikatan Mahasiswa Takengon dan Bener Meriah). Penulis juga pernah menjadi ketua HIMMIP tahun 2007-2008 dan ketua IMTABEM pada tahun yang sama. Penulis melaksanakan PKL di Kabupaten Deli Serdang Kecamatan Pancur Batu pada tahun 2009. Penulis melaksanakan penelitian di Kandang Biologi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Maret 2010 - Juli 2010.


(7)

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan keselamatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul ”Penambahan Probiotik Starbio pada Suplemen Multinutrisi Terhadap Analisis Usaha Sapi Bali (Bos sondaicus)”, yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Edhy Mirwandhono selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Zulfikar Siregar selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak

meluangkan waktu, pikiran, tenaga dan dorongan maupun memberikan informasi yang berharga bagi penulis. Juga kepada Ibu Ristika Handarini selaku ketua Program Studi Peternakan dan seluruh staff pengajar dan administrasi Program Studi Peternakan dan Fakultas Pertanian.

Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga yang telah mendukung sepenuhnya, teman-teman stambuk 2006 dan seluruh pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pelaku usah bidang peternakan.


(8)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Kerangka Pemikiran ... 2

Identifikasi Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Arti Penting Sapi bagi Kehidupan... 5

Prospek Bisnis Sapi Potong ... 6

Ternak Sapi bali ... 7

Bahan Pakan Sapi ... 9

Dedak Padi ... 9

Bungkil Kelapa ... 10

Molases ... 10

Bahan Pakan Pelengkap ... 11

Urea ... 11

Pigmix ... 11

Garam ... 13

Probiotik Starbio ... 14

Pakan Ruminansia ... 15

Suplemen Multinutrisi ... 16

Analisis Usaha ... 17

Biaya dan Penerimaan ... 17

Analisis Laba-Rugi ... 18

Benefit Cost Ratio (B/C Ratio) ... 19

Analisis Break Even Point (BEP) ... 20

Income Over Feed Cost (IOFC) ... 20

Return on Investment (ROI) ... 21

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 22

Bahan dan Alat Penelitian ... 22

Bahan ... 22

Alat ... 22


(9)

Parameter Penelitian ... 24

Analisis Usaha ... 24

Total Biaya Produksi ... 24

Total Hasil Produksi ... 24

Analisis Laba-Rugi ... 24

Benefit Cost Ratio (B/C Ratio) ... 24

Break Even Point (BEP) ... 25

Income Over Feed Cost (IOFC) ... 25

Return on Investment (ROI) ... 25

Pelaksanaan Penelitian ... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 37

Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38


(10)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Populasi ternak sapi potong (000 ekor) tahun 2000 – 2005 ... 7

2. Kandungan nilai gizi molases ... 10

3. Kandungan beberapa vitamin, mineral dan asam amino dalam pigmix .... 13

4. Toleransi maksimum berbagai spesies terhadap NaCl ... 14

5. Susunan suplemen multinutrisi (SM) ... 23

6. Harga bibit sapi/perlakuan (Rp) ... 27

7. Biaya pakan selama penelitian/perlakuan (Rp) ... 28

8. Biaya tenaga kerja perbulan/perlakuan (Rp) ... 28

9. Biaya sewa kandang selama penelitian (Rp) ... 28

10. Harga Obat-obatan yang digunakan selama penelitian (Rp) ... 29

11. Harga jual sapi/perlakuan (Rp) ... 29

12. Harga penjualan kotoran sapi/perlakuan (Rp)... 30

13. Keuntungan (laba-rugi) tiap level perlakuan (Rp) ... 30

14. B/C ratio tiap perlakuan pakan ... 30

15. BEP harga produksi tiap level perlakuan (Rp) ... 31

16. BEP volume produksi tiap level perlakuan (Kg) ... 31

17. IOFC tiap level perlakuan (Rp) ... 32

18. ROI tiap level perlakuan (%) ... 32


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Formulasi P0 ... 41

2. Formulasi P1 ... 41

3. Formulasi P2 ... 41

4. Formulasi P3 ... 42

5. Pemberian pakan sapi dalam bentuk segar (kg/ekor/hari) ... 42

6. Konsumsi pakan sapi bali jantan periode pertama dalam bahan kering (g/ekor/hari) ... 43

7. Konsumsi pakan sapi bali jantan periode kedua dalam bahan kering (g/ekor/hari) ... 44

8. Konsumsi pakan sapi bali jantan periode ketiga dalam bahan kering (g/ekor/hari) ... 45

9. Konsumsi pakan sapi bali jantan periode keempat dalam bahan kering (g/ekor/hari) ... 46

10. Data bobot badan sapi bali jantan selama penelitian ... 47

11. Rataan pertambahan bobot badan sapi bali jantan selama penelitian (kg/ekor/30 hari) ... 47

12. Grafik rataan pertambahan bobot badan sapi selama penelitian ... 47

13. Rataan konversi pakan sapi selama penelitian ... 48

14. Grafik rataan konversi pakan sapi selama penelitian ... 48

15. Harga P0 dalam 1 kg ... 49

16. Harga P1 dalam 1 kg ... 49

17. Harga P2 dalam 1 kg ... 49

18. Harga P3 dalam 1 kg ... 50


(12)

20. Biaya peralatan kandang selama penelitian ... 51

21. Biaya peralatan obat-obatan selama penelitian ... 51

22. Biaya sewa kandang dan tenaga kerja ... 52

23. Analisis usaha P0 ... 52

24. Analisis usaha P1 ... 53

25. Analisis usaha P2 ... 54

26. Analisis usaha P3 ... 55


(13)

ABSTRAK

SALWA PUTRA: Penambahan Probiotik Starbio pada Suplemen Multinutrisi

Terhadap Analisis Usaha Sapi Bali (Bos sondaicus). Dibimbing oleh EDHY MIRWANDHONO dan ZULFIKAR SIREGAR.

Suplemen multinutrisi merupakan pakan tambahan yang dapat meningkatkan kualitas pakan sapi. Apabila ditambah dengan probiotik starbio dengan kandungan mikroorganisme yang dapat membantu sistem pencernaan ternak dalam mencerna pakan maka efisiensi biaya pakan akan meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Fakultas Pertanian yang dilaksanakan pada bulan Maret 2010 sampai Juli 2010. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai usaha dari penggunaan suplemen multinutrisi terhadap sapi Bali. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode deskriftif dengan 4 perlakuan. Perlakuannya adalah P0 (0% probiotik),

P1 (2% starbio), P2 (4% starbio), P3 (6% starbio).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan laba/rugi tertinggi adalah pada P3 sebesar Rp.154.864,- dan terkecil pada P0 sebesar Rp. 81.734,-. Rataan Benefit

cost ratio (B/C) tertinggi adalah pada P3 sebesar 1,035 dan terkecil pada

P1 sebesar 1,019. Rataan Break even point (BEP) yang terdiri dari BEP harga

produksi tertinggi pada P1 sebesar Rp. 22.267,- dan terkecil pada P3 sebesar Rp.

21.929,-. Rataan BEP volume produksi tertinggi pada P1 sebesar 197,48 kg dan

terkecil pada P2 sebesar 195,96 kg. Rataan income over feed cost (IOFC) tertinggi

adalah pada P3 sebesar Rp. 251.004,- dan terkecil pada P1 sebesar Rp. 182.132,-.

Rataan return on investment (ROI) tertinggi pada P3 sebesar 3,54 % dan terkecil

pada P1 sebesar 1,89 %. Kesimpulannya adalah penambahan probiotik starbio

pada suplemen multinutrisi yang diberikan pada sapi Bali jantan selama penelitian memberikan keuntungan dan dapat digunakan dalam usaha peternakan sapi Bali. Kata kunci: Analisis Usaha, Suplemen Multinutrisi, Sapi Bali


(14)

ABSTRACT

SALWA PUTRA: The Addition of Probiotic Starbio in The Nutrition Supplement

on The Financial Analysis of Bali cattle (Bos sondaicus). Under supervised by EDHY MIRWANDHONO and ZULFIKAR SIREGAR.

The Nutrition Supplement is a feed additive that can increase the quality of feed cattle. When added with probiotic starbio containing microorganisms that can assist the digestive system of cattle in digesting feed, the efficiency of feed costs will increase along with increased revenue.

This research was conducted in the Laboratory of Animal Biology, Faculty of Agriculture in Universitas Sumatera Utara beginning from March 2010 to July 2010. The objective of this research was to observe financial value of utilizing Multi-nutrient supplementation of Bali cattle. This research was conducted by using Descriptive method with four treatments. The treatment were P0 (0%

starbio), P1 (2% starbio), P2 (4% starbio), P3 (6% starbio).

The result of this research indicated that the highest average profit was found in treatment P3 (Rp.154.864) and the lowest in treatment P0 (Rp. 81.734).

The highest average benefit cost ratio was found in treatment P3 (1.035) and the

lowest in treatment P1 (1.019). The higest average break even point of production

price was found in treatment P1 (Rp. 22.267) and the lowest in treatment

P3 (Rp. 21 929). The higest average break even point of production volume was

found in treatment P1(197,48 kg) and lowest in treatment P2 (195,96 kg). The

higest average income over feed cost was found in treatment P3 (Rp. 251.004) and

the lowest in treatment P1 (Rp. 182.132). The higest average return on investment

was found in treatment P3 (3.54%) and the lowest in treatment P1 (1.89%). The

conclusion indicate that utilization probiotic starbio in the nutrition supplement provide benefits and was valuable to be a business of Bali cattle.


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Usaha penggemukan sapi di Indonesia saat ini sangat berkembang dilihat dengan semakin banyaknya masyarakat maupun daerah yang mengusahakan penggemukan sapi. Hal ini disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk yang diikuti peningkatan penghasilan per kapita menjadikan masyarakat semakin menyadari arti gizi yang menyebabkan pergeseran pola makan masyarakat dari mengkonsumsi kabrohidrat ke protein (hewani), berupa daging, telur dan susu. Sapi memberikan peran yang sangat besar (khususnya ternak ruminansia) dalam memproduksi bahan makanan protein hewani yang dibutuhkan bagi peningkatan mutu sumber daya manusia, namun besarnya biaya dalam pakan sangat dirasakan oleh peternak serta lahan penanaman hijauan terus mengalami penurunan. Untuk mendukung produksi sapi harus diupayakan mencari pakan alternatif yang potensial, murah dan mudah didapat serta selalu tersedia.

Sistem pemeliharaan ternak sapi di Indonesia pada umumnya adalah tradisional, dimana pemberian pakan tergantung pada hijauan tanaman pakan

ternak yang tersedia di alam dengan sedikit atau tidak ada pakan tambahan. (Ahmadi dan Simanjuntak, 2003). Hal ini akan menyebabkan produksi sapi

rendah. Salah satu untuk mengatasinya adalah dengan memperbaiki kualitas pakan, namun pakan komersil yang berkualitas harganya relatif mahal, disamping itu penggunaan pakan komersil tidak selalu menjamin penambahan pendapatan dari usaha penggemukan tersebut. Maka untuk itu perlu dicari bahan pakan yang relatif murah dan mengandung nilai nutrisi yang baik serta mudah diperoleh.


(16)

Kerangka pemikiran

Berbagai cara terus dilakukan untuk mempermudah terlaksananya sebuah usaha dengan memperbesar faktor pendukung dan memperkecil atau bahkan menghilangkan faktor penghambat dengan tujuan ke arah yang lebih baik. Namun, perlu disadari pula bahwa disamping banyak faktor penunjang terkadang disisi lain para peternak dihadapkan dengan adanya berbagai faktor pembatas yang menghambat produktivitas dan pengembangan ternak sapi potong.

