Pandangan Hukum Islam Tentang Hubungan Seksual Suami Terhadap

17 sebagai subyek tetapi semata sebagai objek dari berbagai kekuasaan dan kekerasan baik dalam politik, ekonomi, sosial, dan seksual.

B. Pandangan Hukum Islam Tentang Hubungan Seksual Suami Terhadap

Istri B.1. Pengertian Hukum Islam Menurut Hasby Ash Shiddieqie menyatakan bahwa hukum Islam yang sebenarnya tidak lain dan pada fiqh Islam atau syariat Islam, yaitu koleksi daya upaya para fuqaha dalam menerapkan syariat Islam sesuai dengan kebutuhan masyarakat. 16 Kumpulan daya upaya para ahli hukum untuk menetapkan syari’at atas kebutuhan masyarakat. Istilah hukum Islam walaupun berlafad Arab, namun telah dijadikan bahasa Indoneisa, sebagai terjemahan dan Fiqh Islam atau syari’at Islam yang bersumber kepada al-Qur’an As-Sunnah dan Ijma’ para sahabat dan tabi’in. Lebih jauh Hasby menjelaskan bahwa hukum Islam itu adalah hukum yang terus hidup, sesuai dengan undang-undang gerak dan subur. Dia mempunyai gerak yang tetap dan perkembangan yang terus menerus. 17 Hukum Islam menekankan pada final goal, yaitu untuk mewujudkan kemaslahatan manusia. Fungsi ini bisa meliputi beberapa hal yaitu: 1. Fungsi social engineering. Hukum Islam dihasilkan untuk mewujudkan kemaslahatan dan kemajuan umat. Untuk merealisasi ini dan dalam 16 Hasby ash Shiddieqy, Falsafah Hukum Islam, Jakrta: Bulan Bintang, 1974, hlm. 44. 17 Ibid, hlm.112 18 kapasitasnya yang lebih besar, bisa melalui proses siyasah syariyyah, dengan produk qanun atau perundang-undangan. 2. Perubahan untuk tujuan lebih baik. Disini berarti sangat besar kemungkinannya untuk berubah, jika pertimbangan kemanfaatan untuk masyarakat itu muncul. Dalam hukum Islam tidak dibedakan antara hukum perdata dengan hukum publik. Hal ini disebabkan menurut sistem hukum Islam pada hukum perdata terdapat segi-segi publik dan pada hukum publik ada segi-segi perdatanya. Oleh karena itu dalam hukum Islam tidak dibedakan kedua bidang hukum itu. Yang disebutkan hanya bagian-bagiannya saja, seperti munakahat, wirasah, muamalat dalam arti khusus, jinayat atau ukubat, al ahkam as- sultoniyyah, syiar, dan mukhasshamat. 18 Kalau bagian bagian-bagian tersebut disusun menurut sistimatika hukum barat yang membedakan antara hukum perdata dengan hukum publik, maka susunan hukum muamalah dalam arti luas itu adalah sebagai berikut: 1. Hukum Privat : a. Munakahat mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan, perceraian serta akibat-akibatnya. b. Wirasah mengatur segala masalah yang berhubungan dengan pewaris, ahli waris, harta peninggalan serta pembagian warisan. Muamalah dalam arti yang khusus. Mengatur masalah kebendaan dan hak-hak 18 Ibid. 19 atas benda, tata hubungan manusia dalam soal jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, perserikatan dan sebagainya. 2. Hukum Publik a. Jinayat yang memuat aturan-aturan mengenai perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman baik dalam jarimah hudud maupun dalam jarimah takzir. b. Al-ahkam Assultonijyah membicarakan soal-soal yang berpusat kepada negara, ke pemerintah. c. Siyar mengatur urusan perang dan damai, tata hubungannya dengan pemeluk agama dan negara lain. d. Mukshshonat mengatur soal peradilan, kehakiman dan hukum acara. 19 Agama Islam diturunkan Alloh mempunyai tujuan yaitu untuk mewujudkan kemaslahatan hidup manusia secara individual dan masyarakat. Begitu pula dengan hukum-hukunmya. Menurut Abu Zahroh ada tiga tujuan hukum Islam. 1. Mendidik individu agar mampu menjadi sumber kebajikan bagi masyarakatnya dan tidak menjadi sumber malapetakata bagi orang lain. 2. Menegakkan keadilan di dalam masyarakat secara internal di antara sesama ummat Islam maupun eksternal antara ummat Islam dengan masyarakat luar. Agama Islam tidak membedakan manusia dari segi keturunan, suku bangsa, agama. Warna kulit dan sebagainya. Kecuali ketaqwaan kepada-Nya. 19 Ibid. hlm. 150 20 3. Mewujudkan kemaslahatan hakiki bagi manusia dan masyarakat. Bukan kemaslahatan semu untuk sebagian orang atas dasar hawa nafsu yang berakibat penderitaan bagi orang lain, tapi kemaslahatan bagi semua orang, kemaslahatan yang betul-betul bisa dirasakan oleh semua pihak. 