Tinjauan Yuridis Atas Perjanjian Sewa Menyewa Safe Deposit Box Pada PT. BNI (PERSERO) Tbk Tanjung Balai Asahan

(1)

TESIS

Oleh

EFFENDY SIMANJUNTAK 087011156/MKn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TINJAUAN YURIDIS ATAS PERJANJIAN SEWA MENYEWA

SAFE DEPOSIT BOX PADA PT. BNI (PERSERO) TBK

TANJUNG BALAI ASAHAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan

pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

EFFENDY SIMANJUNTAK 087011156/MKn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : TINJAUAN YURIDIS ATAS PERJANJIAN SEWA MENYEWA SAFE DEPOSIT BOX PADA PT. BNI (PERSERO) TBK TANJUNG BALAI ASAHAN

Nama Mahasiswa : Effendy Simanjuntak Nomor Pokok : 08701156

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., MS., CN) Ketua

( Chairani Bustami, SH., Sp.N., M.Kn) Anggota

( Dr. T. Keizerina Devi, SH., CN., M.Hum) Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N) (Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal: 24 Pebruari 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., MS., CN. Anggota : 1. Chairani Bustami, SH., Sp.N., M.Kn.

2. Dr. T. Keizerina Devi, SH., CN., M.Hum. 3. Notaris Syahril Sofyan, SH., M.Kn.


(5)

ABSTRAK

Salah satu fungsi dan tugas bank umum sesuai Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan adalah dapat melakukan penitipan barang dan surat berharga yang disebut dengan Safe Deposit Box. Pelayanan Safe Deposit Box ini guna membantu masyarakat dalam mengamankan barang, perhiasan, dokumen surat berharga, logam mulia, dan barang-barang berharga lainnya, yang dilaksanakan secara perjanjian sewa penyewa antara bank dengan penyewa. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan pengkajian tentang ketentuan hukum perjanjian sewa menyewa Safe Deposit Box pada Bank, pelaksanaan perjanjian sewa menyewa Safe Deposit Box pada PT. BNI (Persero) Tbk Tanjung Balai Asahan, dan perlindungan hukum bagi nasabah dalam perjanjian sewa menyewa Safe Deposit Box pada PT. BNI (Persero) Tbk Tanjung Balai Asahan.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan pendekatan juridis normatif tentang pelaksanaan perjanjian sewa menyewa safe deposit box. Pengumpulan data dilakukan secara penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan dengan wawancara kepada narasumber yang telah ditentukan, yaitu: Pegawai PT. BNI (Persero) Tbk Tanjung Balai Asahan yang terkait dengan pelaksanaan Safe Deposit Box dan nasabah pengguna Safe Deposit Box..

Hasil penelitian menunjukkan penggunaan Safe Deposit Box oleh nasabah pada bank diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang disebut jasa penitipan yaitu simpanan terbuka maupun simpanan tertutup, di mana barang yang dititipkan jelas jumlah dan jenisnya dan dibuat daftar/registrasinya. Perkembangan selanjutnya jasa penitipan tidak lagi diberlakukan dengan adanya jasa sewa menyewa Safe Deposit Box yang pengaturannya terkait dengan ketentuan sewa menyewa dalam KUHPerdata, baik pada jasa penitipan maupun sewa menyewa Safe Deposit Box adanya barang yang dititipkan. Perjanjian sewa-menyewa Safe Deposit Box pada PT. BNI (Persero) Tbk Tanjung Balai Asahan dilaksanakan setelah ditandatangani oleh nasabah dan pihak bank surat permohonan dan perjanjian sewa-menyewa yang isinya tentang hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak yang ditetapkan oleh pihak bank sendiri (perjanjian baku), dan perjanjian itu dibuat secara di bawah tangan (tidak dengan akta Notaris). Kendala pelaksanaan perjanjian hanya sebatas kelengkapan dokumen pendukung yang tidak lengkap dan menyusul dilengkapi, hal ini dapat terjadi karena pada dasarnya penyewa adalah nasabah bank tersebut. Selain itu kurangnya informasi dan pengetahuan masyarakat tentang penggunaan Safe Deposit Box Perlindungan hukum bagi nasabah penyewa Safe Deposit Box sesuai hak dan kewajiban dalam perjanjian. Dalam hal nasabah wanprestasi maka terlebih dahulu ada upaya pemberitahuan atau peringatan dari bank untuk diselesaikan kewajibannya sebelum dilaksanakan sanksi sesuai perjanjian. Apabila bank harus membuka Safe Deposit Box dan mengeluarkan isinya terkait penerapan sanksi maka disaksikan dan dibuat berita acara dihadapan Notaris.

Disarankan kepada pihak PT. BNI agar perjanjian sewa-menyewa Safe Deposit Box dibuat di hadapan Notaris sehingga menjadi alat bukti yang otentik bersengketa di Pengadilan. Kemudian dalam pembongkaran Safe Deposit Box harus dihadapan Notaris, Kepolisian dan ahli waris. Kepada para penyewa Safe Deposit Box agar menjaga ketersediaan saldo di rekening guna menjamin pembayaran saat jatuh tempo sehingga tidak terjadi teguran bahkan pembongkaran paksa oleh bank.


(6)

ABSTRACT

One of the functions and duties of public bank according to Law No. 10/1998 on Banking is to provide Safe Deposit Box service to help the community members who need to secure their properties such as jewelries, securities, documents, gold, and other valuables implemented through a lease agreement between the bank and the lessee. The purpose of this analytical descriptive study with normative juridical approach was to look at the legal base of the Safe Deposit Box lease agreement at a bank, to examine the implementation of Safe Deposit Box lease agreement at PT BNI (Persero) Tbk, Tanjung Balai Asahan, and to analyze the legal protection for the customers stated in the Safe Deposit Box lease agreement at PT. BNI (Persero) Tbk, Tanjung Balai Asahan.

The data for this study were obtained through library research and interviews with the staff of PT BNJ (Persero) Tbk, Tanjung Ba!ai Asahan who were in charge of the implementation of Safe Deposit Box service and the customers using the Safe Deposit Boxes.

The result of this study showed that the use of Safe Deposit Box by the customers called deposit service both open or closed deposit in which the number or amount and kinds of the properties deposited were clearly registered was regulated in Law No.10/1998 on Banking. With the introduction of Safe Deposit Box service whose regulation is related to the regulation of leasing in the Indonesian Civil Codes, the deposit service is no longer carried out. The Safe Deposit Box lease agreement at PT. BNI (Persero) Tbk, Tanjung Balai Asahan was implemented after it was signed by the customer and the bank. The application form and the contents of the lease agreement related to the rights and responsibilities of both parties were unilaterally decided by the bank (standard agreement) and this agreement was made underhanded (without notarial act). The constraint during the implementation of this agreement was only that the supporting documents were not complete and they could be furnished later. This happened because the lessee was the customer of the bank itself In addition, the community members did not have adequate information about the use of Safe Deposit Box and legal protection for the customer leasing the Safe Deposit Box in accordance with the rights and responsibilities stated in the agreement. In case the customer could not keep the promise as agreed in the agreement, the bank should give the customer a notification telling him/her to meet his/her responsibility before the sanction was imposed to the customer as agreed in the agreement. If the bank needed to open the Safe Deposit Box and took out its contents before the witness and its official report must be made before a notary.

PT. BNI (Persero) Tbk, Tanjung Balai Asahan is suggested to make the Safe Deposit Box lease agreement before a notary that it can be an authentic evidence for those having a case in a court. And then if the bank opening of the Safe Deposit Box must be within Notary, police, and heir or the immediate family member. The customer leasing the Safe Deposit Box is suggested to keep the balance in his/her account in an adequate amount to pay the rent when the period is expired that the bank does not need to warn or even to unilaterally open the Safe Deposit Box.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, yang senantiasa telah memberikan nikmat dan petunjuknya kepada penulis, hingga akhirnya dapat diselesaikan Tesis yang berjudul ”TINJAUAN YURIDIS ATAS PERJANJIAN SEWA MENYEWA SAFE DEPOSIT BOX PADA PT. BNI (PERSERO) TBK TANJUNG BALAI ASAHAN”. sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.

Tesis ini dapat diselesaikan atas dukungan dan bantuan dari berbagai pihak terutama arahan dan bimbingan dari para dosen pembimbing dan penguji. Oleh karena itu pada kesempatan ini disampaikan penghargaan dan terima kasih kepada yang terhormat Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, Ibu Chairani Bustami, SH, SpN, M.Kn dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar,

SH, CN, M.Hum selaku dosen-dosen pembimbing, Bapak Notaris Syahril Sofyan, SH, M.Kn dan Bapak Dr. Hasyim Purba, SH, M.Hum selaku

dosen-dosen penguji atas arahan dan bimbingan mulai proposal penelitian sampai selesainya penulisan tesis ini. Selanjutnya terima kasih diucapkan kepada:

1. Bapak Prof. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, serta seluruh Staf atas bantuan, kesempatan dan


(8)

fasilitas yang diberikan, sehingga dapat diselesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan (M.Kn.) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku Ketua Program

Magister Kenotariatan (M.Kn.) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara beserta seluruh Staf yang memberikan kesempatan dan fasilitas sehingga dapat diselesaikan studi Program Magister Kenotariatan (M.Kn.) ini.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum selaku Sekretaris Program Studi Kenotariatan Fakultas Hukum Univesitas Sumatera Utara. 5. Para pegawai/karyawan pada Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn)

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang selalu membantu kelancaran dalam hal manajemen administrasi yang dibutuhkan.

