Analisis Pengaruh Penjualan Bersih Dan Beban Komersil Terhadap Pajak Penghasilan Terutang
ANALISIS PENGARUH PENJUALAN BERSIH DAN BEBAN
KOMERSIAL TERHADAP PAJAK
PENGHASILAN TERUTANG
(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Sahamnya Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)
Oleh:
Novia Kusumadewi NIM :104082002734
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
(2)
ANALISIS PENGARUH PENJUALAN BERSIH DAN BEBAN
KOMERSIAL TERHADAP PAJAK PENGHASILAN
TERUTANG
(
Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Sahamnya Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Novia Kusumadewi NIM :104082002734
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Muhammad Yani, SE, MM, M.Si NIP: 131474891
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
(3)
Hari ini Kamis Tanggal 12 Bulan Juni Tahun Dua Ribu Delapan telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Novia Kusumadewi NIM: 104082002734 dengan judul Skripsi “ANALISIS PENGARUH PENJUALAN BERSIH DAN BEBAN KOMERSIAL TERHADAP PAJAK PENGHASILAN TERUTANG (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Sahamnya Terdaftar di Bursa Efek Indonesia).”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 12 Juni 2008
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS. Rini, SE., Ak., M.Si.
Ketua Sekretaris
Abdul Hamid Cebba, Drs., Ak., MBA. Penguji Ahli
(4)
Hari ini Selasa Tanggal 11 Bulan Desember Tahun Dua Ribu Delapan telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama Novia Kusumadewi NIM: 104082002734 dengan judul Skripsi “ANALISIS PENGARUH PENJUALAN BERSIH DAN BEBAN KOMERSIAL TERHADAP PAJAK PENGHASILAN TERUTANG (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Sahamnya Terdaftar di Bursa Efek Indonesia).” Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 11 Desember 2008
Tim Penguji Ujian Skripsi
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Hepi Prayudiawan, SE., Ak., MM
Penguji Ahli
(5)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Novia Kusumadewi
2. Tempat & Tgl. Lahir : Jakarta, 19 November 1986
3. Tinggal di : Jakarta
4. Alamat : Jl. Sumbawa I No. 1 RT 002/06 Jakarta Barat 11820
5. Telepon : (021) 5550333/ (021) 92507325 6. Anak Ke dari : 3 dari 3 bersaudara
II. PENDIDIKAN
1. SD : SD Negeri 15 Pagi, Jakarta Barat
2. SLTP : SLTP Negeri 45, Jakarta Barat
3. SMA : SMA Negeri 2 Jakarta
4. S1 : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
III. PENGALAMAN ORGANISASI
Dapur Seni Fakultas Sains dan Teknologi (Management Team)
IV. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Drs. H. Soimun Hp
2. Tempat & Tgl. Lahir : Cilacap, 6 Agustus 1942 3. Alamat : Jl. Sumbawa I No. 1 RT 002/06
Jakarta Barat 11820
4. Telepon : (021) 5550333
5. Ibu : Sutinah
6. Tempat & Tgl. Lahir : Cilacap, 13 April 1951
7. Alamat : Jl. Sumbawa I No. 1 RT 002/06 Jakarta Barat 11820
(6)
ANALISIS PENGARUH PENJUALAN BERSIH DAN BEBAN KOMERSIAL TERHADAP PAJAK PENGHASILAN TERUTANG
By:
Novia Kusumadewi
Abstract
The purposes of this research is to know the influence of commercial expense and net sales to Income Tax Liability,it tested by simulative test or partial test. This research used pooled data method. The data were seventy two financial report of manufacturing company which stock listed in Indonesian Stock Exchange (IDX), divided by two years research, thirty six in 2006 and the others are in 2007. Sample is selected by using purposive sampling method. Then the statistic method that used to examine the hypotheses in this research was multiple regression.
The results of this research are: t test prove that 1st hypotheses and 2nd hypotheses are accepted, it means that commercial expense and net sales are influence income tax liability using partial test (t test), whereas hypotheses 3 also accept, it means commercial expense and net sales influence to income tax liability using simulate between commercial expense and net sales.
(7)
ANALISIS PENGARUH PENJUALAN BERSIH DAN BEBAN KOMERSIAL TERHADAP PAJAK PENGHASILAN TERUTANG
Oleh: Novia Kusumadewi
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penjualan bersih dan beban komersial terhadap Pajak Penghasilan terutang, secara simultan (bersama-sama) maupun parsial (terpisah). Studi dilaksanakan dengan menerapkan metode pooling sehingga didapatkan 72 data laporan keuangan perusahaan manufaktur yang sahamnya terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), 72 data laporan keuangan ini terdiri dari 36 perusahaan sampel dengan tahun penelitian 2006 dan 36 perusahaan sampel lainnya dengan tahun penelitian 2007. Besarnya sampel dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling. Selanjutnya data dianalisis dengan metode statistik regresi linear berganda.
Hasil dari penelitian adalah: hasil uji t menyatakan bahwa hipotesis 1 dan 2 diterima, yaitu penjualan bersih dan beban komersial secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap Pajak Penghasilan terutang. Selain itu hipotesis 3 juga diterima yaitu hasil uji F menyatakan bahwa penjualan bersih dan beban komersial berpengaruh secara signifikan terhadap Pajak Penghasilan terutang walaupun diuji secara simultan.
Kata kunci: penjualan bersih, beban komersial, Pajak Penghasilan terutang, Penghasilan Kena Pajak
(8)
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji, puja serta syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Robbi Allah SWT yang telah mencurahkan segala nikmat yang tiada hentinya hingga detik ini sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Salawat serta salam penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW, semoga kita semua mendapat safa’atnya nanti di hari akhir.
Skripsi ini berjudul “Analisis Pengaruh Penjualan Bersih dan Beban Komersial terhadap Pajak Penghasilan Terutang”. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi (SE) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya.
Selama penyusunan skripsi ini, banyak sekali pihak yang telah membantu sehingga penyusunan skripsi ini akhirnya bisa selesai. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini baik moril maupun materil. Penulis ingin mengucapkan terima kasih secara khusus kepada:
1. Kedua orang tua tercinta atas do’a dan dorongan semangatnya, baik moril maupun materil, serta kepada kedua saudaraku dan keponakanku untuk dukungan dan motivasinya.
2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, Pudek Bidang Akademik, dan sebagai pembimbing I, terima kasih banyak atas bimbingan, nasihat, dan ilmu yang telah Bapak berikan selama ini.
3. Bapak Muhammad Yani, SE, MM, M.Si selaku pembimbing II, terimakasih atas kesabaran Bapak dalam membimbing saya, terimakasih atas waktu, ilmu, nasihat, dan banyak hal baik yang saya pelajari dari Bapak.
4. Ibu Dr. Zurinal Z. selaku Pudek Bidang Administrasi Umum.
5. Bapak Drs. Suhenda Wiranata, ME. selaku Pudek Bidang Kemahasiswaan. 6. Bapak Drs. Abdul Hamid Cebba, Ak., MBA. selaku Ketua Jurusan Akuntansi.
(9)
7. Bapak Amilin, SE., Ak., M.Si. selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi, terimaksih atas motivasi yang telah Bapak berikan.
8. Bapak Hepi Prayudiawan, SE., Ak., MM selaku dosen penguji pengganti dosen pembimbing II, terimakasih atas dukungan dan bantuan Bapak selama saya dalam proses belajar di FEIS.
9. Ibu Rahmawati, SE., Ak., MM, selaku dosen penguji ahli, terimakasih atas waktu dan ilmu yang telah Ibu berikan.
10.Segenap jajaran akademik FEIS dan staf pengajar.
11.Teman-teman angkatan 2004, serta semua sahabat-sahabatku yang telah memberikan bantuan dan semangat. Untuk semua orang yang telah membantuku, tapi tidak tersebut namanya, terima kasih.
Akhirnya semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya serta bagi perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.