Sebagai salah satu ternak ruminansia membutuhkan pakan berupa rumput atau hijauan yang cukup, baik langsung maupun tidak langsung berupa lahan pengembalaan atau rumput potongan. Selain itu juga perlu ada pakan penguat dari hasil ikutan pertanian dan dari pabrik-pabrik seperti molases, bekatul, bungkil kelapa, bungkil kedelai dan sebagainya.

Peternak berusaha untuk mengalokasikan faktor produksi (lahan, modal dan tenaga kerja) seefisien mungkin untuk memperoleh hasil dan keuntungan maksimal. Proses pemeliharaan ternak juga perlu diperhatikan seperti perkandangan, seleksi bibit, pemberian pakan dan minum, kebersihan ternak, dan kesehatan ternak.

Pendapatan peternak dipengaruhi oleh faktor permintaan dan harga jual. Harga akan naik ketika permintaan terhadap suatu komoditi meningkat. Penerimaan yang akan diperoleh peternak tergantung pada jenis usaha ternaknya baik sebagai ternak potong atau perah. Pendapatan bersih usaha ternak sapi diperoleh dari hasil pengurangan dengan biaya yang dikeluarkan selama proses produksi/pemeliharaan.


(17)

Secara singkat dapat dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut:

Keterangan:

Pengaruh Hubungan

Gambar 1. Kerangka pemikiran usaha penggemukan sapi

Identifikasi masalah

Usaha ternak sapi dalam bentuk usaha tani merupakan salah satu usaha yang dikelola oleh petani/peternak dengan peran ekonomi yang relatif terbatas.

Merupakan suatu keuntungan bagi peternak sapi bahwa pakan dengan kualitas yang cukup sudah dapat meningkatkan produksi daging. Untuk mendapatkan pakan berkualitas cukup, berarti pakan sapi tidak harus mengandung keseluruhan asam amino seperti pakan pada ternak unggas. Pakan yang berkualitas cukup tidak menyebabkan sapi kekurangan asam amino karena semua asam amino yang dibutuhkan oleh sapi dapat dibentuk di dalam rumen jika bahan untuk menyusun asam amino di dalam rumen tersedia seperti urea, selain itu juga karbohidrat dan mineral yang ada dalam konsentrat. Kebutuhan urea, karbohidrat

Faktor-faktor yang mempengaruhi : - Bibit tidak tetap - Pakan

- Lahan - Tenaga kerja

- Obat-obatan tetap

- Peralatan (operasional) - Perlengkapan

Usaha Ternak Sapi

Pendapatan (laba/rugi)


(18)

dan mineral untuk membentuk asam amino dalam rumen dapat diupayakan dalam bentuk Suplemen Multinutrisi.

Oleh karena itu untuk mengetahui kelayakan suatu usaha peternakan, penulis mencoba untuk melakukan analisis terhadap usaha penggemukan sapi Bali dengan penambahan probiotik starbio pada suplemen multinutrisi.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui nilai usaha dari penambahan probiotik starbio pada suplemen multinutrisi dalam pakan sapi Bali jantan lepas sapih.

Kegunaan Penelitian

1. Bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk dapat melaksanakan ujian sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

2. Bahan informasi bagi peneliti dan peternak sapi mengenai penambahan probiotik starbio pada suplemen multinutrisi dalam pengembangan usaha peternakan.


(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Arti Penting Ternak Sapi bagi Kehidupan

Ternak sapi, khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi, dan penting artinya bagi kehidupan masyarakat. Seekor atau kelompok ternak sapi bisa menghasilkan berbagai macam kebutuhan, terutama bahan makanan berupa daging, disamping

hasil ikutan lainnya seperti pupuk kandang, kulit dan tulang (Sudarmono dan Sugeng, 2008).

Sudarmono dan Sugeng (2008) menyatakan bahwa daging sangat besar gunanya bagi pemenuhan gizi berupa protein hewani. Sapi sebagai salah satu ternak pemakan rumput sangat berperan sebagai pengumpul bahan bergizi rendah yang diubah menjadi bahan bergizi tinggi, kemudian diteruskan kepada manusia dalam bentuk daging. Konsumsi protein hewani yang sangat rendah pada anak anak prasekolah dapat menyebabkan anak-anak yang berbakat normal menjadi subnormal. Oleh karena itu, protein hewani sangat menunjang kecerdasan, disamping diperlukan untuk daya tahan tubuh.

Sehubungan dengan kebutuhan protein ini, LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) pada tahun 1983 merekomendasikan bahwa masyarakat Indonesia rata-rata memerlukan 50 gram protein/hari, 20 % diantaranya berasal dari ternak dan ikan, yakni protein dari ternak 4 gram/hari dan ikan 6 gram/hari. Sedangkan 80 % atau 40 gram lainnya berupa protein nabati. Namun, perlu diketahui bahwa konsumsi protein dari ternak ini masih sangat rendah. Jadi, untuk


(20)

pemenuhan kebutuhan protein hewani dari daging ini, kita khususnya peternak perlu meningkatkan produksi daging (Sudarmono dan Sugeng, 2008).

Prospek Bisnis Sapi Potong

Prospek beternak sapi potong di Indonesia masih terbuka lebar. Hal ini disebabkan oleh permintaan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat. Peningkatan ini sejalan dengan peningkatan taraf ekonomi dan kesadaran akan kebutuhan gizi masyarakat. Selain itu, pertambahan penduduk menyebabkan kebutuhan akan daging semakin meningkat. Sebaliknya dari pihak produsen atau peternak semakin kewalahan dalam menyuplai untuk memenuhi permintaan daging sapi dipasaran. Arus permintaan daging sapi ini sebenarnya sudah cukup lama dihadapi para peternak. Oleh karena peternak sendiri mengalami banyak kendala sehingga mereka belum mampu mengembangkan dan meningkatkan populasi ternak sapi potong untuk mengimbangi permintaan pasar. Berbagai kendala tersebut umumnya mereka kesulitan untuk mendapatkan areal untuk penyediaan hijauan yang memadai, dan beberapa unsur pakan penguat masih bersaing dengan manusia. Di samping itu tidak sedikit lokasi peternakan yang letaknya dekat pemukiman padat penduduk, sehingga pada saat muncul rencana pengembangan, peternak sulit melaksanakan (Sudarmono dan Sugeng, 2008).

Bila kita lihat data-data populasi ternak sapi potong dan yang dipotong di tahun 1989, pada waktu itu jumlah populasi sebanyak 10 juta ekor dan yang dipotong 1,2 juta ekor. Sedangkan jumlah populasi di tahun 2005 sebanyak 10,68 juta ekor dan yang dipotong 1,3 juta ekor. Kesemuanya ini menunjukkan pada kita bahwa baik jumlah populasi dan yang dipotong di tahun 1989 dan 2005 selisihnya sangat rendah. Hal ini berarti bahwa jumlah perkembangan produk


(21)

ternak sapi potong sejak tahun delapan puluhan hingga saat ini tahun 2005 yang sudah berjalan selama 20 tahun ini masih belum mampu menyediakan konsumsi daging di pasaran, sebagai mana yang diharapkan para konsumen yang melaju lebih cepat, yang terjadi justru penurunan persediaan konsumsi daging, berhubung dengan semakin bertambahnya penduduk berarti bertambah pula konsumsi daging (Sudarmono dan Sugeng, 2008).

Populasi ternak sapi potong dari tahun 2000 – 2005 dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Populasi ternak sapi potong (000 ekor) tahun 2000 – 2005

Tahun Populasi (000 ekor) Peningkatan (%)

2000 11.008 -

2001 11.137 1,2

2002 11.298 1,4

2003 10.504 7*

2004 10.533 0,3

2005 10.680 1,4

Sumber : Dirjen Peternakan,*penurunan

Ternak Sapi Bali

Faktor genetik ternak menentukan kemampuan yang dimiliki oleh seekor ternak sedang faktor lingkungan memberi kesempatan kepada ternak untuk menampilkan kemampuannya. Ditegaskan pula bahwa seekor ternak tidak akan menunjukkan penampilan yang baik apabila tidak didukung oleh lingkungan yang baik dimana ternak hidup atau dipelihara, sebaliknya lingkungan yang baik tidak menjamin penampilan apabila ternak tidak memiliki mutu genetik yang baik (Hardjosubroto, 1994).

Menurut Blakely dan Bade (1998) bangsa sapi mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut: Phylum: Chordata, Subphylum: Vertebrata, Class: Mamalia, Sub class: Theria, Infra class: Eutheria, Ordo: Artiodactyla, Sub ordo:


(22)

Ruminantia, Infra ordo: Pecora, Famili: Bovidae, Genus: Bos (cattle), Group: Taurinae, Spesies: Bos taurus (sapi Eropa), Bos indicus (sapi India/sapi zebu), Bos sondaicus (banteng/sapi Bali).

Karakteristik sapi Bali yaitu: sapi Bali usia pedet, memiliki bulu sawo matang, sedang yang betina dewasa berbulu merah bata dan tanduknya agak ke dalam dari kepala. Adapun yang berkelamin jantan dewasa, mempunyai warna bulu hitam dan tanduknya agak di bagian luar kepala (Murtidjo, 1990).

Hardjosubroto (1994) menyatakan bahwa ada tanda-tanda khusus yang harus dipenuhi sebagai sapi Bali murni, yaitu warna putih pada bagian belakang paha, pinggiran bibir atas dan pada paha kaki bawah mulai tarsus dan carpus sampai batas pinggir atas kuku, bulu pada ujung ekor hitam, bulu pada bagian dalam telinga putih, terdapat garis belut (garis hitam) yang jelas pada bagian atas punggung, bentuk tanduk pada jantan yang paling ideal disebut bentuk tanduk silak congklok yaitu jalannya pertumbuhan tanduk mula-mula dari dasar sedikit keluar lalu membengkok ke atas, kemudian pada ujungnya membengkok sedikit keluar. Pada sapi betina bentuk tanduk yang ideal disebut manggul gangsa yaitu jalannya pertumbuhan tanduk satu garis dengan dahi arah ke belakang sedikit melengkung ke bawah dan pada ujungnya sedikit mengarah ke bawah dan ke dalam, tanduk ini berwarna hitam.

Tiga sapi lokal yang berpotensi dikembangkan di Indonesia adalah sapi Ongole (Sumba Ongole dan peranakan Ongole), sapi Bali dan sapi Madura. Bangsa sapi tersebut telah beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan dan cekaman di wilayah Indonesia. Dari ketiga bangsa sapi lokal tersebut, sapi Bali paling tahan terhadap cekaman panas, di samping memiliki tingkat kesuburan


(23)

yang baik, kemampuan libido pejantan lebih tinggi, persentase karkas tinggi (56%) dan kualitas daging baik (Bamualim dan Wirdahayati, 2003).

Sapi memiliki beberapa kelebihan bila ditinjau dari nilai ekonomi dan pemanfaatannya: Pada umumnya masyarakat lebih menyukai daging sapi dibanding daging ternak lainnya (kambing, domba, kerbau), sapi merupakan salah satu sumber budaya masyarakat, misalnya sebagai ternak qurban, sebagai ternak karapan (di Madura), sebagai ukuran penentu tingkat kesejahteraan sosial manusia dalam masyarakat, sapi sebagai bentuk tabungan masyarakat yang mudah dijual apabila terdesak membutuhkan uang yang cepat, kotoran sapi apabila diolah dapat dimanfaatkan sebagai pupuk dan bahan bakar alternatif (biogas), usaha ternak sapi juga membutuhkan tenaga kerja sehingga dapat membuka lapangan kerja yang dapat menghidupi banyak keluarga (Sugeng, 1996).

