Interaksi Obat Pada Pasien Geriatri yang Menderita Penyakit Jantung dan Penyakit Dalam di Instalasi Rawat Inap B Teratai Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati Periode Oktober-November 2012

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Interaksi Obat Pada Pasien Geriatri yang Menderita

Penyakit Jantung dan Penyakit Dalam di Instalasi Rawat

Inap B Teratai Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP)

Fatmawati Periode Oktober-November 2012

SKRIPSI

EVA YULIANI

NIM : 108102000071

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JANUARI 2013


(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Interaksi Obat Pada Pasien Geriatri yang Menderita

Penyakit Jantung dan Penyakit Dalam di Instalasi Rawat

Inap B Teratai Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP)

Fatmawati Periode Oktober-November 2012

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untukmemperoleh gelar Sarjana Farmasi

EVA YULIANI

NIM : 108102000071

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JANUARI 2013


(3)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Eva Yuliani

NIM : 108102000071

Tanda Tangan :


(4)

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Nama : EVA YULIANI

NIM : 108102000071

Judul : Interaksi Obat Pada Pasien Geriatri yang Menderita Penyakit Jantung dan Penyakit Dalam di Instalasi Rawat Inap B Teratai Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati Periode Oktober-November 2012

Disetujui Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Delina Hasan, M.Kes, Apt NIP. 195602101987032003

Dra. Alfina Rianti, M.Pharm, Apt NIP. 196212191990022001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(5)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Eva Yuliani

NIM : 108102000071

Program Studi : Strata-1 Farmasi

Judul Tesis : Interaksi Obat Pada Pasien Geriatri yang Menderita Penyakit Jantung dan Penyakit Dalam di Instalasi Rawat Inap B Teratai Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati Periode Oktober-November 2012

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.


(6)

ABSTRAK

Nama : Eva Yuliani Program Studi : Strata -1 Farmasi

Judul : Interaksi Obat Pada Pasien Geriatri yang Menderita Penyakit Jantung dan Penyakit Dalam di Instalasi Rawat Inap BTeratai Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati PeriodeOktober-November 2012

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interaksi obat dengan obat, interaksi obat dengan makanan dan minuman dan interaksi obat dengan penyakit pada pasien geriatri yang menderita penyakit jantung dan penyakit dalam di Instalasi Rawat Inap B Teratai RSUP Fatmawati. Penelitian yang dilakukan bersifat observasional dan pengambilan data dilakukan secara prospektif selama bulan Oktober sampai November 2012. Hasil pengamatan menunjukkan penyakit kardiovaskular merupakan penyakit yang paling banyak diderita oleh pasien geriatri dan obat untuk penyakit kardiovaskular merupakan obat-obatan yang paling banyak dikonsumsi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 8% dari 100 orang pasien geriatri yang diamati mengalami interaksi obat. Pasien geriatri yang mengkonsumsi lima macam obat atau lebih merupakan pasien yang paling banyak mengalami interaksi obat. Hasil pengamatan menunjukkan adanya 13 kasus interaksi obat, dimana6 kasus merupakan interaksi obat dengan obatdan 7 kasus merupakan interaksi obat dengan penyakityang terjadi pada pasien geriatri, dan dari hasil pengamatan tidak ditemukan adanya interaksi obat dengan makanan dan minuman. Kasus interaksi obat dengan obat yang terjadi adalah interaksi antara captopril dengan furosemid (50%), ondansetron dengan tramadol (33,33%) dan captopril dengan valsartan (16,67%). Adapun kasus interaksi obat dengan penyakit yang terjadi adalah interaksi antara furosemid dengan penyakit ginjal (57,14%), captopril, lisinopril dan valsartan dengan penyakit ginjal (masing-masing 14,29%). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa semua interaksi obat yang terjadi termasuk dalam interaksi obat dengan level kemaknaan klinis 3, dimana diperlukan suatu tindakan untuk meminimalkan risiko dari interaksi tersebut.

Kata Kunci : Interaksi obat dengan obat, interaksi obat dengan makanan dan minuman, interaksi obat dengan penyakit, pasien geriatri


(7)

ABSTRACT

Name : Eva Yuliani Program Study : Strata-1 Pharmacy

Title : Drug Interactions in Geriatric Patients Suffering Cardiovascular and Internal Disease of Teratai B Inpatient Installation in FatmawatiGeneral Hospital Center Period October-November 2012

This study aimed to determine the drug-drug interactions, drug-food and drink interactions and drug-disease interactions in geriatric patients suffering cardiovascular and internal disease of Teratai B Inpatient installation in FatmawatiGeneral Hospital Center. Anobservational prospective study was conducted during October and November 2012. The results of this study showed that cardiovascular disease is the most commonly disease in geriatric patients and then the class of drugs most commonly used was related to cardiovascular system. The results showed that 8% of 100 geriatric patients experienced drug interactions. Geriatric patients who consumed five or more drugs are the most patient experiencing drug interactions. The results showed the existence of13 cases of drugs interactions, of wich 6 cases were drug-drug interactionsand 7 cases were drug-disease interactions that occur in geriatric patients, the results of observations did not found any drug-food and drink interactions. The cases of drug-drug interactions were interaction that occur between captopril with furosemide (50%), tramadol with ondansetron (33.33%) and captopril with valsartan (16.67%). The cases of drug-disease interactions were interaction that occur between furosemide with renal disease (57.14%), captopril, lisinopril and valsartan with renal disease (each 14.29%). All the drug interactions that occur were included in the drug interactions with clinical significance level 3 wich is need a treatment to minimize the risk of interactions.

Keywords : Drug-drug interactions, drug-food and drink interactions, drug-disease interactions, geriatric patients


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan segala rahmat-Nya kepada kita semua, khususnya penulis dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Interaksi Obat Pada Pasien Geriatri yang Menderita Penyakit Jantung dan Penyakit Dalam di Instalasi Rawat Inap B Teratai Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati Periode Oktober-November 2012” ini. Shalawat dan salam senantiasa terlimpah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, teladan bagi umat manusia dalam menjalani kehidupan.

Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian di Instalasi Rawat Inap B Teratai RSUP Fatmawati, serta teori yang didapat dari berbagai literatur. Dalam menyelesaikan masa perkuliahan sampai penulisan skripsi ini tentu banyak berbagai kesulitan dan halangan yang menyertai, sehingga penulis tidak terlepas dari doa, bantuan dan bimbingan banyak pihak. Oleh karena itu, ucapan terima kasih penulis haturkan kepada:

1. Ibu Dr. Delina Hasan, M.Kes, Apt sebagai Pembimbing I dan ibu Dra. Alfina Rianti, M.Pharm, Apt sebagai Pembimbing II yang telah memberikan ilmu, nasehat, waktu, tenaga, dan pikiran selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Kementerian Agama Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan “Beasiswa Santri Jadi Dokter” selama menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. MK. Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc, Apt selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Ibu Zilhadia, M.Si, Apt selaku pembimbing akademik yang telah memberikan arahan selama masa perkuliahan.


(9)

6. Bapak dan Ibu staf pengajar, serta karyawan yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Junaidi dan Ibunda Rahmawati yang selalu ikhlas tanpa pamrih memberikan kasih sayang, dukungan moral, material, nasehat-nasehat, serta lantunan doa di setiap waktu.

8. Yuk Pit, Dewi, Lena dan Nashri yang selalu memberikan arahan, semangat dan dukungan.

9. Ibu dan Bapak perawat serta kakak-kakak dokter residen di RSUP Fatmawati yang telah memberikan bantuan selama penulis melakukan penelitian.

10. Teman-teman di Program Studi Farmasi: Mega, Megawati, Inda, Zulfa, Febri serta teman-teman beta lactam tercinta dan alcoolique atas semangat dan kebersamaan kita selama perkuliahan berlangsung. Semoga ukhuwah yang telah terjalin tidak pernah putus dan akan terus berlanjut.

11. Teman seperjuangan selama penelitian di RSUP Fatmawati: Bonita atas bantuan yang telah diberikan.

12. Semua pihak yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian dan penulisan yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan ini, oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan demi perbaikan skripsi ini. Dan semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Jakarta, Januari 2013


(10)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Eva Yuliani

NIM : 108102000071

Program Studi : Strata-1 Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jenis Karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul :

INTERAKSI OBAT PADA PASIEN GERIATRI YANG MENDERITA PENYAKIT JANTUNG DAN PENYAKIT DALAM DI INSTALASI RAWAT INAP B TERATAI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT (RSUP)

FATMAWATI PERIODE OKTOBER-NOVEMBER 2012

untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta. Demikian pernyataan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Pada tanggal : 15 Januari 2013 Yang menyatakan,


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

DAFTAR ISTILAH ... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 2

1.3Tujuan Penelitian ... 2

1.4Manfaat Penelitian ... 3

1.5Ruang Lingkup ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1Interaksi Obat ... 4

2.1.1 Pengertian Interaksi Obat ... 4

2.1.2 Mekanisme Interaksi Obat ... 4

2.1.3 Jenis Interaksi Obat ... 8

2.1.4 Level Kemaknaan Klinis Interaksi Obat ... 10

2.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Interaksi Obat ... 10

2.1.6 Pasien yang Rentan Terhadap Interaksi Obat ... 12

2.2Geriatri ... 12

2.2.1 Pengertian Geriatri ... 12

2.2.2 Demografi Populasi Lanjut Usia ... 13

2.2.3 Kesehatan Pada Pasien Geriatri ... 13

2.2.4 Perubahan Penting Pada Pasien Geriatri dalam Hubungannya dengan Obat ... 13

2.2.5 Penggunaan Obat Secara Rasional Pada Pasien Geriatri .. 15

2.2.6 Polifarmasi Pada Pasien Geriatri... 16

BAB 3 KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, HIPOTESIS ... 18

3.1Kerangka Konsep ... 18

3.2Definisi Operasional ... 18


(12)

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ... 20

4.1Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20

4.1.1 Lokasi ... 20

4.1.2 Waktu ... 20

4.2Desain Penelitian ... 20

4.3Populasi dan Sampel ... 20

4.3.1 Populasi... ... 20

4.3.2 Sampel... ... ... 20

4.4Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 21

4.4.1 Kriteria Inklusi ... 21

4.4.2 Kriteria Ekslusi ... 21

4.5Pengumpulan Data ... 21

4.6Cara Kerja ... 21

4.7Analisis Data ... 22

BAB 5 HASILDAN PEMBAHASAN ... 23

5.1Hasil Penelitian ... 23

5.1.1 Karakteristik Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap B Teratai RSUP Fatmawati Periode Oktober-November 2012 ... 23

5.1.2 Gambaran Interaksi Obat Pada Pasien Geriatri di Instalasi Rawat Inap B Teratai RSUP Fatmawati Periode Oktober-November 2012 ... 27

5.2Pembahasan ... 31

5.2.1 Keterbatasan Penelitian ... 31

5.2.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 31

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

5.1 Kesimpulan ... 37

5.2 Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA... ... 39


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Jenis Obat yang Digunakan oleh Pasien Geriatri ... 23

