PENGARUH VARIASI JARAK PENEMBAKAN SHOT PEENING TERHADAP STRUKTUR MIKRO, STRUKTUR MAKRO, KEKASARAN, KETEBALAN DAN KEKERASAN MENGGUNAKAN STEEL BALL 0.7 MM PADA MATERIAL STAINLESS STEEL AISI-304

(1)

STAINLESS STEEL

AISI-304

TUGAS AKHIR

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Derajat Stara -1 Pada Progran Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh : WAHYUDIN 2012 013 0236

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

YOGYAKARTA 2016


(2)

TUGAS AKHIR

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Derajat Stara -1 Pada Progran Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh : WAHYUDIN 2012 013 0236

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

YOGYAKARTA 2016


(3)

iii

Struktur Mikro, Struktur Makro, Kekasaran, Ketebalan dan Kekerasan

Menggunakan Steel Ball 0,7 mm Pada Material Stainless Steel AISI 304” ini

adalah asli hasil karya saya dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis disebutkan sumbernya dalam naskah dan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 1 Desember 2016 Yang menyatakan,


(4)

iv

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang”

Skripsi ini khusus saya persembahkan untuk :

Kedua orang tua tercinta, Bapak (Waryo) dan Ibu (Wasri),

Sebagai ucapan syukur dan terima kasih atas segala jasa yang telah diberikan selama ini berupa do’a, nasehat, semangat dan dukungan materil sehingga penulis

dapat

menyelesaikan seluruh masa studi di Teknik Mesin UMY.

Kakak (Rasyono dan Dartini)

Atas do’a dan berbagai masukan yang telah diberikan kepada penulis dalam penyelesaian tugas akhir ini.

“Semoga skripsi ini dapat menjadi bermanfaat dan dapat membalas berbagai jasa yang telah diberikan kepada penulis.”

Wahyudin S.T.


(5)

v

rahmat, nikmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga pelaksanaan laporan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan dengan baik. Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun kita dari jaman jahiliyah ke jaman terang benderang yang saat ini kita rasakan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Variasi Jarak Penembakan Shot Peening Terhadap Struktur Mikro, Struktur Makro, Kekasaran, Ketebalan dan Kekerasan Menggunakan Steel Ball 0,7 mm Pada Material Biomedik Plat Penyambung Tulang Stainless Steel AISI 304. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan butiran struktur mikro paling halus pada jarak 120 mm, butiran struktur makro paling kasar pada jarak 100 mm, nilai kekasaran tertinggi pada jarak 100 mm, pengurangan ketebalan tertinggi pada jarak 120 mm, dan nilai kekerasan tertinggi pada jarak 120 mm.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam menyusun Tugas Akhir ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih dan apresiasi setinggi-tingginya kepada:

1. Novi Caroko, S.T., M.Eng., selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Ir. Aris Widyo Nugroho, M.T., Ph.D., selaku dosen pembimbing Utama Tugas Akhir atas pengarahan, motivasi, dan bimbingannya selama proses pengerjaan Tugas Akhir.

3. Sunardi, S.T., M.Eng. selaku dosen pembimbing kedua yang telah banyak membimbing dan membantu selama proses pengerjaan Tugas Akhir. 4. Novi Caroko, S.T., M.Eng selaku dosen penguji yang telah memberi


(6)

vi

6. Seluruh karyawan, karyawati Prodi Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Yogyakarta atas bantuan yang telah diberikan selama masa kuliah.

7. Bapak Lilik Dwi Setyana, S.T., M.T., selaku laboran Laboratorium Bahan Teknik Mesin dan Industri Universitas Gadjah Mada yang telah membantu penulis dalam melakukan pengujian Tugas Akhir.

8. Kepada Ayah - Ibu tercinta Bapak Waryo dan Ibu Wasri yang tidak pernah lelah untuk memberikan dukungan moril, materi, dan doa selama ini. 9. Kakak tercinta Rasyono yang selalu mengingatkan dan memberikan

semangat baru dalam menyelesaikan tugas - tugas selama masa studi. 10.Seluruh rekan seperjuangan Teknik Mesin Angkatan 2012 terutama

kepada Dhani, Syahrudiyanto, Adi, Rudi, Putu, Yusuf, Zamhari, Martin, Adit, Sayogo, Erwin dan semuanya yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu yang selalu memberikan kritik, saran serta motivasi untuk terus berjuang.

11.Semua pihak yang telah berperan dalam seluruh proses pembelajaran yang tidak bisa penulis sebutkan satu - persatu.

Penulis sangat menyadari akan keterbatasan penulis, sehingga Tugas Akhir ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Harapan penulis adalah Tugas Akhir ini dapat menjadi sumbangan wawasan yang bermanfaat bagi siapapun yang membacanya. Aamiin.

Yogyakarta, 1 Desember 2016 Penyusun,


(7)

vii

KATA PENGANTAR ...vii

DAFTAR ISI ...ix

DAFTAR GAMBAR ...xi

DAFTAR LAMPIRAN ...xii

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang Masalah...1

1.2 Perumusan Masalah ...2

1.3 Batasan Masalah ...2

1.4 Tujuan Penelitian ...3

1.5 Manfaat Penelitian ...3

BAB II KAJIAN PUSTAKA ...4

2.1 Tinjauan Pustaka ...4

2.1.1 Struktur mikro...6

2.1.2 Kekasaran...7

2.1.3 Ketebalan...9

2.1.4 Kekerasan...10

2.2 Dasar Teori ...11

2.2.1 Stainless Steel ...11

2.2.2 Shot Peening ...15

2.2.3 Uji Kekerasan ...16

BAB III METODE PENELITIAN ...19

3.1 Alat dan Bahan Penelitian ...19

3.1.1 Pembuatan Mesin Shot peening ...19

3.1.2 Proses Perlakuan Shot peening ...19

3.1.3 Proses Pengujian ...21

3.2 Variabel Penelitian ...24

3.3 Tahap Penelitian ...24

3.3.1 Proses Pembuatan Sampel ...24

3.3.2 Proses Pembuatan Mesin shot peening ...25

3.3.3 Proses Shot peening ...26

3.3.4 Proses Pengujian ...27

3.3.5 Proses Pengolahan Data ...28


(8)

viii

4.5 Data hasil uji ketebalan........37

4.6 Data hasil uji kekerasan...38

BAB V KESIMPULAN 5.1Kesimpulan...42

5.2 Saran ...43

DAFTAR PUSTAKA ...44

LAMPIRAN ...45


(9)

ix

Gambar 2.3 Skema stylus permukaan sampel...8

Gambar 2.4 Pengaruh perlakuan permukaan terhadap ukuran dimensi sampel....10

Gambar 2.5 Distribusi nilai kekerasan mikro pada perlakuan shot peening...11

Gambar 2.6 Struktur Kristal ferrite stainless steel body centered cubic ...12

Gambar 2.7Struktur kristal austenite stainless steel face centered cubic ...12

Gambar 2.8 Struktur Kristal martensitic stainless steel body centered ...13

Gambar 2.9 Mekanisme pembentukan tegangan ...15

Gambar 2.10 Skema proses shot peening ...16

Gambar 2.11 Skema proses uji kekerasan ...17

Gambar 2.12 Skematik prinsip indentasi dengan metode Vickers...17

Gambar 2.13Tipe-tipe lekukan piramid intan ...18

Gambar 3.1 Shot peening box ...20

Gambar 3.2 Kompresor ...20

Gambar 3.3 Ukuran diameter steel ball ...21

Gambar 3.4Alat uji struktur mikro ...21

Gambar 3.5 Alat uji struktur makro...22

Gambar 3.6 Alat uji kekasaran...22

Gambar 3.7Alat uji kekerasan ...23

Gambar 3.8 Alat uji ketebalan...23

Gambar 3.9 Pat Sampel ...25

Gambar 3.10 Proses shot peening ...26

Gambar 3.11 Diagram alir penelitian ...29

Gambar 4.1 Hasil Perlakuan shot peening ...30

Gambar 4.2 Hasil uji struktrur mikro ...31

Gambar 4.3 Hasil uji struktur makro...34

Gambar 4.4 hasil uji kekasaran...35

Gambar 4.5 Pengaruh penumbukan bola baja ...36

Gambar 4.6 Grafik nilai rata penurunan ketebalan...37

Gambar 4.7Grafik nilai rata-rata uji kekerasan permukaan ...39

Gambar 4.8 Grafik nilai rata-rata uji distribusi kekerasan...41


(10)

x

Lampiran 3. Proses Shot Peening...49

Lampiran 4. Alat Pengujian...50

Lampiran 5. Hasil Pengujian Struktur Mikro...53

Lampiran 6. Hasil Pengujian Struktur Makro...54

Lampiran 7. Hasil Pengujian Kekasaran...55

Lampiran 8. Hasil Pengujian Kekerasan...83


(11)

KETEBALAN DAN KEKERASAII MENGGT]NAKAN STEEL BALL 0,7

MM PADA MATf,RIAL BIOMEDIK PLAT PENYAMBIJNG TTJLANG S?ZINZESS SIEEL

AISI3M

Disusutr Oleh; WA.IIYTJDIN

2tl20t3

0236

Teleh Dipertahrnken Di Depan Tim Penguji

Pada Trnggal:

I

Desomber 2016 Susunan Tim Penguji:

Doser Pembimbing

I

,Ay-as-Doser Penbimbing

II

----=>=---{-Ir. Aris lvidYo Nueroho ld.T.JhIr.

flrra I970G,011995{D 123 022

Penguji

Novi Caroko S.T- M,Ens. NlP. 19791113 20050r

I

001

Tugas Akhir

Id

Tehh Dinyatakan Sah Sebagai Salah Srtu Persyar&tan UtrtuL Menperoleh Gelar Sarjane Teknik

Tanggal :

Surardi S.T- IlLEns,

iff(

19770210201,t10 123 068

11


(12)

vi tangguh, mudah di bentuk, murah dan mudah dipasaran. Akan tetapi material jenis ini masih rentan terhadap retak permukaan. Sehingga perlu adanya perlakuan permukaan untuk memperbaiki kekurangan dari material stainless steel AISI304. Salah satu metode untuk perbaikan permukaannya adalah shot peening. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh variasi jarak shot peening terhadap struktur mikro, struktur makro, kekasaran, kekerasan dan ketebalan pada stainless

steel AISI 304.

