PENGARUH VARIASI SUDUT PENEMBAKAN SHOT PEENING TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN, KEKASARAN PERMUKAAN, DAN WETTABILITY PADA STAINLESS STEEL AISI-304

(1)

STAINLESS STEEL AISI-304

TUGAS AKHIR

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Derajat Sarjana Stara -1 Pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik Mesin

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh : ADI SULAIMAN

2013 013 0375

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

i

KEKASARAN PERMUKAAN, DAN WETTABILITY PADA

STAINLESS STEEL AISI-304

TUGAS AKHIR

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Derajat Sarjana Stara -1 Pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik Mesin

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh : ADI SULAIMAN

2013 013 0375

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

ii

akhir berjudul “PENGARUH VARIASI SUDUT PENEMBAKAN SHOT

PEENING TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN,

KEKASARAN PERMUKAAN DAN WETTABILITY PADA STAINLESS STEEL AISI-304” ini adalah asli hasil karya saya dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Perguruan Tinggi dan sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis disebutkan sumbernya dalam naskah dan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta,________________

ADI SULAIMAN


(4)

iii

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang”

Kupersembahkan sebuah karya sederhana ini kepada orang yang sangat kukasihi dan kusayangi

[ Ibunda dan Ayahanda Tercinta ]

Dalam setiap langkahku, aku berusaha mewujudkan harapan-harapan yang kalian impikan didiriku, meski belum semua itu kuraih’ insyallah atas dukungan doa dan restumu, semua mimpi itu kan terjawab di masa penuh kehangatan nanti. Untuk

itu kupersembahkan ungkapan terimakasihku

[ My Sweet Heart ]

Untuk seseorang di relung hatiku, sebagai tanda cinta kasihku, ku persembahkan karya kecil ini untukmu. Terima kasih atas kasih sayang, perhatian, dan

kesabaranmu yang telah memberikanku semangat dan inspirasi dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini. Percayalah bahwa hanya ada satu namamu yang

slalu kusebut-sebut dalam benih-benih doaku, semoga keyakinan dan takdir ini terwujud, insya allah jodohnya kita bertemu atas ridho dan izin Allah S.W.T.

[ Teknik Mesin Brotherhood ]

Semua sahabatku seperjuangan Teknik Mesin 2012 dan 2013, kuatkan tekadmu tuk maju dan hadapi rintangan, jangan pernah takut untuk berproses, karena hasil tidak akan pernah menghianati proses. So, segera keluar dari zona nyamanmu dan

selesaikan tanggung jawabmu yang masih terbengkalai. “You Want, You Can Brother”

[ Dosen Pembimbingku ]

Bapak Ir. Aris Widyo Nugroho, M.T., Ph.D dan Bapak Sunardi, S.T., M.Eng selaku dosen pembimbing tugas akhir saya, terima kasih banyak pak...., saya sudah dibantu, dinasehati, diajari, dibimbing selama ini. Saya tidak akan pernah

lupa atas bantuan dan kesabaran dari bapak-bapak semua...

Dan tak lupa kepada seluruh staff dan dosen pengajar di Fakultas Teknik Mesin, terima kasih banyak untuk semua ilmu, didikan dan pengalaman yang sangat


(5)

iv

Jatuh berdiri lagi. Kalah mencoba lagi. Gagal Bangkit lagi. Never give up!

Sampai Allah SWT berkata “waktunya pulang”

Hanya sebuah karya kecil dan untaian kata-kata ini yang dapat kupersembahkan kepada kalian semua,, Terimakasih beribu terimakasih

kuucapkan..

Atas segala kekhilafan salah dan kekuranganku,

kurendahkan hati serta diri menjabat tangan meminta beribu-ribu kata maaf tercurah.

Tugas Akhir ini kupersembahkan.


(6)

v

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan kasih sayangnya, penulis dapat menyelesaikan penelitian untuk Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi S1 Teknik Mesin, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam menyusun Tugas Akhir ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya kepada :

1. Novi Caroko, S.T., M.Eng., selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Ir. Aris Widyo Nugroho, M.T., Ph.D., selaku dosen pembimbing Utama Tugas Akhir atas pengarahan, motivasi, dan bimbingannya selama proses pengerjaan Tugas Akhir.

3. Sunardi, S.T., M.Eng., selaku dosen pembimbing kedua yang telah banyak membimbing dan membantu selama proses pengerjaan Tugas Akhir. 4. Semua Bapak dan Ibu dosen Jurusan Teknik Mesin yang telah

memberikan bekal ilmu bagi penulis selama penulis mengikuti kuliah di Program Studi Teknik Mesin.

5. Seluruh karyawan Jurusan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Yogyakarta atas bantuan yang telah diberikan selama masa kuliah.

6. Bapak Lilik Dwi Setyana, S.T., M.T., selaku laboran Laboratorium Bahan Teknik Mesin dan Industri Universitas Gadjah Mada yang telah membantu penulis dalam melakukan pengujian Tugas Akhir.

7. Kepada Ayah - Ibu tercinta alm. Bapak Samingan dan Ibu Saikem di Sumatra Selatan yang tidak pernah lelah untuk memberikan dukungan, materi, motifasi, semangat dan do’a selama hidup penulis selama ini.


(7)

vi

9. Seluruh rekan seperjuangan Teknik Mesin Angkatan 2012 dan 2013 terutama kepada Sayogo, Adit, Dhani, Syahru, Wahyudin, Adi, Yusuf, Rudi, Erwin, Putu, Aan, khoirudin, fajar, sofian, ahmad faisal, zabir, azhar, dan semuanya yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu yang selalu memberikan kritik dan saran serta pengalaman baru.

10.Semua pihak yang telah berperan dalam seluruh proses pembelajaran yang tidak bisa penulis sebutkan satu - persatu.

Penulis sangat menyadari akan keterbatasan penulis, sehingga Tugas Akhir ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Harapan penulis adalah Tugas Akhir ini dapat menjadi sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi siapapun yang membacanya. Aamiin Aamiiin.

Yogyakarta_________________

Adi Sulaiman NIM 20130130375


(8)

vii

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

INTISARI ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR NOTASI ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Batasan Masalah ... 3

1.4. Tujuan Penelitian ... 3

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ... 5

2.1. Kajian Pustaka ... 5

2.1.1. Material Spesimen Yang Diuji ... 5

2.1.2. Material Shot peening ... 5

2.1.3. Dimensi Sampel ... 6


(9)

viii

2.2.2. Shot Peening ... 10

2.2.3. Pengamatan Struktur Mikro ... 12

2.2.4. Kekasaran Permukaan (Surface Roughness) ... 13

2.2.5. Wettability ... 16

2.2.6. Ketebalan Plat ... 17

2.2.6. Kekerasan Permukaan (micro hardness) ... 18

BAB III METODE PENELITIAN ... 23

3.1 Persiapan ... 23

3.2 Alat dan Bahan Penelitian ... 23

3.2.1. Pembuatan Plat Sampel Stainlees Steel AISI 304 ... 23

3.2.2. Pembuatan Mesin Shot Peening ... 23

3.2.3. Proses Perlakuan Shot Peening ... 24

3.2.4. Proses Pengujian ... 24

3.3 Variabel Penelitian ... 31

3.4 Tahapan Penelitian ... 32

3.4.1. Proses Pembuatan Plat Sampel ... 32

3.4.2. Proses Pembuatan Mesin Shot Peening ... 33

3.4.3. Proses Shot Peening ... 35

3.4.4. Proses Pengujian ... 36


(10)

ix

4.2.1. Hasil Foto Makro ... 44

4.2.2. Hasil Uji Struktur Mikro (micro hardness) ... 46

4.2.3. Hasil Uji Kekasaran Permukaan (surface roughness) ... 49

4.2.2. Hasil Uji Ketebalan Plat Sampel ... 52

4.2.2. Hasil Uji Wettability ... 54

4.2.2. Hasil Uji Kekerasan ... 57

BAB V PENUTUP ... 60

5.1. Kesimpulan ... 60

5.2. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62


(11)

x

Tabel 3.1 Spesifikasi steel ball yang digunakan ... 28 Tabel 4.1 Nilai kekasaran permukaan rata-rata (Ra) sampel stainless steel


(12)

xi

(BCC) ... 8

Gambar 2.2 Struktur kristal austenic stainless steel face centered cubic (FCC) ... 8

Gambar 2.3 Struktur kristal martensitic stainless steel body centered Tetragonal ... 9

Gambar 2.4 Skema proses shot peening ... 10

Gambar 2.5 Mekanisme pembentukan tegangan tekan sisa ... 11

Gambar 2.6 Struktur mikro ... 13

Gambar 2.7 Profil permukaan Ra dan Rmax ... 14

Gambar 2.8 Struktur stylus membacapermukaan sampel ... 15

Gambar 2.9 Grafik Nilai kekasaran rata-rata (Ra) ... 15

Gambar 2.10 Skema bentuk contact angles ... 17

Gambar 2.11 Grafik nilai rata-rata pengurangan diameter spesimen setelah perlakuan sandblasting ot Peening Box ... 18

Gambar 2.12 Skema proses pengujian kekerasan permukaan ... 19

Gambar 2.13 Skematik prinsip indentasi dengan metode Vickers ... 20

Gambar 2.14 Skema pengujian kekerasan Vickers ... 21

Gambar 2.15 Tipe-tipe lekukan piramid intan ... 22

Gambar 3.1 Shot peening box... 24

Gambar 3.2 mesin kompresor ... 25

Gambar 3.3 Stopwatch ... 25

Gambar 3.4 camera canon ... 26

Gambar 3.5 spray gun ... 26

Gambar 3.6 stainless steel AISI-304 setelah pengamplasan ... 27


(13)

xii

Gambar 3.11 Alat uji wettability ... 30

Gambar 3.12 Alat uji kekerasan ... 31

Gambar 3.13 Proses pengamplasan sampel ... 32

Gambar 3.14 Bentuk Sampel setelah pemolesan ... 32

Gambar 3.15 pembuatan kerangka dan perakitan box shot peening ... .33

Gambar 3.16 bentuk pemegang sampel dengan variasi sudut ... .33

Gambar 3.17 pressure gauge... 33

Gambar 3.18 air filter ... 34

Gambar 3.19 kran kompresor ... 34

Gambar 3.20 selang steel ball ... 34

Gambar 3.21 Proses perlakuan shot peening... 36

Gambar 3.22 Proses pemasangan sampel... 37

Gambar 3.23 Proses pemutaran Fine Adjust Knob... 37

Gambar 3.24 menekan tombol start untuk menjalankan proses ... 38

Gambar 3.25 Proses Pengujian Kekasaran permukaan pada sampel ... 38

Gambar 3.26 Grafik dan nilai kekasaran permukaan sampel ... 38

Gambar 3.27 proses pengujian tebal plat sampel ... 39

Gambar 3.28 Sudut kontak cairan pada permukaan datar specimen benda uji ... 40

Gambar 3.29 Diagram Alir Penelitian ... 42

Gambar 4.1 Plat sepesimen ... 44

Gambar 4.2 Struktur makro ... 45

Gambar 4.3 Struktur mikro ... 46

Gambar 4.4 Hasil struktur mikro plat sampel SS-316L ... 48


(14)

xiii

Gambar 4.9 Grafik nilai rata-rata hasil pengukuran ketebalan plat ... 54 Gambar 4.10 Hasil uji wetability dari sampel stainless steel AISI 304 ... 55 Gambar 4.11 Grafik Hasil uji wetability dari sampel stainless steel AISI 304 ... 56 Gambar 4.12 Hasil uji wetability dari sampel SS-304 ... 57 Gambar 4.13 Hasil kekerasan mikro ... 58


(15)

xiv

Lampiran 2. Proses modifikasi alat ... 66

Lampiran 3. Proses pemotongan dan pengamplasan plat SS AISI-304 ... 67

Lampiran 4. Proses Shot Peening... 70

Lampiran 5. Proses pengujian kekasaran permukaan ... 71

Lampiran 6. Proses uji wettability ... 72

Lampiran 7. Proses Uji struktur makro, struktur mikro, dan kekerasan ... 73

Lampiran 8. Hasil uji kekasaran permukaan ... 74

Lampiran 9. Hasil perhitungan kekasaran kekasaran ... 85

Lampiran 10. Hasil uji kekerasan... 87


(16)

TERIIADAP STRUKTfIR MII(ROt KEKERASAN. KEKASARAN

PERMT KAAN, DAI!

