Analisa Kekerasan Dan Struktur Mikro Pada Daerah Interface Hasil Proses Cladding Material Stainless Steel Terhadap Baja Karbon Menengah
ANALISA KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO
PADA DAERAH INTERFACE HASIL PROSES
CLADDING MATERIAL STAINLESS STEEL
TERHADAP BAJA KARBON MENENGAH
SKRIPSI
Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
BRESMAN P SIBORO NIM. 100421024
PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
(3)
(4)
(5)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat bagi mahasiswa Teknik Mesin dalam menyelesaikan studi di Universitas Sumatera Utara.
Adapun judul dari skripsi ini adalah “Analisa Kekerasan Dan Struktur Mikro Pada Daerah Interface Hasil Proses Cladding Material Stainless Steel Terhadap Baja Karbon Menengah”.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr.Ing.Ir. Ikhwansyah Isranuri sebagai ketua Departemen Teknik Mesin FT - USU.
2. Bapak Ir. Syahrul Abda, M.Sc, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam menyusun skripsi ini.
3. Bapak/Ibu Staff Pengajar dan Pegawai di Departemen Teknik Mesin USU. 4. Teman Satu angkatan yang telah memberikan semangat kepada penulis
untuk penyelesaian tugas sarjana ini.
5. Kedua orang tua saya, Sixjen P. Siboro dan bunda tersayang Helmyna br. Sibarani yang selalu memberikan doa, nasehat, perhatian , materi dan
(6)
moril serta dukungan kepada penulis hingga dapat menyelesaikan tugas sarjana ini.
6. Teman satu kerja Legiman, Haryono, Sumarno, Muslim Ginting yang telah banyak menbantu saya dalam melakukan pengujian dan banyak memberikan masukan.
7. Kekasih saya Anggriany br. Sembiring yang menjadi semangat saya dalam menyelesaikan tugas sarjana ini.
8. Adik saya Sardo Haryson P. Siboro yang banyak memberi dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan kuliah dan hingga tugas sarjana ini selesai.
Semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu yang didapat selama dibangku kuliah. Apabila terdapat kesalahan dalam penyusunan serta bahasa yang tidak tepat dalam skripsi ini penulis mengharapkan masukan dan kritikan yang bersifat membangun dalam penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh kalangan yang membacanya.
Medan, 14 Maret 2014 Penulis,
BRESMAN P. SIBORO NIM : 100421024
(7)
ABSTRAK
Penggunaaan Baja karbon menengah dalam dunia industri masih sangat banyak digunakan. Namun dalam aplikasi tertentu, seperti peralatan otomotif, konstruksi dekat laut, tangki tekanan tinggi, Baja karbon menengah perlu dilapis dengan stainless steel agar dapat digunakan sesuai aplikasinya dan masa pakai yang tahan lama. Proses yang diteliti adalah proses cladding yaitu ikatan bersama-sama dari dua logam berbeda. Cladding dapat dicapai dengan dua logam, melalui logam induk dan logam pelapis serta menekan lembaran bersama dibawah tekanan dan temperatur tinggi (850 0C). Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan nilai kekerasan dan mengamati difusi yang terjadi pada struktur mikro di daerah antar muka. Pengujian yang dilakukan adalah uji kekerasan dan uji struktur mikro. Nilai kekerasan pada daerah antar muka pada masing – masing varian waktu penahanan 20 menit, 40 menit dan 60 menit ditemukan peningkatan nilai kekerasan secara berturut – turut yakni 113,5 BHN, 125,6 BHN dan 128,30 BHN. Analisa struktur mikro waktu penahanan 20 menit terjadi difusi, tetapi belum sepenuhnya disepanjang daerah antar muka, pada waktu penahanan 40 menit difusi yang terjadi disepanjang daerah antar muka, dan pada waktu penahanan 60 menit difusi yang terjadi disepanjang daerah antar muka. kesimpulan yang diperoleh adalah semakin lama waktu pemanasan pada proses cladding, nilai kekerasan yang diperoleh akan semakin tinggi. Pada struktur mikro, semakin lama waktu penahanan pemanasan difusi terjadi disepanjang daerah interface.
Kata kunci : Cladding, Baja Karbon Menengah, Stainless Steel, Uji Kekerasan, dan Struktur Mikro.
(8)
ABSTRACT
The use of medium carbon steel in the industrial is still very much in use. However in certain applications, such as automotive construction equipment near the sea, high pressure tanks, medium carbon steel coated with stainless steel needs to be used efficiently and effectively.. The process under study is the cladding process that ties together of two dissimilar metals. Cladding is often achieved with the two metals, through the parent metal and metal coating and pressing sheets together under high pressure and temperature. The purpose of the study is to obtain hardness values and observe the diffusion that occurs in the microstructure in the interfacial region. Testing is performed hardness test and microstructure test. Value violence in interface areas on each variant holding time 20 minutes, 40 minutes and 60 minutes found an increase in hardness values respectively were the 113.5 BHN, 125.6 BHN and 128.30 BHN. Analysis of the microstructure of the 20 minute hold time diffusion, but not entirely along the interface region, the detention time of 40 minutes diffusion that occurs along the interface areas, and at the 60 minute hold time diffusion that occurs along the interface areas. conclusions obtained are the longer the heating time on the cladding process, the hardness values obtained will be higher. On the microstructure, the longer the better diffusion warming is happening.
Keywords: Cladding, Medium Carbon Steel, Stainless Steel, Hardness Test, and Micro Structure.
(9)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAK ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR NOTASI ... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan Penilitian ... 2
1.4 Manfaat Penilitian ... 3
1.5 Sistematika Penulisan ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelapisan Permukaan Logam. ... 5
2.1.1 Macam-Macam Pelapisan Logam….. ... 5
2.1.1.1 Pelapisan Dekoratif….. ... 5
2.1.1.2 Pelapisan Protektif….. ... 6
2.1.1.3 Pelapisan Sifat Khusus Permukaan….. ... 6
(10)
2.3 Daerah Antar Muka ( Interface ) ... 7
2.4 Waktu Penahanan ( Holding Time ) ... 8
2.5 Difusi………..………...8
2.6 Baja ... 9
2.6.1 Baja Karbon (Carbon Steel) ... 10
2.6.1.1 Baja Karbon Rendah ( Low Carbon Steel ) ... 10
2.6.1.2 Baja Karbon Menengah ( Medium Carbon Steel ) ... 11
2.6.1.3 Baja Karbon Tinggi ( High Carbon Steel ) ... 11
2.6.2 Baja Tahan Karat ( Stainless Steel ) ... 11
2.6.2.1 Austenitic Stainless Steel... 13
2.6.2.2Ferritic Stainless Steel ... 13
2.6.2.3Martensitic Stainless Steel ... 13
2.6.2.4Duplex Stainless Steel ... 14
2.7 Diagram Fasa Terner Fe-Ni-Cr ... 15
2.8 Diagram Fasa Baja Karbon (Fe-C) ... 17
2.8.1 Ferrite atau Besi Alpha ... 19
2.8.2 Austenit atau Besi Gamma ... 19
2.8.3 Karbida Besi atau Sementit ... 20
2.8.4 Perlit ... 21
2.8.5 Martensit ... 21
2.9 Metallografi ... 22
2.9.1Pemotongan ( Sectioning ) ... 23
(11)
2.9.3Penggerindaan, Pengamplasan dan Pemolesan ... 25
2.9.4Pengetsaan ( Etching ) ... 27
2.9.5 Pengamatan Struktur Mikro... 27
2.10 Pengujian Komposisi ... 30
2.11 Pengujian Kekerasan ... 31
2.11.1 Uji Keras Brinnel ... 32
2.11.2 Uji Keras Rockwell ... 33
2.11.3 Uji Keras Vickers ... 34
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat ... 36
3.1.1 Bahan Yang Digunakan ... 36
3.1.2 Alat Yang Digunakan ... 36
3.2 Proses Penelitian ... 41
3.2.1 Pembuatan Spesimen ... 41
3.2.2 Uji Komposisi ... 41
3.2.3 Proses Pembuatan Alat Penekan Spesimen ... 42
3.2.4 Proses Pembersihan Permukaan Spesimen ... 43
3.2.5 Proses Penekanan Pada Spesimen ... 43
3.2.6 Proses Pemanasan Pada Spesimen ... 44
3.2.7 Pendinginan Dengan Media Udara ... 45
3.2.8 Pengujian Kekerasan Brinnel ... 46
(12)
3.3 Diagram Alir ... 50
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 HasilPengujian Brinell... 52
4.1.1 Hasil Uji Brinell Waktu Penahanan 20 Menit ... 54
4.1.2Hasil Uji Brinell Waktu Penahanan 40 Menit ... 56
4.1.3Hasil Uji Brinell Waktu Penahanan 60 Menit ... 58
4.2 Hasil Uji Struktur Mikro ... 60
4.2.1 Hasil Uji Struktur Mikro Waktu Penahanan 20 Menit ... 62
4.2.2 Hasil Uji Struktur Mikro Waktu Penahanan 40 Menit ... 64
4.2.3 Hasil Uji Struktur Mikro Waktu Penahanan 60 Menit ... 67
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 70
5.2 Saran ... 71
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(13)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi Stainless Steel Berdasarkan Struktur Metalurgi…..14
Tabel 3.1 Hasil uji Uji Komposisi ... 42
Tabel 4.1 Hasil uji kekerasan 20 Menit ... 54
Tabel 4.2 Hasil uji kekerasan 40 Menit ... 56
(14)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses Cladding Dengan Menggunakan Pengerollan Panas ... 7
Gambar 2.2 Diagram Fasa Terner Fe-Ni-Cr ... 15
Gambar 2.3 Diagram Fasa Baja Karbon (Fe-C) ... 17
Gambar 2.4 Struktur Kristal BCC ... 19
Gambar 2.5 Struktur Kristal FCC ... 20
Gambar 2.6 Struktur Kristal BCT ... 21
Gambar 2.7 Proses Mounting Terhadap Spesimen………25
Gambar 2.8 Proses Pengamplasan dan Pemolesan Spesimen ... 26
Gambar 2.9 Ilustrasi Prinsip Pengelihatan ... 29
Gambar 2.10 Alat Uji Komposisi ( Metal Analizer ) ... 30
Gambar 2.11 Perumusan Untuk Pengujian Brinnel…..……….………..33
Gambar 2.12 Alat uji kekerasan brinnel ... 33
Gambar 2.13 Pengujian Rockwell ... 34
Gambar 2.14 Prinsip Kerja Metode Pengukuran Rockwell ... 34
Gambar 2.15 Pengujian Vikers ... 35
Gambar 2.16 Bentuk Indentor Vikers ... 35