Proses shot peening AISI 304 dimulai dengan penyiapan sampel dengan cara memotong plat spesimen dengan ukuran panjang 20 mm, lebar 15 mm, dan tebal 4 mm, kemudian dilakukan pembersihan dan pengampelasan dengan no mesh 600, 1000, 1500, dan 2000, selanjutnya dibersihkan dengan autosol. Shot

peening dilakukan dengan tekanan penyemprotan 6 bar, dan waktu

penyemprotan 10 menit, variasi jarak yang digunakan adalah 80, 90, 100, 110 dan 120 mm. Spesimen yang telah diproses dilakukan karakterisasi meliputi struktur mikro dengan alat Optical microscope, struktur makro dengan alat Optical

microscope, kekasaran dengan alat MR 110, kekerasan dengan alat Vickers

hardness dan ketebalan dengan alat mikro meter sekrup.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses shot peening mengubah ukuran butir struktur mikro permukaan menjadi lebih halus dan pipih dan struktur makro menjadi lebih kasar. Perlakuan shot peening meningkatkan kekasaran permukaan dari kekasaran awal 0,1065 µm menjadi 1,34475 µm. Perlakuan shot

peening mengurangi ketebalan plat sampel SS 304 menjadi 3,70 mm dari

ketebalan sebelum di shot peening 3,96 mm. Hasil uji kekerasan menjadi meningkat, kekerasan meningkat dari 222,5 kg/mm² menjadi 596,9 kg/mm².

Kata kunci: Shot peening, Stainless Steel AISI 304, Struktur Mikro,


(13)

1

Dalam bidang kedokteran banyak digunakan implan untuk membantu proses penyembuhan patah tulang. Implan merupakan sebuah perangkat medis yang dibuat untuk mendukung struktur biologis yang perlu diperbaiki atau diganti. Implan ini terbuat dari beberapa jenis material seperti, logam, keramik, titanium, komposit karbon dan stainless steell. Salah satu material yang sering digunakan adalah stainless steel AISI 304. Karena material tersebut harganya murah, mudah di dapat dan banyak dipasaran.

Stainless steel AISI 304 memiliki sifat seperti, ulet, tangguh dan mudah

dibentuk. Akan tetapi perlu adanya perlakuan permukaan. Karena dengan perlakuan permukaan, implan menjadi lebih tahan lelah atau fatique (Amin dan Yavari dkk, 2008), kekasaran permukaan bertambah dan lebih tahan terhadap korosi (Arifvianto dkk, 2009). Stainless steel AISI 304 tidak dapat diberi perlakuan panas (heat treatment) dan hanya dapat dikeraskan dengan perlakuan dingin (cool worked).

Prinsip dari perlakuan dingin adalah untuk mengubah sifat mekanik material dengan cara penekanan terhadap material sehingga menyebabkan deformasi plastis. Ada banyak perlakuan dingin (cool worked) yang dapat dilakukan untuk meningkatkan sifat material stainless steel AISI 304 seperti, shotpeening, Surface

Mechanical Attrition Treatment (SMAT), dan sandblasting (Mukhsen, 2012).

Shot peening adalah teknik yang akan terus dikembangkan secara efektif

dengan tujuan membuat permukaan material lebih kasar. Prinsip dari shot peening adalah proses penyemburan bola-bola baja (steel ball) bertekanan tinggi dengan bantuan kompresor secara merata pada permukaan sampel. Bola-bola baja (steel ball) yang berukuran kecil menumbuk permukaan material sehingga menyebabkan terjadinya deformasi plastis dan penghalusan butir permukaan. Tumbukan partikel pada permukaan akan menyebabkan peningkatan kekerasan permukaan. Selain itu juga menyebabkan permukaan menjadi lebih kasar. Hasil


(14)

penelitian Saputra (2016), Sunardi (2013) dan Ahqiyar (2011) menunjukan peningkatan nilai kekerasan pada material uji karena deformasi plastis dan terjadi perubahan ukuran butiran struktur mikro. Peningkatan kekerasan paling tinggi terjadi pada perrmukaan sampel kemudian semakin dalam semakin menurun.

Saat ini penelitian shot peening dengan variasi jarak masih sangat terbatas, sebagian besar penelitian masih berkisaran pada variasi waktu dan tekanan dengan jarak konstan 88-150 mm. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan variasi jarak penembakan shot peening terhadap struktur mikro, struktur makro, kekasaran, ketebalan dan kekerasan stainless steel AISI 304. Sehingga diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan kualitas dari stainlees steel AISI 304.

1.2.Rumusan Masalah

Uraian masalah yang telah dibahas sebelumnya maka dapat disusun perumusan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana pengaruh variasi jarak penembakan shot peening terhadap struktur mikro dan struktur makro plat penyambung tulang stainless steel AISI 304.

b. Bagaimana pengaruh variasi jarak penembakan shot peening terhadap kekasaran plat penyambung tulang stainless steel AISI 304.

c. Bagaimana pengaruh variasi jarak penembakan shot peening terhadap pengurangan ketebalan plat penyambung tulang stainless steel AISI 304. d. Bagaimana pengaruh variasi jarak penembakan shot peening terhadap

kekerasan plat penyambung tulang stainless steel AISI 304. 1.3. Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi oleh hal-hal berikut:

a. Material yang digunakan adalat plat stainless steel AISI 304 dengan tebal plat awal 4 mm.

b. Plat penyambung tulang yang dibuat adalah untuk menyambung tulang tangan.


(15)

c. Tekanan udara 6 bar dijaga konstan.

d. Penelitian ini dibatasi pada pengujian struktur makro, struktur mikro, kekasaran, ketebalan dan kekerasan plat penyambung tulang stainless steel AISI 304.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah;

a. Mengetahui pengaruh variasi jarak penembakan shot peening terhadap struktur makro dan struktur mikro plat stainless steel AISI 304.

b. Mengetahui pengaruh variasi jarak penembakan shot peening terhadap kekasaran permukaan plat stainless steel AISI 304.

c. Mengetahui pengaruh variasi jarak penembakan shot peening terhadap pengurangan ketebalan plat stainless steel AISI 304.

d. Mengetahui pengaruh variasi jarak penembakan shot peening terhadap kekerasan plat stainless steel AISI 304.

1.5. Manfaat Penelitian

a. Penelitian ini diharapkan dapat menemukan perlakuan shot peening yang tepat pada bahan plat stainless steel AISI 304, sehingga dapat diterapkan dalam pembuatan yang lebih baik dan sesuai dengan standar yang dibutuhkan.

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi pada dunia pengetahuan tentang pengaruh shot peening terhadap stainless steel AISI 304 yang memiliki kekerasan yang lebih baik dibanding dengan material dasar.


(16)

4

Shot peening merupakan salah satu perlakuan permukaan yang bertujuan

untuk memberikan tegangan sisa tekan pada permukaan suatu komponen sehingga dapat memperbaiki sifat bahan terhadap beban dinamis. Selain dapat memperbaiki karakteristik ketahanan terhadap beban dinamis, perlakuan shot peening juga dapat berpengaruh terhadap kekerasan bahan.

Penelitian ini berpedoman pada penelitian-penelitian sebelumnya, sehingga diharapkan dapat membandingkan adanya perbedaan dengan penelitian-penelitian terdahulu. Berikut macam-macam pengelompokan dari beberapa penelitian tentang metode perlakuan dingin (coold working) berdasarkan parameter pengujiannya (Anugrah, 2013).

1. Variasi jarak penembakan

Pada penelitian Hidayat (2013) dengan jarak 88 mm, sedangkan pada penelitian Sunardi (2013) dan Saputra (2015) menggunakan jarak penembakan shot peening 100 mm, Wibowo dan Setianingrum (2015) menggunakan jarak 100 – 150 mm, Karo (2002) menggunakan jarak 750 mm, dan Setiawan (2013) menggunakan jarak 150 mm. Pada penelitian ini penulis menggunakan jarak penembakan shot peening 80

– 120 mm.

2. Bentuk material yang diuji

Arifvianto dkk (2011) dengan ukuran plat 100 mm × 50 mm × 4 mm, Multigner dkk (2009) dengan plat berbentuk silinder dengan diameter 20 mm dan ketebalan 2 mm, Adriawan (2011) menggunakan plat

berdiameter 10 mm × 10 mm × 3 mm, As’ad (2008) dan Ashari (2008)

menggunakan benda uji yang sama dengan ukuran 100 mm× 50 mm × 7 mm.


(17)

3. Beberapa material shot peening

Jiang dkk (2006) menggunakan silika oksida yang memiliki diameter 200 –300 μm, Adriawan (2011)menggunakan bahan slag ball dengan variabelnya adalah ukuran dari slag ball tersebut. Ashari dan As’ad (2008) melakukan perlakuan shot peening menggunakan serbuk besi standar ISO 9001, sedangkan Tang dan Li (2008) menggunakan pasir silika dengan ukuran ayakan atau mesh yang berukuran 500 –700 μm, Multigner dkk (2009) menggunakan bahan alumina ((Al O ) yang

memiliki diameter 750 μm. Beberapa penelitian lain yang

menggunakan pasir silika (SiO2) adalah Pramudia (2011), Widodo

(2011), Ishak (2011), Arivianto dkk (2011), dan Mukhsen (2012). 4. Variabel tekanan

Wang dan Li (2003); Jiang dkk (2006) dengan tekanan penyemprotan

300 Psi. Ashari (2008); As’ad (2008) menggunakan variabel tekanan

mulai dari 4-6 kg/cm². Tang dan Li (2008)menggunakan tekanan 300 kPa, hampir sama dengan Multigner dkk (2009) yang menggunakan 350 kPa. Arifvianto dkk (2011a) menggunakan 8 kg/cm², sedangkan Pramudia (2011) menggunakan tekanan 6-7 kg/cm². Adriawan (2011); Widodo (2011); Ishak (2011) menggunakan 5-7 kg/cm². Pada penelitian ini penulis menggunakan tekanan sebesar 6 bar.

5. Material yang diuji

Penelitian sebelumnya yang menggunakan SS-316L Adalah Arifvianto (2011), Adriawan (2011), Pramudia (2011), Widodo (2011), Ishak (2011), dan Mukhsen (2012). Wang dan Li (2003) menggunakan bahan kuningan. Jiang dkk (2006) menggunakan Ti (titanium murni). Tang dan Li (2008) membandingkan pengaruh sandblasting pada bahan Al 2024 dan Ti-Al 2024 sebagai benda ujinya. Ashari (2008)

dan As’ad (2008) menggunakan material logam baja ST 37. Multigner

dkk (2009) menggunakan material baja tahan karat AISI 316LVM. Berdasarkan hasil penelitian – penelitian tersebut menunjukan adanya perubahan yaitu adanya peningkatan kekerasan permukaan, peningkatan


(18)

kekasaran, pengurangan ukuran/dimensi spesimen dan pengecilan struktur mikro pada butiran permukaan. Berikut merupakan hasil dari beberapa pengujian penelitian – penelitian sebelumnya (Anugerah, 2013).

