Unilinear Theories of Evolution Universal Theories of Evolution Tipe Penelitian Lokasi Penelitian Informan Penelitian Teknik Pengumpulan Data

a. Unilinear Theories of Evolution

Auguste Comte dan Herbert Spencer adalah tokoh yang layak untuk menjadi referensi bagi teori ini. Teori ini melihat bahwa proses perubahan akan mengikuti tahapan-tahapan tertentu dari bentuk yang sederhana ke bentuk yang lebih kompleks sampai mencapai kesempurnaan.

b. Universal Theories of Evolution

Teori ini menyatakan bahwa perkembangan masyarakat tidak perlu melalui tahap-tahap tertentu yang tetap. Kebudayaan manusia telah mengikuti suatu garis evolusi tertentu. Menurut Herbert Spencer, prinsip teori ini adalah bahwa masyarakat merupakan hasil perkembangan dari kelompok homogen menjadi kelompok yang heterogen.

c. Multilined Theories of Evolution

Teori ini lebih menekankan pada penelitian terhadap tahaptahap perkembangan tertentu dalam evolusi masyarakat. Misalnya mengadakan penelitian tentang perubahan sistem mata pencaharian dari sistem berburu ke sistem pertanian menetap dengan menggunakan pemupukan dan pengairan. http:galihdanary.wordpress.com2012 Menurut Paul B. Horton dan Chester L. Hunt, Horton dan Hunt, 1989 ada beberapa kelemahan dari Teori Evolusi yang perlu mendapat perhatian, di antaranya adalah sebagai berikut. a. Data yang menunjang penentuan tahapan-tahapan dalam masyarakat menjadi sebuah rangkaian tahapan seringkali tidak cermat. Universitas Sumatera Utara b. Urut-urutan dalam tahap-tahap perkembangan tidak sepenuhnya tegas, karena ada beberapa kelompok masyarakat yang mampu melampaui tahapan tertentu dan langsung menuju pada tahap berikutnya, dengan kata lain melompati suatu tahapan. Sebaliknya, ada kelompok masyarakat yang justru berjalan mundur, tidak maju seperti yang diinginkan oleh teori ini. c. Pandangan yang menyatakan bahwa perubahan sosial akan berakhir pada puncaknya, ketika masyarakat telah mencapai kesejahteraan dalam arti yang seluas-luasnya. Pandangan seperti ini perlu ditinjau ulang, karena apabila perubahan memang merupakan sesuatu yang konstan, ini berarti bahwa setiap urutan tahapan perubahan akan mencapai titik akhir. Pada evolusi, perubahan- perubahan terjadi dengan sendirinya, tanpa suatu rencana ataupun suatu kehendak tertentu. Perubahan- perubahan terjadi oleh karena usaha- usaha masyarakat untuk menyusaikan diri dengan keperluan- keperluan, keadaan-keadaan dan kondisi-kondisi baru, yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Rentetan perubahan-perubahan tersebut, tidak perlu sejalan dengan rentetan peristiwa –peristiwa di dalam sejarah masyarakat yang bersakutan. Berikut di bawah ini diuraikan sekilas tentang tokoh yang berpengaruh pada kelompok teori ini. Auguste Comte Dalam bukunya, Positive Philosophy 1851-1854, Comte menulis tentang tiga tingkatan yang pasti dilalui pemikiran manusia yaitu: teologis, metafisik atau filosofis, dan akhirnya positif atau ilmiah. Comte berpendapat bahwa masyarakat mempunyai kedudukan yang dominan terhadap pribadi. Tahap Universitas Sumatera Utara teologis yang menjadi karakteristik dunia sebelum era 1300. Dalam era ini system gagasan utamya menekankan pada keyakinan bahwa kekuatan adi kodrati, tokoh agama dan keteladana kemanusiaan menjadi dasar segala sesuatu. Tahap Metafisik yang terjadi antara tahun 1300-1800 ditandai dengan keyakinan bahwa kekuatan abstraklah yang menerangkan segala sesuatu, bukan dewa-dewa personal. Tahap berikutnya adalah tahap positivistic yang ditandai keyakinan terhadap sains ilmu. Ritzer and J. Goodman, 2004 “Comtes idea of