Analisis Finansial Serta Prospek Pengolahan Buah Nipah (Nypa Fruticans) Menajadi Berbagai Produk Olahan

(1)

ANALISIS FINANSIAL SERTA PROSPEK PENGOLAHAN

BUAH NIPAH (Nypa fruticans) MENJADI BERBAGAI

PRODUK OLAHAN

SKRIPSI

Oleh :

SAIPUL BAHRI SIREGAR 081201002/MANAJEMEN HUTAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN


(2)

Judul Skripsi : Analisis Finansial Serta Prospek Pengolahan Buah Nipah (Nypa Fruticans ) Menajadi Berbagai Produk Olahan

Nama : Saipul Bahri Siregar

Nim : 081201002

Program Studi : Kehutanan

Minat Studi : Manajemen Hutan

Disetujui oleh: Komisi Pembimbing

Dr. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si. Kansih Sri Hartini, S.Hut., MP.

Ketua Anggota

Mengetahui:

Ketua Program Studi Kehutanan

Siti Latifah S. Hut, M.Si, Ph. D Ketua Program Studi Kehutanan


(3)

ABSTRACT

SAIPUL BAHRI SIREGAR : Analisis Finansial Serta Prospek Pengolahan Buah

Nipah (Nypa fruticans) Menjadi Berbagai Produk Olahan, dibimbing oleh

AGUS PURWOKO dan KANSIH SRI HARTINI

Nipah (Nypa fruticans) merupakan salah satu komoditas dari hutan mangrove yang dapat ditemukan di berbagai lokasi termasuk di Kawasan Paluh Merbau. Sebagian besar pemanfaatan buah nipah masih bersifat konvensional dan sub-sisten. Pemanfaatan nipah masih sebatas pada pelepah, daun dan tangkai daun. Pengolahan buah nipah skala rumah tangga telah ada di Paluh Merbau yang mengolah nipah menjadi kolang kaling, agar-agar dan manisan nipah. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan finansial usaha pengolahan buah nipah menjadi berbagai produk, menghitung besarnya nilai tambah buah nipah dalam setiap proses produksi dan mengetahui akses pemasaran olahan buah nipah di Kawasana Paluh Merbau. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2012. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive dan metode yang digunakan berupa analisis biaya dan pendapatan, analisis RC ratio, analisis break event point, analisis nilai tambah dan analisis aspek pasar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara finansial, usaha pengolahan nipah menjadi kolang kaling tidak layak karena nilai RC rationya lebih kecil dari satu (0,76), usaha pengolahan nipah menjadi agar-agar dan manisan nipah layak dilakukan karena RC rationya lebih dari satu (1,33 dan 1,10). Jumlah BEP untuk kolang kaling tidak ada karena tidak layak dilakukan sedangkan BEP untuk agar-agar nipah dan manisan nipah dalam volume produksi adalah 9 kotak dan 15 kg, sedangkan BEP harga sebesar Rp 18.650,- per kotak dan Rp 27.125,- per kilogram. Nilai tambah untuk kolang kaling adalah Rp 5.250,-/kg, agar-agar sebesar Rp 38.725,-/kotak dan untuk manisan nipah sebesar Rp 42.900,-/kg. Peluang pasar masih luas karena olahan nipah yang diproduksi masih terserap dan tersalurkan ke pasar. Letak Kawasan Paluh Merbau yang strategis akan mendukung akses pemasaran.


(4)

ABSTRACT

SAIPUL BAHRI SIREGAR: Financial Anaysis and Processing Prospect of

Nipah Fruit (Nypa fruticans) BecomesVarious Products, supervised by

AGUS PURWOKOandKANSIH SRI HARTINI.

Nipah is one of mangrove commodities that can be found at various location including Paluh Merbau. Most of the utilization ofnypafruitis stillconventionalandsubsistence.Nypa utilizationis still limitedmidrib,leaves,leaves steam. At household nypa fruit processing has been in Paluh Merbau area it was proses then into kolang kaling, jelly, and candy.According the study aim to kwon finansial visibility fruit processing household nypa, to know added value nipah fruit in every production process and to know the marketing access of its products in Paluh Merbau area. This research was done in March 2012. Election of sampel purposive sampling is done and the method using cost and value analysis, RC Ratio analysis, Break event point analysis, Added value analysis, and market aspect analysis.

Results of research showed that financially, kolang-kaling not suitbale product because its RC ratio less than one (0,76), Therefore nipah jelly and candy suitabale enough being product because its RC ratio more than one (1,33 and 1,10). BEP total of kolang kaling is zero because its unsuitable to produce. While BEP production volume from nipah jelly is 9 packs while nipah candy is 15 kg and BEP price is about Rp 18.650,- per packs for jelly and Rp 27.125,- per kilogram for candy. Added value for kolang kaling is Rp 5.250,- per kilogram, for jelly is Rp 38.725,-/packs and nipah candyis Rp 42.900,-/kg. Market opportunity is still possible, because it's still rare in market. Strategic area of Paluh Merbau will support access to market.


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Simaninggir, Kecamatan Marancar, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara pada tanggal 03 Mei 1989 sebagai anak ketujuh dari delapan bersaudara dari ayahanda Tambat Siregar dan ibu Seriati Pohan. Pada tahun 2008 penulis lulus dari MAN 1 Padang Sidimpuan dan tahun 2008 penulis lulus seleksi masuk USU melalui jalur PMP. Penulis memilih Program Studi Kehutanan jurusan Manajemen Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah menjadi asisten praktikum Klimatologi Hutan 2010 dan 2011, asisten praktikum Dendrologi 2011 serta menjadi asisten Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) pada tahun 2011. Penulis mengikuti organisai kemahasiswaan Interpreter Comunity- Pecinta Alam dan Lingkungan Sekitar (IC-PILAR) dan Organisasi Badan Kenaziran Mushalla Baytul Asyzaar, penulis melakukan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten pada tahun 2012 di KHP Garut.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karuni-Nya kepada penulis sehingga dapat meyelesaikan hasil penelitian yang berjudul “ Analisis Ekonomi Serta Prospek Pengolahan Buah Nipah (Nypa fruticans) Menjadi Berbagai Produk Olahan ". Hasil ini merupakan salah satu syarat kelulusan program sarjana Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini Penulis menghaturkan pernyataan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua Orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara, dan mendidik penulis selama ini. Penulis mengucapkan terima kasih

kepada bapak Dr. Agus Purwoko, S. Hut, M. Si dan ibu Kansih Sri Hartini, S. Hut, MP selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah

membimbing penulis dalam menyelesaikan hasil penelitian ini. Penulis juga mengucapakan terima kasih kepada semua ibu-ibu kelompok tani Sejahtera Bersama yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf pengajar dan pegawai di Program Studi Kehutanan serta semua rekan yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan hasil penelitian ini. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat.

Medan, Mei 2012


(7)

DAFTAR ISI

Hlm

ABSTRACT... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Rumusan Permasalahan ... 4

Tujuan Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Mangrove ... 6

Hutan Mangrove ... 6

Luas dan Penyebaran Mangrove ... 7

Botani Nipah ... 8

Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove ... 8

Nipah ... 12

Klasifikasi Ilmiah Nipah ... 13

Syarat Tumbuh Nipah ... 14

Pemeriaan Nipah ... 16

Penyebaran Nipah ... 16

Pemanfaatan Nipah ... 17

Kandungan Kimia dan Khasiat Buah Nipah ... 19

Aspek Potensi Bahan Baku ... 20


(8)

Definisi Proyek ... 25

Analisis Finansial Proyek ... 26

Analisi Break Even Poin (BEP) ... 27

Analisis Nilai Tambah ... 29

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 31

Alat dan Bahan ... 31

Populasi dan Sampel ... 31

Metode Pengambilan Data ... 32

Metode Analisis Data ... 32

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Deli Serdang ... 38

Kecamatan Percut Sei ... 38

Kawasan Palu Merbau ... 39

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Reponden ... 40

Aspek Potensi Buah Nipah ... 42

Analisis Finansial Pengolahan Buah Nipah ... 44

Biaya Produski dan Pendapatan ... 44

Analisis RC Ratio ... 47

Analisis Titik Impas ... 49

Analisis Nilai Tambah ... 51

Distribusi Nilai Tambah ... 52

Analisis Aspek Pasar ... 53

Permintaan ... 53

Harga ... 54

Pemasaran Produk ... 55

Persaingan dan Peluang Pasar ... 55

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 56

Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 5


(9)

DAFTAR TABEL

Hlm

1. Bentuk Pemanfaatan Nipah Pada Hutan Mangrove ... 18

2. Luas Hutan Mangrove di Sumatera Utara ... 20

3. Format Analisis Nilai Tambah Pengolahan Buah Nipah ... 36

4. Distribusi Responden Berdasarkan Umur ... 41

5. Biaya dan Pendapatan Pengolahan Buah Nipah Menjadi Kolang Kaling di Paluh Merbau, Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang... 45

6. Biaya dan Pendapatan Pengolahan Buah Nipah Menjadi Agar-agar Nipah di Paluh Merbau, Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang... 46

7. Biaya dan Pendapatan Pengolahan Buah Nipah Menjadi Manisaan Nipah di Paluh Merbau, Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang... 47

8. Analisis RC Ratio Kolang Kaling di Kawasan Paluh Merbau, Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan ... 48

9. Analisis RC Ratio Agar-agar di Kawasan Paluh Merbau, Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan ... 48

10. Analisis RC Ratio Manisan Nipah di Kawasan Paluh Merbau, Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan ... 49

11. Analisis Titik Impas pada Usaha Agar-agar Nipah di Kawasan Paluh Merbau, Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan ... 50

12. Analisis Titik Impas pada Usaha Manisan Nipah di Kawasan Paluh Merbau, Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan ... 51


(10)

DAFTAR GAMBAR

Hlm

1. Salah Satu Responden yang Mengolah dan Menjual Buah Nipah ... 40 2. Tanaman Nipah di Kawasan Paluh Merbau, Kabupaten Deli Serdang ... 43 3. Buah Nipah di Kawasan Paluh Merbau, Kabupaten Deli Serdang ... 43


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Hlm

1. Analisis Biaya Produksi Nipah Menjadi Kolang Kaling dalam Satu Kali Produksi di Kawasan Paluh Merbau, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten

Deli Serdang... 60

2. Analisis Biaya Produksi Nipah Menjadi Agar-agar dalam Satu Kali Produksi di Kawasan Paluh Merbau, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang ... 61

3. Analisis Biaya Produksi Nipah Menjadi Manisan Nipah dalam Satu Kali Produksi di Kawasan Paluh Merbau, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang... 62

4. Perhitungan RC Ratio dan Titik Impas Usaha Pengolahan Nipah Menjadi Kolang Kaling, Agar-agar dan Manisan Nipah ... 63

5. Analisis Nilai Tambah Kolang Kaling ... 65

6. Analisis Nilai Tambah Agar-agar ... 66

7. Analisis Nilai Tambah Manisan Nipah ... 67

8. Proses Produksi Kolang Kaling ... 68

9. Pengolahan Nipah Menjadi Agar-agar ... 69

10. Pengolahan Nipah Menjadi Manisan Nipah ... 71

11. Kuisioner Pengolah Buah Nipah ... 73


(12)

ABSTRACT

SAIPUL BAHRI SIREGAR : Analisis Finansial Serta Prospek Pengolahan Buah

Nipah (Nypa fruticans) Menjadi Berbagai Produk Olahan, dibimbing oleh

AGUS PURWOKO dan KANSIH SRI HARTINI

Nipah (Nypa fruticans) merupakan salah satu komoditas dari hutan mangrove yang dapat ditemukan di berbagai lokasi termasuk di Kawasan Paluh Merbau. Sebagian besar pemanfaatan buah nipah masih bersifat konvensional dan sub-sisten. Pemanfaatan nipah masih sebatas pada pelepah, daun dan tangkai daun. Pengolahan buah nipah skala rumah tangga telah ada di Paluh Merbau yang mengolah nipah menjadi kolang kaling, agar-agar dan manisan nipah. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan finansial usaha pengolahan buah nipah menjadi berbagai produk, menghitung besarnya nilai tambah buah nipah dalam setiap proses produksi dan mengetahui akses pemasaran olahan buah nipah di Kawasana Paluh Merbau. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2012. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive dan metode yang digunakan berupa analisis biaya dan pendapatan, analisis RC ratio, analisis break event point, analisis nilai tambah dan analisis aspek pasar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara finansial, usaha pengolahan nipah menjadi kolang kaling tidak layak karena nilai RC rationya lebih kecil dari satu (0,76), usaha pengolahan nipah menjadi agar-agar dan manisan nipah layak dilakukan karena RC rationya lebih dari satu (1,33 dan 1,10). Jumlah BEP untuk kolang kaling tidak ada karena tidak layak dilakukan sedangkan BEP untuk agar-agar nipah dan manisan nipah dalam volume produksi adalah 9 kotak dan 15 kg, sedangkan BEP harga sebesar Rp 18.650,- per kotak dan Rp 27.125,- per kilogram. Nilai tambah untuk kolang kaling adalah Rp 5.250,-/kg, agar-agar sebesar Rp 38.725,-/kotak dan untuk manisan nipah sebesar Rp 42.900,-/kg. Peluang pasar masih luas karena olahan nipah yang diproduksi masih terserap dan tersalurkan ke pasar. Letak Kawasan Paluh Merbau yang strategis akan mendukung akses pemasaran.