TU:IZlrrZZy

pADA JZII]VZE

SJIEEI

AIS[-304

ADT

SUL{MAN

2013 0t3 lxi75

T€L[

dipertr[.lk{

di Dept!

Tto

P€trsrji

PdaT.lssd

\{ \z

_

2-016

li

Aris Widvo Nnmhn- M-T-

PILD-NlL

197ll03ll lv)50r) 123 02,

Su.rdi

S.T- Iit

Etrs

N[a

19770r10r0ra10 r23 06r

P.quji

<a*h8t.

lm.

19591220201510 123 08a

Iosu ,atli. I.i

T.lrh

lrtn

it

trE

S.h Scb.g.! Srkh

S.tr

Pe..trnr.r

Urt[tr

Menpobl.n

c.lr

S-l

S.i!.

T.*rik

TDSI!.|

9"

- '> _

?olL


(17)

vi

material stainlees steel AISI-304, yaitu dengan perlakuan shot peening. Tujuan dari proses shot peening pada stainless steel AISI 304 untuk mengetahui pengaruh terhadap struktur mikro, kekasaran permukaan, kekerasan dan wettability.

Spesimen plat SS-304 dipotong dengan dimensi 15 mm x 20 mm x tebal 4 mm. Proses shot peening dilakukan dengan variasi sudut 30°, 60°, dan 90° dengan jarak nozzle terhadap permukaan sampel 100 mm, tekanan penyeprotan kompresor 6 bar, dan waktu perlakuan shot peening selama 10 menit. Kemudian hasil dari perlakuan shot peening dikarterisasi struktur mikro,kekasaran permukaan, kekerasan dan wettabilitynya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa shot peening meningkatkan kekasaran permukaan, dari kekasaran awal (raw material) hingga sudut 60° yaitu

0,894 µm menjadi 2,416 µm dan mengalami penurunan pada sudut 90° yaitu sebesar 2,026 µm. Hasil uji distribusi kekerasan menjadikan permukaan lebih meningkat, dari kekerasan awal (raw material) hingga sudut 90° yaitu sebesar 291,0 kg/mm² menjadi 441,0 kg/mm². Akan tetapi mengurangi ketebalan plat sampel stainlees steel AISI 304 dari ketebalan plat awal (raw material) hingga sudut 90° yaitu 3,98 mm menjadi 3,656 mm. pada hasil wettability sudut contact angle plat SS-304 mengalami kenaikan dari permukaan (raw material) hingga sudut 90° yaitu sebesar 50,92° menjadi sudut contact angle 58,48°. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa proses shot peening dengan sudut 60° terhadap permukaan stainless steel AISI-304 adalah yang terbaik, menjadikan permukaan plat AISI-304 lebih kasar, keras dan dan bersifat hidrophilic.


(18)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan teknologi di bidang medis sudah berkembang sangat pesat. Salah satu contohnya adalah telah dikembangkan implan untuk memperbaiki organ tubuh manusia yang sudah tidak bisa bekerja dengan semestinya. Merupakan salah satu bahan yang dipergunakan sebagai alat bantu penyambung tulang yang patah stainless steel AISI 304. Peningkatan sifat mekanik dan kualitas permukaan pada bahan plat penyambung tulang ini masih terus dilakukan pengembangkan untuk memperoleh material yang lebih baik.

Implan adalah merupakan alat medis yang dibuat untuk mengganti struktur tulang yang patah atau rusak, karena kecelakaan kendaraan transportasi. Sebagian besar mengakibatkan penderita tersebut mengalami patah tulang. Semenjak abad 19 material yang umum digunakan untuk mengatasi patah tulang adalah stainless steel, paduan kobal-kromium-molibdenum, Titanium, paduan titanium dan keramik (bio-keramik) yang kemudian secara bertahap menjadi bahan utama biomedis yang digunakan saat ini dalam aplikasi orthopedik (Ganesh dkk, 2005).

Pada material stainless steel AISI 304 termasuk material yang bersifat tidak dapat diberi perlakuan panas sehingga cara meningkatkan sifat mekanisnya dengan perlakuan mekanik (Dieter, 1988). Perlakuan mekanik pada permukaan material antara lain: shot peening, sandblasting, sliding wear, dan high pressure torsion. Proses shot peening merupakan metode perlakuan permukaan dengan menembakan butiran material steel ball dengan tekanan tinggi pada permukaan material logam secara berulang-ulang dan konstan atau stabil, sehingga mendapatkan permukaan logam yang menjadi lebih kasar dan rata, deformasi plastis, pengerasan regangan, menutup porositas, meningkatkan ketahanan terhadap freeting dan tegangan sisa tekan pada permukaan material yang akan meningkatkan sifat mekanik pada material (Sunardi dkk 2013).


(19)

Pada penelitian kali ini digunakan metode shot peening. Sama seperti SMAT,shot peening adalah metode perlakuan dingin. Bedanya adalah pada SMAT butiran abrasive bergerak secara acak dengan arah yang berbeda-beda, sedangkan pada shot peening material steel ball ditembakkan secara langsung dari satu arah yang tetap. Pada shot peening, energi kinetik material steel ball berasal dari hembusan udara dari kompresor, sedangkan pada SMAT, gerak bahan abrasive berasal dari getaran. Kelebihan pada metode shot peening adalah pada material steel ball bisa digunakan material yang bermasa kecil, tidak banyak terpengaruh oleh gravitasi, dan tekanan material steel ball lebih bisa disesuaikan dengan mengatur tekanan udara pada kompresor.

Pada perlakuan penumbukan steel ball akan menjadikan permukaan lebih kasar dan hydrophilic karena tabrakan yang berulang dari material steel ball menimbulkan deformasi. Serta menguntungkan dalam penyerapan protein dalam membentuk rangkaian sel-sel tulang yang menempel pada implan (Azar dkk, 2010 dan Wilson dkk, 2015). Dimana pada permukaan hydrophilic dikatakan dapat menyerap air atau suka air, dikarena permukaan yang memiliki tingkat kekasaran justru akan berefek kepada semakin kecilnya sudut kontak sehingga membuat permukaan semakin menarik air. Sedangkan permukaan semakin membesarnya sudut kontak sehingga membuat permukaan semakin menolak air disebut permukaan hydrophobic (Gusrita dkk, 2014).

Penelitian sebelumnya yang menggunakan pengujian dengan variasi sudut penembakan seperti yang dilakukan oleh widiyarta I Made,dkk (2015) dengan menggunakan parameter jarak nosel terhadap permukaan material 60 mm, diameter nozzle 5 mm, dan menggunaka variasi sudut penembakan terhadap permukaan sampel yaitu 30°, 45°, 60°, 75°, dan 90°.

Pada penelitian ini sudah adanya peneliti yang berfokuskan pada pengaruh terhadap variasi sudut penembaka. Sehingga pada penelitian ini penulis mencoba melakukan penelitian kembali bertunjuan untuk memperbaiki serta menambah pengujian yang belum dilakukan dengan menggunakan variasi sudut 30°, 60°, dan 90° terhadap struktur makro, struktur mikro, kekasaran, ketebalan plat, wettability, kekerasan mikro pada stainlees steel AISI-304.


(20)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi sudut penyemprotan pada perlakuan shot peening terhadap kekasaran permukaan dan wettability permukaan plat SS-304. Perlakuan shot peening terhadap plat SS-304 ini bertujuan dapat menjadi alternatif yang baik dalam mendapatkan plat penyambungan tulang yang lebih ekonomis, tetapi dengan kualitas yang lebih baik.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh variasi sudut shot peening terhadap struktur makro pada stainless steel AISI-304.

2. Bagaimana pengaruh variasi sudut shot peening terhadap struktur mikro pada stainless steel AISI-304.

3. Bagaimana pengaruh variasi sudut shot peening terhadap kekasaran permukaan pada stainless steel AISI-304.

4. Bagaimana pengaruh variasi sudut shot peening terhadap ketebalan plat pada stainless steel AISI-304.

5. Bagaimana pengaruh variasi sudut shot peening terhadap distribusi kekerasan pada stainless steel AISI-304.

6. Bagaimana pengaruh variasi sudut shot peening terhadap wettability pada stainless steel AISI-304.

1.3 Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi oleh hal-halberikut:

1. Material plat yang digunakan untuk penyambung tulang adalah stainless steel AISI-304 dengan tebal plat 4 mm.

2. Proses shot peening menggunakan tekanan udara yang konstan atau stabil. 3. Penelitian ini menggunakan pengujian meliputi struktur makro, struktur

mikro, kekasaran permukaan, uji ketebalan plat, wettability, dan kekerasan pada permukaan stainless steel AISI-304.


(21)

1.4 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh variasi sudut shot peening terhadap struktur makro pada stainless steel AISI-304.

2. Mengetahui pengaruh variasi sudut shot peening terhadap struktur mikro pada stainless steel AISI-304.

3. Mengetahui pengaruh variasi sudut shot peening terhadap kekasaran permukaan pada stainless steel AISI-304.

4. Mengetahui pengaruh variasi sudut shot peening terhadap ketebalan plat pada stainless steel AISI-304.

5. Mengetahui pengaruh variasi sudut shot peening terhadap kekerasan permukaan dan kekerasan distribusi pada stainless steel AISI-304.

6. Mengetahui pengaruh shot peening variasi sudut terhadap wettability pada stainless steel AISI-304.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini memberi kontribusi pada dunia pengetahuan tentang pengaruh shot peening terhadap sifat mekanis baja tahan karat AISI 304, pengetahuan tentang shot peening terhadap kekasaran pada permukaan plat implan, pengetahuan terhadap wettability permukaan plat pada proses shot peening, dan diharapkan bisa menambah referensi tentang pembuatan plat penyambung tulang sehingga kedepannya didapatkan penyambung tulang yang lebih baik.