Hormat saya,
(10)
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan Skripsi ... i
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif... ii
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi... iii
Daftar Riwayat Hidup ... iv
Abstract... v
Abstrak ... vi
Kata Pengantar... vii
Daftar Isi... ix
Daftar Tabel...xiii
Daftar Gambar ...xiv
Daftar Lampiran... xv
BAB. I. PENDAHULUAN...1
A.Latar Belakang Penelitian...1
B.Perumusan Masalah...9
C.Tujuan Penelitian...9
D.Manfaat Penelitian...9
BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA...11
A.Pengertian Laporan Keuangan...11
B.Tujuan Laporan Keuangan...13
C.Jenis Laporan Keuangan...13
(11)
2. Laporan Laba Rugi………14
3. Laporan Arus Kas………..18
D.Penjualan ...19
E.Beban Komersial ...20
1. Beban Pokok Penjualan ...20
2. Beban Usaha ...21
3. Beban Lain-lain ...22
F.Pajak………..22
1. Pengertian Pajak...22
2. Subjek Pajak...23
3. Objek Pajak...24
4. Fungsi Pajak...26
5. Yurisdiksi Perpajakan...26
6. Sistem Pemajakan Penghasilan...27
7. Biaya menurut Undang-Undang Perpajakan...32
8. Perhitungan Pajak Penghasilan terutang...38
G.Kerangka Pemikiran...40
H.Hipotesis...42
BAB. III. METODELOGI PENELITIAN...43
A.Ruang Lingkup Penelitian...43
B.Metode Penentuan Sampel... 43
C.Metode Pengumpulan Data... 44
(12)
1.Analisis Regresi Linier Berganda... 45
a. Uji Asumsi Klasik Regresi Berganda………...45
b. Uji Asumsi Non Klasik Regresi Berganda...46
2.Uji Statistik dengan Regresi Linier Berganda...46
E.Operasional Variabel Penelitian...47
1. Variabel Independen ……….47
2. Variabel Dependen ………48
BAB. IV. PENEMUAN DAN PEMBAHASAN...49
A.Gambaran Umum Objek Penelitian...49
1.Lokasi Penelitian ...49
2.Gambaran Singkat Perusahaan Manufaktur...49
B.Data Pembahasan ………50
C.Hasil dan Pembahasan...52
1. Uji Asumsi Klasik ...52
a. Uji Multikolinearitas………...52
b. Uji Heteroskedastisitas………53
c. Uji Autokorelasi………..54
2. Uji Asumsi Non Klasik ... 55
a. Uji Normalitas ... 55
b. Uji Linearitas ... 57
3. Uji Statistik...59
BAB. V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI... 67
(13)
B.Implikasi... 68
DAFTAR PUSTAKA...70
(14)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Para pemilik perusahaan terutama untuk perusahaan-perusahaan go public
mempunyai ketergantungan yang sangat tinggi terhadap laporan keuangan
perusahaan mereka. Hal ini disebabkan karena laporan keuangan yang disusun
dengan wajar dan sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) memiliki potensi yang besar untuk membantu perusahaan dalam
penginformasian posisi keuangan perusahaan kepada para pengguna laporan
keuangan terutama para investor.
Tujuan laporan keuangan menurut PSAK No. 1 di antaranya untuk
memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja, dan arus kas
perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan
dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan
pertanggungjawaban (stewardship) manajemen atas penggunaan
sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Laporan keuangan adalah
laporan pertanggungjawaban manajer atau pimpinan perusahaan atas
pengelolaan perusahaan yang dipercayakan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan atau yang umumnya disebut stakeholder (Rahardjo, 2005:1),
sedangkan laporan keuangan tahunan merupakan dokumen yang berisi
informasi perusahaan kepada para pemegang saham dan disusun dengan
(15)
Kebanyakan laporan keuangan tahunan perusahaan (annual report)
mencakup tiga unsur yaitu uraian, ilustrasi gambar, dan angka-angka. Secara
umum, uraian biasanya singkat dan mudah dimengerti. Gambar-gambar
berguna untuk membuat penampilan lebih menarik. Sedangkan angka-angka,
adalah bagian yang tidak mudah dimengerti dan dipahami bagi para pembaca
awam termasuk manajer dan nonkeuangan (Rahardjo, 2005:4). Untuk itu
diperlukan penjelasan lebih lanjut mengenai angka-angka yang tercantum
pada laporan keuangan yang dijelaskan melalui catatan atas laporan keuangan.
Pelaporan keuangan memiliki sasaran yang luas. Oleh karena itu terjadi
perbedaan kepentingan terhadap laporan keuangan antara pengguna laporan
keuangan sehingga dibutuhkan peraturan agar laporan keuangan menjadi tidak
bias serta dapat disajikan sewajar mungkin dan bisa digunakan oleh para
pengguna laporan keuangan sebagai informasi keuangan. Karena pada
hakikatnya laporan keuangan bersifat umum dalam arti laporan tersebut
ditujukan pada berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang
berbeda-beda (Rahardjo, 2005:2), maka dalam penyusunan laporan keuangan yang
dapat memenuhi kebutuhan, manajemen perusahaan menggunakan kebijakan
akuntansi yang telah ditetapkan Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) dalam
PSAK. Jika belum ditentukan dalam PSAK, maka manajemen membuat
kebijakan akuntansi sendiri yang dapat memberikan informasi yang
bermanfaat bagi pihak yang menggunakan laporan keuangan. Aturan lain yang
(16)
Modal (Bapepam) di antaranya Kep-06/PM/2000 tanggal 12 Maret 2000
tentang pedoman penyajian laporan keuangan (Sanwanih, 2006:1).
Menurut PSAK No. 1 paragraf 7, laporan keuangan yang lengkap terdiri
atas neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas,
dan catatan atas laporan keuangan. Namun pada kenyataannya, laporan
keuangan utama yang digunakan pada umumnya yaitu hanya berupa neraca,
laporan laba rugi dan laporan arus kas.
Satu di antara informasi yang harus disajikan dalam laporan laba rugi
pada perusahaan manufaktur adalah penjualan yang merupakan pendapatan
sebagai penghasilan yang timbul dari aktivitas normal perusahaan. Penjualan
merupakan kegiatan pelengkap atau suplemen dari pembelian untuk
memungkinkan terjadinya transaksi (Assauri, 2004:23). Kegiatan pembelian
dan penjualan merupakan satu kesatuan untuk dapat terlaksananya transfer hak
atau transaksi. Pendapatan merupakan tujuan utama bagi setiap kegiatan
usaha, maka tiap perusahaan berlomba-lomba untuk meningkatkan
pendapatan. Peningkatan pendapatan itu dapat meningkatkan laba yang dapat
digunakan untuk kelangsungan hidup perusahaan. Pendapatan adalah
penghasilan yang timbul dari aktivitas perusahaan yang biasa disebut dengan
sebutan berbeda-beda tergantung jenis perusahaan, seperti: penjualan (sales),
penghasilan jasa (fees), bunga, dividen, royalti, dan sewa (Rahardjo, 2005:47).
Untuk menghasilkan laba yang maksimal, perusahaan-perusahaan dalam
(17)
melakukan kegiatan penjualan barang, dan bila barang tersebut sudah dijual
maka pendapatan dilaporkan sebagai penjualan.
Penjualan bisa dilakukan secara tunai maupun kredit. Penjualan tunai
biasanya dalam perusahaan diproses melalui register kas dan dicatat dalam
akun-akun yang bersangkutan dengan transaksi yang terjadi. Sedangkan
penjualan yang dilakukan secara kredit (sales on account), dicatat oleh penjual
sebagai debit ke piutang usaha dan kredit ke penjualan.
Dalam kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan
paragraf 74 tentang penghasilan disebutkan bahwa definisi penghasilan
(income) meliputi pendapatan (revenues) dan keuntungan (gains). Pendapatan
timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa dan dikenal dengan
sebutan yang berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa (fees), bunga,
dividen, royalti dan sewa. Dalam penelitian ini, peneliti hanya akan
menjelaskan pendapatan yang timbul dari aktivitas normal perusahaan yang
biasa disebut penjualan. Dalam melakukan penjualan, adakalanya perusahaan
harus menerima pengembalian barang dari pelanggan maupun memberikan
potongan atau diskon terhadap penjualan barang, setelah penjualan awal
dikurangi dengan faktor-faktor pengurang penjualan barulah diperoleh
penjualan bersih.
Tujuan umum penjualan adalah untuk mendapatkan laba semaksimal
mungkin, dan mempertahankan atau bahkan berusaha meningkatkannya untuk
jangka waktu lama. Tujuan itu dapat tercapai apabila penjualan dapat
(18)
bahwa barang atau jasa yang terjual akan menghasilkan laba (Nandliyah,
2004:36).
Untuk mendapatkan laba sebelum pajak, maka penjualan bersih harus
dikurangkan terlebih dahulu dengan total beban perusahaan yakni yang
disebut beban komersial dan ditambah dengan penghasilan lain-lain. Beban
komersial adalah penjumlahan dari beban pokok penjualan ditambah beban
usaha, dan beban lain-lain. Beban usaha yaitu jumlah beban penjualan
ditambah jumlah beban umum dan beban administrasi perusahaan.
Berbicara mengenai pajak berarti berbicara mengenai pengeluaran yang
manfaatnya tidak dapat dirasakan secara langsung. Jika kita hanya melihat
pajak dalam definisi di atas, berarti kita melihat pajak dalam suatu definisi
lengkap yaitu iuran kepada negara yang dapat dipaksakan yang terutang
menurut peraturan perundang-undangan tanpa mendapatkan prestasi kembali
yang langsung dapat ditunjuk yang digunakan untuk membiayai pengeluaran
umum sehubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan
pemerintahan. Sumber pembiayaan yang terbesar pada saat ini adalah berasal
dari pajak. Sehingga pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak
berusaha dengan keras agar target penerimaan pajak seperti yang telah
diestimasikan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dapat
tercapai seoptimal mungkin (Setiyadi, 2008:1).
Menurut PSAK No. 46 paragraf 57 salah satu unsur beban (penghasilan)
pajak yaitu beban (penghasilan) pajak kini, yang menurut PSAK No. 46
(19)
Penghasilan terutang (payable) atas penghasilan kena pajak pada satu periode.