4.2 Jenis Makanan dan Minuman yang dikonsumsi oleh Pasien Geriatri ... 23

4.3 Jenis Penyakit yang Diderita oleh Pasien Geriatri ... 24

4.4 Distribusi Pasien Geriatri yang Mengalami Interaksi Obat Berdasarkan Identifikasi Secara Literatur ... 24

4.5 Distribusi Pasien Geriatri yang Mengalami Interaksi Obat Berdasarkan Hasil Pengamatan ... 25

4.6 Distribusi Pasien Geriatri Berdasarkan Jenis Kelamin ... 25

4.7 Distribusi Pasien Geriatri yang Mengalami Interaksi Obat Berdasarkan Jenis Kelamin... 25

4.8 Distribusi Pasien Geriatri Berdasarkan Usia ... 26

4.9 Distribusi Pasien Geriatri yang Mengalami Interaksi Obat Berdasarkan Usia ... 26

4.10 Distribusi Pasien Geriatri Berdasarkan Jumlah Macam Obat yang Digunakan ... 26

4.11 Distribusi Pasien Geriatri yang Mengalami Interaksi Obat Berdasarkan Jumlah Macam Obat yang Digunakan ... 27

4.12 Jumlah Kasus Interaksi Obat Berdasarkan literatur ... 27

4.13 Jumlah Kasus Interaksi Obat Berdasarkan Hasil Pengamatan ... 28

4.14 Kasus Interaksi Obat dengan Obat ... 28

4.15 Kasus Interaksi Obat dengan Penyakit ... 29

4.16 Kasus Interaksi Obat yang Tidak Dapat Diamati ... 29


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Diagram jumlah pasien geriatri yang mengalami interaksi obat .. 42 Gambar 2. Diagram jumlah pasien geriatri berdasarkan jenis kelamin ... 42 Gambar 3. Diagram jumlah pasien geriatri berdasarkan usia ... 43 Gambar 4. Diagrram jumlah pasien geriatri berdasarkan jumlah macam

obat yang digunakan ... 43 Gambar 5. Diagram jumlah kasus interaksi obat ... 44


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Diagram Distribusi Karakteristik Pasien Geriatri dan

Diagram Gambaran Interaksi Obat Pada Pasien Geriatri ... 42

Lampiran 2. Hasil Identifikasi Kasus Interaksi Obat yang Terjadi Berdasarkan Literatur ... 45

Lampiran 3. Rekomendasi Terhadap Beberapa Kasus Interaksi Obat ... 47

Lampiran 4. Surat Izin Melakukan Penelitian di RSUP Fatmawati ... 48

Lampiran 5. Informed Consent ... 50

Lampiran 6. Panduan Pertanyaan Wawancara Pasien ... 52

Lampiran 7. Data Pasien Geriatri ... 53

Lampiran 8. Data Rekapitulasi Interaksi Obat Pada Pasien Geriatri Berdasarkan Literatur ... 67


(16)

DAFTAR ISTILAH

ACS Acute Coronary Syndrome

AKI Acute Kidney Injury

CAD Coronary Artery Disease

CAP Community Acquired Pneumonia

CHF Chronic Heart Failure

CKD Chronic Kidney Disease

CLD Chronic Lung Disease

DM Diabetes Melitus

GEA Gastroenteritis Akut ISK Infeksi Saluran Kemih

NSTEMI Non-ST Segment Elevation Myocardial Infarction PPOK Penyakit Paru Obstruktif Kronis


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada usia 60 tahun ke atas terjadi proses penuaan yang bersifat universal berupa kemunduran dari fungsi biosel, jaringan, organ, bersifat progresif, perubahan secara bertahap, akumulatif dan intrinsik. Proses penuaan menyebabkan terjadinya perubahan pada berbagai organ di dalam tubuh seperti sistem gastrointestinal, sistem genitouria, sistem imunologis, sistem serebrovaskular, sistem saraf pusat dan sebagainya (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2004). Oleh sebab itu, penyakit pada populasi usia lanjut berbeda perjalanan dan penampilannya dengan yang terdapat pada populasi lain, dimana penyakit bersifat multipatologik, degeneratif, saling terkait, kronis, cenderung menyebabkan kecacatan lama sebelum terjadinya kematian dan dalam pengobatan sering terdapat polifarmasi (Martono, 2009). Pada lanjut usia yang menderita lebih dari satu penyakit dan mendapat berbagai macam obat secara bersamaanmerupakan kelompok yang rentan terhadap interaksi obat (Thanacoody, 2012; Bressler et al., 2003). Resiko interaksi obat meningkat sesuai dengan jumlah obat yang diresepkan dan pasien geriatri biasanya mendapatkan obat yang lebih banyak dibandingkan pasien usia lainnya (Mallet et al., 2007).

Reaksi efek samping obat, termasuk interaksi obat pada pasien geriatri merupakan masalah yang umum terjadi di rumah sakit dan merupakan penyebab penting pada tingkat morbiditas dan mortalitas (Routledge et al., 2003;Hilmer et al., 2008). Menurut penelitian Monita Cahya Ningsih (2004) tentang interaksi obat pada pasien di poliklinik geriatri Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo didapatkan rata-rata pasien mendapatkan 5 macam obat secara bersamaan dan diketahui 68% dari 150 pasien teridentifikasi mengalami interaksi obat dan 11,6% dari interaksi obat tersebut dianggap sebagai interaksi yang menuntut perhatian klinik.

Suatu penelitian tentang interaksi obat-obat di Mexico yang melibatkan 624 pasien rawat jalan dengan umur lebih dari 50 tahun menunjukkan adanya 80% pasien yang mendapat resep dengan satu atau lebih interaksi obat dan 3,8%


(18)

dari pasien tersebut mendapat kombinasi obat dengan interaksi yang harus dihindari (Doubova et al., 2007).

Suatu penelitian terbaru oleh Neto et al (2012) di Brazil tentang interaksi obat yang melibatkan 433 pasien geriatri rawat jalan menunjukkan 6,5% dari total pasien berpotensi mengalami paling sedikit satu macam interaksi obat dan didapatkan bahwasanya pasien geriatri yang mengkonsumsi lima macam obat atau lebih memiliki resiko interaksi obat yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan mereka yang mengkonsumsi tiga sampai empat macam obat.

Berdasarkan masalah-masalah tentang interaksi obat pada pasien geriatri yang biasanya mendapatkan resep obat polifarmasi sebagaimana yang dijelaskan di atas, maka penelitian tentang interaksi obat pada pasien geriatri yang menderita penyakit jantung dan penyakit dalam di Instalasi Rawat Inap B Teratai Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati ini perlu dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang di atas, maka disusunlah rumusan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah gambaran interaksi obat dengan obat yang terjadi pada pasien geriatri yang menderita penyakit jantung dan penyakit dalam di instalasi rawat inap B Teratai RSUP Fatmawati?

2. Bagaimanakah gambaran interaksi obat dengan makanan dan minuman yang terjadi pada pasien geriatri yang menderita penyakit jantung dan penyakit dalam di instalasi rawat inap B Teratai RSUP Fatmawati? 3. Bagaimanakah gambaran interaksi obat dengan penyakit yang terjadi

pada pasien geriatri yang menderita penyakit jantung dan penyakit dalam di instalasi rawat inap B Teratai RSUP Fatmawati?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui gambaran lengkap tentang interaksi obat yang terjadi pada pasien geriatri yang menderita penyakit jantung dan penyakit dalam di instalasi rawat inap B Teratai RSUP Fatmawati


(19)

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui interaksi obat dengan obat yang terjadi pada pasien geriatri yang menderita penyakit jantung dan penyakit dalam di instalasi rawat inap B Teratai RSUP Fatmawati

2. Untuk mengetahui interaksi obat dengan makanan dan minuman yang terjadi pada pasien geriatri yang menderita penyakit jantung dan penyakit dalam di instalasi rawat inap B Teratai RSUP Fatmawati

3. Untuk mengetahui interaksi obat dengan penyakit yang terjadi pada pasien geriatri yang menderita penyakit jantung dan penyakit dalam di instalasi rawat inap B Teratai RSUP Fatmawati

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Secara Metodologi

Metode yang digunakan pada penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk penelitian mengenai interaksi obat pada kasus penyakit dan pengobatan lainnya

1.4.2 Manfaat Secara Aplikatif

1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi adanya interaksi obat pada pasien geriatri bagi apoteker, dokter dan tenaga kesehatan lainnya di RSUP Fatmawati

2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi apoteker, dokter dan tenaga kesehatan lainnya dalam memilih obat-obatan yang tepat untuk pasien geriatri

1.5 Ruang Lingkup

Penelitian ini hanya dibatasi pada interaksi obat dengan obat, interaksi obat dengan makanan dan minuman dan interaksi obat dengan penyakit. Penelitian dilakukan di instalasi rawat inap B Teratai RSUP Fatmawati pada pasien geriatri yang menderita penyakit jantung dan penyakit dalam dengan besar sampel minimal 97 orang selama waktu penelitian bulan Oktober-November 2012.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Interaksi Obat

2.1.1 Pengertian Interaksi Obat

Interaksi obat dikatakan terjadi ketika efek suatu obat berubah karena keberadaan suatu obat lain, obat herbal, makanan, minuman atau karena adanya agen kimia lingkungan (Baxter, 2008). Tatro (1996) mendefinisikan interaksi obat sebagai fenomena yang terjadi ketika efek dan atau farmakokinetik dari suatu obat berubah karena adanya pemberian obat yang lain. Efek dari kombinasi obat dapat bersifat additive atau meningkatkan efek dari satu atau lebih obat, antagonis terhadap efek dari satu atau lebih obat maupun pengaruh-pengaruh lain terhadap efek dari satu atau lebih obat (Thanacoody, 2012). Interaksi obat dianggap penting secara klinik jika berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi (Setiawati, 2007)

2.1.2 Mekanisme Interaksi obat (Setiawati, 2007)

Mekanisme interaksi obat dapat terjadi secara farmaseutik atau inkompatibitas, farmakokinetik dan farmakodinamik.

2.1.2.1 Interaksi Farmaseutik (Setiawati, 2007)

Interaksi farmaseutik atau inkompatibilitas terjadi di luar tubuh sebelum obat diberikan antara obat yang tidak dapat bercampur (inkompatibel). Pencampuran obat tersebut menyebabkan terjadinya interaksi langsung secara fisik atau kimiawi, yang hasilnya mungkin terlihat sebagai pembentukan endapan, perubahan warna dan mungkin juga tidak terlihat secara visual. Interaksi ini biasanya mengakibatkan inaktivasi obat (Setiawati, 2007).