(22)

5

2.1. Kajian Pustaka

Perlakuan shot peening merupakan salah satu treatment yang bertujuan untuk memberikan tegangan sisa tekan pada permukaan suatu komponen yang dapat memperbaiki sifat bahan terhadap beban dinamis. Selain dapat memperbaiki karakteristik ketahanan terhadap beban dinamis proses shot peening juga berpengaruh terhadap karakteristik statis yang berupa kekerasan bahan. Beberapa peneliti sebelumnya diantaranya penelitian yang dilakukan oleh (Sunardi dkk, 2013). Melakukan penelitian tentang proses shot peening, material yang digunakan, tekanan komperesor yang digunakan, dan waktu shot peening yang digunakan. Material yang digunakan adalah stainless stell AISI-304, tekan pada kompresor yang digunakan pada penelitian 6-7 Bar, kemudian waktu shot peening yang digunakan 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 menit, dan menggunakan diameter bola baja yang digunakan adalah 0,6 mm. selanjutnya diameter plat yang digunakan pada penelitian Widiyarta dkk (2015) 20 x 15 x 5 mm dan menggunakan variasi sudut penyemprotan sand blasting menggunakan sudut 30°, 45°, 60°, 75° dan 90°.

2.2. DASAR TEORI 2.2.1. Stainless steel

Stainless steel juga dikenal sebagai baja paduan dengan kandungan minimal kromium 11 %. Stainless steel merupakan baja tahan korosi atau karat dibandingkan dengan baja biasa. Baja karbon akan mengalami korosi jika terkena udara yang lembab. Oksida besi (karat) akan mempercepat korosi dengan membentuk lebih oksida besi. Stainless steel memiliki cukup jumlah kromium sehingga film pasif membentuk kromium oksida yang mencegah korosi permukaan lebih lanjut dan blok korosi dari logam menyebar ke struktur internal ( Kusuma, 2009).


(23)

Dalam ilmu metallurgy, baja tahan karat biasa disebut inox steel atau inox yang berasal dari bahasa perancis “inoxydable”. Ini disebabkan karena baja tahan karat memiliki daya tahan terhadap oksidasi yang tinggi di udara dalam suhu lingkungan biasa dapat dicapai karena adanya tambahan krom (Mukhsen, 2012). Lapisan kromium tersebut akan membentuk lapisan yang sangat tipis dan bersifat tidak aktif, sehingga lapisan tersebut dapat melindungi material baja saat kontak langsung dengan oksigen. Stainless Steel AISI 304 merupakan salah satu dari tipe material yang banyak digunakan sebagai alat orthopedic, walaupun jika dilihat dari segi tingkat ketahanan kualitasnya masih dibawah Stainlees Steel 316 dan juga titanium. Tetapi baja tahan karat ini telah memenuhi standar medis sehingga dapat dipergunakan untuk keperluan medis.

Baja tahan karat terbagi menjadi 4 bagian yaitu: a. Ferrite.

Baja tahan karat ferrite yang paling sederhana hanya mengandung besi dan kromium dengan struktur kristal BCC (Gambar 2.1) yang anti karat. Ini disebabkan karena klorida magnetik dan kekuatan luluhnya sangat tinggi tetapi rendah keuletannya, dalam artian getas. Secara umum ferritic stainless steel memiliki beberapa properti yang dibutuhkan dalam bidang keteknikan dibanding jenis baja tahan karat yang lain. Tetapi disamping itu jenis baja tahan karat ini memiliki tingkat ketahan korosi yang kurang karena lebih sedikitnya kandungan nikel dan kromium yaitu sekitar 10,5 - 27% kadar kromium. Ferritic secara umum memiliki jenis yaitu 18Cr-2Mo, 26Cr-1Mo, 29Cr-4Mo, and 29Cr-4Mo-2Ni.


(24)

Gambar 2.1. Struktur kristal ferrite stainless steel body centered cubic (BCC), (A) sel atom bulat penuh, (B) sel atom sederhana (Calister 2001) b. Austenite.

Austenitic stainless steel memiliki struktur kristal FCC (Gambar 2.2) didapatkan dari fase ferrite stainless steel dengan penambahan nikel, mangan, dan nitrogen pada suhu ruang. Austenitic ini memiliki kekuatan luluh yang agak rendah, tetapi ketangguhannya lebih tinggi (Davis, 2001). Baja tahan karat jenis ini sangat umum hampir 70% baja tahan karat adalah jenis ini. Baja jenis ini memiliki kandungan 0,15% karbon, 16% kromium, dan beberapa mangan atau nikel untuk menahan struktur pada saat temperature dari cryogenic sampai titik leleh.

Gambar 2.2. Struktur kristal austenic stainless steel face centered cubic (FCC), (A) sel atom bulat penuh, (B) sel atom sederhana (Calister 2001)

A B


(25)

c. Martensite.

Martensitic stainless steel memiliki struktur kristal body centered tetragonal (Gambar 2.3) dengan tingkat krom yang rendah dan tingkat karbonnya tinggi, dengan mendapatkan struktur austenitic pada temperature tinggi kemudian didinginkan secara tiba-tiba untuk mengubah fase austenitic ke martensite (Davis, 2001). Pada baja tahan karat jenis ini, tidak begitu memiliki ketahan karat yang begitu baik tetapi memiliki sifat yang kuat dan tangguh, dan tingkat machineable yang sangat baik, dan juga dapat diberi perlakuan panas. Jenis ini memiliki paduan: kromium (12-14%), molybdenum (0,2 - 1%), nikel (kurang dari 2%), dan karbon (0,1 - 1%).

Gambar 2.3. Struktur kristal martensitic stainless steel body centered Tetragonal (Callister, 2001).

d. Duplex

Duplex stainless steel dapat dianggap sebagai kromium-molibdenum. Baja tahan karat ferrite dibentuk dengan keseimbangan ferritic dan austenitic pada suhu kamar menghasilkan kromium yang tinggi dan molibdenum, bertujuan agar ketahanan korosi yang baik dari ferrite stainless steel serta menguntungkan sifat mekanik austenitic stainless steel (Davis, 2001). Biasanya duplex memiliki campuran 50:50 antara austenite dan ferite, dan secara umum di komersial bahkan mencapai 60:40. Jenis memiliki paduan yaitu, kromium yang sangat tinggi (19-32%), molybdenum (sampai 5%), dan sedikit kandungan nikel.


(26)

Stainless steel merupakan baja tahan karat yang sulit untuk bereaksi terhadap udara dan air karena memiliki kandungan karbon (Callister,2001: S-231). Stainless steel AISI 304 merupakan salah satu tipe material yang sering digunakan oleh para medis sebagai alat bantu implan pada jaringan tulang manusia, tetapi jika dilihat dari segi ketahanan korosi masih dibawah material titanium. Baja tahan karat AISI 304 merupakan material yang mudah didapat di pasaran, sudah secara umum diproduksi massal, dan relatif murah. Baja tahan karat ini memiliki sifat mudah dibentuk (machinability), tahan karat, dan ringan.

Aplikasi baja tahan karat AISI 304 banyak digunakan pada material implan (Wibowo dkk, 2015) tabung tekanan tinggi, pipa pada reaktor nuklir, pesawat terbang (Adriawan, 2011), material kawat implan.

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Stainless steel AISI 304 (PT. Wijaya Makmur Sentosa)

% C Si Mn P S Cr Ni N

Min 0,022 0,530 1,03 0,043 0,003 18,34 8,01 0,054 Max 0,070 0,750 2,00 0,045 0,030 19,50 10,50 0,100

2.2.2. Shot peening

Shot peening merupakan salah satu metode pengerjaan dingin (cold worked) dengan cara memadatkan sekitar permukaan material dengan cara menyemprotkan steel ball ke permukaan sampel dengan kecepatan tinggi. Dari beberapa peneliti pendahulu menunjukkan bahwa ada peningkatan kekerasan permukaan pada material sampel uji karena deformasi plastis.


(27)

Penumbukan steel ball secara tidak beraturan pada permukaan sehingga menyebabkan permukaan lebih kasar. Sehingga tumbukan dengan kecepatan tinggi pada permukaaan akan mengalami penekanan sehingga timbulnya tegangan tekan sisa pada permukaan material uji. Proses shot peening dapat menghasilkan permukaan logam menjadi lebih kasar dan rata, deformasi plastis, pengerasan regangan, menutup porositas, meningkatkan ketahanan terhadap freeting dan tegangan sisa tekan pada permukaan material yang akan meningkatkan sifat mekanik material (Sunardi dkk 2013).


(28)

Prinsip kerja dari perlakuan shot peening yaitu udara dan bola – bola baja secara bersamaan menumbuk permukaan material yang diuji. Pada gambar 2.4 menunjukan proses shot peening yang dimana steel ball akan ikut tersembur bersama dengan udara karena adanya tekanan dari kompresor yang bertekanan tinggi. Pada penelitian ini kompresor digunakan sebagai media penyembur udara bertekanan tinggi dan spray gun digunakan sebagai nozzle untuk meningkatkan kecepatan steel ball yang akan disemburkan ke material uji.

2.2.3. Pengamatan Stuktur Mikro

Pada proses pengamatan struktur mikro bertujuan mengamati bentuk butiran dan batas-batas butir pada permukaan material.struktur mikro dilakukan pengamatan dengan menggunakan mikroskop optik bertujuan untuk mengamati salah satu sifat mekanik dari bahan material uji.

Pada pengamatan struktur mikro terdiri dari beberapa proses yaitu proses pembuatan holder, pengamplasan permukaan, pengetsaan, dan pengambilan gambar struktur mikro. Proses pembuatan holder bertujuan supaya sampel mudah untuk dipegang pada saat proses pengamplasan. Proses pengamplasan terdiri dari beberapa tingkatan kekasaran mulai dari amplas kasar hingga amplas halus. Sedangkan pada proses pemolesan dilakukan menggunakan autosol yang dioleskan pada kain beludru, kemudian pasta autosol digosokkan pada sampel hingga goresan tidak terlihat lagi di bagian permukaan.

Untuk pengetesan dilakukan dengan menggunakan cairan etsa yang terdiri dari berbagai macam campuran disesuaikan dengan plat material yang akan dietsa. Semisalkan pada logam stainless steel yang menggunakan cairan aqua regia dengan kandungan nitrid acid (NHO3) dicampurkan hidrocloric acid (HCl) dengan perbandingan 1:1. Fungsi dari Cairan aqua regia untuk menghilangkan lapisan oksidasi pada permukaan sampel dengan meneteskan pada permukaan dan menunggu beberapa detik sampai bereaksi tepat sebelum terjadi reaksi gelembung udara, kemudian sampel disiram menggunakan air bersih. Kemudian Setelah permukaan sampel dietsa maka dapat dilakukan pengambilan gambar menggunakan mikroskop optik dan direkam oleh kamera digital.


(29)

Hukum Hall-Petch menyatakan bahwa kekerasan akan meningkat seiring dengan penurunan ukuran butir. Untuk ukuran butiran yang mengalami pengecilan butiran hingga berukuran nano (Multigner dkk, 2009) dan akan kembali membesar seiring dengan jarak kedalaman pada permukaan hingga mencapai ukuran butiran yang menyerupai material dasarnya. Hasil pengambilan struktur mikro ditunjukkan pada Gambar 2.6. dibawah ini.