2.1.1. Struktur Mikro

Perlakuan shot peening dapat merubah ukuran butiran pada bagian permukaan akibat terjadinya deformasi penumbukan material abrasif sehingga pada permukaan terjadi peningkatan kekerasan. Terjadinya peningkatan kekerasan karena adanya proses several plastic deformation (SPD) sehingga menyebabkan penghalusan ukuran butiran (Multigner dkk), dan strain hardening. Hukum Hall-Petch menyatakan bahwa kekerasan akan meningkat seiring penurunan ukuran butiran. Ukuran butiran mengalami pengecilan hingga berukuran nano (Multigner dkk, 2009). Butiran kembali membesar seiring dengan bertambahnya jarak kedalaman permukaan hingga mencapai ukuran material dasarnya. Hasil pengambilan foto struktur mikro permukaan ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Struktur mikro sampel shot peening (a) Raw material, variasi waktu shot peening (b) 2 menit, (c) 6 menit, (d) 10 menit (Hidayat 2013) 2.1.2. Kekasaran

a

c

b


(19)

Kekasaran merupakan ukuran tekstur dari permukaan. Untuk menentukan tingkat kekasaran suatu material tidak cukup hanya dengan melihat langsung atau rabaan tangan pada permukaannya, tetapi harus ada standar baku yang digunakan dalam pengukuran permukaan yaitu Ra, Rz, atau Rmax. Ra adalah tinggi rata-rata,

Rz adalah tinggi maksimum rata-rata, sedangkan Rmax adalah jarak antara bukit tertinggi dengan lembah terendah. Adapun cara analisis dalam penentuan nilai Ra yaitu menggunakan rumus seperti persamaan 1 dan visualisasinya pada gambar 2.2.

...(1) Dimana :

Ra = Kekasaran rata-rata (µm) a = Nilai hasil uji kekasaran 1 (µm) b = Nilai hasil uji kekasaran 2 (µm) c = Nilai hasil uji kekasaran 3 µm) n = Jumlah banyaknya data

Parameter pengukuran kekasaran diukur dengan menghitung selisih simpangan permukaan asli dari permukaan ideal dengan besaran jarak. Simpangan besar dapat diketahui bahwa permukaan kasar, begitu pula sebaliknya simpangan kecil menunjukkan bahwa permukaannya halus. Untuk mengukur kekasaran permukaan dapat menggunakan metode kontak langsung pada permukaan material. Prinsip kerja metode ini menggunakan jarum yang berjalan sepanjang permukaan material. Jarum tersebut memiliki ukuran tersendiri tergantung dari keakuratan alat surface roughness yang digunakan. Sepanjang perjalanan, pengukuran stylus bergerak naik turun megikuti bentuk kekasaran permukaan.


(20)

(a)

(b)

Gambar 2.2 (a) Rz, (b) Ra dan Rmax (Hidayat, 2013)

Gambar 2.3 Skema stylus membaca permukaan sampel (Hidayat, 2013)


(21)

2.1.3. Ketebalan Plat

Pada proses perlakuan shot peening terjadi deformasi plastis akibat dari pengaruh penumbukan material abrasif yang berupa bola-bola baja (steel ball). Hal inilah yang mengakibatkan struktur mikro mengalami pengikisan (deformasi plastis) dan cenderung pipih. Fenomena deformasi plastis akibat perlakuan permukaan telah diteliti oleh peneliti sebelumnya seperti Arifvianto dkk (2011), Multigner dkk (2009), Pramudia (2011), Adriawan (2011), dan Mukhsen (2012). Hasil penelitian tersebut menunjukkan terjadinya pemadatan, pengikisan, pemipihan struktur mikro, dan perbedaan batas butir antara daerah permukaan material dengan daerah inti material.

Hasil penelitian Iqbal dkk (2011) menunjukaan dimensi dari spesimen uji setelah diberi perlakuan sandblasting mengalami pengurangan ukuran diameter (Gambar 2.5.a). Sedangkan pada penelitian Arifvianto (2011), menunjukan terjadi pengurangan massa dari spesimen uji akibat perlakuan SMAT (Gambar 2.5.b). Sehingga dapat ditarik hipotesis bahwa perlakuan shot peening pada bagian permukaan material menyebabkan deformasi plastis.


(22)

Gambar 2.4 Pengaruh perlakuan permukaan terhadap ukuran dimensi sampel (a) Pada perlakuan sandblasting (Iqbal dkk, 2011) dan (b) Pada perlakuan SMAT

(Arifvianto, 2011)

Pada penelitian ini menggunakan variabel jarak penyemprotan shot

peening yang diharapkan dapat melihat pengaruh perlakuan shot peening terhadap

pengurangan ukuran dimensi ketebalan akibat pemadatan dan terkikisnya permukaan plat.

2.1.4. Kekerasan

Hasil pengujian kekerasan yang ditunjukan oleh Multigner dkk (2009), Arifvianto dkk (2011), Pramudia (2011), dan Adriawan (2011), Setiawan (2013), Anugerah (2013) dan Hidayat (2013) menunjukkan perbandingan nilai kekerasan dengan jarak kedalaman spesimen akibat adanya perlakuan permukaan dengan metode shot peening. Gambar 2.4 menunjukkan bahwa bagian permukaan material benda uji yang terkena material abrasif pada perlakuan shot peening tingkat kekerasannya lebih tinggi dibandingkan dengan daerah dalam materialnya. Semakin dalam jarak dari permukaan maka tingkat kekerasannya akan menurun mendekati kekerasan dari material dasarnya. Penurunan kekerasan permukaan akibat perlakuan shot peening hingga kedalaman tertentu ini terjadi pada beberapa peneliti sebelumnya.


(23)

Gambar 2.5 Distribusi nilai kekerasan mikro pada perlakuan shot peening

(Hidayat, 2013)

2.2. Dasar Teori 2.2.1. Stainless Steel

Baja tahan karat atau lebih dikenal dengan Stainless Steel adalah senyawa besi yang mengandung kromium 10,5% untuk mencegah proses korosi (pengkaratan logam). Kemampuan tahan karat diperoleh dari terbentuknya lapisan film oksida kromium, dimana lapisan oksida ini menghalangi proses oksidasi besi

(Ferum). Baja tahan karat memiliki daya tahan terhadap oksidasi yang tinggi di

udara dalam suhu lingkungan biasa dapat dicapai karena adanya tambahan krom. Krom membentuk sebuah lapisan yang tidak aktif dapat melindungi material baja ketika bertemu dengan oksigen. Lapisan krom tersebut sangat tipis sehingga logam akan tetap berkilau. Logam yang dilapisi akan tahan terhadap air dan udara, fenomena tersebut biasa disebut pasivation.

Baja tahan karat dibagi menjadi empat yaitu:

a. Ferritik

Baja tahan karat ferritik yang paling sederhana hanya mengandung besi dan kromium dengan struktur kristal BCC (Gambar 2.6) anti karat. Hal ini disebabkan karena klorida magnetik dan kekuatan luluhnya sangatt tinggi tetapi rendah keuletaannya, artinya getas. Secara umum ferritic stainless steel memiliki beberapa keunggulan dalam bidang keteknikan dibanding jenis baja


(24)

tahan karat yang lain. Tetapi disamping itu baja tahan karat jenis ini tingkat ketahan korosinya kurang karena kandungan nikel dan kromium yang lebih sedikit.

a) b) c)

Gambar 2.6 Struktur Kristal ferrite stainless steel body centered cubic (BCC)(a)sel atom bulat penuh, (b) sel atom yang disederhanakan,

(c) gabungan dari banyak sel. (Callister, 2001)

b. Austenitic

Austenitic stainless steel memiliki struktur kristal FCC (Gambar

2.7) didapatkan dari fase ferrite stainless steel dengan penambahan nikel mangan, dan nitrogen pada suhu ruang. Austenitic ini memiliki kekuatan luluh yang sedikit rendah, tetapi ketangguhannya lebih tinggi (Davis, 2001). Baja tahan karat jenis ini sangat umum hampir 70% baja tahan karat adalah jenis ini. Baja jenis ini memiliki kandungan 0,15% karbon, 16% kromium, dan beberapa mangan atau nikel untuk menahan struktur pada saat temperatur dari cryogenic sampai titik leleh.

a) b) c) Gambar 2.7 Struktur kristal austenite stainless steel face centered cubic (FCC) (a) unit sel atom bulat penuh, (b) sel atom yang model, (c) gabungan


(25)

c. Martensitic

Martensitic stainless steel memiliki struktur kristal body centered

tetragonal (Gambar 2.8) dengan tingkat krom yang rendah dan tingkat karbonnya tinggi, dengan mendapatkan struktur austenitic pada temperatur tinggi kemudian didinginkan secara tiba-tiba untuk mengubah fase austenitic ke martensitic (Davis, 2001). Pada baja tahan karat jenis ini, tidak begitu memiliki ketahanan karat yang begitu baik tetapi memiliki sifat yang kuat dan tangguh, dan tingkat

machineable yang sangat baik, dan juga dapat diberi perlakuan panas.

Gambar 2.8 Struktur Kristal martensitic stainless steel body centered

tetragonal. (Callister, 2001)

d. Duplex

Duplex stainless steel dapat dianggap sebagai

kromium-molibdenum. Precipitation hardening stainless steel mempunyai

struktur martensitic atau austenitic dengan penambahan unsur tembaga, titanium, aluminium, molibdenum, niobium, atau nitrogen.

Ferrite stainless steel dibentuk dengan keseimbangan ferritic dan

austenitic pada suhu kamar menghasilkan kromium tinggi dan

molibdenum, bertujuan agar ketahanan korosi yang baik dari ferrite

stainless steel serta menguntungkan sifat mekanik austenitic stainless

steel (Davis, 2001: 259).