(13)

ABSTRACT

SAIPUL BAHRI SIREGAR: Financial Anaysis and Processing Prospect of

Nipah Fruit (Nypa fruticans) BecomesVarious Products, supervised by

AGUS PURWOKOandKANSIH SRI HARTINI.

Nipah is one of mangrove commodities that can be found at various location including Paluh Merbau. Most of the utilization ofnypafruitis stillconventionalandsubsistence.Nypa utilizationis still limitedmidrib,leaves,leaves steam. At household nypa fruit processing has been in Paluh Merbau area it was proses then into kolang kaling, jelly, and candy.According the study aim to kwon finansial visibility fruit processing household nypa, to know added value nipah fruit in every production process and to know the marketing access of its products in Paluh Merbau area. This research was done in March 2012. Election of sampel purposive sampling is done and the method using cost and value analysis, RC Ratio analysis, Break event point analysis, Added value analysis, and market aspect analysis.

Results of research showed that financially, kolang-kaling not suitbale product because its RC ratio less than one (0,76), Therefore nipah jelly and candy suitabale enough being product because its RC ratio more than one (1,33 and 1,10). BEP total of kolang kaling is zero because its unsuitable to produce. While BEP production volume from nipah jelly is 9 packs while nipah candy is 15 kg and BEP price is about Rp 18.650,- per packs for jelly and Rp 27.125,- per kilogram for candy. Added value for kolang kaling is Rp 5.250,- per kilogram, for jelly is Rp 38.725,-/packs and nipah candyis Rp 42.900,-/kg. Market opportunity is still possible, because it's still rare in market. Strategic area of Paluh Merbau will support access to market.


(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh diantara garis pasang surut air laut dan juga tumbuh pada pantai yang berkarang, pada daratan koral mati yang diatasnya terdapat pasir atau ditimbuni lumpur atau pantai berlumpur. Pada umumnya tumbuhan terdiri atas Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Exoeceria, Xylocarpus, Aegisceras, Scyphyphora dan Nypa fruticans (Noor, et al., 1999).

Pembagian kawasan hutan mangrove menurut fungsinya dapat dibedakan menjadi 5 kawasan yaitu hutan produksi, hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata dan hutan mangrove untuk kepentingan lain misalnya untuk pemukiman, areal pertanian, areal pertambakan dll. Hutan mangrove merupakan sumberdaya alam yang mempunyai potensi ganda ditinjau dari aspek potensi ekologis dan potensi ekonomis, di mana potensi ekologis ditekankan kepada kemampuannya dalam mendukung eksistensi lingkungan yaitu sebagai tempat asuhan (nursery ground) bermacam-macam binatang air, penahan angin, pelindung pantai, hempasan gelombang dan sebagainya. Sedangkan potensi ekonomis ditunjukkan dengan kemampuannya dalam menghasilkan produk yang dapat diukur dengan materi. Salah satu produk dan hutan mangrove yang mempunyai aspek potensi ekonomis adalah nipah (Nypa fruticans Wurmb) (Darsidi, 1986).

Berbagai bagian tumbuhan nipah (Nypa fruticans) telah dimanfaatkan


(15)

anyaman dinding rumah, dan berbagai kerajinan seperti tikar, topi dan tas keranjang. Pada zaman dulu, daun nipah juga dimanfaatkan sebagai media tulis di samping daun kayu bakar. Lidinya dimanfaatkan sebagai sapu lidi, dan berbagai anyaman. Tandan bunga yang belum mekar dapat disadap untuk diambil air niranya. Air nira ini dapat dijadikan gula nira, difermentasi menjadi cuka dan tuak, juga sebagai bahan baku etanol yang dapat dijadikan bahan bakar nabati pengganti bahan bakar minyak bumi (Mangrove Informasi Center, 2009).

Ekstrasi dan pemanfaatan nipah telah dikenal sejak lama dalam mendukung kehidupan masyarakat pesisir di berbagai negara di Asia. Namun demikian, sangat sedikit dasar ilmiah dalam pengolahan dan pemanfaatan sumber daya tersebut, sehingga kondisinya baik secara kuantitas maupun kualitas terus menurun dan merupakan salah satu sumber daya tropika yang terancam. Kondisi yang sama juga terjadi di Indonesia, termasuk nipah di Sumatera Utara (Onrizal, et al., 2010).

Beberapa tempat dikawasan muara dan sepanjang pantai di Sumatera Utara memiliki areal hutan mangrove yang cukup luas, dimana sebagian besar ditumbuhi oleh tanaman nipah. Keberadaan hutan nipah ini dulu sampai saat sekarang ini betul-betul memprihatinkan. Belum ada masyarakat yang memanfaatkan secara optimal. Pemanfaatan tanaman nipah masih bersifat konvensional dan berdasarkan keperluan hidup sehari-hari saja. Pemanfaatan ini terbatas hanya pada pelepah, daun, dan tangkai daun seperti untuk kayu bakar, membuat atap rumah, dan membuat sapu lidi. Sedangkan tentang bagaimana


(16)

pemanfaatan buahnya masih belum banyak masyarakat yang menelusurinya (Tomlinson, 1986 dalam LPPM, 2009).

Buah nipah yang matang yang disebut tembatuk dapat dijadikan makanan yang disebut kolang-kaling. Tandan buah nipah yang masih muda, yang sedang aktif menimbun makanan dalam bentuk glukosa ke dalam buah nipah, biasanya disadap untuk mendapatkan air nira nipah yang dapat diolah menjadi gula pasir. Buah nipah dibiarkan begitu saja dan jarang dimanfaatkan sehingga menjadikan buah nipah menjadi tua dan cenderung keras dan jatuh begitu saja tanpa ada pengolahan (Mangrove Informasi Center, 2009).

Melihat sumber bahan baku yang cukup tersedia di Sumatera Utara, maka pengolahan buah nipah menjadi berbagai produk olahan berbahan baku nipah sangat berpotensi untuk dikembangkan. Hal ini merupakan sebuah peluang untuk produk olahan dari nipah dalam bersaing dengan keragaman jenis produk olahan buah lainnya di pasar. Pengolahan buah nipah menjadi berbagai produk olahan dapat diusahakan dalam skala industri rumah tangga maupun industri besar. Dalam upaya meningkatkan efisiensi usaha dan perolehan pendapatan, maka perlu dilakukan studi kelayakan ekonomi berbagai produk olahan nipah.

Disamping segi ekonomi, hal lain yang penting untuk dilihat adalah mengenai aspek pasar produk olahan buah nipah. Aspek pasar erat kaitannya dengan letak dari suatu industri serta sasaran konsumen yang akan dituju. Penentuan posisi pasar secara jelas dapat berarti pengaturan suatu tawaran untuk menduduki suatu posisi yang jelas dan tepat di suatu pasar serta konsumen yang menjadi sasaran pemasaran. Akan tetapi, untuk mencapai posisi pasar tersebut harus diawali dari memilih pasar sasaran pada tahapan langkah selanjutnya.


(17)

Rumusan Permasalahan

Masalah pokok penelitian ini adalah dapat dirumuskan sebagi berikut :

1. Apakah dari segi finansial usaha pengolahan buah nipah menjadi berbagai produk olahan menguntungkan ?

2. Berapa besar nilai tambah buah nipah setelah diolah menjadi produk olahan ?

3. Bagaimana prospek pemasaran usaha olahan buah nipah di Kawasan Paluh Merbau, Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang ?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menganalisis kelayakan usaha pengolahan buah nipah menjadi berbagai produk olahan

2. Menghitung besarnya nilai tambah buah nipah dalam setiap proses produksi

3. Untuk mengetahui akses pemasaran olahan buah nipah di Kawasan Paluh Merbau, Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang


(18)

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi masyarakat yang memanfaatkan buah nipah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai manfaat pengembangan buah nipah hingga peluang pasar produk olahannya, sehingga dapat dijadikan salah satu pilihan usaha yang berguna untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.

2. Bagi pihak lain, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan pengetahuan untuk mengembangkan usaha kecil pengolahan buah nipah.


(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Mangrove

Ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme (tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungannya di dalam suatu habitat mangrove. Mangrove merupakan ekosistem hutan yang unik karena merupakan perpaduan antara ekosistem darat dan ekosistem perairan. Hutan mangrove mempunyai peranan yang sangat penting terutama bagi kehidupan masyarakat sekitarnya dengan memanfaatkan produksi yang ada di dalamnya, baik sumberdaya kayunya, non kayu maupun biota air (udang, kepiting, ikan)

yang biasanya hidup dan berkembang biak di hutan mangrove (Santono, at al., 2005).

Hutan mangrove di Indonesia terbagi kedalam 2 (dua) zone wilayah geografi mangrove yakni Asia dan Oseania, kedua zona tersebut memiliki keanekaragaman tumbuhan, satwa dan jasad renik yang lebih besar dibanding negara-negara lainnnya. Hal ini terjadi karena keadaan alamnya yang berbeda dari satu pulau ke pulau lainnnya, bahkan dari suatu tempat ketempat lainnya dalam suatu pulau yang sama. Sistem perpaduan antara sumber daya hutan mangrove dan tempat hidupnya yang khas itu, menumbuhkan berbagai ekosistem yang masing-masing menampilkan kekhususan dalam kehidupan jenis-jenis yang terdapat didalamnya (Santono, et al., 2005).

Hutan mangrove merupakan formasi hutan yang tumbuh dan berkembang pada daerah landai di muara sungai, dan pesisir pantai yang dipengaruhi oleh


(20)

oleh pasang surut air laut, sehingga lingkungan (tanah dan air) hutan mangrove bersifat salin dan tanahnya jenuh air. Vegetasi yang hidup dilingkungan salin, baik di lingkungan tersebut kering maupun basah, disebut dengan halopita (halophytic) (Onrizal, 2005).

Luas dan Penyebarannya

Menurut Chapman (1976) dalam Noor, et al., (1999) penyebaran mangrove dibagi menjadi 2 kelompok yaitu :

a. The old world mangrove, yang meliputi Afrika Timur, Laut Merah, India, Asia Tenggara, Jepang, Filipina, Australia, Selandia Baru, Kepulauan Pasifik dan Samoa.

b. The new world mangrove, yang meliputi pantai Atlantik dan Afrika, Amerika, Meksiko dan Pasifik serta Kepulauan Galapagos.