positivism is based on the premise that everything in society is observable and subject to patterns or laws. These laws could help to explain human behavior. Comte did not mean that human behavior would always be subjected to these laws; rather, he saw positivism as a way of explaining phenomena apart from supernatural or speculative causes” Delaney, 2003 Dalam tulisannya mengenau auguste Comte, Tim Delanel menyatakan hal yang menarik tentang Comte: Comte dikenang sampai hari ini dalam sosiologi untuk memperjuangkan nya positivisme. Gagasan Comte positivisme didasarkan pada premis bahwa segala sesuatu di masyarakat diamati dan tunduk pada pola atau hukum. Hukum- hukum ini bisa membantu menjelaskan perilaku manusia. Comte menyatakan tidak berarti bahwa perilaku manusia akan selalu tentang hukum, melainkan, ia melihat positivisme sebagai cara untuk menjelaskan fenomena terlepas dari penyebab supranatural atau spekulatif. Hukum perilaku manusia hanya bisa didasarkan pada data empiris. Dengan demikian, positivisme didasarkan pada penelitian yang dipandu oleh teori, premis yang tetap landasan sosiologi hari. Comte percaya bahwa positivisme akan menciptakan teori suara berdasarkan bukti faktual yang cukup dan perbandingan historis untuk memprediksi kejadian masa Universitas Sumatera Utara depan. Penemuan hukum dasar perilaku manusia akan memungkinkan untuk kursus yang disengaja tindakan pada bagian dari baik individu dan masyarakat. Pengambilan keputusan dipandu oleh ilmu pengetahuan akan, memang, menjadi positif. Nussbaum, 2011 Darwin Darwinisme Sosial merupakan istilah yang menjelaskan proses evolusi masyarakat berdasarkan teori evolusi Charles Darwin 1809-1892. Menurut teori evolusi Darwin, spesies akan beradaptasi dengan lingkungannya untuk mempertahankan hidup. Sebagian dari mereka, yang tidak mampu menyesuaikan diri, akan punah, sedangkan yang dapat menyesuaikan diri akan bertahan hidup. Bahkan, dalam waktu yang lama bisa menghasilkan spesies baru. Gagasan tentang teori evolusi mulai populer di berbagai kalangan intelektual, bukan hanya dalam biologi, pada pertengahan abad ke-19. Dan sampai saat ini kita mengenal istilah evolusi sosial ala evolusi Darwin atau istilah lainnya darwinisme sosial . Frasa “survival of the fittest” sendiri diciptakan oleh tokoh sosiologi Inggris Herbert Spencer 1820-1903 untuk menjelaskan perkembangan masyarakat menurut perspektif historis. Salah satu bentuk darwinisme sosial yang paling terkenal adalah eugenics konsep pemisahan gen baik dan gen buruk. Eugenics terkenal di Inggris dan Amerika Serikat pada akhir abad kesembilan belas, di mana konsep ini kemudian digunakan untuk memisahkan individu keturunan yang baik dengan yang buruk. Misalnya, para penjahat atau orang bodoh harus dipisahkan dengan mereka yang berasal dari keturunan orang baik-baik. Eugenics juga pernah digunakan oleh Hitler dan partainya, Nazi, pada tahun 1930-an. http:id.shvoong.com Universitas Sumatera Utara Herbert Spenser Spencer adalah orang yang pertama kali memperkenalkan konsep Survival of the fittest atau yang kuatlah yang akan menang dalam bukunya Social Statics yang terbit pada tahun 1850. Konsep ini untuk menggambarkan kekuatan fundamental ilmu biologi yang menjadi dasar perkembangan evolusioner. Konsepsi ini dipengaruhi karya Thomas R. Malthus mengenai tekanan kependudukan, An Essay on the Principle of Population 1798. sinya konsepnya antara lain adalah perjuangan untuk dapat bertahan bagi suatu masyarakat atau bagi beberapa masyarakat agar menghasilkan keseimbangan karena perubahan yang terjadi dari keadaan