Bahan Pakan Sapi Dedak Padi

Dedak padi adalah bahan pakan yang diperoleh dari pemisahan beras dengan kulit gabahnya melalui proses penggilingan padi dari pengayakan hasil ikutan penumbukan padi (Parakkasi, 1995). Sedangkan menurut Rasyaf (1990), sebagai bahan makanan asal nabati, dedak memang limbah proses pengolahan padi menjadi beras. Oleh sebab itu kandungan nutrisinya juga cukup baik, dimana kandungan protein dedak halus sebesar 12%-13%, kandungan lemak 13%, dan dan serat kasarnya 12%.


(24)

Bungkil Kelapa

Bungkil kelapa digunakan sebagai pakan pendamping tepung ikan dan jagung, tujuannya tetap untuk menekan harga ransum. Kandungan nutrisinya juga memadai, yaitu protein kasar 20,9%, serat kasar 10,5%, lemak kasar 5-6%, EM 1258 kkal/kg, Ca 3,6%, dan P 0,55% (Rasyaf, 1990).

Molases

Molases atau tetes tebu adalah hasil sampingan pengolahan tebu menjadi gula. Bentuk fisiknya berupa cairan yang kental dan berwarna hitam. Kandungan karbohidrat, protein dan mineralnya cukup tinggi sehingga bisa juga dijadikan pakan ternak walaupun sifatnya hanya sebagai pakan pendukung. Di samping harganya murah, kelebihan lain tetes tebu terletak pada aroma dan rasanya (Widayati dan Widalestari, 1996).

Molases dapat dipergunakan sebagai pakan ternak. Keuntungan penggunaan molases untuk pakan ternak adalah kadar karbohidratnya tinggi (48-60% sebagai gula), kadar mineral cukup dan rasanya disukai ternak. Tetes juga mengandung vit B-kompleks dan unsur-unsur mikro yang penting bagi ternak seperti cobalt, boron, iodium, tembaga, mangan dan seng., sedangkan kelemahannya ialah kadar kaliumnya yang tinggi dapat menyebabkan diare, jika dikonsumsi terlalu banyak (Rangkuti dkk., 1985).


(25)

Kandungan nilai gizi molases dapat dilihat pada Tabel 2 berikut: Tabel 2. Kandungan nilai gizi molases

Uraian Kandungan (%)

Bahan Kering Protein Kasar Lemak Kasar Serat Kasar TDN

67.50 3-4 0.08 0.38 81

Sumber : Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Program Studi Peternakan FP USU (2000)

Bahan Pakan Pelengkap Urea

Anggorodi (1979) menyatakan bahwa urea yang ditambahkan dalam ransum ruminansia dengan kadar yang berbeda-beda. Urea CO (NH2)2 ternyata

dirombak menjadi protein oleh mikroorganisme rumen. Sejumlah protein dan urea dalam ransum mempertinggi daya cerna selulosa dalam hijauan. Menurut yang dilaporkan Basir (1990) selain meningkatkan kualitas hijauan, urea juga dapat dimanfaatkan sebagai pengganti protein butir-butiran. Urea juga dapat memenuhi kebutuhan protein untuk pertumbuhan pada produksi pada ternak ruminansia.

Menurut Utomo (1991) menyatakan bahwa penggunaan urea dalam ransum ternak domba sebanyak 4,5% dari pemberian konsentrat belum menunjukkan gejala keracunan. Namun apabila urea yang diberikan terlalu banyak akan menyebabkan kenaikan pH rumen dan serum darah yang menyebabkan pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme terhambat.

Pigmix

Zat-zat mineral lebih kurang merupakan 3-5% dari tubuh hewan. Hewan tidak dapat membuat mineral karenanya harus disediakan dalam makanannya. Dari hasil penelitian dapat diterangkan bahwa mineral tersebut harus disediakan


(26)

dalam perbandingan yang tepat dan dalam jumlah yang cukup. Terlalu banyak mineral dapat membahayakan individu. Suatu keuntungan ialah bahwa sebagian besar mineral dapat diberikan dalam jumlah yang besar dalam ransum tanpa mengakibatkan kematian, tetapi kesehatan hewan menjadi mundur sehingga menyebabkan kerugian ekonomis yang besar (Anggorodi, 1979).

Parakkasi (1995) menyatakan bahwa guna memenuhi kebutuhan mineral, mungkin dapat diusahakan bila ruminan bersangkutan dapat mengkonsumsi hijauan yang cukup. Hijauan tropis umumnya mengandung (relatif) kurang mineral (terutama dimusim kemarau) maka umumnya ruminan di daerah tropis cenderung defisiensi akan mineral.

Secara umum mineral-mineral berfungsi sebagai berikut: Bahan pembentukan tulang dan gigi yang menyebabkan adanya jaringan keras dan kuat, mempertahankan keadaan koloidal dari beberapa senyawa dalam tubuh, memelihara keseimbangan asam basa dalam tubuh, aktivator sistem enzim tertentu, komponen dari suatu enzim, mineral mempunyai sifat yang karakteristik terhadap kepekaan otot dan saraf (Tillman et al., 1981).

Pigmix mengandung segala kebutuhan vitamin, Asam amino dan mineral pada babi, Mempercepat pertumbuhan babi, meningkatkan kesuburan dan meningkatkan produksi daging. Memperbaiki konversi ransum sehingga biaya untuk ransum menjadi lebih murah. Dosis dan cara pemakaian: campurkan secara merata ke tiap 100 Kg ransum, kemasan kantong plastik isi 500 g, 1 Kg, wadah plastik isi 5 Kg dan kantong kertas isi 25 Kg. Deptan RI No. D 07021063 FTS.2 Obat bebas terbatas. (Indeks obat hewan Indonesia, 2007).


(27)

Kandungan berberapa vitamin, mineral dan asam amino yang terdapat di dalam pigmix dapat dilihat pada Tabel 3 berikut:

Tabel 3. Kandungan beberapa vitamin, mineral dan asam amino dalam pigmix Uraian Kandungan

Vitamin A 1.800.000 IU

Vitamin D3 400.000 IU

Vitamin E 2.200 IU

Vitamin K3 440 IU

Vitamin B1 300 mg

Vitamin B2 660 mg

Vitamin B6 300 mg

Vitamin B12 2.000 µg

Ca-D-pantothenate 2.500 mg

Nicotinic acid 5.000 mg

Choline Chloride 20.000 mg

Folic acid 75 mg

Lysine 6.800 mg

Methionine 6.800 mg

Manganese 3.300 mg

Iron 3.000 mg

Zinc 8.000 mg

Copper 2.500 mg

Iodine 66 mg

Cobalt 66 mg

BHT 1.000 mg

Zinc Bacitracine 15.000 mg

Sumber : Kemasan Pigmix

Garam

Garam diperlukan oleh sapi sebagai perangsang menambah nafsu makan. Garam juga sebagai unsur yang dibutuhkan dalam kelancaran pekerjaan faali tubuh. Menurut Lassiter and Edward (1982) garam yang dimaksud adalah garam dapur (NaCl), dimana selain berfungsi sebagai mineral juga berfungsi meningkatkan palatabilitas.

Garam mempunyai rumus umum NaCl. Garam merangsang sekresi saliva. Terlalu banyak garam akan menyebabkan retensi air sehingga menimbulkan


(28)

odema. Defisiensi garam lebih sering terdapat pada hewan herbivora dari pada hewan lainnya, hal ini disebabkan hijauan dan butiran mengandung sedikit garam (Anggorodi, 1979).

Garam dapur ditambahkan sebanyak 5% untuk menurunkan tingkat konsumsi konsentrat berenergi tinggi sampai menjadi 1,25-1,75 Kg/ekor/hari. Semula pengaruhnya terlihat meningkatkan konsumsi kemudian menurunkan sampai jumlah yang dikehendaki (Parakkasi, 1995).

Penggunaan toleransi maksimum terhadap pemberian NaCl untuk berbagai spesies dapat dilihat pada tabel 4 berikut:

Tabel 4. Toleransi maksimum berbagai spesies terhadap NaCl

Spesies Level NaCl dalam makanan (%)

Sapi

Beef 4 *

Dairy 9 *

Domba 9 *

Babi 8 *

Unggas 2 **

Kuda 3 **

Kelinci 3 *

Sumber : *) Ammerman dkk., 1980.

**) Didapatkan dengan ekstrapolasi dari hewan lain.

Probiotik Starbio

Probiotik berasal dari bahasa latin yang berarti “untuk kehidupan”; disebut juga “bakteri bersahabat”, “bakteri menguntungkan”, “bakteri baik”, atau “bakteri sehat”. Apabila didefinisikan secara lengkap, probiotik adalah kultur tunggal atau campuran dari mikroorganisme hidup yang apabila diberikan ke manusia atau hewan akan berpengaruh baik, karena akan menekan pertumbuhan bakteri patogen/bakteri jahat yang ada di usus manusia/hewan (Central Unggas, 2009).


(29)

Probiotik adalah organisme beserta substansinya yang dapat mendukung keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan (Parker, 1979). Kemudian Fuller (1992) menyatakan probiotik adalah mikroorganisme hidup (bentuk kering) yang mengandung media tempat tumbuh dan produk metabolismenya. Lalu Fuller (1992) mendefinisikan probiotik suatu mikroba hidup yang dicampurkan sebagai suplemen dalam pakan yang menguntungkan induk semang dengan memperbaiki populasi mikroba dalam usus. Sedangkan prebiotik dapat diartikan sebagai bahan makanan yang tidak dapat dicerna yang secara selektif merangsang pertumbuhan atau aktivitas bakteri yang bermanfaat pada bagian usus. Probiotik didefinisikan juga sebagai organisme yang memberikan kontribusi terhadap keseimbangan mikroba dalam usus (Crawford, 1979).

Penggunaan starbio pada pakan mengakibatkan bakteri yang ada pada starbio akan membantu memecahkan struktur jaringan yang sulit terurai sehingga lebih banyak zat nutrisi yang dapat diserap dan ditransformasikan ke produk ternak. Selain itu, produktivitas ternak akan meningkat, bahkan lebih banyak zat nutrisi yang dapat diuraikan dan diserap (Ritonga, 1992).

Pemberian probiotik starbio pada pakan ternak akan meningkatkan kecernaan protein dan mineral fosfor (Piao et al., 1999). Hal ini terjadi karena probiotik starbio merupakan kumpulan mikroorganisme (mikroba probiolitik, selulotik, lignolitik, lipolitik dan aminolitik serta nitrogen fiksasi non simbiosis) yang mampu menguraikan bahan organik kompleks pada pakan menjadi bahan organik yang lebih sederhana (Lembah Hijau Indonesia, 1995).


(30)

Pakan Ruminansia

Kebutuhan ternak akan pakan dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah nutrisi setiap harinya sangat tergantung pada jenis ternak, umur, fase pertumbuhan (dewasa, bunting dan menyusui), kondisi tubuh (normal atau sakit) dan lingkungan tempat hidupnya serta bobot badannya (Tomaszewska dkk., 1993).

Pemberian pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi ternak dapat menyebabkan defisiensi zat makanan sehingga ternak mudah terserang penyakit. Penyediaan pakan harus diupayakan secara terus-menerus dan sesuai dengan standar gizi menurut status ternak yang dipelihara (Cahyono, 1998).