Perkiraan luas mangrove sangat beragam. Menurut FAO (1994) dalam Noor, et al., (1999) menyatakan bahwa luas hutan mangrove diseluruh dunia sekitar 16.530.000 ha yang tersebar di Asia (7.441.000 ha), Afrika (3.258.000 ha) dan Amerika (5,831.000 ha). Khusus di Indonesia yang merupakan negara tropis berbentuk kepulauan dengan garis pantai lebih dari 81. 000 km, hutan mangrovenya seluas 4,25 juta ha.

Di Indonesia diperkirakan terdapat 202 jenis tumbuhan mangrove, meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis pemanjat, 44 jenis herba tanah, 44 jenis epifit dan 1 jenis paku yang terbagi menjadi 2 kelompok yaitu mangrove sejati (true mangrove) dan mangrove ikutan (asociate). Beraneka jenis tumbuhan tersebut hanya sekitar


(21)

sejati selebihnya termasuk kedalam mangrove ikutan. Dari jenis-jenis itu, sekitar 39 jenisnya ditemukan tumbuh di Indonesia, menjadikan hutan bakau Indonesia sebagai yang paling kaya jenis di lingkungan (Khazali, 1999).

Menurut Santono et al., (2005) terdapat variasi yang nyata dari luas total ekosistem mengrove Indonesia, yakni berkisar antara 2,5-4,25 juta ha. Perbedaan jumlah luasan ini lebih banyak disebabkan oleh perbedaan metodologi pengukuran luasan hutan mangrove yang dilakukan oleh berbagai pihak. Walaupun demikian diakui oleh dunia bahwa Indonesia mempunyai luasan ekosistem mangrove terluas di dunia (21% luas mangrove dunia). Hutan mangrove menyebar luas dibagian yang cukup panas di dunia, terutama disekeliling khatulistiwa di wilayah tropik dan sedikit subtropika.

Fungsi dan Manfaat Hutran Mangrove

Menurut Davis, Claridge dan Natarina (1995) dalam FPPB (2009), hutan mangrove memiliki fungsi dan manfaat sebagai berikut :

1. Habitat satwa langka

Hutan mangrove sering menjadi habitat jenis-jenis satwa. Lebih dari 100 jenis burung hidup disini, dan daratan lumpur yang luas berbatasan dengan hutan mangrove merupakan tempat mendaratnya ribuan burung pantai

ringan migran, termasuk jenis burung langka lekok Asia (Limnodrumus semipalmatus).


(22)

2. Pelindung terhadap bencana alam

Vegetasi hutan dapat melindungi bangunan, tanaman pertanian atau vegetasi alami dari kerusakan akibat badai atau angin yang bermuatan garam melalui proses filtrasi.

3. Pengendapan lumpur

Sifat fisik tanaman pada hutan membantu proses pengendapan lumpur. Pengendapan lumpur berhubungan erat dengan penghilangan racun dan unsur hara air, karena bahan-bahan tersebut seringkali terikat pada partikel lumpur. Hutan mangrove memelihara kualitas air laut sehingga terjaga dari endapan lumpur erosi.

4. Penambahan unsur hara

Sifat fisik hutan mangrove cenderung memperlambat aliran air dan terjadi pengendapan. Seiring dengan proses pengendapan ini terjadi unsur hara yang berasal dari berbagai sumber, termasuk pencucian dari areal pertanian.

5. Penambat racun

Banyak racun yang memasuki ekosistem perairan dalam keadaan terikat pada permukaaan lumpur atau terdapat di antara kisi-kisi molekul partikel tanah air. Beberapa spesies tertentu tertentu dalam hutan mangrove bahkan membantu proses penambatan racun secara aktif.

6. Sumber alam dalam kawasan (in-situ) dan luar kawasan (ex-situ)

Hasil alam in-situ mencangkup semua fauna dan hasil pertambangan atau mineral yang dapat dimanfaatkan secara langsung di dalam kawasan. Sedangkan sumber alam ex-situ meliputi produk-produk alamiah di hutan mangrove dan terangkut/berpindah ke tempat lain yang kemudian digunakan


(23)

oleh masyarakat di daerah tersebut, menjadi sumber makanan bagi organisme lain atau menyediakan fungsi lain seperti menambah luas pantai karena pemindahan pasir dan lumpur.

7. Sumber plasma nutfah

Plasma nutfah dari kehidupan liar sangat besar manfaatnya baik bagi perbaikan jenis-jenis satwa komersial maupun untuk memelihara populasi kehidupan liar itu sendiri.

8. Rekreasi dan pariwisata

Hutan mangrove memilki nilai estetika, baik dari faktor alamnya maupun dari kehidupan yang ada di dalamnya. Hutan mangrove yang telah dikembangkan menjadi objek wisata alam antara lain di Sinjai (Sulweasi Selatan), Muara Angke (DKI), Suwung, Denpasar (Bali), Blanakan dan Cikeong (Jawa Barat), dan Cilacap (Jawa Tengah). Hutan mangrove memberikan objek wisata yang berbeda dengan objek wisata alam lainnnya. Karakteristik hutannya yang berada di peralihan antara darat dan laut memiliki keunikan dalam beberapa hal. Para wisatawan juga memperoleh pelajaran tentang lingkungan langsung dari alam. Pantai Padang, Sumatera Barat yang memiliki areal mangrove seluas 43,80 ha dalam kawasan hutan, memiliki peluang untuk dijadikan areal wisata mangrove.

9. Sarana pendidikan dan penelitian

Upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan laboratorium lapang yang baik untuk kegiatan penelitian dan pendidikan.


(24)

10. Memelihara proses-proses dan sistem alami

Hutan mangrove sangat tinggi peranannya dalam mendukung berlangsungnya proses ekologi, geomorfologi, atau geologi di dalamnya.

11. Penyerapan karbon

Proses fotosintesis mengubah karbon anorganik (CO2) menjadi karbon organik dalam bentuk bahan vegetasi. Pada sebagian besar ekosistem, bahan ini membusuk dan melepaskan karbon kembali ke atmosfer sebagai CO2. Akan tetapi hutan mangrove justru mengandung sejumlah besar bahan organik yang tidak membusuk. Karena itu, hutan mangrove lebih berfungsi sebagai penyerap karbon dibandingkan dengan sumber karbon.

12. Memelihara iklim mikro

Evapotranspirasi hutan mangrove mampu menjaga kelembaban dan curah hujan kawasan tersebut, sehingga keseimbangan iklim mikro terjaga

13. Mencegah berkembangnya tanaman sulfat masam

Keberdaan hutan mengrove dapat mencegah teroksidasinya lapisan pirit dan menghalangi berkembangnya kondisi alam yang dapat menghambat pertumbuhan vegetasi mangrove.

Menurut Junaidi (2009), secara garis besar manfaat hutan mangrove dapat dibagi dalam dua bagian yaitu :

1. Fungsi ekonomis, yang terdiri atas :

a. Hasil hutan berupa kayu (kayu kontruksi, kayu bakar, arang, serpihan kayu untuk bubur kayu, tiang, dan pancang).

b. Hasil bukan kayu


(25)

Lahan (Ecoturisme dan lahan budidaya)

2. Fungsi ekologi, yang terdiri atas berbagai fungsi perlindungan lingkungan ekosistem daratan dan lautan maupun habitat berbagai jenis fauna, diantaranya :

a. Sebagai proteksi dan abrasi/erosi, gelombang atau angin kencang b. Pengendalian instrusi air laut

c. Habitat berbagai jenis fauna

d. Sebagai tempat mencari, memijah dan berkembang biak berbagai jenis ikan dan udang

e. Pembangunan lahan melalui proses sedimentasi f. Pengontrol penyakit malaria

g. Memelihara kualitas air (mereduksi polutan, pencemar air).

Hasil hutan mangrove non kayu ini sampai dengan sekarang belum banyak dikembangkan di Indonesai. Padahal apabila dikaji dengan baik, potensi sumber daya hutan mangrove non kayu di Indonesai sangat besar dan dapat mendukung pengolahan hutan mangrove secara berkelanjutan.

Nipah

Nipah adalah sejenis palem (palma) yang tumbuh dilingkungan hutan mangrove atau daerah pasang surut dekat tepi laut. Di beberapa negara lain, tumbuhan ini dikenal dengan nama Attap palm (Singapura), Nipa palm (Filipina), atau umumnya disebut nypa palm (Ditjenbun, 2006).


(26)

Nama ilmiahnya adalah Nypa fruticans, dan diketahui sebagai satu-satunya anggota genus nipah, juga merupakan satu-satu-satunya jenis palma dari wilayah mangrove. Fosil serbuk sari palma ini diketahui dari sekitar 70 juta tahun yang silam. Nipah adalah salah satu pohon anggota famili Arecaceae (palem) yang umumnya tumbuh di daerah rawa yang berair payau atau daerah pasang surut di dekat pantai. Pohon Indonesia pohon nipah mempunyai berbagai nama lokal seperti daon, daonan, nipah, bhunjok, lipa, buyuk (Sunda, Jawa), buyuk (Bali), bhunyok (Madura), bobo (Menado, Ternate, Tidore), boboro (Halmahera), palean, palenei, pelene, pulene, puleanu, pulenu, puleno, pureno, parinan, parenga (Maluku). Nipah pada umumnya memiliki keunggulan dimana hampir semua bagian dari pohon tersebut dapat dimanfaatkan (Mangrove Information Center, 2009).

Klasifikasi Ilmiah Nipah

Klasifikasi nipah adalah menurut Ditjenbun (2006) sebagai berikut : Kindom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Arecales Famili : Arecaceae Genus : Nypa

Spesies : Nypa fruticans Wurmb.

Batang nipah menjalar di tanah membentuk rimpang yang terendam oleh lumpur. Hanya daunnya yang muncul di atas tanah, sehingga nipah nampak


(27)

seolah-olah tak berbatang. Akarnya serabut yang panjangnya bisa mencapai belasan meter. Dari rimpangnya tumbuh daun majemuk (seperti pada lainnya) hingga setinggi 9 meter dengan tangkai daun sekitar 1-1,5 m. Daun nipah yang muda berwarna kuning sedangkan yang tua berwarna hijau. Daunnya seperti susunan daun kelapa. Panajang/gagang sepanjang 1-2 m. Bunga betina membentuk kepala melingkar berdiameter 25-30 cm. Bunga jantan kuning cerah, terletak di bawah kepala bunganya (Noor, et al., 1999).

Bunga nipah majemuk muncul dari ketiak daun dengan bunga betina terkumpul di ujung membentuk bola, dan bunga jantan tersusun dalam malai serupa untai, merah, jingga atau kuning pada cabang di bawahnya. Tandan bunga inilah yang dapat disadap untuk diambil niranya. Buah nipah bulat telur dan gepeng dengan 2-3 rusuk, berwarna coklat kemerahan. Panjang buahnya sekitar 13 cm dengan lebar 11 cm. Buah berkelompok membentuk bola berdiameter

sekitar 30 cm. Dalam satu tandan, dapat terdiri antara 30-50 butir buah (Mangrove Information Center, 2009).

Syarat Tumbuh

Nipah adalah tumbuhan tropis. Rata-rata suhu minimum pada daerah pertumbuhannya adalah 20°C dan maksimumnya 32-35°C. Iklim optimum adalah agak lembab sampai lembab dengan curah hujan lebih dari 100 mm per bulan sepanjang tahun. Nipah tumbuh subur hanya pada lingkungan air yang asin. Jarang dijumpai langsung di pantai. Kondisi optimum adalah saat bagian dasar palem dan rimpangnya terendam air asin secara reguler. Karena itu nipah


(28)

mendiami daerah muara sungai yang masih mendapat akibat arus pasang surut dari sungai (Ambarjaya, 2010).