yang homogen yang tidak terpadu menjadi heterogen yang terpadu. Ritzer dan Goodman, 2007. Dalam tulisannya John Offer mengungkapkan bahwa sebenarnya Spencer telah mengeluarkan karya tentang evolusi sebelum Darwin. “Spencers theoretical dispositions were pre-Darwinian in form, nourished by the traditions of evolutionary deism and natural theology. His focus, definitively established in First Principles 1862, was on the nature and overall beneficent direction of change in general, arising from the cumulative deterministic adaptation of organisms and the successes they exhibited, instead of their elimination.”Offer, 2008 Sembilan tahun kemudian teori evolusioner karya Darwin terbit. Spencer dan Darwin melihat adanya persamaan antara evolusi organisme dengan evolusi sosial. Evolusi sosial adalah serangkaian perubahan sosial dalam masyarakat yang berlangsung dalam waktu lama yang berawal dari kelompok suku atau masyarakat yang masih sederhana dan homogen kemudian secara bertahap menjadi kelompok suku atau masyarakat yang lebih maju dan akhirnya menjadi masyarakat modern yang kompleks Horton dan Hunt, 1989. Universitas Sumatera Utara Soekanto 1990 mendefinisikan evolusi sebagai serentetan perubahan kecil secara pelan-pelan dan kumulatif yang terjadi dengan sendirinya dan memerlukan waktu lama. Evolusi dalam masyarakat adalah serentetan perubahan yang terjadi karena usaha-usaha masyarakat tersebut untuk menyesuaikan diri dengan keperluan, keadaan, dan kondisi baru yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Perubahan ini tidak harus sejalan dengan rentetan peristiwa di dalam sejarah masyarakat yang bersangkutan. Spencer berpendapat bahwa pribadi mempunyai kedudukan dominan dalam struktur masyarakat. Dia menekankan bahwa pribadi merupakan dasar struktur sosial, meskipun masyarakat dapat dianalisis pada tingkat struktural. Struktur sosial suatu masyarakat dibangun untuk memungkinkan anggotanya memenuhi berbagai keperluan. Oleh karena itu, banyak ahli memandang Spencer bersifat individualistis. Terkait ketertarikannya pada perkembangan evolusi jangka panjang dari masyarakat modern, Spencer menilai masyarakat bersifat organis. Pandangan ini yang kemudian menjadikan Spencer sering disebut sebagai seorang teoretis organik karena usahanya memperluas prinsip-prinsip evolusi pada ilmu biologi ke institusi sosial. Lewis Henry Morgan Lewis mengatakan bahwa terdapat tujuh tahap teknologi yang dilalui masyarakat yaitu dari tahap perbudakan hingga tahap peradapan. Keyakinannya tentang evolusi masyarakat ia tuangkan dalam bukunya yang berjudul Ancient Society 1877, dalam bukunya ini, Morgam memberikan satu tese mengenai delapan tingkatan evolusi yang universal, yang ia yakini bahwa masyarakat di Universitas Sumatera Utara semua bangsa di dunia telah atau sedang akan menyelesaikan proses evolusinya. Berikut 8 tahapan tersebut yang dikutip dalam Koenjtraningrat 1987: 1. Zaman Liar Tua, yaitu zaman sejak adanya manusia sampai ia menemukan api, dalam zaman ini manusia hidup dari meramu, mencari akar-akar, dan tumbuhan-tumbuhan liar. 2. Zaman Liar Madya, yaitu zaman sejak manusia menemukan api, sampai ia menemukan senjata busurpanah, dalam zaman ini manusai mulai merubah mulai merubah mata pencaharian hidupnya dari meramu menjadi pencari ikan disungai-sungai dan memburu. 3. Zaman Liar Muda, yaitu zaman sejak manusia menemukan senjata busurpanah, sampai ia mendapatkan kepandaian membuat tembikar. 4. Zaman Barbar Tua, yaitu zaman sejak manusia menemukan kepandaian membuaat tembikar sampai ia mulai beternak dan bercocok tanam. 