20 Yang dimaksud dengan kemaslahatan hakiki itu meliputi lima hal yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Lima hal tersebut merupakan pokok kehidupan manusia di dunia dan manusia tidak akan bisa mencapai kesempurnaan hidupnya di dunia ini kecuali dengan kelima hal itu. Menurutnya yang dimaksud dengan lima ini adalah: 1. Memelihara Agama. Memelihara agama adalah memelihara kemerdekaan manusia di dalam menjalankan agamanya. Agamalah yang meninggikan martabat manusia dari hewan. Tidak ada paksaan di dalam menjalankan agama. Sudah jelas mana yang benar dan mana yang salah. 2. Memelihara jiwa adalah memelihara hak hidup secara terhormat memelihara jiwa dan segala macam ancaman, pembunuhan, penganiayaan dan sebagainya. Islam menjaga kemerdekaan berbuat, berpikir dan bertempat tinggal, Islam melindungi kebebasan berkreasi di lingkungan sosial yang terhormat dengan tidak melanggar hak orang lain. 3. Memelihara akal adalah memelihara manusia agar tidak menjadi beban sosial, tidak menjadi sumber kejahatan dan penyakit di dalam masyarakat. Islam berkewajiban memelihara akal sehat manusia karena dengan akal sehat itu manusia mampu melakukan kebajikan dan sesuatu yang 20 Abu Zahroh, Ushul Fiqh, hlm. 364. 21 bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat laksana batu merah di dalam bangunan sosial. 4. Memelihara keturunan, adalah memelihara jenis anak keturunan manusia melalui ikatan perkawainan yang sah yang diikat dengan suatu aturan hukum agama. 5. Memelihara harta benda adalah mengatur tatacara mendapatkan dan mengembangbiakkan harta benda secara benar dan halal, Islam mengatur tatacara bermuamalah secara benar, halal, adil dan saling ridla meridlai. Islam melarang cara mendapatkan harta secara paksa, melalui tipuan dan sebagainya seperti mencuri, merampok, menipu, memeras dan sebagainya. 21 Muhammad Abu Zahroh telah membagi kemaslahatan kepada 3 tingkatan yaitu bersifat daruri, haaji, tahsini. 1. Yang bersifat daruri adalah sesuatu yang tidak boleh tidak harus ada untuk terwujudnya suatu maslahat seperti kewajiban melaksanakan hukuman qisas bagi yang melakukan pembunuhan sengaja, diyat bagi pembunuhan yang tidak sengaja. 2. Maslahat yang bersifat haaji adalah sesuatu yang dibutuhkan untuk menolak timbulnya kemadlaratan dan kesusahan di dalam hidup manusia. Seperti diharamkan bermusuhan, iri dengki terhadap orang lain, tidak boleh egois. 21 Ibid 22 3. Maslahat yang bersifat tahsini adalah sesuatu yang diperlukan untuk mewujudkan kesempurnaan hidup manusia. 22 Menurut Abdul Wahab Khalaf bahwa tujuan hukum Islam itu ada dua tujuan yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Dirnaksud dengan tujuan umum ditetapkannya aturan hukum Islam adalah untuk mewujudkan kemaslahatan manusia didalam hidupnya, yang prinsipnya adalah menarik manfaat dan menolak kemadlaratan. Kemaslahatan manusia itu ada yang bersifat daruri, haaji dan tahsini. 23 Tujuan hukum Islam yang bersifat khusus adalah yang berkaitan dengan satu persatu aturan hukum Islam. Hal ini dapat diketahui dengan memahami asbabun nuzul dan hadits-hadits yang shahih. B.2. Hubungan Seksual Suami Istri dalam Hukum Islam Salah satu fungsi keluarga adalah untuk mengembangkan keturunan dengan cara legal dan bertanggungjawab secara social maupun moral. Kebutuhan biologis merupakam kebutuhan dasar terdapat pada manusia laki- laki maupun perempuan. Merupakan hal alami atau sunnatullah jika suami istri satu sama lain saling membutuhkan, dan saling memenuhi kebutuhan ini. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan biologis merupakan karunia Allah yang diberikan kepada laki-laki maupun perempuan yang perlu disalurkan sesuai dengan petunjuknya. Seks bukanlah suatu yang tabu dalam Islam, tetapi dianggap sebagai aktifitas yang sah dalam perkawinan. Tidak ada konsep dosa yang dilekatkan 22 Ibid. hlm. 366. 23 Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh. hlm. 97 23 kepadanya. Seks dianggap kebutuhan prokreasi perlu bagi kelangsungan hidup manusia, maka perkawinan dalam Islam menjadi penting sekalipun belum tentu wajib hukumnya. 