Gambar 2.6. hasil uji Struktur mikro (mikroskop optik).(1) sampel Raw material, (2) durasi 5 menit, (3) durasi 10 menit, (4) durasi 15 menit (Hidayat

2013)

2.2.4. Kekasaran permukaan (surface raughness)

Kekasaran permukaan material merupakan ukuran dari tekstur permukaan yang setelah selesai proses penumbukan bola – bola baja. untuk mengetahui kekasaran suatu permukaan tidak bisa hanya dengan melihat langsung atau dengan rabaan tangan, tetapi harus menggunakan standar baku untuk acuan penelitian. Pengukuran standar yang biasa digunakan dalam pengujian kekasaran permukaan yaitu Ra, Rz, atau Rmax.Ra adalah tinggi rata-rata.Rz adalah, sedangkan Rmax adalah jarak antara bukit tertinggi dengan lembah terendah. Adapun


(30)

analisis dalam penentuan nilai Ra yaitu menggunakan rumus dan visualisasinya pada Gambar 2.5.

Ra =

� ∫ h1 . dx………..…(2.1)

Dimana :

Ra = kekasaran rata-rata (µm)

s = panjang sampel yang diuji (mm) hi = Tinggi rata-rata kekasaran (µm)

Penggunaan parameter pengukuran kekasaran diukur dengan menghitung selisih simpangan permukaan asli dari permukaan ideal dengan besaran jarak. Simpangan besar dapat diketahui bahwa permukaan kasar, begitu pula sebaliknya simpangan kecil menunjukkan bahwa permukaannya halus. Untuk mengukur kekasaran suatu permukaan dapat menggunakan metode kontak-langsung pada permukaan material. Prinsip kerja metode ini menggunakan jarum yang berjalan sepanjang permukaan material. Jarum tersebut memiliki ukuran tersendiri tergantung dari keakuratan alat surface roughness yang digunakan. Sepanjang perjalanan, pengukuran stylus bergerak naik turun mengikuti bentuk kekasaran permukaan.

Prinsip kerja metode kontak dengan menggunakan jarum yang berjalan sepanjang permukaan material. Jarum tersebut memiliki ukuran tersendiri tergantung keakurasian dari mesin surface roughness. Sepanjang perjalanan pengukuran stylus bergerak naik turun mengikuti bentuk kekasaran permukaan. Data hasil pergerakan stylus dengan gerak horizontal dan vertikal dirubah menjadi data digital yang bisa diolah secara komputerisasi dengan standar parameter yang digunakan.


(31)

Gambar 2.7. Profil permukaan Ra dan Rmax (Hidayat, 2013).

Gambar 2.8. Struktur stylus membacapermukaan sampel (hidayat, 2013)

Gambar 2.9. Grafik Nilai kekasaran rata-rata (Ra) hasil uji kekasaran permukaan spesimen sebelum dan setelah perlakuan shot peening dengan variasi


(32)

Pada roses pengujian hasil kekasaran permukaan (Sunardi dkk, 2013) bahwasannya nilai kekasaran rata-rata permukaan (Ra) pada sampel ss AISI 304 terjadi peningkatan pada kekasaran permukaan dari sampel raw material dan setelah dilakukan perlakuan. Menghasilkan nilai kekasaran permukaan yang lebih kasar di bandingka dengan sampel sebelum dilakukan shot peening, hal ini merupakan efek dari identasi-identasi pada permukaan spesimen yang dihasilkan dari penembakan butiran bola-bola baja dengan tekanan dan kecepatan tinggi kepermukaan spesimen uji.

Pada pengujian ini durasi waktu dalam proses shot peening mempengaruhi terhadap kekasaran permukaan dimana menunjukan bahwa terjadi penurunan nilai kekasaran rata-rata dari waktu 5 menit pada permukaan spesimen dengan bertambahnya waktu proses perlakuan shot peening dari 5, 10, 15, 20, 25 sampai 30 menit, hal ini disebabkan karena semakin lama waktu proses perlakuan shot peening yang diberikan maka permukaan spesimen yang belum terkena benturan bola-bola baja akan terkena tembakan bola-bola baja sehingga menghasilkan permukaan spe-simen yang semakin rata dan halus dengan dilihat dari hasil nilai kekasaran rata-rata yang semakin turun.

2.2.5 Wettability

Permukaan yang dikatakan hydrophobic jika permukaan tersebut tidak basah bila terkena air, permukaan selalu terlihat bersih. Jika ada kotoran yang menempel pada permukaan maka disaat terkena air, kotoran tersebut akan terhalau oleh air yang menggelinding di permukaan tersebut. Untuk mengetahui permukaan hydrophobicny dapat diketahui dengan mengukur besarnya sudut kontak yang terbentuk pada permukaan bahan uji. Sudut kontak yaitu sudut yang terbentuk oleh permukaan sampel dengan fluida yang diteteskan pada permukaan sampel bersangkutan (Dahlia Gusrita dkk, 2014).

Studi tentang karakter suka air dan tidak suka air ini terbagi dalam beberapa jenis pengukuran. Contact angle kecil (<90°) menunjukkan sangat hydrophilic, sementara contact angle besar (>90°) menunjukkan rendahnya


(33)

karakter hydrophilic suatu permukaan (Yuliwati dan Desi, 2014). Pada permukaan yang dikatakan lebih kasar dan hydrophilic dikarena tabrakan yang berulang dari material steel ball menimbulkan deformasi. Serta menguntungkan dalam penyerapan protein dalam pembentukan rangkaian sel-sel tulang yang menempel pada implan (Azar dkk, 2010 dan Wilson dkk, 2015). Pada Gambar 2.10 di bawah ini menunjukkan sudut pengukuran yang akan dihasilkan pada permukaan sampel. Besar sudut yang dihasilkan akan menentukan karakter hydrophilic (suka air) dan hydrophobic (tidak suka air).

Sudut kontak merupakan sudut yang dibentuk antara permukaan bahan uji dengan air yang diteteskan ke permukaan bahan uji yang bersangkutan. Sudut kontak berkaitan dengan karakteristik isolator yaitu sifat menyerap air (hydrophilic) atau sifat menolak air (hydrophobic) (Asy’ari dan Budiman, 2009).

Gambar 2.10. Skema bentuk contact angles (a) Hydrophilic dan (b) Hydrophobic (Yuliwati dan Desi, 2014).

2.2.6. Ketebalan plat (thickness)

Pada permukaan sampel yang membuat terjadinya deformasi plastis/pengkikisan permukaan dan struktur mikro dibagian permukaan cenderung terjadi pemipihan yang disebabkan oleh proses shot peening akibat pengaruh penumbukan steel ball. Pada pengujian ketebalan plat akibat deformasi plastis telah dilakukan penelitian oleh Arifvianto dkk (2011), Adriawan (2011), Mukhsen (2012), dan Pramudia (2011). Bawasannya pada plat sampel uji terjadi pemadatan, pengikisan permukaan, pemipihan pada struktur mikro, dan serta


(34)

terjadi perbedaan batas butir antara daerah permukaanmaterial dengan daerah inti material.

Pada gambar 2.11. menunjukan bahwasannya dimensi sampel uji yang setelah dilakukan proses shot peening mengalami pemipihan/pengurangan ukuran diameter sampel yang dilakukan penelitian oleh Iqbal, dkk (2011). Dapat ditarik kesimpulan bahwa perlakuan penumbukan steel ball pada permukaan material sampel dapat menyebabkan deformasi plastis yang terjadi kemungkinan karenan pemadatan permukaan, dan pengikisan permukaan sampel.

Gambar 2.11. Nilai rata-rata pengurangan diameter spesimen setelah perlakuan sandblasting (Iqbal dkk, 2011)

Pengukuran suatu ketebalan objek benda kerja dilakukan menggunakan alat ukur. Selain Setiap alat ukur mempunyai fungsi atau kegunaan yang berbeda-beda.

Serta fungsinya yang berbeda, setiap alat ukur memiliki karakteristik dan sklala yang berbeda. Salah satunya alat ukur dimensi benda yaitu mikrometer. Mikrometer adalah suatu alat untuk mengukur ukur benda dengan ukuran kecil dan tipis, seperti mengukur ketebalan plat, diameter kawat, serta untuk mengukur berbagai benda lainya. Mikrometer merupakan alat ukur yang dapat melihat dan mengukur benda dengan ketelitian ketelitian ukur 0,01 mm. pada penelitian ini menggunakan variabel tekanan penyemprotan shot peening yang pada akhirnya


(35)

dapat melihat pengaruh perlakuan shot peening terhadap pengurangan dimensi ketebalan akibat pemadatan danpengikikisan suatu permukaan plat.

2.2.7. Kekerasan permukaan (micro hardness)

Kekerasan permukaan umumnya menyatakan ketahanan terhadap deformasi ukuran permukaan logam atau deformasi permanen (Dieter, 1987). Kekerasan permukaan merupakan ketahanan sebuah permukaan material terhadap deformasi akibat tumbukan. Sebuah stell ball yang keras di tumbukan kepermukaan material uji. kemungkinan deformasi yang terjadi yaitu kombinasi perilaku elastis, plastis, serta kekerasan yang dimiliki suatu material bersifat mekanik. Menurut (Callister, 2001) kekerasan merupakan suatu material yang mampu menahan goresan.


(36)

Dalam sistem pengujian terdapat tiga jenis pengujian kekerasan, yaitu kekerasan goresan (scratch hardness), kekerasan lekukan (indentation hardness), dan kekerasan pantulan (rebound), tergantung dengan cara melakukan pengujian. Pada permukaan sampel metode indentasi digolongkan berdasarkan pada perbedaan jenis indentornya.

Pada alat pengujian kekerasan universal dapat menggunakan beberapa macam indentor yang berguna sebagai acuan pengukuran kekerasan permukaan material sampel. prinsip kerja dari mesin kekerasan permukaan hanya memberi tekan tertentu pada permuaan sampel uji. Metode indentasi pengujian kekerasan permukaan yang sering digunakan yaitu metode Vickers yang ditunjukan pada Gambar 2.12, metode Brinnell, dan metode pengujian Rockwell.

Alat pengujian kekerasan Vickers pada umumnya menggunakan indentor piramida intan yang berbentuk bujur sangkar. Kemudian besar antar sudut permukaan piramida yang saling berhadapan yaitu 136°. Karena pada nilai tersebut mendekati sebagian besar nilai pembanding yang diinginkan antara lengkungan diameter serta diameter bola penumbuk pada alat uji kekerasan brinell (Dieter, 1987).