Gambar 3.1 Kunci Moment ... 36
Gambar 3.2 Alat Penekan Spesimen ... 37
Gambar 3.3 Gergaji ... 38
Gambar 3.4 Tungku Pemanas ... 38
(15)
Gambar 3.6 Penjepit ... 39
Gambar 3.7 Mesin Polish ... 40
Gambar 3.8 Spesimen Penelitian... 41
Gambar 3.9 Alat Penekan Spesimen ... 42
Gambar 3.10 Pembersihan Permukaan Spesimen ... 43
Gambar 3.11 Penekanan Pada Spesimen ... 44
Gambar 3.12 Spesimen Dalam Tungku Pemanas ... 44
Gambar 3.13 Spesimen Dikeluarkan dari Tungku Pemanas ... 45
Gambar 3.14 Pembingkaian (mounting) Spesimen ... 46
Gambar 3.15 Set Up Pengujian Kekerasan. ... 46
Gambar 3.16 Mikroskop Optic.. ... 48
Gambar 3.17 Diagram Alir Penelitian.. ... 50
Gambar 4.1 Bentuk Spesimen Setelah Pengujian ... 53
Gambar 4.2 Hasil uji kekerasan waktu penahanan 20 menit ... 55
Gambar 4.3 Hasil uji kekerasan waktu penahanan 40 menit ... 57
Gambar 4.4 Hasil uji kekerasan waktu penahanan 60 menit ... 59
Gambar 4.5 Hasil Uji Kekerasan Setiap Variasi ... 60
Gambar 4.6 Contoh Pembacaan Keterangan Foto Struktur Mikro ... 61
Gambar 4.7 Foto Mikro Pada Spesimen Penahanan 20 Menit ... 62
Gambar 4.8 Foto Mikro Pada Spesimen Penahanan 40 Menit ... 64
(16)
DAFTAR NOTASI
Simbol Arti Satuan
F Beban kgf
D Diameter mm
d Diameter lelukan mm
t Waktu pemanasan Menit
L Panjang spesimen mm
(17)
ABSTRAK
Penggunaaan Baja karbon menengah dalam dunia industri masih sangat banyak digunakan. Namun dalam aplikasi tertentu, seperti peralatan otomotif, konstruksi dekat laut, tangki tekanan tinggi, Baja karbon menengah perlu dilapis dengan stainless steel agar dapat digunakan sesuai aplikasinya dan masa pakai yang tahan lama. Proses yang diteliti adalah proses cladding yaitu ikatan bersama-sama dari dua logam berbeda. Cladding dapat dicapai dengan dua logam, melalui logam induk dan logam pelapis serta menekan lembaran bersama dibawah tekanan dan temperatur tinggi (850 0C). Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan nilai kekerasan dan mengamati difusi yang terjadi pada struktur mikro di daerah antar muka. Pengujian yang dilakukan adalah uji kekerasan dan uji struktur mikro. Nilai kekerasan pada daerah antar muka pada masing – masing varian waktu penahanan 20 menit, 40 menit dan 60 menit ditemukan peningkatan nilai kekerasan secara berturut – turut yakni 113,5 BHN, 125,6 BHN dan 128,30 BHN. Analisa struktur mikro waktu penahanan 20 menit terjadi difusi, tetapi belum sepenuhnya disepanjang daerah antar muka, pada waktu penahanan 40 menit difusi yang terjadi disepanjang daerah antar muka, dan pada waktu penahanan 60 menit difusi yang terjadi disepanjang daerah antar muka. kesimpulan yang diperoleh adalah semakin lama waktu pemanasan pada proses cladding, nilai kekerasan yang diperoleh akan semakin tinggi. Pada struktur mikro, semakin lama waktu penahanan pemanasan difusi terjadi disepanjang daerah interface.
Kata kunci : Cladding, Baja Karbon Menengah, Stainless Steel, Uji Kekerasan, dan Struktur Mikro.
(18)
ABSTRACT
The use of medium carbon steel in the industrial is still very much in use. However in certain applications, such as automotive construction equipment near the sea, high pressure tanks, medium carbon steel coated with stainless steel needs to be used efficiently and effectively.. The process under study is the cladding process that ties together of two dissimilar metals. Cladding is often achieved with the two metals, through the parent metal and metal coating and pressing sheets together under high pressure and temperature. The purpose of the study is to obtain hardness values and observe the diffusion that occurs in the microstructure in the interfacial region. Testing is performed hardness test and microstructure test. Value violence in interface areas on each variant holding time 20 minutes, 40 minutes and 60 minutes found an increase in hardness values respectively were the 113.5 BHN, 125.6 BHN and 128.30 BHN. Analysis of the microstructure of the 20 minute hold time diffusion, but not entirely along the interface region, the detention time of 40 minutes diffusion that occurs along the interface areas, and at the 60 minute hold time diffusion that occurs along the interface areas. conclusions obtained are the longer the heating time on the cladding process, the hardness values obtained will be higher. On the microstructure, the longer the better diffusion warming is happening.
Keywords: Cladding, Medium Carbon Steel, Stainless Steel, Hardness Test, and Micro Structure.
(19)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penggunaaan Baja karbon menengah dalam dunia industri masih sangat banyak digunakan. Namun dalam aplikasi tertentu, seperti peralatan otomotif, konstruksi dekat laut, tangki tekanan tinggi, baja karbon menengah perlu dilapis dengan stainless steel agar dapat digunakan sesuai aplikasinya dan masa pakai yang tahan lama.
Proses yang diteliti adalah proses cladding yaitu pelapisan antara dua logam yang memiliki sifat berbeda satu sama lain. Karena sifatnya yang berbeda maka diharapkan akan dicapai hasil sifat yang terbaik dari kedua sifat logam tersebut.
Baja karbon adalah sejenis campuran unsur besi (Fe3C) dengan karbon (C). Pada masa sekarang ini penggunaan baja karbon sering diaplikasikan pada komponen-komponen mesin seperti block silender mesin, katup dan lain sebagainya. Ketahanan baja terhadap korosi biasanya sangatlah buruk, untuk itu seiring baja di pergunakan di bidang teknik tidak berumur panjang. Untuk menambah umur baja agar lebih tahan terhadap korosi biasanya sering di lakukan proses perlindungan permukaan, baik dengan cara menambah unsur pada permukaan hingga proses pelapisan permukaan baja. Proses pelapisan baja dapat dilakukan dengan banyak cara baik dengan metode elektroplatting. cladding, pengecatan dan lain sebagainya
(20)
Untuk itu pada penulisan ini teknik pelapisan baja yang akan di bahas adalah teknik pelapisan baja dengan cara cladding. Dengan melapisi baja karbon dan baja tahan karat (stainless steel).
1.2 Perumusan Masalah
Mengingat banyak metode pelapisan permukaan pada baja karbon, maka penulis merumuskan masalah yaitu:
1. Bahan penelitian adalah baja karbon menengah. 2. Proses yang dilakukan adalah cladding.
3. Spesimen yang digunakan adalah baja karbon menengah dan baja tahan karat (stainless steel), dengan dimensi :
- Panjang 15 mm - Lebar 15 mm - Tebal 5 mm
4. Temperatur kerja 850 0C.
5. Waktu pemanasan t1 = 20 menit, t2 = 40 menit dan t3 = 60 menit. 6. Pengujian kekerasan dengan metode Brinnel.
7. Pengamatan struktur mikro pada daerah interface dengan mikroskop optic.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui kekerasan dan struktur mikro daerah antar muka (interface) pada proses cladding baja karbon dengan baja tahan karat (stainless steel) dengan waktu pemanasan (holding time) yang berbeda.
(21)
1.3.2 Tujuan khusus
Adapun tujuan khusus dari tugas akhir ini adalah :
1. Untuk memperoleh hasil nilai kekerasan pada hasil proses cladding antara baja karbon menengah dengan stainless steel dengan variasi waktu pemanasan 20 menit, 40 menit dan 60 menit.
2. Mengamati apakah terjadi difusi pada struktur mikro di sepanjang daerah antar muka (interface) pada baja karbon menengah dan stainless steel hasil proses cladding.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang diperoleh dari tugas akhir ini adalah :
1. Salah satu syarat menyelesaikan kuliah untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara ( USU ).
2. Untuk menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman tentang proses cladding.
3. Bagi akademik sebagai referensi sebagai masukan untuk penelitian selanjutnya tentang proses cladding.
(22)
1.5 Sistematika Penulisan
Penulisan tugas sarjana ini dipaparkan dalam beberapa bab sehingga membentuk alur pembahasan analisa hasil yang mudah untuk dipahami.
BAB I merupakan uraian singkat mengenai latar belakang, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II merupakan tinjauan pustaka yang memberi informasi tentang daerah antar muka (interface) proses cladding, baja karbon dan juga stainless steel.
BAB III merupakan bahan dan alat, pelaksanaan penelitian, metode pegumpulan data eksperimen yang kemudian dimasukkan dalam analisa pengamatan struktur mikro dari pada baja karbon yang akan di cladding.
BAB IV menguraikan hasil eksperimen, hasil pengamatan struktur mikro dari baja karbon dan stainlees steel yang telah di cladding
BAB V sebagai kesimpulan dan saran dari semua permasalahan yang terdapat pada tugas sarjana ini.
(23)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pelapisan Permukaan Logam
Pelapisan logam adalah suatu cara yang dilakukan untuk memberikan sifat tertentu pada suatu permukaan benda kerja, dimana diharapkan benda tersebut akan mengalami perbaikan baik dalam hal struktur mikro maupun ketahanannya, dan tidak menutup kemungkinan pula terjadi perbaikan terhadap sifat fisiknya. Pelapisan logam merupakan bagian akhir dari proses produksi dari suatu produk. Proses tersebut dilakukan setelah benda kerja mencapai bentuk akhir atau setelah proses pengerjaan mesin serta penghalusan terhadap permukaan benda kerja yang dilakukan. Dengan demikian, proses pelapisan termasuk dalam kategori pekerjaan finishing atau sering juga disebut tahap penyelesaian dari suatu produksi benda kerja.