2.1.2.2 Interaksi Farmakokinetik (Setiawati, 2007)

Interaksi farmakokinetik terjadi jika salah satu obat mempengaruhi absorbsi, distribusi, metabolisme atau ekskresi obat kedua, sehingga kadar plasma


(21)

obat kedua meningkat atau menurun. Akibatnya, terjadi peningkatan toksisitas atau penurunan efektivitas obat tersebut.

a. Mempengaruhi Absorpsi (Tatro, 2009)

Kebanyakan interaksi yang dapat mengubah absorpsi obat terjadi di salura cerna. Terdapat banyak mekanisme dimana suatu obat secara teori dapat mengubah absorpsi dari obat lain. Termasuk di dalamnya mengubah aliran darah splanchnic, motilitas saluran cerna, pH saluran cerna, kelarutan obat, metabolisme di saluran cerna, flora saluran cerna ataupun mukosa saluran cerna. Namun sebagian besar interaksi yang penting secara klinis melibatkan pembentukan dari complex yang tidak dapat diabsorpsi.

b. Mempengaruhi Distribusi (Tatro, 2009)

Ikatan dengan protein: setelah diserap, obat dibawa oleh darah ke jaringan dan reseptor. Jumlah obat yang dapat berikatan dengan reseptor ditentukan oleh absorpsi, metabolisme, akskresi dan ikatan dengan situs yang tidak aktif, serta afinitas obat terhadap reseptor dan aktifitas intrinsik obat. Yang perlu diperhatikan adalah obat yang terikat kuat pada albumin plasma dan potensi perpindahan obat dari situs ikatan dengan albumin karena adanya pemberian obat lain yang juga berikatan kuat dengan albumin. Mekanisme inilah yang banyak digunakan untuk menjelaskan banyak interaksi. Perpindahan obat dari ikatan dengan situs yang tidak aktif dapat meningkatkan konsentrasi serum dari obat aktif tanpa adanya perubahan yang nyata pada konsentrasi total serum. Namun interaksi ini tidak terlalu penting secara klinis karena cepatnya pencapaian kesetimbangan yang baru.

Ikatan dengan reseptor: situs ikatan dengan selain albumin terkadang penting dalam interaksi obat. Sebagai contoh, penggantian tempat digoxin oleh quinidine dari situs ikatan di otot rangka dapat meningkatkan konsentrasi serum digoksin.

c. Mempengaruhi Metabolisme (Tatro, 2009)

Untuk mencapai efek sistemik, obat harus mencapai situs reseptor, yang berarti obat tersebut harus mampu melintasi membran plasma lipid. Oleh karena


(22)

itu, obat tersebut setidaknya harus larut di dalam lipid. Peran metabolisme adalah mengubah senyawa aktif yang larut di dalam lipid menjadi senyawa tidak aktif yang larut di dalam air sehingga dapat diekskresikan secara efisien. Sebagian besar enzim terdapat di permukaan endotelium hati. Suatu enzim mikrosomal hati yang penting yaitu isoenzim sitokrom p-450 yang bertanggung jawab dalam oksidasi kebanyakan obat dan merupakan enzim yang paling sering di induksi oleh suatu obat lain.

Induksi enzim adalah merangsang peningkatan aktivitas enzim. Peningkatan aktivitas enzim disebabkan karena peningkatan jumlah keberadaan enzim. Terdapat sekitar 400 obat dan bahan kimia yang merupakan agen penginduksi enzim pada hewan. Secara klinis, fenobarbital, fenitoin, karbamazepin dan rifampisin merupakan obat penginduksi enzim terbesar. Untuk obat yang dimetabolisme oleh enzim yang diinduksi, diperlukan peningkatan dosis saat digunakan bersama dengan obat penginduksi enzim dan dosis diturunkan ketika obat tersebut dihentikan.

Sedangkan penghambatan enzim metabolisme obat umumnya dapat mengurangi laju metabolisme suatu obat. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan konsentrasi serum obat tersebut dan terutama jika obat tersebut memiliki indeks terapi sempit maka dapat berpotensi toksik.

d. Mempengaruhi Ekskresi (Tatro, 2009)

Interaksi yang mempengaruhi ekskresi umumnya mempengaruhi transport aktif di dalam tubulus ataupun efek pH pada transport pasif dari asam lemah dan basa lemah. Dalam kasus terbaru, ada sedikit obat yang secara klinis dipengaruhi oleh perubahan pH urin, seperti fenobarbital dan salisilat. Perubahan presentasi sodium pada ginjal mempengaruhi ekskresi dan level serum lithium.

2.1.2.3 Interaksi Farmakodinamik

Interaksi farmakodinamik adalah interaksi dimana efek dari suatu obat diubah oleh obat lain pada tempat aksinya. Terkadang obat-obat tersebut bersaing secara langsung pada reseptor tertentu, tetapi reaksi sering kali terjadi secara tidak langsung dan melibatkan mekanisme fisiologis. Interaksi ini juga dapat diartikan sebagai interaksi antara obat yang bekerja pada sistem reseptor, tempat kerja atau


(23)

sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi efek yang aditif, sinergistik atau antagonistik, tanpa terjadi perubahan kadar obat dalam plasma. Interaksi farmakodinamik merupakan sebagian besar dari interaksi obat yang penting dalam klinik (Setiawati, 2007).

a. Efek Aditif atau Sinergis (Baxter, 2008)

Dua obat yang memiliki efek farmakologis yang sama dan diberikan pada saat yang bersamaan dapat menyebabkan efek aditif. Efek aditif dapat muncul baik sebagai efek utama maupun sebagai efek samping obat tersebut. Hal seperti ini dapat digambarkan dengan istilah aditif, penjumlahan, sinergi atau potensiasi. Kata ini memiliki definisi farmakologis yang sering digunakan sebagai sinonim karena dalam prakteknya sering sangat sulit untuk mengetahui sejauh mana aktivitas/efektifitas obat menjadi lebih besar atau lebih kecil.

b. Efek Antagonis (Baxter, 2008; Thanacoody, 2012)

Berbeda dengan interaksi aditif, ada beberapa obat yang kerjanya bertentangan satu sama lain. Obat dengan aksi agonis pada tipe reseptor tertentu dapat berinteraksi dengan obat antagonis pada reseptor tersebut. Ada banyak dari interaksi yang terjadi pada situs reseptor, kebanyakan digunakan untuk keuntungan dalam terapeutik. Antagonis spesifik dapat digunakan untuk membalikkan efek dari obat lain pada situs reseptor.

c. Sindrom Serotonin (Thanacoody, 2012)

Menurut Boyer and Shannon (2005) sindrom serotonin berhubungan dengan kelebihan serotonin yang disebabkan oleh penggunaan suatu obat, overdosis atau adanya interaksi antar obat. Meskipun kasus yang parah jarang terjadi, kasus ini menjadi semakin mudah dikenali pada pasien yang menerima kombinasi obat serotonergik.

Sindrom serotonin dapat terjadi ketika dua atau lebih obat yang mempengaruhi serotonin diberikan pada saat bersamaan atau penggunaan obat serotonergik lain setelah penghentian salah satu obat serotonergik. Sindrom ini ditandai dengan gejala termasuk kebingungan, disorientasi, gerakan yang abnormal, refleks berlebihan, demam, berkeringat, diare, hipotensi ataupun


(24)

hipertensi. Diagnosis ditegakkan jika tiga atau lebih gejala tersebut muncul dan tidak ditemukannya penyebab lain.

d. Interaksi Obat atau uptake neurotransmitter (Baxter, 2008)

Aksi sejumlah obat untuk mencapai situs aksi pada neuron adrenergik dapat dicegah dengan adanya obat lain. Antidepresan trisiklik mencegah reuptake noradrenalin ke neuren adrenergik perifer. Pasien yang menggunakan antidepresan trisiklik dan diberi noradrenalin secara parenteral menunjukkan peningkatan respon seperti hipertensi dan takikardi. Efek antihipertensi dari klonidin juga dapat dihambat oleh antidepresan trisiklik, salah satu penyebabnya yaitu terjadinya penghambatan uptake klonidin pada SSP.

2.1.3 Jenis Interaksi Obat

2.1.3.1Interaksi Obat-Obat

Interaksi obat-obat dapat terjadi ketika dua obat atau lebih diberikan pada saat yang bersamaan. Interaksi obat-obat dapat meningkatkan atau menurunkan efek terapetik ataupun efek samping suatu obat (Moscou dan Snipe, 2009). Interaksi antar obat dapat berakibat menguntungkan ataupun merugikan. Interaksi yang menguntungkan misalnya penisilin dengan probenesid, dimana probenesid menghambat sekresi penisilin di tubuli ginjal sehingga meningkatkan kadar penisilin di dalam plasma dan dengan demikian dapat meningkatkan efektivitasnya dalam terapi gonore. Sedangkan interaksi yang merugikan contohnya interaksi parasetamol dengan fenobarbital yang dapat meningkatkan resiko hepatotoksisitas (Setiawati, 2007).

2.1.3.2Interaksi Obat-Makanan dan Minuman

Telah diketahui bahwa makanan dapat menyebabkan perubahan klinis yang penting dalam absorpsi obat melalui efek terhadap motilitas saluran cerna atau dengan ikatan obat (Baxter, 2008). Oleh karena itu, beberapa obat tidak boleh digunaan bersamaan dengan makanan. Dua contoh yang umum terjadi yaitu interaksi tyramin dalam makanan dengan MAOI dan interaksi antara grapefruit juice dengan Ca channel blocker felodipin (Thanacoody, 2012).


(25)

2.1.3.3Interaksi Obat-Herbal

Ekstrak Glycyrrhizin glabra (liquorice) yang digunakan dalam pengobatan gangguan pencernaan dapat menyebabkan interaksi yang signifikan pada pasien yang mengkonsumsi digoksin ataupun diuretik. Beberapa produk herbal mengandung senyawa antiplatelet dan antikoagulan yang dapat meningkatkan resiko pendarahan ketika digunakan bersama dengan aspirin atau warfarin (Thanacoody, 2012).

Interaksi obat dengan herbal yang paling banyak dibahas adalah yang melibatkan St John’s wort (ekstrak Hypericum) yang digunakan untuk depresi (Thanacoody, 2012). Bukti menunjukkan bahwa herbal ini dapat menginduksi sitokrom P450 isoenzim CYP3A4 dan juga dapat menginduksi glikoprotein-P. Oleh karena itu, St John’s wort dapat menurunkan level siklosforin dan digoksin (Baxter, 2008).

2.1.3.4Interaksi Obat-Penyakit

Interaksi obat dengan penyakit dikatakan terjadi ketika suatu obat yang digunakan memiliki potensi untuk membuat penyakit yang telah ada sebelumnya menjadi semakin parah. Pasien geriatri sangat rentan terhadap interaksi ini karena mereka sering memiliki beberapa penyakit kronis dan menggunakan beberapa jenis obat (Lindblad at al., 2005).

Menurut Shimp and Masan (1993), dalam pustaka medik interaksi obat dengan penyakit sering disebut sebagai kontraindikasi absolut dan relatif. Kontraindikasi absolut adalah risiko terapi yang menyebabkan penyakit tertentu, jelas kerugiannya melebihi manfaatnya. Dengan kontraindikasi realtif, keseimbangan risiko dan manfaat harus dikaji secara individu. Contoh umum dari kotraindikasi relatif mencakup kehamilan, menyusui, gagal ginjal dan gagal hati (Siregar dan Kumolosasi, 2006).