Stainless steel merupakan baja tahan karat yang sudah banyak digunakan

sebagai bahan pembuatan alat-alat kedokteran. Baja tahan karat sedikit mengandung karbon, maka sulit untuk bereaksi terhadap udara dan air (Callister, 2001: S-231). Baja tahan karat AISI 304 merupakan salah satu dari tipe material


(26)

yang tahan karat. Penggunaan baja tahan karat AISI 304 sudah banyak digunakan dalam dunia biomedis, khususnya implan terhadap jaringan tulang manusia. Baja tahan karat AISI 304 ini sangat banyak digunakan sebagai alat orthopedic, walaupun pengaruh untuk aplikasi biologis hasilnya masih kurang (Bordji dkk, 1996). Baja tahan karat merupakan material yang sering digunakan oleh para medis sebagai alat bantu, walaupun baja AISI 304 masih rendah tingkat ketahanan korosinya dibanding titanium tetapi telah memenuhi standar medis.

Tabel 2.1 Komposisi kimia baja AISI 304 (Wijaya makmur sentosa)

Unsur Berat (wt%)

C 0.07

Mn 2.00

P 0.045

S 0.03

Si 0.75

Cr 17.5-19.5

Ni 8-10.5

Mo 0

N 0.10

Cu 0

Fe Balance

Stainless steel AISI 304 merupakan baja austenite yang memiliki struktur

face centered cubic (FCC). Struktur ini berkat penambahan unsur paduan seperti

nikel, dan nitrogen. Selain itu tidak bersifat magnetik dan tidak dapat dikeraskan dengan perlakuan panas. Stainless steel 304 merupakan baja tahan karat yang memiliki kandungan karbon rendah maksimal 0,07% dan kandungan chromium 17,5-19,5%. Baja tahan karat AISI 304 merupakan material yang mudah didapat di pasaran, dan harga relatif murah. Baja ini memiliki sifat yang mudah dibentuk, tahan karat, dan ringan. Kekuatan dari baja tahan karat AISI 304 tidak sebaik baja tahan karat martensit, tetapi memiliki elastisitas lebih tingi. Aplikasi baja tahan karat 304 banyak digunakan pada tabung tekanan tinggi, pipa pada reaktor nuklir


(27)

(Zhao, 2000: 358), mesin jet, pesawat terbang (Adriawan, 2011), turbin, industri kimia (McGuire, 2008: 72), material kawat implan (Disegi dan Zardiackas, 2003) dan aplikasi ortopedik lainnya (Shanbhag dkk, 2006).

2.2.2. Shot peening

Shot peening adalah metode perlakuan permukaan yang digunakan untuk

meningkatkan kekerasan dan memperhalus ukuran butiran dengan cara menembakkan steel ball secara tegak lurus ke permukaan material dengan tekanan tinggi. Peningkatan kekerasan terjadi akibat dari proses several plastic

deformation (SPD) yang menyebabkan terjadinya penghalusan butiran dan strain

hardening. Hukum hall-Petch menyatakan bahwa kekerasan akan meningkat

seiring penurunan butiran.

Gambar 2.9 Mekanisme pembentukan tegangan tekan akibat

tumbukan material abrasif (Kumar, 2013)

Pada proses perlakuan shot peening yaitu steel ball dan udara secara bersamaan menyemprot permukaan spesimen. Pada gambar 2.9 menunjukkan skema shot peening dimana steel ball akan ikut tersemprot karena adanya kevakuman dalam box camber, sehingga steel ball akan ikut tersemprot bersama udara bertekanan tinggi. Biasanya dalam proses shot peening yang digunakan sebagai media penyembur adalah kompresor yang bertekanan tinggi dan spray gun sebagai nozzle untuk mengatur kecepatan steel ball.


(28)

Gambar 2.10 Skema proses shot peening 2.2.3. Uji Kekerasan

Kekerasan yaitu kemampuan suatu material untuk menahan goresan dan menahan penekanan supaya tidak terdeformasi. prinsip kerjanya yaitu indentor ditekan pada permukaan material dengan gaya tertentu sehingga terjadi deformasi karena adanya perubahan secara elastis dan plastis pada permukaan benda kerja. Suatu material pasti memiliki tingkat kekerasan, karena kekerasan merupakan salah satu sifat mekanik yang pasti dimiliki suatu material. Kekerasan yaitu kemampuan suatu material untuk menahan tekanan atau goresan (Callister, 2001). Dari uraian diatas maka dapat di simpulkan bahwa kekerasan suatu material adalah ketahanan material tehadap gaya penekanan yang diberikan dari material lain yang lebih keras. Tekanan tersebut bisa berupa metode penggoresan

(scratching), metode elastis/pantulan, dan metode indentasi dari material keras

pada suatu permukaan material yang diuji (Fauji, 2010).

Gambar 2.11 merupakan metode yang dilakukan dengan cara benda uji ditekan menggunakan indentor dengan gaya dan waktu indentasi yang ditentukan. Pada gambar tersebut memperlihatkan skema alat uji kekerasan permukaan dengan metode indentasi. Cara kerjanya yaitu dengan menentukan jejak dari indentasi yang dihasilkan kemudian nilai kekerasan material dilihat dari


(29)

kedalaman jejak yang ditinggalkan. Jejak yang ditinggalkan menunjukkan bahwa material tersebut sudah terdeformasi plastis.

Gambar 2.11 Skema proses uji kekerasan universal dengan metode indentasi

(Kuhn, 2000)

Gambar 2.12 Skematik prinsip indentasi dengan metode Vickers (Kuhn,

2000)

Gambar 2.12 merupakan metode vickers menggunakan indentor intan piramida dengan sudut 136º. Prinsip pengujiannya sama dengan metode brinell, perbedaannya terletak pada indentor dan hasil injakan. Metode vickers menghasilkan injakan berbentuk bujur sangkar berdiagonal. Nilai kekerasan ini diperkirakan berdasarkan ukuran injakan sisa pada benda uji. Bekas injakan


(30)

diukur berdasarkan panjang rata-rata kedua diagonalnya supaya dpat dihitung hasil dari nilai kekerasannya.

Panjang diagonal pada bekas injakan diukur dengan skala pada mikroskop pengukur. Nilai kekerasan suata material diukur menggunakan standar ASTM E384-84 (dalam Saputra, 2015) ditunjukkan pada persamaan (2.1).

HVN=1,854

...

(2.1)

dengan : HVN = Hardness vickers

(

)

F = Beban yang diberikan (kgf) d²= Panjang diagonal rata-rata (mm)

Gambar 2.13 Tipe-tipe lekukan piramid intan : (a) lekukan sempurna, (b) lekukan bantal jarum, (c) lekukan berbentuk tong (Dieter, 1987)

Bekas injakan yang benar tipe (a). Pada proses pengujian kekerasan berbentuk persegi (Gambar 2.13). Bekas injakan diukur dengan panjang rata-rata kedua diagonalnya agar dapat dihitung hasil dari nilai kekerasannya. Lekukan bantal jarum tipe (b) adalah akibat terjadinya penurunan logam disekitar permukaan piramida yang datar. Keadaan demikian terjadi pada logam-logam yang dilunakkan dan mengakibatkan pengukuran panjang panjang diagonal yang berlebihan. Lekukan berbentuk tong tipe (c) akibat penimbunan keatas logam disekitar permukaan pernekan terdapat pada logam-logam yang mengalami proses pengerjaan dingin.


(31)

19

3.1.1. Pembuatan Mesin Shot Peening

1. Alat

a. Mesin las listrik b. Kunci kombinasi c. Gergaji besi

d. Mesin penekuk plat e. Gerinda potong f. Mistar

2. Bahan

a. Kotak plastik kapasitas 10 liter b. Selang kompor gas diameter 15 mm c. Plat baja

d. Spray gun dengan diameter nozzle 5 mm e. Mur

f. Pressure gauge

g. snapring

h. Tape

i. Sealtape

3.1.2. Proses Perlakuan Shot Peening

1. Alat

a. Mesin shot peening

Shot peening box ukuran 200 mm x 300 mm x 180 mm dengan

jarak ujung nozzle penyemprot terhadap plat pemegang spesimen


(32)

Gambar 3.1 Shot peening box b. Kompresor

Gambar 3.2 Kompresor

c. Stopwatch

2. Bahan


(33)

b. Steel ball diameter 0.7 mm

0,7 mm Gambar 3.3 Ukuran diameter steel ball 0,7

c. Double tape

3.1.3. Proses Pengujian 1. Alat

a. Optical microscope dengan pembesaran 200 x


(34)

b. Mikroskop optik dengan perbesaran 30x

Gambar 3.5 Alat uji struktur makro c. Unit kompresor

d. Alat pengujian kekasaran (MR-110)


(35)

e. Alat pengujian kekerasan (Vickers hardness)

Gambar 3.7 Alat uji kekerasan

f. Alat pengujian ketebalan plat sampel (mikro meter sekrup)

Gambar 3.8 Alat uji ketebalan g. Mistar

h. Gergaji

i. Gerinda potong j. Mesin poles (gerinda)


(36)

k. Kamera digital l. Alat tulis

m. Batu gerinda potong 2. Bahan

a. Plat stainless steel AISI 304 sampel ukuran 20 mm x 15 mm x 4 mm

b. Batu gerinda potong

c. Ampelas dengan mesh nomor 600, 1000, 1500,2000 d. Pasta poles logam

e. Alkohol 70% f. Kain

3.2. Variabel Penelitian

pada penelitian kali ini mengggunakan variabel jarak penembakan shot

peening, 80 mm, 90 mm, 100 mm, 110 mm, 120 mm. Durasi penyemprotan tiap

spesimen adalah selama 10 menit dan tekanan penyemprotan tiap spesimen dipertahankan pada 6 bar. Proses shot peening dan pengujian dilakukan pada plat

stainless steel AISI 304 dengan dimensi 20 mm x 15 mm x 4 mm.

3.3. Tahap Penelitian

3.3.1. Proses pembuatan plat sampel

Plat sampel dibuat dari baja tahan karat (stainless steel) AISI 304 dengan menggunakan ukuran 20 mm x 15 mm x 4 mm. Plat sampel dipotong menggunakan gerinda potong dan gergaji besi. Sebelum dilakukan perlakuan shot

peening, permukaan plat sampel diampelas terlebih dahulu menggunakan kertas

ampelas dengan mesh nomor 600, 1000, 1500, 2000. Tujuan dari pengampelasan permukaan plat sampel adalah untuk memastikan bahwa setiap plat sampel memiliki kondisi awal yang sama. Selanjutnya, plat sampel stainless steel AISI 304 diberi kode inisial pada sisi yang tidak diamplas. Kode inisial ini disesuaikan dengan variabel yang digunakan dalam proses shot peening.