Cara pemberian pakan yang baik adalah dengan menggunakan tempat/wadah pakan dengan maksud untuk menghindarkan terbuangnya ransum sehingga tidak terjadi pemborosan dan semua pakan betul-betul habis dimakan sapi. Minuman berupa air bersih diberikan secara adlibitum (tersedia terus menerus) dan kualitas airnya harus dijaga agar tidak terkontaminasi oleh bibit-bibit penyakit (Suparman dan Azis, 2003).

Suplemen Multinutrisi

Pakan yang berkualitas cukup tidak menyebabkan sapi kekurangan asam amino karena semua asam amino yang dibutuhkan oleh sapi dapat dibentuk di dalam rumen jika bahan untuk menyusun asam amino di dalam rumen tersedia seperti urea, selain itu juga karbohidrat dan mineral yang ada dalam konsentrat. Kebutuhan urea, karbohidrat dan mineral untuk membentuk asam amino dalam rumen dapat diupayakan dalam satu bentuk yang disebut urea mineral molases baik itu dalam bentuk blok ataupun dodol (Wahiduddin, 2009). Adapun perbedaan


(31)

antara urea mineral molases blok (UMMB) dengan bentuk dodol adalah: Konsistensi dodol agak lunak sedangkan UMMB keras, dodol dapat digigit oleh sapi sedangkan UMMB dijilat, cara pembuatan dodol dengan pemanasan di atas kompor sedangkan UMMB tanpa pemanasan di atas kompor, dodol tidak ada kandungan bahan perekat sedangkan UMMB ada bahan perekatnya.

Analisis Usaha

Menurut Hadisapoetra (1973) dalam Suparman dan Azis (2003), bahwa suatu kegiatan usaha tani dikatakan berhasil apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: Usaha tani harus dapat menghasilkan pendapatan yang dapat digunakan untuk membayar seluruh biaya usaha termasuk biaya alat-alat yang diperlukan, usaha tani harus dapat menghasilkan pendapatan yang dapat digunakan untuk membayar bunga modal yang digunakan dalam kegiatan usaha tani tersebut, baik modal sendiri maupun modal yang berasal dari pinjaman, usaha tani harus dapat menghasilkan pendapatan yang dapat dipakai untuk membayar upah tenaga kerja yang layak, usaha tani harus memberikan pendapatan yang dapat menunjang kebutuhan hidup dan meningkatkan taraf hidup kepada pelaku usaha.

Setiap usaha apapun dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Keuntungan dan kerugian ternak hanya mungkin bisa diketahui apabila seluruh ongkos dan biaya produksi bisa diperhitungkan (Sugeng, 1996).

Menurut Soekartawi dkk., (1986) tipologi usaha ternak dibagi berdasarkan skala usaha dan tingkat pendapatan peternak dan diklasifikasikan ke dalam empat kelompok berikut: 1) Peternakan sebagai usaha sampingan (<30 %); 2)


(32)

Peternakan sebagai cabang usaha (30-70%); 3) Peternakan sebagai usaha pokok (70-100%); Peternakan sebagai industri (100%).

Biaya dan Penerimaan

Biaya adalah nilai dari semua korbanan ekonomis yang diperlukan yang tidak dapat dihindarkan, dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan sesuatu produk. Biaya bagi perusahaan adalah nilai dari faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan output (Budiono, 1990). Lipsey et al., (1995) mendefinisikan pengeluaran atau biaya bagi perusahaan adalah sebagai nilai input yang digunakan untuk memproduksi suatu output tertentu. Pengeluaran perusahaan adalah semua uang yang dikeluarkan sebagai biaya produksi, baik itu biaya tetap maupun biaya variabel atau biaya-biaya lainnya (Kadarsan, 1995).

Biaya tetap adalah jumlah biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan jumlah output tertentu sedangkan biaya yang berkaitan langsung dengan output yang bertambah besar dengan meningkatnya produksi dan berkurang dengan menurunnya produksi disebut biaya variabel (Lipsey et al., 1995).

Analisis Rugi-Laba

Keuntungan (laba) suatu usaha ditentukan oleh selisih antara total penerimaan (total reserve) dan total pengeluiaran (total cost) atau secara matematis dapat dituliskan K = TR-TC (Soekartawi, 1993) dan Hicks (1946) mendefinisikan laba sebagai nilai maksimum yang dapat didistribusikan oleh suatu satuan usaha dalam suatu periode bagaimana pada awal periode.

Laporan laba rugi merupakan laporan keuangan yang menggambarkan hasil usaha dalam suatu periode tertentu. Dalam laporan ini tergambar jumlah


(33)

pendapatan serta jumlah biaya dan jenis-jenis biaya yang dikeluarkan. Laporan laba-rugi (balance sheet) adalah laporan yang menunjukkan jumlah pendapatan yang diperoleh dan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam suatu periode tertentu.

Setiap jangka waktu tertentu, umumnya satu tahun, perusahaan perlu memperhitungkan hasil usaha perusahaan yang dituangkan dalam bentuk laporan laba-rugi. Hasil usaha tersebut didapat dengan cara membandingkan penghasilan dan biaya selama jangka waktu tertentu. Besarnya laba atau rugi akan diketahui dari hasil perbandingan tersebut. (Kasmir dan Jakfar, 2003).

Benefit Cost Ratio (B/C Ratio)

Benefit cost ratio (B/C ratio) adalah untuk menentukan sejauh mana efisiensi suatu usaha itu dijalankan yang diperoleh dengan cara membagikan total hasil produksi dengan total biaya produksi. Kadariah (1987) menyatakan bahwa untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu usaha dapat digunakan parameter tingkat keuntungan dan kerugian suatu usaha yaitu dengan mengukur besarnya pemasukan dibagi besarnya pengeluaran. Secara matematis dituliskan:

B/C = Total hasil produksi Total biaya produksi Dimana bila:

B/C ratio > 1 : efisien B/C ratio = 1 : impas B/C ratio < 1 : tidak efisien

Soekartawi et al., (1986) menyatakan bahwa suatu usaha dikatakan memberikan manfaat bila nilai B/C Ratio > 1. Semakin besar nilai B/C ratio maka semakin efisien usaha tersebut dan sebaliknya, semakin kecil nilai B/C ratio-nya maka semakin tidak efisien usaha tersebut. Rumus untuk mencari nilai B/C ratio dapat ditulis sebagai berikut:


(34)

B/C Ratio = Outout Input Dimana:

Output adalah keluaran yang diperoleh dari usaha tersebut yang berupa hasil penjualan, sedangkan

Input adalah korbanan yang diberikan berupa biaya-biaya untuk proses produksi

Analisis Break Even Point (BEP)

Menurut Ibrahim (2003), BEP adalah titik pulang pokok, dimana total revenue = total cost. Dilihat dari jangka waktu pelaksanaan sebuah proyek, terjadinya BEP tergantung pada lamanya arus penerimaan sebuah proyek dapat menutupi segala biaya operasi dan pemeliharaan beserta biaya modal lainnya. Ada dua jenis BEP, BEP harga produksi yang diperoleh dengan cara membagikan total biaya produksi dengan bobot badan setelah pemeliharaan. Kemudian BEP volume produksi diperoleh dengan cara membagikan total biaya produksi dengan harga jual perkilogramnya.

Income Over Feed Cost (IOFC)

IOFC adalah selisih antara pendapatan usaha peternakan terhadap biaya pakan. Pendapatan ini merupakan perkalian antara produksi peternakan dengan harga jual, sedangkan biaya pakan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan ternak tersebut (Prawirokusumo, 1990).

Selain pegangan berproduksi secara teknis juga diperlukan pegangan berproduksi dari segi ekonomi, beberapa tolak ukur yang dapat digunakan untuk pegangan berproduksi adalah IOFC atau selisih pendapatan usaha peternakan dengan biaya pakan. Pendapatan merupakan perkalian antara hasil produksi


(35)

peternakan (kilogram hidup) dengan harga jual. Sedangkan biaya pakan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan kilogram bobot hidup (Hermanto, 1996).

Return On Investment (ROI)

ROI merupakan rasio yang menunjukkan hasil atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan atau suatu ukuran tentang efisiensi manajemen. Ratio ini menunjukkan hasil dari seluruh aktiva yang dikendalikannya dengan mengabaikan sumber pendanaan dan biasanya ratio ini diukur dengan presentase. Ratio ini merupakan produktivitas dari seluruh dana perusahaan baik modal pinjaman maupun modal sendiri. Semakin kecil (rendah) ratio ini semakin tidak baik, demikian pula sebaliknya. Artinya ratio ini digunakan untuk mengukur efektifitas dari keseluruhan operasi perusahaan (Kasmir dan Jakfar, 2003).

Return on Investment (ROI) merupakan analisa untuk mengetahui tingkat keuntungan usaha sehubungan dengan modal yang digunakan. Besar kecilnya ROI ditentukan oleh tingkat perputaran modal dan keuntungan bersih yang dicapai.

ROI = Pendapatan Bersih (Net Income) x 100% Total Aset (Modal)

Semakin besar keuntungan yang diterima maka semakin besar tingkat pengembalian modal, dan sebaliknya. Kelayakan usaha diketahui dengan membandingkan ROI dengan tingkat suku bunga pinjaman. Suatu usaha dikatakan layak apabila ROI lebih besar dari tingkat suku bunga pinjaman dan tidak layak apabila ROI lebih kecil dari tingkat suku bunga pinjaman (Soekarwati, 1993).


(36)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak, Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan yang dimulai pada bulan Maret 2010 sampai Juli 2010.

Bahan dan Alat Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 4 ekor sapi Bali jantan lepas sapih dengan rata-rata bobot awal 157,25 + 10,7 kg, hijauan lapangan, suplemen multinutrisi yang terdiri atas: molases, urea, bungkil kelapa, dedak padi, starbio, kapur, garam dan pigmix, obat-obatan dan air minum.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang individual sebanyak 4 unit beserta perlengkapannya, tempat pakan dan minum, timbangan 500 kg dengan kepekaan 10 g untuk menimbang berat badan sapi selama penelitian, timbangan dengan kapasitas 2 kg dengan kepekaan 10 gr untuk menimbang bahan suplemen multinutrisi, timbangan salter dengan kapasitas 10 kg dengan kepekaan 10 gr untuk menimbang hijauan, cetakan kue untuk mencetak suplemen multinutrisi, kompor untuk memanaskan molases, wajan sebagai wadah dalam mencampur bahan suplemen multinutrisi pada saat dipanaskan, kandang jepit yang digunakan pada saat penimbangan bobot badan sapi dilaksanakan, alat


(37)

kebersihan (ember, sapu, pisau, sabit, tempat sampah), lampu sebagai alat penerangan, kalkulator sebagai alat untuk mempermudah perhitungan, dan alat tulis sebagai alat pencatat data selama penelitian

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriftif. Perlakuan yang diteliti adalah :

P0 = Hijauan lapangan + suplemen multinutrisi 0

P1 = Hijauan lapangan + suplemen multinutrisi 1

P2 = Hijauan lapangan + suplemen multinutrisi 2

P3 = Hijauan lapangan + suplemen multinutrisi 3

Susunan pakan suplemen multinutrisi dapat dilihat pada Tabel 5 berikut: Table 5. Susunan suplemen multinutrisi (SM)

Bahan Komposisi (%)

SM 0 SM 1 SM 2 SM 3

Bungkil Kelapa 21,3 27,5 34,3 40

Dedak 40,6 29,8 19 8,8

Molales 30,8 33,4 35,4 37,9

Urea 3 3 3 3

Pigmix ® 0,3 0,3 0,3 0,3

Kapur 2 2 2 2

Garam 2 2 2 2

Starbio ® 0 2 4 6

Total 100 100 100 100

Kombinasi perlakuan yang dilakukan :

Periode Pelaksanaan (Bulan) Kandang

A B C D

I S1P3 S2P0 S3P1 S4P2

II S1P1 S2P2 S3P3 S4P0

III S1P2 S2P3 S3P0 S4P1

IV S1P0 S2P1 S3P2 S4P3


(38)

Parameter Penelitian Analisis Usaha

Total Biaya Produksi

Total biaya produksi atau total pengeluaran yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk, diperoleh dengan cara menghitung

biaya pembelian bibit, sewa kandang dan peralatan, biaya pakan, biaya obat-obatan, biaya tenaga kerja.