5. Zaman Barbar Madya, yaitu zaman sejak manusia beternak dan bercocok tanam sampai ia menemukan kepandaian membuat benda-benda dari logam 6. Zaman Barbar Muda, yaitu zaman sejak manusia menemukan kepandaian membuat benda-benda dari logam sampai ia mengenal tulisan. 7. Zaman Peradaban Purba Civilization 8. Zaman Peradaban Masa Kini Kerangka tahapan evolusi tersebut di gunakan oleh Morgan untuk menyusun bahan yang banyak jumlahnya tentang unsur-unsur kebudayaan dari berbagai suku bangsa Indian di Amerika. Universitas Sumatera Utara Karl Marx Marx dalam bukunya “The German Ideology” menjelaskan beberapa tahap perubahan-perubahan utama pada kondisi material dan cara-cara produksi di satu pihak dan hubungan-hubungan sosial serta norma-norma kepemilikan di lain pihak. Tahapan-tahapan perubahan tersebut bersifat linier Johnson, 1994 Komunis Primitif Gambar 2.1. Tahapan Perubahan Sosial Linier Marx Tahapan ini sekaligus menjelaskan tahapan-tahapan perubahan sosial versi Marx yaitu pertama, dimulai dengan adanya masyarakat primitif. Komunitas masyarakat primitive ini merupakan suatu komunitas yang mengakui milik pribadi sebagai milik komunitas dan pembagian kerja yang sangat sedikit. Pada fase ini tidak ada pemilikan pribadi, kepemilikan juga sekaligus kepemilikan komunitas, sehingga milikku adalah mlikmu. Kedua, struktur komunal purba yang ditandai dengan bentuk yang lebih besar daripada komunitas primitive, pembagian kerja semakin tinggi dan kepemilikan pribadi mulai diakui. Ketiga. sistem feodal yang ditandai dengan pembagian kerja dan pola-pola kepemilikan kekayaan pribadi yang lebih ketat. Tahap inilah yang memberikan jalan bagi cara-cara produksi borjuis dan hubungan yang menyertainya. Ke-empat, tahap borjuis berupa perombakan kehidupan komunal di bawah pengaruh ideology-ideologi individualis dan berkurangnya hubungan-hubungan yang manusiawi menjadi Universitas Sumatera Utara hubungan kepemilikan. Kelima, tahap kapitalis dimana seluruh kelas buruh proletar memiliki hubungan dengan kelompok majikan borjuis semat-mata sebagai penjual tenaga kerja yang kegiatan produktifnya digunakan untuk mengahasilkan produk-produk yang akan dijual ke system pasar yang bersifat impersonal. Ke-enam, tahap komunis dimana pada tahap ini pemilikan pribadi akan lenyap dan individu akan dapat berinteraksi dalam hubungan-hubungan komunal, tidak selalu berupa hubungan yang bersifat ekonomis. Martono, 2011 Teori Revolusi Marx Setiap perkembangan sosial harus melalui berbagai tahapan. Sosialisme hanya mungkin berdasarkan produktivas kerja yang tinggi, dan produktivitas tinggi tersebut adalah sebagai akibat dari pertumbuhan ekonomi secara dahsyat yang dijalankan oleh kapitalisme. Selain itu, kapitalisme menimbulkan kelas buruh, serta menerapkan demokrasi parlementer dan menciptakan kondisi di mana kelas buruh itu bisa berorganisir dan berjuang. Sehingga di tingkat global, umat manusia jelas harus melewati tahap kapitalis yang sekaligus merupakan tahap demokratis-borjuis sebelum masyarakat sosialis dapat tercapai. Dalam karya Marx sering mendapati asumsi bahwa revolusi sosialis harus didahului oleh revolusi borjuis, yang juga disebut sebagai revolusi demokratik. Bukan karena sosialisme tidak demokratik. Sebaliknya, sistem sosialis akan membawa demokrasi ke semua pelosok masyarakat, terutama ke tempat kerja. Namun di masa Marx, penguasaan kelas borjuis memang untuk pertama kalinya menimbulkan demokrasi walau secara terbatas. Di negeri seperti Inggeris dan Perancis demokrasi tersebut membuka jalan untuk perkembangan gerakan buruh. Universitas Sumatera Utara