(37)

Pada metode pengujian Vickers menggunakan indentor intan piramida dengan sudut 136° yang ditunjukan pada Gambar 2.13 dan Gambar 2.14. pengujian ini menggunakan prinsip yang hamper sama dengan metode Brinell, hanya yang membedakan dibagian mencolokkan indentor dan hasil injakan. Beban yang digunakan saat pengujian lebih kecil dibandingkan dengan uji Rockwell dan Brinell yaitu antara 1 sampai 1000 gram. Kemudian panjang diagonal ijakan diukur menggunakan skala pada mikroskop pengukur. Untuk mengukur nilai kekerasan suatu material menggunakan persamaan standars ASTM E384-84 (Brandes dan Brook 1992):

��= � sin

� 2

�2 =

8 , �

�2 (kg/�� ) (3.2)

HV = Vickers Hardness (Kg/mm²), P = beban (kg), d = diagonal rata-rata (mm)

Gambar 2.14. Skema pengujian kekerasan Vickers

Untuk menentukan sifat mekanis suatu bahan menggunakan indentor Vickers konversional, pada penggunaannya alat ini digunakan sejak lama karena tahan terhadap deformasi plastis (kekerasan), modulus elastis, faktor intensitas tegangan, tegangan elastis, tegangan sisa dan tegangan tarik bahan (Zeng, 1995).


(38)

Sifat-sifat ini diperkirakan berdasarkan ukuran benda penguujian pada suatu injakan sisa (Malau, 2011). Bekas injakan pada proses pengujian kekerasan yang berbentuk persegi seperti ditunjukkan pada Gambar 2.15. pada Bekas injakan diukur berdasarkan panjang rata-rata kedua diagonalnya agar dapat dihitung hasil dari nilai kekerasannya.

Gambar 2.15. Tipe-tipe lekukan piramid intan: (a) lekukan yang sempurna, (b) lekukan bantal jarum, (c) lekukan berbentuk tong (Dieter, 1987)

Pada gambar 2.15. merupakan bentuk lekukan piramid intan, Pada tipe (a) atau pada gambar 2.16 merupakan bentuk bekas injakan yang benar pada proses pengujian kekerasan dengan bentuk persegi. Untuk mengukur bekas injakan dengan panjang rata-rata kedua diagonal agar bisa dihitung hasil nilai dari kekerasannya. Selanjutnya pada tipe (b) merupakan bentuk lekukan bantalan jarum akibat adanya penurunan logam diantara 24 permukaan piramida yang datar. Keadaan tersebut terjadi pada logam yang dilunakkan dan dapat mengakibatkan pengukuran panjang diagonal yang berlebihan. Kemudian lekukan berbentuk tong ditunjukan pada tipe (c) yang diakibatkan penimbunan ke atas pada logam sekitar permukaan penekanan terdapat pada logam-logam yang mengalami terjadinya proses perlakungan dingin.


(39)

22

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Persiapan

Pada persiapan yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini bermaksudkan untuk mengurangi terjadinya kesalahan dan penghentian yang terlalu lama sehingga memungkinkan terjadinya perubahan yang berkaitan dengan berlangsungnya penelitian.

3.2. Alat Dan Bahan Penelitian

3.2.1. Pembuatan Plat Sampel Stainless Steel AISI-304

1. Alat

a. Gergaji besi b. Gerinda potong c. Gerinda duduk d. Mistar

2. Bahan

a. Plat Stainless Steel AISI-304 b. Mata gerinda potong

c. Mata gerinda duduk 3.2.2. Pembuatan Mesin Shot Peening

1. Alat

a. Mesin las listrik b. Mesin penekuk plat c. Gergaji besi

d. Gerinda potong e. Kunci kombinasi f. Mistar


(40)

2. Bahan

a. Kotak plastik kapasitas 10 liter b. Plat baja

c. Selang tahan panas diameter 15 mm d. Spray gun dengan nozzle diameter 5 mm e. Pressure gauge

f. Mur baut g. Busur lingkaran

3.2.3. Proses Perlakuan Shot Peening

1. Alat

a. Mesin shot peening

Shot peening box berukuran 200 mm x 300 mm x 180 mm dengan jarak ujung nozzle penyemprot terhadap plat pemegang specimen (holder) sejauh 10mm, dengan sudut 30°, 60°, 90°.

Gambar 3.1. Shot peening box

b. Kompresor

Kompresor berfungsi sebagai sumber dari udara dan penampungan udara yang akan digunakan untuk proses shot peening.


(41)

Gambar 3.2. mesin kompresor

c. Stopwatch

Stopwatch berfungsi sebagai penghitung waktu pengujian shot peening yang durasi waktunyaselama10 menit

Gambar 3.3. Stopwatch

a. Kamera digital

Kamera berfungsi untuk pengambilan gambar pada saat proses pembuatan alat shot peening , pada saat proses shot peening, pada saat pengambilan gambar sampel uji, dan pada saat proses pengujian sampel berlangsung, meliputi uji kekasaran permukaan


(42)

sampel dan pengujian wettability atau uji sudut contact angle pada permukaan sampel.

Gambar 3.4. camera canon

d. Spray gun

Berfungsi sebagai nozzle yang berfungsi menyemburkan material steel ball kepermukaan benda uji, yang bertujuan untuk membuat permukaan sampel lebih kasar.


(43)

2. Bahan

a. Stainless steel AISI-304

Stainless stell AISI 304 merupakan plat yang berdiamensi 2440 mm x 1440 mm dan tebal plat 4 mm yang diperoleh dari PT. Wijaya Makmur Sentosa di Jl. Hayam Wuruk no. 127, Jakarta barat. Kemudian plat tersebut dipotong dengan ukuran 20 mm x 15 mm sebanyak 11 buah sampel.

Gambar 3.6. stainless steel AISI-304 setelah pengamplasan

b. Steel ball diameter 0,4mm

Steel ball sebagai material abrasive dengan diameter S-110 0,4 mm merk Ferrosad yang diperoleh dari CV. Sumber Riski Sentosa di Jl. H.Abd. karim, Jatikeramat, Jatiasih, Bekasi.


(44)

Tabel 3.1 Spesifikasi steel ball yang digunakan

Carbon Magnesium Silikon Sulphur Phosphor Kekasaran

% 0,10 1,15 0,15 0,015 0,015 40 – 46 HRC Sumber : www.ferrosad.com.

c. Double tape d. Lakban hitam e. Sikat baja 3.2.4. Proses Pengujian

1. Alat

a. Alat uji mikroskop optik

Mikroskop optik ini berfungsi sebagai foto makro dan mikro dengan pembesaran hingga 50x dan 100x. Foto makro ini bertujuan untuk mengaetahui permukaan sampel dan permukaan penampang distribusi uji.

Gambar 3.8. Alat uji struktur makro dan struktur mikro


(45)

b. Stylus profilometer (surface roughness tester)

Stylus profilometer berfungsi sebagai alat uji kekasaran penampang permukaan sampel, sedangkang data yang diambil dalam pengujian adalah parameter nilai kekasaran

Gambar 3.9. Alat uji kekasaran permukaan

c. Alat uji ketebalan permukaan sampel (micrometer)

Mikrometer adalah alat ukur yang dapat melihat dan mengukur ketebalan benda dengan satuan ukur yang memiliki ketelitian 0,01 mm.


(46)

d. Alat uji wettability

Alat ini berfungsi untuk mengetahui sudut contact angle permukaan sampel dengan cara menteteskan air sebanyak 2-3 tetes ke permukaan sampel.kemudian untuk pengambilan sudut contact angle permukaan sampel dengan cara foto contact angle dimasukkan dalam software Corel Draw X4 dan Kemudian setelah sketch jadi, bentuk cekungan air dibuat garis lurus pada sisi luar untuk mengetahui besarnya sudut � dari cekungan air pada permukaan sampel. Guna untuk mengetahui sudut contact angle pada permukaan sampel yang diberi tetesan air tersebut.

Gambar 3.11. Alat uji wettability

e. Alat uji kekerasan

Alat ini berfungsi sebagai pengujian kekerasan permukaan plat sampel dengan kedalamam jarum 0,005 mm. bertujuan untuk mengetahui kekerasan setiap permukaan material.


(47)

Gambar 3.12. Alat uji kekerasan

2.Bahan

a. Plat stainless steel AISI-304 sampel ukuran 20 mm x 15 mm x 4 mm

b. Aoutosol c. Alkohol 70% d. Kain

3.3. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah variasi sudut penembakan pada shot peening, yaitu 30°, 60°, 90°. Durasi waktu shot peening atau penyemprotan steel ball tiap - tiap specimen adalah selama 10 menit dan tekanan penyemprotan dari kompresor dipertahankan pada 6 kg/cm . material steel ball yang digunakanberdiameter 0,4 mm dan steel ball dianggap seragam. 3.4. Tahapan Penelitian

3.4.1. Proses Pembuatan Plat Sampel

Plat sampel dibuat dari baja tahanan karat (stainless steel) AISI-304 dengan dimensi 20 mm x 12 mm x 4 mm. Plat sampel dipotong dengan


(48)

menggunakan gergaji besi dan gerinda potong. Sebelum dilakukan proses shot peening, permukaan plat sampel diamplas terlebih dahulu menggunakan kertas amplas dengan mesh nomor 600, 1000, 1500, 2000. Kemudian di poles menggunakan Aoutosol sampai plat sampel benar – benar mengkilap .

Gambar 3.13. Proses pengamplasan sampel

Tujuan dari pengamplasan permukaan plat sampel tersebut adalah untuk memastikan bahwa setiap plat sampel memiliki kondisi awal (initial condition) yang sama. Selanjutnya, pemberian kode inisial pada sisi yang tidak diamplas supaya agar tidak tertukar pada variasi sampel yang lain saat proses shot peening.


(49)

3.4.2. Proses Pembuatan Mesin Shot Peening

Mesin shot peening dalam penelitian ini merupakan desain ulang (redesign) dari peneliti sebelumnya (Sunardi dkk, 2013 dan saputra, 2016).

Gambar 3.15. proses pembuatan kerangka dan perakitan box shot peening

Peneliti hanya melakukan sedikit perubahan pada beberapa bagian sebagai berikut.

1. Perubahan desain pada pemegang sampel (specimen holder) menjadi sudut 30°, 60°, 90° dan perubahan jarak nozzle dengan pemegang specimen menjadi 100 mm.

Gambar 3.16. bentuk pemegang sampel dengan variasi sudut 2. Penambahan pressure gauge pada spray gun sehingga tekanan


(50)

Gambar 3.17. pressure gauge

3. Penambahan air filter pada dinding atas kotak shot peening sehingga dapat memperbaiki sirkulasi udara pada saat proses shot peening berlangsung.

Gambar 3.18. air filter

4. Penambahan kran kompresor sebelum masuk ke pressure gauge agar tekanan yang masuk pada proses shot peening berlangsung lebih aman saat box shot peening digunakan.

Gambar 3.19.kran kompresor

5. Perubahan diameter selang steel ball menjadi lebih besar, yaitu menjadi berdiameter 10 mm.


(51)

Gambar 3.20. selang steel ball

Proses perakitan mesin shot peening diawali dengan merakit kerangka besi sesuai dimensi box shot peening. Perakitan kerangka baja dilakukan dengan menggunakan mesin las listrik. Pada kerangka besi tersebut, specimen holding dipasang dengan sudut 30°, 60°, 90° dengan jarak 100 mm dari ujung nozzle. Specimen holder ini didesain sebagai dudukan specimen saat proses shot peening berlangsung. Kemudian box shot peening.