6. Bapak Arfan Budiman Siregar, SE selaku Pimpinan PT. BNI (Persero) Tbk Tanjung Balai Asahan, Ibu Hj. Suryati, SH selaku Pemimpin Bidang Pelayanan Nasabah/Wakil Pemimpin Cabang, dan juga Bapak Sidi Purnomo. SE mantan Pemimpin Bidang Pelayanan Nasabah, Bapak Donri Zaldy, SP dan Erdi Saputra, SE, Jonas Andreas serta seluruh staf dan karyawan PT. BNI (Persero) Tbk Tanjung Balai Asahan.

7. Kepada semua rekan-rekan seangkatan mahasiswa Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang tidak dapat disebut satu persatu dalam kebersamaannya mulai masa studi sampai pada penulisan dan penyelesaian tesis ini.


(9)

Teristimewa dengan tulus hati diucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis Bapanda B. Simanjuntak ( ) (op. Grace doli) dan Ibunda

R. br Sibarani (op. Grace boru) yang telah memberikan limpahan kasih sayang

dan nasihat untuk berbuat sesuatu yang terbaik demi masa depan penulis sehingga menjadi motivasi dalam penyelesaian tesis ini. Demikian juga kepada kedua mertua Bapanda St. Drs. SP. Sihombing (op. ni si Grace doli) dan Ibunda T. br Hutauruk (op. ni si Grace boru) yang menjadi motivasi bagi penulis dalam penyelesaian tesis ini. Selanjutnya kepada isteri tercinta

Dra. Rismeyda Sondang, M.S dan anak-anak tersayang Grace Yolanda R Simanjuntak dan Samuel Putra Harapan Simanjuntak terima kasih atas

doa dan ketulusan kalian mulai dari masa studi sampai penyelesaian tesis ini yang kadang telah menyita waktu yang seharusnya penulis berikan kepada kalian, demi penyelesaian tesis ini.

Akhir kata kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan kepada penulis baik dalam penyelesaian tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Amen.

Medan, Pebruari 2011 Penulis,


(10)

RIWAYAT HIDUP

I. Identitas Pribadi

Nama : Effendy Simanjuntak

Tempat/ Tgl. Lahir : Petuaran Hulu, 15 Juli 1969 Alamat : Jl. Kakaktua No. 88 Kisaran Agama : Kristen Protestan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Kawin

II. Pekerjaan

Pegawai BUMN (BNI) Tanjung Balai Asahan

III. Orang Tua

Nama Ayah : B. Simanjuntak ( ) (op. Grace doli)

Ibu : R. br Sibarani (op. Grace boru) III. Pendidikan

1. SD Negeri 101945 Petuaran Hulu Perbaungan Tamat Tahun 1982

2. SMP Negeri 2 Lubuk Pakam Tamat Tahun 1985

3. SMA Negeri 223 Lubuk Pakam. Tamat Tahun 1988. 4. S-1 Fakultas Hukum USU Medan. Tamat Tahun 1994 5. S-2 Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum USU Tamat Tahun 2011

Medan, Pebruari 2011 Penulis,


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iv

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL ... ix

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Keaslian Penelitian ... 8

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi ... 9

1. Kerangka Teori ... 9

2. Konsepsi ... 17

G. Metode Penelitian ... 18

1. Spesifikasi Penelitian ... 18

2. Tehnik Pengumpulan Data ... 18

3. Alat Pengumpulan Data ... 19


(12)

BAB II. KETENTUAN HUKUM PERJANJIAN SEWA MENYEWA

SAFE DEPOSIT BOX PADA BANK ... 22

A. Perjanjian Pada Umumnya ... 22

B. Lembaga Perbankan ... 36

C. Safe Deposit Box ... 41

D. Ketentuan Hukum Perjanjian Sewa Menyewa Safe Deposit Box Pada Bank ... 47

BAB III. PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA SAFE DEPOSIT BOX PADA PT. BNI (PERSERO) TBK TANJUNG BALAI ASAHAN... 54

A. Hubungan Bank dengan Nasabah dalam Safe Deposit Box .. 54

B. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Menyewa Safe Deposit Box Pada PT. BNI (Persero) Tbk Tanjung Balai Asahan ... 57

1. Prosedur Pelaksanaan Perjanjian Sewa Menyewa Safe Deposit Box ... 57

2. Jangka Waktu Perjanjian Sewa Menyewa Safe Deposit Box ... 68

BAB IV. PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA SAFE DEPOSIT BOX PADA PT. BNI (PERSERO) TBK TANJUNG BALAI ASAHAN ... 78

A. Asas-asas Perjanjian ... 78

B. Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Safe Deposit Box Pada PT. BNI (Persero) Tbk Tanjung Balai Asahan ... 83

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 99

A. Kesimpulan ... 99

B. Saran ... 100


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Tipe/Ukuran dan Tarif Sewa Safe Deposit Box Pada PT. BNI Tbk Tahun 2009... 61 Tabel 2 Tipe/Ukuran dan Tarif Sewa Safe Deposit Box Pada


(14)

ABSTRAK

Salah satu fungsi dan tugas bank umum sesuai Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan adalah dapat melakukan penitipan barang dan surat berharga yang disebut dengan Safe Deposit Box. Pelayanan Safe Deposit Box ini guna membantu masyarakat dalam mengamankan barang, perhiasan, dokumen surat berharga, logam mulia, dan barang-barang berharga lainnya, yang dilaksanakan secara perjanjian sewa penyewa antara bank dengan penyewa. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan pengkajian tentang ketentuan hukum perjanjian sewa menyewa Safe Deposit Box pada Bank, pelaksanaan perjanjian sewa menyewa Safe Deposit Box pada PT. BNI (Persero) Tbk Tanjung Balai Asahan, dan perlindungan hukum bagi nasabah dalam perjanjian sewa menyewa Safe Deposit Box pada PT. BNI (Persero) Tbk Tanjung Balai Asahan.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan pendekatan juridis normatif tentang pelaksanaan perjanjian sewa menyewa safe deposit box. Pengumpulan data dilakukan secara penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan dengan wawancara kepada narasumber yang telah ditentukan, yaitu: Pegawai PT. BNI (Persero) Tbk Tanjung Balai Asahan yang terkait dengan pelaksanaan Safe Deposit Box dan nasabah pengguna Safe Deposit Box..

Hasil penelitian menunjukkan penggunaan Safe Deposit Box oleh nasabah pada bank diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang disebut jasa penitipan yaitu simpanan terbuka maupun simpanan tertutup, di mana barang yang dititipkan jelas jumlah dan jenisnya dan dibuat daftar/registrasinya. Perkembangan selanjutnya jasa penitipan tidak lagi diberlakukan dengan adanya jasa sewa menyewa Safe Deposit Box yang pengaturannya terkait dengan ketentuan sewa menyewa dalam KUHPerdata, baik pada jasa penitipan maupun sewa menyewa Safe Deposit Box adanya barang yang dititipkan. Perjanjian sewa-menyewa Safe Deposit Box pada PT. BNI (Persero) Tbk Tanjung Balai Asahan dilaksanakan setelah ditandatangani oleh nasabah dan pihak bank surat permohonan dan perjanjian sewa-menyewa yang isinya tentang hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak yang ditetapkan oleh pihak bank sendiri (perjanjian baku), dan perjanjian itu dibuat secara di bawah tangan (tidak dengan akta Notaris). Kendala pelaksanaan perjanjian hanya sebatas kelengkapan dokumen pendukung yang tidak lengkap dan menyusul dilengkapi, hal ini dapat terjadi karena pada dasarnya penyewa adalah nasabah bank tersebut. Selain itu kurangnya informasi dan pengetahuan masyarakat tentang penggunaan Safe Deposit Box Perlindungan hukum bagi nasabah penyewa Safe Deposit Box sesuai hak dan kewajiban dalam perjanjian. Dalam hal nasabah wanprestasi maka terlebih dahulu ada upaya pemberitahuan atau peringatan dari bank untuk diselesaikan kewajibannya sebelum dilaksanakan sanksi sesuai perjanjian. Apabila bank harus membuka Safe Deposit Box dan mengeluarkan isinya terkait penerapan sanksi maka disaksikan dan dibuat berita acara dihadapan Notaris.

Disarankan kepada pihak PT. BNI agar perjanjian sewa-menyewa Safe Deposit Box dibuat di hadapan Notaris sehingga menjadi alat bukti yang otentik bersengketa di Pengadilan. Kemudian dalam pembongkaran Safe Deposit Box harus dihadapan Notaris, Kepolisian dan ahli waris. Kepada para penyewa Safe Deposit Box agar menjaga ketersediaan saldo di rekening guna menjamin pembayaran saat jatuh tempo sehingga tidak terjadi teguran bahkan pembongkaran paksa oleh bank.


(15)

ABSTRACT

One of the functions and duties of public bank according to Law No. 10/1998 on Banking is to provide Safe Deposit Box service to help the community members who need to secure their properties such as jewelries, securities, documents, gold, and other valuables implemented through a lease agreement between the bank and the lessee. The purpose of this analytical descriptive study with normative juridical approach was to look at the legal base of the Safe Deposit Box lease agreement at a bank, to examine the implementation of Safe Deposit Box lease agreement at PT BNI (Persero) Tbk, Tanjung Balai Asahan, and to analyze the legal protection for the customers stated in the Safe Deposit Box lease agreement at PT. BNI (Persero) Tbk, Tanjung Balai Asahan.

The data for this study were obtained through library research and interviews with the staff of PT BNJ (Persero) Tbk, Tanjung Ba!ai Asahan who were in charge of the implementation of Safe Deposit Box service and the customers using the Safe Deposit Boxes.