2.5.2. Teori Siklus

Perubahan sebagai suatu siklus karena sulit diketahui ujung pangkal penyebab awal terjadinya perubahan sosial. Perubahan yang terjadi lebih merupakan peristiwa prosesual dengan memandang sejarah sebagai serentetan lingkaran tidak berujung. Tokoh-tokoh dan pokok-pokok pikiran yang terkait dalam kelompok teori ini di antaranya adalah: Ibn Khaldun Ibnu Khaldun, salah satu teoritisi sosiohistoris mengemukakan bahwa perubahan sebagai suatu siklus, yang analisisnya memfokuskan pada bentuk dan tingkat pengorganisasian kelompok dengan latar belakang sosial budaya yang berbeda. Para penganut teori siklus juga melihat adanya sejumlah tahap yang harus dilalui oleh masyarakat, tetapi mereka berpandangan bahwa proses peralihan masyarakat bukannya berakhir. Pada tahap terakhir yang sempurna melainkan berputar kembali ke tahap awal untuk peralihan selanjutnya. http:ikaribajuwanita, 2012 Oswald Spengler Oswald Spengler berpandangan bahwa setiap peradaban besar mengalami proses kelahiran, pertumbuhan dan keruntuhan. Proses perputaran itu memakan waktu sekitar seribu tahun.Karya Oswald Spengler yang berpengaruh adalah Der Untergang des Abendlandes Decline of the West atau Keruntuhan Dunia BaratEropa. Spengler meramalkan keruntuhan Eropa. Ramalan itu didasarkan atas keyakinan bahwa gerak sejarah ditentukan oleh hukum alam. Dalil Spengler Universitas Sumatera Utara ialah bahwa kehidupan sebuah kebudayaan dalam segalanya sama dengan kehidupan tumbuhan, hewan, manusia dan alam semesta. Persamaan itu berdasarkan kehidupan yang dikuasai oleh hukum siklus sebagai wujud dari fatum. Fatum adalah hukum alam yang menjadi dasar segala hukum cosmos, setiap kejadian, setiap peristiwa akan terjadi lagi, terulang lagi. http:nasherooy.blogspot.com2010 Pitirim Sorokin Sorokin memusatkan perhatiannya pada tingkat budaya, dengan menekankan pada arti, nilai, norma dan symbol sebagai kunci untuk memahami kenyataan social-budaya. Sorokin juga menekankan adanya saling ketergantungan antara pola-pola budaya. Ia percaya bahwa masyarakat adalah suatu sistem interaksi dan kepribadian individual. Tingkat tertinggi integrasi sistem-sistem sosial yang paling mungkin didasari pada seperangkat arti, nilai, norma hukum yang secara logis dan konsisten mengatur interaksi antara kepribadian-kepribadian yang ada didalam masyarakat. Tingkat yang paling rendah dimana kenyataan sosial-budaya dapat dianalisa pada tingkat interaksi antara 2 orang atau lebih. Pitirim Sorokin menyatakan terdapat tiga siklus sistem kebudayaan yang berputar tanpa akhir, yaitu kebudayaan ideasional yang didasari oleh nilai-nilai dan kepercayaan terhadap unsur supernatural, kebudayaan idealistis dimana kepercayaan terhadap unsur supernatural dan rasionalitas yang berdasarkan fakta bergabung dalam menciptakan masyarakat ideal dan terakhir kebudayaan sensasi yang merupakan tolak ukur dari kenyataan dan tujuan hidup. http:staff.blog.ui.ac.idarif512010 Universitas Sumatera Utara Arnold Toynbee Pokok pikiran yang dinyatakannya bahwa peradaban besar berada dalam siklus kelahiran, pertumbuhan, keruntuhan dan kematian. Arnold Toynbee tidak puas dengan teori Spengler. Alasannya karena Spengler hanya mempelajari di peradaban yang sangat tidak memadahi dan pesimitis. Sehingga dalam karyanya A Study of History Toynbe menyatakan pemikiran visionernya untuk menjawab persoalan timbul-tenggelamnya peradaban dengan teorinya Challenge and Response tantangan dan jawaban. Ia memberi contoh tentang kelahiran peradaban Mesir yang menurut pendapatnya merupakan sebuah respon terhadap tantangan kegersangan lingkungan alam sekitarnya yang mengancamnya, yaitu Padang Pasir Sahara. Dihadapkan pada tantangan ini, Mesir Kuno mengeringkan rawa-rawa di wilayah Sungai Nil bagian selatan dan diterusan dengan segala respons positif sehingga melahirkan peradaban besar dalam sejarah. Djoko Suryo. 2009 Toynbe lebih menekankan peran manusia yang memiliki kekuatan untuk mengubah perjalanan masa depan dan tetap menjaga peradapan dari kehancuran. Ini tentu berbeda dengan Spengler yang beranggapan bahwa kehidupan kebudayaan manusia sama dengan kehidupan mahluk lainnya. Menurut Toynbe, unit yang tepat dalam studi sejarah bukanlah negara-negara bangsa nation-states atau periode, tetapi masyarakat secara keseluruhan. Dia meneliti sedikitnya 21 kebudayaan di dunia. Hasil dari temuannya itu menunjukkan bahwa timbul dan tenggelamnya kebudayaan disebabkan adanya Challenge and Response. http:bilatone.blogspot.com2010 Universitas Sumatera Utara