Pada umumnya manajemen perusahaan menginginkan pembayaran pajak yang
kecil sehingga mereka melaporkan laba bersih yang kecil, besarnya beban
komersial dapat mengurangi beban pajak kini atau Pajak Penghasilan terutang
yang dihitung atas penghasilan kena pajak. Manajemen perpajakan merupakan
upaya-upaya sistematis yang meliputi perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengendalian di bidang perpajakan untuk mencapai
pemenuhan kewajiban perpajakan yang minimal (Setiyadi, 2008:2). Selain itu
pajak merupakan unsur pengurang laba bersih yang tersedia untuk
diinvestasikan kembali, untuk itu manajemen perusahaan akan berusaha untuk
meminimalkan beban pajak tersebut.
Fenomena menunjukkan bahwa kerap kali terjadi perbedaan antara
laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal. Perbedaan utama
antara kedua laporan keuangan ini disebabkan karena perbedaan tujuan serta
dasar hukumnya walaupun dalam beberapa hal terdapat kesamaan antara
akuntansi pajak dengan akuntansi keuangan yang mengacu pada PSAK (Zain,
1998 dalam Rohaedi, 2001:25). Menurut Antony et al. dalam Zain (1998)
dalam Rohaedi (2001:25) pada dasarnya antara akuntansi keuangan dan
akuntansi pajak memiliki kesamaan tujuan yaitu untuk menetapkan hasil
operasi bisnis dengan pengukuran dan rekognisi penghasilan dan biaya.
Dalam penelitian ini, perusahaan-perusahaan yang diteliti tentunya
memiliki jumlah penjualan bersih yang berbeda-beda. Yang menarik di sini,
(20)
namun jumlah Pajak Penghasilan terutangnya rendah. Sebaliknya ada yang
memiliki jumlah penjualan bersih rendah namun Pajak Penghasilan
terutangnya tinggi. Namun ada juga yang memiliki penjualan bersih tinggi dan
Pajak Penghasilan terutangnya tinggi, dan penjualan bersihnya rendah namun
Pajak Penghasilan terutangnya juga rendah. Dikarenakan penjualan
merupakan unsur yang penting bagi perusahaan dan pajak juga merupakan
pendapatan negara, hal ini menarik untuk diteliti karena secara logika
penjualan bersih suatu perusahaan mempengaruhi besarnya pajak bagi
penerimaan negara. Seberapa besar pengaruh yang ditimbulkan oleh penjualan
bersih dan beban komersial terhadap Pajak Penghasilan terutang perlu diteliti
agar dapat memberikan informasi kepada pihak yang berkepentingan secara
komersial maupun fiskal tentang seberapa besar industri manufaktur yang
dikerjakan mempengaruhi penerimaan negara.
Sementara itu penelitian-penelitian sebelumnya pernah dilakukan oleh
Sanwanih (2006), dengan judul Analisis Pengaruh Penjualan Bersih dan
Beban Pajak terhadap Laba Setelah Pajak pada Industri Makanan dan
Minuman, yang menganalisis pengaruh penjualan bersih dan beban pajak
terhadap laba bersih setelah pajak pada industri makanan dan minuman yang
sahamnya terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ), yang sekarang menjadi Bursa
Efek Indonesia (BEI). Penelitian ini menguji apakah terdapat pengaruh yang
signifikan jika penjualan bersih dan beban pajak diuji secara simultan
(bersama-sama) terhadap laba bersih setelah pajak dan bagaimana jika diuji
(21)
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu, yaitu:
a. Adanya penggantian variabel dependen yaitu beban pajak diganti beban
komersial, dan variabel independen laba bersih setelah pajak diganti
menjadi Pajak Penghasilan terutang.
b. Penambahan jenis industri perusahaan yang sahamnya terdaftar di BEI dari
industri makanan dan minuman, menjadi semua sektor industri pada
industri manufaktur yang juga mencakup sektor industri makanan dan
minuman..
c. Perbedaan pengambilan kurun waktu antara tahun 2006 sampai 2007,
sedangkan penelitian sebelumnya tahun 2002 sampai tahun 2005.
Selain itu penelitian sebelumnya juga pernah dilakukan oleh Nandliyah
(2004), dengan judul Analisis Pengaruh Penjualan dan Profitabilitas terhadap
Hutang PPN pada Sektor Industri Barang Konsumsi (BEJ). Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu:
a. Adanya penggantian variabel dependen dan independen.
b. Adanya penambahan jenis industri perusahaan yang sahamnya terdaftar di
BEI yaitu perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur.
c. Perbedaan pemakaian kurun waktu antara tahun 2006 sampai 2007,
sedangkan penelitian sebelumnya tahun 2000-2002.
Penelitian lain yang sebelumnya pernah dilakukan oleh Nur Wachidah
Yulianti dengan judul Analisis Pengaruh Struktur Modal terhadap Pajak
Penghasilan (PPh) Badan Terutang, perbedaan penelitian ini dengan penelitian
(22)
a. Perbedaan variabel independen yakni struktur modal, sedangkan penelitian
kali ini yaitu penjualan bersih dan beban komersial.
b. Perbedaan jenis industri yang digunakan sebagai sampel.
c. Perbedaan kurun waktu yaitu 2002 sampai dengan tahun 2006, sedangkan
penelitian kali ini tahun 2006 sampai tahun 2007.
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang permasalahan yang telah peneliti jelaskan di atas,
maka masalah yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah penjualan bersih berpengaruh terhadap Pajak Penghasilan terutang?
2. Apakah beban komersial berpengaruh terhadap Pajak Penghasilan terutang?
3. Apakah penjualan bersih dan beban komersial perusahaan secara
bersama-sama berpengaruh terhadap Pajak Penghasilan terutang?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh penjualan bersih terhadap Pajak Penghasilan
terutang.
2. Untuk mengetahui pengaruh beban komersial terhadap Pajak Penghasilan
terutang.
3. Untuk mengetahui pengaruh penjualan bersih dan beban komersial
terhadap Pajak Penghasilan terutang
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak, di
(23)
a. Bagi Penulis
Menambah wawasan pengetahuan khususnya di bidang perpajakan serta
guna menambah referensi ilmiah mengenai perpajakan. Agar diperoleh
hasil yang dapat bermanfaat bagi peneliti di masa yang akan datang dan
juga dapat menambah pengetahuan peneliti tentang pengaruh dari
penjualan bersih dan beban komersial terhadap Pajak Penghasilan
terutang.
b. Bagi Perusahaan
Untuk memberikan beberapa masukan yang dapat berguna dalam
memecahkan masalah-masalah yang berhubungan dengan pengaruh
penjualan bersih dan beban komersial terhadap Pajak Penghasilan
terutang.
c. Bagi Masyarakat dan Pengguna Ilmu Pengetahuan
1. Melengkapi literatur bagi perkembangan ilmu pengetahuan juga
sebagai bahan diskusi.
2. Dapat dijadikan suatu media informasi dan referensi untuk penelitian
lainnya yang relevan.
3. Memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu yang berkaitan
(24)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan output dan hasil akhir dari proses akuntansi. Laporan keuangan inilah yang menjadi bahan informasi bagi para
pemakainya sebagai bahan dalam proses pengambilan keputusan (Harahap,
2005:201). Menurut Rahardjo (2005:1) dalam bukunya yang berjudul Laporan
Keuangan Perusahaan menjelaskan bahwa laporan keuangan merupakan
laporan pertanggungjawaban manajer atau pimpinan perusahaan atas
pengelolaan perusahaan yang dipercayakan kepadanya kepada pihak-pihak
yang mempunyai kepentingan di luar perusahaan atau yang umumnya disebut
stakeholder. Dalam kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan
keuangan pada paragraf ke 7, disebutkan bahwa laporan keuangan merupakan
bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap
biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi
keuangan, catatan dan laporan lain, serta materi penjelasan yang merupakan
bagian integral dari laporan keuangan.
Laporan keuangan dimaksudkan untuk mengkomunikasikan informasi
formal dan terstruktur atas operasional suatu perusahaan dan memberikan
petunjuk atas penetapan kebijakan di masa yang akan datang, namun
perusahaan harus membuat dua macam laporan keuangan yakni laporan
(25)
sebagaimana digunakan untuk keperluan perpajakan harus disesuaikan dengan
peraturan-peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia.
Laporan keuangan harus disusun berdasarkan suatu standar akuntansi
keuangan yang baku. Sebagai wadah satu-satunya bagi profesi akuntansi di
Indonesia, maka hanya Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) yang berhak
menyusun dan merevisi standar akuntansi keuangan secara signifikan. Standar
akuntansi yang kini berlaku di Indonesia terangkum dalam buku Standar
Akuntansi Keuangan tahun 2006.