24 Laki-laki dan perempuan memang berbeda struktur alat reproduksinya, tetapi secara psikologis, Allah memberikan pasangan yang sama dalam hal kebutuhan reproduksi ini. Oleh karena itu suami istri tidak diperbolehkan bersifat egois, mengikuti kemauan sendiri dengan mengabaikan kebutuhan pasangan. Sebab perkawinan memiliki tujuan yang agung dan merupakan suatu hubungan cinta kasih dan saling menghormati. Seks merupakan kebutuhan demi menghasilkan keturunan sehingga dalam menjalin hubungan suami istri dibutuhkan keterlibatan secara utuh di antara kedua belah pihak. Terkait dengan hubungan suami istri, di antara kedua belah pihak akan menimbulkan akibat hukum yang harus dipenuhi, yaitu hak dan kewajiban. Bahkan hampir dalam semua fiqh klasik, dalam hak dan kewajiban suami istri telah menempatkan hubungan seksual suami istri sebagai kewajiban bagi istri dan hak bagi suami. Sebagaimana yang diungkapkan az-Zuhaili, bahwa kewajiban istri yang menjadi hak suaminya, selain harus menjaga rumah, harta dan anak-anaknya dengan baik, istri juga harus taat kepada suaminya dalam hal hubungan seksual jima’ dan keluar rumah, disamping kewajiban- kewajiban yang lain. 25 24 Farid Wajidi dan Cici Farkha Assegaf, Hak-Hak Perempuan Dalam Islam, Yogyakarta: Yayasan Bandung Budaya, 1994, hlm. 139. 25 Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islam wa Adillatuh, VIII: 334-337. 24 Salah satu ayat al-Qur’an yang populer dijadikan rujukan tentang hubungan seksual di antara suami istri adalah suarat al-Baqarah ayat 223, adapun bunyinya: Artinya : Isteri-isterimu adalah seperti tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah amal yang baik untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman. Q.S. al-Baqarah: 223 26 Hamka, menafsirkan ayat ini terutama tentang maksud “istri sebagai sawah ladang”, bahwa istri ibarat sawah ladang tempat suami menanam benih untuk menyambung keturunan, dan suami sebagai pemilik sawah ladang boleh masuk ladang kapanpun dia suka dan mau, namun dalam menanam benih juga harus memperhatikan pada saat yang tepat agar tidak sia-sia. 27 Interpretasi terhadap ayat di atas adalah sebagai keharusan seorang istri untuk selalu siap kapan pun suami menghendakinya dan hak bagi seorang suami untuk mendatangi istri kapanpun yang dia inginkan. Posisi istri ibarat objek yang boleh digunakan oleh sang pemilik manfaat, dan terserah sang pemilik mengambil manfaat bagaimana caranya. Perlu diketahui bahwa suatu objek yang dapat menghasilkan manfaat yang baik tergantung sang pemiliknya, ketika cara yang digunakannya tepat dan benar maka hasil yang 26 Al-Baqarah 2: 223. 27 Hamka, Tafsir al-Azhar Jakarta: PT. Pustaka Panji Mas, 1983, II: 214-215. 25 diperolehnya pun akan sesuai dengan apa yang dikehendakinya, tetapi ketika cara yang dipakai adalah cara yang tidak sesuai, dalam hal ini tidak tepat, maka hasil yang diperoleh pun tidak sesuai juga dengan apa yang diharapkan. Hubungan seksual suami istri, ada yang mengatakan bahwa itu adalah hak istri. Sebagaimana yang diungkapkan Ibn Hazm dalam al-Muhallah, bahwa lelaki diwajibkan mencampuri istrinya minimal satu kali masa suci, jika ia mampu melakukannya. Apabila ia tidak mampu melakukannya berarti ia telah melanggar ketetapan Allah. 28 Adapun ayat yang digunakan dalil oleh Ibn Hazm adalah: Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: Haidh itu adalah suatu kotoran. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. Q. S. al- Baqarah: 222 29 Istri dalam hubungan seksual tidak bisa langsung ditetapkan bahwa hal tersebut merupakan kewajiban untuk melayani apa yang dikehendaki oleh suami dan hak bagi suami untuk meminta hal tersebut kepada istri sehingga harus dipenuhi tanpa adanya penolakan, tetapi hal tersebut bisa saja menjadi 28 Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islam wa Adillatuh, IX: 6844 29 Al- Baqarah 2: 222. 26 berubah karena yang dicari dan hal tersebut bukanlah kewajiban siapa dan hak siapa. Ketenangan, kenikmatan dan tidak adanya rasa takut, emosi dan memaksa itulah yang sebenarnya diharapkan dalam hubungan seksual suami istri.

C. Pandangan Hukum Positif Tentang Hubungan Seksual Suami Istri