The result of this study showed that the use of Safe Deposit Box by the customers called deposit service both open or closed deposit in which the number or amount and kinds of the properties deposited were clearly registered was regulated in Law No.10/1998 on Banking. With the introduction of Safe Deposit Box service whose regulation is related to the regulation of leasing in the Indonesian Civil Codes, the deposit service is no longer carried out. The Safe Deposit Box lease agreement at PT. BNI (Persero) Tbk, Tanjung Balai Asahan was implemented after it was signed by the customer and the bank. The application form and the contents of the lease agreement related to the rights and responsibilities of both parties were unilaterally decided by the bank (standard agreement) and this agreement was made underhanded (without notarial act). The constraint during the implementation of this agreement was only that the supporting documents were not complete and they could be furnished later. This happened because the lessee was the customer of the bank itself In addition, the community members did not have adequate information about the use of Safe Deposit Box and legal protection for the customer leasing the Safe Deposit Box in accordance with the rights and responsibilities stated in the agreement. In case the customer could not keep the promise as agreed in the agreement, the bank should give the customer a notification telling him/her to meet his/her responsibility before the sanction was imposed to the customer as agreed in the agreement. If the bank needed to open the Safe Deposit Box and took out its contents before the witness and its official report must be made before a notary.

PT. BNI (Persero) Tbk, Tanjung Balai Asahan is suggested to make the Safe Deposit Box lease agreement before a notary that it can be an authentic evidence for those having a case in a court. And then if the bank opening of the Safe Deposit Box must be within Notary, police, and heir or the immediate family member. The customer leasing the Safe Deposit Box is suggested to keep the balance in his/her account in an adequate amount to pay the rent when the period is expired that the bank does not need to warn or even to unilaterally open the Safe Deposit Box.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perbankan, khususnya bank umum, merupakan inti dari sistem keuangan setiap negara. Bank merupakan lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi perusahaan, badan-badan pemerintah dan swasta, maupun perorangan menyimpan dana-dananya. Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran. Dana yang dihimpun oleh bank harus disalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk kredit. Hal ini dilakukan karena fungsi bank adalah sebagai lembaga perantara (intermediari) antara pihak-pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana, dan keuntungan bank diperoleh dari selisih antara harga jual dan harga beli dana tersebut setelah dikurangi biaya operasional. Dengan demikian bank harus mampu menempatkan dana tersebut dalam bentuk penempatan yang paling menguntungkan.

Bank diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (selanjutnya ditulis Undang-Undang Perbankan). Pasal 1 angka 2 disebutkan Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.


(17)

Dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya, bank umum dapat melakukan kegiatan pokok yang salah satunya adalah menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga Safe Deposit Box.

Pelayanan Safe Deposit Box ini sangat membantu masyarakat dalam mengamankan barang, perhiasan, dokumen surat berharga, logam mulia, dan barang-barang berharga lainnya, karena tidak selamanya barang berharga dapat aman bila disimpan di dalam rumah.

Sesuai ketentuan website Bank Indonesia, yang disebarkan sebagai bagian dari Program Edukasi Masyarakat dalam rangka Implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia, disebutkan keuntungan penyimpanan dengan Safe Deposit Box adalah:

1. Aman. Ruang penyimpanan yang kokoh dilengkapi dengan sistem keamanan terus menerus selama 24 jam. Untuk membukanya diperlukan kunci dari penyewa dan kunci dari bank.

2. Fleksibel. Tersedia dalam berbagai ukuran sesuai dengan kebutuhan penyewa baik bagi penyewa perorangan maupun badan.


(18)

3. Mudah. Persyaratan sewa cukup dengan membuka tabungan atau giro (ada bank yang tidak mensyaratkan hal tersebut, namun mengenakan tarif yang berbeda).1

Pihak Perbankan maupun nasabah dalam perjanjian penyimpanan dengan Safe Deposit Box harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Adanya biaya yang dibebankan kepada penyewa, antara lain uang sewa, uang jaminan kunci dan denda keterlambatan pembayaran sewa.

2. Tidak menyimpan barang barang yang dilarang dalam Safe Deposit Box. 3. Menjaga agar kunci yang disimpan nasabah tidak hilang atau disalahgunakan

pihak lain.

4. Memperlihatkan barang yang disimpan bila sewaktu-waktu diperlukan oleh bank.

5. Jika kunci yang dipegang penyewa hilang, maka uang jaminan kunci akan digunakan sebagai biaya penggantian kunci dan pembongkaran Safe Deposit Box yang wajib disaksikan sendiri oleh penyewa.

6. Memiliki daftar isi dari Safe Deposit Box dan menyimpan foto copy (salinan) dokumen tersebut di rumah untuk referensi.

7. Penyewa bertanggung jawab apabila barang yang disimpan menyebabkan kerugian secara langsung maupun tidak terhadap bank dan penyewa lainnya.2

1

“Safe Deposit Box” http://www.bi.go.id/SafeDepositBox.pdf., terakhir diakses tanggal 12 Februari 2010, hal. 1.

2


(19)

Selanjutnya secara tegas dinyatakan dalam website Bank Indonesia tersebut, bahwa bank tidak bertanggung jawab atas:

1. Perubahan kuantitas dan kualitas, hilang, atau rusaknya barang yang bukan merupakan kesalahan bank.

2. Kerusakan barang akibat force majeur seperti gempa bumi, banjir, perang, huru hara, dan sebagainya.

Barang yang tidak boleh atau sebaiknya tidak disimpan dalam Safe Deposit Box antara lain:

1. Senjata api / bahan peledak.

2. Segala macam barang yang diduga dapat membahayakan atau merusak Safe Deposit Box yang bersangkutan dan tempat sekitarnya.

3. Barang-barang yang sangat diperlukan saat keadaan darurat seperti surat kuasa, catatan kesehatan dan petunjuk bila penyewa sakit, petunjuk bila penyewa meninggal dunia (wasiat).

4. Barang lainnya yang dilarang oleh bank atau ketentuan yang berlaku.3

Safe Deposit Box adalah suatu sistem pelayanan bank kepada masyarakat dimana bank menyewakan box dengan ukuran dan jangka waktu tertentu dan nasabah menyimpan sendiri kunci kotak pengaman tersebut. Kotak pengaman (Safe Deposit Box) adalah simpanan dalam bentuk tertutup, dalam arti pejabat bank tidak boleh memeriksa/menyaksikan wujud/bentuk barang yang disimpan.

3


(20)

Undang-Undang Perbankan memang telah menentukan bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya (Pasal 40 ayat (1)). Walaupun demikian dalam hal tertentu ada pengecualian atas rahasia bank tersebut, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 41, 41A, 42, 44, dan Pasal 44A, yang memberikan pengecualian rahasia bank dalam hal:

1. Kepentingan perpajakan

2. Penyelesaian piutang negara yang telah diserahkan kepada PUPN 3. Kepentingan peradilan dalam perkara pidana

4. Dalam rangka tukar menukar informasi di antara bank kepada bank lain 5. Atas persetujuan, permintaan atau kuasa dari Nasabah Penyimpan secara

tertulis.

Demikian juga halnya dalam penyimpanan Safe Deposit Box ketentuan tersebut dapat diberlakukan oleh pihak bank.

Selanjutnya, pelayanan jasa penyimpanan barang dalam Safe Deposit Box diatur dalam suatu perjanjian tertulis/kontrak antara pihak Bank dengan nasabah penyimpan.

Nasabah sebagai calon penyewa yang menyetujui untuk menyewa suatu Safe Deposit Box maka kepadanya diberikan formulir kontrak bank yang harus ditandatangani. Apabila formulir tersebut telah ditandatangani, maka pada saat itu telah terjadi persetujuan dimana pihak penyewa telah mengikatkan dirinya kepada pihak bank. Perjanjian ini dikenal dengan perjanjian baku, dimana


(21)

perjanjian tersebut telah dibuat terlebih dahulu oleh bank dan disodorkan kepada debitor/pihak penyewa Safe Deposit Box dalam bentuk formulir.

Penyimpan barang menggunakan jasa Safe Deposit Box pada bank selain dilakukan dalam perjanjian/kontrak perseorangan juga kebanyakan bank menyediakan formulir kontrak penyewa bersama yang di dalamnya berisi pernberian hak mengenai dapat atau tidaknya membuka kotak itu kepada yang masib hidup. Hal demikian haruslah sesuai dengan undang-undang yang berlaku, namun hak untuk membuka/memasuki ini tidak berarti bahwa hak milik atas harta dalam kotak itu beralih pada yang hidup pada saat meninggalnya salah seorang penyewa itu. Dengan jalan apapun bagi bank dan wakilnya tidak dapat memungkinkan adanya transfer pemilikan jika salah seorang dari salah satu pihak-pihak itu meninggal dunia dalam suatu kontrak penyewa bersama.4

Safe Deposit Box sebagai salah satu bentuk pelayanan jasa perbankan untuk penitipan barang yang telah diatur dalam undang-undang, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Perbankan, bahwa “Penitipan adalah penyimpanan harta berdasarkan perjanjian atau kontrak antara Bank Umum dan penitip, dengan ketentuan Bank Umum yang bersangkutan tidak mernpunyai hak kepemilikan atas harta tersebut”. Namun, dalam prakteknya penggunaan Safe Deposit Box adalah sewa-menyewa, karena dalam

4 A. Hasymi Ali, Dasar-Dasar Operasi Bank (terjemahan dari American Institute of Banking


(22)

hal ini pihak bank memberikan Safe Deposit Box untuk digunakan nasabah dengan menyerahkan kunci kotak atas penguasaan nasabah lagipula pihak bank tidak mengetahui wujud dari barang yang disimpan tersebut, sehingga sehingga perjanjian Safe Deposit Box itu dilakukan dalam bentuk perjanjian sewa-menyewa.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul “Tinjauan Yuridis Atas Perjanjian Sewa Menyewa Safe Deposit Box pada PT. BNI (Persero) Tbk Tanjung Balai Asahan”. PT. BNI (Persero) Tbk. Tanjung Balai Asahan merupakan salah satu bank yang selain usahanya menghimpun dana untuk membiayai kegiatan dan kebutuhan masyarakat, juga memiliki fasilitas produk pelayanan jasa penyimpanan barang dalam Safe Deposit Box sejak tahun 2009.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana ketentuan hukum perjanjian sewa menyewa Safe Deposit Box pada Bank?