Adapun tujuan standar akuntansi keuangan yang baku (Sucipto, 2003:6)
adalah:
a. Dapat memberikan informasi tentang posisi keuangan perusahaan, prestasi
dan kegiatan perusahaan, informasi yang disusun berdasarkan prinsip
akuntansi yang lazim diharapkan mempunyai sifat jelas, konsisten,
terpercaya dan dapat diperbandingkan.
b. Memberikan pedoman dan peraturan kerja bagi akuntan publik agar
mereka dapat melaksanakan tugas dengan hati-hati, independen dan dapat
mengabdikan keahliannya dan kejujurannya melalui penyusunan laporan
akuntansi setelah melalui pemeriksaan akuntan.
c. Memberikan database pada pemerintah tentang berbagai informasi yang
dianggap penting dalam perhitungan pajak, peraturan tentang perusahaan,
perencanaan, pengaturan ekonomi dan peningkatan efisiensi ekonomi,
(26)
d. Dapat menarik perhatian para ahli dan praktisi dibidang teori dan prinsip
akuntansi.
B. Tujuan Laporan Keuangan
Tujuan laporan keuangan menurut PSAK No. 1 di antaranya untuk
memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja, dan arus kas
perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan
dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi, serta menunjukkan
pertanggungjawaban (stewardship) manajemen atas penggunaan
sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.
C. Jenis Laporan Keuangan
Menurut PSAK No. 1 paragraf 7, laporan keuangan yang lengkap terdiri
atas neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas,
dan catatan atas laporan keuangan. Namun laporan keuangan yang utama
hanya tiga yaitu berupa daftar neraca, perhitungan laba rugi, dan laporan arus
kas.
1. Laporan Keuangan Neraca
a. Pengertian Neraca
Neraca atau disebut juga posisi keuangan menggambarkan posisi
keuangan perusahaan dalam suatu tanggal tertentu atau a moment of
time, sering disebut per tanggal tertentu misalnya per tanggal 31
Desember 2007. Posisi yang digambarkan ini memang timbul sebagai
akibat dari konsep double entry accounting system yang sudah menjadi
(27)
b. Ada tiga komponen dalam neraca yaitu harta, kewajiban, dan modal.
1) Definisi Harta
Menurut FASB (1985) memberikan definisi sebagai berikut:
“Aset adalah kemungkinan keuntungan ekonomi yang diperoleh atau dikuasai di masa yang akan datang oleh lembaga tertentu sebagai akibat transaksi atau kejadian yang sudah berlalu”.
2) Definisi Kewajiban
Kewajiban adalah saldo kredit atau jumlah yang harus dipindahkan
dari saat tutup buku ke periode tahun berikutnya berdasarkan
pencatatan yang sesuai dengan prinsip akuntansi (saldo kredit bukan
akibat saldo negatif aktiva). FASB mendefinisikan kewajiban
sebagai berikut:
”Kewajiban adalah kemungkinan pengorbanan kekayaan ekonomis dimasa yang akan datang yang timbul akibat kewajiban perusahaan sekarang untuk masa yang akan datang sebagai akibat suatu transaksi atau kejadian yang sudah terjadi”.
3) Modal Pemilik(Owner’s Equity)
Equity adalah suatu hak yang tersisa atas aktiva suatu lembaga
(entity) setelah dikurangi kewajibannya. Dalam perusahaan, equity
adalah modal pemilik.
2. Laporan Laba Rugi
a. Hubungan Laba Rugi dan Neraca
Angka dalam laba rugi merupakan informasi penting yang dicantumkan
dalam laba rugi, dalam neraca biasa ditampilkan melalui pos laba
ditahan atau laba pos rugi. Laporan laba rugi adalah penjelasan lengkap
(28)
melaporkan seluruh hasil dan biaya untuk mendapatkan hasil, dan laba
(rugi) perusahaan selama suatu periode tertentu. Laporan laba rugi yang
menggambarkan jumlah hasil, biaya, dan laba/rugi perusahaan pada
suatu periode tertentu. Untuk menyusun laporan ini maka kita perlu
mengetahui mana yang termasuk hasil dan mana yang termasuk biaya.
b. Definisi Hasil, Beban, Laba, Pendapatan, dan Beban Lain-lain
1) Hasil (Revenue)
FASB mendefinisikan revenue sebagai berikut:
“Revenue adalah arus masuk atau peningkatan nilai aset dari suatu entity atau penyelesaian kewajiban dari entity atau gabungan keduanya selama periode tertentu yang berasal dari penyerahan produksi barang, pemberian jasa atas pelaksanaan kegiatan lainnya yang merupakan kegiatan utama perusahaan yang sedang berjalan.”
Pendapatan menurut PSAK No. 23 adalah:
”Penghasilan yang timbul dari aktivitas perusahaan yang biasa dan dikenal dengan sebutan yang berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa (fees), bunga, dividen, royalti dan sewa.”
Tujuan Pernyataan ini adalah untuk mengatur perlakuan akuntansi
untuk pendapatan yang timbul dari transaksi dan peristiwa ekonomi
tertentu.
2) Beban (Expense)
Biaya (cost) sering diartikan sama dengan beban, biaya (cost) yaitu
suatu pengorbanan sumber daya untuk mencapai tujuan tertentu
berupa aktiva, sedangkan beban (expense) yaitu arus keluar barang
atau jasa yang dapat ditandingkan dengan pendapatan (revenue)
(29)
digunakan untuk menghasilkan “prestasi” dan tidak memiliki masa
manfaat di masa yang akan datang, maka harus dikurangkan dari
laba pada periode yang bersangkutan. FASB mendefinisikan beban
(expense) sebagai arus keluar aktiva, penggunaan aktiva atau
munculnya kewajiban atau kombinasi keduanya selama suatu
periode yang disebabkan oleh pengiriman barang, pembuatan barang,
pembebanan jasa atau pelaksanaan kegiatan lainnya yang
merupakan kegiatan utama perusahaan”.
Menurut PSAK No. 23 paragraf 18 pendapatan dan beban
sehubungan dengan suatu transaksi atau peristiwa tertentu diakui
secara bersamaan, proses ini biasanya mengacu pada pengaitan
pendapatan dengan beban (matching revenue and expense). Beban,
termasuk jaminan dan biaya lain yang terjadi setelah pengiriman
barang, biasanya dapat diukur dengan andal jika kondisi lain untuk
pengakuan pendapatan yang berkaitan dapat dipenuhi. Tetapi,
pendapatan tidak dapat diakui bila beban yang berkaitan tidak dapat
diukur dengan andal. Dalam keadaan demikian, setiap imbalan yang
telah diterima untuk penjualan barang tersebut diakui sebagai suatu
kewajiban.
3) Laba/Rugi Usaha
FASB mendefinisikan accounting income atau laba akuntansi
sebagai perubahan dalam equity (net asset) dari suatu entity selama
(30)
atau peristiwa yang bukan berasal dari pemilik. Laba usaha
(operating profit) merupakan laba yang diperoleh perusahaan dari
aktivitas usaha atau operasinya, sebelum dikenai biaya/beban
pinjaman dana (cost funding) dari kreditor, baik berupa biaya bunga
dari obligasi atau utang jangka panjang.
4) Pendapatan dan Beban Lain-lain
Pendapatan dan beban lain-lain ini adalah pendapatan atau beban
yang diperoleh bukan dari usaha utama perusahaan sesuai dengan
maksud didirikannya perusahaan tersebut.
(a) Pendapatan Lain-lain
Pendapatan ini merupakan tambahan dana yang memberikan
penghasilan bagi perusahaan berasal dari penerimaan dividen
atas investasi atau penyertaan berupa kepemilikan saham
perusahaan lain, dan bunga yang diterima oleh perusahaan dari
simpanan uang di bank.
(b) Beban Lain-lain
Beban lain-lain biasanya berupa beban bunga, yaitu bunga
pinjaman. Bila perusahaan mengeluarkan atau mengeluarkan
obligasi, maka bunga harus dibayarkan kepada pemegang
obligasi karena perusahaan telah menggunakan uang yang
diterima dari obligasi yang dikeluarkan perusahaan. Beban lain
bisa juga berupa bunga yang harus dibayar atas pinjaman/utang
(31)
3. Laporan Arus Kas
Laporan arus kas memuat sumber dan pengeluaran kas perusahaan selama
satu periode. Tujuan menyajikan laporan arus kas adalah memberikan
informasi yang relevan tentang penerimaan dan pengeluaran kas atau
setara kas dari suatu perusahaan pada suatu perusahaan pada suatu periode
tertentu. Laporan arus kas akan membantu para investor, kreditur, dan
pemakai lainnya untuk:
a. Menilai kemampuan perusahaan untuk memasukkan kas dimasa yang
akan datang.
b. Menilai kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya
membayar dividen dan keperluan dana untuk kegiatan ekstern.
c. Menilai alasan-alasan perbedaan antara laba bersih dan dikaitkan
dengan penerimaan dan pengeluaran kas.
d. Menilai pengaruh investasi baik kas dan transaksi keuangan lainnya
terhadap posisi keuangan perusahaan selama satu periode.