2.1.1 Macam-Macam Pelapisan Logam
2.1.1.1 Pelapisan Dekoratif
Pelapisan dekoratif bertujuan untuk menambah keindahan tampak luar suatu benda atau produk. Sekarang ini pelapisan dengan bahan krom sedang digemari karena warnanya yang cemerlang, tidak mudah terkorosi dan tahan lama. Produk yang dihasilkan banyak digunakan sebagai aksesoris pada kendaraan bermotor baik yang beroda dua maupun pada kendaraan beroda empat. Dengan kata lain pelapisan ini hanya untuk mendapatkan bentuk luar yang baik saja. Logam-logam yang umum digunakan untuk pelapisan dekoratif adalah emas, perak, nikel dan krom.
(24)
2.1.1.2 Pelapisan Protektif
Pelapisan protektif adalah pelapisan yang bertujuan untuk melindungi logam yang dilapisi dari serangan korosi karena logam pelapis tersebut akan memutus interaksi dengan lingkungan sehingga terhindar dari proses oksidasi.
2.1.1.3 Pelapisan Sifat Khusus Permukaan
Pelapisan ini bertujuan untuk mendapatkan sifat khusus permukaan seperti sifat keras, sifat tahan aus dan sifat tahan suhu tinggi atau gabungan dari beberapa tujuan diatas secara bersama-sama. Misalnya dengan melapisi bantalan dengan logam stainless steel agar bantalan lebih keras dan tidak mudah aus akibat gesekan pada saat berputar.
2.2 Cladding
Cladding adalah ikatan bersama-sama dari dua logam berbeda. Hal ini berbeda dari pengelasan atau addesive (perekatan) logam sebagai penambah unsur dari logam induk tersebut. Cladding sering di capai dengan dua logam, melalui logam induk dan logam pelapis serta menekan lembaran bersama dengan temperature rekristalisasi dan tekanan tinggi. Tujuan umum penggabungan baja karbon menengah dengan stainless steel adalah untuk meningkatkan tahan karat dengan harga yang rendah dibandingkan penggunaan stainless steel yang lebih mahal.
Dalam proses cladding biasanya menggunakan dua jenis logam yang memiliki sifat keunggulan yang tidak sama. Proses cladding biasanya di bantu dengan bantuan mesin rol sebagai alat untuk melakukan tekanan yang besar terhadap kedua logam, agar menempelkan logam pelapis terhadap logam induk untuk mencapai hasil yang diingini terhadap logam induk.
(25)
roll penekan
benda kerja cladding
hasil cladding dengan pengerolan
baja karbon sedang
baja tahan karat
Gambar 2.1 : Proses Cladding Dengan Menggunakan Pengerollan Panas www.cladding_process.html
2.3 Daerah Antar Muka ( Interface )
Daerah antar muka ( Interface ) adalah sebuah titik, wilayah atau
permukaan dimana dua zat atau benda berbeda bertemu. Bentuk kerja dari daerah antar muka ini berarti menghubungkan dua atau lebih benda pada suatu titik atau batasan yang terbagi. Dalam hal ini antar muka yang dimaksud adalah daerah antara baja karbon sedang yang di cladding dengan stainless steel.
(26)
2.4 Waktu Penahanan ( Holding Time )
Waktu Penahanan (Holding time) dilakukan untuk mendapatkan kekerasan maksimum dari suatu bahan pada proses cladding dengan menahan pada temperature pengerasan untuk memperoleh pemanasan yang homogen sehingga struktur austenitnya homogen. Pada proses holding time sangat diperlukan untuk menghasilkan kelarutan pada baja, semakin lama holding timenya maka semakin banyak waktu berdifusi untuk bahan yang sedang di cladding. (D.W. Hopkins, 1998)
2.5 Difusi
Difusi adalah peristiwa mengalirnya / berpindahnya suatu zat dari bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian yang berkonsentrasi rendah. Contoh yang sederhana adalah penambahan carbon ke dalam baja karbon rendah sehingga pada baja, karbonnya lebih besar. Apabila suhu pada suatu material naik, akan menyebabkan atom- atomnya bergetar dengan energi yang lebih besar dan sejumlah kecil atom akan berpindah dalam kisi. Mekanisme perpindahan atom dalam suatu logam dapat terjadi secara interstisi dan kekosongan. Perpindahan secara interstisi terjadi bila atom tidak memilki ukuran yang sama. Sedangkan perpindahan secara kekosongan dapat terjadi bila semua atom memiliki ukuran sama. Proses difusi dapat terjadi lebih cepat apabila:
1. Suhu tinggi
2. Atom yang berdifusi kecil
3. Ikatan struktur induk lemah (dengan titik cair rendah)
4. Terdapat cacat-cacat dalam bahan (kekosongan atau batas butir). (D.W. Hopkins, 1986)
(27)
2.6 Baja
Baja pada dasarnya ialah besi (Fe) dengan tambahan unsur karbon ( C ) sampai dengan 1.67% ( maksimal ). Bila kadar unsur karbon ( C ) lebih dari 1.67%, material tersebut biasanya disebut sebagai besi cor ( Cast Iron ).
Makin tinggi kadar karbon dalam baja, maka akan mengakibatkan hal berikut :
Kuat leleh dan kuat tarik baja kan naik, Keliatan / elongasi baja berkurang, Semakin sukar dilas.
Elemen berikut ini selalu ada dalam baja karbon, mangan, fosfor, sulfur, silikon, dan sebagian kecil oksigen, nitrogen dan aluminium. Selain itu, ada elemen lain yang ditambahkan untuk membedakan karakteristik antara beberapa jenis baja diantaranya mangan, nikel, krom, molybdenum, boron, titanium, vanadium dan niobium. Dengan memvariasikan kandungan karbon dan unsur paduan lainnya, berbagai jenis kualitas baja bisa didapatkan. Fungsi karbon dalam baja adalah sebagai unsur pengeras dengan mencegah dislokasi bergeser pada kisi kristal ( crystal lattice ) atom besi.
Baja merupakan paduan yang terdiri dari besi, karbon dan unsur yang lainnya. Seperti: Silicon (Si), Fospor (S), Tembaga (Cu). Karbon merupakan suatu unsur terpenting karena dapat meningkatkan kekerasan dan kekuatan baja. Baja merupakan logam yang paling banyak digunakan dalam dunia teknik, dalam bentuk pelat, lembaran, pipa batang, profil dan sebagainya. Baja dapat dibentuk melalui pengecoran pencairan dan penempaan.
(28)
2.6.1. Baja Karbon ( Carbon Steel )
2.6.1.1Baja Karbon Rendah ( Low Carbon Steel )
Baja karbon rendah mengandung kurang dari 0,25 % karbon (C). Kebanyakan dari produk baja ini berbentuk pelat hasil pembentukan rol dingin. Kandungan karbonnya yang rendah dan mikro strukturnya yang terdiri dari fasa ferit dan perlit menjadikan baja karbon rendah bersifat lunak dan kekuatannya lemah namun keuletan dan ketangguhannya sangat baik. Baja karbon rendah kurang responsif terhadap perlakuan panas untuk mendapatkan mikro struktur martensit maka dari itu untuk meningkatkan kekuatan dari baja karbon rendah dapat dilakukan dengan proses rol dingin maupun karburisasi.
Perlakuan yang sering di terima baja karbon jenis ini biasanya bersifat pengerjaan dingin. Untuk mendapatkan hasil yang lebih kuat pada bagian luar dari baja jenis ini biasanya dilakukan proses penambahan unsur lain pada permukaannya (surface hardening).
Carburasi atau carburizing terbagi atas 3 jenis bahan karbon yaitu : pack carburizing (penambahaan carbon yang berasal dari carbon padat). Liquid carburizing (penambahaan carbon yang berasal dari carbon cair). Maupun gas carburizing (penambahaan carbon yang berasal dari carbon gas).
Untuk mendapatkan hasil yang lebih tahan terhadap sifat korosif pada permukaan baja jenis ini juga dapat di lakukan penambahan unsur lain seperti Zn (seng), Mn (mangan), Cr (chrom) dan unsur lain yang lebih tahan terhadap sifat korosif.
(29)
2.6.1.2Baja Karbon Menengah ( Medium Carbon Steel )
Baja karbon menengah memiliki kandungan karbon diatas 0,25% C – 0,6% C ditambah dengan unsur paduan tertentu. Sifatnya sulit untuk dibengkokkan, dilas dan dipotong. Kekuatan lebih tinggi dari pada baja karbon rendah biasanya digunakan untuk rel kereta api dan sejumlah peralatan mesin seperti roda gigi otomotif, poros bubutan, poros engkol, sekrup dan alat angkat presisi.
2.6.1.3 Baja Karbon Tinggi ( High Carbon Steel )
Baja karbon tinggi memiliki kandungan karbon diatas 0,6% C - 1,4% C dibuat dengan rol panas. Baja karbon tinggi digunakan untuk perkakas seperti pisau ,gurdi, tap dan bagian-bagian yang tahan gesekan. Apabila baja ini digunakan untuk bahan khusus, maka harus dikerjakan dalam keadaan panas dan digunakan untuk peralatan mesin-mesin berat, batang-batang pengontrolan, alat tangan seperti palu, obeng, tang, dan lain-lain. (William D Callister Jr,1999)
2.6.2 Baja Tahan Karat ( Stainless Steel )
Baja tahan karat merupakan kelompok baja paduan tinggi yang berdasarkan pada sistem Fe - Cr, Fe – Cr - C, dan Fe – Cr - Ni dengan unsur paduan utama minimal 10,5% Krom (Cr) dan Nikel (Ni) dengan sedikit unsur paduan lain seperti Molibdenum (Mo), Tembaga (Cu) dan Mangan (Mn). Kadar kromium tersebut merupakan kadar minimum untuk pembentukan permukaan pasif oksida yang dapat mencegah oksidasi dan korosi.
(30)
Keuntungan menggunakan baja tahan karat adalah :
Tahan korosi yang tinggi, yang memungkinkan untuk digunakan dalam lingkungan yang ketat.
Api dan tahan panas memungkinkan untuk melawan scaling dan mempertahankan kekuatan pada temperatur tinggi.
Higienis, tidak berpori, permukaan ditambah dengan kemampuan membersihkan dengan mudah dari stainless membuatnya pilihan utama untuk aplikasi yang memerlukan kontrol kebersihan yang ketat, seperti rumah sakit, dapur, dan tanaman pangan lainnya pengolahan.
Estetika penampilan, memberikan penampilan yang modern dan menarik untuk aplikasi logam yang paling arsitektur.
Cerah, dan mudah dipelihara permukaan sehingga pilihan yang mudah untuk aplikasi yang menuntut permukaan menarik setiap saat.
Berat,keuntungan yang memungkinkan untuk digunakan dengan ketebalan material berkurang selama nilai konvensional, sering kali menghasilkan penghematan biaya.