Konsentrasi garam optimum adalah 1-9 per mil. Tanah rawa nipah berlumpur dan kaya akan endapan alluvial, tanah liat dan humus, kandungan garamnya bukan organik, kalsium, sulfur, besi dan mangaan tinggi, yang mempengaruhi aroma dan warna gelapnya. pH sekitar 5, kandungan oksigen rendah kecuali lapisan paling atas. Biasanya nipah dapat membentuk tegakan murni, tetapi di beberapa daerah tumbuh bercampur dengan pohon-pohon bakau yang lain . Tumbuh pada substrat yang halus, pada bagian tepi atas dari jalan air. Memerlukan masukan air tawar tahunan yang tinggi. Jarang terdapat di luar zona pantai. Biasanya tumbuh pada tegakan yang berkelompok. Memiliki sistem perakaran yang rapat dan kuat yang tersesuaikan lebih baik terhadap perubahan masukan air, dibandingkan dengan sebagian besar jenis tumbuhan mangrove lainnya (Noor, et al., 1999).

Nipah tumbuh di bagian belakang hutan bakau, terutama di dekat aliran sungai yang memasok lumpur ke pesisir. Palma ini dapat tumbuh di wilayah yang agak tawar, sepanjang masih terpengaruh pasang surut air laut yang mengantarkan buah-buahnnya mengapung. Pada tempat-tempat yang sesuai, tegakan nipah membentuk jalur lebar tak terputus di belakang lapisan hutan bakau, kurang lebih sejajar dengan garis pantai. Nipah mampu bertahan hidup di atas lahan yang agak kering atau yang kering sementara air surut. Palma ini umum ditemukan di sepanjang garis pesisir Samudera Hindia hingga Samudera Pasifik, khususnya di antara Bangladesh hingga pulau-pulau di Pasifik. Nipah termasuk jenis tumbuhan yang terancam punah di Singapura (Ambarjaya, 2010).


(29)

Pemeriaan Nipah

Karangan bunga pada nipah muncul di ketaiak daun, berumah satu, dengan bunga betina terkumpul di ujung membentuk bola dan bunga jantan tersusun dalam malai serupa untai, merah jingga atau kuning dibawahnya. Setiap untai mempunyai 4-5 bulir bunga jantan yang panjangnya mencapai 5 cm. Bunga nipah jantan dilindungi oleh seludang bunga, namun bagian yang terisi serbuk sari tetap tersembul keluar. Bunga nipah betina berbentuk bulat peluru dan bengkok mengarah kesamping. Panjang tangkai bunga mencapai 100-170 cm. Tandan bunga inilah nanti yang akan menjadi buah nipah. Empat hingga lima bulan sejak keluarnya bunga nipah, buah nipah tersebut baru benar-benar matang dan dapat dimanfaatkan (Ambarjaya, 2010).

Penyebaran Nipah

Nipah merupakan salah satu angiospermae tertua dan kemungkinan besar jenis palem tertua. Fosil-fosil Eocene dan Miocene dari Eropa, Amerika Utara dan Timur Tengah dan strata Paleocene di Brasil menunjukkan bahwa nipah penyebarannya pantropis pada 13-63 juta tahun yang lalu. Saat ini utamanya dijumpai di daerah equator, melebar dari Sri Lanka ke Asia Tenggara sampai Australia Utara. Diintroduksi ke Afrika Barat di awal abad ke-20. Tegakan nipah alami terbesar dijumpai di Indonesia (700 000 ha), Papua Nugini (500 000 ha) dan Filipina (8000 ha). Keberadaan alami paling utara dari jenis ini terdapat di kepulauan Ryukyu, Jepang dan paling selatan di Australia Utara. Di Asia


(30)

Pemanfaatan Nipah

Di Asia Tenggara, terdapat tradisi lama (ratusan tahun) dalam menggunakan cairan nipah yang disadap dari gagang perbungaan sebagai sumber sirup gula, gula tak berbentuk, alkohol atau cuka. Cairan nipah yang sedikit difermentasi, dikenal dengan 'toddy' ('nira' di Indonesia dan Malaysia, `tuba` di Filipina) dijual dan dikonsumsi sebagai bir lokal. Di Papua Nugini, tidak ada tradisi memanfaatkan air nipah. Daunnya untuk atap rumah. Di Filipina, Malaysia, Indonesia dan Thailand, pembuatan sirap merupakan sumber pemasukan lokal yang nyata. Pinak daun dan tulang daun untuk membuat sapu lidi, keranjang, tikar dan topi. Endosperma putih dari biji mudanya manis seperti jelly, dikonsumsi sebagai makanan ringan. Daun muda yang masih menggulung digunakan secara lokal untuk pembungkus rokok (Mangrove Information Center, 2009).

Berbagai bagian dari nipah merupakan sumber obat tradisional (seperti air dari batang muda digunakan sebagai obat herpes, abu dari nipah yang sudah dibakar bisa menyembuhkan sakit gigi dan kepala) dan bahan ekstraksi garam. Beberapa percobaan awal untuk menggunakan endokarp dari buah yang tua, disebut `plant ivory`, untuk membuat kancing gagal karena rentan terhadap serangan jamur, dan telah digantikan dengan bahan plastik. Nipah berpotensi dalam produksi gula, cuka dan alkohol. Gula tersedia langsung dalam bentuk sukrosa. Cairan dari nipah dalam bentuk liquid, sehingga tidak ada masalah seperti dalam gula tebu. Nipah tumbuh pada tanah yang tidak cocok bagi tanaman pangan yang lain (Yudosudarto dan Rachman, 2007).


(31)

Selain itu juga tanaman nipah dapat dimanfaatkan hampir seluruh bagian dari tanaman tersebut, dengan demikian nipah mempunyai nilai ekonomis untuk di kembangkan menjadi suatu bentuk yang bernilai ekonomis seperti yang terlihat pada Tabel berikut ini.

Tabel 1. Bentuk Pemanfaatan Nipah Pada Hutan Mangrove Pemanfaatan Nipah (Nypa fruticans) Bagian Tanaman Tujuan Pemanfaatan Cara Pemanfaatan

Buah Nipah Bahan makanan Buah dari Nipah yang masih muda dan segar dibelah. Air dan daging dimakan dan diminum dengan rasa seperti buah kelapa muda

Tangkai daun Bahan makanan Tangkai daun dipotong kecil, dikuliti, ,diasapi di atas tungku api, setelah kering dibakar. Abunya diambil dan disimpan dalam media bambu sebagai pengganti garam dapur

Malai Bahan minuman Malai dipotong, kemudian disadap untuk menghasilkan nira (dalam bahasa lokal disebut “bobo”), sejenis minuman lokal/tradisional Daun Bahan bangunan Bahan pembuatan atap dan kajang

(dinding) rumah/pondok yang dapat bertahan 3 – 5 tahun masa pakai

Akar Obat – obatan Akar dibakar dan arangnya diletakkan pada gigi yang sakit Anak daun Sumber energi Anak daun maupun tangkai daun

yang telah kering diambil selanjutnya dibakar

Daun Atap Bahan baku pembuatan atap

perahu yang dapat bertahan 3 – 5 tahun masa pakai

Sumber : Hasil Survei Tim TNC, 2005 ; Asmuruf, 2001; Leftungun, 2004 dalam Tambunan (2009).


(32)

Kandungan Kimia dan Khasiat Buah Nipah

Nipah (Nypa fruticans) merupakan tumbuhan yang termasuk famili Palmae dan tumbuh di daerah pasang surut. Hampir setiap bagian dari tumbuhan ini dapat dimanfaatkan seperti daun untuk atap rumah, nira untuk dibuat gula dan buah untuk makanan segar atau dibuat tepung. Hasil percobaan menunjukkan bahwa buah nipa agak tua mengandung kadar lemak 4,49%, protein 3,74% dan serat makanan 69,12%. Kadar lemak protein dan serat makanan dari buah nipah agak tua, lebih tinggi nilainya dari pada buah nipah muda yang mempunyai kadar lemak 1,32%, protein 0,27% dan serat makanan 10,13%. Selain itu buah nipah muda rnemiliki kadar gula total yang lebih tinggi dibandingkan buah nipah agak tua. Kadar gula total buah nipah muda 4,92%, sedangkan buah nipah agak tua 1,02% ( PPPHH, 2010).

Berdasarkan penelitian Afnidar (2008), nipah selain bisa dijadikan makanan, nipah juga mempunyai khasiat untuk dijadikan obat-obatan seperti tulang anak daun nipah yang masih muda dapat mengobati sariawan atau sakit tenggorokan dengan menggigit tulang daun tersebut dan menghisap airnya. Obat batuk dimana pucuk daun muda yang masih menguncup dapat berguna sebagai obat batuk. Pucuk daun tersebut dimemarkan dan ditumbuk lalu diperas airnya, kemudian air perasan tersebut dicampur dengan madu dan diminum. Obat batu karang dari bunga nipah tetapi tidak ada informasi yang jelas tentang cara meramu bunga nipah sebagai obat.


(33)

Aspek Potensi Bahan Baku

Ketika sebuah perusahaan memproduksi barang atau jasa, maka perusahaan membutuhkan proses produksi (production proces ) atau serangkaian pekerjaan dimana sumberdaya digunakan untuk memproduksi suatu barang atau jasa. Proses tersebut menyebutkan kombinasi berbagai sumber daya yang dialokasikan untuk produksi, pembagian pekerjaan, dan urutan pekerjaan. Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi normalnya diubah oleh sumber daya manusia perusahaan menjadi suatu produk akhir. Proses produksi suatu barang merupakan suatu gejala yang berkesinambungan maka arus bahan baku yang mendukungnya juga harus mempunyai sifat yang sama. Oleh karena itu, pembuatan berbagai olahan nipah akan sangat bergantung pada buah nipah serta keberlangsungan ketersediaanya dalam memenuhi bahan baku produksi.

Pada Propinsi Sumatera Utara, tanaman nipah dapat ditemukan ditemukan di Kabupaten Deli Serdang, dimana hutan mangrove di Deli Serdang pada akhir tahun 2009 dalam penelitian Tambunan (2009) seluas 12.400 ha atau 14,84 persen dari keseluruahan mangrove di Sumatera Utara. Data jumlah potensi dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(34)

Tabel 2. Luas Hutan Mangrove di Sumatera Utara

No Lokasi Luas (Ha) Persentasi (%)

1. Asahan 14.400 17,24

2. Belawan 250 0,3

3. Deli Serdang 12.400 14,84

4. Serdang Bedagai 10.000 11,97

5. Langkat 35.300 42,25

6. Labuhan Batu 1.700 2,03

7. Tapanuli Tengah 1.800 2,15

8. Madina 200 0,24

9. Nias 7.200 8,62

Total 83.550 100

Sumber : Tambunan (2009)

Pada data tabel di atas dapat dilihat bahwa Kabupaten Deli Serdang menduduki peringkat ke tiga dengan luas 12.400 ha. Jumlah tersebut merupakan suatu potensi bahan baku yang masih besar pada kabupaten tersebut.

Pasar

Menurut Suad dan Suwarsono (2000), untuk melakukan studi kelayakan, terlebih dahulu perlu dilakukan aspek-aspek yang akan diteliti, salah satunya adalah aspek pasar. Aspek pasar dan pemasaran meliputi :

1. Permintaan, baik secara total ataupun diperinci menurut daerah, jenis konsumen, perusahaan besar pemakai.

2. Penawaran, baik yang berasal dalam negeri maupun jasa yang berasal dari impor. Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ini, seperti jenis barang yang bisa menyaingi.

3. Harga, dilakukan perbandingan dengan barang-barang impor, produksi dalam negeri lainnnya.

4. Program pemasaran, mencangkup strategi pemasaran yang akan digunakan.


(35)

5. Perkiraan penjualan yang bisa dicapai perusahaan, market share yang bisa dikuasai perusahaan

Pengertian pemasaran menurut Kotler (1997) adalah suatu proses sosial dan manajerial yang ada didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Sedangkan menurut Stanton (1991), pengertian pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis yang ditunjukkan untuk merencanakan, menetukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang maupun jasa untuk memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang sudah ada maupun pembeli potensial.