3.4.3. Proses Shot Peening

Proses perlakuan shot peening dilakukan dengan menyemprotkan steel ball bertekanan tinggi ke permukaan specimen. Berikut ini adalah langkah-langkah dalam proses shot peening :

1. Proses pelakuan shot peening dilakukan di PRM Vulkanisir Ban di Jl. Ring Road Timur, Ngipik, Baturetno,Banguntapan,Bantul,Yogyakarta. 2. Menggunakan alat keselamatan kerja seperti masker, sarung tangan,

dan kaca mata pelindung.

3. Menghidupkan kompresor sehinggga tangki terisi udara dengan tekanan di atas 7 kg/cm .

4. Memasukkan steel ball berdiameter 0,4 mm ke dalam shot peening box.

5. Posisikan pemegang spesimen pada sudut 30°, 60°, atau 90° dengan jarak nozzle ke benda uji 100 mm.

6. Memasang plat sampel pada pemegang spesimen dengan double tape dan memastikannya agar benar-benar terpasang dengan baik.


(52)

7. Stopwatch dihidupakan untuk menghitung waktu pada saat proses shot peening dimulai.

8. Durasi waktu proses shot peening adalah 10 menit setiap sampel. Parameter waktu ini mengacu pada peneliti sebelumnya (Sunardi dkk, 2013 dan Saputra, 2016).

Gambar 3.21. Proses perlakuan shot peening

3.4.4. Proses Pengujian

1. Pengamatan struktur mikro

a. Bagian yang diuji adalah penampang melintang sampel.

b. Sampel dipoles dengan kain beludru dan autosol untuk mengkilapkan penampang melintang sampel sehingga mudah terlihat.

c. Sampel dietsa menggunakan cairan methanol (CH OH) konsentrasi 30 %.

d. Struktur mikro dilihat dengan mikroskop pada alat Wrexham, U.K., Ltd., kemudian hasil pengamatan struktur mikro disimpan dalam bentuk gambar.

2. Pengujian kekasaran permukaan (Surface Roughness)

Proses pengujian kekasaran permukaan dilakukan di Labolatorium Material dan Bahan Jurusan D3 Teknik Mesin Universitas Gadjah Mada. Berikut ini adalah petunjuk pemakaian alat Surfcorder SE1700 untuk pengujian kekasaran permukaan :


(53)

1. Menyiapkan Surfcorder unit yang meliputi Pick-up (FU-A2), Drive unit (DR-30X31), Amplifier (AS-1700), Chart Paper Setting. 2. Memasang Stylus Arm (AA5) pada Pick-up body.

3. Memasang Pick-up pada Drive unit. 4. Menghubungkan Drive Unit ke Amplifier. 5. Memasang Chart Paper di Printer.

6. Menekan tombol ON untuk menghidupkan system.

7. Memilih standar yang akan digunakan dalam pengukuran (ANSI). 8. Menentukan parameter Conditions, Magnification, Cut off, Mode

dan Sensitivity.

9. Memasang sampel dibawah stylus, kemudian memutar Fine Adjust Knob hingga stylus menyentuh benda kerja pada posisi indikator berwarna hijau.


(54)

Gambar 3.23. Proses pemutaran Fine Adjust Knob

10.Menekan tombol START agar proses pengukuran dilakukan.

Gambar 3.24. menekan tombol start untuk menjalankan proses

11.Mengamati dan mencatat hasil pengukuran kekasaran seperti ditunjukan pada Chart Paper.


(55)

12.Setelah pembacaan kekasaran permukaan selesai akan keluar kertas hasil data pembacaan kekasaran dan grafik dari alat Surfcorder SE1700.

Gambar 3.26. grafik dan nilai kekasaran permukaan sampel 13.Bagian yang diuji adalah penampang permukaan dari sampel. 14.Data yang diambil adalah parameter nilai Ra.

15.Tiap sampel diuji sebanyak 3 kali pada posisi acak setiap sampelnya.

3. Pengujian tebal plat

Pengujian tebal plat ini menggunakan micrometer bertujuan untuk mengetahui tebal material sampel setelah proses shot peening, apakah adanya penyusutan pada tebal material plat uji.


(56)

4. Pengujian wettability

Tahap pengujian wettability ini bertujuan untuk mengetahui efek wettability terhadap sel-sel jaringan tulang pada sampel stainless steel AISI 304. Parameter yang digunakan adalah jika sudut kontak � < 90º berarti permukaan tersebut bersifat hydrophilic (suka air) dan jika sudut kontak � > 90º, maka permukaan tersebut bersifat hydrophobic (tidak suka air) (Yuliwati dan Desi, 2014). Berikut tahapan proses pengujian wettability :

1. Permukaan sampel diteteskan air sebanyak 1 - 2 tetes.

2. Permukaan sampel tersebut difoto dari samping agar terlihat bentuk visual dari air yang di teteskan di permukaan sampel tersebut.

3. Setelah foto visual didapatkan, kemudian foto tersebut dimasukkan kedalam software Corel Draw X4 untuk di sketch ulang.

4. Kemudian setelah sketch jadi, bentuk cekungan air dibuat garis lurus pada sisi luar untuk mengetahui besarnya sudut � dari cekungan air tersebut.

Gambar 3.28. Sudut kontak cairan pada permukaan datar specimen benda uji

5. Pengujian kekerasan permukaan

a. Bagian yang diuji adalah penampang melintang dari sampel. b. Metode yang digunakan adalah metode Vickers.


(57)

c. Pada penelitian ini besar gaya yang digunakan adalah 980,7 mN dan durasi penekanan indentor selama 5 detik untuk setiap titik,.

d. Hasil pengujian diambil dari data diagonal horizontal dan diagonal vertical alat uji kekerasan Vickers.

6. Proses pengolahan data

a. Data kekasaran, kekerasan, tebal plat, dan wettability pada permukaan dimasukkan ke dalam program Microsoft office excel 2010 untuk mendapatkan nilai rata-rata, grafik perbandingan, nilai error bar, dan nilia standar deviasi (penyimpangan) dari setiap parameter.

b. Hasil foto contact angle dari uji wettability, foto makro, dan foto mikro pada permukaan dimasukkan ke dalam program software Corel Draw X4 untuk mendapatkan sudut tetesan air yang berada pada permukaan benda uji

3.5. Diagram Alir penelitian

Diagram alir penelitian merupakan sebuah diagram yang menggambarkan langkah-langkah penelitian dengan symbol-simbol grafis (Gambar 3.25). Diagram ini menyatakan aliran algoritma atau urutan proses yang disimbolkan dalam bentuk tertentu, beserta urutannya dengan menghubungkan masing-masing langkah tersebut menggunakan tanda panah. Metode penelitian ini bermula dari studi literature, melakukan hipotesis (dugaan awal), melakukan proses penelitian, melakukan pengumpulan data, melakukan analisis, membuat kesimpulan, dan diakhiri dengan menyusun laporan hasil penelitian. Berikut ini diagram alir yang menggambarkan kegiatan penelitian untuk mengetahui pengaruh perlakuan shot peening terhadap kekasaran dan wettability permukaan Stainless Steel AISI-304.


(58)

(59)

42

Hasil penelitian dan pembahasan disajikan dalam bentuk gambar dan grafik. Penyajian dalam bentuk gambar dan grafik dengan tujuan agar lebih mudah dalam menganalisa dan memudahkan dalam membandingkan antara hasil penelitian yang satu dengan yang lain. Adapun penelitian yang dilakukan adalah uji struktur makro, struktur mikro,kekasaran permukaan,kekeraasan, ketebalan plat, dan uji wettability.

4.1. Hasil Proses Shot Peening

Pengaruh terhadap perlakuan shot peening pada plat stainless steel AISI 304 terlihat cukup jelas seperti pada Gambar 4.1. dimana Pada (Gambar a) kondisi awal permukaan plat sampel terlihat rata dan bersih serta dengan adanya goresan-goresan halus hasil dari proses pengampelasan. Proses pengampelasan dilakukan pada sampel stainless steel AISI 304 supaya permukaan sampel halus dan merata, selanjutnya sampel tersebut di autosol sampai terlihat mengkilap yang bertujuan untuk menyamakan kodisi awal pada permukaan material sampel.

Kemudian pada (Gambar b), merupakan permukaan sampel yang telah dilakukan proses shot peening dengan sudut penyemprotan 30°, permukaan tersebut terlihat kasar tetapi memiliki pori-pori kekasarannya lebih kecil. kemudian pada (Gambar c), sampel shot peening sudut 60° terlihat permukaannya paling kasar dibandingkan dengan sampel uji yang lain, jika dilihat permukaannya memiliki pori-pori yang sangat dalam, besar, dan merata. Pada (Gambar d), permukaan sampel shot peening pada sudut penyemprotan 90° permukaan sampel terlihat kasar tetapi tumbukan steel ball terlihat tidak terlalu dalam yang diakibatkan oleh tumbukan yang terus-menerus membuat bukit-bukit hasil shot peening merata kembali. Jika dilihat pada gambar 4.1. permukaan sampel yang mempunyai tingkat kekasaran paling tinggi setelah proes perlakuan shot peening terlihat pada sudut 60° atau pada (gambar c) pada sampel ini kekasaran


(60)

permukaan terlihat lebih kasar serta pori-pori sisa hasil tumbukan steel ball terlihat lebih besar dan merata.

Gambar 4.1. Plat sepesimen (a) sepesimem tanpa perlakuan shot peening, specimen yang telah di shot peening dengan sudut (b) 30° (c) 60° (d) 90°.

4.2. Hasil Pengujian dan Pembahasan 4.2.1. Hasil foto makro

Pada pengujian foto makro Pada gambar 4.2 berikut menunjukkan adanya perubahan butiran halus dan butiran kasar yang merata pada permukaan plat sampel setelah dilakukan proses shot peening. pada gambar (a) merupakan permukaan setelah shot peening plat sampel sudut 30°, terlihat permukaan sampel terlihat lebih pipih dan terlihat ada kawah-kawah kecil akibat dari tumbukan bola-bola baja. kemudian pada gambar (b) merupakan permukaan sudut 60° pada permukaan sampel setelah perlakuan shot peeing, terlihat permukaa sampel terlihat lebih pipih serta pada permukaan sampel tersebut yang membuat nilai kekasaran dan kekerasan mengalami kenaikan paling tinggi. Pada gambar (c)


(61)

permukaan sudut 90° setelah perlakuan shot peening, terlihat pada permukaan tersebut terlihat lebih halus dan merata. Karena pada sudut penyemprotan 90° cekungan sisa shot peening kembali merata akibat tumbukan yang berulang-ulang yang membuat pada sudut 90° nilai kekasaran dan kekerasan mengalami sedikit penurunan.


(62)

4.2.2. Hasil uji struktur mikro (Micro Hardness)

Pengaruh dari perlakuan shot peening pada struktur mikro permukaan plat material sampel SS-304 yang ditunjukan pada Gambar 4.3 dengan menggunakan foto mikroskopopik tersebut menunjukkan foto perbandingan antara struktur mikro permukaan pada kondisi plat material selah diampelas (raw material), dan permukaan plat material setelah dilakukan perlakuan shot peening . Perlakuan shot peening dilakukan selama 10 menit dengan menggunakan variasi sudut penyemprotan 30°, 60°, dan 90°. Setelah dilakukan perlakuan shot peening Terlihat cukup jelas perbedaannya antara struktur mikro permukaan plat sampel sebelum perlakuan dengan permukaan plat sesudah perlakuan shot peening.