Kemudahan fabrikasi karena penggunaan modern pembuatan baja teknik yang memungkinkan stainless steel yang akan dipotong, mesin, dibuat, dilas, dan terbentuk, sama mudahnya seperti baja tradisional.
Ketahanan terhadap dampak bahkan pada variasi suhu ekstrim.
Nilai jangka panjang yang dibuat oleh siklus hidup panjang manfaatnya sering menghasilkan pilihan bahan yang paling murah jika dibandingkan dengan logam lainnya.
(31)
Meskipun seluruh kategori Stainless Steel didasarkan pada kandungan krom (Cr), namun unsur paduan lainnya ditambahkan untuk memperbaiki sifat-sifat Stainless Steel sesuai aplikasi-nya. Kategori Stainless Steel tidak halnya seperti baja lain yang didasarkan pada persentase karbon tetapi didasarkan pada struktur metalurginya. Empat golongan utama Stainless Steel adalah Austenitic, Ferritic, Martensitic, dan Duplex.
2.6.2.1 Austenitic Stainless Steel
Austenitic SS mengandung sedikitnya 18% Chrom dan 8% Nickel (grade standar untuk 304), sampai ke grade Super Autenitic SS seperti 904L (dengan kadar Chrom dan Nickel lebih tinggi serta unsur tambahan Mo sampai 6%). Molybdenum (Mo), Titanium (Ti) atau Copper (Co) berfungsi untuk meningkatkan ketahanan terhadap temperatur serta korosi. Austenitic cocok juga untuk aplikasi temperature rendah disebabkan unsur Nickel membuat SS tidak menjadi rapuh pada temperatur rendah.
2.6.2.2. Ferritic Stainless Steel
Kadar Chrom bervariasi antara 10,5 – 18 % seperti grade 430 dan 409. Ketahanan korosi tidak begitu istimewa dan relatif lebih sulit di fabrikasi / machining. Tetapi kekurangan ini telah diperbaiki pada grade 434 dan 444 dan secara khusus pada grade material 444
2.6.2.3 Martensitic Stainless Steel
Stainless Steel jenis ini memiliki unsur utama Chrom (masih lebih sedikit jika dibanding Ferritic Stainless Steel) dan kadar karbon relatif tinggi misal grade 410 dan 416. Grade 431 memiliki Chrom sampai 16% tetapi mikrostrukturnya
(32)
masih martensitic disebabkan hanya memiliki Nickel 2%. Grade Stainless Steel lain misalnya 17- 4PH/ 630 memiliki tensile strength tertinggi dibanding Stainless Steel lainnya. Kelebihan dari grade ini, jika dibutuhkan kekuatan yang lebih tinggi maka dapat di hardening.
2.6.2.4 Duplex Stainless Steel
Duplex Stainless Steel seperti material 462 memiliki bentuk mikrostruktur campuran austenitic dan Ferritic. Duplex ferritic-austenitic memiliki kombinasi sifat tahan korosi dan temperatur relatif tinggi atau secara khusus tahan terhadap Stress Corrosion Cracking. Meskipun kemampuan Stress Corrosion Cracking-nya tidak sebaik ferritic Stainless Steel tetapi ketangguhannya jauh lebih baik (superior) dibanding ferritic SS dan lebih buruk dibanding Austenitic Stainless Steel. Sementara kekuatannya lebih baik dibanding Austenitic Stainless Steel (yang di annealing) kira-kira 2 kali lipat. Sebagai tambahan, Duplex Stainless Steel ketahanan korosinya sedikit lebih baik dibanding 304 dan 316 tetapi ketahanan terhadap pitting coorrosion jauh lebih baik (superior) dibanding 316. Ketangguhannya Duplex Stainless Steel akan menurun pada temperatur dibawah – 500C dan diatas 3000C.
Tabel 2.1 Klasifikasi Stainless Steel Berdasarkan Struktur Metalurgi www.dominasi–stainless steel-alat perindustrian.com
(33)
2.7 Diagram Fasa Terner Fe-Ni-Cr
Gambar 2.2 Diagram Fasa Terner Fe-Ni-Cr (Dedi Sugianto, 2011)
Untuk campuran yang terdiri atas tiga komponen, komposisi (perbandingan masing-masing komponen) dapat digambarkan di dalam suatu diagram segitiga sama sisi yangdisebut dengan Diagram Terner. Komposisi dapat dinyatakan dalam fraksi massa (untuk cairan) atau fraksi mol (untuk gas).
Diagram tiga sudut atau diagram segitiga berbentuk segitiga sama sisi dimana setiap sudutnya ditempati komponen zat. Sisi-sisinya itu terbagi dalam ukuran yang menyatakan bagian 100% zat yang berada pada setiap sudutnya.
(34)
Untuk menentukan letak titik dalamdiagram segitiga yang menggambarkan jumlah kadar dari masing-masing komponen dilakukan sebagai berikut.
Suatu sistem tiga komponen yang mana mempunyai dua pengubah komposisi yang bebas, sebut saja X2 dan X3. Jadi komposisi suatu sistem tiga komponen dapat dialurkan dalam koordinat cartes dengan X2 pada salah satu sumbunya dan X3 pada sumbu yang lain yang dibatasi oleh garis , garis tersebut berbentuk X2 + X3 = 1.
Karena X itu tidak simetris terhadap ketiga komponen, biasanya, komposisi dialurkan pada suatu segitiga sama sisi dengan tiap-tiap sudutnya digambarkan suatu komponen murni, bagi suatu segitiga sama sisi, jumlah jarak dari seberang titik di dalam segitiga ketiga sisinya sama dengan tinggisegitiga tersebut.Jarak antara setiap sudut ke tengah-tengah sisi yang berhadapan dibagi 100 bagian sesuai dengan komposisi dalam persen. Untuk memperoleh suatu titik tertentu dengan mengukur jarak terdekat ketiga sisi segitiga.
Diagram tiga sudut atau diagram segita berbentuk segitiga sama sisi dimana sudut-sudutnya ditempati oleh komponen zat. Sisi-sisinya itu terbagi dalam ukuran yang menyatakan bagian 100% zat yang berada pada setiap sudutnya. Untuk menentukan letak titik dalam diagram segitiga yang menggambarkan jumlah kadar dari masing-masing komponen.
Pada salah satu sisinya ditentukan kedua titik yang menggambarkan jumlah kadar zat dari masing-masing zat yang menduduki sudut pada kedua ujung sisi itu. Dari dua titik ini ditarik garis yang sejajar dengan sisi yang dihadapinya, titik dimana kedua garis itu menyilang, menggambarkan jumlah kadar masing-masing. Titik dimana terjadi kesetimbangan antara wujud satu fasa dengan dua
(35)
fasa dari campuran ketiga komponen tersebut, apabila dihubungkan akan membentuk suatu diagram yang menunjukkan batas-batas antara daerah (region) satu fasa dengan daerah (region) dua fasa. Dua macam campuran pada titik kesetimbangan dapat dihubungkan dengan tie line apabila keduanya dicampurkan menghasilkan campuran akhir yang berada pada daerah dua fasa.
2.8 Diagram Fasa Baja Karbon (Fe-C)
Gambar 2.3 : Diagram Fasa Baja Karbon
(36)
Dari diagram fasa yang dituntujukkan pada gambar 2.3 terlihat bahwa suhu sekitar 723°C merupakan suhu transformasi austenit menjadi fasa perlit (yang merupakan gabungan fasa ferit dan sementit). Transformasi fasa ini dikenal sebagai reaksi eutectoid dan merupakan dasar proses perlakuan panas dari baja. Sedangkan daerah fasa yang prosentase larutan karbon higga 2 % yang terjadi di temperatur 1.147°C merupakan daerah besi gamma atau disebut austenit. Pada kondisi ini biasanya austenit bersifat stabil, lunak, ulet, mudah dibentuk, tidak ferro magnetis dan memiliki struktur Kristal Face Centered Cubic (FCC).
Besi murni pada suhu dibawah 910°C mempunyai struktur Kristal Body Centered Cubic (BCC). Besi BCC dapat melarutkan karbon dalam jumlah sangat rendah, yaitu sekitar 0,02 % maksimum pada suhu 723°C. Larutan pada intensitas dari karbon didalam besi ini disebut juga besi alpha (a) atau fasa ferit. Pada suhu diantara 910°C sampai 1.390°C, atom-atom besi menyusun diri menjadi bentuk Kristal Face Centred Cubic (FCC) yang juga disebut besi gamma atau fasa austenit. Besi gamma ini dapat melarutkan karbon dalam jumlah besar yaitu sekitar 2,06 % maksimum pada suhu sekitar 1.147°C. Penambahan karbon ke dalam besi FCC ditransformasikan kedalam struktur BCC dari 910°C menjadi 723°C pada kadar karbon sekitar 0,8 %. Diantara temperatur 1.390°C dan suhu cair 1.534°C, besi gamma berubah menjadi susunan BCC yang disebut besi delta (d).
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan didalam diagram Fe – FeC3 yaitu, perubahan fasa ferit atau besi alpha (a), austenit atau besi gamma , sementit atau karbida besi, perlit dan sementit akan diuraikan dibawah ini :
(37)
2.8.1 Ferrite atau Besi Alpha (a)
Merupakan modifikasi struktur besi murni pada suhu ruang, dimana ferit menjadi lunak dan ulet karena ferit memiliki struktur BCC, maka ruang antara atom-atomnya adalah kecil dan padat sehingga atom karbon yang dapat tertampung hanya sedikit sekali.
Gambar 2.4 Struktur Kristal BCC
2.8.2 Austenit atau Besi Gamma
Merupakan modifikasi dari besi murni dengan struktur FCC yang memiliki jarak atom lebih besar dibandingkan dengan ferit. Meski demikian rongga-rongga pada struktur FCC hampir tidak dapat menampung atom karbon dan penyisipan atom karbon akan mengakibatkan tegangan dalam struktur sehingga tidak semua rongga dapat terisi, dengan kata lain daya larutnya jadi terbatas.
(38)
Gambar 2.5 Struktur Kristal FCC
2.8.3 Karbida Besi atau Sementit
Adalah paduan Besi karbon, dimana pada kondisi ini karbon melebihi batas larutan sehingga membentuk fasa kedua atau karbida besi yang memiliki komposisi Fe3 C. Hal ini tidak berarti bila karbida besi membentuk molekul Fe3 C, akan tetapi kisi kristal yang membentuk atom besi dan karbon mempunyai perbandingan 3 : 1. Karbida pada ferit akan meningkatkan kekerasan pada baja sifat dasar sementit adalah sangat keras.