Pemasaran pada dasarnya berfokus kepada aktivitas yang harus menampilkan tujuan yang jelas dan pertukaran yang umum. Aktivitas ini termasuk pembelian, penjualan, keuangan, penelitian pemasaran dan pengambilan resiko. Dalam falsafah bisnis, konsep pemasaran bertujuan untuk memberikan kepuasan terhadap keinginan yang berorentasi kepada kebutuhan konsumen. Oleh karena itu, konsep pemasaran yaitu pemuasan kebutuhan konsumen merupakan syarat ekonomi dan sosial bagi kelangsungan hidup perusahaan (Kotler, 1997).

Dalam hal pemasaran dikenal adanya distribusi. Saluran distribusi merupakan saluran yang digunakan oleh produsen untuk menyalurkan barang dari produsen sampai ke konsumen. Menurut Irawan et al., (1996), distribusi juga dikenal sebagai saluran distribusi atau perantara. Dalam praktiknya sistem pemasaran dipengaruhi oleh faktor lingkungan baik dari luar maupun dari dalam


(36)

mempengaruhi kemampuan manajemen pemasaran dalam mengembangkan dan mendapatkan transaksi yang berhasil dengan konsumen sasaran. Produk yang akan dipasarkan merupakan keputusan distribusi menyangkut kemudahan akses terhadap barang atau jasa bagi para pelanggan. Tempat dimana produk tersedia dalam saluran distribusi dan outlet yang memungkinkan konsumen dengan mudah memperoleh suatu produk.

Pada dasarnya tujuan akhir seorang pegusaha adalah membuat keuntungan. Oleh karena itu, maka ia harus mampu menjual barang yang dihasilkan dengan harga yang lebih tinggi daripada biaya yang di keluarkan. Dalam hubungnnya dengan masalah inilah, maka pasar menjadi relevan. Luas pasar ditentukan tiga unsur, yaitu : jumlah penduduk, pendapatn per kapita dan distribusi pendapatan. Disamping unsur tersebut, ada pula beberapa hal yang mempengaruhi suatu pasar. Pertama adalah berakitan dengan biaya angkutan, dengan biaya angkutan yang cenderung makin rendah maka industri makin bebas untuk menetukan lokasi. Keadaan ini mengakibtkan daerah perkotaan dengan pasarnya yang luas makin menarik sebagai lokasi industri dan perusahaan. Pasar mempengaruhi lokasi menyangkut tentang biaya distribusi. Lokasi yang kurang tepat dapat menambah biaya distribusi yang tercermin dalam biaya yang relatif cukup tinggi dibandingkan dengan biaya produksi (Djojodipuro, 1992).

Agroindustri Buah Nipah

Pengolahan nipah sebagai salah satu komoditas kehutanan yang dapat digolongkan dalam agroindustri. Pengembangan agroindustri terbukti mampu meningkatkan pendapatan pelaku agribisnis, mampu menyerap tenaga kerja,


(37)

mampu meningkatkan perolehan devisa serta mampu mendorong munculnya industri lain. Terdapat empat kekuatan strategi agroindustri menurut Austin (1992) dalam penelitian Syam (2006) yang dapat dijadikan motor penggerak perekonomian suatu negara, yaitu sebagai berikut :

1. Agroindustri merupakan pintu keluar bagi produk pertanian, artinya produk pertanian memerlukan pengolahan sampai tingkat tertentu sehingga meningkatkan nilai tambah.

2. Agroindustri merupakan penunjang utama sektor manufaktur, artinya sumber daya pertanian sangat diperlukan pada tahap awal industrialisasi dan agroindustri mempunyai kapasitas yang besar dalam menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan produksi, dan pemasaran, serta mengembangkan lembaga keuangan dan jasa.

3. Agroindustri berperan dalam menciptakan devisa negara, artinya produk pertanian mempunyai permintaan di pasar baik dalam bentuk bahan baku, setengah jadi, maupun produk jadi sehingga perlu pengolahan sesuai dengan permintaan konsumen.

4. Agroindustri mempunyai dimensi nutrisi, artinya agroindustri dapat menjadi pemasok kebutuhan giji masyarakat dan pemenuhan kebutuhan pangan nasional.

Disamping itu pula, agroindustri memilki permasalahan sendiri, permasalahan dalam pengembangan agroindustri adalah lemahnya keterkaitan antara subsistem di dalam agroindudtri antara lain yaitu : distribusi dan penyediaan faktor produksi, proses produksi pertanian, pengolahan dan pemasaran


(38)

Analisis Kelayakan Proyek Investasi

Studi kelayakan usaha adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu usaha/proyek dilaksanakan dengan berhasil. Pengertian keberhasilan ini mungkin bisa ditafsirkan agak berbeda-beda. Ada yang mengartikan dalam artian yang lebih terbatas, terutama digunakan oleh pihak swasta yang lebih berminat tentang manfaat ekonomi suatu investasi, sedangkan bagi pihak pemerintah atau lembaga

non-profit, pengertian menguntungkan bisa dalam arti yang lebih relatif (Suad dan Suwarsono, 2000).

Definisi Proyek

Dalam hal ini pengertian proyek investasi yang digunakan adalah sebagai suau rencana untuk menginvestasi sumber daya yang bisa dinilai secara cukup independen. Proyek tersebut bisa merupakan rekayasa, bisa juga proyek kecil. Karakteristik dasar dari suatu pengeluaran modal atau proyek adalah bahwa proyek tersebut umumnya memerlukan pengeluaran saat ini untuk memperoleh manfaat di masa yang akan datang. Pengeluaran modal tersebut misalnya berbentuk pengeluaran untuk tanah, mesin, bangunan, penelitian dan pengembangan (Suad dan Suwarsono, 2000).

Tujuan analisis finansial usaha menurut Kuswadi (2006) adalah untuk memilih dari berbagai alternatif investasi yang ada mana yang paling menguntungkan. Ditanam dalam usaha apapun, hasilnya harus lebih besar daripada bunga deposito. Misalnya saja dengan membandingkan estimasi aliran kas (arus kas) baik yang masuk (cash flow) maupun yang keluar (cash outflow).


(39)

Perbedaan antara arus kas masuk dan arus kas keluar ini disebut aliran kas bersih (net cash flow), yang akan diperhitungkan dengan :

- Kuantitas output yang disesuaikan dengan kemampuan menjual atau peyerapan pasar yang didasarkan pada data statistik atau trend.

- Harga jual produk

- Biaya operasi yang efisien, mencangkup biaya bahan baku. Proses perawatan, air, karyawan serta biaya-biaya lainnya.

Jadi permasalahan yang timbul sehubungan dengan pemilihan alternatif adalah bagaimana cara membandingkan biaya yang harus dikeluarakan pada saat ini (investasi) dengan benefit yang akan diterima dimasa yang akan datang. Sehubungan dengan hal tersebut industri pengolahan nipah dapat dinilai berpa besar biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dan berapa benefit yang diterima dalam suatu produksi, sehingga pengolahan tersebut dapat belrlanjut ke masa yang akan datang.

Analisis Ekonomi Proyek

Analisis ekonomi suatu proyek tidak hanya memperhatikan manfaat yang dinikmati dan pengorbanan yang ditanggung oleh perusahaan, tetapi oleh semua pihak dalam perekonomian. Sedangkan analisis yang hanya membatasi manfaat dan pengorbanan dari sudut pandang perusahaan disebut sebagai analisis keuangan atau analisis finansial (Suad dan Suwarsono, 2000).

Analisis ekonomi berkenaan dengan masalah revenue earning (keuntungan pendapatan) yang diperoleh suatu proyek. Hal ini berhubungan


(40)

yang dibutuhkan serta sanggup membayarnya kembali dan apakah proyek tersebut bisa menjamin kelangsungan hidupnya secara finansial. Gittinger dan Adler (1993) menyebutkan bahwa ada dua pertimbangan khusus yang perlu diperhatikan dalam suatu analisis finansial. Pertama, harus dilihat pengaruh finansial terhadap usaha pertanian secara individu yaitu pendapatan keluarga yang cukup besar bagi petani dan perangsang yang cukup kuat bagi para petani yang ikut berpartisipasi. Kedua, analisa finansial harus dihubungkan dengan hasil yang diperoleh untuk kepentingan umum ataupun organisasi-organisasi komersil seperti koperasi ataupun bank-bank.

Pemilihan suatu model agroindustri berbahan baku nipah harus didasarkan pada kemampuannya dalam menghasilkan nilai tambah. Menurut Austin (1981) dalam penelitian Irene et al., (2006), nilai tambah yang dihasilkan ditentukan oleh pasokan bahan baku, dan faktor lingkungan. Keterbatasan teknologi yang dikuasai penguasa menyebabkan kapasitas produksinya terbatas, sehingga keuntungan yang diterima produsen belum maksimal. Selain teknologi, kemampuan tenaga kerja juga berpengaruh terhadap keberhasilan usaha agroindustri.

Analisis Break Even Point (BEP)

Analisis break even point (titik impas) menentukan berapa volume penjualan harus dicapai sebelum perusahaan berada pada kondisi impas (biaya totalnya sama dengan pendapatan total) dan tidak ada keuntungan yang diperoleh. Model titik impas tersebut khususnya mengasumsikan suatu biaya tetap tertentu dan biaya variabel rata-rata konstan. Saat perusahaan melebihi titik impas,


(41)

kesenjangan antara pendapatan total dan biaya total semakin melebar, karena kedua fungsi diasumsikan menjadi linear, dengan formula :

Biaya tetap total Kuantitas titik impas =

Kontribusi biaya tetap

Kontribusi biaya tetap adalah harga dikurangi dengan biaya variabel rata-rata (Lamb, et al., 2001).

Menurut Lamb, et al., (2001) keunggulan dari penggunaan analisis titik impas (break-even) adalah bahwa itu mampu memberikan perkiraan yang cepat tentang seberapa banyak produk yang harus dijual untuk impas dan besar keuntungan yang dapat diperoleh jika volume penjualan lebih tinggi diperoleh. Jika perusahaan beroperasi mendekati titik impas ini, memungkinkannya untuk dapat melihat apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi biaya atau meningkatkan penjualan. Juga dalam analisis titik impas yang sederhana, tidak perlu menghitung biaya marjinal dan pendapatan marjinal, karena harga dan rata-rata biaya per unti diasumsikan konstan. Selain itu juga karena data akutansi untuk biaya marjinal dan pendapatan biasanya tidak tersedia sehingga akan lebih mudah jika tidak bergantung pada informasi data tersebut.

Masalah dalam titik impas adalah apakah pada harga yang berlaku terdapat cukup pasar untuk paling tidak menjual volume impas. Disamping itu juga, analisis tersebut juga dipergunakan untuk mengetahui sejauh mana volume impas tersebut didukung oleh bahan mentah yang tersedia. Bila pasar tidak cukup luas untuk menampung jumah impas yang diproduksi, maka pada dasarnya proyek investasi ini tidak dapat diteruskan. Tentu saja jumlah investasi dapat diturunkan


(42)

tersedianya bahan mentah dapat kurang mencukupi. Dalam hal ini, maka perusahaan yang bersangkutan harus dapat mengusahakan untuk memperolehnya dari tempat lain atau mengusahakannya sendiri (Djojodipuro, 1992).

Analisis Nilai Tambah

Pengetian nilai tambah adalah nilai produksi dikurangi dengan pengeluaran barang antara. Nilai tambah juga dapat didefenisikan sebagai penerimaan upah pekerja ditambah dengan keuntungan pemilik modal. Perhitungan nilai tambah dapat diformulasikan sebagai berikut :

Nilai tambah = Nilai Qutput – Nilai Input

Hasil analisi tersebut dapat dipaparkan dalam bentuk deskripsi yang dilengkapi dengan perhitungan kuantitatif nilai tambah dari kegiatan pengolahan dalam rangka peningkatan nilai dan daya tahan produksi (Tarigan, 2006).