(1)

[3] menggunakan steel ball ukuran 0.4 mm.

Tabel 1 Spesifikasi Steel Ball

C Mg Si S P Kekerasan

% 0,10 1,15 0,15 0,015 0,015 40 - 46 HRC

Tabel 2 Spesifikasi Stainless Steel AISI 304

% C Si Mn P S Cr Ni N

M i n

0,02 2

0,53

0 1,03

0,04 3

0,00 3

18,3

4 8,01

0,05 4 M

a x

0,07 0

0,75

0 2,00

0,04 5

0,03 0

19,5 0

10,5 0

0,10 0 Setelah itu, semua sampel uji baik yang raw material (tanpa perlakuan shot peening) dan sampel dengan perlakuan shot peening dengan variasi sudut

30°, 60°,

90° dilakukan pengukuran nilai kekasaran permukaan, foto

makro, struktur mikro, kekerasan distribusi yang dilakukan di Laboratorium Material dan Bahan Jurusan D3 Teknik Mesin Universitas Gadjah Mada dengan alat Surfcorder SE 1700 standart ANSI sehingga akan diperoleh nilai kekasaran permukaan sampel yakni kekasaran permukaan rata-rata (Ra) dalam satuan µm, di peroleh foto permukaan sampel setelah proses shot peening, di peroleh foto struktur permukaan melintang pada permukaan sampel setelah shot peening, di peroleh nilai kekerasan permukaan melintang pada sampel sebelum dan sesudah perlakukan shot peening yaitu nilai rata-rata kekerasan.

Kemudian, dilakukan pengujian tebal plat sebelum dan sesudah perlakuan shot peening untuk mengetahui perubahan atau penyusutan pada tebal plat SS-304 yang dilakukan di lab. Teknik mesin Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Kemudian, dilakukan pengujian wettability. Parameter yang digunakan adalah jika sudut kontak � < 90º berarti permukaan tersebut bersifat hydrophilic (suka air) dan jika sudut kontak � > 90º, maka permukaan tersebut bersifat hydrophobic (tidak suka air) (Yuliwati dan Desi, 2014).

Proses pengujian wettability dilakukan dengan meneteskan air biasa sebanyak 1-2 tetes pada permukaan sampel, kemudian permukaan sampel tersebut difoto dari samping agar terlihat bentuk visual dari air yang diteteskan di permukaan sampel tersebut. Setelah foto visual

didapatkan, kemudian foto tersebut dimasukkan kedalam software Corel Draw X4 untuk mengetahui besarnya sudut yang dihasilkan oleh cekungan air tersebut.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Proses Shot Peening

Pada (Gambar 3. a) kondisi awal permukaan plat sampel terlihat rata dan bersih serta dengan adanya goresan-goresan halus hasil dari proses pengampelasan. Kemudian pada (Gambar3.b), merupakan permukaan sampel yang telah dilakukan proses shot peening dengan sudut penyemprotan 30°, permukaan tersebut terlihat kasar tetapi memiliki pori-pori kekasarannya lebih kecil. kemudian pada (Gambar 3. c), sampel shot peening sudut 60° terlihat permukaannya paling kasar dibandingkan dengan sampel uji yang lain, jika dilihat permukaannya memiliki pori-pori yang sangat dalam, besar, dan merata. Pada (Gambar 3.d), permukaan sampel shot peening pada sudut penyemprotan 90° permukaan sampel terlihat kasar tetapi tumbukan steel ball terlihat tidak terlalu dalam yang diakibatkan oleh tumbukan yang terus-menerus membuat bukit-bukit hasil shot peening merata kembali. Jika dilihat pada gambar 3. permukaan sampel yang mempunyai tingkat kekasaran paling tinggi setelah proes perlakuan shot peening terlihat pada sudut 60° atau pada (gambar 3.c) pada sampel ini kekasaran permukaan terlihat lebih kasar serta pori-pori sisa hasil tumbukan steel ball terlihat lebih besar dan merata.

Gambar 2. Foto sampel [a] tanpa perlakuan shot peening dan dengan perlakuan shot peening diameter steel ball [b]

30°, [c] 60°, [d] 90°. Hasil Uji foto makro

Pada pengujian foto makro Pada gambar 3 berikut menunjukkan adanya perubahan butiran halus dan butiran


(2)

kasar yang merata pada permukaan plat sampel setelah dilakukan proses shot peening. pada gambar 3.(a) merupakan permukaan setelah shot peening plat sampel sudut 30°, terlihat permukaan sampel masih terlihat butiran-butiran halus dan butiran kasar akibat dari tumbukan bola-bola baja. kemudian pada gambar 3.(b) merupakan permukaan sudut 60° pada permukaan sampel setelah perlakuan shot peeing, terlihat permukaa sampel terlihat lebih kasar serta pada permukaan sampel tersebut yang membuat nilai kekasaran dan kekerasan mengalami kenaikan paling tinggi. Pada gambar 3.(c) permukaan sudut 90° setelah perlakuan shot peening, terlihat pada permukaan tersebut terlihat lebih halus merata. Karena pada sudut penyemprotan 90° cekungan sisa shot peening kembali merata akibat tumbukan yang berulang-ulang yang membuat pada sudut 90° nilai kekasaran dan kekerasan mengalami sedikit penurunan.

Gambar 3. foto makro (a) sudut 30° (b) sudut 60° (c) sudut 90°.

Hasil Uji struktur mikro

Pada gambar 4. merupakan hasil foto struktur mikro permukaan sampel, dimana pada gambar 4.(a) merupakan permukaan foto struktur mikro sebelum perlakuan shot peening. Kemudian pada gambar 4.(b, c, dan d) permukaan sampel foto struktur mikro sesudah perlakuan

shot peening yaitu sudut 30°, 60°, dan 90°. pada gambar 4 dibawah merupakan foto struktur mikro permukaan SS-304 sebelum dan sesudah perlakuan shot peening dengan bembesaran 200 kalli. Sebelum pengamatan permukaan sampel diberi cairan etsa terlebih dahuli yaitu campuran nitrid acid (NHO3) dan hidrocloric acid (HCL). Dengan menggunakan perbandingan 50% banding 50 %. Setelah sampel dilakukan etsa kemudian permukaan dilihat butiran-butiran struktur mikro dengan menggunakan mikroskop. Gambar 4.(a) foto struktur mikro permukaan Raw material atau tanpa perlakuan shot peening, dimana terlihat permukaan yang halus dengan goresan-goresan sisa pengamplasan serta belum terlihat dengan jelas batas butiran pada permukaannya.

Gambar 4.(b) merupakan permukaan sampel setelah perlakuan tumbukan shot peening dengan variasi sudut 30°, terlihat batas pada permukaan lebih kecil serta alur goreasan pada pengamplasan masih terlihat jelas. Permukaan plat sampel terlihat jauh lebih kasar jika dibandingkan dengan permukaan Raw material. Pada permukaan terlihat timbulnya cekungan-cekungan yang menyerupai kawah. Haal tersebut kemungkinan efek dari tumbukan bola-bola baja pada permkaan sampel. steel ball ini menumbuk permukaan sampel dengan kecepat tinggi dan mengalami deformasi plastis pada sehingga menyebabkan timbulnya cekungan pada permukaan sampel. cekungan ini yang membuat permukaan material menjadi kasar. Jejak sisa penumbukan bola-bola baja membuat kontur permukaan sampel seamakin tidak rata

Gambar 4.(c) menunjukan struktur mikro sampel variasi penyemprotan sudut 60° dengan waktu 10 menit dan tekanan 6 bar. Pada variasi ini, butiran-butiran terlihat lebih dalam dan pipih pada permukaan sampel. hal ini mungkin terjadi karena tumbukan bola-bola baja yang sangat keras dan menumbuk hingga dalam pada permukaan tersebut akibat sudut penembakan shot peening. Karena pada sudut 60° penumbukan bola-bola baja menyongkel lebih dalam serta membuat lebih pipih pada permukaan. Hal tersebut yang membuat kekasaran dan kekerasan pada permukaan sampel lebih meningkat.

Kemudian pada gambar 4.(d) merupakan struktur mikro sampel dengan menggunakan variasi sudut penyemprotan 90°, waktu penumbukan 10 menit, dan tekanan 6 bar. Pada variasi ini terlihat pipih merata pada permukaan sampel. hal tersebut kemungkinan pada


(3)

[5] penumbukan sudut 90° menbuat permukaan plat sampel

hanya memadatkan dan tidak membentuk kawah, itulah yang membuat nilai kekasaran dan kekerasan permukaan sampel mengalami penurunan. Pada penelitian sebelumnya (Arifvianto, 2012), dimana hasil struktur mikro dari penelitian tersebut menunjukan adanya perubahan struktur mikro, sifat, dan properti bahan dari proses perlakuan shot peening

.

Gambar 4. Grafik struktur mikro

Hasil uji kekasaran permukaan

Pada Gambar 5 menunjukkan grafik kekasaran permukaan akibat proses perlakuan shot peening dengan sudut penembakan (30°, 60°, dan 90°), dengan tekanan penyemprotan 6 bar, dengan jarak nosel 100 mm dan dengan waktu penyemprotan selama 10 menit dipertahankan. Dari grafik diatas dapat dilihat, nilai rata-rata kekasaran permukaan tanpa perlakuan shot peening/raw material yaitu sebesar 0,894 µm. Kemudian setelah perlakuan shot peening permukaan sampel mengalami peningkatan nilai kekasaran. Pada perlakuan shot peening sudut penyemprotan 30 nilai kekasaran meningkat mencapai 1,903µm, selanjutnya pada sudut penyemprotan 60° nilai kekasaran permukaan meningkat sampai 2,416 µm, dan pada sudut penyemprotan 90° nilai

kekasaran meningkat yaitu sebesar 2,026 µm.

Dari gambar 5 nilai kekasaran rata-rata permukaan sampel cenderung fluktuatif. Nilai kekasaran pada penyemprotan sudut 30° meningkat yaitu mencapai 1,903µm, selanjutnnya pada penyemprotan sudut 60° nilai kekasaran mengalami peningkatan sebesar 2,416 µm, dan pada sudut penyemprotan 90° nilai kekasaran cenderung mengalami penurunan sebesar 2,026 µm.

Gambar 5. Grafik nilai rata-rata hasil uji kekasaran.

Seperti penelitian Widayarta, dkk (2015), menunjukkan grafik nilai kekasaran pada permukaan sampel akibat proses sand-blasting tersebut mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya pembesaran variasi sudut penyemprotan terhadap permukaan sampel. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh perubahan penyemprotan sudut nosel terhadap sampel yang mengakibatkan perubahan besar gaya tumbukan steel ball terhadap permukaan sampel uji.