D. Penjualan
Penjualan adalah sumber yang paling utama dari penghasilan, biasanya selalu ditempatkan pada baris pertama laporan Laba Rugi (Rahardjo,
2005:48). Penjualan merupakan kegiatan pelengkap atau suplemen dari
pembelian untuk memungkinkan terjadinya transaksi (Assauri, 2004:23). Bila
produk telah laku dijual kepada pelanggan, maka pendapatan dilaporkan
sebagai penjualan. Pendapatan merupakan arus masuk bruto dari manfaat
(32)
bila arus masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari
kontribusi penanam modal.
Tujuan umum penjualan adalah untuk mendapatkan laba semaksimal
mungkin, dan mempertahankan atau bahkan berusaha meningkatkannya untuk
jangka waktu lama. Tujuan itu dapat tercapai apabila penjualan dapat
dilaksanakan seperti yang direncanakan. Dengan demikian, tidak berarti
bahwa barang atau jasa yang terjual akan menghasilkan laba (Nandliyah,
2004:36).
Penjualan merupakan satu di antara lima konsep bersaing yang dijadikan
sebagai pedoman oleh organisasi untuk melakukan kegiatan pemasaran
(Kotler, 2004:19). Lima konsep tersebut adalah konsep produksi, produk,
penjualan, pemasaran, dan konsep pemasaran sosial. Namun dalam penelitian
ini penulis hanya menjelaskan sedikit konsep penjualan, agar bahasan
penelitian tetap fokus pada variabel-variabel penelitian yang diteliti dan tidak
terlalu meluas.
Konsep penjualan berkeyakinan bahwa para konsumen dan perusahaan
bisnis, jika dibiarkan, tidak akan secara teratur membeli cukup banyak produk
yang ditawarkan oleh organisasi tertentu. Oleh karena itu, organisasi tersebut
harus melakukan usaha penjualan dan promosi yang agresif.
Penjualan barang secara tunai maupun kredit dicatat dengan mengkredit
penjualan. Harga Pokok Penjualan (HPP) barang yang dijual juga dicatat atas
penjualan tersebut. Dalam penjualan barang secara kredit memungkinkan
(33)
pelanggan, diskon penjualan ini dicatat oleh penjual sebagai debet ke diskon
penjualan. Diskon penjualan dilaporkan sebagai pengurang terhadap
penjualan, begitupun dengan pengembalian barang (retur) atau potongan harga
diberikan. Bila barang dikembalikan atau potongan harga diberikan, maka
penjualan mendebet retur dan potongan penjualan. Jadi penjualan bersih
adalah jumlah yang diterima dari penjualan setelah dikurangi dengan nilai
barang yang dikembalikan dan cadangan turunnya harga (Rahardjo, 2005:48).
E. Beban Komersial
Beban (expense) yaitu arus keluar barang atau jasa yang dapat ditandingkan dengan pendapatan (revenue) untuk menentukan laba (income).
Karena pengorbanan tersebut digunakan untuk menghasilkan “prestasi” dan
tidak memiliki masa manfaat di masa yang akan datang, maka harus
dikurangkan dari laba pada periode yang bersangkutan.
Beban komersial merupakan total beban yang terjadi dalam keseluruhan
operasi dan aktivitas perusahaan pada periode tertentu. Beban komersial
adalah penjumlahan dari beban pokok penjualan, beban usaha, dan beban
lain-lain.
1. Beban Pokok Penjualan
Pada perusahaan manufaktur atau perusahaan yang memproduksi barang,
harga pokok penjualan (cost of good sold) meliputi semua biaya yang ada
dalam perusahaan untuk mengolah bahan mentah menjadi barang jadi.
(34)
pabrik seperti supervisi, sewa, listrik, perawatan, dan perbaikan (Rahardjo,
2005:48).
2. Beban Usaha
Beban usaha (operating expenses) perusahaan terdiri atas biaya penjualan,
biaya administrasi dan umum, dan juga biaya penyusutan aktiva tetap
(Rahardjo, 2005:49).
a. Biaya Penjualan
Biaya penjualan biasanya dikelompokkan tersendiri sehingga pembaca
perhitungan laba-rugi dapat melibat cakupan dari biaya-biaya
penjualan tersebut. Misalnya gaji dan komisi untuk wiraniaga
(salesman), biaya iklan dan promosi, dan biaya perjalanan dinas
wiraniaga merupakan biaya penjualan.
b. Biaya Administrasi dan Umum
Biaya ini meliputi biaya gaji pimpinan perusahaan, gaji dan upah
karyawan, biaya kantor, listrik, air, telepon, alat tulis kantor,
perawatan dan perbaikan, asuransi dan sejenisnya.
c. Penyusutan
Penyusutan merupakan nilai penyusutan dari pengguaan suatu aktiva
disebabkan keusangan atau keausan. Misalnya penurunan nilai per
tahun untuk suatu mesin yang digunakan untuk proses pabrikasi
adalah suatu biaya yang harus dikurangkan sebagai tambahan
(35)
3. Beban Lain-lain
Beban lain-lain biasanya berupa beban bunga, yaitu bunga pinjaman. Bila
perusahaan mengeluarkan atau mengeluarkan obligasi, maka bunga harus
dibayarkan kepada pemegang obligasi karena perusahaan telah
menggunakan uang yang diterima dari obligasi yang dikeluarkan
perusahaan. Beban lain bisa juga berupa bunga yang harus dibayar atas
pinjaman/utang yang diterima dari bank atau lembaga keuangan lain.
F. Pajak
1. Pengertian Perpajakan
Menurut Resmi (2005:1-2), terdapat beberapa definisi pajak yaitu:
Definisi yang dikemukakan oleh Prof. DR. Rochmat Soemitra, SH.
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Definisi tersebut kemudian disempurnakan sehingga berbunyi:
Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplus” nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
Definisi pajak yang dikemukakan oleh S. I. Djajadiningrat
Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum.
(36)
Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.
Pajak Penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan
Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana yang telah diubah terakhir kali dengan
Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak
Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak atas
Penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam Tahun Pajak atau
dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian Tahun Pajak,
apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam Tahun
Pajak. Yang dimaksud Tahun Pajak dalam Undang-Undang ini adalah
tahun takwim, namun Wajib Pajak dapat menggunakan tahun buku
tersebut meliputi jangka waktu 12 (dua belas) bulan.
2. Subjek Pajak
Subjek pajak diartikan sebagai orang yang dituju oleh Undang-Undang
untuk dikenakan pajak. Berdasarkan pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Pajak
Penghasilan Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 17 Tahun 2000
sebagaimana telah diubah terakhir Undang-Undang Pajak Penghasilan
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dinyatakan bahwa yang
menjadi subyek pajak adalah:
a. Orang pribadi dan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan,
menggantikan yang berhak.
(37)
c. Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Tambahan dalam Pasal 2 ayat 1 di atas bahwa BUT merupakan subjek
pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak
badan. Pada dasarnya semua penduduk Indonesia, merupakan subyek
pajak, tanpa memandang umur, jenis pekerjaan atau apakah mempunyai
pekerjaan atau tidak punya pekerjaan. Tuna wisma, tuna karya, anak
sekolah semuanya adalah subyek Pajak Penghasilan. Karena untuk
menjadi subyek pajak tidak berkaitan dengan kedudukan atau pekerjaan
seseorang (Mansury, 1994:73, dalam Mangonting, 2001:146).
3. Obyek Pajak
Berdasarkan pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 7
Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang
Pajak Penghasilan Nomor 17 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah
terakhir Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan mengatur bahwa yang menjadi obyek pajak
adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh WP baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia
yang dapat dikonsumsi atau untuk menambah kekayaan WP yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Adapun
unsur-unsur yang timbul dari definisi penghasilan yang menjadi obyek pajak ini
adalah:
1. Tambahan kemampuan ekonomis. Unsur ini memenuhi konsep akresi
(38)
penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan untuk menguasai
barang dan jasa yang didapat oleh WP dalam tahun pajak berkenaan.
2. Yang diterima atau diperoleh WP. Unsur ini memenuhi konsep
realisasi (realization concept). Tambahan kemampuan ekonomis dapat
dikatakan sebagai suatu penghasilan apabila sudah direalisasi atau
secara akuntansi penghasilan terebut sudah dapat dibukukan dengan
menggunakan prinsip cash basis maupun accrual basis.
3. Yang berasal dari Indonesia maupun yang berasal dari luar Indonesia.
Unsur ini memenuhi konsep world-wide-income yaitu penghasilan
yang dikenakan pajak meliputi penghasilan yang berasal dari manapun
juga, dari Indonesia maupun luar Indonesia.
4. Yang dipakai untuk konsumsi maupun yang dipakai untuk membeli
harta. Bahwa penggunaan penghasilan apakah yang akan dikonsumsi
atau ditabung, semuanya dikenakan pajak.
5. Dengan nama dan dalam bentuk apapun. Unsur ini memenuhi konsep
bahwa hakikat ekonomis adalah lebih penting daripada bentuk formal
yang dipakai (substance-over-form-principle). Hal yang menentukan
penghasilan itu merupakan obyek pajak, bukan pada bentuk yuridis,
melainkan hakikat ekonomis.