Ada dua cara untuk menghitung nilai tambah yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah untuk pengolahan dapat dikategorikan menjadi dua yaitu faktor teknisi dan faktor pasar. Faktor teknisi yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang digunakan dan tenaga kerja. Sedangkan faktor pasar yang berpengaruh adalah harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku dan nilai input lain, selain bahan bakar dan tenaga kerja (Sudiyono, 2002).

Menurut Sudiyono (2002) besarnya nilai tambah karena proses pengolahan didapat dari pengurangan biaya bahan baku dan input lainnnya terhadap nilai produk yang dihasilkan, tidak termasuk tenaga kerja. Dengan kata lain, nilai


(43)

tambah menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, modal dan manajemen yang dapat dinyatakan secara matematik sebagai berikut :

Nilai tambah = f ( K, B, T, U, H, h, L) Dimana

K = Kapasitas produksi

B = Bahan Baku yang digunakan T = Tenaga kerja yang digunakan U = Upah tenaga kerja

H = Harga output h = Harga bahan baku

L = Nilai input lainnnya (nilai dan semua korbanan yang terjadi selama proses perlakuan untuk menambah nilai)

Dengan mengetahui perkiraaan nilai tambah pada suatu agroindustri maka akan diharapkan berguna :

1. Bagi pelaku bisnis, dapat diketahui besarnya imbalan terhadap balas jasa dan faktor-faktor produksi yang digunakan.

2. Menunjukkkan besarnya kesempatan kerja yang ditambahkan karena kegiatan menambah kegunaan.

Distribusi nilai tambah berhubungan dengan teknologi yang diterapkan dalam proses pengolahan, kualitas tenaga kerja berupa keahlian dan keterampilan serta kualitas bahan baku. Penerapan teknologi yang cenderung padat karya akan memberikan proporsi bagian tenaga kerja yang lebih besar daripada proporsi keuntungan bagi perusahaan. Sebaliknya, jika yang diterapkan teknologi padat


(44)

modal maka besarnya proporsi bagian perusahaan lebih besar dari pada proporsi bagian tenaga kerja (Sudiyono, 2002).


(45)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2012. Lokasi penelitian dilakukan di Kawasan Paluh Merbau, Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut SeiTuan, Kabupaten Deli Serdang. Survey pendahuluan dilakukan pada bulan Desember 2011 untuk mengetahui dan memastikan keberadaan pengolahan nipah menjadi berbagai produk olahan.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital dan alat tulis. Bahan yang digunakan adalah lembar kuisioner terhadap pelaku usaha pengolahan buah nipah serta pelaku usaha penjualan olahan buah nipah.

Populasi dan Sampel

Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus, yaitu suatu metode penelitian yang berusaha memberikan gambaran terperinci dengan menekankan pada situasi keseluruhan mengenai proses atau urutan kejadian (Arief, 2006). Populasi data adalah rumah tangga yang mengolah buah nipah. Sampel industri dipilih secara sengaja (purposive), yaitu metode yang bersifat tidak acak dan dipilih berdasarkan tujuan tertentu. Industri pengolahan buah nipah yang terpilih akan menjadi sampel penelitian untuk memperoleh beberapa data aktual yang berkenaan dengan proses pengolahan buah nipah.

Penelitian ini juga akan dilakukan pada pelaku usaha penjualan produk olahan buah nipah baik disekitar industri, pasar lokal maupun toko-toko yang


(46)

menjual produk tersebut. Pemilihan sampel juga akan dilakukan dengan metode purposive sampling.

Metode Pengambilan Data

Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder dengan menggunakan metode pengambilan data sebagai berikut. Data primer antara lain adalah data aktual yang berkenaan dengan proses produksi pengolahan buah nipah serta akses pasar produk olahan buah nipah yang diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuisioner. Oleh karena itu dibuat dua kuisioner berbeda yaitu kuisioner untuk pelaku industri pengolahan nipah dan pelaku usaha penjulaan olahan buah nipah. Data sekunder diambil dari instansi Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Deli Serdang. Data yang diperlukan antara lain adalah berupa data ketersediaan dan potensi buah nipah di Kabupaten Deli Serdang.

Metode Analisis Data

Dalam melakukan analisis data menggunakan data produksi dalam jangka waktu sekali produksi. Hal ini dilakukan atas pertimbangan bahwa jangka waktu usaha pengolahan buah nipah tergolong dalam jangka pendek. Selain itu pula, kegiatan penelitian dilakukan pada tataran kegiatan produksi dan tingkat pemasaran. Untuk analisis pada tingkat pemasaran digunakan asumsi bahwa seluruh produk yang dihasilkan dalam suatu industri terjual seluruhnya dan faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi pemasaran produk olahan buah nipah dianggap telah (ceteris paribus). Dalam istilah ekonomi, ceteris paribus adalah suatu asumsi yang mengemukakan bahwa semua variabel yang ada kecuali yang dinyatakan dianggap tidak berubah. Asumsi ini digunakan untuk meyederhanakan


(47)

beragam formulasi dan deskripsi dari berbagai anggapan ekonomi dalam perhitungan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini.

1. Analisis Ekonomi Usaha Agroindustri Pengolahan Nipah

Analisis yang digunakan meliputi : a. Analisis biaya dan pendapatan

Menurut Aziz (2003), perhitungan biaya produksi serta penerimaan usaha yaitu :

Biaya produksi : TC = TFC + TVC

Keterangan : TC = total cost (biaya total) TFC = total fixed cost (biaya tetap total)

TVC = total variabel cost (biaya tidak tetap total) Penerimaan : TR = P.Q

Keterangan : TR= total revenue (penerimaan total) P = price per unit ( harga jual per unit ) Q = quantity ( jumlah produksi )

Keuntungan : I = TR – TC

Keteranga : I = income (pendapatan bersih atau keuntungan) TR = total revenue (penerimaan total)

TC = total cost (biaya total)

b. Revenue Cost Ratio (R/C)


(48)

dari setiap rupiah yang dikeluarkan. Menurut Kuswadi (2006) revenue cost ratio dapat dirumuskan sebagai berikut:

R/C = TR TC Keterangan

TR = Total Revenue TC = Total Cost Kriteria penilaian R/C :

R/C < 1 = usaha pengolahan buah nipah mengalami kerugian R/C > 1 = usaha pengolahan memperoleh keuntungan

R/C = 1 = usaha pengolahan buah nipah mencapai titik impas

c. Pendekatan Break Even Point (BEP)

Menurut Alamsyah (2005), perhitungan BEP (konsep titik impas) yang dilakukan atas dasar unit produksi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus:

BEP (Q) = TFC P/unit- VC/unit Keterangan :

BEP (Q) = titik impas dalam unit produksi TFC = biaya tetap total

P = harga jual per unit VC = biaya tidak tetap per unit

Perhitungan BEP atas dasar unit rupiah dapat dilakukan dengan rumus : BEP (Rp) = TC


(49)

Y Keterangan :

BEP ( Rp) = titik impas dalam rupiah TC = biaya produksi total (Rp) Y = total produksi (unit) Kriteria penilaian BEP :

Apabila produksi pengolahan buah nipah melebihi produksi pada saat titik impas (dalam satuan unit produksi ) maka pengolahan buah nipah mendatangkan keuntungan. Sedangkan jika harga jual pengolahan buah nipah pada saat titik impas (atas dasar unti rupiah) maka pengolahan tersebut juga akan mendatangkan keuntungan.

2. Analisis nilai tambah

Perhitungan nilai tambah dilakukan dalam satu kali pengolahan buah nipah berproduksi. Jangka waktu produksi dihitung dalam satu kali produksi. Hal ini dilakukan karena produksi pengolahan buah nipah merupakan usaha yang berjangka pendek serta perhitungan produksi lebih mudah jika dilakukan dalam hitungan satu kali produksi. Oleh karena itu semua biaya produksi maupun jumlah produk yang dihasilkan dihitung dalam kali produksi.


(50)

Tabel 3. Format Analisis Nilai Tambah Pengolahan Buah Nipah

Output, Input, Harga Formula

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Hasil produksi (kg/tahun) Bahan baku (kg/tahun) Tenaga kerja (HOK) Faktor konversi (1/2) Koefisien tenaga kerja (3/2) Harga bahan baku (Rp / kg ) Upah rerata (Rp/ HOK)

A B C

A/B = M C/B = N D E Pendapatan 8. 9. 10. 11a. b. 12a. b. 13a. b.

Harga bahan baku (Rp/kg) Sumbangan input lain (Rp / kg ) Nilai produk (4x6) (Rp/kg) Nilai tambah (10-8-9 ) (Rp/kg) Rasio nilai tambah (11a./10) (%) Imbalan tenaga kerja (5x7) (Rp/kg) Bagian tenaga kerja (12a./11a) (%) Keuntungan (11a. – 12.a)

Tingkat keuntungan (13a./11a) (%)

F G

M X D = K K – F – G = L (L/K) % = H% N X E = P (P/L)% = Q% L – P = R (R/L)% = %

Balas Jasa Untuk Faktor Produksi

14. Margin (Rp / kg)

Pendapatan tenaga kerja langsung (12a/14) x 100%

Sumbangan input lain (9/14) x 100 %

K – F = S (P/S)

X 100% = T% (G/S) x 100% = U%


(51)

Keuntungan produksi (13a / 14 ) x 100 %

(R/S) X 100% = V%

Sumber : Sudiyono (2002) dimodifikasi dalam Irene, et al., (2006)

3. Distribusi nilai tambah produk

Nilai tambah pengolahan buah nipah menjadi berbagai produkolahan dapat dilihat dari besarnya selisih antara nilai produk (Rp/kg) dengan harga bahan baku (Rp/kg). Dari besarnya nilai margin tersebut maka dapat dilakukan analisis distribusi baik untuk pemilik usaha,tenaga kerja maupun untuk sumbangan input lainnya.

4. Analisis Aspek Pasar

Analisis aspek pasar dapat dilakukan dengan melihat seberapa besar permintaan pasar akan produk olahan buah nipah. Selain itu, sejauh mana potensi pasar terhadap produk olahan buah nipah. Dalam melakukan analisis permintaan pasar ini dilakukan analisis terhadap besarnya permintaan produk olahan buah nipah dan sampai dimana olahan buah nipah tersebut dipasarkan, apakah hanya disekitar tempat pengolahan atau di daerah lain. Dengan melihat berapa besar data penjualan produk tersebut dijadikan asumsi untuk penjulan di tempat lain.


(52)

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak dan Keadaaan Geografis Kabupaten Deli Serdang

Deli serdang merupakan salah satu kabupaten yang berada di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara. Secara geografis Kabupaten Deli Serdang berada pada 2°57" Lintang Utara, 3°16" Lintang Selatan dan 98°33 - 99°27" Bujur Timur dengan ketinggian 0 – 500 mdpl. Kabupaten Deli Serdang menempati areal seluas 2.497,72 km2 yang terdiri dari 22 kecamatan dan 394 desa. Wilayah Kabupaten Deli Serdang terdiri dari 78 desa swakarya mula, 6 swakarya madya, 285 desa swasembada mula dan 25 desa swasembada mayda (Pemkab Deli Serdang, 2011).

Kecamatan Percut Sei Tuan

Kecamatan Percut Sei Tuan adalah salah satu dari 22 Kecamatan di Kabupaten Deli Serdang dengan Luas Wilayahnya 2.394,62 Km2 atau 2.394,462 Ha. Secara Geografis terletak diantara 2°57’-3°16’ LU 98°33’-99°27’ BT.