2. Bagaimana pelaksanaan perjanjian sewa menyewa Safe Deposit Box pada PT. BNI (Persero) Tbk Tanjung Balai Asahan?


(23)

3. Bagaimana perlindungan hukum bagi nasabah dalam perjanjian sewa menyewa Safe Deposit Box pada PT. BNI (Persero) Tbk Tanjung Balai Asahan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui ketentuan hukum perjanjian sewa menyewa Safe Deposit Box pada Bank.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian sewa menyewa Safe Deposit Box pada PT. BNI (Persero) Tbk Tanjung Balai Asahan.

3. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi nasabah dalam perjanjian sewa menyewa Safe Deposit Box pada PT. BNI (Persero) Tbk Tanjung Balai Asahan.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan ke arah pengembangan atau kemajuan di bidang ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum keperdataan pada khususnya.


(24)

2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada para nasabah bank yang menggunakan layanan jasa bank Safe Deposit Box pada PT. BNI (Persero) Tbk. Tanjung Balai Asahan dan pada institusi bank pada umumnya.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan informasi dan penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara khususnya pada Perpustakaan Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana USU, bahwa penelitian dengan judul “Tinjauan Yuridis Atas Perjanjian Sewa Menyewa Safe Deposit Box pada PT. BNI (Persero) Tbk Tanjung Balai Asahan” belum pernah dilakukan. Oleh karena itu penelitian adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi,5 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak

5 J.J.J. M. Wuisman, dalam M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-Asas,


(25)

benarannya.6 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoretis7

Dengan lahirnya beberapa peraturan hukum positif di luar KUHPerdata sebagai konsekuensi dari asas-asas hukum yang terdapat lapangan hukum kekayaan dan hukum perikatan inilah diperlukan kerangka teori yang akan digunakan dalam penelitian tentang perjanjian sewa menyewa Safe Deposit Box pada PT. BNI (Persero) Tbk. Tanjung Balai Asahan ini dengan aliran hukum positif yang analitis dari Jhon Austin, yang mengartikan:

Hukum itu sebagai a command of the lawgiver (perintah dari pembentuk undang-undang atau penguasa), yaitu suatu perintah mereka yang memegang kekuasaan tertinggi atau yang memegang kedaulatan, hukum dianggap sebagai suatu sistem yang logis, tetap, dan bersifat tertutup (closed logical system). Hukum secara tegas dipisahkan dari moral dan keadilan tidak didasarkan pada penilaian baik-buruk.8

Hukum positif merupakan aliran yang berpandangan bahwa studi tentang wujud hukum seharusnya merupakan studi tentang hukum yang benar-benar terdapat dalam sistem hukum dan bukan hukum yang seyogianya ada dalam norma-norma moral. John Austin, eksponen terbaik dari aliran ini, mendefinisikan hukum sebagai perintah dari otoritas yang berdaulat di dalam

6

Ibid, hal. 16.

7 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994,

hal. 80.

8 Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, Mandar Maju, Bandung,


(26)

masyarakat. Suatu perintah yang merupakan ungkapan dari keinginan yang diarahkan oleh otoritas yang berdaulat, yang mengharuskan orang atau orang-orang untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu hal. Perintah itu bersandar karena adanya ancaman kejahatan, yang akan dipaksakan berlakunya jika perintah itu tidak ditaati.9

Selain menggunakan teori positvisme hukum dari Jhon Austin dalam menganalisis tesis ini, juga cenderung digunakan teori sistem yang dikemukakan Mariam Darus Badrulzaman, bahwa sistem adalah kumpulan asas-asas hukum yang terpadu, yang merupakan landasan di atas mana dibangun tertib hukum.10 Hal yang sama juga dikemukakan Sunaryati Hartono, bahwa sistem adalah sesuatu yang terdiri dari sejumlah unsur atau komponen yang selalu pengaruh mempengaruhi dan terkait satu sama lain oleh satu atau beberapa asas.11 Jadi, dalam sistem hukum terdapat sejumlah asas-asas hukum yang menjadi dasar dalam pembentukan norma hukum dalam suatu perundang-undangan.

Dengan demikian, pembentukan hukum dalam bentuk hukum positif harus berorientasi pada asas-asas hukum sebagai jantung peraturan hukum tersebut.12 Oleh sebab itu, pemahaman akan asas hukum tersebut sangatlah

9 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum,PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1986, hal. 48. 10 Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Alumni,

Bandung, 1983, hal. 15.

11 C.F.G. Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional,

Alumni, Bandung, 1991, hal. 56.

12 Lihat, Satjipto Rahardjo, Op. Cit., hal. 15, menyatakan bahwa disebut demikian

karena dua hal yakni, pertama, asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum, artinya peraturan hukum itu pada akhirnya bisa dikembalikan kepada


(27)

penting dalam menganalisis perjanjian sewa menyewa safe deposit box antara nasabah dengan pihak bank. Dengan sistem hukum tersebut maka analisa masalah yang diajukan adalah lebih berfokus pada sistem hukum positif khususnya mengenai substantif hukum, yakni dalam ketentuan peraturan peraturan-perundangan tentang perjanjian sewa menyewa.

Definisi perjanjian telah diatur dalam pasal 1313 KUH Perdata, yaitu bahwa perjanjian atau persetujuan adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Kata persetujuan tersebut merupakan terjemahan dari perkataan overeenkomst dalam bahasa Belanda. Kata overeenkomst tersebut lazimnya diterjemahkan juga dengan kata perjanjian. Jadi persetujuan dalam pasal 1313 KUH Perdata tersebut, sama artinya dengan perjanjian.

Adapula yang berpendapat bahwa perjanjian tidak sama dengan persetujuan. Perjanjian merupakan terjemahan dari oveereenkomst sedangkan persetujuan merupakan terjemahan dari toestemming yang ditafsirkan sebagai

wilsovereenstemming (persesuaian kehendak/kata sepakat).13

Perbedaan pandangan di atas, timbul karena adanya sudut pandang yang berbeda, yaitu pihak yang satu melihat objeknya dari perbuatan, yang dilakukan oleh subjek hukumnya. Sedangkan pihak yang lain meninjau dari sudut hubungan hukum. Hal itu menyebabkan banyak sarjana yang memberikan

asas-asas tersebut. Kedua, sebagai alasan bagi lahirnya peraturan hukum atau merupakan ratio legis dari peraturan hukum.

13 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1985,


(28)

batasan sendiri mengenai istilah perjanjian tersebut. Menurut pendapat yang banyak dianut (communis opinion doctorum) perjanjian adalah perbuatan hukum yang didasarkan atas kata sepakat untuk menimbulkan suatu akibat hukum. Hal itu sependapat pula dengan Sudikno, yang mengatakan bahwa ”perjanjian merupakan hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan suatu akibat hukum”.14

Menurut Subekti, suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.15 R. Setiawan, menyebutkan bahwa perjanjian ialah suatu perbuatan hukum di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.16 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, berpendapat bahwa perjanjian merupakan perbuatan hukum di mana seseorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seorang lain atau lebih.17

Dari pendapat-pendapat di atas, maka pada dasarnya perjanjian adalah proses interaksi atau hubungan hukum dari dua perbuatan hukum yaitu penawaran oleh pihak yang satu dan penerimaan oleh pihak yang lainnya sehingga tercapai kesepakatan untuk menentukan isi perjanjian yang akan mengikat kedua belah pihak.

14 Ibid., hal. 97-98 15

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 2001, hal. 36.

16 R. Setiawan, Hukum Perikatan-Perikatan Pada Umumnya, Bina Cipta, Bandung,

1987, hal. 49.

17 Sri Sofwan Masjchoen, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan


(29)

Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, suatu perjanjian itu sah harus memenuhi 4 syarat, yaitu:

a. Adanya kata sepakat;

b. Kecakapan untuk membuat perjanjian; c. Adanya suatu hal tertentu;

d. Adanya causa yang halal.

Syarat pertama dan kedua adalah syarat yang harus dipenuhi oleh subjek suatu perjanjian, oleh karena itu disebut sebagai syarat subjektif. Syarat ketiga dan keempat adalah syarat yang harus dipenuhi oleh objek perjanjian oleh karena itu disebut syarat objektif.

Selanjutnya inti dari suatu perjanjian adalah adanya prestasi yang harus dipenuhi. Pada umumnya literatur yang ada membagi prestasi ke dalam tiga macam, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1234 BW, yaitu:menyerahkan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu. Namun, Ahmadi Miru, tidak sependapat dengan pembagian tersebut karena, apa yang disebut sebagai macam-macam prestasi tersebut bukan wujud prestasi tetapi hanya cara-cara melakukan prestasi, yakni:18

a. Prestasi yang berupa barang, cara melaksanakannya adalah menyerahkan sesuatu (barang);

b. Prestasi yang berupa jasa, cara melaksanakannya adalah dengan berbuat sesuatu;

18 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Perencanaan Kontrak, PT. RajaGrafindo Persada,


(30)

c. Prestasi yang berupa tidak berbuat sesuatu, cara pelaksanaannya adalah dengan bersikap pasif yaitu tidak berbuat sesuatu yang dilarang dalam perjanjian.