Hasil uji ketebalan plat

Pada gambar 6 menunjukan plat SS-304 bahwasannya sebelum perlakuan shot peening (raw material) memiliki ketebalan rata-rata sebesar 3,982 mm, kemudian pada sudut 30° ketebalan rata-rata sebesar 3,94 mm, selanjutnya mengalami penurunan ketebalan rata-rata pada material penembakan sudut 60° sebesar 3,674 mm yang dikarenaka seiring dengan semakin meningkat sudut penembakan shor peening pada material uji. Selanjutnya ketebalan plat sampel mengalami penurun kembali atau ketebalan plat sampel yang terkecil pada penyemprotan sudut 90° yaitu sebesar 3.656 mm. itu artinya, jika ketebalan plat sampel setelah proses shot peening semakin kecil maka permukaan sampel tersebut akan semakin padat dan keras. Pada penelitian Saputra (2016) bahwa perlakuan shot peening mengurangi ketebalan plat sampel SS-316L.

0,894

1,903

2,416

2,026

0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000

RM 30 60 90

Kek

a

sa

r

a

n

Pe

r

m

u

k

a

a

n

,

R

a

m

)


(4)

Ketebalan plat banding terbalik dengan besarnya tekanan udara yang disemprotkan. Artinya, semakin tinggi tekanan penyemprotannya maka akan menghasilkan ketebalan plat yang semakin berkurang.

Gambar 6. Grafik ketebalan plat

Hasil uji wettability

Pengukuran ini berdasarkan parameter penting dari tegangan muka dimana jumlahnya akan menentukan besar sudut yang dihasilkan. Jika dilihat pada tabel 4.3. hasil nilai rata-rata sudut contact angle raw material yaitu sebesar 50.920°, untuk sudut 30° dengan 60° meliliki besaran sudut contact angle yaitu 56.243° dengan 62.740°, kemudian untuk sudut 90° besar sudut contact angle yaitu sebesar 58.487°. Dapat di simpulkan bahwasannya semua sampel stainless steel AISI 304 tersebut memiliki karakter terhadap permukaan bersifat hidrophilic yang dikarenakan besar sudut contact angle dari tiap sampel semuanya kurang dari 90º.Itu, artinya pada material steel ball bertabrakan secara terus-menerus yang menimbulkan deformasi serta membuat material tersebut kasar dan material tersebut bersifat suka air/hydrophilic. Kemudian pada penembakan sudut 60° karakter permukaan contact angle memiliki nilai wettability tertinggi, karena pada sudut 60° nilai kekasaran permukaan sampel sangat meningkat, yang membuat nilai sudut contact angle permukaan material tersebut ikut mengalami peningkatan. Seperti pada penelitian Zamhari (2106) bahwa menunjukan nilai wettability mengalami kenaikan terus. Artinya, jika suatu sampel sudut kontak yang tejadi semakin kecil, maka semakin menurun tingkat ketahanan korosi pada permukaan sampel tersebut.

Gambar 7. Hasil uji wetability dari sampel stainless steel AISI 304.

Gambar 8. grafik Hasil uji wetability dari sampel stainless steel AISI 304

Hasil uji kekerasan permukaan

menunjukan bahwa pada permukaan Raw material nilai kekerasan pada permukaan relative hampir sama, hanya saja pada titik pertama sedikit lebih besar nilai kekerasanya yaitu sebesar 256.8 kg/mm², hal tersebut kemungkinan disebabkan dari materialnya.


(5)

[7] Kemudian setelah dilakukan perlakuan

penumbukan bola-bola baja dengan variasi sudut 30° nilai kekerasan permukaan mengalami peningkatan yaitu sebesar 340.6 kg/mm². Pada titik selanjutnya nilai kekerasan mengalami penurunan pada kedalaman yang menjauhi permukaan. Hal tersebut terjadi karena nilai kekerasan yang menjauhi permukaan akan lebih lunak dibandingkan dengan kekerasan permukaannya. Selanjutnya pada sudut 60° dan 90° nilai kekerasan permukaan sama pada titik pertama yaitu sebesar 441.0 kg/mm². Tetapi jika dilihat pada gambar 4.13 grafik nilai kekerasan dari titik ke tiga hingga titik ke tujuh yang tertinggi pada sudut 90° yaitu sebesar 263.7 kg/mm² hingga 226.1 kg/mm².

Gambar 9. grafik Hasil uji kekerasan mikro.

Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan terkait dengan pengaruh variasi sudut penembakan shot peening terhadap foto makro, struktur mikro, kekasaran, tebal plat, wettability, dan kekerasan mikro plat stainless steel AISI-304, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Hasil dari pengujian struktur makro dengan variasi sudut shot peening mengakibatkan butiran-butira halus dan terlihat kawah-kawah pada permukaan sampel uji.

2. Hasil pengujian struktur mikro dengan variasi sudut shot peening menghasilkan butiran-butiran struktur mikro pada material SS-304 terlihat lebih pipih pada permukaan sampel uji.

3. Hasil dari pengujian kekasaran permukaan dengan variasi sudut shot peening dapat meningkatkan nilai kekasaran permukaan sampel stainless steel AISI304 tersebut, kekasaran yang tertinggi pada

penembakan sudut 60° yaitu sebesar 2,416 µm. Dimana nilai kekasaran permukaan sampel raw material yaitu sebesar 0,894 µm.

4. Hasil dari pengujian ketebalan plat dengan variasi sudut shot peening mengakibatkan ketebalan plat sampel menalami penurunan tingkat ketebalanya. Dari ketebalan awal (Raw Maerial) sampai sudut 90° yaitu sebesar 3.982 mm turun hingga menjadi 3.656 mm.

5. Hasil dari pengujian wettability dengan variasi sudut shot peening mengakibatkan permukaan sampel kasar serta membuat permukaan bersifat hydrophilic. Dimana besar sudut contact angle raw material sampai sudut 90° dari 50,92° menjadi 58,48°.

6. Hasil dari pengujian distribusi kekerasan variasi sudut shot peening mengakibatkan nilai kekerasan pada permukaan menjadi lebih keras. Dimana sampel yang kekerasan paling tinggi yaitu pada sudut 90°.

4. DAFTAR PUSTAKA

Arifvianto,B., Suyitno, Wibisono ,K.A., Mahardika, M. 2012. Influence of grit Blasting treatment using steel slag balls on the subsurface microhardness, surface characteristics and chemical composition of medical grade 316L Stainless steel. Surface and Coatings Technology. Vol. 210, PP 176–182.

Azar, V., Hashemi, B., Yazdi, M.R. 2010. The Effect of Dieter, G.E., 1988, Mechanical Metallurgy, Mc.Graw-Hill Book Company, S1 Metric Edition, London, United Kingdom.

Dieter, G.E., 1988, Mechanical Metallurgy, Mc.Graw-Hill Book Company, S1 Metric Edition, London, United Kingdom.

Ganesh, V.K., Ramakrisna, K., dan Ghista D.N.

2005. Biomechanics of Bone Fracture Fixation by Stiffness-Graded Plates in Comparison with Stainless Steel Plates. Biomedical Engineering Online. Vol 4, no 46, pp 1-15.

Gusrita, D., Ratnawulan., Gusnedi. 2014. Pengaruh Viskositas Fluida Terhadap Sifat Hydrophobic Dari

Berbagai Macam Daun. Pillar of Physics, Vol. 1. 09-16.

Mukhsen, M.I. 2012. Pengaruh Sandblasting dan 200.0

250.0 300.0 350.0 400.0 450.0 500.0

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

Kek

e

r

a

sa

n

(

k

g

/m

m

²)

(mm)

Raw Material

sudut 30

sudut 60


(6)

Electropolishing terhadap Kekasaran Permukaan, Struktur Mikro, dan Kekerasan, Sekrup Implan Baja Tahan karat AISI 316L. Tesis. Jurusan Teknik Mesin dan Industri Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta.

Multigner, M., Frutos, E., Gonzáles-Carrasco, J.L., J.A., Marín, P., dan Ibáñez, J. 2009. Influence of the Sand blasting on the Subsurface Microstructure of 316L VM Stainless steel: Implications on the Magnetic and Mechanical Properties. Materials Science and Engineering. Vol. 29, PP 1357-1360. Sunardi., Iswanto, P.T., Mudjijana. 2013. Pengaruh Waktu

Shot Peening Terhadap Kekerasan dan Kekasaran Permukaan Stainless Steel AISI 304. Seminar Nasional ke-8 Sekolah Tinggi Teknologi Nasional. Yogyakarta.

Wilson, C.J., Clegg, R.E., Leavensley, D.I., Pearcy, M.J. 2005. Mediation of Biomaterial-Cell Interactions by Adsorbed Proteins: A Review. Tissue Engineering. Vol 11, PP 1-18.

Yuliwati, E., Desi, C.K. 2014. Pengaruh Hidrophilicity Membran Ultrafiltrasi Untuk Pengolahan Limbah Industri Kelapa Sawit. Seminar Nasional Teknik Industri BKSTI. Palembang.


Dokumen yang terkait

Simulasi Proses Deep Drawing Pelat Jenis Stainless Steel 304 Dengan Menggunakan Software Abaqus 6.9-3

6 84 137

Pengaruh Penambahan Plat Netral Jenis Stainless Steel En Series 58A (AISI 302 B) Pada Dry Cell Pada Pemisahan H2(g) DAN O2(g) Dari H2O(l)

0 29 65

Restorasi Stainless Steel Crown Open Face Pada Gigi Molar Sulung

1 20 37

Simulasi Proses Deep Drawing Pelat Jenis Stainless Steel 304 Dengan Menggunakan Software Abaqus 6.9-3

3 55 137

PENGARUH SHOT PEENING DAN ELECTROPLATING Ni-Cr TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN, KEKERASAN DAN LAJU KOROSI DALAM MEDIA CAIRAN PBS PADA STAINLESS STEEL 304

0 6 37

PENGARUH VARIASI JARAK PENEMBAKAN SHOT PEENING TERHADAP STRUKTUR MIKRO, STRUKTUR MAKRO, KEKASARAN, KETEBALAN DAN KEKERASAN MENGGUNAKAN STEEL BALL 0.7 MM PADA MATERIAL STAINLESS STEEL AISI-304

4 18 8

PENGARUH VARIASI JARAK PENEMBAKAN SHOT PEENING TERHADAP STRUKTUR MIKRO, STRUKTUR MAKRO, KEKASARAN, KETEBALAN DAN KEKERASAN MENGGUNAKAN STEEL BALL 0.7 MM PADA MATERIAL STAINLESS STEEL AISI-304

2 11 103

PENGARUH VARIASI TEKANAN PENYEMPROTAN SHOT PEENING TERHADAP KARAKTERISTIK PERMUKAAN DYNAMIC COMPRESSION PLATE BERBAHAN STAINLESS STEEL 316L

0 4 21

Pengaruh Variasi Arus Pengelasan dan Variasi Diameter Elektroda Terhadap Kekuatan Tarik Pada Stainless Steel AISI 304

0 0 11

this PDF file PENGARUH DIAMETER STEEL BALL SHOT PEENING TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN, WETTABILITY DAN LAJU KOROSI PADA STAINLESS STEEL AISI 304 | Sunardi | JMPM : Jurnal Material Dan Proses Manufaktur 1 PB

0 2 5