Wilayah Kecamatan Percut Sei Tuan menurut situs resmi Pemkab Deli Serdang (2011), mempunyai luas 190,79 Km2 meliputi hampir 4,3% dari seluruh luas Kabupaten Deli Serdang. Tiga desa dari Wilayah Kecamatan Percut Sei Tuan merupakan desa pantai yaitu Desa Pematang Lalang, Desa Tanjung Rejo, Desa Tanjung Selamat dengan batas wilayah sebagai berikut:

- Sebelah Utara : Selat Malaka

- Sebelah Timur : Kecamatan Batang Kuis dan Pantai Labu - Sebelah Barat : Kecamatan Labuhan Deli dan Kodya Medan - Sebelah Selatan : Kodya Medan


(53)

Kawasan Paluh Merbau

Dusun Paluh Merbau adalah salah satu dusun dari 13 dusun yang ada di desa Tanjung Rejo. Dusun Paluh dipisahkan oleh sebuah sungai yang konon nama sungai itu adalah sungai Paluh. Tapi sebenarnya adalah bahwa sungai yang dimaksud bukanlah sungai yang sebenarnya melainkan sebuah kanal yang memisahkan dua pulau dikarenakan hulu dan hilir sungai itu semuanya mengarah atau bermuara ke selat Malaka. Kedua pulau tersebut yang dipisahkan oleh sungai tersebut, meskipun masih satu desa, hanya dihubungkan dengan satu jembatan yang hanya dapat dilalui kenderaan roda dua atau roda tiga yang terbuat dari kayu-kayu laut sebagai penyanggah. Sebagai satu-satunya penghubung menuju Paluh Merbau maka peranan jembatan yang panjangnya 100 meter dan lebar 1,5 meter mempunyai peranan yang sangat vital untuk arus lalu lintas kenderaan ataupun komoditi yang ada baik dari dan ke Paluh Merbau.

Paluh Merbau merupakan suatu tempat pemancingan yang terletak di pesisir pantai timur Sumatera. Menurut data dari kantor Kepala Desa Tanjung Rejo (2011), di Paluh Merbau ini terdapat 900 kepala keluarga yang tersebar di tiga dusun yaitu dusun XI,XII dan XII. Dusun ini termasuk wilayah desa Tanjung Rejo, Paluh Merbau luasnya 3086 Ha dengan jumlah 199 kepala keluarga atau total jumlah penduduk 8224 orang. Adapun batas wilayahnya sebagai berikut :

• Sebelah Utara : Selat Malaka / Belawan

• Sebelah Selatan : PTPN II Saentis


(54)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Berdasarkan pengambilan data tentang pengolahan buah nipah menjadi berbagai produk olahan di Kawasan Paluh Merbau, Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan ditemukan bahwa keseluruhan para pengolah dan penjual olahan buah nipah adalah wanita. Dalam pengelolahan nipah menjadi berbagai produk olahan, dilakukan secara berkelompok dengan mendirikan kelompok kecil yang terdiri dari enam kelompok, dimana setia kelompok terdiri dari tiga orang anggotanya. Selain itu juga para pengelolah nipah tersebut bertindak juga sebagai penjual olahan buah nipah tersebut. Selain memproduksi nipah menjadi agar-agar, kolang kaling, dan manisan nipah mereka juga memanfaatkan daun nipah untuk pakan ternak, lidi serta atap.


(55)

Berdasarkan hasil rekalipitulasi data kuisioner dilapangan diperoleh responden sebanyak enam kelompok yang mengolah sekaligus menjual buah nipah, dimana menurut karakteristik umur, kelompok umur responden antara 20-30 memiliki distribusi sebanyak 1 orang dengan proporsi 16,7 %, dan kelompok umur responden 31-40 memiliki distribusi sebanyak 2 orang dengan proporsi 33,3 % serta responden dengan umur 41-50 tahun memiliki ditribusi yang paling tinggi yaitu sebanyak 3 orang dengan proporsi 50 %. Hal ini menunjukkan bahwa para pengelolah dan penjual olahan buah nipah secara keseluruhan adalah wanita yang masih produktif. Para pengolah dan penjual umumnya melakukan usaha ini untuk menambah pendapatan keluarga sekaligus aksi sosial yang dilakukan atas kerja sama kelompok ibu-ibu dengan LSM Sajahtera Bersama. Akan tetapi, di sini kelompok responden umur 51-60 tidak dijumpai. Hal ini diperkirakan karena mereka bertindak sebagai pekerja dalam membantu pengolahan maupun menjual olahan nipah. Distribusi responden berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 4 . Distribusi Responden Berdasarkan Umur

No Kelompok Umur (Tahun) Frekuensi Proporsi (%)

1. 20 – 30 1 16,7

2. 31 – 40 2 33,3

3. 41 – 50 3 50

4. 51 – 60 0 0


(56)

Aspek Potensi Buah Nipah

Ada beberapa komoditas dari hutan mangrove yang dimanfaatkan untuk berbagai keperluan di Kawasan Paluh Merbau, salah satunya adalah komoditi tanaman nipah. Berdasarkan pengamatan dilapangan bahan baku berupa tanaman nipah di Kawasan Paluh Merbau masih banyak dan hampir selalu ada setiap bulan buah nipah yang siap untuk di produksi karena masyarakat memelihara tanaman tersebut dengan baik. Dengan demikian proses produksi olahan dari nipah dapat berlangsung secara berkesinambungan.

Berdasarkan penelitian sebelumnya diketahui bahwa luas hutan mangrove di Deli Serdang pada akhir tahun 2009 menurut Tambunan (2009) seperti yang ada pada Tabel 2, adalah 12.400 ha atau 14,84 persen dari luas keseluruhan hutan mangrove di Sumatera Utara. Dengan melihat hal tersebut sumber bahan baku untuk olahan nipah masih cukup luas. Selain itu tanaman nipah secara keseluruhan sampai saat ini tumbuh subur disekitar ladang milik masyarakat pada hutan mangrove yang ada di Kawasan Paluh Merbau.

Namun demikian, jumlah potensi hutan mangrove yang merupakan habitat nipah bisa menjadi sebuah peluang dalam usaha pengembangan nipah menjadi sebuah produk yang bernilai jual yaitu berupa kolang kaling, agar-agar, dan manisan nipah. Jumlah potensi nipah yang ada merupakan sumber bahan baku utama dalam pengolahan nipah menjadi kolang kaling, agar-agar, dan manisan nipah yaitu berupa biji buah nipah. Jika pengembangan buah nipah menjadi sebuah produk memiliki prospek usaha yang menguntungkan, maka tidak menutup kemungkinan petani akan membudidayakan tanaman nipah lebih intensif.


(57)

Gambar 2. Tanaman Nipah di Kawasan Paluh Merbau, Kabupaten Deli Serdang Menurut salah seorang pengolah buah nipah Ibu Ponisah di Kawasan Paluh Merbau menyebutkan bahwa tidak ada proses pembibitan untuk tanaman nipah karena tumbuhan tersebut tumbuh secara alami di sekitar pantai, namun pengolah melakukan pemeliharaan terhadap tanaman tersebut di bawah naungan LSM Sejahtera Bersama.


(58)

Namun, buah nipah sendiri sejauh ini belum termanfaatkan secara optimal. Buah nipah kadangkala hanya terbuang begitu saja percuma. Oleh karena itu pengolah buah nipah diharapkan akan menambah pendapatan mereka disamping hasil pekerjaan mereka sebagi petani dan dapat melestarikan tanaman ini. Dengan melihat potensi tanaman nipah yang ada, pengolahan buah nipah dapat menajadi salah satu alternatif usaha.

Analisis Finansial Agroindutri Olahan Buah Nipah

Analisis finansial digunakan untuk mengetahui layak atau tidaknya pengolahan buah nipah jika dilakukan di kawasan Paluh Merbau, Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan sehingga bisa dilakukan di tempat lain. Berikut analisis finansial yang telah dilakukan pada agroindustri pengolahan buah nipah tersebut.

Biaya Produksi dan Pendapatan

Besarnya biaya produksi dilakukan untuk mengetahui besarnya biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi pengolahan buah nipah. Perhitungan setiap item dan biaya yang dikeluarkan dalam produksi selama satu kali produksi dari olahan buah nipah dapat dilihat pada Lampiran 1, 2 dan 3. Biaya variabel adalah biaya yang jumlah nilainya tergantung pada jumlah produksi kolang kaling, agar-agar dan manisan nipah, seperti : biaya bahan baku (buah nipah, gula pasir), biaya bahan tambahan, minyak kompor, sirup, cokelat, kemasan/tempat serta upah tenaga kerja. Sedangkan biaya tetap adalah biaya yang jumlah nilainya tidak


(59)

tergantung pada jumlah produksi dari kolang kaling, agar-agar, dan manisan nipah yaitu berupa biaya transportasi.

Biaya total diperoleh dari penjumlahan biaya tetap total dan biaya variabel dalam satu bulan. Penerimaan total diperoleh dari volume produksi dalam satu bulan dikalikan dengan harga jual. Sedangkan pendapatan total dihasilkan dari pengurangan penerimaan dengan biaya total produksi. Adapun rincian biaya yang dikeluarkan untuk produksi kolang kaling sebagai berikut dapat ditunjukkan pada Tabel berikut ini.

Tabel 5. Biaya dan Pendapatan Pengolahan Buah Nipah Menjadi Kolang Kaling di Paluh Merbau, Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang.

Uraian Nilai Persentase

Biaya Tetap Total (Rp) 150.000 100% Biaya Variabel Total (Rp) 45.000 -

Biaya Total (Rp) 195.000 100%

Volume/Kg 20

Harga (Rp/Kg) 7.500

Penerimaan (Rp) 150.000

Pendapatan (Rp) -45.000

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa biaya variabel untuk pengolahan nipah menjadi kolang kaling tidak mempengaruhi produksi kolang kaling, hal ini dikarenakan dalam pengolahan kolang kaling tidak membutuhkan proses yang lama. Besarnya penerimaan yang diperoleh dari hasil produksi nipah menjadi kolang kaling adalah Rp 150.000,-per produksi. Sedangkan besarnya pendapatan yang diperoleh oleh pengolah dalam produksi 20 kg nipah setelah dikurangi biaya produksi sebesar Rp 195.000,- adalah sebesar Rp -45.000,-. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha pengolahan buah nipah menjadi kolang kaling tidak


(60)

Tabel 6. Biaya dan Pendapatan Pengolahan Buah Nipah Menjadi Agar-agar Nipah di Paluh Merbau, Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang.

Uraian Nilai Persentase

Biaya Tetap Total (Rp) 150.000 40% Biaya Variabel Total (Rp) 225.500 60% Biaya Total (Rp) 375.500 100%

Volume/Kotak 20

Harga (Rp/Kotak) 25.000 Penerimaan (Rp) 500.000 Pendapatan (Rp) 124.500

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa biaya variabel mendominasi dalam struktur biaya produksi total dalam pengolahan nipah menjadi agar-agar. Hal ini dipengaruhi besarnya biaya yang dikeluarkan untuk terutama dalam penggunaan bahan pendukung utama yang berfungsi sebagai pemanis dan sekaligus pengawet agar-agar (Lampiran 2). Dalam pembuatan agar-agar, gula pasir digunakan karena ketika dimasak buah nipah mengeluarkan getah yang membuat rasa sepat atau pahit. Rasa ini mampu dinetralisir dengan menggunakan gula pasir sehingga rasa agar-agar menjadi manis.

Penerimaan yang diperoleh dari hasil produksi agar-agar adalah sebesar Rp 500.000,- per produksi. Sedangkan besaranya pendapatan yang diperoleh dalam 20 kotak buah nipah setelah dikurangi dengan biaya produksi sebesar Rp 375.500,- adalah sebesar Rp 125.000,-. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengolahan buah nipah menjadi agar-agar layak untuk dilakukan.


(61)

Tabel 7. Biaya dan Pendapatan Pengolahan Buah Nipah Menjadi Manisaan Nipah di Paluh Merbau, Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang.