Walaupun pada umumnya prestasi para pihak secara tegas ditentukan dalam kontrak, prestasi tersebut juga dapat lahir karena diharuskan oleh kebiasaan, kepatutan, atau undang-undang. Oleh karena itu, prestasi yang harus dilakukan oleh para pihak telah ditentukan dalam perjanjian atau diharuskan oleh kebiasaan, kepatutan atau undang-undang, tidak dilakukannya prestasi tersebut berarti telah terjadi ingkar janji atau disebut wanprestasi.19 Demikian juga dalam hal perjanjian sewa menyewa Safe Deposit Box antara nasabah dengan Bank.

Menurut Pasal 1548 KUH Perdata, sewa-menyewa adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak tersebut terakhir itu. Orang dapat menyewakan pelbagai jenis barang, baik yang tetap maupun yang bergerak.

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa wanprestasi atau tidak dipenuhinya janji dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. Pihak yang tidak sengaja wanprestasi ini dapat terjadi karena memang

19


(31)

tidak mampu untuk memenuhi prestasi tersebut atau juga karena terpaksa untuk tidak melakukan prestasi tersebut. Wanprestasi dapat berupa:

a. Sama sekali tidak memenuhi prestasi; b. Prestasi yang dilakukan tidak sempurna; c. Terlambat memenuhi prestasi;

d. Melakukan apa yang dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan.

Terjadinya wanprestasi mengakibatkan pihak lain (lawan dari pihak yang wanprestasi) dirugikan, apalagi kalau pihak lain tersebut adalah pedagang maka bisa kehilangan keuntungan yang diharapkan.

Oleh karena pihak lain dirugikan akibat wanprestasi tersebut, pihak wanprestasi harus menanggung akibat dari tuntutan pihak lawan yang dapat berupa tuntutan:

a. Pembatalan kontrak (disertai atau tidak disertai ganti rugi); b. Pemenuhan kontrak (diserati atau tidak disertai ganti rugi).

Dengan demikian, ada dua kemungkinan pokok yang dapat dituntut oleh pihak yang dirugikan, yaitu pembatalan atau pemenuhan kontrak. Namun, jika dua kemungkinan pokok tersebut diuraikan lebih lanjut, kemungkinan tersebut dapat dibagi menjadi empat, yaitu:20

a. Pembatalan kontrak saja;

b. Pembatalan kontrak disertai tuntutan ganti rugi;

20


(32)

c. Pemenuhan kontrak saja;

d. Pemenuhan kontrak disertai tuntutan ganti rugi.

Pembagian atas empat kemungkinan tuntutan tersebut di atas, sekaligus merupakan pernyataan ketidak setujuan Ahmadi Miru, atas pendapat yang membagi atas lima kemungkinan, yaitu pendapat yang masih menambahkan satu kemungkinan lagi, yaitu “penuntutan ganti rugi saja” karena tidak mungkin seseorang menuntut ganti rugi saja yang lepas dari kemungkinan dipenuhinya kontrak atau batalnya kontrak karena dibatalkan atau dipenuhinya kontrak merupakan dua kemungkinan yang harus dihadapi para pihak dan tidak ada pilihan lain sehingga tidak mungkin ada tuntutan ganti rugi yang berdiri sendiri sebagai akibat dari suatu wanprestasi. Tuntutan apa yang harus ditanggung oleh pihak yang wanprestasi tersebut tergantung pada jenis tuntutan yang dipilih oleh pihak yang dirugikan. Bahkan apabila tuntutan itu dilakukan dalam bentuk gugatan di pengadilan, pihak wanprestasi tersebut juga dibebani biaya perkara.21

2. Konsepsi

Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang

21


(33)

konkrit, yang disebut dengan operational definition.22 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai.23 Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, sebagai berikut:

a. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.24

b. Safe Deposit Box adalah jasa penyewaan kotak penyimpanan harta atau

surat-surat berharga yang dirancang secara khusus dari bahan baja dan ditempatkan dalam ruang khasanah yang kokoh dan tahan api untuk menjaga keamanan barang yang disimpan dan memberikan rasa aman bagi penggunanya.

22 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang

Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hal. 10.

23 Tan Kamelo, “Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan

Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara”, Disertasi, PPs-USU, Medan, 2002, hal 35

24 Pasal 1 angka 2 undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan


(34)

c. Perjanjian sewa menyewa adalah suatu hubungan hukum antara nasabah dengan Bank dalam penyimpanan barang dengan Safe Deposit Box dalam bentuk tertulis.25

G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, maksudnya suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis hukum baik dalam bentuk teori maupun praktek dari hasil penelitian di lapangan26 perjanjian sewa menyewa Safe Deposit Box pada PT. BNI (Persero) Tbk Tanjung Balai Asahan. Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan peraturan perundang-undangan. Jadi, sifat penelitian ini adalah juridis normatif, yaitu penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain.27

2. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan yang didukung penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan (library research) yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data

25 Pasal 1313 KUH Perdata berbunyi “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana

satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.

26 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal. 63. 27


(35)

sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.28

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni: 1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

2) Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

3) Peraturan Bank Indonesia yang terkait dengan Safe Deposit Box.

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti: hasil-hasil penelitian dan karya ilmiah dari kalangan hukum, yang terkait dengan masalah penelitian.

c. Bahan tertier adalah bahan pendukung di luar bidang hukum seperti kamus ensiklopedia atau majalah yang terkait dengan masalah penelitian.

3. Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:

a. Studi Dokumen yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier, berupa dokumen-dokumen

28 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan


(36)

maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang terkait dengan pelaksanaan perjanjian sewa menyewa Safe Deposit Box.

b. Wawancara yaitu menghimpun data dengan melakukan wawancara yang menggunakan pedoman wawancara (interview guide) untuk mendapatkan data primer dari nara sumber yang telah ditentukan, yaitu:

1) Pegawai PT. BNI (Persero) Tbk Tanjung Balai Asahan yang terkait dengan pelaksanaan Safe Deposit Box sebanyak 2 orang, masing-masing 1 orang Costumer Service dan 1 orang Pemimpin Bidang Pelayanan/ Wakil Pimpinan Cabang.

2) Nasabah pengguna Safe Deposit Box PT. BNI (Persero) Tbk Tanjung Balai Asahan sebanyak 3 orang. Dengan pertimbangan 3 orang nasabah tersebut dapat mewakili keseluruhan nasabah Safe Deposit Box BNI untuk memberikan keterangan yang diperlukan sesuai dengan permasalahan yang sedang diteliti.

4. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah analisis data kualitatif, yaitu analisis data yang tidak mempergunakan angka-angka tetapi berdasarkan atas peraturan perundang-undangan, pandangan-pandangan nara sumber hingga dapat menjawab permasalahan dari penelitian ini.

Semua data yang diperoleh disusun secara sistematis, diolah dan diteliti serta dievaluasi. Kemudian data dikelompokkan atas data yang sejenis, untuk


(37)

kepentingan analisis, sedangkan evaluasi dan penafsiran dilakukan secara kualitatif yang dicatat satu persatu untuk dinilai kemungkinan persamaan jawaban. Oleh karena itu data yang telah dikumpulkan kemudian diolah, dianalisis secara kualitatif dan diterjemahkan secara logis sistematis untuk selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode pendekatan deduktif. Kesimpulan adalah merupakan jawaban khusus atas permasalahan yang diteliti, sehingga diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini.


(38)

A. Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian

Definisi perjanjian telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Pasal 1313, yaitu bahwa perjanjian atau persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Kata persetujuan tersebut merupakan terjemahan dari perkataan overeekomst dalam bahasa Belanda. Kata overeekomst tersebut lazim diterjemahkan juga dengan kata perjanjian. Jadi persetujuan dalam Pasal 1313 KUH Perdata tersebut sama artinya dengan perjanjian.

Adapula yang berpendapat bahwa perjanjian tidak sama dengan persetujuan.29 Perjanjian merupakan terjemahan dari oveereenkomst sedangkan perjanjian merupakan terjemahan dari toestemming yang ditafsirkan sebagai wilsovereenstemming (persesuaian kehendak/kata sepakat).

Perbedaan pandangan dari para sarjana tersebut di atas, timbul karena adanya sudut pandang yang berbeda, yaitu pihak yang satu melihat objeknya dari perbuatan yang dilakukan subyek hukumnya. Sedangkan pihak yang lain meninjau dari sudut hubungan hukum. Hal itu menyebabkan banyak sarjana yang memberikan batasan sendiri mengenai istilah perjanjian tersebut. Menurut

29


(39)

pendapat yang banyak dianut (communis opinion doctorum) perjanjian adalah perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan suatu akibat hukum. Hal itu sependapat pula dengan Sudikno, ”perjanjian merupakan hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasar kata sepakat untuk menimbulkan suatu akibat hukum”.30

Menurut Subekti, suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada orang lain, atau di mana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.31 R. Setiawan, menyebutkan bahwa perjanjian ialah suatu perbuatan hukum di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.32 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, berpendapat bahwa perjanjian merupakan perbuatan hukum dimana seseorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seorang lain atau lebih.33

Dari pendapat-pendapat di atas, maka pada dasarnya perjanjian adalah proses interaksi atau hubungan hukum dari dua perbuatan hukum yaitu penawaran oleh pihak yang satu dan penerimaan oleh pihak yang lainnya sehingga tercapai kesepakatan untuk menentukan isi perjanjian yang akan mengikat kedua belah pihak.