2.5.3. Teori Struktural Fungsional

Teori struktural fungsional Talcot Person dimulai dengan empat fungsi penting untuk semua sistim ”tindakan” yang disebut dengan AGIL. Melalui Agil ini kemudian dikembangkan pemikiran mengenai struktur dan sistim. Menurut Person fungsi adalah kumpulan kegiatan yang ditujukan ke arah pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistim. Dengan difinisi ini Person yakin bahwa ada empat fungsi penting yang diperlukan semua sistim yang dinamakan AGIL yang antara lain adalah : 1. Adaptation adaptasi; Sebuah sistim harus menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistim harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhannya. 2. Goal attainment pencapaian tujuan; Sebuah sistim harus mendifiniisikan diri untuk mencapai tujuan utamanya. 3. Integration integrasi; Sebuah sistim harus mengatur antar hubungan bagian- bagian yang menjadi komponennya. Sistim juga harus mengelola antar hubungan ketiga fungsi penting lainnya A, G, L. 4. Latency pemeliharaan pola; Sebuah sistim harus memperlengkapi, memelihara, dan memperbaiki, baik motivasi individu maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi. Martono, 2011 Inti pemikiran Parson ditemukan dalam empat sistim tindakan yang diciptakannya. Tingkatan yang paling rendah dalam sistim tindakan ini adalah lingkunagn fisik dan organisma, meliputi aspek-aspek tubuh manusia, anatomi, dan fisiologisnya. Sedang tingkat yang paling tinggi dalam sistim tindakan adalah realitas terakhir yang mungkin dapat berupa kebimbangan, ketidak pastian, Universitas Sumatera Utara kegelisahan, dan tragedi kehidupan sosial yang menantang organisasi sosial. Di antara dua lingkungan tindakan itulah terdapat empat sistim yang diciptakan oleh Parson meliputi organisme perilaku, sistim kepribadian, sistim sosial, dan sistim kultutral. Semua pemikiran Parson tentang sistim tindakan ini didasarkan pada asumsi-asumsi beikut : 1. Sistim memiliki properti keteraturan dan bagian-bagian yang saling bergantung. 2. Sistim cenderung bergerak ke arah mempertahankan keteraturan diri atau keseimbangan. 3. Sistim mungkin statis atau bergerak dalam proses perubahan yang teratur. 4. Sifat dasar bagian dari suatu sistim berpengaruh terhadap bentuk bagian- bagian lain. 5. Sistim memelihara batas-batas dengan lingkunganya. 6. Alokasi dari integrasi merupakan dua proses fundamental yang diperlukan untuk memelihara keseimbangan sistim. 7. Sistim cenderung menuju ke arah pemeliharaan keseimbangan diri yang meliputi pemeliharaan batas dan pemeliharaan hubungan antara bagian- bagian dengan kerseluruhan sistim, menegndalikan lingkungan yang berbeda-beda dan mengendalikan kecenderungan untuk merubah sistim dari dalam. http:sharingtheory.blogspot.com2009 Dalam analisisnya tentang sistim sosial, Meski Parson lebih melihat pada komponen-komponen strukturalnya seperti status-peran, kolektifitas, norma, dan nilai, namun parson juga melihat aspek fungsionalnya. Persyaratan fungsional dari suatu sistim sosial menurut Parson adalah : Universitas Sumatera Utara 1. Sistim sosial harus terstruktur ditata sedemikian rupa hingga dapat beroperasi dalam hubungan yang harmonis dengan sistim yang lain. 2. Untuk menjaga kelangsungan hidupnya, sistim sodial harus mendapatkan dukungan dari sistim yang lain. 3. Sistim sosial harus mampu memenuhi kebutuhan para aktornya dalam proporsi yang signifikan. 4. Sistim harus mampu melahirkan partisipasi yang memadai dari para anggotanya. 5. Sistim sosial harus mampu mengendalikan perilaku yang berpotensi mengganggu. 6. Bila konflik akan menimbulkan kekacauan, maka itu harus segera dikendalikan. 7. Untuk kelangsungan hidupnya, sistim sosial memerlukan bahasa. http:sharingtheory.blogspot.com2009 Dalam sistim sosial ini Parson menekankan pentingnya aktor. Akan tetapi Parson lebih melihatnya sebagai kenyataan fungsional bukan struktural, karena aktor merupakan pengemban dari fungsi peran yang adalah bagian dari sistim. Oleh karenanya harus terdapat integrasi pola nilai dalam sistim antara aktor dengan struktur sosialnya. Dan ini hanya dapat dilakukan dengan melalui proses internalisasi dan sosialisasi. Disini terdapat pengalihan norma dan nilai sistim sosial kepada aktor di dalam sistim sosial. Dalam proses sosialisasi yang berhasil, norma dan nilai itu diinternalisasikan, artinya norma dan nilai itu menjadi bagian Universitas Sumatera Utara dari kesadaran aktor. Akibatnya dalam mengejar kepentingannya, aktor harus mengabdi pada kepentingan sistim sebagai satu kesatuan.