Total Hasil Produksi

Total hasil produksi atau total penerimaan yaitu seluruh produk yang dihasilkan dalam kegiatan ekonomi diperoleh dengan cara menghitung harga jual sapi dan harga jual kotoran sapi

Analisa Laba-Rugi

Analisa ekonomi atau Laba-Rugi dilakukan untuk mengetahui apakah usaha tersebut rugi atau menguntungkan dengan cara menghitung selisih antara total hasil produksi dengan total biaya produksi.

Benefit Cost Ratio (B/C Ratio)

B/C ratio diperoleh dengan cara membagikan total hasil produksi dengan total biaya produksi atau dituliskan dengan rumus:

B/C = Total hasil produksi Total biaya produksi Dimana bila:

B/C ratio > 1 : efisien B/C ratio = 1 : impas B/C ratio < 1 : tidak efisien


(39)

Break Even Point (BEP)

BEP yaitu kondisi dimana suatu usaha dinyatakan tidak untung dan tidak rugi dan disebut titik impas. BEP dibagi ke dalam 2 bagian, yaitu:

a. BEP Harga Produksi yaitu diperoleh dengan cara membagikan total biaya produksi dengan bobot badan setelah pemeliharaan.

b. BEP Volume Produksi yaitu diperoleh dengan cara membagikan total biaya produksi dengan harga jual perkilogramnya.

Income Over Feed Cost (IOFC)

IOFC didapat dengan cara pendapatan usaha peternakan yang didapat dari berat badan ternak (bobot potong-bobot awal) di kali harga ternak/kg dikurangi dengan biaya pakan (total konsumsi dikali harga pakan)

IOFC = (PBB x Rp.22.500) – (Jumlah konsumsi x Harga pakan) Return on Investment (ROI)

Didapat dengan cara membagikan nilai pendapatan bersih dengan modal yang dikeluarkan dikali 100%. Secara Sistematis:

ROI = Pendapatan Bersih (Net Income) x 100% Total Aset (Modal)

Pelaksanaan penelitian 1. Persiapan kandang

Kandang dan semua peralatan yang digunakan seperti tempat pakan dan minum dibersihkan dan disuci hamakan melalui fumigasi dengan menggunakan KMnO4 dan formalin.

2. Pemberian pakan dan air minum

Pakan yang digunakan adalah 100% hijauan yang berupa rumput dan legum lapangan. Terlebih dahulu pakan ditimbang kemudian sisa pakan yang


(40)

diberikan ditimbang keesokan harinya untuk mengetahui konsumsi untuk ternak tersebut.

3. Pemberian suplemen multinutrisi

Suplemen multinutrisi diberikan sebanyak 250 g/ekor/hari dalam waktu dua kali sehari yaitu pagi dan sore.

3. Pemberian obat-obatan

Ternak sapi sebelum masuk kandang penelitian terlebih dahulu diberikan obat cacing WormZol-B selama adaptasi. Sedangkan obat-obatan yang lain seperti superkiller dan oxytetracyclin salep diberikan pada saat penelitian.

4. Pengambilan data

Langkah-langkah mengambil data dan analisa data:

1. Dilakukan pengukuran (pretest) yaitu data rata-rata bobot badan awal sapi pada setiap level perlakuan pakan.

2. Dilakukan survei harga pakan yaitu diarea pasar, poultry shop dan tempat lain yang menyangkut harga pakan dan harga peralatan-peralatan yang digunakan.

3. Dilakukan pengukuran (posttest) yaitu bobot badan awal sapi dan bobot badan akhir sapi, konsumsi pakan sapi dan feses setiap level perlakuan pakan.

4. Dilakukan analisis usaha pada data-data pretest dan posttest untuk mengetahui nilai ekonomi dari keseluruhan usaha ternak sapi. Analisis usaha yang dilihat adalah analisis laba-rugi, analisis B/C ratio, analisis BEP, analisis IOFC dan analisis ROI.


(41)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Usaha

Total Biaya Produksi

Total biaya produksi atau total pengeluaran yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk, diperoleh dengan cara menghitung: biaya pembelian sapi, biaya pakan, biaya sewa kandang, biaya peralatan, biaya obat-obatan dan biaya tenaga kerja.

Biaya Bibit

Biaya bibit adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bibit sapi sebanyak 4 ekor, harga diperoleh dari hasil perkalian antara bobot badan awal dengan harga bobot badan hidup perkilogramnya. Harga bobot hidup perkilogram yang digunakan Rp. 22.500,- sehingga diperoleh biaya bibit seperti tertera pada Tabel 6 berikut:

Tabel 6. Harga bibit sapi/perlakuan (Rp).

Bulan P0 P1 P2 P3

1 3.555.000 (S2) 3.510.000 (S3) 3.712.500 (S4) 3.375.000 (S1)

2 4.144.500 (S4) 3.759.750 (S1) 3.906.000 (S2) 3.888.000 (S3)

3 4.320.000 (S3) 4.509.000 (S4) 4.110.750 (S1) 4.324.500 (S2)

4 4.468.500 (S1) 4.756.500 (S2) 4.671.000 (S3) 4.907.250 (S4)

Sumber : Data primer yang diolah

Biaya Pakan

Biaya yang dikeluarkan untuk membeli pakan yang diperoleh dari perkalian antara jumlah pakan yang diberikan dengan harga pakan perkilogramnya sehingga diperoleh biaya pakan selama penelitian seperti tertera pada Tabel 7 berikut:


(42)

Tabel 7. Biaya pakan selama penelitian/perlakuan (Rp).

Bulan P0 P1 P2 P3

1 148.055 (S2) 147.491 (S3) 156.816 (S4) 144.546 (S1)

2 171.455 (S4) 157.391 (S1) 164.016 (S2) 164.346 (S3)

3 178.655 (S3) 187.091 (S4) 172.116 (S1) 182.346 (S2)

4 184.055 (S1) 196.991 (S2) 194.616 (S3) 205.746 (S4)

Sumber: Data primer yang diolah .

Biaya/Upah tenaga kerja

Biaya atau upah tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk memelihara sapi selama penelitian. Berdasarkan UMRP SUMUT tahun 2010 (Upah Minimum Regional Propinsi Sumatera) sebesar Rp. 1.020.000/bulan. Dengan asumsi 1 orang tenaga kerja dapat menangani 5 ST yaitu 5 ekor sapi (Peraturan Menteri Pertanian Nomor 54/Permentan/OT.140/10/2006). Sehingga upah yang dikeluarkan untuk 4 ekor sapi dengan masa pemeliharaan selama 120 hari tertera pada Tabel 8 berikut:

Tabel 8. Biaya tenaga kerja perbulan/perlakuan (Rp).

Bulan P0 P1 P2 P3

1 102.000 102.000 102.000 102.000

2 102.000 102.000 102.000 102.000

3 102.000 102.000 102.000 102.000

4 102.000 102.000 102.000 102.000

Sumber: Data primer yang diolah

Biaya Sewa Kandang dan Peralatan

Biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan kandang diperhitungkan berdasarkan nilai sewa kandang dan peralatan sehingga diperoleh sewa kandang dan peralatan yang tertera pada Tabel 9 berikut:


(43)

Tabel 9. Biaya sewa kandang selama penelitian (Rp)

Bulan P0 P1 P2 P3

1 22.750 22.750 22.750 22.750

2 22.750 22.750 22.750 22.750

3 22.750 22.750 22.750 22.750

4 22.750 22.750 22.750 22.750

Sumber: Data primer yang diolah

Biaya Obat-obatan

Biaya obatan yaitu biaya yang dikeluarkan untuk membeli obat-obatan dan vitamin sehingga diperoleh biaya yang tertera pada Tabel 10 berikut: Tabel 10. Harga Obat-obatan yang digunakan selama penelitian (Rp).

Bulan P0 P1 P2 P3

1 12.500 12.500 12.500 12.500

2 12.500 12.500 12.500 12.500

3 12.500 12.500 12.500 12.500

4 12.500 12.500 12.500 12.500

Sumber: Data primer yang diolah

Total Hasil Produksi

Total hasil produksi atau total penerimaan yaitu seluruh produk yang dihasilkan dalam kegiatan pemeliharaan sapi ini yang diperoleh dengan cara menghitung harga jual sapi beserta feses.

a. Penjualan Sapi

Penjualan sapi yaitu hasil perkalian antara bobot badan akhir dengan harga bobot hidup perkilogramnya. Harga bobot hidup perkilogram yang digunakan sebesar Rp.22.500,- sehingga diperoleh hasil penjualan sapi selama penelitian tertera pada Tabel 11 berikut:


(44)

Tabel 11. Harga jual sapi/perlakuan (Rp).

Bulan P0 P1 P2 P3

1 3.906.000 (S2) 3.888.000 (S3) 4.144.500 (S4) 3.759.750 (S1)

2 4.509.000 (S4) 4.110.750 (S1) 4.324.500 (S2) 4.320.000 (S3)

3 4.671.000 (S3) 4.907.250 (S4) 4.468.500 (S1) 4.756.500 (S2)

4 4.812.750 (S1) 5.134.500 (S2) 5.089.500 (S3) 5.359.500 (S4)

Sumber: Data primer yang diolah

b. Penjualan Kotoran Sapi

Yaitu hasil perkalian antara jumlah feses dengan harga perkilogramnya, Harga kotoran basah perkilogram yang digunakan sebesar Rp. 100,- sehingga diperoleh hasil penjualan kotoran sapi tertera pada Tabel 12 berikut:

Tabel 12. Harga penjualan kotoran sapi/perlakuan (Rp)

Bulan P0 P1 P2 P3

1 38.778 (S2) 37.084 (S3) 45.021 (S4) 36.524 (S1)

2 41.623 (S4) 33.940 (S1) 42.288 (S2) 38.333 (S3)

3 33.828 (S3) 44.199 (S4) 33.407 (S1) 42.983 (S2)

4 33.179 (S1) 41.149 (S2) 41.281 (S3) 46.603 (S4)

Sumber: Data primer yang diolah

Analisis Keuntungan (Laba/Rugi)

Keuntungan (laba) dan rugi suatu usaha diketahui setelah total biaya produksi dikurangi dengan total hasil produksi. Sehingga diperoleh keuntungan (laba) seperti yang tertera pada Tabel 13 berikut:

Tabel 13. Keuntungan (laba-rugi) tiap level perlakuan (Rp)

Bulan P0 P1 P2 P3

1 104.473 (S2) 130.342 (S3) 182.955 (S4) 139.478 (S1)