Selanjutnya pengertian perjanjian yang dibahas pada Pasal 1313 KUH Perdata, ternyata mendapat kritik dari para sarjana hukum karena masih

30 Ibid., hal. 97-98

31 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 2001, hal. 36. 32 R. Setiawan, Op. Cit., hal. 49.

33


(40)

mengandung kelemahan-kelemahan. Sehingga di dalam prakteknya menimbulkan berbagai keberatan sebab di satu pihak batasan tersebut sangat kurang lengkap, namun di lain pihak terlalu luas. Rumusan pengertian tentang perjanjian menurut KUH Perdata tersebut memberikan konskuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, di mana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi (debitor) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditor).

2. Syarat Sahnya Perjanjian

Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, suatu perjanjian itu sah harus terpenuhi 4 syarat, yaitu:

a. Adanya kata sepakat;

b. Kecakapan untuk membuat perjanjian; c. Adanya suatu hal tertentu;

d. Adanya causa yang halal.

Syarat pertama dan kedua adalah syarat yang harus dipenuhi oleh subyek suat perjanjian, oleh karena itu disebut sebagai syarat subyektif. Syarat ketiga dan keempat adalah syarat yang harus dipenuhi oleh obyek perjanjian oleh karena itu disebut syarat obyektif. Adapun penjelasan dari masing-masing adalah sebagai berikut:

a. Kata sepakat

Kata sepakat berarti persesuaian kehendak, maksudnya memberikan persetujuan atau kesepakatan. Jadi sepakat merupakan pertemuan dua kehendak


(41)

dimana kehendak pihak yang satu saling mengisi dengan apa yang dikehendaki pihak lain dan kehendak tersebut saling bertemu.

Menurut Subekti, yang dimaksud dengan kata sepakat adalah persesuaian kehendak antara dua pihak yaitu apa yang dikehendaki oleh pihak ke satu juga dikehendaki oleh pihak lain dan kedua kehendak tersebut menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik. Dan dijelaskan lebih lanjut bahwa dengan hanya disebutkannya ”sepakat” saja tanpa tuntutan sesuatu bentuk cara (formalitas) apapun sepertinya tulisan, pemberian tanda atau panjer dan lain sebagainya, dapat disimpulkan bahwa bilamana sudah tercapai sepakat itu, maka sahlah sudah perjanjian itu atau mengikatlah perjanjian itu atau berlakulah ia sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya.34

J. Satrio, menyatakan, kata sepakat sebagai persesuaian kehendak antara dua orang di mana dua kehendak saling bertemu dan kehendak tersebut harus dinyatakan. Pernyataan kehendak harus merupakan pernyataan bahwa ia menghendaki timbulnya hubungan hukum. Dengan demikian adanya kehendak saja belum melahirkan suatu perjanjian karena kehendak tersebut harus diutarakan, harus nyata bagi yang lain dan harus dimengerti oleh pihak lain.35

Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 ditentukan syarat bahwa tidak ada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya karena dengan

34

Subekti, Bunga Rampai Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1992, hal. 4.

35 J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, PT. Citra Aditya Bakti,


(42)

paksaan atau penipuan. Dari pasal ini dapat disimpulkan bahwa terjadinya kata sepakat antara masing-masing pihak harus diberikan secara bebas atau tidak boleh ada paksaan, kekhilafan dan penipuan. Menurut Sobekti,36 yang dimaksud paksaan adalah paksaan rohani atau paksaan jiwa (psychis) jadi bukan paksaan badan (fisik). Selanjutnya kekhilafan terjadi apabila salah satu pihak khilaf tentang hal-hal yang pokok dari apa yang diperjanjikan atau tentang sifat-sifat yang penting dari barang yang menjadi objek perjanjian. Kekhilafan tersebut harus sedemikian rupa sehingga seandainya orang itu tidak khilaf mengenai hal-hal tersebut ia tidak akan memberikan persetujuan. Kemudian penipuan terjadi apabila satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan-keterangan yang palsu atau tidak benar disertai dengan tipu muslihat unuk membujuk pihak lawannya memberikan perizinannya. Dengan demikian suatu perjanjian yang kata sepakatnya didasarkan paksaan, kekhilafan, penipuan maka perjanjian itu di kemudian hari dapat dimintakan pembatalannya oleh salah satu pihak.

b. Cakap untuk membuat perjanjian (bertindak)

Dalam Pasal 1329 KUH Perdata menyebutkan bahwa setiap orang adalah cakap untk membuat suatu perjanjian dengan ketentuan oleh undang-undang tidak ditentukan lain yaitu ditentukan sebagai orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian.

36


(43)

Selanjutnya Pasal 1330 KUH Perdata menyebutkan bahwa orang yang tidak cakap membuat perjanjian:

1) Orang yang belum dewasa

2) Mereka yang berada di bawah pengampuan/perwalian dan

3) Orang perempuan/isteri dalam hal telah ditetapkan oleh Undang-undang dan semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat persetujuan-persetujuan tertentu.

Mengenai orang yang belum dewasa diatur dalam Pasal 1330 KUH Perdata, dinyatakan bahwa ”belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan sebelumnya belum kawin”. Apabila perkawinan itu dibubarkannya sebelum umur mereka genap 21 (dua puluh satu) tahun, maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa.37 Namun dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Pasal 39 dan 40 dinyatakan untuk penghadap dan saksi paling sedikit berumur 18 tahun atau telah menikah. Dalam hal ini cakap bertindak untuk keperluan khusus. Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dinyatakan cukup umur untuk kawin adalah 18 tahun. Sehingga apabila seseorang belum berusia genap 21 tahun tetapi telah kawin menimbulkan konsekuensi menjadi cakap bertindak. Dengan demikian dasar usia cakap untuk bertindak, jika tidak untuk keperluan khusus (telah diatur dalam undang-undang tertenu) maka usia

37 Lihat, Mariam Darus Badrulzaman, dkk., Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya


(44)

yang dipakai adalah dua puluh satu tahun atau telah menikah mendasarkan Pasal 1330 KUH Perdata.

Mengenai pengampuan/perwalian telah diatur dalam Pasal 433 dan 345 KUH Perdata, sebagai berikut:

Pasal 433:

Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap harus ditaruh di bawa pengampuan, pun jika ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirnya. Seorang dewasa boleh juga ditaruh di bawah pengampuan karena keborosannya.

Pasal 345:

Apabila salah satu dari kedua orang tua meninggal dunia maka perwalian terhadap anak-anak kawin yang belum dewasa, demi hukum dipangku oleh orang tua yang hidup terlama, sekadar ini tidak telah dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tuanya.

Selanjutnya untuk penjelasan tentang orang perempuan/isteri dalam hal telah ditetapkan oleh undang dan semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat persetujuan-persetujuan tertenu, diatur pula dalam Pasal 108 KUH Perdata disebutkan bahwa seorang perempuan yan bersuami, untuk mengadakan suatu perjanjian, memerlukan bantuan atau izin (kuasa tertulis) dan suaminya. Namun hal ini sudah tidak berlaku dengan adanya Undang-Undan Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yakni Pasal 31 yang menyatakan: hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.

Soebekti menjelaskan bahwa dari sudut keadilan, perlulah bahwa orang yang membuat suatu perjanjian dan nantinya akan terikat oleh perjanjian itu,


(45)

mempunyai cukup kemampuan untuk menginsyafi benar-benar akan tanggung jawab yang dipikulnya dengan perbuatannya itu. Sedangkan dari sudut ketertiban hukum, karena seorang yang membuat suatu perjanjian itu berarti mempertaruhkan kekayaannya, maka orang tersebut haruslah seorang yang sungguh-sungguh berhak bebas berbuat dengan harta kekayaannya.

c. Adanya suatu hal tertentu

Yang dimaksud dengan suatu hal tertentu dalam suatu perjanjian ialah objek perjanjian. Objek perjanjian adalah prestasi yang menjadi pokok perjanjian yang bersangkutan. Prestasi itu sendiri bisa berupa perbuatan untuk memberikan suatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.

Di dalam KUH Perdata Pasal 1333 ayat (1) menyebutkan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai suatu hal tertentu sebagai pokok perjanjian yaitu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Mengenai jumlahnya tidak menjadi masalah asalkan di kemudian hari ditentukan (Pasal 1333 ayat 2).

d. Adanya suatu sebab/kausa yang halal

Yang dimaksud dengan sebab atau kausa di sini bukanlah sebab yang mendorong orang tersebut melakukan perjanjian. Sebab atau kausa suatu perjanjian adalah tujuan bersama yang hendak dicapai oleh para pihak,38

38 Sri Soedewi Masjchoen, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan


(46)

sedangkan sebagaimana yang telah dikemukakan Soebekti, adanya suatu sebab yang dimaksud tiada lain daripada isi perjanjian.

Pada Pasal 1337 KUH Perdata menentukan bahwa suatu sebab atau kausa yang halal adalah apabila tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Perjanjian yang mempunyai sebab yang tidak halal akan berakibat perjanjian itu batal demi hukum.

Pembebanan mengenai syarat subyektif dan syarat obyektif itu penting artinya berkenaan dengan akibat yang terjadi apabila persyaratan itu tidak terpenuhi. Tidak terpenuhinya syarat subyektif mengakibatkan perjanjian tersebut merupakan perjanjian yang dapat dimintakan pembatalannya. Pihak di sini yang dimaksud adalah pihak yang tidak cakap menurut hukum dan pihak yang memberikan perizinannya atau menyetujui perjanjian itu secara tidak bebas. Misalkan orang yang belum dewasa yang memintakan pembatalan orang tua atau walinya ataupun ia sendiri apabila ia sudah menjadi cakap dan orang yang ditaruh di bawah pengampuan yang menurut hukum tidak dapat berbuat bebas dengan harta kekayaannya diwakili oleh pengampu atau kuratornya. Dan apabila syarat obyektif tidak terpenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum, artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum adalah gagal. Maka tiada dasar untuk saling menuntut di depan hakim. Perjanjian seperti itu disebut null and void.