(39)
Gambar 2.6 Struktur Kristal BCT
2.8.4 Perlit
Merupakan campuran khusus yang terjadi atas dua fasa yang terbentuk austenisasi, dengan komposisi eutektoid bertransformasi menjadi ferit dan karbida. Ini dikarenakan ferit dan karbida terbentuk secara bersamaan dan keluarnya saling bercampur. Apabila laju pendinginan dilakukan secara perlahan-lahan maka atom karbon dapat berdifusi lebih lama dan dapat menempuh jarak lebih jauh, sehingga di peroleh bentuk perlit besar. Dan apabila laju pendinginan lebih di percepat lagi maka difusi akan terbatas pada jarak yang dekat sehingga akhirnya menghasilkan lapisan tipis lebih banyak.
2.8.5 Martensit
Adalah suatu fasa yang terjadi karena pendinginan yang sangat cepat sekali, dan terjadi pada suhu dibawah eutektoid tetapi masih diatas suhu kamar. Karena struktur austenit FCC tidak stabil maka akan berubah menjadi struktur BCT secara serentak. Pada reaksi ini tidak terjadi difusi tetapi terjadi pengerasan
(40)
(dislokasi). Semua atom bergerak serentak dan perubahan ini langsung dengan sangat cepat dimana semua atom yang tinggal tetap berada pada larutan padat karena terperangkap dalam kisi sehingga sukar menjadi slip, maka martensit akan menjadi kuat dan keras tetapi sifat getas dan rapuh menjadi tinggi.
Martensit dapat terjadi bila austenit didinginkan dengan cepat sekali (dicelup) hingga temperature dibawah pembentukkan bainit. Martensit terbentuk karena transformasi tanpa difusi sehingga atom- atom karbon seluruhnya terperangkap dalam larutan super jenuh. Keadaan ini yang menimbulkan distorsi pada struktur kristal martensit dan membentuk BCT. Tingkat distorsi yang terjadi sangat tergantung pada kadar karbon. Karena itu martensit merupakan fasa yang sangat keras namun getas. (D.W. Hopkins, 1986)
2. 9 Metalografi
Metalografi adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari suatu karakteristik mikro struktur suatu logam, paduan logam dan material lainnya serta berhubungan erat dengan sifat-sifat material tersebut
Metalografi merupakan suatu teknik atau metode persiapan material untuk mengukur, baik secara kuantitatif maupun kualitatif dari informasi-informasi yang terdapat dalam material yang dapat diamati, seperti fasa, butir, komposisi kimia, orientasi butir, jarak atom, dislokasi, dan sebagainya.
(41)
Adapun secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan pada metalografi adalah:
1. Pemotongan spesimen (sectioning) 2. Pembingkaian (mounting)
3. Penggerindaan, abrasi dan pemolesan (grinding, abrasion and polishing) 4. Pengetsaan (etching)
5. Observasi pada mikroskop optik
Pada metalografi, secara umum yang akan diamati adalah dua hal yaitu macro structure (stuktur makro) dan micro structure (struktur mikro). Struktur makro adalah struktur dari logam yang terlihat secara makro pada permukaan yang dietsa dari spesimen yang telah dipoles. Pengamatan macro structure ialah pengamatan yang dilakukan dengan pembesaran microscop 10-100 kali. Sedangkan micro structure adalah struktur dari sebuah permukaan logam yang telah disiapkan secara khusus yang terlihat dengan menggunakan perbesaran microscop diatas 100 kali. (George F, Vander Voord, 1984)
2.9.1. Pemotongan (Sectioning)
Proses Pemotongan merupakan pemindahan material dari sampel yang besar menjadi spesimen dengan ukuran yang kecil. Pemotongan yang salah akan mengakibatkan struktur mikro yang tidak sebenarnya karena telah mengalami perubahan. Kerusakan pada material pada saaat proses pemotongan tergantung pada material yang dipotong, alat yang digunakan untuk memotong, kecepatan potong dan kecepatan makan. Pada beberapa spesimen, kerusakan yang
(42)
ditimbulkan tidak terlalu banyak dan dapat dibuang pada saat pengamplasan dan pemolesan. (George F, Vander Voord, 1984, 1984)
2.9.2. Pembingkaian ( Mounting)
Pembingkaian seringkali diperlukan pada persiapan spesimen metalografi, meskipun pada beberapa spesimen dengan ukuran yang agak besar, hal ini tidaklah mutlak. Akan tetapi untuk bentuk yang kecil atau tidak beraturan sebaiknya dibingkai untuk memudahkan dalam memegang spesimen pada proses pengamplasan dan pemolesan.
Sebelum melakukan pembingkaian, pembersihan spesimen haruslah dilakukan dan dibatasi hanya dengan perlakuan yang sederhana detail yang ingin kita lihat tidak hilang. Sebuah perbedaan akan tampak antara bentuk permukaan fisik dan kimia yang bersih. Kebersihan fisik secara tidak langsung bebas dari kotoran padat, minyak pelumas dan kotoran lainnya, sedangkan kebersihan kimia bebas dari segala macam kontaminasi. Pembersihan ini bertujuan agar hasil pembingkaian tidak retak atau pecah akibat pengaruh kotoran yang ada.
Dalam pemilihan material untuk pembingkaian, yang perlu diperhatikan adalah perlindungan dan pemeliharaan terhadap spesimen. Bingkai haruslah memiliki kekerasan yang cukup, meskipun kekerasan bukan merupakan suatu indikasi, dari karakteristik abrasif.
Material bingkai juga harus tahan terhadap distorsi fisik yang disebabkan oleh panas selama pengamplasan, selain itu juga harus dapat melakukan penetrasi ke dalam lubang yang kecil dan bentuk permukaan yang tidak beraturan. Pada
(43)
proses pembingkaian ini biasanya digunakan resin bening + katalisator sebagai zat untuk melakukan pembingkaian spesimen.
Gambar 2.7 Proses Mounting Terhadap Spesimen
2.9.3. Pengerindaan, Pengamplasan dan Pemolesan
Pada proses ini dilakukan penggunaan partikel abrasif tertentu yang berperan sebagai alat pemotongan secara berulang-ulang. Pada beberapa proses, partikel-partikel tersebut disatukan sehingga berbentuk blok dimana permukaan yang ditonjolkan adalah permukan kerja. Partikel itu dilengkapi dengan partikel abrasif yang menonjol untuk membentuk titik tajam yang sangat banyak.
Perbedaan antara pengerindaan dan pengamplasan terletak pada batasan kecepatan dari kedua cara tersebut. Pengerindaan adalah suatu proses yang memerlukan pergerakan permukaan abrasif yang sangat cepat, sehingga menyebabkan timbulnya panas pada permukaan spesimen. Sedangkan pengamplasan adalah proses untuk mereduksi suatu permukaan dengan pergerakan permukaan abrasif yang bergerak relatif lambat sehingga panas yang dihasilkan tidak terlalu signifikan.
(44)
Dari proses pengamplasan yang didapat adalah timbulnya suatu sistim yang memiliki permukaan yang relatif lebih halus atau goresan yang seragam pada permukaan spesimen. Pengamplasan juga menghasilkan deformasi plastis lapisan permukaan spesimen yang cukup dalam.
Proses pemolesan menggunakan partikel abrasif yang tidak melekat kuat pada suatu bidang tapi berada pada suatu cairan di dalam serat-serat kain. Tujuannya adalah untuk menciptakan permukaan yang sangat halus sehingga bisa sehalus kaca sehingga dapat memantulkan cahaya dengan baik. Pada pemolesan biasanya digunakan pasta gigi, karena pasta gigi mengandung Zn dan Ca yang akan dapat mengasilkan permukaan yang sangat halus. Proses untuk pemolesan hampir sama dengan pengamplasan, tetapi pada proses pemolesan hanya menggunakan gaya yang kecil pada abrasif, karena tekanan yang didapat diredam oleh serat-serat kain yang menyangga partikel.
(45)
Kertas amplas yang di gunakan dalam proses pengamplasan bertingkat kekasarannya, dimulai dari kekasaran 600 mesh, 800 mesh, 1000 mesh, hingga 1200 mesh.
2.9.4. Pengetsaan (Etching)
Etsa yang dilakukan dalam proses metalografi adalah dengan menggunakan asam kuat untuk mengikis bagian permukaan logam yang tak terlindungi.
2.9.5. Pengamatan Struktur Mikro
Pengamatan yang dilakukan setelah spesimen terlebih dahulu diamplas sampai sehalus mungkin. Spesimen yang telah dipoles dicelupkan kelarutan etsa selama beberapa detik. Pada pengamatan struktur mikro digunakan mikroskop optik dimana pada alat terdapat bagian-bagian penting yaitu :
Filter Cahaya
Filter cahaya berfungsi untuk menaikkan kontras dari batas butir maupun keadaan fasa tertentu dengan cara membedakan warna.
Lensa Kondensor
Lensa kondensor berfungsi sebagai alat pemantul sinar dan memperbaiki kontras bayangan.
Lensa Reflektor
Lensa Reflektor berfungsi untuk memantulkan cahaya dari lensa kondensor ke spesimen
Lensa Objektif
Lensa objektif berfungsi untuk mengumpulkan sinar yang dipantulkan dari spesimen.
(46)
Dalam rumus ini :
NA= n Sin α
dimana:
NA = Numerical Aparture
n = Indeks media antara lensa objektif dengan permukaaan spesimen
α= Setengah sudut puncak sinar pantul spesimen ke lensa objektif
Lensa Okuler
lensa okuler berfungsi untuk meneruskan pantulan sinar specimen sehingga dapat dilihat mata.
Untuk pengukuran besar butir logam, lensa okuler dilengkapi dengan grid yang sesuai dengan standar ASTM.
Mtot=M0 X Mf
dimana :
Mtot = Hasil Pembesaran
M0 = Perbesaran lensa objektif
(47)
Gambar 2.9 Ilustrasi Prinsip Pengelihatan Gambar Struktur Mikro Dari Spesimen Menggunakan Mikroskop Optik ( George F. Vander, 1984 )
(48)
2.10 Pengujian Komposisi
Dalam proses pengujian komposisi diperhatikan beberapa hal sebagai berikut :
a. Sebelum melakukan pengijian harus memperhatikan sampel yang akan diuji, dimana permukaan benda yang diuji harus halus dan rata ,maka sebalumnya material harus di gerinda ataupun di polis
b. Meletakkan benda yang akan diuji di meja patri posisi pas dia atas lubang yang ada di tengah meja patri.
c. Menghubungkan tuas penghubung antara benda kerja dengan meja patri. d. Menutup cover ruang benda yang diuji.
e. Menekan tombol start ( tombol warna hijau )
f. Melihat hasil test pengujian pada komputer yang telah terhubung dengan mesin metal analizer.