2.1.3.5Interaksi Obat-Uji Laboratorium

Shimp and Masan (1993) menyatakan bahwa interaksi obat dengan uji laboratorium terjadi apabila obat mempengaruhi akurasi uji diagnostik. Interaksi ini dapat terjadi melalui gangguan kimia. Misalnya, laksatif antrakuinon dapat


(26)

mempengaruhi uji urin untuk urobilinogen atau oleh perubahan zat yang diukur (Siregar dan Kumolosasi, 2006).

2.1.4 Level Kemaknaan Klinis Interaksi Obat (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2004; Tatro, 2009)

a. Level 1

Hindari Kombinasi, risiko yang merugikan pasien lebih besar dari manfaat b. Level 2

Sebaiknya hindari kombinasi, penggunaan kombinasi hanya dapat dilakukan pada keadaan khusus. Penggunaan obat alternatif dapat dilakukan jika memungkinkan. Pasien harus dipantau dengan sebaik-baiknya jika obat tetap diberikan

c. Level 3

Minimalkan risiko, ambil tindakan yang perlu untuk meminimalkan resiko

d. Level 4

Tidak dibutuhkan tindakan. Risiko yang mungkin timbul relatif kecil. Potensi bahaya pada pasien rendah dan tidak ada tindakan spesifik yang direkomendasikan. Tetap waspada terhadap kemungkinan terjadinya interaksi obat.

e. Level 5

Tidak dibutuhkan tindakan. Kejadian interaksi tersebut diragukan atau tidak ada kejadian interaksi yang menyebabkan terjadinya efek klinik.

2.1.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Interaksi Obat (Tatro, 2009)

Dalam studi tentang interaksi obat, merupakan suatu yang umum terjadi jika ditemukan banyaknya variasi respon pasien terhadap regimen obat yang sama. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi variasi respon tersebut diantaranya:


(27)

a. Usia

Anak-anak dan lanjut usia memiliki resiko interaksi obat yang tinggi. Studi menunjukkan bahwa terhitung sekitar 25% dari semua resep ditujukan untuk pasien lanjut usia, selain itu juga pasien lanjut usia secara ekstensif menggunakan obat tanpa resep. Pasien lanjut usia juga mungkin memiliki penyakit kronis lainnya maupun penurunan fungsi organ.

b. Genetik

Sebagai contoh, toksisitas karena efek penghambatan isoniazid terhadap metabolisme fenitoin terlihat lebih signifikan pada asetilator lambat isoniazid

c. Penyakit

Keadaan penyakit seperti kerusakan fungsi ginjal, fungsi hati dan hipoalbumin dapat mempengaruhi respon terhadap berbagai obat yang sedang digunakan.

d. Konsumsi alkohol

Intoleransi alkohol akut (reaksi disulfiram) muncul pada pasien yang mengkonsumsi alkohol saat dalam pengobatan dengan suatu obat, termasuk sefamandol, sefoperazon, sefotetan, moksalaktam dan metronidazole. Penggunaan alkohol secara kronik dapat menyebabkan perubahan yang mempengaruhi metabolisme obat terutama induksi enzim.

e. Merokok

Merokok dapat meningkatkan aktivitas enzim metabolisme obat di hati. Merokok dapat merangsang metabolisme teofilin dan mexiletine. Seorang perokok membutuhkan dosis yang lebih besar untuk mencapai level serum terapetik.

f. Makanan

Makanan dapat mempengaruhi absorpsi obat (seperti susu dan tetrasiklin), aksi obat (tyramine dalam makanan dan MAOI) dan eliminasi obat (protein dalam makanan dan pH urin).


(28)

g. Lingkungan

Faktor lingkungan seperti adanya beberapa pestisida dapat mengubah efek enzim metabolisme di hati.

2.1.6 Pasien Yang Rentan Terhadap Interaksi Obat

Menurut Tatro (2009), pasien yang rentan terhadap interaksi obat adalah: 1. Pasien lanjut usia (Pasien Geriatri)

2. Pasien dengan penyakit akut

3. Pasien dengan penyakit yang tidak stabil

4. Pasien yang mempunyai gangguan fungsi ginjal dan hati 5. Pasien yang dirawat oleh lebih dari satu dokter

6. Pasien dengan terapi yang tergantung obat

Menurut Thanacoody (2012), pasien yang beresiko mengalami interaksi obat adalah mereka dengan penyakit hati atau penyakit ginjal, pasien yang berada dalam perawatan intensif, penerima transplantasi, pasien yang menjalani prosedur bedah yang rumit dan mereka yang dirawat oleh lebih dari satu dokter.

2.1 Geriatri

2.2.1 Pengertian Geriatri

Menua adalah proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang frail dengan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan kematian (Setiati dkk, 2006). Constantinides (1994) mendefinisikan menua (= menjadi tua = aging) adalah suatu proses menghilangnya perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Darmojo, 2009).

Beberapa istilah lain yang perlu dikemukakan terkait dengan proses menua adalah gerontologi, geriatri dan longevity. Gerontologi adalah ilmu yang mempelajari proses menua dan semua aspek biologi, sosiologi dan sejarah, yang terkait dengan penuaan. Geriatri merujuk pada pemberian pelayanan kesehatan untuk usia lanjut. Geriatri merupakan cabang ilmu kedokteran yang mengobati


(29)

kondisi dan penyakit yang dikaitkan dengan proses menua dan usia lanjut. Pasien geriatri adalah pasien lanjut usia dengan multipatologi (penyakit ganda). Longevity merujuk pada lama hidup seorang individu (Setiati dkk, 2006).

2.2.2 Demografi Populasi Lanjut Usia (Darmojo, 2009)

Menurut UN-Population Division, Department of Economic and Social Affairs (1999) jumlah populasi lanjut usia (lansia) ≥ 60 tahun diperkirakan hampir mencapai 600 juta orang dan diproyeksikan menjadi 2 milyar pada tahun 2050.

Menurut laporan data demografi penduduk internasional yang dikeluarkan oleh Bureau of the Cencus USA (1993), dilaporkan bahwa Indonesia pada tahun 1990 – 2025 akan mempunyai kenaikan jumlah lanjut usia sebesar 414%, suatu angka paling tinggi di dunia.

Menurut WHO (1989) Pertambahan penduduk lansia di Indonesia dan Brazil diproyeksikan naik masing-masing melebihi 20 juta orang, sedang kenaikan kira-kira setengah jumlah tersebut terjadi masing-masing di Meksiko, Nigeria dan Pakistan. Indonesia diramalkan beranjak dari urutan ke-10 pada tahun 1980 menjadi urutan ke-5 atau 6 pada tahun 2020 sebagai negara yang banyak jumlah populasi lansianya.

2.2.3 Kesehatan Pada Pasien Geriatri (Darmojo, 2009)

Penyakit atau keluhan yang umum diderita oleh pasien geriatri adalah penyakit reumatik, hipertensi, penyakit jantung, penyakit paru (dyspnea/bronchitis), diabetes melitus, jatuh (falls), paralisis/lumpuh separuh badan, TBC paru, patah tulang dan kanker.

Penyakit-penyakit yang diderita oleh pasien geriatri kebanyakan bersifat endogenik, multipel, kronik, bergejala atipik, tanpa mernyebabkan imunitas tetapi menjadi lebih rentan terhadap penyakit/komplikasi yang lain.

2.2.4 Perubahan Penting Pada Pasien Geriatri dalam Hubungannya dengan Obat

Pada pasien geriatri, berbagai perubahan fisiologik pada organ dan sistem tubuh akan mempengaruhi tanggapan tubuh terhadap obat. Berbagai perubahan tersebut dalam istilah farmakologik dikenal sebagai perubahan dalam hal


(30)

farmakokinetik, farmakodinamik dan hal khusus lain yang mengubah perilaku obat di dalam tubuh (Martono dkk, 2009).

a. Perubahan Farmakokinetik (Supartondo dan Roosheroe, 2006)

Farmakokinetik terdiri dari absorbsi distribusi, metabolisme dan ekskresi. Setelah diabsorbsi, obat melewati hati dan mengalami metabolisme pintas awal. Bila tahap ini menurun, sisa dosis obat yang masuk dalam darah dapat melebihi perkiraan dan mungkin menambah efek obat, bahkan sampai efek yang merugikan. Pada obat dengan metabolisme pintas awal yang tinggi ada perbedaan yang besar antara dosis intravena (rendah) dan dosis oral (tinggi).

Makanan dan obat lain dapat mempengaruhi absorbsi obat yang diberikan secara oral. Distribusi obat dipengaruhi oleh berat badan dan komposisi tubuh, yaitu cairan tubuh, massa otot, fungsi dan peredaran darah berbagai organ, juga organ yang mengatur ekskresi obat. Kadar albumin plasma memastikan kadar obat bebas dalam sirkulasi. Hal ini memerlukan pedoman menyesuaikan dosis obat dengan berat badan untuk meningkatkan rasio resiko pada pasien geriatri yang kurus. Metabolisme di hati dipengaruhi oleh umur, genotipe, gaya hidup, curah jantung, penyakit dan interaksi antar obat. Mengecilnya massa hati dan proses menua dapat mempengaruhi metabolisme obat. Untuk obat yang ekskresinya terutama melalui ginjal pedoman bersihan kreatinin 24 jam penting diperhatikan untuk memperkirakan dosis awal. Kadar kreatinin serum tidak menggambarkan fungsi ginjal karena massa otot berkurang pada proses menua. GFR (Glom. Filtr. Rate) lebih penting dan jika turun sampai 10-50 ml/menit, dosis obat harus disesuaikan.

b. Perubahan Farmakodinamik (Martono dkk, 2009).

Farmakodinamik adalah pengaruh obat terhadap tubuh. Obat menimbulkan rentetan reaksi biokimiawi dalam sel mulai dari reseptor sampai dengan efektor. Di dalam sel terjadi proses biokimiawi yang menghasilkan respon selular. Respon selular pada pasien geriatri secara keseluruhan menurun. Penurunan ini sangat


(31)

menonjol pada mekanisme respon homeostatik yang berlangsung secara fisiologis.

Pada umumnya, obat-obat yang cara kerjanya merangsang proses biokimiawi selular intensitas pengaruhnya akan menurun, misalnya agonis beta untuk terapi asma bronkial diperlukan dosis yang lebih besar, padahal dengan dosis yang lebih besar maka efek sampingnya akan lebih besar pula. Index terapi obat menurun. Sebaliknya obat-obat yang cara kerjanya menghambat proses biokimiawi seluler, pengaruhnya akan menjadi nyata sekali terlebih dengan mekanisme regulasi homeostasis yang melemah, efek farmakologi obat dapat sangat menonjol sehingga toksik. Misalnya obat-obat antagonis beta, antikolinergik, antipsikotis, antiansietas dan lain-lain. Dengan demikian index terapi obatnya menurun, seolah terjadi peningkatan kepekaan farmakodinamik.

c. Hal Khusus Lain (Supartondo dan Roosheroe, 2006)

Faktor lain yang berperan pada pemberian obat ialah multipatologi (adanya lebih dari satu penyakit) pada pasien geriatri.