(37)

Gambar 3.9 Plat sampel

3.3.2. Proses pembuatan mesin shot peening

Mesin shot peening dalam penelitian ini merupakan desain ulang

(redesign) dari peneliti sebelumnya (Sunardi, 2013). Peneliti hanya melakukan

sedikit perubahan di antaranya .

1. Perubahan pemegang spesimen (specimen holder). 2. Perubahan jarak nozzle dengan pemegang spesimen

3. Penambahan air filter pada dinding atas kotak shoot peening sehingga dapat memperbaiki sirkulasi udara pada saat shot peening berlangsung. 4. Penambahan pressure gauge pada spray gun sehingga tekanan

penyemprotan dapat dikontrol dengan baik.

5. Perubahan diameter selang steel ball menjadi lebih besar, yaitu menjadi diameter 10 mm.

Proses perakitan mesin shot peening dimulai dengan merakit kerangka baja sesuai dimensi kotak plastik shot peening. Perakitan kerangka baja dilakukan dengan menggunakan mesin las listrik. Pada kerangka baja tersebut, specimen holder dipasang mulai dari jarak 80 mm, 90 mm, 100mm 110 mm, dan 120 mm dari ujung nozzle. Specimen holder ini didesain sebagai dudukan spesimen saat proses shot peening berlangsung.

Selanjutnya, perakitan selang steel ball dilakukan dengan melubangi sisi samping bawah kotak shot peening dan merakitnya dengan baut nozzle.


(38)

Sedangkan perakitan spray gun dilakukan dengan melubangi bagian pusat

(center) dari penutup kotak shot peening dan merakitnya dengan snap ring.

3.3.3. Proses Shot Peening

Proses perlakuan shot peening dilakukan dengan menyemprotkan steel

ball bertekanan tinggi ke permukaan spesimen. Berikut ini adalah

langkah-langkahdalam proses shot peening.

1. Menghidupkan kompresor sampai tangki terisi udara dengan tekanan diatas 6 bar.

2. Memasukkan steel ball berdiameter 0,7 mm ke dalam shot peening box. 3. Memasang plat sampel dengan jarak 80 mm pada pemegang spesimen

dengan double tape dan memastikannya agar benar-benar terpasang dengan baik.

4. Menggunakan alat keselamatan kerja seperti masker, sarung tangan dan kacamata pelindung.

5. Melakukan proses shot peening plat selama 10 menit dengan tekanan penyemprotan dipertahankan pada 6 bar.

6. Jika tekanan penyemprotan kurang dari 6 bar maka penyemprotan di hentikan dulu hingga tangki kompresor terisi kembali.

7. Melanjutkan proses penyemprotan pada variasi jarak yang sudah disesuaikan.

Gambar 3.10 Proses shot peening


(39)

3.3.4. Proses pengujian

1. Pengamatan struktur mikro permukaan

a. Bagian yang diuji adalah penampang melintang sampel.

b. Sampel dicetak bersama resin yang telah dicampur katalis untuk memudahkan dalam memegang sampel.

c. Sampel diampelas untuk menghaluskan penampang melintang sampel dan membersihkan dari sisa resin dengan amplas nomor kecil sampai besar secara bertahap, yaitu 600, 1000, 1500 dan 2000.

d. Sampel dipoles dengan kain beludru dan autosol untuk mengkilapkan penampang melintang sampel sehingga mudah terlihat. Sampel di-etsa menggunakan cairan etsa, untuk baja AISI 316L menggunakan

Hidrocloric Acid (HCl) dan Nitrid Acid (HNO3) dengan perbandingan 1:1.

e. Struktur mikro dilihat dengan mikroskop pada alat Wrexham, U.K. Ltd., kemudian hasil pengamatan struktur mikro disimpan dalam bentuk gambar.

2. Pengamatan foto makro permukaan

1. Bagian yang diuji adalan bagian permukan sampel.

2. Foto makro dilihat dengan mikroskop merk olympus, kemudian hasill pengamatan foto makro disimpan kedalam bentuk gambar.

3. Pengujian kekasaran permukaan

1. Bagian yang diuji adalah bagian permukaan dari sampel.

2. Sampel diukur kekasarannya menggunakan alat MR 110 sebanyak 4 kali pada bagian permukaan secara merata.

3. Data hasil uji kekasaran disimpan dalam bentuk gambar. 4. Data yang diambil adalah parameter nilai Ra.

4. Pengujian kekerasan

a. Bagian yang diuji adalah penampang melintang dari sampel.

b. Sampel dicetak bersama resin yang telah dicampur katalis untuk memudahkan dalam memegang sampel.


(40)

c. Sampel diamplas untuk menghaluskan penampang melintang sampel dan membersihkan dari sisa resin dengan amplas nomor kecil sampai besar secara bertahap, yaitu 600, 1000, 1500 dan 2000.

d. Sampel dipoles dengan kain beludru dan autosol untuk mengkilapkan penampang melintang sampel sehingga mudah terlihat mikroskop.

e. Metode pengujian digunakan adalah metode vickers. f. Alat yang digunakan adalah shimadsu hmf-m3.

g. Pada penelitian ini besar gaya yang digunakan adalah 200 gf dan durasi penekanan indentor selama 5 detik untuk setiap titik.

h. Hasil pengujian diambil dari data diagonal horizontal dan diagonal vertikal alat uji kekerasan Vickers.

5. Pengukuran ketebalan

1. Ketebalan diukur dengan menggunakan mikrometer sekrup.

2. Untuk pengukuran ketebalan setiap spesimen dilakukan pada 3 titik yangdiambil secara acak.

3.3.5. Proses pengolahan data

1. Data kekasaran permukaan, kekerasan permukaan, kekerasan mikro dan ketebalan plat dimasukkan ke dalam program Microsoft Office Excel 2010 untuk mendapatkan nilai rata-rata, grafik perbandingan, nilai error bar, dan nilai standar deviasi (penyimpangan) dari setiap parameter.

2. Hasil pengamatan struktur mikro permukaan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif untuk mendapatkan kesimpulan yang akurat.

3.4. Diagram alir penelitian

Diagram alir penelitian (Gambar 3.11) merupakan sebuah diagram yang dibuat untuk menggambarkan langkah-langkah penelitian dengan simbol-simbol grafis. Diagram ini menyatakan urutan proses untuk menampilkan langkah-langkah yang disimbolkan dalam bentuk tertentu, beserta urutannya dengan menghubungkan masing-masing langkah tersebut menggunakan tanda panah. Metode penelitian ini berawal dari studi literatur, melakukan hipotesis (dugaan awal), melakukan proses penelitian, melakukan pengumpulan data, melakukan analisis, membuat kesimpulan, dan diakhiri dengan menyusun laporan hasil


(41)

penelitian. Berikut ini diagram alir yang menggambarkan kegiatan penelitian untuk mengetahui pengaruh perlakuan shot peening terhadap karakteristik permukaan material stainless steel AISI 304.


(42)

30

Pengaruh perlakuan shot peening pada plat sampel SS 304 dapat dilihat pada Gambar 4.1. Dimana pada kondisi awal Gambar 4.1.a. permukaan sampel terlihat cukup mengkilap dengan ada goresan–goresan hasil pengampelasan. Proses pengampelasan dilakukan pada plat sampel AISI 304 untuk memastikan bahwa kondisi awal permukaan sampel sama, rata, dan datar. Gambar 4.1.b-4.1.f menunjukkan kondisi permukaan setelah proses shot peening. Permukaan plat sampel terlihat lebih buram dan timbul deformasi akibat perlakuan shot peening.

Gambar 4.1 Sampel sebelum dan sesudah perlakuan shot peening (a) Raw

material, variasi jarak shot peening (b) 80 mm, (c) 90 mm, (d) 100 mm, (e) 110


(43)

4.2.Hasil uji struktrur mikro

Gambar 4.2 Foto struktur mikro permukaan penampang melintang pada sampel

SS 304 sebelum dan sesudah shot peening (a) Raw material, Variasi jarak shot

peening (b) 80 mm, (c) 90 mm, (d) 100 mm, (e) 110 mm, (f) 120 mm

Dalam mengamati struktur mikro, sampel diamati menggunakan mikroskop optik dengan perbesaran 200 kali. Sebelum melakukan pengamatan, sampel di bersihkan menggunakan cairan etsa dengan tujuan untuk menghilangkan goresan pada permukaan sampel sehingga butiran struktur mikro terlihat lebih jelas. Adapun cairan etsa yang digunakan yaitu Hidrocloric Acid (HCl) dan Nitrid Acid

(HNO3) dengan perbandingan 1:1.

Pada Gambar 4.2 merupakan struktur mikro sampel sebelum dan sesudah di

shot peening. Gambar 4.2.a memperlihatkan struktur mikro sampel sebelum di

shot peening, dimana ukuran butiran struktur mikro seragam. Gambar 4.2.b

memperlihatkan struktur mikro sampel setelah di shot peening dengan jarak 80 mm. Pada jarak ini ukuran butiran struktur mikro permukaan sampel SS 304 sampel terlihat lebih pipih dan halus. Kemudian pada Gambar 4.2.c-4.2.f. ukuran butiran struktur mikro semakin halus dan semakin dalam jarak dari permukaan


(44)

sampel SS 304 seiring dengan bertambahnya jarak penembakan shot peening. Hal tersebut merupakan efek dari tumbukan bola-bola baja (steel ball). Bola-bola baja menumbuk permukaan sampel dengan kecepatan tinggi sehingga menyebabkan deformasi plastis pada permukaan. Kekuatan tumbukan bola-bola baja (steel ball) yang tinggi menimbulkan penekanan pada struktur sehingga struktur menjadi semakin rapat dan berpotensi meningkatkan kekerasan bahan. Fenomena yang sama juga terjadi pada penelitian sebelumnya pada Gambar 2.2. Dimana hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya perubahan struktur mikro, sifat dan properti bahan dari proses shot peening.

