Interaksi obat TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. Interaksi obat

Satu di antara faktor-faktor yang dapat mengubah respon obat-obatan adalah pemberian secara bersamaan dengan obat-obat lain. Seseorang mengkonsumsi obat, tentunya bertujuan agar penyakit ataupun gejala penyakitnya cepat hilang. Namun, tujuan yang hendak dicapai tidak selalu sesuai harapan, bahkan terkadang justru memperberat penyakit yang diderita. Hal yang tidak diinginkan itu bisa timbul, manakala seseorang mengonsumsi lebih dari satu macam obat dalam waktu yang bersamaan atau dikenal dengan polifarmasi. Saling berpengaruhnya macam-macam obat yang diminum, dikenal dengan interaksi obat. Interaksi obat didefinisikan oleh Committee for Proprietary Medicine Product CPMP sebagai suatu keadaan bilamana suatu obat dipengaruhi oleh penambahan obat lain dan menimbulkan pengaruh klinis. Biasanya, pengaruh ini terlihat sebagai suatu efek samping, tetapi terkadang pula terjadi perubahan yang menguntungkan. Obat yang mempengaruhi disebut dengan precipitant drug, sedangkan obat yang dipengaruhi disebut sebagai object drug. Pada beberapa kasus, interaksi ini terkadang dapat menimbulkan perubahan efek pada kedua obat, sehingga obat mana yang mempengaruhi dan mana yang dipengaruhi, menjadi tidak jelas. Diperkirakan, insidensi terjadinya interaksi obat sekira 7 dari semua efek samping obat dan kematian akibat ini sekitar 4. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: 1. Kurangnya dokumentasi 2. Seringkali lolos dari pengamatan karena kurangnya pengetahuan para dokter tentang mekanisme dan kemungkinan terjadinya interaksi obat, sehingga interaksi obat berupa peningkatan toksisitas sering kali dianggap sebagai reaksi idiosinkrinasi terhadap salah satu obat sedangkan interaksi berupa Aminah Dalimunthe : Interaksi Pada Obat Antimikroba, 2009 penurunan efektivitas seringkali diduga akibat bertambahnya keparahan penyakit. 3. Faktor keturunan, fungsi hati dan ginjal, usia bayi dan lansia, ada atau tidaknya suatu penyakit, jumlah obat yang digunakan dan juga faktor sensitivitas penderita. Interaksi antar obat dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Interaksi yang menguntungkan antara lain: 1 penisilin dengan probenisid ; probenesid akan menghambat sekresi penisilin ditubuli ginjal sehngga meningkatkan kadarnya dalam plasma sehingga meningkatkan efektivitasnya dalam terapi gonore 2 Kombinasi obat antihipertensi ; meningkatkan efektivitas dan mengurangi efek samping 3 Kombinasi obat anti tuberculosis ; memperlambat timbulnya resistensi kuman terhadap obat. Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi, terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit indeks terapi rendah seperti glikosida jantung, antikoagulan dan obat-obat sitostatistika. Dengan kemajuan teknologi dan pengalaman pemakaian obat-obatan, maka interaksi obat makin banyak diketahui. Secara farmakologis, obat yang bertindak sebagai precipitant drug mempunyai sifat sebagai berikut: a. Obat yang terikat banyak oleh protein plasma, akan menggeser obat lain object drug dari ikatan proteinnya. Contoh: Aspirin. Fenilbutazon dan golongan Sulfa. b. Obat yang menghambat atau merangsang metabolisme obat lain. Contohnya: Perangsang metabolisme: fenitoin, karbamazepam, rifampisih, antipirin dan griseofulvin. Penghambat metabolisme: alopurinol, simetidin, siklosporin, luminal, ketokonazol, eritromisin, klaritromisin dan siprofloksasin. Aminah Dalimunthe : Interaksi Pada Obat Antimikroba, 2009 c. Obat yang mempengaruhi renal clearance object drug. Contohnya: furosemid diuretik- peluruh kencing, dapat menghambat ekskresi gentamisin, sehingga menimbulkan toksik. Sedangkan object drug, biasanya merupakan obat yang mempunyai kurva dose response yang curam. Obat-obat ini menimbulkan perubahan reaksi terapeutik yang besar dengan perubahan dosis kecil. Kelainan yang ditimbulkan bisa memperbesar efek terapinya. Juga bila dosis toksik suatu object drug, dekat dengan dosis terapinya, maka mudah keracunan obat bila terjadi suatu interaksi. Pada umumnya akan terjadi dua hal, yaitu pengurangan efek terapinya dan terjadinya efek samping. Contoh obat dengan profil demikian seperti antibiotika golongan aminoglikosida, antikoagulan, antikonvulsi dan obat-obat sitotoksik dan imunosupresan, kontrasepsi oral serta obat-obat susunan syaraf pusat. Secara matematis bila ada 2 atau lebih obat dikombinasi maka kemungkinan tejadi interaksi adalah : [12 n n-1] kali , n = jumlah obat Tipe interaksi Ada tiga jenis interaksi obat, yaitu interaksi farmasetis, farmakokinetik dan farmakodinamik. 1.Interaksi farmasetis Adalah interaksi fisiko-kimia yang terjadi pada saat obat diformulasikandisiapkan sebelum obat di gunakan oleh penderita. Misalnya interaksi antara obat dan larutan infus IV yang dicampur bersamaan dapat menyebabkan pecahnya emulsi atau terjadi pengendapan. Contoh lain : dua obat yang dicampur pada larutan yang sama dapat terjadi reaksi kimia atau terjadi pengendapan salah satu senyawa, atau terjadi pengkristalan salah satu senyawa dll. Aminah Dalimunthe : Interaksi Pada Obat Antimikroba, 2009 Bentuk interaksi: a.Interaksi secara fisik Misalnya : -Terjadi perubahan kelarutan -Terjadinya turun titik beku b.Interaksi secara khemis Misalnya : Terjadinya reaksi satu dengan yang lain atau terhidrolisisnya suatu obat selama dalam proses pembuatan ataupun selama dalam penyimpanan. 2. Interaksi farmakokinetik Pada interaksi ini obat mengalami perubahan pada proses absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi yang disebabkan karena adanya obat atau senyawa lain. Hal ini umumnya diukur dariperubahan pada satu atau lebih parameter farmakokinetik seperti konsentrasi serum maksimum, luas daerah dibawah kurva, waktu, waktu paruh, jumlah total obat yang diekskresi melalui urine, dan sebagainya. Interaksi pada fase absorbsi. Mekanisme yang dapat mengubah kecepatan absorbsi obat dalam saluran pencernaan dipengaruhi oleh berbagai factor, antara lain: berubahnya kecepatan aliran darah pada saluran pencernaan, berubahnya motilitas saluran pencernaan, pH , kelarutan obat, metabolisme saluran pencernaan, system flora dan mukosa saluran pencernaan atau terbentunya kompleks yang tidak larut. a. Interaksi langsung Interaksi secara fisikkimiawi antar obat dalam saluran pencernaan sebelum absorbsi dapat mengganggu proses absorbsi. Interaksi ini dapat dihindari dengan cara obat yang berinteraksi diberikan dengan jarak waktu yang berbeda minimal 2 jam. b.Perubahan pH cairan saluran pencernaan. Aminah Dalimunthe : Interaksi Pada Obat Antimikroba, 2009 Cairan saluran cerna yang alkalis misalnya akibat antacid, akan meningkatkan kelarutan obat yang bersifat asam yang sukar larut dalam cairan