2 97.417 (S4) 90.298 (S1) 159.522 (S2) 168.737 (S3)

3 68.922 (S3) 118.107 (S4) 81.790 (S1) 155.387 (S2)

4 56.123 (S1) 84.907 (S2) 127.915 (S3) 155.857 (S4)

Sumber: Data primer yang diolah

Analisis Benefit/Cost Ratio (B/C Ratio)

Analisis B/C Ratio digunakan dalam suatu usaha untuk mengetahui layak atau tidaknya usaha tersebut untuk ke periode berikutnya atau sebaliknya usaha


(45)

tersebut dihentikan saja karena kurang layak. Nilai B/C ratio dapat dilihat pada Tabel 14 berikut:

Tabel 14. B/C ratio tiap perlakuan pakan

Bulan P0 P1 P2 P3

1 1,027 (S2) 1,034 (S3) 1,046 (S4) 1,038 (S1)

2 1,022 (S4) 1,022 (S1) 1,038 (S2) 1,040 (S3)

3 1,015 (S3) 1,024 (S4) 1,019 (S1) 1,033 (S2)

4 1,012 (S1) 1,017 (S2) 1,026 (S3) 1,030 (S4)

Sumber: Data primer yang diolah

Break Event Point (BEP)

Break Event Point (BEP) yaitu kondisi dimana suatu usaha dinyatakan tidak untung dan tidak rugi dan disebut titik impas. BEP (Break Event Point) dapat dibagi menjadi dua yaitu:

BEP Harga Produksi

Dimana diperoleh dari hasil pembagian total biaya produksi dengan berat hidup sapi (kg). BEP harga produksi dapat dilihat pada Tabel 15 berikut:

Tabel 15. BEP harga produksi tiap level perlakuan (Rp)

Bulan P0 P1 P2 P3

1 22.122 (S2) 21.960 (S3) 21.751 (S4) 21.884 (S1)

2 22.222 (S4) 22.192 (S1) 21.890 (S2) 21.821 (S3)

3 22.331 (S3) 22.161 (S4) 22.256 (S1) 21.968 (S2)

4 22.393 (S1) 22.308 (S2) 22.117 (S3) 22.041 (S4)

Sumber: Data primer yang diolah

BEP Volume Produksi

Dimana diperoleh dari hasil pembagian total biaya produksi dengan harga penjualan perkilogram. BEP volume produksi setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 16 berikut:


(46)

Tabel 16. BEP volume produksi tiap level perlakuan (Kg).

Bulan P0 P1 P2 P3

1 170,68 (S2) 168,66 (S3) 178,07 (S4) 162,52 (S1)

2 197,92 (S4) 180,20 (S1) 186,99 (S2) 186,20 (S3)

3 206,04 (S3) 214,82 (S4) 196,45 (S1) 206,40 (S2)

4 212,88 (S1) 226,26 (S2) 222,35 (S3) 233,34 (S4)

Sumber: Data primer yang diolah

IOFC (Income Over Feed Cost)

Dimana diperoleh dari hasil selisih penjualan sapi dengan biaya pakan yang digunakan selama penelitian. IOFC tiap level perlakuan dapat dilihat pada Tabel 17 berikut:

Tabel 17. IOFC tiap level perlakuan (Rp).

Bulan P0 P1 P2 P3

1 202.944 (S2) 230.508 (S3) 275.183 (S4) 240.204 (S1)

2 193.044 (S4) 193.608 (S1) 254.483 (S2) 267.654 (S3)

3 172.344 (S3) 211.158 (S4) 185.633 (S1) 249.654 (S2)

4 160.194 (S1) 181.008 (S2) 223.883 (S3) 246.504 (S4)

Sumber: Data primer yang diolah

ROI (Return on Investment)

ROI bertujuan untuk mengetahui tingkat pengembalian modal yang ditanamkan dengan membandingkan nilai keuntungan usaha dengan modal usaha yang dikeluarkan. Dari hasil penelitian diperoleh nilai ROI pada Tabel 19 berikut: Tabel 19. ROI tiap level perlakuan (%).

Bulan P0 P1 P2 P3

1 2,72 (S2) 3,43 (S3) 4,57 (S4) 3,81 (S1)

2 2,19 (S4) 2,23 (S1) 3,79 (S2) 4,03 (S3)

3 1,49 (S3) 2,44 (S4) 1,85 (S1) 3,35 (S2)

4 1,17 (S1) 1,67 (S2) 2,56 (S3) 2,97 (S4)


(47)

Tabel 19. Rekapitulasi rataan hasil penelitian Perlakuan Laba/Rugi

(Rp) B/C

BEP Harga Produksi

BEP Volume Produksi (Kg)

IOFC (Rp)

ROI (%)

P0 81.734 1,019 22.267 196,88 182.132 1,89

P1 105.914 1,024 22.155 197,48 204.071 2,44

P2 138.045 1,032 22.004 195,96 234.796 3,19

P3 154.864 1,035 21.929 197,12 251.004 3,54

Dari Tabel 19 dapat dilihat bahwa pada perlakuan P0 memberi keuntungan

rata-rata sebesar Rp. 81.734,-, perlakuan P1 memberi keuntungan rata-rata sebesar

Rp. 105.914,-, perlakuan P2 memberi keuntungan rata-rata sebesar Rp. 138.045,-

dan perlakuan P3 memberi keuntungan rata-rata sebesar Rp. 154.864,-. Didapat

bahwa rataan keuntungan terbesar adalah pada P3 sebesar Rp.154.864,- dan

terkecil pada P0 sebesar Rp. 81.734,-. Hal ini disebabkan oleh kenaikan

pertambahan bobot badan pada perlakuan P3 lebih tinggi daripada pertambahan

bobot badan perlakuan P0, P1 dan perlakuan P2. Seperti halnya pernyataan

Lipsey et al., (1995), keuntungan adalah selisih antara hasil yang diterima dari penjualan dengan biaya sumber daya yang telah digunakan untuk memproduksinya. Walaupun harga pakan P3 lebih tinggi dari harga pakan P0, P1

dan P2 namun penerimaan dari penjualan P3 lebih tinggi dari penjualan P0,P1 dan

P2.

Dari Tabel 19 dapat dilihat bahwa nilai benefit cost ratio pada perlakuan P0 sebesar 1,019, perlakuan P1 sebesar 1,024, perlakuan P2 sebesar 1,032 dan

perlakuan P3 sebesar 1,035. Diketahui bahwa benefit cost ratio (B/C) terbesar

adalah pada P3 sebesar 1,035 dan terkecil pada P1 sebesar 1,019. Dari hasil

penelitian terlihat bahwa seluruh perlakuan memiliki nilai B/C > 1 yang artinya adalah efisien (layak) dijadikan suatu usaha. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kadariah (1987) yang menyatakan bahwa untuk mengetahui tingkat efisien suatu


(48)

usaha dapat digunakan parameter tingkat keuntungan dan kerugian suatu usaha yaitu dengan mengukur besarnya pemasukan dibagi besarnya pengeluaran dimana bila B/C ratio > 1 berarti efisien, B/C = 1 berarti impas dan B/C ratio < 1 berarti tidak efisien.

Dari Tabel 19 juga diperoleh hasil rataan Break even point (BEP) yang terdiri dari BEP harga produksi pada perlakuan P0 sebesar 22.267,-, perlakuan P1

sebesar Rp. 22.155,-, perlakuan P2 sebesar Rp. 22.004 dan perlakuan P3 sebesar

Rp. 21.929. Didapat bahwa rataan BEP terbesar terdapat pada P1 sebesar

Rp. 22.267,- dan terkecil pada P3 sebesar Rp. 21.929,- dimana pada BEP harga

produksi pada semua perlakuan masih dalam level aman karena dibawah harga pasar sebesar Rp. 22.500,-. Hal ini perlu diketahui untuk melihat batasan-batasan

produksi minimal agar tidak mengalami kerugian sebagaimana menurut Ibrahim (2003), Break Even Point adalah titik pulang pokok, dimana total revenue = total cost. Dilihat dari jangka waktu pelaksanaan proyek,

terjadinya BEP tergantung pada lamanya arus penerimaan sebuah proyek dapat menutupi segala biaya operasi dan pemeliharaan beserta biaya modal lainnya. Selanjutnya rataan BEP volume produksi pada perlakuan P0 sebesar 196,88 kg,

perlakuan P1 sebesar 197,48 kg, perlakuan P2 sebesar 195,96 kg dan perlakuan P3

sebesar 197,12 kg. Didapat bahwa rataan BEP volume produksi terbesar terdapat pada P1 sebesar 197,48 kg dan terkecil pada P2 sebesar 195,96 kg. Dari rataan

BEP volume produksi menunjukkan bahwa seluruh perlakuan masih berada dibawah rataan bobot hidup sapi yang diperoleh pada P0 sebesar 198,88 kg, P1


(49)

Dari Tabel 19 juga diperoleh hasil rataan IOFC pada perlakuan P0 sebesar

Rp. 182,132,-, perlakuan P1 sebesar Rp. 204.071,-, perlakuan P2 sebesar

Rp. 234.796,- dan pada perlakuan P3 sebesar Rp. 251.004,-. Didapat bahwa rataan

IOFC terbesar terdapat pada P3 sebesar Rp. 251.004,- dan terkecil pada P1 sebesar

Rp. 182.132,-. Walaupun harga pakan P3 lebih besar daripada harga pakan P0, P1

dan P2 namun penerimaan dari penjualan P3 mempunyai selisih lebih besar

terhadap biaya pakan daripada P0, P1 dan P2, sebagaimana pernyataan dari

Prawirokusumo (1990) yang menyatakan bahwa IOFC adalah selisih antara pendapatan usaha peternakan terhadap biaya pakan. Pendapatan ini merupakan perkalian antara produksi peternakan dengan harga jual, sedangkan biaya pakan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan ternak tersebut.

Dari Tabel 19 juga diperoleh hasil rataan ROI pada perlakuan P0 sebesar

1,89 %, perlakuan P1 sebesar 2,44 %, perlakuan P2 sebesar 3,19 % dan perlakuan

P3 sebesar 3,54 %. Didapat bahwa rataan ROI terbesar terdapat pada P3 sebesar

3,54% dan terkecil pada P1 sebesar 1,89 %. Hasil terbaik terdapat pada P3 karena

memiliki rataan lebih tinggi dari perlakuan lainnya. Kasmir dan Jakfar (2003) menyatakan bahwa ratio ini menunjukkan hasil dari seluruh aktiva yang dikendalikannya dengan mengabaikan sumber pendanaan dan biasanya ratio ini diukur dengan presentase. Ratio ini merupakan produktivitas dari seluruh dana perusahaan baik modal pinjaman maupun modal sendiri. Semakin kecil (rendah) ratio ini semakin tidak baik, demikian pula sebaliknya. ROI pada semua perlakuan dalam keadaan aman jika dilihat dari suku bunga pinjaman sebesar 1,33 % perbulan sehingga layak dijadikan suatu usaha. Soekarwati (1993) menyatakan bahwa kelayakan usaha diketahui dengan membandingkan ROI dengan tingkat


(50)

suku bunga pinjaman. Suatu usaha dikatakan layak apabila ROI lebih besar dari tingkat suku bunga pinjaman dan tidak layak apabila ROI lebih kecil dari tingkat suku bunga pinjaman.


(51)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penambahan probiotik starbio pada suplemen multinutrisi yang diberikan pada sapi Bali jantan selama penelitian memberikan keuntungan dan dapat digunakan dalam usaha peternakan sapi Bali.