2.2.5 Penggunaan Obat Secara Rasional Pada Pasien Geriatri (Martono dkk, 2009)

Pengobatan pada pasien geriatri perlu mendapatkan perhatian dokter dan tenaga kesehatan lainnya, mengingat beberapa hal berikut:

 Penyakit pada pasien geriatri cenderung terjadi pada banyak organ dan pasien cenderung mengunjungi banyak dokter, sehingga pemberian obat cenderung bersifat polifarmasi

 Polifarmasi menyangkut biaya yang besar untuk pembelian obat. Juga meningkatkan resiko lebih banyaknya kejadian interaksi obat, efek samping obat (ESO) dan reaksi sampingan yang merugikan.

 Proses menua yang fisiologis menyebabkan perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik obat, juga menurunkan fungsi dari berbagai organ, sehingga tingkat keamanan obat dan efektifitas obat berubah dibanding usia muda.


(32)

Ada tiga faktor yang menjadi acuan dasar dalam peresepan obat: 1. Diagnosis dan patofisiologi penyakit

2. Kondisi tubuh/organ 3. Farmakologi klinik obat

Menurut WHO (1995) tepat indikasi, tepat pasien, tepat dosis (cara dan lama pemberian) serta waspada ESO adalah lima kriteria pokok pemakaian obat secara rasional yang telah diterima secara mondial.

2.2.6 Polifarmasi Pada Pasien Geriatri (Supartondo dan Roosheroe, 2006; Thanacoody, 2012)

Ada beberapa definisi untuk istilah polifarmasi, diantaranya meresepkan obat melebihi indikasi klinis, pengobatan yang mencakup paling tidak satu obat yang tidak perlu dan penggunaan empirik lima obat atau lebih.

Polifarmasi pada pasien lanjut usia sukar dihindari dengan beberapa alasan, diantaranya:

1. Banyaknya penyakit yang diderita oleh pasien geriatri dan biasanya merupakan penyakit kronis

2. Obat yang dikonsumsi diresepkan oleh beberapa dokter 3. Gejala yang dirasakan pasien tidak jelas

4. Penambahan obat baru untuk menghilangkan efek samping obat

Resiko terjadinya interaksi obat meningkat sejalan dengan jumlah obat yang diresepkan. Pasien dengan penyakit kritis dan pasien geriatri beresiko tinggi untuk mengalami interaksi obat bukan hanya karena mengkonsumsi obat yang lebih banyak, tetapi juga karena adanya gangguan mekanisme homeostatik yang tidak memungkinnya untuk menetralkan beberapa efek yang tidak diinginkan.


(33)

Berdasarkan teori yang tercantum dalam tinjauan pustaka, disusun kerangka teori sebagai berikut:

Penyakit dan fungsi organ (hati dan ginjal)

Obat Efek Interaksi

Obat Interaksi obat

Pasien geriatri

 Makanan

 Alkohol

 Lingkungan

 Genetik


(34)

BAB 3

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

3.2 Definisi Operasional

Pasien geriatri: Pasien yang berusia ≥ 60 tahun

Penyakit: Penyakit jantung dan penyakit dalam yang diderita oleh setiap pasien geriatri di Instalasi Rawat Inap B Teratai RSUP Fatmawati

Makanan: Makanan yang dikonsumsi oleh setiap pasien geriatri yang menderita penyakit jantung dan penyakit dalam di Instalasi Rawat Inap B Teratai RSUP Fatmawati

Obat:Obat yang diresepkan dan diberikan secara bersamaan pada setiap pasien geriatri yang menderita penyakit jantung dan penyakit dalam di Instalasi Rawat Inap B Teratai RSUP Fatmawati

Interaksi obat dengan obat: Interaksi obat dengan obat yang

teridentifikasi dan efeknya terjadi sesuai dengan yang tertulis di literaturpada pasien geriatri yang menderita penyakit jantung dan penyakit dalam di Instalasi Rawat Inap B Teratai RSUP Fatmawati

Interaksi obat dengan makanan dan minuman: Interaksi obat dengan makanan dan minuman yang teridentifikasi dan efeknya terjadi sesuai

Makanan dan minuman

Interaksi obat dengan obat

Obat

Penyakit

Interaksi obat dengan makanan

dan minumann Interaksi obat dengan Penyakit Pasien geriatri

Efek Interaksi obat dengan obat Efek Interaksi obat

dengan makanan dan minumann Efek Interaksi

obat dengan penyakit


(35)

dengan yang tertulis di literatur pada pasien geriatri yang menderita penyakit jantung dan penyakit dalam di Instalasi Rawat Inap B Teratai RSUP Fatmawati

Interaksi obat dengan penyakit: Interaksi obat dengan penyakit yang teridentifikasi dan efeknya terjadi sesuai dengan yang tertulis di literaturpada pasien geriatri yang menderita penyakit jantung dan penyakit dalam di Instalasi Rawat Inap B Teratai RSUP Fatmawati

Instalasi Rawat Inap B Teratai: Salah satu instalasi rawat inap di rumah sakit umum pusat Fatmawati yang terdiri dari lantai 4, 5 dan 6 gedung teratai, dimana lantai 4 melayani pasien bedah, lantai 5 melayani pasien penyakit dalam dan lantai 6 melayani pasien penyakit jantung dan syaraf.

3.3 Hipotesis

1. Ada interaksi antara obat dengan obat pada pasien geriatri yang menderita penyakit jantung dan penyakit dalam di Instalasi Rawat Inap B Teratai RSUP Fatmawati

2. Ada interaksi antara obat dengan makanan dan minuman pada pasien geriatri yang menderita penyakit jantung dan penyakit dalam di Instalasi Rawat Inap B Teratai RSUP Fatmawati

3. Ada interaksi antara obat dengan penyakit pada pasien geriatri yang menderita penyakit jantung dan penyakit dalam di Instalasi Rawat Inap B Teratai RSUP Fatmawati


(36)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.1.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Inap B Teratai RSUP Fatmawati

4.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Oktober-November 2012

4.2 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat observasional dan pengambilan data dilakukan secara prospektif.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien geriatri yang menderita penyakit jantung dan penyakit dalamdi instalasi rawat inap B Teratai RSUP Fatmawati

4.3.2 Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah semua pasien geriatri yang menderita penyakit jantung dan penyakit dalamdi instalasi rawat inap B Teratai RSUP Fatmawati yang memenuhi kriteria inklusi. Jumlah minimal sampel dihitung dengan rumus sebagai berikut (Sastroasmoro dan Ismael, 2010):

n = Zα2

x PQ d2 Keterangan:

n : Estimasi besar sampel

Zα : Nilai untuk derajat kemaknaan 5% yaitu 1,96 P :0,5 (Proporsi)


(37)

Q :1 – P = 0,5

d : Nilai untuk ketepatan relatif 10% yaitu 0,1 : Sehingga akan didapat perhitungan sebagai berikut:

n = (1,96)2 x (0,5 x 0,5) = 97 orang 0,12

Jadi, minimal sampel yang dibutuhkan adalah sebanyak 97 orang pasien geriatri.

4.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

4.4.1 Kriteria Inklusi

1. Pasien dengan umur ≥ 60 tahun

2. Pasien dirawat di Instalasi Rawat Inap B Teratai RSUP Fatmawati 3. Pasien menderita penyakit jantung dan atau penyakit dalam

4. Pasien mendapat ≥ 2 macam obat secara bersamaan 5. Pasien bersedia menjadi subjek dalam penelitian ini 4.4.2 Kriteria Eksklusi

1. Pasien dirawat atau meninggal kurang dari 48 jam perawatan 2. Pasien di rawat di ruang high care

4.5 Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan didapat dari: 1. Rekam medik pasien

2. Catatan obat di depo farmasi

3. Wawancara pasien dan atau keluarga pasien

4.6 Cara Kerja

1. Peneliti mengambil data dari rekam medik pasien setiap hari. Data yang diambil meliputi:

a. Nama, usia, jenis kelamin b. Diagnosis penyakit


(38)

2. Identifikasi interaksi obat berdasarkan literatur dengan menggunakan literatur Drug Interaction Facts tahun 2009, Stockley’s Drug Interaction edisi 8 tahun 2008, drug-druginteractionschecker dan Drug Information Handbook tahun 2009.

3. Observasi dan atau wawancara pasien dilakukan untuk mengetahui efek interaksi obat yang terjadi dibandingkan dengan yang tertulis di literatur

4.7 Analisis Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif untuk melihat sebaran data yang ada, antara lain:

1. Jenis obat, makanan dan minuman, dan penyakit pada pasien geriatri di Instalasi Rwat Inap B Teratai RSUP Fatmawati Periode Oktober-November 2012

2. Jumlah pasien geriatri yang mengalami interaksi obat 3. Jenis kelamin pasien geriatri yang mengalami interaksi obat 4. Usia pasien geriatri yang mengalami interaksi obat

5. Jumlah obat yang digunakan oleh pasien geriatri yang mengalami interaksi obat

6. Jumlah kasus interaksi obat yang terjadi pada pasien geriatri 7. Kasus interaksi obat dengan obat yang terjadi pada pasien geriatri 8. Kasus interaksi obat dengan penyakit yang terjadi pada pasien geriatri 9. Kasus interaksi obat yang efeknya tidak dapat diamati


(39)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Karakteristik Pasien Geriatri yang Menderita Penyakit Jantung dan Penyakit Dalam di Instalasi Rawat Inap B Teratai RSUP Fatmawati Periode Oktober-November 2012

1. Obat, Makanan dan Minuman, dan Penyakit

Tabel 4.1 Jenis Obat yang digunakan oleh pasien geriatri

Jenis Obat Jumlah Kasus %

Obat Penyakit Kardiovaskular 134 20,65

Obat Penyakit Saluran Pencernaan 132 20,34

Vitamin, Mineral dan Suplemen 91 14,02

Antibiotik 70 10,79

Antikoagulan, Antitrombotik dan Hemostatik 63 9,71

Antiemetik 56 8,63

Analgetik dan Antipiretik 36 5,55

Obat Penyakit Saluran Pernafasan 20 3,08

Obat Diabetes Melitus 20 3,08

NSAID 14 2,16

dll 13 2,00

649 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa obat untuk penyakit kardiovaskular merupakan obat yang paling banyak digunakan oleh pasien geriatri yaitu hampir 21% dari 649 jumlah jenis obat yang digunakan.

Tabel 4.2 Jenis Makanan dan Minuman yang dikonsumsi oleh pasien geriatri

Makanan dan Minuman %

Nasi

100 Lauk pauk (telur/tahu/tempe/sop/ayam/ikan)

Buah (pisang/pepaya/melon/semangka) Air putih

Teh 5


(40)

Tabel di atas menunjukkan bahwa pasien geriatri yang diamati mengkonsumsi makanan dan minuman yang sama, tetapi hanya 5 orang pasien yang mengkonsumsi teh dan 1 orang yang mengkonsumsi susu.