(47)

Sedangkan tidak terpenuhinya syarat obyektif mengakibatkan suat perjanjian batal demi hukum.

3. Jenis-jenis Perjanjian

Mengenai perjanjian ini diatur dalam Buku III KUH Perdata, peraturan-peraturan yang tercantum dalam KUH Perdata ini sering disebut juga dengan peraturan pelengkap, bukan peraturan memaksa, yang berarti bahwa para pihak dapat mengadakan perjanjian dengan menyampingkan peraturan-peraturan perjanjian yang ada. Oleh karena itu di sini dimungkinkan para pihak untuk mengadakan perjanjian-perjanjian yang sama sekali tidak diatur dalam bentuk perjanjian itu:

1. Perjanjian bernama, yaitu merupakan perjanjian-perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata. Yang termasuk ke dalam perjanjian ini, misalnya: jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, dan lain-lain. 2. Perjanjian-perjanjian yang tidak teratur dalam KUH Perdata. Jadi

dalam hal ini para pihak yang menentukan sendiri perjanjian itu. Dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh para pihak, berlaku sebagai undang-undang bagi masing-masing pihak.39

Pasal 1234 KUH Perdata, membagi perikatan menjadi 3 (tiga) macam: a. Perikatan untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu barang

b. Perikatan untuk berbuat sesuatu c. Perikatan untuk tidak berbuat sesuatu.

Lebih lanjut penjelasan dari perikatan di atas, adalah sebagai berikut: a. Perikatan untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu barang

39 R. M. Suryodiningrat, Perikatan-Perikatan Bersumber Perjanjian, Tarsito, Bandung,


(48)

Ketentuan ini, diatur dalam KUH Perdata Pasal 1235 sampai dengan Pasal 1238. Sebagai contoh untuk perikatan ini, adalah jual beli, tukar menukar, penghibahan, sewa menyewa, pinjam meminjam, dan lain-lain.

b. Perikatan untuk berbuat sesuatu

Hal ini diatur dalam Pasal 1239 KUH Perdata yang menyatakan bahwa: “Tiap-tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, apa si berutang tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajiban memberikan penggantian biaya, rugi dan bunga”. Sebagai contoh perjanjian ini adalah perjanjian hutang.

c. Perikatan untuk tidak berbuat sesuatu

Hal ini diatur dalam Pasal 1240 KUH Perdata, sebagai contoh perjanjian ini adalah: perjanjian untuk tidak mendirikan rumah bertingkat, perjanjian untuk tidak mendirikan perusahaan sejenis, dan lain-lain.

Setelah membagi bentuk perjanjian berdasarkan pengaturan dalam KUH Perdata atau di luar KUH Perdata dan macam perjanjian dilihat dari lainnya, di sini, R. Subekti,40 membagi lagi macam-macam perjanjian yang dilihat dari bentuknya, yaitu:

1) Perikatan bersyarat, adalah suatu perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian di kemudian hari, yang masih belum tentu akan atau tidak terjadi. Pertama mungkin untuk memperjanjikan, bahwa perikatan itu barulah akan lahir, apabila kejadian yang belum tentu timbul. Suatu perjanjian yang demikian itu, mengandung adanya suatu perikatan pada suatu syarat yang menunda atau mempertanggung jawabkan (ospchortende voorwade). Suatu contoh saya berjanji pada seseorang untuk membeli mobilnya kalau saya lulus dari ujian, di sini

40


(49)

dapat dikatakan bahwa jual beli itu akan hanya terjadi kalau saya lulus dari ujian.

2) Perikatan yang digantungkan pada suatu ketepatan waktu (tijdshepaling), perbedaan antara suatu syarat dengan suatu ketetapan waktu ialah yang pertama berupa suatu kejadian atau peristiwa yang belum tentu atau tidak akan terlaksana, sedangkan yang kedua adalah suatu hal yang pasti akan datang, meskipun mungkin belum dapat ditentukan kapan datangnya, misalnya meninggalnya seseorang. 3) Perikatan yang memperbolehkan memilih (alternatif) adalah suatu

perikatan, dimana terdapat dua atau lebih macam, prestasi, sedangkan kepada si berhutang diserahkan yang mana ia akan lakukan. Misalnya ia boleh memilih apakah ia akan memberikan kuda atau mobilnya atau satu juta rupiah.

4) Perikatan tanggung menanggung (hoofdelijk atau solidair) ini adalah suatu perikatan dimana beberapa orang bersama-sama sebagai pihak yang berhutang berhadapan dengan satu orang yang menghutangkan, atau sebaliknya. Beberapa orang bersama-sama berhak menagih suatu piutang dari satu orang. Tetapi perikatan semacam yang belakangan ini, sedikit sekali terdapat dalam praktek.

5) Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi, apakah suatu perikatan dapat dibagi atau tidak tergantung pada kemungkinan tidaknya membagi prestasi. Pada hakekatnya tergantung pula dari kehendak atau maksud kedua belah pihak yang membuat suatu perjanjian. Persoalan tentang dapat atau tidaknya dibagi suatu perikatan, barulah tampil ke muka. Jika salah satu pihak dalam perjanjian telah digantikan oleh beberapa orang lain. Hal mana biasanya terjadi karena meninggalnya satu pihak yang menyebabkan ia digantikan dalam segala hak-haknya oleh sekalian ahli warisnya. 6) Perikatan dengan penetapan hukum (strafbeding), adalah untuk

mencegah jangan sampai ia berhutang dengan mudah saja melalaikan kewajibannya, dalam praktek banyak hukuman, apabila ia tidak menepati kewajibannya. Hukuman ini, biasanya ditetapkan dalam suatu jumlah uang tertentu yang sebenarnya merupakan suatu pembayaran kerugian yang sejak semula sudah ditetapkan sendiri oleh para pihak yang membuat perjanjian itu. Hakim mempunyai kekuasaan untuk meringankan hukuman apabila perjanjian telah sebahagian dipenuhi.


(50)

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, perjanjian dapat dibedakan menurut pelbagai cara. Pembedaan tersebut adalah sebagai berikut:41

1. Perjanjian timbal balik.

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Misalnya perjanjian jual-beli.

2. Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian atas beban.

Perjanjian dengan cuma-cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misalnya: hibah.42

Perjanjian atas beban adalah perjanjian di mana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.

3. Perjanjian khusus (benoend) dan perjanjian umum (onbenoemd). Perjanjian khusus adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri. Maksudnya ialah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian khusus terdapat dalam Bab V s/d XVIII KUH Perdata. Di luar perjanjian khusus tumbuh perjanjian umum yaitu perjanjian-perjanjian yang tidak diatur di dalam KUH Perdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat. Jumlah perjanjian ini tak terbatas. Lahirnya perjanjian ini di dalam praktek adalah berdasarkan asas kebebasan mengadakan perjanjian atau partij otonomi yang berlaku di dalam Hukum Perjanjian. Salah satu contoh dari perjanjian umum adalah perjanjian sewa beli.

4. Perjanjian kebendaan (zakelijk) dan perjanjian obligatoir

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan haknya atas sesuatu, kepada pihak lain. Sedangkan perjanjian obligatoir adalah perjanjian dimana pihak-pihak mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan kepada pihak lain (perjanjian yang menimbulkan perikatan).

5. Perjanjian konsensuil dan perjanjian riil

41 Mariam Darus Badrulzaman, K.U.H. Perdata Buku III…,op. cit., hal. 90-93. 42

Lihat juga Pasal 1314 KUH Perdata, “Suatu persetujuan dibuat dengan cuma-cuma atau atas beban. Suatu persetujuan dengan cuma-cuma adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain, tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. Suatu persetujuan atas beban, adalah suatu persetujuan yang mewajibkan masing-masing pihak memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu.


(51)

Perjanjian konsensuil adalah perjanjian di mana di antara kedua: belah pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan-perikatan.

6. Perjanjian-perjanjian yang istimewa sifatnya.

a. perjanjian liberatoir: yaitu perjanjian di mana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada, misalnya pembebasan hutang (kwijtschelding) ps. 1438 KUH Perdata);

b. perjanjian pembuktian (bewijsovereenkomst); yaitu perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian apakah yang berlaku di antara mereka.

c. perjanjian untung-untungan: misalnya prjanjian asuransi, ps. 1774 KUH Perdata.

d. Perjanjian publik: yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak bertindak sebagai penguasa (pemerintah), misalnya perjanjian ikatan dinas. Selanjutnya, berhubung dengan pembedaan perjanjian timbal balik dengan perjanjian cuma-cuma dan perjanjian atas beban, maka menurut Mariam Darus Badrulzaman, perlu dibicarakan perjanjian campuran. Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian, misalnya pemilik hotel yang menyewakan kamar (sewa-menyewa) tapi pula menyajikan makanan (jual beli) dan juga memberikan pelayanan. Terhadap perjanjian campuran itu ada berbagai faham, yaitu:43

1. Faham pertama: mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian khusus diterapkan secara analogis sehingga setiap unsur dari perjanjian khusus tetap ada (contractus sui generis).

