BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Teori Keagenan Agency Theory
Agency Theory merupakan suatu basis teori yang telah mendasari praktik bisnis saat ini. Teori ini muncul sebagai akibat dari pemilik saham
principle yang mendelegasikan wewenang terhadap seseorang yang disebut agent dalam mengelola perusahaan yang dimiliki. Pihak principle termotivasi
untuk terus menyejahterakan dirinya dengan profitabilitas atau pengembalian yang terus meningkat dari perusahaan. Sedangkan pihak agen termotivasi
untuk terus memenuhi kebutuhan ekonomi dan psikologisnya dengan perolehan bonus, kompensasi, kontrak, maupun investasi.
Asumsi dasar dari agency theory ini adalah hubungan antara principle
dan agent pada hakikatnya sukar tercipta karena adanya perbedaan kepentingan antara keduanya. Karena wewenanng pengelolaan perusahaan
diserahkan kepada manager, sehingga konflik ini memunculkan adanya asymmetrical information antara kedua belah pihak. Asymmetrical
information terjadi karena manager sebagai agent memiliki informasi lebih banyak mengenai perusahaan yang dikelola dibandingkan dengan pemilik
sebagai principal. Ketidakseimbangan informasi ini akan dimanfaatkan oleh pihak agen untuk memaksimalkan kepentingan pribadinya.
Eisenhardt 1989 mengemukakan tiga asumsi sifat dasar manusia yaitu: 1 manusia pada umunya mementingkan diri sendiri self interest , 2
manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang bounded rationality, dan 3 manusia selalu menghindari resiko risk
adverse. Berkaitan dengan asumsi tersebut, hal yang menjadi fokus utama bahwa suatu informasi yang disajikan oleh suatu pihak untuk pihak yang lain
adalah diragukan reabilitasnya. Dengan berdasar pada kepentingan pribadi, seorang agent akan sangat memungkinkan untuk mengolah ataupun
mengubah suatu informasi yang diberikan untuk principal. Konflik keagenan ini semakin diperkuat manakala principal tidak
dapat memonitor seluruh aktivitas dari CEO sehingga principal tidak mengetahui apakah agen sudah bekerja sesuai dengan keinginan pemegang
saham. Karena minimnya pengawasan dari pemilik perusahaan sehingga agent memiliki peluang untuk bertindak dengan tidak semestinya untuk kepentingan
pribadinya atau biasa disebut sebagai dysfunctional behavior. Hal ini pada akhirnya akan merugikan pihak pemegang saham.
Untuk meminimalisir dan membatasi perilaku penyimpangan dari agen yaitu dengan menerapkan good corporate governance. Dengan prinsip
prinsip GCG yang diterapkan perusahaan fairness, disclosure and transparancy, Accountability, responsibility, independency maka kualitas
informasi yang dihasilkan oleh manager juga bisa lebih terbuka dan terpercaya.
2.1.2 Signalling Theory Teori Sinyal