Tabel 4.3 Jenis penyakit yang diderita oleh pasien geriatri

Jenis Penyakit Jumlah Kasus %

Kardiovaskular 83 26,69

Penyakit Ginjal 54 17,36

Penyakit Saluran Pencernaan 52 16,72

Diabetes Melitus 34 10,93

Hematologi 33 10,61

Penyakit Paru 31 9,97

Penyakit Hati 17 5,47

Penyakit Infeksi 4 1,29

Asam urat dan Reumatik 3 0,96

311 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan penyakit yang paling banyak diderita oleh pasien geriatri yaitu hampir 27% dari 311 jumlah jenis penyakit.

2. Pasien Geriatri yang Mengalami Interaksi Obat

Tabel 4.4Jumlah pasien geriatri yang mengalami interaksi obat berdasarkan identifikasi secara literatur

Pasien N %

Dengan Interaksi Obat 61 61

Tanpa interaksi Obat 39 39

100 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa berdasarkan identifikasi interaksi obat secara literatur, didapatkan 61% dari 100 pasien geriatri mengalami interaksi obat. Adapun literatur yang digunakan adalah Drug Interaction Facts tahun 2009, Stockley’s Drug Interaction edisi 8 tahun 2008, drug-druginteractionschecker dan Drug Information Handbook tahun 2009.


(41)

Tabel 4.5Jumlah pasien geriatri yang mengalami interaksi obat berdasarkan hasil pengamatan

Pasien N %

Dengan Interaksi Obat 8 8

Tanpa interaksi Obat 92 92

100 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa berdasarkan hasil pengamatan, didapatkan 8% dari 100 pasien geriatri mengalami interaksi obat.

3. Jenis Kelamin

Tabel 4.6 Jumlah pasien geriatri berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin N %

Laki – laki 52 52

Perempuan 48 48

100 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 100 pasien geriatri yang diamati, 52% adalah laki – laki dan selebihnya adalah perempuan.

Tabel 4.7Jumlah pasien geriatri yang mengalami interaksi obat berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin N %

Laki – laki 4 50

Perempuan 4 50

8 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 8 pasien geriatri yang mengalami interaksi obat, masing-masing 50% adalah laki-laki dan perempuan


(42)

4. Usia

Tabel 4.8Jumlah pasien geriatri berdasarkan usia

Usia (Tahun) N %

60 - 64 43 43

65 - 69 26 26

70 - 74 20 20

75 - 79 7 7

≥ 80 4 4

100 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 100 pasien geriatri yang diamati, 43% berusia antara 60-64 tahun dan selebihnya berusia ≥ 65 tahun.

Tabel 4.9Jumlah pasien geriatri yang mengalami interaksi obat berdasarkan usia

Usia (Tahun) N %

60 - 64 5 62,5

65 - 69 2 25

70 - 74 - -

75 - 79 1 12,5

≥ 80 - -

8 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 8pasien geriatri yang mengalami interaksi obat, 62,5% berusia antara 60-64 tahun dan selebihnya berusia antara 65-79 tahun.

5. Jumlah Macam Obat yang Digunakan

Tabel 4.10Jumlah pasien geriatri berdasarkan jumlah macam obat yang digunakan

Jumlah Macam Obat N %

2 2 2

3 – 4 11 11

≥ 5 87 87


(43)

Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 100 pasien geriatri yang diamati, 87% mendapatkan ≥ 5 macam obat dan selebihnya mendapatkan 2-4 macam obat.

Tabel 4.11 Jumlah pasien geriatri yang mengalami interaksi obat berdasarkan jumlah macam obat yang digunakan

Jumlah Macam Obat N %

2 - -

3 – 4 1 12,5

≥ 5 7 87,5

8 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 8 pasien geriatri yang mengalami interaksi obat, sekitar 87,5% mendapatkan ≥ 5 macam obat dan hanya sekitar 12,5% mendapatkan 4 macam obat.

5.1.2 Gambaran Interaksi Obat Pada Pasien Geriatri yang Menderita Penyakit Jantung dan Penyakit Dalam di Instalasi Rawat Inap B Teratai RSUP Fatmawati Peride Oktober-November 2012

1. Jumlah Kasus Interaksi Obat

Tabel 4.12 Jumlah kasus interaksi obat berdasarkan literatur

Interaksi Obat Jumlah Kasus %

Interaksi Obat-Obat 114 56,16

Interaksi Obat-Makanan dan Minuman 49 24,14

Interaksi Obat-Penyakit 40 19,70

203 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 203 kasus interaksi obat yang terjadi berdasarkan literatur, sekitar 56% diantaranya adalah interaksi obat dengan obat, sekitar 24% adalah interaksi obat dengan makanan dan minuman dan hampir 20% adalah interaksi obat dengan penyakit. Adapun kasus interaksi obat yang terjadi berdasarkan literatur dapat dilihat pada lampiran 1.


(44)

Tabel 4.13 Jumlah kasus interaksi obatberdasarkan hasil pengamatan

Interaksi Obat Jumlah Kasus %

Interaksi Obat-Obat 6 46,15

Interaksi Obat-Makanan dan Minuman - -

Interaksi Obat-Penyakit 7 53,85

13 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 13 kasus interaksi obat yang didapat berdasarkan hasil pengamatan, sekitar 46% diantaranya adalah interaksi obat dengan obat dan hampir 54% adalah interaksi obat dengan penyakit. Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya kasus interaksi obat dengan makanan dan minuman.

2. Kasus Interaksi Obat dengan Obat

Tabel 4.14 Kasus interaksi obat dengan obat

Interaksi Obat Efek Level Kemaknaan

Klinis

Jumlah

Kasus %

Captopri - Furosemid

Terjadi peningkatan kadar serum ureum dan serum kreatinin

3 3 50

Ondansetron - Tramadol

Efek tramadol menurun (nyeri pada pasien tidak hilang)

3 2 33,33

Captopril - Valsartan

Terjadi peningkatan kadar serum ureum dan serum kreatinin

3 1 16,67

6 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat 6 kejadian kasus interaksi obat dengan obat yang efeknya terjadi pada pasien geriatri sesuai dengan yang tertulis di literatur, dimana masing-masing 50% adalah interaksi antara captopril-furosemid, sekitar 33% adalah interaksi antara ondansetron-tramadol, dan hampir 17% adalah interaksi antara captopril-valsartan. Hasil pengamatan kadar serum ureum dan serum kreatinin pada pasien dapat dilihat pada lampiran 9.


(45)

3. Kasus Interaksi Obat dengan Penyakit

Tabel 4.15 Kasus interaksi obat dengan penyakit

Interaksi Obat Efek Level Kemaknaan

Klinis

Jumlah

Kasus %

Furosemid -Penyakit ginjal

Terjadi peningkatan kadar serum ureum dan serum kreatinin

3 4 57,14

Captopril -Penyakit ginjal

Terjadi peningkatan kadar serum ureum dan serum kreatinin

3 1 14,29

Lisinopril - Penyakit ginjal

Terjadi peningkatan kadar serum ureum dan serum kreatinin

3 1 14,29

Valsartan - Penyakit ginjal

Terjadi peningkatan kadar serum ureum dan serum kreatinin

3 1 14,29

7 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat 7 kejadian kasus interaksi obat dengan penyakit yang efeknya terjadi pada pasien geriatri sesuai dengan yang tertulis di literatur, dimana sekitar 57% adalah interaksi antara furosemid dengan penyakit ginjal dan masing-masing sekitar 14% adalah interaksi antara captopril, lisinopril dan valsartan dengan penyakit ginjal. Hasil pengamatan kadar serum ureum dan serum kreatinin pada pasien dapat dilihat pada lampiran 9.

4. Kasus Interaksi Obat yang Diamati

Tabel 4.16 Kasus interaksi obat yang tidak dapat diamati

No Interaksi Obat Parameter yang Diamati

1 Domperidon - Paracetamol Kecepatan absorbsi paracetamol 2 Allopurinol - Captopril Jumlah leukosit

3 Bicnat - Sukralfat Efek sukralfat 4 CaCO3 -Sukralfat Efek sukralfat

5 Amlodipin - Simvastatin Kadar metabolit aktif simvastatin 6 Captopril - Digoksin Kadar digoksin dalam plasma 7 Clopidogrel - Omeprazole Semakin parahnya infark miokard 8 Amlodipin – Gangguan hati Risiko dosis berlebih

Tabel di atas menunjukkan beberapa interaksi obat yang parameter yang seharusnya diamati pada pasien geriatri tidak dapat diamati oleh peneliti.


(46)

Tabel 4.17 Kasus interaksi obat yang dapat diamati

No Interaksi Obat Parameter yang Diamati Parameter yang

Teramati Pada Pasien

1 Captopril - Furosemid Tekanan darah dan fungsi ginjal Kadar serum ureum dan serum kreatinin

2 Amlodipine - Captopril Tekanan darah -

3 Aspirin - Captopril Tekanan darah -

4 Aspirin - Clopidogrel PT dan INR -

5 Captopril - Insulin Kadar glukosa darah -

6 Captopril - Suplemen Kalium Kadar kalium darah -

7 Amlodipine - Aspirin Tekanan darah -

8 Suplemen Kalium - Valsartan Kadar kalium darah -

9 Amlodipine - CaCO3 Tekanan darah -

10 Captopril - Valsartan Tekanan darah dan fungsi ginjal Kadar serum ureum dan serum kreatinin

11 Aspirin - Insulin Kadar glukosa darah -

12 CaCO3 - Captopril Tekanan darah -

13 Captopril - Spironolacton Kadar kalium darah - 14 Ondansetron - Tramadol Efek analgesik tramadol Nyeri pada pasien

15 Simvastatin - Warfarin PT dan INR -

16 Allopurinol - Sukralfat Efek allopurinol -

17 Amiodaron - Warfarin PT dan INR -

18 Amlodipine - Ketorolac Tekanan darah -

19 Aspirin - Bisoprolol Tekanan darah -

20 Captopril - Ketorolac Tekanan darah dan fungsi ginjal -

21 Furosemid -Warfarin PT dan INR -

22 Captopril –Nasi, lauk pauk dan Makanan yang mengandung Kalium

Tekanan darah dan kadar

kalium darah -

23 Valsartan - Makanan yang mengandung Kalium

Kadar kalium darah

- 24 Ciprofloxacin - Minuman yang

mengandung caffein

Efek samping caffein

- 25 Captopril - Penyakit ginjal Fungsi ginjal Kadar serum ureum

dan serum kreatinin 26 Furosemid - Penyakit ginjal Fungsi ginjal Kadar serum ureum dan serum kreatinin 27 Valsartan - Penyakit ginjal Fungsi ginjal Kadar serum ureum dan serum kreatinin 28 Suplemen Kalium - Penyakit ginjal Kadar kalium darah - 29 Lisinopril - Penyakit ginjal Fungsi ginjal Kadar serum ureum

dan serum kreatinin 30 Levofloxacin - Penyakit ginjal Fungsi ginjal -

31 Aspirin - Gangguan hati Fungsi hati -

32 Bisoprolol - Diabetes melitus Kadar glukosa darah - 33 Metyl Prednisolon - Diabetes melitus Kadar glukosa darah - 34 Suplemen Kalium - Gagal jantung Kadar kalium darah - Ket: (-) Tidak teramati pada pasien

Tabel di atas menunjukkan beberapa interaksi obat yang parameter yang seharusnya diamati pada pasien geriatri dapat diamati oleh peneliti.