4.3. Hasil uji struktur makro

Pada pengamatan struktur makro, sampel diamati dengan mikroskop optik perbesaran 30x. Gambar 4.3 merupakan struktur makro sampel setelah diberi perlakuan shot peening dengan variasi jarak. Gambar 4.3.a menunjukkan kondisi sampel setelah diberi perlakuan shot peening dengan variasi jarak penyemprotan 80 mm, terlihat batas butir yang lebih kecil. Permukaan tampak jauh lebih kasar bila dibandingkan dengan permukaan plat sebelum di shot peening. Timbul cekungan-cekungan menyerupai kawah. Hal tersebut merupakan efek dari tumbukan bola-bola baja pada permukaan. Partikel abrasif ini menumbuk permukaan dengan kecepatan tinggi dan menyebabkan permukaan mengalami deformasi plastis sehingga menimbulkan cekungan-cekungan pada permukaan sampel. Cekungan inlah yang menyebabkan permukaan sampel menjadi kasar. Gambar 4.3.b dan 4.3.c menunjukkan struktur makro sampel setelah mendapatkan perlakuan shot peening dengan variasi jarak 90 mm dan 100 mm. Pada jarak ini butiran kecil menjadi semakin banyak dan merata, sehingga permukaan sedikit jauh lebih kasar bila dibandingkan dengan jarak 80 mm. Hal ini kemungkinan dikarenakan pada jarak ini tumbukan bola-bola baja semakin cepat sehingga menyebabkan cekungan kawah pada permukaan menjadi lebih banyak dan menyebabkan permukaan menjadi lebih kasar. Gambar 4.3.d dan 4.3.e menunjukkan struktur makro sampel setelah perlakuan shot peening dengan variasi jarak 110 mm dan 120 mm. Pada jarak ini, butiran kecil terlihat semakin


(45)

merata sehingga permukaan lebih halus bila di bandingkan jarak sebelumnya. Hal ini kemungkinan dikarenakan tumbukan secara berulang–ulang pada jarak ini mampu meratakan kembali butiran-butiran kasar dan cekungan kawah pada permukaan plat yang terbentuk sebelumnya. Selain itu, kekuatan penumbukan bola-bola baja yang tinggi menimbulkan penekanan pada struktur menjadi semakin rapat dan berpotensi meningkatkan kekerasan bahan. Penembakan bola-bola baja secara berulang-ulang menyebabkan cekungan kawah yang terbentuk sebelumnya menjadi pecah dan semakin banyak sehingga mampu meratakan kembali/menghaluskan permukaan yang kasar yang ditimbulkan oleh deformasi sebelumnya. Hal ini membuat nilai kekasaran permukaan pada tekanan jarak ini menurun bila dibandingkan jarak sebelumnya.


(46)

Gambar 4.3 Hasil uji struktur makro permukaan sesudah perlakuan shot peening dengan variasi jarak (A) 80 mm (B) 90 mm (C) 100 mm (D) 110 mm (E) 120 mm 4.4. Hasil uji kekasaran permukaan

Pengaruh perlakuan shot peening terhadap kekasaran permukaan plat sampel SS 304 di tampilkan dengan nilai rata-rata kekasaran (Ra) tiap sampel, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.4. Pada Gambar tersebut menunjukkan grafik perbandingan antara nilai kekasaran rata-rata Ra (µm) dengan variasi jarak penyemprotan shot peening selama 10 menit. Terlihat bahwa terjadi peningkatan nilai kekasaran permukaan dari sampel sebelum perlakuan shot peening dan sesudah perlakuan shot peening. Menurut Peneliti terdahulu seperti Saputra (2016), Sunardi (2013), Setiawan (2013), Hidayat (2013), Anugerah (2013), Iqbal dkk (2011), dan Karo (2002) menyimpulkan bahwa perlakuan shot peening meningkatkan kekasaran permukaan pada suatu spesimen.

Dalam penelitian ini menggunakan parameter Ra sebagai nilai kekasaran. Ra adalah nilai tinggi rata-rata dari kekasaran permukaan dan merupakan nilai absolut kekasaran rata-rata permukaan aritmatik pada sebuah peningkatan kekasaran permukaan yang dapat terjadi setelah perlakuan permukaan. Besar nilai kekasaran suatu benda sangat tergantung pada besarnya nilai Ra yang di simbolkan dengan µm.


(47)

Gambar 4.4 Grafik nilai rata-rata kekasaran permukaan sebelum dan sesudah perlakuan shot peening dengan varisasi jarak

Pada Gambar 4.4 terlihat bahwa perlakuan shot peening meningkatkan kekasaran permukaan plat sampel SS 304. Nilai kekasaran permukaan meningkat drastis dari kekasaran sebelum perlakuan shot peening (Raw material), yaitu 0,1060 µm dan sesudah perlakuan shot peening menjadi 0,9545 µm pada jarak 80 mm. Pada jarak 90 mm peningkatan nilai kekasaran tidak terlalu signifikan yaitu, 1,094 µm, begitu pula pada jarak 100 mm, yaitu 1,34475 µm. Selanjutnya pada jarak 110 mm dan 120 mm terjadi penurunan nilai kekasaran permukaan yaitu 1,19225µm dan 1,0735µm.

Fenomena yang terjadi pada permukaan ini terbagi menjadi 2 tahap. Tahap I terjadi peningkatan nilai kekasaran yang sangat signifikan, yaitu akibat terbentuknya cekungan (kawah) baru dan tumpukan material pada bagian bibir kawah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.3. Timbulnya cekungan (kawah) baru meningkatkan ketinggian puncak sehingga menyebabkan kekasaran permukaan meningkat. Fenomena ini seperti terjadi pada jarak shot peening 80 mm, 90 mm dan 100 mm.

0,1065 0,9545 1,094 1,34475 1,19225 1,0735 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6

Rm 80 90 100 110 120

K e ka sa ra n , R a m )

Jarak shot peening (mm)


(48)

Gambar 4.5 Pengaruh penumbukan bola baja (Arifvianto,2011)

Tahap II terjadi ketika seluruh permukaan sudah ditutupi oleh cekungan dan permukaan puncak tersebut tertumbuk kembali oleh bola-bola baja. Fenomena ini terjadi pada jarak shot peening 110 mm dan 120 mm, dimana nilai kekasaran mengalami penurunan bila dibandingkan dengan nilai kekasaran pada jarak sebelumnya. Penurunan ini diakibatkan oleh penumbukan bola-bola baja yang lebih kuat pada permukaan yang sama sehingga terjadi penumbukan berulang dan pemadatan butiran pada permukaan. Selain itu, tumbukan pada jarak yang lebih jauh mampu meratakan kembali bukit-bukit permukaan sampel yang terbentuk karena daya hancurnya yang tinggi. Setelah daya tahan material tersebut mencapai titik fatiknya, maka struktur puncak dan lembah terus tertumbuk. Akibatnya perbedaan lembah dan puncaknya semakin menipis dan ini menyebabkan terjadinya pengecilan dan penghalusan butiran di sekitar permukaan akibat perlakuan shot peening. Penghancuran bukit dan pemadatan terlihat jelas pada grafik kekasaran permukaan yang mengalami penurunan.

Fenomena yang hampir sama juga terjadi pada peneliti Arifvianto (2011), dimana nilai kekasaran meningkat sangat signifikan pada awal penembakan karena belum meratanya penumbukaan pada permukaan material. Tetapi seiring lamanya waktu perlakuan shot peening akan terlihat kondisi yang cukup stabil pada nilai kekasaran permukaan. Kemudian terjadi penurunan kekasaran setelah mengalami nilai puncak kekasaran.


(49)

4.5. Hasil Pengukuran Ketebalan Plat Sampel

Pengukuran ketebalan plat sampel dilakukan menggunakan alat mikrometer skrup yang bertujuan untuk menunjukkan deformasi plastis yang dihasilkan setelah di shot peening. Hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa sampel setelah di shot peening selama 10 menit dengan variasi jarak nilai ketebalannya semakin menurun.

Gambar 4.6 Grafik nilai rata-rata hasil pengukuran ketebalan plat sebelum dan sesudah perlakuan shot peening

Pada Gambar 4.6 merupakan grafik hasil pengukuran ketebalan rata-rata setiap sampel terhadap variasi jarak penyemprotan shot peening. Adapun hasil pengukuran tersebut menunjukkan plat sampel setelah di shot peening selama 10 menit dengan variasi jarak mengalami penurunan ketebalan. Sampel sebelum di

shot peening (raw material) memiliki nilai ketebalan sekitar 3,96 mm. Kemudian

sampel sesudah di shot peening dengan jarak 80 mm nilai ketebalannya menurun sebesar 3,90 mm begitu pula pada jarak 90 mm nilai ketebalan sampel mengalami pengurangan mencapai 3,85 mm. Selanjutnya pada jarak 100 mm nilai ketebalan plat berkurang mencapai 3,81 mm dan pada jarak 110 mm nilai ketebalan plat berkurang mencapai 3,73 mm. Pada jarak 120 mm terjadi penurunan terbesar nilai ketebalan plat mencapai 3,70 mm. Mungkin dengan jarak penyemprotan yang semakin jauh dapat menyebabkan deformasi permukaan material yang lebih dalam lagi. Pada bagian permukaan sampel terjadi pemadatan dan pemipihan

Rm 80 90 100 110 120

3,96 3,93 3,905 3,885 3,843 3,83 3,55 3,6 3,65 3,7 3,75 3,8 3,85 3,9 3,95 4 K e te b a la n (m m )

Jarak Shot Peening (mm)


(50)

ukuran butir permukaan. Efek deformasi ini disebabkan oleh tumbukan bola-bola baja pada permukaan plat.

Terjadinya perubahan pada bagian permukaan sampel akibat perlakuan

shot peening dengan steel ball telah ditunjukkan pada pembahasan struktur mikro

permukaan plat (Gambar 4.2), dimana bagian permukaan plat sampel mengalami deformasi plastis akibat tumbukan bola-bola baja pada saat proses perlakuan shot

peening. Pengurangan ukuran ketebalan plat sampel telah diteliti oleh penelitian

sebelumnya seperti Iqbal (2012), dimana terjadi pengurangan ukuran ketebalan sampel sesudah proses sandblasting. Fenomena deformasi permukaan ini juga telah diteliti oleh Arifvianto (2012). Tetapi pada penelitian tersebut meneliti tentang hilangnya massa dari material. hilangnya masa akibat deformasi permukaan ini diukur untuk menunjukkan removal material dari permukaan sampel akibat bola baja dari perlakuan grid blasting.

Adapun hasil penelitian lain yang menunjukkan hasil yang sama, seperti pada penelitian tentang dampak partikel tunggal oleh Multigner dkk, (2012) dan Fang dkk (1999), kemudian penelitian mengenai sandblasting oleh Rodrigues dkk (2009), Winter dkk (1974), dan Hutching dkk (1974). Pada prinsipnya, hilangnya massa tersebut akibat adanya penumbukan material abrasif pada permukaan. 4.6. Hasil uji kekerasan

Hasil pengujian kekerasan dengan metode mikro vickers pada bagian permukaan sampel menggunakan beban 200 gf dengan waktu 5 detik ditunjukkan pada Gambar 4.7 dimana nilai kekerasan permukaan sampel sebelum perlakuan

shot peening (raw material) SS 304 adalah 222,5 kg/mm². Kemudian setelah

perlakuan shot peening menggunakan variasi jarak 80, 90, 100, 110, dan 120 mm terjadi peningkatan maksimum pada jarak 120 mm sebesar 596,9 kg/mm².