(49)
2.11 Pengujian Kekerasan
Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical properties) dari suatu material. Pengujian kekerasan adalah satu dari sekian banyak pengujian yang dipakai, karena dapat dilaksanakan pada benda uji yang kecil tanpa kesukaran mengenai spesifikasi.
Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami gaya gaya gesek (frictional force) dan dinilai dari ukuran sifat mekanis material yang diperoleh dari Deformasi Plastis (deformasi yang diberikan dan setelah dilepaskan ).
Pengujian yang paling banyak dipakai adalah dengan menekankan penekan tertentu kepada benda uji dengan beban tertentu dan dengan mengukur ukuran bekas penekanan yang terbentuk diatasnya, cara ini dinamakan cara kekerasan dengan penekanan.
Kekerasan juga didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan). Didunia teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam metode pengujian kekerasan, yakni : 1. Brinnel (HB / BHN)
2. Rockwell (HR / RHN) 3. Vikers (HV / VHN)
4. Micro Hardness (Namun jarang sekali dipakai)
Metode pengujian kekerasan yang di gunakan dalam melakukan penelitian ini adalah metode pengujian Brinnel.
(50)
2.11.1 Uji Keras Brinnel
Pengujian kekerasan dengan metode Brinnel bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja (identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (spesimen). Idealnya, pengujian Brinnel diperuntukan untuk material yang memiliki permukaan yang kasar dengan uji kekuatan berkisar 500-3000 kgf. Identor (Bola baja) biasanya telah dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari bahan Karbida Tungsten.
Idealnya pengujian Brinell diperuntukan bagi material yang memiliki kekerasan Brinell sampai 400 HBN, jika lebih dati nilai tersebut maka disarankan menggunakan metode pengujian Rockwell ataupun Vickers. Angka Kekerasan Brinell (HB) didefinisikan sebagai hasil bagi (Koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi Gambar 2.12 adalah alat uji kekerasan material logam (Brinnel).
Rumus perhitungan Brinnel Hardness Number (BHN) :
…………..………..…(2.
1)
Dimana: F : beban penekan (Kgf)
D : diameter bola penekan (mm) d : diameter lekukan (mm)
(51)
Gambar 2.11 Perumusan Untuk Pengujian Brinnel
Gambar 2.12 Alat Uji Kekerasan Brinnel Material Logam (William D Callister, 2007)
2.11.2 Uji Keras Rockwell
Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap indentor berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut.
Untuk mencari besarnya nilai kekerasan dengan menggunakan metode Rockwell dijelaskan pada gambar 2.14 , yaitu pada langkah 1 benda uji ditekan oleh indentor dengan beban minor (Minor Load F0) setelah itu ditekan dengan
(52)
beban mayor (major Load F1) pada langkah 2, dan pada langkah 3 beban mayor diambil sehingga yang tersisa adalah minor load dimana pada kondisi 3 ini indentor ditahan seperti kondisi pada saat total load F yang terlihat pada Gambar 2.13. Besarnya minor load maupun major load tergantung dari jenis material yang akan di uji, jenis-jenisnya.
Gambar 2.13 Pengujian Rockwell
Gambar 2.14 Prinsip Kerja Metode Pengukuran Rockwell (William D Callister, 2007)
2.11.3 Uji Keras Vickers
Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam yaitu daya tahan material terhadap indentor intan yang cukup kecil dan mempunyai bentuk geometri berbentuk piramid seperti
(53)
ditunjukkan pada gambar 2.15 Beban yang dikenakan juga jauh lebih kecil dibanding dengan pengujian rockwell dan brinel yaitu antara 1 sampai 1000 gram.
Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F) dengan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) dari indentor (diagonalnya) (A) yang dikalikan dengan sin (136°/2).
Gambar 2.15 Pengujian Vikers
(54)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1Bahan Dan Alat
3.1.1 Bahan Yang Digunakan
1.Baja Karbon Menengah
Material yang digunakan pada penelitian ini adalah baja karbon menengah yang banyak beredar di pasaran dan mudah didapat ( produk jadi ).
2.Baja Tahan Karat ( Stainless Stell )
Baja tahan karat (stainless steel) digunaan baja tahan karat jenis ferritic stainless steel sebagai pelapis permukaan baja karbon.
3.1.2 Alat Yang Digunakan
Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian ini, sebagai berikut : 1. Kunci Moment
(55)
Digunakan untuk memberikan putaran kepada baut dengan beban yang sama terhadap setiap spesimen yaitu dengan beban 100 Kgf.
2. Penekan Spesimen
Gambar 3.2 Alat Penekan Spesimen
Alat penekan spesimen ini dirancang agar bisa menekan keseluruhan permukaan spesimen. Dengan cara memberikan Putaran kepada baut dengan beban melalui kunci moment 100 Kgf. Dimensi dari peralatan penekan di sesuaikan dengan kebutuhan dan lokasi pemanasan spesimen.
(56)
3. Gergaji
Gergaji digunakan untuk memotong ( membentuk ) spesimen penelitian.
Gambar 3.3 Gergaji 4. Tungku Pemanas
Tungku pemanas digunakan untuk proses pemanasan specimen penelitian. Tungku pemanas ini terdapat pada Laboratium Teknik Metalurgi Universitas Sumatra Utara.
(57)
5. Sarung Tangan
Sarung tangan digunakan untuk melindungi tangan pada saat mengeluarkan benda kerja dari tungku pemanas.
Gambar 3.5 Sarung Tangan 6. Penjepit
Penjepit digunakan untuk menjepit benda kerja saat mengeluarkan benda kerja dari tungku pemanas.
(58)
7. Mesin Polish
Sebelum melakukan pengamatan stuktur mikro dengan mikroskop optic, dilakukan surface polishing dengan mesin polish
Merek mesin polish : Marumoto Metalographi Pregrinder
Model : 6528-B: No.8185: 220 Volt : 50 Hz
Marumoto Kogyo Kaisha, Ltd. Tokyo Japan
Gambar 3.7 Mesin Polish
Mesin Polish ini terdapat pada Laboratium Teknik Metalurgi Universitas Sumatera Utara Medan.
(59)
3.2. Proses Penelitian
3.2.1. Pembuatan Spesimen
Spesimen baja karbon menengah dipotong dengan spesifikasi spesimen yang telah ditentukan. Jumlah spesimen yang dibuat adalah 15 buah spesimen. Dengan dimensi panjang 15 mm, lebar 15 mm, tebal 5 mm.
Gambar 3.8 Spesimen Penelitian
3.2.2. Uji Komposisi
Uji komposisi dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia khususnya kandungan karbon pada bahan. Uji komposisi dilakukan yang pertama pada raw material dengan untuk memastikan bahwa bahan pesimen adalah benar-benar baja karbon sedang yang mempunyai
(60)
kandungan karbon sebesar 0,355% C. Uji komposisi dilakukan di PT. Growth Sumatra medan.
Tabel 3.1. Uji Komposisi
Unsur C Si Mn Cr P S
% 0,355 0,4748 1,980 0,034 0.000 0,004
Untuk data lebih lengkap bisa dilihat pada lampiran 1 uji komposisi.
3.2.3. Proses Pembuatan Alat Penekan Spesimen
Alat penekan spesimen dibuat dari lembaran plat dengan tebal 10 mm dengan dimensi alat penekan panjang 70 mm, lebar 70 mm, tinggi 10 mm dan disatukan dengan proses pengelasan. Baut penekan yang di gunakan yakni baut yang memliki ulir halus dengan diameter 20 mm dan panjang 100 mm.
(61)
3.2.4. Proses Pembersihan Permukaan Spesimen
Pada proses ini permukaaan spesimen di bersihkan dari korosi, kotoran dan porositas sehingga di dapat permukaan yang halus, bersih dan rata. Pembersihan permukaan ini mengunakan kertas amplas dengan 800 mesh yang ditujukan untuk mendapatkan permukaan spesimen yang rata dan halus.
Gambar 3.10 Pembersihan Permukaan Spesimen
3.2.5. Proses Penekanan Pada Spesimen
Setelah pembersihan permukaan spesimen selesai maka dilakukan proses penekanan spesimen dengan memberikan putaran kepada baut penekan melalui kunci momen yang sebelumnya telah di atur untuk gaya
(62)
Gambar 3.11 Penekanan Pada Spesimen
3.2.6 Proses Pemanasan Pada Spesimen
Setelah spesimen di tekan lalu dilakukan proses pemanasan spesimen pada tungku dengan temperatur pemanasan 850oC. Dengan waktu penahanan ( holding Time ) yang bervariasi yakni 20 menit, 40 menit dan 60 menit dapat dilihat pada gambar 3.12.
(63)
3.2.7. Pendinginan Dengan Media Udara
Setelah spesimen selesai melalui waktu penahanan maka spesimen harus di keluarkan dari tungku dan dilakukan pendinginan lambat dengan media pendingin udara.
Gambar 3.13 Spesimen Dikeluarkan dari Tungku Pemanas
Proses pendinginan dari spesimen memerlukan waktu yang cukup lama berkisar ± 1-2 jam. Setelah spesimen dingin lalu selanjutnya spesimen di buka dari alat penekan dan dilakukan proses mounting (pembingkaian) spesimen. Tujuan dilakukannya proses pembingkaian ini untuk memperbesar bidang spesimen agar mempermudah proses pengamplasan dan pemolesan spesimen sebelum di uji keras dan di foto struktur mikronya.
(64)
Gambar 3.14 Pembingkaian (mounting) Spesimen
3.2.8 Pengujian Kekerasan Brinnel.
Gambar set up pengujian kekerasan brinnel dapat dilihat pada gambar 3.15 dibawah ini.
Gambar 3.15 Set Up Pengujian Kekerasan 1 2
3
6 5
(65)
Adapun keterangan gambar 3.15. adalah : 1. Penunjuk beban (kgf)
2. Gaya (kgf) 3. Ball indentor 4. Pengatur penekan 5. Pembeban
6. Landasan spesimen. Prosedur Pengujian
Adapun prosedur yang dilakukan pada pengujian kekerasan (hardness) adalah sebagai berikut:
1. Spesimen diberikan dan dihaluskan terutama pada permukaan yang diuji dengan mengunakan kertas pasir dengan variasi nomor 400, 500, 800, 1000, 1200 dan 1500 .