Uraian Nilai Persentase

Biaya Tetap Total (Rp) 150.000 27,6% Biaya Variabel Total (Rp) 392.500 72,4% Biaya Total (Rp) 542.500 100%

Volume/Kotak 20

Harga (Rp/Kotak) 30.000 Penerimaan (Rp) 600.000 Pendapatan (Rp) 57.000

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dalam pembuatan manisan nipah sangat dipengarui oleh biaya variabel. Hal ini dikarenakan dalam proses produksi pemakaian bahan tambahan sangat besar terutama penggunaan gula pasir dan sirup yang berfungsi sebagai bahan pemanis.

Penerimaan yang diperoleh dari produksi nipah menjadi manisan nipah sebesar Rp 600.000,- per produksi. Sedangkan besarnya pendapatan yang diperoleh dalam produksi 20 kg buah nipah setelah dikurangi dengan biaya produksi Rp 542.500 adalah sebesar Rp 57.000,-. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha tersebut kurang layak dilakukan dikarenakan pendapatan yang diperoleh relatif kecil dan juga skala produksi yang relatif kecil.

Analisis RC Ratio

Nilai RC ratio dapat digunakan untuk mengetahui kelayakan suatu usaha ditinjau dari proporsi besarnya biaya produksi yang dikeluarkan terhadap penerimaan yang akan diperoleh. Nilai RC ratio pada usaha pengolahan kolang kaling dapat ditunjukkan pada Tabel berikut.


(62)

Tabel 8. Analisis RC Ratio Kolang Kaling di Kawasan Paluh Merbau, Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan.

Uraian Jumlah (Rp)

Penerimaan 150.000

Biaya Produksi Total 195.000

RC Ratio 0,76

Pada Tabel 8 diketahui bahwa perbandingan antara penerimaan dengan biaya produksi total adalah sebesar 0,76. Hal tesebut menunjukkan bahwa usaha tersebut nilai RC rationya lebih kecil dari satu sehingga usaha tersebut jika di usahakan akan mendatangkan kerugiaan. Oleh karena itu, usaha pengolahan nipah menjadi kolang kaling kurang potensial dilakukan karena akan mendatangkan kerugian karena biaya produksi lebih besar daripada pendapatan yang diperoleh. Tabel 9. Analisis RC Ratio Agar-agar di Kawasan Paluh Merbau, Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan.

Uraian Jumlah (Rp)

Penerimaan 500.000

Biaya Produksi Total 375.500

RC Ratio 1.33

Pada Tabel 9 diketahui bahwa perbandingan antara penerimaan dan biaya produksi total adalah sebesar 1, 33. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha tersebut nilai RC rationya lebih dari satu sehingga usaha tersebut akan mendatangkan keuntungan.

Nilai RC ratio yang diperoleh mendekati nilai RC ratio dari pengolahan pala menjadi sirup di Kabupaten Bireuen dalam penelitian (Adriani, 2011) yaitu sebesar 1,36. Ini menunjukkan bahwa nilai usaha pengolahan nipah menjadi agar-


(63)

agar hampir sama dengan usaha pala menjadi sirup yang merupakan perusahaan besar. Oleh karena itu, usaha ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan.

Tabel 10. Analisis RC Ratio Manisan Nipah di Kawasan Paluh Merbau, Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan.

Uraian Jumlah (Rp)

Penerimaan 600.000

Biaya Produksi Total 542.000

RC Ratio 1.10

Pada tabel diatas dapat dilihat perbandingan antara penerimaan dan biaya produksi total adalah sebesar 1,10. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha tersebut nilai RC rationya lebih besar dari satu sehingga usaha tersebut akan mendatangkan keuntungan, hal tersebut sesuai dengan pernyataan Kuswadi (2006) yang menyatakan bahwa apabila hasil revenue cost ratio diperoleh lebih besar daripada satu berarti usaha tersebut memperoleh keuntungan dan layak dilakukan.

Analisis Titik Impas

Selain itu pula, untuk menilai kelayakan finansial suatu usaha juga dapat dilakukan melalui anlisis titik impas (BEP). Berdasarakan analisis yang telah dilakukan, untuk pengolahan buah nipah menjadi kolang RC rationya lebih kecil dari satu untuk itu tidak perlu dilakukan analisis titik impas karena sudah di bawah standar titik impas atau dengan kata lain jumlah penerimaan lebih kecil jika dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan dalam produksi nipah menjadi kolang kaling. Untuk pengolahan agar-agar dan manisan nipah dapat dilihat pada


(64)

Tabel 11. Analisis Titik Impas pada Usaha Agar-agar Nipah di Kawasan Paluh Merbau, Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan.

Uraian Jumlah

1. Biaya Tetap Total (Rp) 150.000

2. Biaya Variabel Total (Rp) 225.000

3. Volume Produksi (Kotak) 20

4. Harga Jual (Rp/Kotak) 25.000

5. Penerimaan (Rp) 500.000

6. BEV Volume Produksi (Kotak) 9

7. BEV Harga (Rp/Kotak) 18.650

Pada Tabel 11 menunjukkan bahwa titik impas usaha pengolahan agar-agar terjadi pada saat pengusaha memproduksi 9 kotak agar-agar. Jumlah

tersebut menunjukkan bahwa berada di bawah jumlah produksi yang mampu diproduksi yaitu sebanyak 20 kotak. Oleh karena itu, hal ini berarti bahwa usaha pengolahan agroindustri jika diusahakan di Kawasan Paluh Merbau, Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan akan mendatangkan keuntungan.

Hasil perhitungan untuk nilai titik impas harga produk (BEP) yaitu sebesar

Rp 18.650,-/kotak. Sedangkan harga produk yang mampu di jual seharga Rp 25.000,-/kotak. Hal ini menunjukkan bahwa harga jual masih di atas harga

pokok sehingga jika produk tersebut dijual akan mendatangkan keuntungan bagi pemilik usaha. Harga agar-agar nipah ini lebih murah jika di bandingkan dengan arar-agar yang beredar di pasar. Dengan demikian, hal ini merupakan peluang untuk pemasaran agar-agar nipah karena harganya lebih murah serta kualitas yang tidak kalah dengan yang ada di pasar.


(65)

Tabel 12. Analisis Titik Impas pada Usaha Manisan Nipah di Kawasan Paluh Merbau ,Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan.

Uraian Jumlah

1. Biaya Tetap Total (Rp) 150.000

2. Biaya Variabel Total (Rp) 392.500

3. Volume Produksi (Kg) 20

4. Harga Jual (Rp/Kg) 30.000

5. Penerimaan (Rp) 600.000

6. BEV Volume Produksi (Kg) 15

7. BEV Harga (Rp/Kg) 27.125

Pada Tabel 12 tersebut menunjukkan bahwa titik impas pengolahan nipah menjadi manisan pada saat diproduksi 15 kg manisan nipah. Jumlah tersebut menunjukkan bahwa berada di bawah jumlah produksi yaitu sebanyak 20 kg. Oleh karena itu, hal ini berarti bahwa usaha pengolahan manisan nipah jika akan di usahakan akan mendatangkan keuntungan.

Hasil perhitungan untuk nilai titik impas harga produk (BEP harga) yaitu

sebesar Rp. 27.125,-/ kg. Sedangkan harga jual yang mampu dijual seharga Rp. 30.000,-. Hal ini menunjukkan bahwa harga jual masih di atas harga pokok

sehingga akan mendatangkan keuntungan bagi pemilik usaha.

Analisis Nilai Tambah

Produksi dilakukan sebanyak satu kali dalam satu bulan. Adapun perhitungan strruktur biaya dan penerimaan pengolahan buah nipah dapat dilihat pada Lampiran 6 dan 7. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa dengan menggunakan bahan baku sebanyak 20 kg untuk kolang kaling, maka dapat menghasilkan 20 kg kolang-kaling. Bahan baku sebanyak 10 kg untuk agar-agar


(1)

13. a. Keuntungan 4.250

b. Rate Keuntungan (%) 80

Balas Jasa untuk Faktor Produksi

14. Margin 7.500

Pendapatan tenaga kerja langsung (%) 13,3

Sumbangan Input Lain (%) 0

Keuntungan Perusahaan (%) 86,67

*sumbangan input lain

- tenaga kerja 3 orang x 15.000 : 45.000

Sehingga sumbangan input lain sebesar Rp. 45.000/20 : Rp .2.250

Lampiran 6. Analisis Nilai Tambah Agar-agar.

Output, Input dan Harga

1. Hasil Produksi (Kg/Produksi) 20

2. Bahan Baku (Kg/Produksi) 10

3. Input Tenaga Keja (HOK/Produksi) 4

4. Faktor Konversi 2

5.Koefisien Tenaga Kerja (HOK/Produksi) 0,4

6. Harga Produk (Rp/Kg) 25.000

7.Upah Rerata (Rp/HOK) 5.000

Penerimaan dan Keuntungan

8. Harga Bahan Baku Nipah (Rp/Kg)

9. Sumbngan Input Lain (Rp/Kg) 11.275

10. Produksi (Rp/Kg) 50.000


(2)

Sumbangan Input Lain (%) 23

Keuntungan Perusahaan (%) 73,45

* Sumbangan Input Lain

- Tenaga Kerja /Produksi 3 x @ 15.000 Rp. 45.000

- Gula pasir 10 kg x 10.000 Rp.100.000

- Minyak kompor 5 liter x @ 7.500 Rp. 37.500

- Agar-agar 8 buah x @ 3.500 Rp. 28.000

- Cokelat 1 kg x @ 15.000 Rp. 15.000

Total Rp.225.500

Sehingga sumbangan input lain sebesar Rp 225.500/20 = Rp 11.275/ kg


(3)

Sehingga sumbangan input lain sebesar Rp 342.000/20 = Rp 17.100/ kg

Output, Input dan Harga

1. Hasil Produksi (Kg/Produksi) 20

2. Bahan Baku (Kg/Produksi) 10

3. Input Tenaga Keja (HOK/Produksi) 4

4. Faktor Konversi 2

5.Koefisien Tenaga Kerja (HOK/Produksi) 0,4

6. Harga Produk (Rp/Kg) 30.000

7.Upah Rerata (Rp/HOK) 5.000

Penerimaan dan Keuntungan

8. Harga Bahan Baku Nipah (Rp/Kg)

9. Sumbngan Input Lain (Rp/Kg) 17.100

10. Produksi (Rp/Kg) 60.000

11. a. Nilai tambah (Rp/Kg) 42.900

b. Rasio nilai tambah (%) 71

12. a. Pendapatan tenaga kerja 2.000

b. Pangsa tenaga kerja (%) 5

13. a. Keuntungan 40.900

b. Rate Keuntungan (%) 95

Balas Jasa untuk Faktor Produksi

14. Margin 60.000

Pendapatan tenaga kerja langsung (%) 3

Sumbangan Input

Lain % 29

Keuntungan Perusahaan (%) 68,16

* Sumbangan Input Lain

- Tenaga Kerja /Produksi 3 x @ 15.000 Rp. 45.000

- Gula pasir 10 kg x 10.000 Rp.100.000

- Minyak kompor 5 liter x @ 7.500 Rp. 37.500

- Toples 30 buah Rp.150.000

Total Rp.342.000


(4)

8 (a) 8 (b)

8 (c)

Gambar 8. (a) Buah nipah sebelum di ambil bijinya, (b) pengambilan biji kolang kaling (b), dan (c) kolang kaling sipa di pasarkan.


(5)

9 (a) 9 (b)

9 (c) 9 (d)


(6)

10 (a) 10 (b)

10 (c) 10 (d)

Gambar 10. (a) biji nipah sebagai bahan baku manisan, (b) biji nipah dimasak dan dicampur dengan gula pasir, (c) dimasukkan ke toples dan dicampur dengan sirup, dan (d) manisan nipah siap dipasarkan