2.5.4. Teori Konflik Karl Marx

Teori konflik merupakan salah satu aliran teori sosiologi. Menurut teori konflik, masyarakat adalah tentang persaingan bukan solidaritas atau konsensus. Masyarakat terbentuk dari individu-individu yang bersaing untuk sumber daya yang terbatas. Beberapa kelompok masyarakat dan organisasi mempunyai sumber daya yang lebih, misalnya kekuasaan dan pengaruh dan menggunakan sumber daya itu untuk mempertahankan penguasaan mereka di masyarakat. Sedangkan sebagian masyarakat yang lain tidak mempunyai sumber daya tersebut. Bentuk nyata aplikasi teori konflik dapat dilihat pada proses politik, di mana kelompok- kelompok yang berkuasa selalu berusaha mempertahankan kekuasaan mereka. Upaya mempertahankan kekuasaan ini adalah upaya untuk mempertahankan sumber daya dan menentukan kebijakan bagi mereka yang tidak punya sumber daya. http:konsepsisosiologi.blogspot.com2012 Marx dianggap sebagai tokoh yang mampu menjelaskan teori konflik ini dalam system sosial masyarakat. Tesis-tesis Marx tentang perjuangan kelas dan pertentangan ideologis tentang kepentingan-kepentingan kelas menunujukkan bahwa sebenarnya masyarakat berada dalam konflik. Teori ini dipaparkan dalam rangka untuk memahami dinamika yang terjadi di dalam masyarakat. Dengan adanya perbedaan kekuasaan dan seumber daya alam yang langka dapat membangkitkan pertikaian konflik di masyarakat. Kelompok-kelompok kepentingan yang berbeda dalam system sosial akan saling Universitas Sumatera Utara mengajar tujuan yang berbbeda dan saling bertanding. Hal ini sesuai dengan pandangan Lock Wood, bahwa kekuatan –kekuatan yang saling berlomba dalam mengejar kepentingannya akan melahirkan mekanisme ketidakteraturan sosial social disorder. Para teoritis konflik memandang suatu masyarakat terikat bersama adalah kekuatan kelompok atau kelas yang dominant. Para fungsionalis menganggap nilai-nilai bersama consensus sebagai suatu ikatan pemersatu, sedangkan bagi teoritis konflik, consensus itu merupakan ciptaan dari kelompok atau kelas dominan untuk memaksakan nilai-nilai. Teori konflik merupakan sebuah pendekatan umum terhadap keseluruhan lahan sosiologi dan merupakan toeri dalam paradigma fakta sosial. Mempunyai bermacam-macam landasan seperti teori Marxian dan Simmel. Kontribusi pokok dari teori Marxian adalah memberi jalan keluar terjadinya konflik pada kelas pekerja. Sedangkan Simmel berpendapat bahwa kekuasaan otoritas atau pengaruh merupakan sifat kepribadian individu yang bisa menyebabkan terjadinya konflik. Apabila diruntut secara histories, elemen-elemen dasarnya berakar pada pemikiran perbedaan pendapat dan saling memperdebatkan pokok-pokok pikiranya, akan tetapi keduanya sama-sama menaruh perhatian terhadap dua hal utama, yakni 1 the way social positions bestow more or less power on their incumbents, 2 the rule of ideas in creating or undermining the legitimaly of social position. 