Pada dasarnya jika transaksi tersebut merupakan penyerahan BKP dan
JKP, maka transaksi tersebut terutang PPN menurut UU PPN. Namun
(39)
mengatur mengenai produk digital yaitu produk yang dikirimkan dalam
format digital.
4. Fungsi pajak
Menurut Resmi (2005:2-3) ada dua fungsi pajak, antara lain:
a. Fungsi budgetair (sumber keuangan negara)
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi
pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Contoh:
dimasukannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.
b. Fungsi reguler (mengatur)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh yaitu
dikenakannya pajak yang tinggi terhadap minuman keras sehingga
konsumsi minuman keras dapat ditekan begitu juga dengan barang
mewah.
5. Yurisdiksi Pemajakan
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45) yang menempatkan
perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan, dalam
penjelasan Pasal 23 ayat (2) ditegaskan bahwa penetapan belanja
mengenai hak rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri, maka segala
tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat seperti pajak dan
lain-lainnya harus ditetapkan dengan Undang-Undang. Oleh karena itu setiap
negara yang berdaulat memiliki yurisdiksi atau kewenangan mengatur
(40)
dalam wilayah kekuasaannya. Yurisdiksi yang dianut akan mempengaruhi
perlakuan perpajakan terhadap subjek dan objek pajak luar negeri.
6. Sistem Pemajakan Penghasilan
Pada dasarnya menurut PSAK No. 46 terdapat beberapa prinsip dasar
akuntansi Pajak Penghasilan, antara lain:
a. Pajak Penghasilan yang kurang dibayar tahun berjalan atau terutang
diakui sebagai pajak-kini (current tax liability), sedang Pajak
Penghasilan yang lebih bayar tahun berjalan diakui sebagai aset
pajak-kini (current tax asset).
b. Konsekuensi pajak periode mendatang yang dapat diatribusikan dengan
perbedaan temporer kena pajak (taxable temporary differences) diakui
sebagai kewajiban pajak tangguhan, sedang efek perbedaan temporer
yang boleh dikurangkan (deductable temporary differences) dan sisa
kerugian yang belum dikompensasikan diakui sebagai aset pajak
tangguhan.
c. Pengukuran kewajiban dan aset pajak didasarkan pada peraturan
perpajakan yang berlaku, efek perubahan peraturan perpajakan yang
akan terjadi di kemudian hari tidak boleh diantisipasi atau
diestimasikan.
d. Penilaian (kembali) aset pajak tangguhan harus dilakukan pada setiap
(41)
pemulihan aset pajak tangguhan direalisasikan dalam periode
mendatang.
Menurut Resmi (2005:8-11) terdapat tiga tata cara pemungutan pajak,
terdiri dari stelsel pajak, asas pemungutan pajak, dan sistem pemungutan
pajak.
a. Stelsel pajak
Pemungutan pajak dapat dilakukan dengan tiga stelsel, yaitu stelsel
nyata, stelsel anggapan, dan stelsel campuran.
1) Stelsel nyata (riset stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata)
sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun
pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui.
Stelsel nyata mempunyai kelebihan atau kebaikan dan kekurangan.
Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis,
sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada
akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui).
2) Stelsel anggapan (fictieve stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh
Undang-Undang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap
sama dengan tahun sebelumnya sehingga pada awal tahun pajak
sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun
pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar
(42)
sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak
berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.
3) Stelsel campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel
anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan
suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak
disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak
menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggaran,
maka wajib pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil
kelebihannya dapat diminta kembali.
b. Asas pemungutan pajak
Terdapat tiga asas pemungutan pajak, yaitu: asas domisili (asas
tempat tinggal), asas sumber, dan asas kebangsaan.
1) Asas domisili (asas tempat tinggal)
Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak
atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di
wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam negeri,
maupun penghasilan yang berasal dari luar negeri.
2) Asas sumber
Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak
atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa
(43)
memperoleh penghasilan dari Indonesia dikenakan atas
penghasilan yang diperolehnya.
3) Asas kebangsaan
Asas ini menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan
dengan kebangsaan suatu negara. Misalnya pajak bangsa asing
di Indonesia dikenakan atas setiap orang asing yang bukan
berkebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia
c. Sistem pemungutan pajak
Terdiri dari beberapa macam, yaitu: official assesment system, self
assesment system, dan with holding system.
1) Official Assesment System
Suatu sistem pemungutan pajak yang kewenangan berada pada
aparatur pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang
terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang perpajakan yang berlaku. Inisiatif, kegiatan menghitung,
serta memungut pajak sepenuhnya dalam sistem ini berada
ditangan para aparatur pajak (peranan dominan ada pada aparat
pajak).
2) Self Assesment System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang wajib
pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang
setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang
(44)
pelaksanaan pemungutan pajak dalam sistem ini berada di
tangan wajib pajak. Wajib pajak dianggap mampu menghitung
pajak, mampu memahami peraturan perpajakan yang sedang
berlaku, mempunyai kejujuran yang tinggi, serta menyadari akan
arti pentingnya membayar pajak. Oleh karena itu, wajib pajak
diberi kepercayaan untuk:
a) menghitung sendiri pajak yang terutang;
b) memperhitungkan sendiri pajak yang terutang;
c) membayar sendiri jumlah pajak yang terutang;
d) melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang;
e) mempertanggungjawabkan jumlah pajak yang terutang.
Berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak
tergantung pada wajib pajak sendiri (peranan dominan ada pada
wajib pajak).
3) With Holding System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang
terutang oleh wajib pajak sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang perpajakan yang berlaku. Penunjukkan pihak ketiga ini
bisa dilakukan dengan Undang-Undang perpajakan, keputusan
presiden dan peraturan lainnya. Berhasil tidaknya pelaksanaan
pemungutan pajak banyak tergantung pada pihak ketiga yang
(45)
7. Biaya Menurut Undang-Undang Perpajakan
Untuk mendapatkan total Pajak Penghasilan yang terutang, kita harus
menghitung terlebih dahulu besarnya laba bersih sebelum pajak, yang
kemudian disesuaikan dengan koreksi fiskal untuk menghasilkan laba fiskal
atau Penghasilan Kena Pajak (PKP). Menurut Waluyo dalam bukunya yang
berjudul Akuntansi Pajak (2008:214), untuk tujuan perpajakan atas dasar
pertimbangan penerimaan dan pengaruh sosial ekonomi, tidak seluruh biaya
dapat dikurangkan terhadap penghasilan sehingga apabila dibandingkan,
komponen biaya menurut akuntansi komersial dapat dikoreksi yang
memengaruhi penghasilan.
Berdasarkan Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 7
Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang
Pajak Penghasilan Nomor 17 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah terakhir
Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008, huruf a, e, g,
dan h diubah dan ditambah 5 (lima) huruf, yakni huruf i sampai dengan
huruf m, serta ayat (2) diubah sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai berikut:
Besarnya PKP bagi Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) dan Bentuk Usaha
Tetap (BUT), ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:
a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan
kegiatan usaha, antara lain biaya pembelian bahan, biaya berkenaan
dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus,
(46)
sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi
asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan;
b. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan
amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain
yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A;
1) iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan;
2) kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan
digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan;
3) kerugian dari selisih kurs mata uang asing;
4) biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di
Indonesia;
5) biaya bea siswa, magang, dan pelatihan;
6) piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat :
(a) telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi
komersial;
(b) telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan
Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN)
atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang
(47)
(c) telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; dan
(d) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat
ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak, yang pelaksanaannya
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan;
d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan
digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan;
e. kerugian selisih kurs mata uang asing;
f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di
Indonesia;
g. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat
ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri
atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau
adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang
(48)
atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya
telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;
4. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk
penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k; yang pelaksanaannya
diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan;
i. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
j. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan
di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
k. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah;
l. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah; dan
m. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Tidak setiap biaya boleh dibebankan sebagai biaya sesuai ketentuan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam pasal 9 ayat (1)
Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 17
Tahun 2000 sebagaimana telah diubah terakhir Undang-Undang Pajak
(49)
besarnya PKP bagi WPDN dan BUT ada yang tidak boleh dikurangkan
sebagaimana huruf c, e, dan g telah mengalami perubahan sehingga
bunyinya demikian, yaitu:
a. pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen,
termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada
pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
b. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
pemegang saham, sekutu, atau anggota;
c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali:
1) cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain
yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi,
perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
2) cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial
yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
3) cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
4) cadangan biaya reklamasi untuk usa pertambangan;
5) cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
6) cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan
limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang
ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan;
d. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
(50)
pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut
dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;
e. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan
makanan dan minuman bagi seluruh pegawai, serta penggantian atau
imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan
yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan;
f. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang
saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;
g. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b,
kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib
Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak badan
dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan
amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
Pemerintah;
h. Pajak Penghasilan;
i. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;
j. gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
(51)
k. sanksi administrasi berupa bunga, denda, kenaikan, serta sanksi pidana
berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan
di bidang perpajakan.