2. Dimensi specimen diukur dengan jangka sorong.
3. Spesimen diletakkan pada mesin uji Brinell Hardness Test.
4. Bola baja sebagai penetrator diset pada titik yang akan diuji, kondisi bersinggungan (bola baja menyentuhn titik specimen).
5. Kemudian katup pompa dibuka.
6. Spesimen diambil, lalu diukur diameter indentasinya dengan menggunakan teropong ukur.
7. Kemudian diulang percobaan ini, hingga 6 titik dan hasil pengukuran dicatat kembali.
(66)
3.2.9. Pengujian Struktur Mikro
Mikroskop optik digunakan untuk mengamati struktur mikro pada daerah antar muka ( interface ) dengan pembesaran 800 kali.
Pengujian ini menggunakan Reflected Metallurgical Microscope dengan type Rax Vision No.545491, MM-10A,230V-50Hz. Mikroskop optic dapat dilihat pada gambar 3.16.
Gambar 3.16 Mikroskop Optic
Adapun prosedur pengujian adalah sebagai berikut:
a. Menyiapkan benda uji dengan menghaluskan pada spesimen benda yang akan dilakukan pengujian.
b. Benda uji digosok dengan kertas amplas menggunakan mesin polish (gambar 3.7) diatas pemukaan yang rata dan penggosokan dilakukan dengan menggunakan kertas amplas tahan air yang dialiri air. Ukuran kertas amplas yang digunakan adalah kekasaran 400, 800, 1000, dan 1500. Pengamplasan dilakukan dengan menggunakan kertas amplas yang ukuran butir abrasifnya
(67)
dinyatakan dengan mesh. Urutan pengamplasan harus dilakukan dari nomor mesh yang rendah (150 mesh) ke nomor mesh yang tinggi (180 hingga 600 mesh). Hal yang harus diperhatikan pada saat pengamplasan adalah pemberian air.
c. Kemudian dibersihkan dan digosok menggunakan pasta poles (autosol) sampai mengkilap. Tahap pemolesan dimulai dengan pemolesan kasar terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan pemolesan halus yaitu pemolesan elektrolit kimia, pemolesan kimia mekanis, dan pemolesan elektro mekanis. Kemudian menyiapkan alat etsa yang diperlukan yaitu : tabung reaksi, gelas ukur dan pipet. Larutan bahan etsa tersebut dicampur dan diaduk, lalu teteskan ke benda uji selama ± 15 detik. Kemudian permukaan benda yang akan diuji dengan etsa dibersihkan dengan cairan alkohol dan menyuci benda uji dengan air bersih kemudian dikeringkan.
d. Benda uji yang telah dietsa diletakkan diatas landasan (anvil) tegak lurus dengan lensa mikroskop, diambil gambar dan dilihat cacat porositas yang ada di permukaan spesimen. Permukaan sampel yang akan diamati di bawah mikroskop harus benar-benar rata. Apabila permukaan sampel kasar, maka pengamatan sulit untuk dilakukan karena cahaya yang datang dari mikroskop dipantulkan secara acak oleh permukaan sampel.
(68)
3.3. Diagram Alir
Start
Pengujian Komposisi
Pemotongan Spesimen
Panjang ( p ) = 15 mm, Lebar ( l ) = 15 mm, Tinggi ( t ) = 5mm Persiapan Bahan
( Produk Jadi )
Pembuatan Alat Penekan
Pemanasan Pada Tungku, Suhu ( T ) = 850 0 C Waktu Pemanasan t1 = 20 menit, t2 = 40 menit , t3 = 60 menit
Pendinginan Alami (Normalizing) ( T ) 27 0 C – 32 0 C
(69)
Gambar 3.17 Diagram Alir Penelitian Uji Kekerasan
BRINNEL
Uji struktur Mikro Microskop optik Pengujian
Pengamplasan dan Pemolesan
Pengetsaan
Data
Analisa Data
Selesai Hasil
(70)
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengujian Brinell
Pengujian kekerasan bertujuan untuk menentukan kekerasan dari suatu material. Pengujian ini menggunakan spesimen baja karbon menengah dan stainless steel. Untuk nilai kekerasan bahan sebelum proses cladding adalah pada baja karbon menengah 89,90 BHN dan pada stainless steel adalah 125,80 BHN. Waktu penahanan pemanasan (holding time) masing-masing 20 menit, 40 menit dan 60 menit serta memakai alat uji Brinell Hardness Test. Hasil yang didapat dari pengujian berupa jejak diameter indentasi pada spesimen dari bola indentor. Kemudian dari diameter indentasi ini didapat nilai BHN dengan memakai rumus pers (2.1) :
Dimana: P: Beban penekan (Kgf)
D: Diameter bola penekan (mm) d: Diameter indentation (mm)
Berikut merupakan cara perhitungan BHN dimana nilai P dan D telah diketahui melalui alat uji kekerasan Brinell, yaitu 1500 Kgf dan 5 mm. Dan untuk nilai d diambil dari spesimen pertama pada baja karbon menengah dengan waktu penahanan pemanasan 20 menit sebesar 2,60 mm yang didapat setelah pengujian.
(71)
Contoh perhitungan diatas dapat kita ketahui bahwa nilai BHN untuk specimen waktu penahanan pemanasan 20 menit pada titik pertama adalah 92,50 BHN . Sedangkan untuk titik lain pada spesimen waktu penahanan pemanasan 20 menit, 40 menit dan 60 menit di setiap titik dapat menggunakan cara seperti diatas dengan hanya mengganti nilai diameter indentation (d) dengan besar nilai d telah diukur setelah dilakukan pengujian kekerasan.
(72)
4.1.1 Hasil Uji Brinell Waktu Penahanan Pemanasan 20 Menit
Hasil uji kekerasan spesimen waktu penahanan pemanasan 20 menit nilai P untuk pengujian adalah 1500 kgf dan D adalah 5 mm.
Tabel 4.1 Hasil nilai kekerasan waktu penahanan (holding time) 20 menit.
NO
DIAMETER BEKAS INDENTOR
BAJA KARBON MENENGAH INTERFACE STAINLESS STEEL BAJA & S. STEEL 1
2.65 2.60 2.40 2.35 2.20 2.25
2
2.60 2.60 2.40 2.40 2.15 2.10
3
2.65 2.55 2.35 2.40 2.25 2.20
4
2.55 2.60 2.30 2.35 2.25 2.25
5
2.60 2.60 2.30 2.30 2.15 2.10
BRINNEL HARDNESS NUMBER (BHN) BAJA KARBON MENENGAH INTERFACE STAINLESS STEEL BAJA & S. STEEL
89.00 92.60 109 114 130 124
92.60 92.60 109 109 136 143
89.00 96.30 114 109 124 130
96.30 92.60 119 114 124 124
92.60 92.60 119 119 136 143
(73)
Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa rata–rata nilai kekerasan untuk spesimen waktu penahan 20 menit untuk daerah baja karbon menengah adalah 92,62 BHN, pada daerah interface 113,50 BHN dan pada daerah stainless steel 131,40 BHN. Pada gambar 4.2 dapat dilihat grafik kekerasan spesimen waktu penahanan pemanasan 20 menit.
(74)
4.1.2 Hasil Uji Brinell Waktu Penahanan 40 Menit
Hasil uji kekerasan spesimen waktu penahanan 40 menit nilai P untuk pengujian adalah 1500 kgf dan D adalah 5 mm.
Tabel 4.2 Hasil nilai kekerasan waktu penahanan (holding time) 40 menit.
NO
DIAMETER BEKAS INDENTOR BAJA KARBON
MENENGAH
INTERFACE STAINLESS
STEEL BAJA & S.STEEL
1 2.65 2.60 2.30 2.25 2.15 2.15
2 2.55 2.50 2.35 2.30 2.10 2.15
3 2.60 2.55 2.25 2.15 2.15 2.1
4 2.65 2.65 2.20 2.15 2.15 2.10
5 2.60 2.55 2.20 2.25 2.10 2.15
BRINNEL HARDNESS NUMBER (BHN) BAJA KARBON
MENENGAH
INTERFACE STAINLESS
STEEL BAJA & S.STEEL
89.00 92.50 119 124 136 136
96.30 101.00 114 119 143 136
92.60 96.30 124 136 136 143
89.00 89.00 130 136 136 143
92.60 96.30 130 124 143 136
Rata2 : 93,46 125,60 138,80
(75)
Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa rata – rata nilai kekerasan untuk spesimen waktu penahan 40 menit untuk daerah baja karbon menengah adalah 93,46 BHN, pada daerah interface 125,60 BHN dan pada daerah stainless steel 138,80 BHN. Pada gambar 4.3 dapat dilihat grafik nilai kekerasan spesimen waktu penahanan 40 menit.
(76)
4.1.3 Hasil Uji Brinell Spesimen Waktu Penahanan 60 Menit
Hasil uji kekerasan spesimen waktu penahanan 60 menit, nilai P untuk pengujian adalah 1500 Kgf dan D adalah 5 mm.
Tabel 4.3 Hasil nilai kekerasan waktu penahanan (holding time) 60 menit.
NO
DIAMETER BEKAS INDENTOR BAJA KARBON
MENENGAH
INTERFACE
STAINLESS STEEL BAJA & S.STEEL
1 2.45 2.40 2.25 2.20 2.10 2.15
2 2.50 2.45 2.15 2.20 2.15 2.10
3 2.55 2.50 2.30 2.25 2.15 2.15
4 2.50 2.55 2.20 2.25 2.10 2.15
5 2.45 2.40 2.15 2.20 2.15 2.20
BRINNEL HARDNESS NUMBER (BHN) BAJA KARBON
MENENGAH
INTERFACE STAINLESS
STEEL BAJA & S.STEEL
105 109 124 130 143 136
101 105 136 130 136 143
96.30 101 119 124 136 136
101 96.30 130 124 143 136
105 109 136 130 136 135
(77)
Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa rata – rata nilai kekerasan untuk spesimen waktu penahan 60 menit untuk daerah baja karbon menengah adalah 102,86 BHN, pada daerah interface 128,30 BHN dan pada daerah stainless steel 139,50 BHN. Pada gambar 4.4 dapat dilihat nilai kekerasan spesimen waktu penahanan 60 menit.
Gambar 4.4 Hasil uji kekerasan waktu penahanan (holding time) 60 menit.
Untuk nilai rata – rata setiap spesimen berdasarkan waktu penahanan pemanasan 20 menit, 40 menit dan 60 menit dapat dilihat pada gambar 4.5 dibawah ini.