tersebut. Contohnya aspirin. Dalam suasana alkalis,absorpsi per satuan luas area absorpsi akan lebih lambat. Dengan demikian dipercepatnya disolusi aspirin olh basa akan mempercepat absopsinya. Akan tetapi, suasana alkali pada saluran pencernaan akan mengurangi kelarutan beberapa obat yang bersifat basa seperti tetrasiklin. c. Motilitas saluran pencernaan. Usus halus merupakan tempat absorpsi yang utama untuk semua obat. Oleh karena itu, makin cepat obat sampai ke usus halus maka akan semakin cepat pula absorpssinya. Obat yang memperpendek waktu pengosongan lambung, misalnya metoklorpropamid, akan mempercepat absorpsi obat lain yang diberikan secara bersamaan. Sebaliknya, obat yang memperpanjang waktu pengosongan lambung seperti antikolinergik akan memperlambat absorbsi obatlain. d. Perubahan flora usus. Flora normal usus mempunyai fungsi antara lain: - sintesa vitamin K dan merupakan sumber vitamin K - memecah sulfasalazin menjadi bagian-bagian yang aktif - tempat metabolisme sebagian obat misalnya levodopa - hidrolisis glukoronid yang diekskresi oleh empedu sehingga terjadi sirkulasi enterohepatik yang akan memperpanjang kerja obat seperti pil KB Pemberian antibakteri berspektrum luas saperti tetrasiklin,kloramfenikol dan ampisilin akan mengubah flora normal usus sehingga akan meningkatkan efektifitas anti koagulan oral yang diberikan secara bersama-sama, mengurangi efektifitas sulfasalazin, meningkatkan bioavailabilitas levodopa danmengurangi efektifitas kontrasepsi oral. Aminah Dalimunthe : Interaksi Pada Obat Antimikroba, 2009 Interaksi pada fase distribusi a. Interaksi dalam ikatan protein plasma. Jenis ini sering kali membahayakan. Bila suatu obat dilepaskan dari ikatan proteinnya oleh suatu precipitant drug, maka konsentrasi object drug akan meningkat dan dapat menimbulkan efek toksik. Beberapa sifat obat yang akan menyebabkan terjadinya interaksi ini antara lain : 1. Mempunyai ikatan yang kuat dengan protein plasma dan volume distribusi yang kecil 2. Mempunyai batas keamanan yang sempit, sehingga dapat meningkatkan kadar obat bebas 3. efek toksik yang serius sebelum kompensasi erjadimisalnya terjadinya pendarahan pada antikoagulan oral atau hipoglikemia pada antidiabetik oral 4. eliminasinya mengalami kejenuhanseperti fenitoin , sehingga peningkatan kadar obat bebas tidak disertai dengan peningkatan kecepatan eliminasinya. b. Interaksi dalam ikatan jaringan Kompetisi untuk ikatan dalam jaringan terjadi misalnya antara digoksin dan kuinidin yang akan mengakibatkan terjadinya peningkatan kadar plasma digoksin. Interaksi pada fase metabolisme Hal ini dapat terjadi bila metabolisme object drug dirangsang atau dihambat oleh precipitant drug. Perangsang dan penghambat enzim metabolisme sudah lama dikenal. Perangsangan atau induction ini terjadi karena retikulum endoplasmik di hepatosit dan sitokrom P 450 yang merupakan enzim metabolik obat bertambah. Hasil induksi ini mengakibatkan metabolisme obat kian aktif dan konsentrasi plasma object drug berkurang, sehingga efektivitasnya menurun. Contah. Pemberian rifampisin pada akseptor kontrasepsi oral dapat meyebabkan terjadinya kehamilan. Aminah Dalimunthe : Interaksi Pada Obat Antimikroba, 2009 Interaksi pada fase ekskresi Kompetisi pada sekresi tubulus ginjal adalah mekanisme yang penting dalam interaksi ini. Contoh : Probenecid menginhibisi sekresi tubular penisilin, sehingga dapat meningkatkan dan memperlama efek, Sehingga interaksi ini relatif menguntungkan Efek yang sama dapat meningkatkan toksisitas kloroquin pada mata pada enderita yg menggunaka probenecid. 