Saran

Pendapatan setiap perlakuan pakan dengan penambahan level starbio dari 0 %, 2%, 4% dan 6% secara interval mengalami kenaikan. Penambahan level starbio pada level yang lebih dari 6% sangat disarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A. dan Simanjuntak, D., 2003. Ternak Sapi potong. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta.

Anggorodi, R., 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta. Bamualim, A. dan Wirdahayati, R.B., 2003. Nutrition and Management Strategies

to Improve Bali Cattle Productivity in Nusa Tenggara. In. Strategies to Improve Bali Cattle in Eastern Indonesia. K. Entwistle and D.R. Lindsay (Eds). ACIAR Proceeding No. 110.

Basir, H. J., 1990. Penggunaan Limbah Pertanian sebagai Pakan Ternak, Laporan Penelitian Jurusan Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Syiah Kuala Darussalam, Banda Aceh.

Blakely, J. dan D.H. Bade, 1998. Ilmu Peternakan. Edisi 4. UGM Press, Yogyakarta.

Budiono, 1990. Ekonomi Mikro. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 1. Edisi kedua, Cetakan ke II. BPFE, Yogyakarta.

Cahyono, B., 1998. Beternak Domba dan Kambing. Kanisius, Yogyakarta.

Central Unggas, 2009. http://central unggas.blogspot.com/2009/03/ Potensi-Isolat-Lactobacillus-dari.html.

Crawford, J.S., 1979. Probiotics in Animal Nutrition. Arkansas Nutr. Conf: 45-55. Fuller, M.F., 1992. Probiotics, In Man and Abinal. J. Appl. Bacterial 66: 365-378. Hadisapoetro, S., 1973. Pembangunan Pertanian. Departemen Ekonomi Pertanian

Fakultas Pertanian, UGM, Yogyakarta.

Hardjosubroto, W., 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Hermanto, F., 1996. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya, Jakarta.

Hicks, J. R., 1946. Value and Capital 2th Edition. Oxford University Press, USA.

Ibrahim, Y, H. M., 2003. Studi Kelayakan Bisnis, Edisi Revisi, Penerbit PT. Rineka Cipata, Jakarta.


(53)

Indeks Obat Hewan Indonesia, 2007. Edisi VI. Direktorat Jendral Peternakan, Departemen Pertanian dengan Asosiasi Obat Hewan Indonesia 2007. PT Gallus Indonesia Utama (GITA Pustaka), Jakarta.

Kadariah, 1987. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Kadarsan, H., 1995. Keuangan Pertanian dan Pembiayaan Perusahaan Agribisnis. Cetakan kedua. PT. Gramedia, Jakarta.

Kasmir dan Jakfar, 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Kencana, Bogor.

Lassiter, J.W. and Edward, H.P.M., 1982. Animal Nutrition. Reston Publishing Comp. Inc, Virginia.

Lembah Hijau Multifarm. 1995. Pakan Lebih Hemat dengan Starbio. CV. Lembah Hijau Indonesia, Bogor.

Lipsey, R., P. Courant, D. Purvis dan P. Steiner, 1995. Pengantar Mikroekonomi. Jilid I. Binarupa Aksara, Jakarta.

Murtidjo, B.A., 1990. Sapi Potong. Penerbit Kanisius,Yogyakarta.

Parakkasi, A., 1995. Ilmu Makanan Ternak dan Ternak Ruminansia. Universitas Indonesia-Press, Jakarta.

Parker, R.D., 1979. Probiotics, The Other Hall of the Antibiotica Story. Jurnal Animal Nutrition Health. 29: 4-8.

Piao, X.S., I.K. Han, J.H. Kim, W.T. cho, Y.H. Kim and C. Liang, 1999. Effects of Kemzyme, Phytase and Yeast.

Prawirokusumo, S., 1990. Ilmu Gizi Komparatif. BPFE, Yogyakarta.

Rangkuti, M., A. Musofie, P. Sitorus, I.P. Kompiang, N. Kusumawardhani, dan A. Roesjat, 1985. Pemanfaatan Daun Tebu Untuk Pakan Ternak di Jawa Timur. Seminar Pemanfaatan Limbah Tebu Untuk Pakan Ternak. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, Grati. Rasyaf, M., 1990. Bahan Makanan Unggas di Indonesia. Kanisius, Yogyakarta. Ritonga, H., 1992. Beberapa Cara Menghilangkan Mikroorganisme Patogen.

Majalah Ayam dan Telur No. 73 Maret 1992. Hal : 2-26.

Sudarmono, A.S. dan Sugeng, Y.B., 2008. Sapi Potong. Edisi Revisi. Penebar Swadaya, Jakarta.

Soekarwati, 1993. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian, Teori dan Aplikasinya. Rajawali-Press, Jakarta.


(54)

Soekartawi, J., L. Dillon, J. B. Hardaker dan A. Soeharjo, 1986. Ilmu Usaha Tani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas indonesia-Press, Jakarta.

Sugeng, M. 1996. Beternak Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.

Suparman, M dan Azis, M. S., 2003. Formulasi Pakan Murah yang Berkualitas untuk Usaha Penggemukkan Sapi Bali. BPTP, Sulawesi Selatan.

Tillman, A. D., Hartadi, S. Reksohadimojo dan S. Prawirokusumo, 1981. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University-Press, Yogyakarta. Tomaszewska, M. W., I. M. Mastika., A. Djajanegara, S. Gardiner dan T. R.

Wiradarya, 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas Maret University-Press, Surabaya.

Utomo, R., 1991. Pengaruh Tingkat Penggunaan Urea Dalam Pakan Terhadap Kenaikan Bobot Badan, Kadar Amonia dan Urea Darah Domba, Buletin Peternakan UGM, Tahun XV No. 2, Yogyakarta.

Wahiduddin, M., 2009. Penggunaan Urea Mineral Molases Blok (UMMB) dan Dodol Sebagai Pengganti Konsentrat Pada Sapi.

Widayati, E. dan Widalestari, Y., 1996. Limbah Untuk Pakan Ternak. Trubus Agrisorana, Surabaya.


(55)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Formulasi P0

Bahan % Bahan % PK % LK % TDN % Ca % P

1 B. Kelapa 21,3 3,834 0,3834 17,253 0.0426 0,1278

2 Dedak 40,6 5,278 5,278 26,796 0.04872 0.609

3 Molales 30,8 0,924 0,02464 24,948 0,308 0.0308

4 Urea 3 7,875 0 0 0 0

5 Pigmix® 0,3 0 0 0 0,00075 0

6 Kapur 2 0 0 0 0.676 0

7 Garam 2 0 0 0 0 0

8 Starbio® 0 0 0 0 0 0

Total 100 17,911 5,68604 68,997 1,07607 0,7676

Lampiran 2. Formulasi P1

Bahan % Bahan % PK % LK % TDN % Ca % P

1 B. Kelapa 27,5 4,95 0.495 22,275 0.055 0.165

2 Dedak 29,8 3,874 3,874 19,668 0.03576 0.447

3 Molales 33,4 1,002 0,02672 27,054 0.334 0.0334

4 Urea 3 7,875 0 0 0 0

5 Pigmix® 0,3 0 0 0 0,00075 0

6 Kapur 2 0 0 0 0.676 0

7 Garam 2 0 0 0 0 0

8 Starbio® 2 0.2084 0.00224 0 0 0

Total 100 17,9094 4,39796 68,997 1,10151 0,6454 Lampiran 3. Formulasi P2

Bahan % Bahan % PK % LK % TDN % Ca % P

1 B. Kelapa 34,3 6.174 0.6174 27,783 0,0686 0,2054

2 Dedak 19 2,47 2,47 12,54 0,0228 0,285

3 Molales 35,4 1.062 0.02832 28,674 0,354 0,0354

4 Urea 3 7,875 0 0 0 0

5 Pigmix® 0,3 0 0 0 0,00075 0

6 Kapur 2 0 0 0 0,676 0

7 Garam 2 0 0 0 0 0

8 Starbio® 4 0,4168 0.00448 0 0 0


(56)

Lampiran 4. Formulasi P3

Bahan % Bahan % PK % LK % TDN % Ca % P

1 B. Kelapa 40 7,2 072 32,4 0,08 0,24

2 Dedak 8,8 1,144 1,144 5,808 0,01056 0,132

3 Molales 37,9 1,137 0,03032 30,699 0,379 0,0379

4 Urea 3 7,875 0 0 0 0

5 Pigmix® 0,3 0 0 0 0,00075 0

6 Kapur 2 0 0 0 0.676 0

7 Garam 2 0 0 0 0 0

8 Starbio® 6 0.6252 0,00672 0 0 0

Total 100 17,9812 1,90104 68,907 1,14631 0,4099 Lampiran 5. Pemberian pakan hijauan dalam bentuk segar (kg/ekor/hari)

Periode Sapi 1 Sapi 2 Sapi 3 Sapi 4

I 15,0 15,8 15,6 16,5

II 16,7 17,4 17,3 18,4

III 18,3 19,2 19,2 20,4 IV 19,8 21,2 20,8 21,8


(57)

Lampiran 6. Konsumsi pakan sapi Bali jantan periode pertama dalam bahan kering (g/ekor/hari)

Periode Sapi 1 Sapi 2 Sapi 3 Sapi 4

I 3.455 3.670 3.510 4.243

3.455 3.670 3.508 4.245 3.455 3.670 3.511 4.245 3.465 3.666 3.512 4.244 3.465 3.665 3.573 4.244 3.465 3.670 3.512 4.246 3.465 3.668 3.509 4.246 3.455 3.667 3.509 4.244 3.465 3.667 3.512 4.245 3.465 3.666 3.508 4.245 3.455 3.666 3.507 4.243 3.465 3.671 3.506 4.243 3.465 3.673 3.513 4.243 3.465 3.665 3.504 4.242 3.465 3.669 3.573 4.241 3.455 3.670 3.506 4.241 3.465 3.670 3.505 4.24 3.465 3.670 3.508 4.244 3.455 3.672 3.511 4.24 3.455 3.670 3.509 4.242 3.425 3.670 3.503 4.241 3.465 3.670 3.508 4.241 3.465 3.671 3.504 4.245 3.465 3.671 3.510 4.244 3.465 3.672 3.510 4.243 3.445 3.674 3.512 4.242 3.455 3.675 3.503 4.244 3.465 3.673 3.513 4.242 3.465 3.675 3.513 4.241 3.465 3.670 3.508 4.243

Total 103.80 110.10 105.39 127.29


(58)

Lampiran 7. Konsumsi pakan sapi Bali jantan periode kedua dalam bahan kering

(g/ekor/hari)

Periode Sapi 1 Sapi 2 Sapi 3 Sapi 4

II 3.224 4.030 3.635 3.93

3.223 4.020 3.629 3.931 3.221 4.020 3.626 3.932 3.217 3.990 3.623 3.931 3.217 3.980 3.624 3.926 3.216 4.005 3.622 3.928 3.216 4.010 3.624 3.928 3.213 3.980 3.623 3.927 3.219 3.970 3.624 3.928 3.224 4.000 3.622 3.926 3.225 3.990 3.622 3.931 3.222 3.980 3.621 3.93 3.222 4.005 3.621 3.929 3.221 4.010 3.618 3.929 3.223 4.010 3.615 3.931 3.223 4.015 3.621 3.93 3.221 4.020 3.628 3.928 3.217 4.020 3.627 3.93 3.214 4.010 3.627 3.93 3.214 4.010 3.628 3.921 3.215 4.010 3.629 3.928 3.215 3.980 3.626 3.929 3.216 3.980 3.629 3.931 3.221 4.000 3.629 3.932 3.222 3.990 3.625 3.933 3.222 3.990 3.624 3.933 3.221 3.980 3.624 3.934 3.223 3.990 3.623 3.932 3.224 4.000 3.629 3.933 3.224 4.000 3.629 3.934