8. Perhitungan Pajak Penghasilan Terutang
Untuk mendapatkan laba fiskal, terlebih dahulu perlu dilakukan rekonsiliasi
fiskal yang dipengaruhi oleh faktor beda tetap dan beda temporer.
a. Beda Tetap
Perbedaan tetap timbul akibat adanya perbedaan pengakuan pendapatan
dan beban antara pelaporan komersial dan fiskal. Akibat dari perbedaan
ini berakibat juga pada laba komersial dan laba fiskal sebagai dasar
penghitungan pajak yang terutang.
b. Beda Temporer
Perbedaan temporer dimaksudkan sebagai perbedaan antara dasar
pengenaan pajak (tax base) dari suatu aset atau kewajiban dengan nilai
tercatat pada aset atau kewajiban yang berakibat pada perubahan laba
fiskal perode mendatang (Waluyo, 2008:214-215).
Pajak yang diasumsikan sebagai biaya atau beban sangat mempengaruhi pihak
manajemen perusahaan dalam meningkatkan laba/profit (Setiyadi, 2008:9).
Beban pajak kini ditentukan berdasarkan laba kena pajak dalam periode yang
bersangkutan dan dihitung berdasarkan tarif pajak yang berlaku
.
Bagi Wajib Pajak (khususnya Badan) Penghasilan Kena Pajak dihitung dengan(52)
Peredaran bruto Rp XXX Biaya untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan Rp XXX (-)
Laba usaha (penghasilan neto usaha) Rp XXX
Penghasilan lainnya Rp XXX
Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan lainnya tersebut Rp XXX (-)
Rp XXX (+)
Jumlah seluruh penghasilan neto Rp XXX
Kompensasi kerugian Rp XXX (-)
Penghasilan Kena Pajak (bagi Wajib Pajak badan) Rp XXX
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dikalikan tarif Pajak Penghasilan terutang (PKP x tarif PPh) tarif UU PPh No. 17 Tahun 2000
Tabel. 2.1
Tarif Pajak PPh Terutang (WP Badan)
Lapisan PKP Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000 Rp 50.000.000 - 100.000.000 di atas Rp 100.000.000
10% 15% 30%
Sumber: UU PPh No. 17 Tahun 2000 (diolah)
Perlu diketahui bahwa Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000
telah mengalami perubahan menjadi Undang-Undang Pajak Penghasilan No.
36 Tahun 2008. Pada peraturan baru, tarif PPh Badan dan BUT akan berubah
menjadi tarif tunggal yakni 28% yang akan berlaku mulai 1 Januari 2009
(Casavera, 2009:186), namun dalam penelitian ini penulis dalam
(53)
Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 karena data penelitian yang digunakan
yaitu data laporan keuangan per 31 Desember tahun 2006 dan 2007.
G. Kerangka Pemikiran
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaaan negara yang sangat
penting, karena penerimaan pajak digunakan untuk pembangunan negara.
Salah satu jenis pajak yang diberlakukan di Indonesia yaitu Pajak Penghasilan
yang juga membantu dalam pengoptimalisasian pendapatan nasional jika
dibantu oleh kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya.
Setiap perusahaan pasti membuat laporan keuangan yang menyediakan
informasi tentang posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan.
Laporan keuangan terdiri atas laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas,
neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Dalam laporan
laba rugi terdapat penjualan yang memegang peranan penting dalam
memperoleh laba yang digunakan untuk kelangsungan hidup perusahaan.
Penelitian ini mengasumsikan bahwa dengan meningkatnya penjualan dan
menurunnya beban komersial akan membawa pengaruh terhadap Pajak
Penghasilan terutang, diharapkan dengan bertambahnya penjualan, serta
berkurangnya beban komersial akan berpengaruh terhadap Pajak Penghasilan
terutang yang harus dibayar oleh wajib pajak sehingga akan menambah
pendapatan negara dari aspek perpajakan. Berikut bagan kerangka pemikiran
(54)
Gambar. 2.1 Kerangka Pemikiran
Dokumen
Pembukuan Akuntansi
Standar Akuntansi Keuangan
Neraca
Laba Rugi Rekonsiliasi
Fiskal
Laba Rugi Fiskal
Penjualan Bersih
Beban Komersial
Beda Temporer
Beda Tetap Penghasilan
Kena Pajak
PPh Terutang
Hipotesis
(55)
H. Hipotesis:
Ha1: Penjualan bersih berpengaruh terhadap Pajak Penghasilan terutang.
Ha2: Beban komersial berpengaruh terhadap Pajak Penghasilan terutang.
Ha3: Penjualan bersih dan beban komersial berpengaruh terhadap Pajak
(56)
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan analisis laporan keuangan horizontal yaitu
menganalisis laporan keuangan dari tahun ke tahun. Dengan mengadakan
analisia data finansial dari tahun-tahun yang lalu, dapat diketahui
kelemahan-kelemahan dari perusahaannya serta hasil-hasil yang telah dianggap cukup
baik. Hasil analisa historis tersebut sangat penting artinya bagi perbaikan
penyusunan rencana atau policy yang akan dilakukan diwaktu yang akan
datang (Riyanto, 2001:328). Laporan keuangan yang digunakan berupa
laporan laba rugi yang berakhir 31 Desember untuk tahun 2006 dan 2007.
B. Metode Penentuan Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang industri tekstil dan garmen, dan industri
makanan dan minuman. Peneliti menggunakan metode pengambilan sampel
purposive sampling atau judgement sampling. Menurut Said Kelana Asnawi
dan Chandra Wijaya (2006:18) dalam bukunya yang berjudul Metodelogi
Penelitian Keuangan disebutkan bahwa metode pengambilan sampel non
probabilitas termasuk di dalamnya metode purposive sampling yaitu
pengambilan data disesuaikan dengan kriteria-kriteria atau tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya. Penggunaan metode pengambilan sampel ini agar
(57)
yang perusahaan sampel yang telah ditentukan penelitian adalah yang
memiliki kesamaan sebagai berikut, di antaranya:
1. Laporan keuangan yang setiap tahunnya berakhir per 31 Desember dan
telah diaudit oleh akuntan independen.
2. Informasi laporan keuangan lengkap pada tahun 2006 dan 2007 serta
menggunakan mata uang Rupiah.
3. Perusahaan hanya menerbitkan saham biasa.
4. Perusahaan sampel memiliki penghasilan kena pajak (laba fiskal) sehingga
mempunyai Pajak Penghasilan terutang, artinya Pajak Penghasilan
terutang itu tidak nihil.
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan oleh yakni mempelajari literatur yang berhubungan dengan penelitian, browsing di internet, serta
mengambil data dari Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM) Jakarta yang
terletak di Gedung BEI Menara 2 Lantai 1, Jalan Jenderal Sudirman Kav
52-53 Jakarta.
D. Metode Analisis
Adapun metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
dengan bantuan program spss versi 13, sedangkan teknik analisis data dengan
analisis regresi linear berganda. Analisis regresi linear berganda merupakan
analisis regresi dengan menggunakan dua atau lebih variabel independen.
(58)
1. Analisis Regresi Linear Berganda
a. Uji Asumsi Klasik Regresi Berganda
1) Uji Asumsi Multikolinearitas
Uji asumsi multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen).
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara
variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi,
maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah
variabel yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama
dengan nol (Ghozali, 2005:9).
2) Uji Asumsi Regresi Berganda Heteroskedastisitas
Uji asumsi regresi berganda heteroskedastisitas bertujuan menguji
apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari
residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varians dari
residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut
homokedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model
regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi
heteroskedastisitas (Ghozali, 2005:105).
3) Uji Asumsi Regresi Berganda Autokorelasi
Uji asumsi autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model
regresi linear ada korelasi antara kasalahan pengganggu pada periode
t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika
(59)
Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang
waktu berkaitan satu sama lainnya (Ghozali, 2005:95).
b. Uji Asumsi Non Klasik Regresi Berganda
1) Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti
diketahui uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti
distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik
menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil (Ghozali, 2005:110).
2) Uji Linearitas
Uji linearitas digunakan untuk melihat apakah spesifikasi model yang
digunakan sudah benar atau tidak. Apakah fungsi yang digunakan
dalam suatu studi empiris sebaiknya berbentuk linear, kuadrat atau
kubik (Ghozali, 2005:115).
2. Uji Statistik dengan Regresi Linear Berganda
a. Uji Koefisien Determinasi
b. Uji Statistik F
Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel
independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai
pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen/terkait.
Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini dapat digunakan cara
Quick Look yaitu bila nilai F lebih besar daripada 4 artinya semua
(60)
variabel dependen, atau dengan cara lain jika F hitung lebih besar
daripada F tabel maka secara bersama-sama variabel independen
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen (Ghozali,
2005:84).
c. Uji Statistik t
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu
variabel penjelas/independen secara individual dalam menerangkan
variasi variabel dependen (Ghozali, 2005:84).
d. Koefisien Regresi Berganda
Uji koefisien regresi berganda ini bertujuan untuk memprediksi
besaran variabel independen yang telah diketahui besarannya (Ghozali,
2005:87-88).
E. Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ini terdiri dari variabel penjualan
bersih dan beban komersial.
a. Penjualan bersih
Penjualan merupakan pendapatan sebagai penghasilan yang timbul dari
aktivitas normal perusahaan. Penjualan adalah kegiatan pelengkap atau
suplemen dari pembelian untuk memungkinkan terjadinya transaksi
(Assauri, 2004:23). Untuk menghasilkan laba yang maksimal
perusahaan perlu melakukan kegiatan penjualan barang, dan bila
(61)
penjualan. Jadi penjualan bersih adalah jumlah yang diterima dari
penjualan setelah dikurangi dengan nilai barang yang dikembalikan
dan cadangan turunnya harga (Rahardjo, 2005:48).
b. Beban Komersial
Beban komersial adalah besarnya beban yang menjadi pengeluaran
perusahaan yang dapat diakui sebagai biaya, yang merupakan beban
pokok penjualan, beban usaha, dan beban lain-lain.
2. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Pajak Penghasilan (PPh)
Terutang.
Dalam laporan laba rugi perusahaan Pajak Penghasilan terutang disebut
sebagai pajak kini, dimana pajak kini menurut PSAK No. 46 paragraf ke 7
dijelaskan bahwa pajak kini (current tax) adalah jumlah pajak penghasilan
terutang (payable) atas penghasilan kena pajak pada satu periode.
Pajak penghasilan terutang adalah pajak yang dikenakan terhadap laba
yang dihasilkan atau diperoleh perusahaan dalam satu Tahun Pajak
(Yulianti, 2008:47). Dengan perkataan lain bahwa PPh terutang adalah
laba fiskal dikali dengan tarif PPh Badan. Dalam laporan keuangan yakni
dalam laporan laba rugi sering disebut dengan beban pajak kini.
(1)
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan penelitian sederhana terhadap 36 perusahaan yang tercatat dalam perusahaan yang bergerak dibidang manufaktur selama tahun 2006 dan 2007, maka dari hasil uraian tentang pengaruh variabel independen (penjualan bersih dan beban komersial) terhadap variabel dependen (Pajak Penghasilan terutang), dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Berdasarkan uji t statistik diketahui t hitung untuk variabel penjualan bersih sebesar 8,305 dengan tingkat signifikansi 0,000. Karena tingkat signifikansi di bawah 0,05 dan t hitung lebih besar dari t tabel (8,305>1,9935), maka dapat disimpulkan bahwa penjualan bersih berpengaruh secara signifikan terhadap Pajak Penghasilan terutang pada perusahaan-perusahaan manufaktur yang sahamnya terdaftar di BEI. 2. Berdasarkan uji t statistik diketahui t hitung untuk variabel beban
komersial sebesar -2,074, dengan tingkat signifikansi 0,042. Karena tingkat signifikansi di bawah 0,05 dan t hitung lebih besar dari t tabel (2,074>1,9935), maka dapat disimpulkan bahwa beban komersial berpengaruh secara signifikan terhadap Pajak Penghasilan terutang pada perusahaan-perusahaan manufaktur yang sahamnya terdaftar di BEI. 3. Berdasarkan hasil uji F (simultan) pada tabel ANOVA menunjukkan F
(2)
bahwa variabel independen secara bersama-sama berpengaruh. Karena tingkat signifikansi di bawah 0,05 dan F hitung lebih besar dari F tabel (68,577>3,11), maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen (penjualan bersih dan beban komersial) secara bersama-sama dan signifikan mempengaruhi variabel dependen (Pajak Penghasilan terutang). B. Implikasi
Memperhatikan pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat ditarik beberapa implikasi sebagai berikut:
1. Pajak Penghasilan terutang sangat dipengaruhi oleh penjualan bersih yang terjadi selama periode tertentu yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan, selain itu juga tidak terlepas dari bagaimana sikap pengelola perusahaan dalam melakukan pengakuan beban sehingga pencapaian laba optimal yang secara otomatis laba mempengaruhi Pajak Penghasilan terutang. Untuk mencapai laba yang optimal dan Pajak Penghasilan yang terutang bagi perusahaan maka perlu memperhatikan nilai penjualan bersih yang terealisasi dalam satu periode tertentu, sehingga dapat melihat pula bagaimana perlakuan efisiensi biaya.
2. Secara ekonomis pajak merupakan unsur pengurang laba yang tersedia untuk dibagi atau diinvestasikan kembali, sehingga perusahaan akan berusaha untuk menaikkan beban secara keseluruhan atau yang menjadi beban komersial tersebut untuk mengoptimalkan laba setelah pajak dengan penghematan pajak. Karena bagi perusahaan, peningkatan beban komersial dapat membawa pengaruh positif yaitu penghematan PPh terutang. Akan
(3)
tetapi, bagi pemerintah (fiskus) jika perusahaan meningkat beban komersialnya tentu penerimaan dari sektor PPh Badan akan berkurang. Untuk itu, peningkatan beban komersial yang terkait dengan perhitungan PPh terutang perlu mendapat pengawasan yang lebih karena dapat mengindikasikan adanya penghindaran pajak. Sedangkan untuk meminimalkan beban pajak ekonomis maka perlu memperhatikan nilai dari penjualan bersih, karena hal ini dapat membantu memprediksi asumsi pajak ekonomis sebagai unsur pengurang laba. Dengan kata lain, dengan memperbesar jumlah beban, maka dapat mengurangi jumlah penjualan bersih dan laba perusahaan, sehingga beban komersial dapat menjadi pengurang pajak yang relatif besar.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Assauri, Sofjan. “Manajemen Pemasaran Dasar-Dasar, Konsep, dan Strategi”, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.
Beams, Floyd A., Joseph H. Anthony, Robin P. Clement, Suzanne H. Lowensohn, alih bahasa Chalie Saputra. “Akuntansi Lanjutan Jilid 2 Edisi 8”, PT INDEKS, Jakarta, 2007.
Casavera.”Seri Perpajakan Indonesia 5: Undang-Undang No. 36 2008 tentang Perubahan dan Peraturan Terkini”, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2009.
Ferieka, Hendrieta. “Analisis Kepatuhan Wajib Pajak Badan dalam Melaporkan Pajak Penghasilan yang Terutang dengan Sebenarnya pada KPP Depok”, Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Jakarta, 2005.
Ghozali, Imam. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS”, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2005.
Hamid, Abdul. “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah”, UIN Press, Jakarta, 2007.
Harahap, Sofyan Syafri. “Teori Akuntansi”, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005.
Harahap, Sofyan Syafri. ”Analisis Kritis atas Laporan Keuangan”, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). “Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan”, Salemba Empat, Jakarta, 2006.
Kotler, Philip. ”Manajemen Pemasaran”, alih bahasa Hendra Teguh, Ronny A Rusli, dan Benyamin Molan, PT INDEKS, Jakarta, 2004.
(5)
Mangonting, Yeni. “PPh dalam sebuah Kebijaksanaan”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol.3 No.2 November 2001:142-156, diakses tanggal 26 Agustus 2008, dari
http: //puslit.petra.acid/~puslit/journals/journals.php?ID=AKU060701
Manurung, Jonni J, Adler Haymans Manurung, dan Ferdinand Dehoutman Saragih. “Ekonometrika Teori dan Aplikasi”, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, 2005.
Mayasari. “Analisis Struktur Aktiva, Intensitas Aktiva, Ukuran Perusahaan, derajat “Operating leverage” dan Biaya Hutang terhadap Struktur Keuangan ” Jurusan Managemen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Jakarta, 2005.
Rahardjo, Budi. “Laporan Keuangan Perusahaan”, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2005.
Resmi, Siti. “Perpajakan Teori dan Kasus”. Salemba Empat, Jakarta, 2005.
Riyanto, Bambang. “Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan Edisi Empat”, BPFE, Yogyakarta, 2001.
Rohaedi. “Perbedaan Beban Pajak Penghasilan dengan Pajak Penghasilan Terutang”, Jurnal Perpajakan Indonesia Vol.1 No.2 september 2001:24-32, 2001.
Sanwanih. “Analisis Pengaruh Penjualan Bersih dan Beban Pajak terhadap Laba setelah Pajak pada Industri Makanan dan Minuman”, Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Jakarta, 2006.
Setiyadi, Berry. “Evaluasi Penerapan Perencanaan Beban Sumber Daya Manusia Terhadap PPH Terutang PT. XYZ”, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Tunas Nusantara, Jakarta, 2008.
(6)
Sucipto. “Analisis PSAK No. 23 Tentang Pendapatan”, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, 2003.
.
Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008, diakses tanggal 17 November 2008 dari
http://www.pajak.go.id/index.php?option=com_docman&task=doc_details &gid=339&Itemid=156
Waluyo. “Akuntansi Pajak”, Salemba Empat, Jakarta, 2008.
Yulianti, Nur Wachidah. “Analisis Pengaruh Struktur Modal terhadap Pajak Penghasilan (PPh) Badan Terutang”, Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Jakarta, 2008.