(47)

5.2 Pembahasan

5.2.1 Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini masih banyak variabel lain yang belum diukur. Hal ini karena adanya keterbatasan waktu penelitian, keterbatasan dana penelitian dan keterbatasan pengetahuan peneliti.Hasil pengamatan dilapangan menunjukkan bahwa tidak semua efek dari interaksi obat dapat diamati oleh peneliti.

5.2.2 Pembahasan Hasil Penelitian

Penelitian tentang interaksi obat pada pasien geriatri ini dilakukan di Instalasi Rawat Inap B Teratai RSUP Fatmawati selama periode bulan Oktober sampai November 2012 dan didapatkan 100 orang pasien geriatri yang memenuhi kriteria inklusi sebagai sampel. Hasil pengamatan menunjukkan bahwasanya obat-obat untuk penyakit kardiovaskular merupakan obat-obat yang paling banyak digunakan oleh subjek penelitian (pasien geriatri), dimana terlihat juga bahwa penyakit yang paling banyak diderita adalah penyakit kardiovaskular.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis 1 dan 3 terbukti, dimana ada interaksi antara obat dengan obat dan obat dengan penyakit pada pasien geriatri yang menderita penyakit jantung dan penyakit dalam di Instalasi Rawat Inap B Teratai RSUP Fatmawati, dan hipotesis 2 tidak terbukti karena tidak ditemukannya interaksi antara obat dengan makanan dan minuman.

Berdasarkan identifikasi interaksi obat secara literatur, didapatkan pasien geriatri yang mengalami interaksi obat lebih banyak (61 pasien) dibandingkan dengan pasien geriatri yang tidak mengalami interaksi obat. Hasil pengamatan terhadap efek interaksi obat tersebut pada pasien geriatri didapatkan bahwa pasien geriatri yang tidak mengalami interaksi obat jauh lebih banyak dibandingkan dengan pasien geriatri yang mengalami interaksi obat (8 pasien), dimana jumlah pasien geriatri yang mengalami interaksi obat dengan jenis kelamin perempuan dan jenis kelamin laki-laki adalah sama banyak, yaitu masing-masing 4 pasien.

Pada penelitian ini, pasien geriatri yang berusia antara 60-69 tahun lebih banyak mengalami interaksi obat dibandingkan pasien geriatri dengan umur 70 tahun atau lebih. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ningsih (2004), Restalita (2010) dan Soherwardi et al (2012) dimana juga didapatkan


(48)

bahwa pasien geriatri yang berusia antara 61-70 tahun lebih banyak mengalami interaksi obat dibandingkan dengan pasien geriatri usia lainnya. Akan tetapi, jumlah pasien yang mengalami interaksi obat berdasarkan usia sebanding dengan jumlah pasien yang diamati berdasarkan usia, dimana sebagian besar pasien geriatri yang diamati pada penelitian ini berusia antara 60-69 tahun.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pasien geriatri yang paling banyak mengalami interaksi obat adalah pasien geriatri yang mendapatkan lima macam obat atau lebih (polifarmasi). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Doubova et al (2007), Ningsih (2004) dan Restalita (2010) dimana juga didapatkan bahwa pasien geriatri yang paling banyak mengalami interaksi obat adalah pasien geriatri yang mendapatkan resep obat polifarmasi. Menurut Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik (2004), multipatologi merupakan salah satu karakteristik pasien geriatri, yang menyebabkannya mendapatkan obat lebih dari 2 macam, lebih dari 3 macam atau bahkan lebih dari 4 macam. Hal ini dapat meningkatkan risiko terjadinya interaksi obat, sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa risiko terjadinya interaksi obat meningkat dengan meningkatnya jumlah obat yang diresepkan per pasien (Ningsih, 2004; Yeni, 2010; Neto et al., 2012).

Interaksi obat pada pasien geriatri yang diamati pada penelitian ini adalah interaksi obat dengan obat, interaksi obat dengan makanan dan minuman dan interaksi obat dengan penyakit. Dari hasil identifikasi interaksi obat berdasarkan literatur didapatkan 203 kasus interaksi obat dengan obat, interaksi obat dengan makanan dan minuman dan interaksi obat dengan penyakit (Lampiran 1), sedangkan hasil pengamatan menunjukkan adanya 13 kasus interaksi obat dengan obat dan interaksi obat dengan penyakit yang efeknya terjadi pada pasien geriatri yang menderita penyakit jantung dan penyakit dalam di instalasi rawat inap B Teratai RSUP Fatmawati sesuai dengan yang tertulis di literatur.

Perbedaan jumlah interaksi obat yang diidentifikasi berdasarkan literatur dengan jumlah interaksi obat hasil pengamatan dilapangan ini disebabkan karena beberapa dari interaksi yang diidentifikasi berdasarkan literatur efeknya dapat diamati tetapi tidak terjadi pada pasien geriatri yang diamati, selain itu juga


(49)

disebabkan karena tidak semua efek dari interaksi obat yang teridentifikasi secara literatur efeknya dapat diamati dan dapat diukur oleh peneliti.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dari 6kejadian kasus interaksi obat dengan obat yang yang efeknya terjadi pada pasien geriatri sesuai dengan yang tertulis di literatur, 3 diantaranya adalah interaksi antara captopril dengan furosemid. Secara teoritis, captopril merupakan obat antihipertensi yang bekerja menghambat angiotensin converting enzyme (ACE) dan furosemid merupakan obat antihipertensi yang bekerja dengan cara mengurangi retensi air dan garam sehingga mengurangi volume ekstraseluler (Nafrialdi, 2007). Penggunaan bersama captopril dengan furosemid pada beberapa pasien dapat meningkatkan risiko hipotensi. Selain itu, penggunaan bersamaan keduanya juga dapat memperburuk fungsi ginjal pasien (Baxter, 2008). Hasil pengamatan menunjukkan tiga orang pasien dengan interaksi obat ini mengalami peningkatan kadar serum ureum dan serum kreatinin selama limahari sampaidua minggu penggunaan obat secara bersamaan. Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa interaksi obat ini termasuk dalam interaksi level kemaknaan klinis 3, dimana diperlukan suatu tindakan untuk meminimalkan risiko dari interaksi obat ini. Adapun tindakan yang direkomendasikan adalah pemantauan fungsi ginjal pasien secara berkala, penggantian atau bahkan penghentian penggunaan obat tersebut pada pasien jika terjadi penurunan fungsi ginjal yang signifikan (Drug Information Handbook, 2009).

Interaksi obat dengan obat lainnya yang terjadi adalah interaksi antara ondansetron dengan tramadol. Secara teoritis, tramadol bekerja dengan meningkatkan efek ambilan norefinefrin dan serotonin dan ondansetron bekerja dengan menghambat efek serotonin-mediated dari tramadol, sehingga efek analgetik tramadol menurun (Baxter, 2008). Hasil pengamatan menunjukkan dua orang pasien yang menggunakan kedua obat ini secara bersamaan mengeluh tetap merasa nyeri meski telah mengkonsumsi obat. Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa interaksi obat ini termasuk dalam interaksi level kemaknaan klinis 3, dimana diperlukan suatu tindakan untuk meminimalkan risiko dari interaksi obat ini. Adapun tindakan yang direkomendasikan adalah penyesuaian dosis tramadol jika digunakan bersama ondansetron, yaitu menjadi dua kali dosis


(1)

(Lanjutan)

Interaksi Obat Mekanisme Efek Penanganan

Amlodipin Simvastatin

Amlodipine menghambat metabolisme simvastatin

(drug-druginteractionschecker)

Konsentrasi metabolit aktif simvastatin dalam plasma meningkat

Monitor tanda-tanda toksisitas simvastatin pada otot (nyeri otot, lemah otot yang disertai demam, lemas dan warna urine yang gelap)

Captopril Digoksin

Captopril mengurangi sekresi tubular digoxin (Drug Interaction Facts, 2009;Stockley’s Drug Interaction, 2008; drug-druginteractionschecker)

Kadar digoxin dalam plasma meningkat

Monitor tanda-tanda toksisitas digoxin (mual, muntah, denyut nadi lambat, denyut jantung tidak teratur) pada pasien

Captopril Spironolakton

Efek sinergis diuretik hemat kalium spironolakton dengan captopril dapat menurunkan level

aldosteron dan menyebabkan retensi kalium (Drug Interaction Facts, 2009;Stockley’s Drug Interaction, 2008; drug-druginteractionschecker)

Menyebabkan hiperkalemia

Monitor kadar kalium darah pasien

Ondansetron Tramadol

Ondansetron mengantagonis efek serotonin-mediated tramadol

(Stockley’s Drug Interaction, 2008; drug -druginteractionschecker)

Efek analgesik tramadol menurun

Peningkatan dosis tramadol menjadi 2 kali dosis normal

Simvastatin Warfarin

Simvastatin menghambat metabolisme warfarin (Drug Interaction Facts, 2009;Stockley’s Drug Interaction, 2008; drug-druginteractionschecker)

Efek warfarin meningkat Monitor PT, INR dan tanda-tanda perdarahan pada pasien

Allopurinol Sukralfat

Sukralfat menurunkan absorbsi allopurinol

(drug-druginteractionschecker)

Efek terapeutik allopurinol menurun

Allopurinol diberikan 1 jam sebelum atau 2 jam setelah sukralfat

Amiodaron Warfarin

Amiodaron menghambat metabolisme warfarin (Drug Interaction Facts, 2009;Stockley’s Drug Interaction, 2008; drug-druginteractionschecker)

Efek warfarin meningkat dan meningkatkan risiko perdarahan

Monitor PT, INR dan tanda-tanda perdarahan pada pasien

Amlodipin Ketorolac

Terjadinya perubahan sifat pembuluh darah sehingga menyebabkan penurunan efek amlodipin

(drug-druginteractionschecker)

Efek antihipertensi amlodipine menurun


(2)

(Lanjutan)

Interaksi Obat Mekanisme Efek Penanganan

Aspirin Bisoprolol

Aspirin menghambat pembentukan prostaglandin sehingga menurunkan efek antihipertensi bisoprolol

(Drug Interaction Facts, 2009;Stockley’s Drug Interaction, 2008; drug-druginteractionschecker)

Efek bisoprolol menurun Monitor tekanan darah pasien

Captopril Ketorolac

Ketorolac menginduksi penghambatan sintesis prostaglandin sehingga menurunkan efek antihipertensi captopril

(drug-druginteractionschecker)

Efek antihipertensi captopril menurun dan memperburuk fungsi ginjal

Monitor tekanan darah dan fungsi ginjal pasien

Clopidogrel Omeprazole

Omeprazole menghambat enzim yang berperan dalam bioaktivasi metabolit clopidogrel (Drug Interaction Facts, 2009;Stockley’s Drug Interaction, 2008; drug-druginteractionschecker)

Meningkatkan risiko semakin parahnya infark miokard dan

meningkatkan risiko timbulnya serangan jantung, stroke dan angina yang tidak stabil