Total 96.60 120.00 108.75 117.90


(59)

Lampiran 8. Konsumsi pakan sapi Bali jantan periode ketiga dalam bahan kering (g/ekor/hari)

Periode Sapi 1 Sapi 2 Sapi 3 Sapi 4

III 3.185 4.065 3.221 4.160

3.185 4.065 3.222 4.161 3.184 4.055 3.220 4.161 3.186 4.055 3.220 4.158 3.186 4.055 3.219 4.158 3.182 4.055 3.219 4.157 3.184 4.055 3.218 4.162 3.175 4.065 3.221 4.162 3.176 4.055 3.221 4.162 3.178 4.055 3.220 4.158 3.179 4.055 3.217 4.161 3.179 4.065 3.219 4.159 3.176 4.055 3.218 4.158 3.179 4.055 3.220 4.160 3.179 4.055 3.221 4.160 3.177 4.055 3.221 4.161 3.176 4.065 3.219 4.162 3.176 4.055 3.219 4.159 3.182 4.055 3.220 4.159 3.178 4.055 3.218 4.162 3.178 4.055 3.218 4.158 3.176 4.055 3.221 4.159 3.179 4.055 3.222 4.162 3.176 4.055 3.222 4.160 3.178 4.055 3.219 4.159 3.181 4.055 3.221 4.160 3.18 4.055 3.221 4.162 3.182 4.045 3.219 4.162 3.182 4.025 3.218 4.161 3.185 4.045 3.221 4.160

Total 95.40 121.65 96.60 124.80


(1)

Lampiran 18. Harga P3 dalam 1 kg

No.

Bahan

Bahan (%)

Harga/Kg (Rp)

Total (Rp)

1

B. Kelapa

40

2.500

1.000,0

2

Dedak

8,8

2.100

184,0

3

Molales

37,9

3.500

1.326,0

4

Urea

3

3.500

105,0

5

Pigmix ®

0,3

22.000

66,0

6

Kapur

2

1.200

24,0

7

Garam

2

2.000

40,0

8

Starbio ®

6

32.000

1.920,0

Total

100

4.666,30

Lampiran 19. Sumber pakan dan harga pakan dalam 1 kg

Nama Poultry/Pasar/Pabrik

Bahan Pakan

Harga Pakan (Rp/Kg)

UD.Sembiring Tanjung.Sari Dedak

padi

halus

2.100

UD.Simas Pancur Batu

Bungkil Kelapa

2.500

UD.Simas Pancur Batu

Molases

3.500

UD.Sembiring Simpang Kuala

Urea

3.500

Pajak Sore Padang Bulan

Garam

2.000

UD.Sembiring Simpang Kuala

Kapur

1.200

UD. Pajak Sore Padang Bulan

Pigmix

22.000

UD. Pajak Sore Padang Bulan

Starbio

32.000

Lampiran 20. Biaya peralatan kandang selama penelitian

Nama Alat

Unit

Harga (Rp)

Total (Rp)

Ember 4

5.000

20.000

Tali 8

3.500

28.000

Kompor 1

15.000

15.000

Kuali 1

7.000

7.000

Minyak Tanah

3

3.500

10.500

Sekop 1

15.000

15.000

Brus 1

2.500

2.500

Bola Lampu

1

4.000

4.000

Kabel Listrik

3

4.000

12.000

Total 114.000

Biaya peralatan kandang untuk setiap ekor sapi:

= Rp. 114.000,-/4 bulan

= Rp. 28.500,-/bulan

= Rp. 7.125,-/ekor/bulan


(2)

Lampiran 21. Biaya peralatan obat-obatan selama penelitian

Nama Bahan/alat

Unit

Harga (Rp)

Total (Rp)

WormZol-B 4

15.000

60.000

Superkiller 2 40.000

80.000

Oxytetracyclin salep

2

25.000

50.000

Suntik 2

2.500

5.000

Spray 1

5.000

5.000

Total 200.000

Biaya peralatan obat-obatan untuk setiap ekor sapi:

= Rp. 200.000,-/4 bulan

= Rp. 50.000,-/bulan

= Rp. 12.500,-/ekor/bulan

Lampiran 22. Biaya sewa kandang dan tenaga kerja

Sewa Kandang

Total biaya sewa kandang: Rp. 250.000,-

Biaya untuk tiap ekor sapi:

= Rp. 250.000,-/4 bulan

= Rp. 62.500,-/bulan

= Rp. 15.526,-/ekor/bulan

Tenaga Kerja

1 Tenaga Kerja dapat menangani 5 Satuan ternak

(Peraturan Menteri Pertanian Nomor 54/Permentan/OT.140/10/2006 tentang

Pembibitan sapi potong yang baik. BAB II. Sarana dan Prasarana. Pasal H.

Tenaga Kerja)

UMRP Sumatera Utara Tahun 2010 yaitu Rp. 1.020.000,-

5 satuan ternak = Rp. 1020.000,-/ bulan

1 satuan ternak = Rp. 204.000,-/ bulan


(3)

Lampiran 23. Analisis usaha P

0

No Uraian P0

S1 S2 S3 S4

1 Biaya Produksi (Rp/ekor)

Bibit 4.468.500 3.555.000 4.320.000 4.144.500

Pakan 184.056 148.056 178.656 171.456

Obat-obatan 12.500 12.500 12.500 12.500

Kandang dan peralatan 22.750 22.750 22.750 22.750

Tenaga kerja 102.000 102.000 102.000 102.000

Total 4.789.806 3.840.306 4.635.906 4.453.206

2 Hasil Produksi

Pertambahan Bobot Badan (Kg) 15.30 15.6 15.3 16.2

Penjualan dari PBB (Rp) 344,250 351,000 344,250 364,500

Penjualan sapi (Rp) 4.812.750 3.906.000 4.671.000 4.509.000

Penjualan kotoran sapi (Rp) 33.179 38.778 33.828 41.623

Total 4.845.929 3.944.778 4.704.828 4.550.623

3 Laba/Rugi (Rp) 56.123 104.473 68.922 97.417

B/C Ratio 1,012 1,027 1,015 1,022

5 Break Event Point (BEP)

Harga Produksi (Rp) 22.393 22.122 22.331 22.222

Volume Produksi (Kg) 212,88 170,68 206,04 197,92

6 IOFC (Rp) 160.194 202.944 172.344 193.044

7 Return on Investment (%) 1,17 2,72 1,48 2,19

Lampiran 24. Analisis usaha P

1


(4)

S1 S2 S3 S4 1 Biaya Produksi (Rp/ekor)

Bibit 3.759.750 4.756.500 3.510.000 4.509.000

Pakan 157.392 196.992 147.492 187.092

Obat-obatan 12.500 12.500 12.500 12.500

Kandang dan peralatan 22.750 22.750 22.750 22.750

Tenaga kerja 102.000 102.000 102.000 102.000

Total 4.054.392 5.090.742 3.794.742 4.833.342

2 Hasil Produksi (Rp/ekor)

Pertambahan Bobot Badan (Kg) 15.30 16.8 16.5 17.7

Penjualan dari PBB (Rp) 344,250 378,000 371,250 398,250

Penjualan sapi (Rp) 4.110.750 5.134.500 3.888.000 4.907.250

Penjualan kotoran sapi (Rp) 33.940 41.149 37.084 44.199

Total 4.144.690 5.175.649 3.925.084 4.951.449

3 Laba/Rugi (Rp) 90.298 84.907 130.342 118.107

4 B/C Ratio 1,022 1,017 1,034 1,024

5 Break Event Point (BEP)

Harga Produksi (Rp) 22.192 22.308 21.960 22.161

Volume Produksi (Kg) 180,20 226,26 168,66 214,82

6 IOFC (Rp) 193.608 181.008 230.508 211.158

7 Return on Investment (%) 2,23 1,67 3,43 2,44

Lampiran 25. Analisis usaha P

2

No Uraian P2


(5)

1 Biaya Produksi (Rp/ekor)

Bibit 4.110.750 3.906.000 4.671.000 3.712.500

Pakan 172.117 164.017 194.617 156.817

Obat-obatan 12.500 12.500 12.500 12.500

Kandang dan peralatan 22.750 22.750 22.750 22.750

Tenaga kerja 102.000 102.000 102.000 102.000

Total 4.420.117 4.207.267 5.002.867 4.006.567

2 Hasil Produksi (Rp/ekor)

Pertambahan Bobot Badan (Kg) 15.30 18.6 18.3 19.2

Penjualan dari PBB (Rp) 344,250 418,500 411,750 432,000

Penjualan sapi (Rp) 4.468.500 4.324.500 5.089.500 4.144.500

Penjualan kotoran sapi (Rp) 33.407 42.288 41.281 45.021

Total 4.501.907 4.366.788 5.130.781 4.189.521

3 Laba/Rugi (Rp) 81.790 159.522 127.915 182.955

4 B/C Ratio 1,019 1,038 1,026 1,046

5 Break Event Point (BEP)

Harga Produksi (Rp) 22.256 21.890 22.117 21.751

Volume Produksi (Kg) 196,45 186,99 222,35 178,07

6 IOFC (Rp) 185.633 254.483 223.883 275.183

7 Return on Investment (%) 1,85 3,79 2,56 4,57

Lampiran 26. Analisis usaha P

3

No Uraian P3

S1 S2 S3 S4

1 Biaya Produksi (Rp/ekor)


(6)

Pakan 144.546 182.346 164.346 205.746

Obat-obatan 12.500 12.500 12.500 12.500

Kandang dan peralatan 22.750 22.750 22.750 22.750

Tenaga kerja 102.000 102.000 102.000 102.000

Total 3.656.796 4.644.096 4.189.596 5.250.246

2 Hasil Produksi

Pertambahan Bobot Badan (Kg) 15.30 19.2 18.6 20.1

Penjualan dari PBB (Rp) 344,250 432,000 418,500 452,250

Penjualan sapi (Rp) 3.759.750 4.756.500 4.320.000 5.359.500

Penjualan kotoran sapi (Rp) 36.524 42.983 38.333 46.603

Total 3.796.274 4.799.483 4.358.333 5.406.103

3 Laba/Rugi (Rp) 139.478 155.387 168.737 155.857

4 B/C Ratio 1,038 1,033 1,040 1,030

5 Break Event Point (BEP)

Harga Produksi (Rp) 21.884 21.968 21.821 22.041

Volume Produksi (Kg) 162,52 206,40 186,20 233,34

6 IOFC (Rp) 240.204 249.654 267.654 246.504

7 Return on Investment (%) 3,81 3,35 4,03 2,97

Lampiran 27. Batasan Penelitian

1.

Penelitian dilakukan di daerah Medan dengan keadaan produksi sesuai

dengan survei di sekitar daerah Medan.

2.

Ketentuan harga yang dipakai adalah harga pada saat penelitian.

3.

Sapi yang digunakan adalah 4 ekor sapi Bali jantan lepas sapih berumur

11-12 bulan dengan bobot badan terlampir.

4.

Suku bunga berlaku pada pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank BRI

pada tahun 2010 sebesar 8,25 % per tahun dengan maksimal suku bunga

16 % per tahun.