3.Interaksi farmakodinamik Merupakan interaksi di tempat kerja obat. Jenis ini banyak sekali dan dapat terjadi dengan banyak obat. Dua atau lebih obat dapat berinteraksi di tempat yang sama atau di tempat yang berlainan. Hasilnya bisa merupakan antagonistik saling meniadakan ataupun sinergistik saling memperkuat. Misalnya interaksi antagonistik antara morfin dengan nalokson pada sebuah reseptor, ataupun interaksi sinergistik antara antibiotika gentamisin dengan suksinilkolin, bisa menimbulkan depolarisasi di otot lurik yang lebih besar sehingga bisa menimbulkan kelumpuhan otot muskuler yang lebih lama. Pada interaksi farmakodinamika precipitant drug mempengaruhi efek dari object drug pada tempat aksi, baik secara langsung maupun tak langsung. 1.Interaksi farmakodinamika secara langsung Terjadi jika dua obat yang memiliki aksi ditempat yg sama antagonis atau sinergis atau memiliki aksi pada dua tempat yang berbeda yang hasil akhirnya sama. Antagonis pada tempat yg sama terjadi misalnya: a. penurunan efek opiat dengan naloxon b. penurunan aksi walfarin oleh vit. K c. penurunan aksi obat-obat hipnotik oleh caffeine. d. penurunan aksi obat-obat hipoglikemik oleh glucocorticoids. Aminah Dalimunthe : Interaksi Pada Obat Antimikroba, 2009 Sinergis pada tempat yg sama : Anti hipertensi dan obat-obat yang menyebabkan hipotensi misalnya anti angina, vasodilator. 2. Interaksi farmakodinamika secara tak langsung Pada interaksi ini, farmakologik, terapeutik, atau efek toksik dari precipitant drug dalam beberapa kesempatan dapat mengubah efekterapi atau efek toksik dari objek drug, tetapi terdapat 2 efek yang tidak berkaitan dan tidak berinteraksi secara mandiri langsung Walfarin dan antikoagulan lain mungkin terlibat interaksi tidak langsung dengan 3 cara : a.Agregasi platelet Beberapa obat dapat menurunkan daya agregasi dari platelet, misalnya salisilat, dipiridamol, asam mefenamat, fenilbutazon, dan obat-obat NSAID. b.Ulcerasi GI Jika sebuah obat menyebabkan ulcerasi GI, maka akan menyebabkan kemungkinan terjadi pendarahan pada penderita karena pemberian antikoagulan, misalnya aspirin, fenilbutazon, indometasin, dan NSAID lain c.Fibrinolisis Obat-obat fibrinolitik misalnya biguanid mungkin meningkatkan efek walfarin. 4. Interaksi lain-lain Interaksi antar mikroba. Pada meningitis yang disebabkan oleh pneumokokus yang sensitif terhadap ampisilin, pemberian ampisilin bersama-sama dengan kloramfenikol akan menyebabkan antagonisme. Dengan adanya risiko interaksi obat ini, maka sudah seyogianya para tenaga medis dokter, apoteker, perawat, untuk lebih hati-hati lagi dalam memberikan obat polifarmasi. Kini sudah ratusan bahkan mungkin ribuan kasus interaksi obat Aminah Dalimunthe : Interaksi Pada Obat Antimikroba, 2009 ini sudah didokumentasikan untuk kepentingan terapi. Sebagai contoh kita bisa lihat bagaimana interaksi obat bisa terjadi pada proses penyembuhan penyakit jerawat Acne vulgaris, Jika penderita tidak tepat dalam mengonsusmsi obat yang bervariasi, maka bukannya jerawata akan sembuh tetapi karena interaksi obat , proses penyembuhan bisa semakin lama, Bahkan timbul masalah lain terhadap kulit.

II. Antimikroba