Hindari pemakaian keduanya, jika Proton pump inhibitor memang dibutuhkan,

lansoprazole atau pantoprazole merupakan alternatif yang lebih aman

Furosemid Warfarin

Furosemid menggantikan warfarin pada tempat ikatannya dengan protein plasma

(Drug Interaction Facts, 2009;Stockley’s Drug Interaction, 2008; drug-druginteractionschecker)

Efek warfarin meningkat Monitor PT, INR dan tanda-tanda perdarahan pada pasien

Captopril

Nasi, lauk pauk dan makanan yang mengandung kalium

Nasildan lauk pauk dapat menurunkan absorpsi captopril dan efek sinergis makanan yang mengandung kalium dengan captopril yang dapat meningkatkan kadar kalium darah dengan menghambat sistem renin- aldosteron angiotensin (Stockley’s Drug Interaction, 2008;

drug-druginteractionschecker)

Efek captopril menurun dan dapat menyebabkan hiperkalemia

Monitor tekanan darah dan kadar kalium darah pasien

Valsartan Makanan yang mengandung kalium

Efek sinergis makanan yang mengandung kalium denganvalsartan yang dapat meningkatkan kadar kalium darah dengan menghambat angiotensin II yang menginduksi sekresi aldosteron

(drug-druginteractionschecker)

Menyebabkan hiperkalemia

Monitor kadar kalium darah pasien


(3)

(Lanjutan)

Interaksi Obat Mekanisme Efek Penanganan

Ciprofloxacin

Minuman yang mengandung

caffein

Ciprofloxacin menghambat enzim metabolisme caffein

(drug-druginteractionschecker)

Meningkatkan risiko timbulnya efek samping caffein

Monitor timbulnya sakit

kepala/gemetar/insomnia pada pasien

Captopril Penyakit ginjal

-

(Stockley’s Drug Interaction; Drug Information Handbook, 2009)

Memperburuk fungsi

ginjal/meningkatkan kadar serum kreatinin

Monitor fungsi ginjal/kadar serum kreatinin pasien

Furosemid Penyakit ginjal

-

(Stockley’s Drug Interaction; Drug Information Handbook, 2009)

Memperburuk fungsi ginjal/ meningkatkan kadar serum kreatinin

Monitor fungsi ginjal/kadar serum kreatinin pasien

Valsartan Penyakit ginjal

-

(Stockley’s Drug Interaction; Drug Information Handbook, 2009)

Memperburuk fungsi ginjal/ meningkatkan kadar serum kreatinin

Monitor fungsi ginjal/kadar serum kreatinin pasien

Suplemen kalium Penyakit ginjal

-

(Drug Information Handbook, 2009)

Meningkatkan risiko hiperkalemia pada pasien dengan gangguan ginjal yang parah

Monitor kadar kalium darah. Kontraindikasi pada pasien dengan gangguan ginjal yang parah

Lisinopril Penyakit ginjal

-

(Drug Information Handbook, 2009)

Memperburuk fungsi

ginjal/meningkatkan kadar serum kreatinin

Monitor fungsi ginjal/kadar serum kreatinin pasien

Levofloxacin Penyakit ginjal

-

(Drug Information Handbook, 2009)

Memperburuk fungsi

ginjal/meningkatkan kadar serum kreatinin

Monitor fungsi ginjal/kadar serum kreatinin pasien

Amlodipin Gangguan hati -

(Drug Information Handbook, 2009)

Risiko dosis berlebih Dianjurkan penggunaan dosis yang lebih rendah bagi pasien geriatri

Aspirin Gangguan hari

-

(Drug Information Handbook, 2009)

Hindari penggunaan aspirin pada pasien dengan gangguan hati yang parah

Monitor fungsi hati pasien

Bisoprolol Diabetes melitus -

(Drug Information Handbook, 2009)

Meningkatkan risiko hipoglikemia Monitor kadar glukosa darah pasien

Metyl prednisolon Diabetes melitus (Drug Information Handbook, 2009)- Dapat memperparah DM /menyebabkan hiperglikemia

Monitor kadar glukosa darah pasien

Suplemen kalium Gagal jantung -

(Drug Information Handbook, 2009)


(4)

Lampiran 9. Data Kasus Interaksi Obat yang Terjadi Pada Pasien Geriatri

No Diagnosis Obat Interaksi Obat Efek Hasil Pengamatan

1 NSTEMI Hipertensi Anemia CKD

ISDN 3x10 mg Lisinopril 1x5 mg Clopidogrel 1x75 mg Diazepam 3x2 mg Simvastatin 1x10 mg Amlodipin 1x5 mg Valsartan 1x80 mg Dexamethason 2x0,5 mg Loratadine 1x10 mg Allopurinol 1x100 mg Furosemid inj 2x40 mg

Lisinopril-CKD Valsartan-CKD Furosemid-CKD

Memperburuk fungsi

ginjal/meningkatkan kadar serum ureum dan serum kreatinin

Serum ureum Serum Kreatinin (27/9) 73 mg/dL 2,1 mg/dL (1/10) 126 mg/dL 2,7 mg/dL

2 Gangren diabetik Paracetamol 3X500 mg Domperidone 3x10 mg Simvastatin 1x10 mg Captopril 2x6,25 mg KSR 3x1 tab Warfarin 1x2 mg

Ciprofloxacin inj 2x200 mg Valsartan 1x80 mg

Cilostazol 2x50 mg Insulin 1x28 unit

Captopril-Valsartan Memperburuk fungsi

ginjal/meningkatkan kadar serum ureum dan serum kreatinin

Serum ureum Serum Kreatinin (29/9) 24 mg/dL 0,6 mg/dL (2/10) 43 mg/dL 0,8 mg/dL (4/10) 45 mg/dL 1,1 mg/dL

3 Anemia Dispepsia Hipoalbumin Hipokalemia

Domperidone 3x10 mg Paracetamol 3x1000 mg Sulfas ferosus 1x300 mg Curcuma 3x200 mg Simvastatin 1x10 mg Tramadol inj 3x50 mg Cefotaxime inj 3x1 gr Ranitidine inj 2x50 mg Ondansetron inj 3x4 mg Ciprofloxacin inj 2x200 mg

Ondansetron-Tramadol Efek analgetik tramadol menurun

Keluhan nyeri tetap terasa walaupun telah mengkonsumsi obat


(5)

(Lanjutan)

No Diagnosis Obat Interaksi Obat Efek Hasil Pengamatan

4 CHF ISDN 3x5 mg

Captopril 2x12,5 mg Warfarin 1x1 mg Simvastatin 1x10 mg Laxadine 3xC1

Furosemide inj 1x20 mg

Captopril- Furosemid Memperburuk fungsi

ginjal/meningkatkan kadar serum ureum dan serum kreatinin

Serum ureum Serum Kreatinin (23/9) 34 mg/dL 1,5 mg/dL (3/10) 141 mg/dL 5,7 mg/dL

5 NSTEMI Anemia Hipertensi CKD

Hipoglikemia

ISDN 3x5 mg Aspirin 1x80 mg Clopidogrel 1x75 mg Simvastatin 1x20 mg Laxadine syr 1xC1 Bisoprolol 1x2,5 mg Captopril 2x21,5 mg Furosemide inj 1x20 mg

Captopril-Furosemid Captopril-CKD Furosemid-CKD

Memperburuk fungsi

ginjal/meningkatkan kadar serum ureum dan serum kreatinin

Serum ureum Serum Kreatinin (20/10) 49 mg/dL 2,4 mg/dL (24/10) - 2,7 mg/dL (31/10) 105 mg/dL 2,8 mg/dL (1/11) 109 mg/dL 3,3 mg/dL

6 CKD Hipertensi Dispepsia Hipokalemia

Amlodipin 1x10 mg CaCO3 3x500 mg Bicnat 3x500 mg Vit B12 3x50 mcg Asam folat 1x15 mg Omeprazole 2x40 mg Ondansetron 3x4 mg Tramadol 3x37,5 mg Paracetamol 3x325 mg Furosemid inj 2x40 mg

Ondansetron-Tramadol

Furosemid-CKD

Efek analgesik tramadol menurun

Memperburuk fungsi

ginjal/meningkatkan kadar serum ureum dan serum kreatinin

Keluhan nyeri tetap terasa walaupun telah mengkonsumsi obat

Serum ureum Serum Kreatinin (2/11) 79 mg/dL 4,2 mg/dL (6/11) 161mg/dL 7,0 mg/dL


(6)

(Lanjutan)

No Diagnosis Obat Interaksi Obat Efek Hasil Pengamatan

7 NSTEMI Hipertensi

Captopril 2x6,25 mg ISDN 3x5 mg Warfarin 1x1 mg KSR 1x600 mg Allopurinol 3x100 mg Furosemid inj 1x40 mg

Captopril-Furosemid Memperburuk fungsi

ginjal/meningkatkan kadar serum ureum dan serum kreatinin

Serum ureum Serum Kreatinin (1/11) 113 mg/dL 1,2 mg/dL (14/11) 133 mg/dL 1,7 mg/dL (20/11) 259 mg/dL 2,6 mg/dL

8 Dyspenueu CKD

Domperidone 3x10 mg Clonidin 2x0,15 mg Asam folat 1x15 mg Bicnat 3x500 mg Vit B12 3x50 mcg OBH 3xC1

Ondansetron inj 3x4 mg Furosemid inj 2x20 mg Ranitidin inj 2x50 mg Ceftriaxone inj 1x2 gr

Furosemid-CKD Memperburuk fungsi

ginjal/meningkatkan kadar serum kreatinin

Serum ureum Serum Kreatinin (21/11) 396 mg/dL 6,1 mg/dL (24/11) 381 mg/dL 7,0 mg/dL (26/11) 366 mg/dL 6,6 mg/dL


Dokumen yang terkait

Studi Retrospektif Interaksi Obat pada Pasien Pediatrik Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari–Juni 2012

8 116 168

Karakteristik Penderita Penyakit Jantung Koroner Rawat Inap Di Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2000-2004

0 32 101

Interaksi Obat pada pasien Jantung di ICCU RSUP Fatmawati Periode September –November 2012

1 8 48

POLA PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT Jantung Koroner Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Tahun 2012.

2 7 12

POLA PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT “A” KUDUS Jantung Koroner Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Tahun 2012.

0 2 11

TINJAUAN INTERAKSI OBAT PADA PASIEN GAGAL JANTUNG KONGESTIF DI INSTALASI RAWAT INAP TINJAUAN INTERAKSI OBAT PADA PASIEN GAGAL JANTUNG KONGESTIF DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM ISLAM KUSTATI SURAKARTA PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008.

0 1 16

TINJAUAN INTERAKSI OBAT PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II GERIATRI DI INSTALASI RAWAT INAP TINJAUAN INTERAKSI OBAT PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II GERIATRI DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 2006.

0 2 16

Kajian interaksi obat pada pasien penyakit jantung koroner di instalansi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2005.

1 20 96

IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT PADA PASIEN PENYAKIT DALAM RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MARGONO SOEKARDJO PURWOKERTO

1 1 15

Kajian interaksi obat pada pasien penyakit jantung koroner di instalansi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2005 - USD Repository

0 0 94