(51)

Gambar 4.7 Grafik nilai rata-rata uji kekerasan permukaan sebelum dan

sesudah perlakuan shot peening dengan variasi jarak.

Meningkatnya nilai kekerasan pada permukaan sampel seiring dengan jarak yang diberikan saat penembakan bola-bola baja pada proses shot peening. Hal ini disebabkan karena semakin jauh jarak penembakan pengaruh gaya gravitasi bumi akan semakin besar sehingga bola-bola baja yang ditembakan akan mengalami peningkatan kecepatan, dan akibat dari peningkatan kecepatan bola-bola baja yang ditembakan kekuatan tumbuknya semakin tinggi sehingga mengakibatkan deformasi plastis pada permukaan sampel. Tumbukan inilah yang mendorong partikel permukaan terluar mendorong partikel yang lebih dalam, sehingga menyebabkan nilai kekerasan bertambah. Pada Gambar 4.7 juga menunjukkan nilai kekerasan optimum diperoleh pada jarak 80 mm. Sedangkan setelah jarak 80 mm peningkatan kekerasan tidak terlalu signifikan, hal ini karena setelah perlakuan shot peening sebelumnya partikel terdalam sampel sudah terjadi pemadatan. Dimana diketahui tekanan kerja shot peening konstan dan diameter bola-bola baja yang ditembakan kepermukaan spesimen sudah tidak mampu lagi menghasilkan deformasi plastis yang sama besar pada saat permukaan sebelum dilakukan perlakuan shot peening. Beberapa peneliti terdahulu seperti Saputra, (2016), Setiawan (2013), Anugerah (2013), Sunardi (2013) menyimpulkan bahwa

222,5

453,8 454,3 483,9

573,3 596,9

0 100 200 300 400 500 600 700

Rm 80 90 100 110 120

K ek er asan p er m u k aan (V HN)

Jarak shot peening (mm)


(52)

perlakuan shot peening dapat meningkatkan kekerasan permukaan pada suatu sampel.

Proses perlakuan shot peening secara umum meningkatkan kekerasan pada permukaan sampel. kekerasan terbesar terjadi pada permukaan dan secara bertahap mulai menurun menjauhi permukaan. peneliti terdahulu seperti Multigner dkk (2009), Arifvianto dkk (2011), Ishak (2011) memiliki pendapat yang sama bahwa kekerasan akan mengalami penurunan menjauhi permukaan. Metode pengujian distribusi kekerasan pada penelitian ini dengan cara menguji kekerasan pada penampang sampel setelah perlakuan shot peening. pengujian kekerasan dimulai dari permukaan sampai kedalaman 2 mm dengan beban 200 gf dengan waktu 5 detik.

Pada Gambar 4.8 menunjukkan nilai distribusi kekerasan pada penampang sampel setelah perlakuan shot peening terjadi penurunan kekerasan seiring dengan semakin jauh jarak dari permukaannya. Hal ini disebabkan pengaruh shot peening akan menghasilkan pengecilan ukuran butir pada permukaan sampel, tetapi semakin jauh dari permukaan ukuran butir semakin membesar dan seragam. Dari nilai distribusi kekerasan pada Gambar 4.8 juga ditunjukkan semakin jauh jarak

shot peening menghasilkan kekerasan yang lebih tinggi pada jarak kedalaman

yang sama dari permukaan, hal ini karena bertambahnya jarak proses shot peening akan menghasilkan deformasi yang lebih besar sehingga menghasilkan pengerasan permukaan yang lebih tebal.


(53)

Gambar 4.8 Grafik nilai rata-rata uji distribusi kekerasan sampel sebelum dan sesudah perlakuan shot peening.


(54)

42

Dari data, grafik, gambar, dan pembahasan sebelumnya maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Perlakuan shot peening dengan variasi jarak terhadap baja tahan karat AISI 304 dapat merubah ukuran butir struktur makro menjadi kasar dan merubah ukuran butir struktur mikro permukaan menjadi lebih halus dan pipih.

b. Perlakuan shot peening dengan variasi jarak terhadap baja tahan karat AISI 304 dapat meningkatkan nilai kekasaran permukaan dari kekasaran awal 0,1060 µm menjadi 1,34475µm.

c. Perlakuan shot peening mengurangi ketebalan plat dari ketebalan awal 3,96 menurun menjadi 3,70 mm.

d. Perlakuan shot peening terhadap baja tahan karat AISI 304 meningkatkan nilai kekerasan jika dibandingkan sampel tanpa perlakuan shot peening. Nilai kekerasan permukaan raw material di peroleh sebesar 222,5 kg/mm², kemudian setelah perlakuan shot peening dengan variasi Jarak 80 mm nilai kekerasannya 453,8 kg/mm², 90 mm nilai kekerasannya 454,3 kg/mm², 100 mm nilai kekerasannya 483,9 kg/mm²,110 mm nilai kekerasannya 573,3 kg/mm², dan 120 mm nilai kekerasannya mencapai 596,9 kg/mm².


(55)

5.2. Saran

a. Sebaiknya dilakukan perlakuan shot peening dengan variasi jarak dibawah 80 mm untuk mengetahui struktur mikro, struktur makro, kekasaran, kekerasan dan pengurangan ketebalan plat.

b. Sebaiknya sampel yang diuji lebih banyak supaya dalam pengambilan data bisa lebih akurat.


(56)

DAFTAR PUSTAKA

Adriawan, G. 2011. Pengaruh Diameter Slag Ball Sebagai Media Sandblasting Terhadap Strukutur Mikro, Kekerasan, Kekasaran, dan Ketahanan Korosi Pada Baja AISI 316L. Skripsi. Program Studi Teknik Mesin Jurusan Teknik Mesin dan Industri Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Ahqiyar, E. 2011.Pengaruh Proses Sandblasting terhadap Struktur Mikro, Kekerasan, dan Kekasaran Permukaan pada Baja AISI 316L dengan Variasi Ukuran Butir Pasir.Skripsi.Jurusan Teknik Mesin dan Industri Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta.

Amin-Yavari, S., Ziaei-Moayed, A.A., Madaah-Hoseini H.R. 2008.Influence of Shot Peening Treatment on the Fatigue Life of Ti6Al4V ELI Biomedical

Alloy.Proceedings of 10th International Conference of Shot Peening.

Tokyo.

Anugerah, B. 2013. Pengaruh Perlakuan Sandblasting pada Baja AISI 316L Berbentuk Silindris terhadap Struktur Mikro, Kekerasan, dan Kekasaran Permukaan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Arifvianto, B., Suyitno, Paraga, A.W. 2009. Effect of Surface Mechanical Attrition Treatment on Roughness and Wettability of AISI-316L. International Conference on Materials and Metallurgical Technology (ICOMMET). Surabaya.

Arifvianto, B., Suyitno, dan Mahardika, M. 2011a. Effect of Sandblasting and Surface Mechanical Attrition Treatment on Surface Roughness Wettability,

and Microhardness Distribution AISI 316L. Engineering Materials. Vol

462-463, pp 738-743.

As’ad, M. 2008. Pengaruh Tekanan Udara Terhadap Nilai Kekasaran pada Benda

Kerja Plat dengan Bahan St 37 pada Proses Sandblasting. Skripsi. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

Ashari, A. 2008. Pengaruh Tekanan Udara Benda Kerja Plat dengan Bahan St 37 Pada Proses Sandblasting. Skripsi. Jurusan Teknik Fakultas Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Callister, W.D. 2001. Fundamentals of Materials Science and Engineering, Fifth Edition. United States of America: John Wiley & Sons, Inc.


(57)

Davis, J.R. 2001. Alloying Understanding the Basics. Material Park. United

States of America: ASM International.

Fauji, 2010. Pengetahuan Sifat Logam (Fisik & Mekanik).

Hidayat, T. 2013. Pengaruh Perlakuan Shot Peening pada Baja AISI 316L Berbentuk Silindris terhadap Struktur Mikro, Kekerasan, dan Kekasaran Permukaan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Iqbal M., Muhammad dan Dicky Prasetya. 2011. The Effect of Sandblasting on

AISI 316L Stainless Steels. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Ishak, 2011. Pengaruh Sandblasting dan Electropolishing terhadap Kekasaran Permukaan, Kekerasan, Struktur Mikro dan Ketahanan Korosi Baja Tahan Karat AISI 316L. Tesis. Program Studi S2 Teknik Mesin Jurusan Teknik Mesin dan Industri Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Jiang, X.P., Wang, X.Y., Li, J.X., Man, C.S., Shepard, M.J., dan Zhai, T. 2006. Enhancement of Fatigue and Corrosion Properties of Pure Ti by

Sandblasting. Materials Science and Engineering: A. Vol 429, issues 1-2,

pp 30-35.

Karo, K.M. 2002. Pengaruh Shot Peening Ulang Terhadap Kelelahan (Fatique) Sambungan Las.

Kumar, H. 2013. Modified shot peening Proces – A Review. Department of

Mechanical Engg, RIEIT, Railmajra, SBS Nagar, Punjab, India.

Kuhn, H. 2000. Mechanical Testing and Evaluation. Handbook Vol. 8: ASM International.

McGuire, M. 2008. Stainless Steel for Design Engineers. United State of America: ASM International.

Mukhsen, I. 2012. Pengaruh Sandblasting dan Electropolishing Terhadap Kekerasan Permukaan, Struktur Mikro, dan Kekerasan Sekrup Implan Baja Tahan Karat AISI 316L. Tesis. Program Studi S2 Teknik Mesin Jurusan Teknik Mesin dan Industri Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Multigner, M. Frutos, E., Gonzales-Carrasco, J.L., Jimenez, J.A., Marin, P., dan Ibanez, J. 2009. Influence of the Sandblasting on the Subsurface

Microstructure of AISI 316LVM Stainless Steel: Implications on the

Magnetic and Mechanical Properties. Materials Science and Engineering.