(78)
Gambar 4.5 Hasil Uji Kekerasan Setiap Variasi Waktu Penahanan (Holding Time) 20 Menit, 40 Menit Dan 60 Menit.
4. 2 Hasil Uji Struktur Mikro
Sifat – sifat logam terutama sifat mekanis dan sifat teknologis sangat dipengaruhi oleh mikro struktur logam dan paduannya. Struktur mikro dari logam dapat diubah dengan jalan perlakuan panas ataupun dengan ( heat treatment ) ataupun dengan proses perubahan bentuk ( deformation ) dari logam yang akan diuji. Pengamatan metallography dengan mikroskop optic dapat dibagi dua, yakni metallography macro yang pengamatan struktur mikro dengan hanya pembesaran 10 – 100 kali dan metallography micro yang pengamatan struktur mikro dengan pembesaran diatas 100 kali.
(79)
Pengujian yang dilakukan pada keseluruhan spesimen adalah pembesaran 800 kali dengan menggunakan “ Reflected Metallurgical Microscope”dengan tipe Rax Vision No.545491, MM-10A, 230V – 50 Hz.
Contoh keterangan untuk melihat foto struktur mikro pada salah satu titik pengujian akan ditampilkan dibawah ini. Sedangkan untuk keterangan foto struktur mikro selanjutnya dapat diperhatikan seperti contoh dibawah. Pengujian tiap spesimen dilakukan 5 titik pengujian disepanjang daerah antar muka (interface).
(80)
4.2.1 Hasil Uji Struktur Mikro waktu Penahanan 20 Menit
Hasil uji struktur mikro penahan 20 menit pada ke lima spesimen dapat dilihat pada gambar 4.7.
Spesimen1
(81)
Spesimen 3
(82)
Spesimen 5
Gambar 4.7 Hasil Uji Foto Mikro Pada Spesimen Penahanan 20 Menit
4.2.2 Hasil Uji Struktur Mikro Spesimen Penahanan 40 Menit
Hasil uji struktur mikro penahan 40 menit pada ke lima spesimen dapat dilihat pada gambar 4.8
(83)
Spesimen 2
(84)
Spesimen 4
Spesimen 5
(85)
4.2.3 Hasil Uji Struktur Mikro Spesimen Penahanan 60 Menit
Hasil uji struktur mikro penahan 60 menit pada ke lima spesimen dapat dilihat pada gambar 4.9
Spesimen 1
(86)
Spesimen 3
(87)
Spesimen 5
(88)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil Penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan yakni:
1. Hasil uji kekerasan pada variasi waktu penahanan pemanasan adalah : a. Sebelum dan sesudah proses cladding, terjadi peningkatan nilai
kekerasan pada baja karbon menengah dari 89,90 BHN menjadi 92,62 BHN dan stainless stell dari 125,80 BHN menjadi 131,40 BHN. Hal ini dikarenakan spesimen telah mengalami pemanasan dengan waktu penahanan.
b. Nilai kekerasan waktu penahanan 20 menit lebih rendah dibanding waktu penahanan 40 menit dan 60 menit yakni pada baja karbon menengah adalah 92,62 BHN, daerah interface 113,50 BHN dan pada stainless steel 131,40 BHN.
c. Nilai kekerasan waktu penahanan 40 menit berada diantara nilai kekerasan waktu pemanasan 20 menit dan 60 menit yakni pada baja karbon menengah 93,46 BHN,daerah interface 125,60 BHN dan pada stainless steel 138,80 BHN.
d. Nilai kekerasan yang paling tinggi adalah pada waktu penahanan 60 menit yakni pada baja karbon menengah 102,86 BHN,daerah interface 128,30 BHN dan pada stainless steel 139,50 BHN.
Untuk itu jelas bahwa semakin lama waktu pemanasan (holding time) pada proses cladding maka nilai kekerasan yang diperoleh akan semakin tinggi.
2. Hasil pengamatan struktur mikro dengan pembesaran 800 kali pada masing–masing varian waktu penahanan (holding time) menunjukkan bahwa pada waktu penahanan 20 menit difusi terjadi tetapi belum disepanjang daerah interface (Gambar 4.7) dan pada waktu penahanan 40 menit difusi terjadi sudah disepanjang daerah interface (Gambar 4.8)
(89)
begitu juga pada waktu penahanan 60 menit difusi terjadi di sepanjang daerah interface (Gambar 4.9), untuk itu jelas bahwa semakin lama waktu penahanan pemanasan (Holding time) maka difusi terjadi disepanjang daerah interface.
5.2. Saran
Saran-saran yang perlu diperhatikan untuk dilakukan pada penelitian lebih lanjut, yaitu :
a. Pengambilan foto struktur mikro sebaiknya dilakukan dengan pembesaran lensa yang lebih baik lagi ( diatas pembesaran 1000 x). b. Pastikan indentor penekan jatuh tepat di garis interface untuk
mengetahui kekerasan daerah interface yang akurat.
c. Proses pengamplasan permukaan spesimen harus rata sebelum tahap pengambilan data kekerasan dan foto struktur mikro spesimen.
d. Kebersihan dan kerataan permukaan spesimen sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan kelekatan antar spesimen. e. Waktu pencelupan dalam proses pengetsaan spesimen sangat
berpengaruh terhadap tampilan mikrostruktur dari spesimen terhadap lensa pembesar mickroskop.
(90)
DAFTAR PUSTAKA
1. D.W, Hopkins, M. Sc. (1986) Principles of Metal Surface Treatment and Protection, Pergamon International Library.
2. ASM Hanbook. (2000) Surface Engineering.
3. Davis Troxell Wiskocil. (1988) The Testing and Inspection Of Engineering Materials, Third Edition.
4. George F. Vander Voord, Mc. Graw Hill. (1984), Metallography, Principles and Practice, Vol 36.
5. Bogdan O.K and Nicholas W. 1977. Steel Design for Structural Engineers.
6. William D Callister Jr, (2007) , Material and Engineering, Jhon Wiley & Son. Inc. An Introduction,6th edition.
7. Surdia, Tata dan Kenji Chijiwa. 1984. Pengetahuan Bahan Teknik. Jakarta: PT Pradnya Paramita.
8. Beumer, B. J.M dan B. S Anwir. 1985. Ilmu Bahan Logam, Jilid I. Jakarta: Penerbit Bhratara Karya Aksara.
9. DeGarmo, E. Paul. 1979. Materials and Processes in Manufacturing. London: The Macmillan Company.
10.Dieter, George E. 1986. Mechanical Metalurgy. New York: Mc Graw Hill.
(91)
LAMPIRAN 1
(1)
Spesimen 3
(2)
Spesimen 5
(3)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil Penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan yakni:
1. Hasil uji kekerasan pada variasi waktu penahanan pemanasan adalah : a. Sebelum dan sesudah proses cladding, terjadi peningkatan nilai
kekerasan pada baja karbon menengah dari 89,90 BHN menjadi 92,62 BHN dan stainless stell dari 125,80 BHN menjadi 131,40 BHN. Hal ini dikarenakan spesimen telah mengalami pemanasan dengan waktu penahanan.
b. Nilai kekerasan waktu penahanan 20 menit lebih rendah dibanding waktu penahanan 40 menit dan 60 menit yakni pada baja karbon menengah adalah 92,62 BHN, daerah interface 113,50 BHN dan pada stainless steel 131,40 BHN.
c. Nilai kekerasan waktu penahanan 40 menit berada diantara nilai kekerasan waktu pemanasan 20 menit dan 60 menit yakni pada baja karbon menengah 93,46 BHN,daerah interface 125,60 BHN dan pada stainless steel 138,80 BHN.
d. Nilai kekerasan yang paling tinggi adalah pada waktu penahanan 60 menit yakni pada baja karbon menengah 102,86 BHN,daerah interface 128,30 BHN dan pada stainless steel 139,50 BHN.
Untuk itu jelas bahwa semakin lama waktu pemanasan (holding time) pada proses cladding maka nilai kekerasan yang diperoleh akan semakin tinggi.
2. Hasil pengamatan struktur mikro dengan pembesaran 800 kali pada masing–masing varian waktu penahanan (holding time) menunjukkan bahwa pada waktu penahanan 20 menit difusi terjadi tetapi belum disepanjang daerah interface (Gambar 4.7) dan pada waktu penahanan 40
(4)
begitu juga pada waktu penahanan 60 menit difusi terjadi di sepanjang daerah interface (Gambar 4.9), untuk itu jelas bahwa semakin lama waktu penahanan pemanasan (Holding time) maka difusi terjadi disepanjang daerah interface.
5.2. Saran
Saran-saran yang perlu diperhatikan untuk dilakukan pada penelitian lebih lanjut, yaitu :
a. Pengambilan foto struktur mikro sebaiknya dilakukan dengan pembesaran lensa yang lebih baik lagi ( diatas pembesaran 1000 x). b. Pastikan indentor penekan jatuh tepat di garis interface untuk
mengetahui kekerasan daerah interface yang akurat.
c. Proses pengamplasan permukaan spesimen harus rata sebelum tahap pengambilan data kekerasan dan foto struktur mikro spesimen.
d. Kebersihan dan kerataan permukaan spesimen sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan kelekatan antar spesimen. e. Waktu pencelupan dalam proses pengetsaan spesimen sangat
berpengaruh terhadap tampilan mikrostruktur dari spesimen terhadap lensa pembesar mickroskop.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
1. D.W, Hopkins, M. Sc. (1986) Principles of Metal Surface Treatment and Protection, Pergamon International Library.
2. ASM Hanbook. (2000) Surface Engineering.
3. Davis Troxell Wiskocil. (1988) The Testing and Inspection Of Engineering Materials, Third Edition.
4. George F. Vander Voord, Mc. Graw Hill. (1984), Metallography, Principles and Practice, Vol 36.
5. Bogdan O.K and Nicholas W. 1977. Steel Design for Structural Engineers.
6. William D Callister Jr, (2007) , Material and Engineering, Jhon Wiley & Son. Inc. An Introduction,6th edition.
7. Surdia, Tata dan Kenji Chijiwa. 1984. Pengetahuan Bahan Teknik. Jakarta: PT Pradnya Paramita.
8. Beumer, B. J.M dan B. S Anwir. 1985. Ilmu Bahan Logam, Jilid I. Jakarta: Penerbit Bhratara Karya Aksara.
9. DeGarmo, E. Paul. 1979. Materials and Processes in Manufacturing. London: The Macmillan Company.
10.Dieter, George E. 1986. Mechanical Metalurgy. New York: Mc Graw Hill.
(6)
LAMPIRAN 1