2. Faham kedua: mengatakan ketentuan-ketentuan yang dipakai adalah ketentuan-ketentuan dari perjanjian yang paling menentukan (teori absorbsi).

3 Faham ketiga: mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan undang-undang yang diterapkan terhadap perjanjian campuran itu adalah ketentuan undang-undang yang berlaku untuk itu (teori combinatie).

4. Hapusnya suatu perjanjian

43


(52)

Tentang hapusnya perjanjian yang mengakibatkan berakhirnya perjanjian diatur pada titel ke-4 dalam Buku III KUH Perdata. Hapusnya persetujuan berarti menghapuskan semua pernyataan kehendak yang telah dituangkan dalam persetujuan dengan sendirinya menghapus seluruh perjanjian, tetapi belum tentu dengan hapusnya perjanjian akan menghapus persetujuan hanya saja persetujuan itu tidak mempunyai kekuatan pelaksanaan, sebab ini berarti bahwa pelaksanaan persetujuan telah dipenuhi debitur.

B. Lembaga Perbankan

Perbankan selain mempunyai fungsi yang penting bagi suatu negara juga merupakan alat bagi pemerintah untuk menjaga stabilisasi ekonomi moneter dan keuangan negara. Stabilisasi ekonomi moneter dan keuangan negara dapat tercapai, apabila Perbankan/bank diberi fungsi oleh pemerintah dengan sebaik-baiknya sebagai alat ekonomi dan keuangan negara.44

Apabila ditelusuri sejarah dari terminologi bank, maka akan diketemukan bahwa kata bank berasal dari bahasa Italia yaitu “Banca” yang berarti bence yaitu suatu bangku tempat duduk. Oleh karena pada waktu itu

44


(53)

pihak bankir Italia yang memberikan pinjaman-pinjaman melakukan usahanya tersebut dengan duduk di bangku-bangku di halaman pasar.45

Di samping itu ada juga yang memberi arti kepada bank sebagai suatu institusi yang mempunyai peran yang besar dalam dunia komersil, yang mempunyai wewenang untuk menerima deposito, memberikan pinjaman dan menerbitkan promissory notes yang sering disebut dengan bank bills atau bank note. Narnun dernikian, fungsi bank yang orisinil adalah hanya menerima deposito berupa uang logam, plate, emas dan lain-lain.46

Selanjutnya bank diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Undang-Undang Perbankan).

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Perbankan, menyebutkan yang dimaksud dengan Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Adapun tugas dari bank dapat dijelaskan berikut ini:

1. Tugas Bank Indonesia

45 Abdurrahinan, A. Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan, Pradnya Paramita,

Jakarta, 1993, hal. 80.

46 Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, St. Paul Minnesota West Publishing Co..


(1)

Box hanya sebatas kelengkapan dokumen pendukung yang tidak lengkap dan menyusul dilengkapi, hal ini dapat terjadi karena pada dasarnya penyewa adalah nasabah bank tersebut. Selain itu kurangnya informasi dan pengetahuan masyarakat tentang penggunaan Safe Deposit Box.

3. Perlindungan hukum bagi nasabah dalam perjanjian sewa menyewa Safe Deposit Box pada PT. BNI (Persero) Tbk Tanjung Balai Asahan, dilaksanakan sesuai hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian. Dalam hal nasabah wanprestasi maka terlebih dahulu ada upaya pemberitahuan atau peringatan dari bank untuk diselesaikan kewajibannya sebelum dilaksanakan sanksi sesuai perjanjian. Apabila terjadi bank harus membuka Safe Deposit Box dan mengeluarkan isinya terkait dengan penerapan sanksi kepada nasabah maka disaksikan dan dibuat berita acara dihadapan Notaris.

B. Saran

1. Kepada pihak PT. BNI (Persero) Tbk Tanjung Balai, agar perjanjian sewa-menyewa Safe Deposit Box dibuat di hadapan Notaris sehingga dapat menjadi alat bukti yang otentik atau sempurna di depan Pengadilan dalam hal terjadinya sengketa.

2. Kepada pihak PT BNI (Persero) Tbk Tanjung Balai dalam pembongkaran Safe Deposit Box selain harus dihadapan Notaris juga harus disaksikan pihak Kepolisian dan ahli waris (jika ada).


(2)

117

3. Kepada para penyewa Safe Deposit Box agar dapat menepati janji untuk pembayaran sewa Safe Deposit Box menjaga ketersediaan saldo di rekening guna menjamin pembayaran saat jatuh tempo sehingga tidak terjadi teguran bahkan pembongkaran paksa oleh bank.


(3)

A, Abdurrahinan, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan, Pradnya Paramita, Jakarta, 1993.

Abdulhay, Marhainis, Hukum Perdata Material, Jilid II, Pradnya Paramita, Jakarta, 1984.

Ali, H. Zainuddin, Pelaksanaan Hukum Waris Di Indonesia, Sinar Grafika, 2008. Ali, A. Hasymi, Dasar-Dasar Operasi Bank (terjemahan dari American Institute of

Banking yang berjudul Principle of Bank Operations), Bina Aksara, Jakarta, 1989.

Antonio, Muhammad Syafi’i, Islamic Banking, Bank Syariah dari Teori dan Praktik, Gema Insani Press, Jakarta, 2001.

Anwari, Achmad, Praktek Perbankan di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981.

Asikin, Zainal, Pokok-Pokok Hukum Perbankan Di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997.

Badrulzaman, Mariam Darus, K.U.H. Perdata Buku III, Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, Alumni, Bandung, 1996.

________, Butir-Butir Pemikiran Hukum Guru Besar dari Masa ke Masa Kumpulan Pidato pengukuhan Jabatan Jabatan Guru Besar Fakultas Hukum USU 1979-2001, Penyunting Tan Kamelo, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2003.

________, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Alumni, Bandung, 1983. Badrulzaman, Mariam Darus, dkk., Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra

Aditya Bakti, Bandung, 2001.

Djumhana, Muhammad, Hukum Perbankan di Indonesia, cetakan ketiga, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.

Fuady, Munir, Hukum Perbankan Modern (Berdasarkan Undang- Undang Tahun 1998), Buku Kesatu, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999.


(4)

119

________, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, buku I, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996.

Hartono, C.F.G. Sunaryati, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung, 1991.

Hisyam, M., Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-Asas, FE UI, Jakarta, 1996. HS, H. Salim, Perkembangan Hukum Kontrak Di Luar KUH Perdata, Buku Dua,

PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2008.

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT. RajaGrafindo Persada, 1997.

________, Dasar-Dasar Perbankan, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2002. Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung,

1994.

Masjchoen, Sri Soedewi, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yogyakarta, 1980

Mertokusumo, Sudikno, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1985.

Miru, Ahmadi, Hukum Kontrak Perencanaan Kontrak, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007.

Muhammad Abdulkadir, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004.

Naja, H.R. Daeng, Hukum Kredit dan Bank Garansi (The Bankers Hand Book), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005.

Nasution, Az, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Diadit Media, Jakarta, 2002.

Nasution, Saodah, Kamus Umum Lengkap, Mutiara Sumber Widya, Jakarta, 1989.

Prakosi, Djoko dan Bambang Riyadi Lany, Dasar Hukum Persetujuan Tertentu di Indonesia, Cetakan Pertama, Bina Aksara, Jakarta, 1987.

Prodjodikoro, Wirjono, Azas-Azas Hukum Perjanjian, Mandar Maju, Bandung, 2000.


(5)

Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1986 ________, Pengantar HUMAS, Alumni, Bandung, 1987.

Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2002.

Satrio, J., Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993.

Sembiring, Sentosa, Hukum Perbankan, Manda Maju, Bandung, 2000.

Setiawan, R., Hukum Perikatan-Perikatan Pada Umumnya, Bina Cipta, Bandung, 1987.

Sjahdeini, Sutan Remy, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Press, Jakarta, 1995.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986. SS, Kusumaningtuti, Peranan Hukum Dalam Penyelesaian Krisis Perbankan di

Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2009. Subekti, Bunga Rampai Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1992 ________, Hukum Pembuktian, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 2001 ________, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 2001. ________, Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung, 1982.

________, Aneka Perjanjian, cetakan kesepuluh, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995.

________, Hukum Perjanjian, cet-12, Jakarta: Intermasa, 1990.

Suryodiningrat, R.M., Perikatan-Perikatan Bersumber Perjanjian, Tarsito, Bandung, 1978.

Sutedi, Andrian, Hukum Perbankan, Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta, 2007.


(6)

121

Suyatno, Thomas, dkk., Kelembagaan Perbankan. Gramedia. Jakarta. 1990 Syamsudin, M., Operasionalisasi Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada,

Jakarta, 2007.

Waluyo, Bambang, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1996. Widjaya, I. G. Ral, Merancang Suatu Kontrak (Contract Drafting) Tearo dan

Praktek. Kesaint Blanc, Jakarta, 2002.

B. Artikel, Makalah, Karya Ilmiah dan Internet

Black, Henry Campbell, Black’s Law Dictionary, St. Paul Minnesota West Publishing Co.. USA, 1968.

Kamelo, Tan, “Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara”, Disertasi, PPs-USU, Medan, 2002.

“Gayus Lupa Sumber Aset Rp. 74 Miliar”, http://imarahmani.wordpress.com/ tag/ kasus-hukum/mafia pajak.html.

Gunawan, Johannes, Klausula Baku dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Makalah atas permintaan Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Ditjen Perdagangan Dalam Negeri, disampaikan dalam Diklat Pengembangan SDM Pengelola Organisasi Konsumen Angkatan I, Jakarta, 8 Mei 2001.

“Safe Deposit Box” http://www.bi.go.id/SafeDepositBox.pdf.

C. Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.