(58)

Pramudia, M. 2011. Pengaruh Deformasi Dingin dan Anealing Terhadap Sifat Mekanik Baja Tahan Karat AISI 316L Hasil Metode Sandblasting dan SMAT. Hasil Penelitian. Jurusan Teknik Mesin dan Industri Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Saputra, Y.R.2015. Pengaruh Variasi Tekanan Perlakuan Shot Peening Terhadap Karakteristik Permukaan Dynamic Compresson Plate Berbahan Stainless

Steel 316L. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta.

Setiawan, T.A. 2013. Pengaruh Perlakuan Shot Peening pada Baja AISI 316L Berbentuk Silindris Menggunakan Bahan Abrasive Slag Ball terhadap Struktur Mikro, Kekerasan, dan Kekasaran Permukaan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Sunardi, 2013. Pengaruh Waktu Shot Peening Terhadap Kekerasan dan Kekasaran Permukaan Stainless Steel AISI 304. Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta.

Wang, L., dan Li, D.Y. 2003. Mechanical, Electrochemical and Tribological Properties of Nanocrystalline Surface of Brass Produced by Sandblasting

and Annealing. Surface and Coatings Technology. Vol 167, issues 2, pp

188-196.


(59)

(60)

Lampiran 1 : Skema Alat Shot Peening

Gambar 1 : Skema Proses Perlakuan Shot Peening


(61)

(62)

Lampiran 4 : Alat Pengujian

Gambar 2Alat Uji Struktur Mikro


(63)

Gambar 4 Alat Uji Kekasaran Permukaan


(64)

(65)

Lampiran 5 Hasil Pengujian Struktur Mikro

Shot Peening 90 mm Shot Peening 100 mm

Shot Peening 110 mm Shot Peening 120 mm

Shot Peening 80 mm


(66)

Lampiran 6 Hasil Pengujian Struktur Makro

Shot Peening 80 mm Shot Peening 90 mm

Shot Peening 100 mm Shot Peening 110 mm


(67)

Lampiran 7 Hasil Uji Kekasaran

Gambar 1. Hasil pengujian Kekasaran raw material sampel stainless steel AISI 304.


(68)

Gambar 1.1. Hasil pengujian Kekasaran raw material sampel stainless steel AISI 304.


(69)

Gambar 1.2. Hasil pengujian Kekasaran raw material sampel stainless steel AISI 304.


(70)

Gambar 1.3. Hasil pengujian Kekasaran raw material sampel stainless steel AISI 304.


(71)

Gambar 2. Hasil pengujian Kekasaran jarak 80 mm sampel stainless steel AISI 304.


(72)

Gambar 2.1. Hasil pengujian Kekasaran jarak 80 mm sampel stainless steel AISI 304.


(73)

Gambar 2.2. Hasil pengujian Kekasaran jarak 80 mm sampel stainless steel AISI 304.


(74)

Gambar 2.3. Hasil pengujian Kekasaran jarak 80 mm sampel stainless steel AISI 304.


(75)

Gambar 3. Hasil pengujian Kekasaran jarak 90 mm sampel stainless steel AISI 304.


(76)

Gambar 3.1. Hasil pengujian Kekasaran jarak 90 mm sampel stainless steel AISI 304.


(77)

Gambar 3.2. Hasil pengujian Kekasaran jarak 90 mm sampel stainless steel AISI 304.


(78)

Gambar 3.3. Hasil pengujian Kekasaran jarak 90 mm sampel stainless steel AISI 304.


(79)

Gambar 4. Hasil pengujian Kekasaran jarak 100 mm sampel stainless steel AISI 304.


(80)

Gambar 4.1. Hasil pengujian Kekasaran jarak 100 mm sampel stainless steel AISI 304.


(81)

Gambar 4.2. Hasil pengujian Kekasaran jarak 100 mm sampel stainless steel AISI 304.


(82)

Gambar 4.3. Hasil pengujian Kekasaran jarak 100 mm sampel stainless steel AISI 304.


(83)

Gambar 5. Hasil pengujian Kekasaran jarak 110 mm sampel stainless steel AISI 304.


(84)

Gambar 5.1. Hasil pengujian Kekasaran jarak 110 mm sampel stainless steel AISI 304.


(85)

Gambar 5.2. Hasil pengujian Kekasaran jarak 110 mm sampel stainless steel AISI 304.


(86)

Gambar 5.3. Hasil pengujian Kekasaran jarak 110 mm sampel stainless steel AISI 304.


(87)

Gambar 6. Hasil pengujian Kekasaran jarak 120 mm sampel stainless steel AISI 304.


(88)

Gambar 6.1. Hasil pengujian Kekasaran jarak 120 mm sampel stainless steel AISI 304.


(89)

Gambar 6.2. Hasil pengujian Kekasaran jarak 120 mm sampel stainless steel AISI 304.


(90)

Gambar 6.3. Hasil pengujian Kekasaran jarak 120 mm sampel stainless steel AISI 304.


(91)

Kode Sampel Durasi (menit) Variasi (mm) Tekanan (bar) Ra (µm) Rq (µm) Rz (µm) RM

1 0 0 0 0,078 0,097 0,0372

2 0 0 0 0,262 0,310 1,211

3 0 0 0 0,039 0,049 0,196

4 0 0 0 0,047 0,074 0,587

Average 0,1065 0,1325 0,5078

Kode Sampel Durasi (menit) Variasi (mm) Tekanan (bar) Ra (µm) Rq (µm) Rz (µm) Jarak 80 mm

1 10 80 6 0,951 1,166 5,338

2 10 80 6 0,955 1,168 5,281

3 10 80 6 0,958 1,171 5,243

4 10 80 6 0,954 1,175 5,237

Average 0,9545 1,17 5,27475

Kode Sampel Durasi (menit) Variasi (mm) Tekanan (bar) Ra (µm)

Rq (µm) Rz (µm)

Jarak 90 mm

1 10 90 6 1,095 1,379 6,392

2 10 90 6 1,091 1,373 6,417

3 10 90 6 1,090 1,376 6,461

4 10 90 6 1,100 1,381 6,505

Average 1,094 1,37725 6,44375

Kode Sampel Durasi (menit)

Variasi (mm)

Tekanan (bar)

Ra (µm) Rq (µm)

Rz (µm) Jarak

100 mm

1 10 100 6 1,345 1,612 6,770

2 10 100 6 1,356 1,624 6,739

3 10 100 6 1,342 1,607 6,751

4 10 100 6 1,336 1,605 6,789

Average 1,34475 1,612 6,76225

Kode Sampel Durasi (menit)

Variasi (mm)

Tekanan (bar)

Ra (µm) Rq (µm) Rz (µm) Jarak 110 mm

1 10 110 6 1,182 1,438 6,240

2 10 110 6 1,188 1,444 6,392

3 10 110 6 1,187 1,444 6,310

4 10 110 6 1,212 1,464 6,278


(92)

Kode Sampel Durasi (menit) Variasi (mm) Tekanan (bar) Ra (µm) Rq (µm) Rz (µm) Jarak 120 mm

1 10 120 6 1,067 1,266 5,565

2 10 120 6 1,083 1,286 5,660

3 10 120 6 1,071 1,274 5,634

4 10 120 6 1,073 1,278 5,603

Average 1,0735 1,276 5,6155

Kode Variasi Ra (µm)

RM 0 0,1065

Jarak 80 mm 80 0,9545

Jarak 90 mm 90 1,094

Jarak 100 mm 100 1,34475

Jarak 110 mm 110 1,19225

Jarak 120 mm 120 1,0735

0,1065 0,9545 1,094 1,34475 1,19225 1,0735 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6

Rm 80 90 100 110 120

K ek asara n , Ra( µ m )


(93)

Lampiran 8 Hasil Pengujian Kekerasan

Gambar 1. Hasil pengujian kekerasan permukaan sampel stainless steell AISI 304


(94)

Gambar 1.1 Hasil pengujian kekerasan permukaan sampel stainless steel AISI 304


(95)

Gambar 2. Hasil pengujian distribusi kekerasan raw material sampel stainless


(96)

Gambar 2.1 Hasil pengujian distribusi kekerasan sampel stainless steel AISI 304


(97)

Gambar 2.2 Hasil pengujian distribusi kekerasan sampel stainless steel AISI 304


(98)

Gambar 2.3 Hasil pengujian distribusi kekerasan sampel stainless steel AISI 304


(99)

Gambar 2.4 Hasil pengujian distribusi kekerasan sampel stainless steel AISI 304


(100)

Gambar 2.5 Hasil pengujian distribusi kekerasan sampel stainless steel AISI 304


(1)

Gambar 2.3 Hasil pengujian distribusi kekerasan sampel stainless steel AISI 304


(2)

Gambar 2.4 Hasil pengujian distribusi kekerasan sampel stainless steel AISI 304


(3)

Gambar 2.5 Hasil pengujian distribusi kekerasan sampel stainless steel AISI 304


(4)

Tabel Nilai Rata-Rata kekerasan Permukaan

Jarak (mm) Kekerasan

Raw material 222,5

80 453,8

90 454,3

100 483,9

110 573,3

120 596,9

Grafik Kekerasan Permukaan

222,5

453,8 454,3 483,9 573,3 596,9 0,0 100,0 200,0 300,0 400,0 500,0 600,0 700,0 K eker asan P er m uk aan (H V N )

Jarak shot peening

Raw Material jarak 80 mm jarak 90 mm jarak 100 mm jarak 110 mm jarak 120 mm


(5)

Tabel Nilai Rata-Rata Distribusi kekerasan Jarak dari tepi (mm) Raw material Jarak 80 mm Jarak 90 mm Jarak 100 mm Jarak 110 mm Jarak 120 mm

0 222,5 453,8 454,3 483,9 573,3 596,9

0,5 200,6 376,8 335,5 304,0 369,6 401,8

0,1 202,9 295,4 285,4 279,8 333,6 326,2

0,15 205,4 245,4 235,0 237,8 258,8 263,7

0,2 199,4 237,8 227,7 234,8 237,7 250,2

0,3 198,3 226,2 224,7 222,0 224,8 219,3

0,4 201,8 203,0 209,0 214,1 219,4 220,7

0,8 201,8 194,9 200,6 201,8 211,6 209,1

1 201,8 196,1 198,3 196,0 198,3 203,1

1,5 201,8 190,5 189,4 191,6 193,8 189,4

2 203,0 189,4 190,5 189,4 188,4 184,2

Grafik Distribusi kekerasan

0,0 100,0 200,0 300,0 400,0 500,0 600,0 700,0

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1

K ek er asan (V HN)

Jarak dari permukaan (mm)

Raw Material jarak 80 mm jarak 90 mm jarak 100 mm jarak 110 mm jarak 120 mm


(6)