1. Proposisi ini secara langsung mengikuti asumsi marx bahwa, “didalam semua struktur sosial, distribusi kekuasaan yang tak merata pasti akan menimbulkan konflik kepentongan antara mereka yang memiliki Universitas Sumatera Utara kekuasaan dan mereka yang tidak memiliki kekuasaan”.Tuner, 1978. Menurut Marx kesadaran akan konflik kepentingan dapat menyebabkan mereka lemah mulai mempertanyakan keabsahan pola-pola distribusi sumber-sumber yang ada sekarang. 2. Proposisi ini menerangkan dengan jelas tentang adanya kesadaran segmen- segmen yang lebih lemah akan kepentingan-kepentingan kolektif mereka, sehingga semakin besar kemungkinannya mereka mempertanyakan keabsahan distribusi-distribusi yang tidak merata dengan cara terang- terangan terhadap segmen-segmen deminan suatu system. 3. Subordinate semakin sadar dan memulai konflik secara terang-terangan terhadap dominant. Prposisi ini dipecah menjadi tiga anak proposisi sebagai berikut ; 1 subordinate mengorganisir diri dan memulai konflik, 2 subordinate mengorganisir dan mencetuskan konflik, 3 subordinate mengorganisir diri dan memprakarsai konflik. 4. Pada proposisi ini segmen-segmen dominant dan segmen-segmen subordinate semakin terpolarisasi. Semakin keras suatu konflik maka akan semakin besar perubahan structural suatu system dan redistribusi sumber- sumber.http:punggeti-sosial.blogspot.com2008 Beberapa tokoh dalam teori konflik antara lain, Karl Marx, George Simmel, Vifredo Pareto, Ludwig Gumplovicz, Max Gluckman dan John Rex Inggris, Ralf Dahrendorf Jerman, Lewis A. Coser dan Randall Colins Amerika Serikat. . Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu menggambarkan suatu objek yang diteliti melalui pencarian data-data dan sumber-sumber informasi yang berkenaan dengan objek yang akan diteliti, menganalisa data-data yang didapat serta menginterpretasikan kondisi-kondisi yang terjadi pada objek penelitian berdasarkan data yang ada.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Brastagi Kabupaten Karo yang merupakan salah satu daerah pertanian di Kabupaten Karo serta dengan mempertimbangkan kemampuan peneliti untuk mendapatkan data penelitian.

3.3. Informan Penelitian

Informan pada penelitian ini adalah. 1. Petani 2. Pemerintah 3. OrganisasiLSM Petani 4. Tokoh-Tokoh Masyarakat Karo 5. AkademisiPakarAhli 52 Universitas Sumatera Utara

3.4 Teknik Pengumpulan Data

1. Data Primer Study Lapangan Data Primer adalah data yang diperoleh melalui pengamatan langsung terhadap gejala-gejala yang dapat diamati dari objek penelitian. Cara-cara yang dilakukan yaitu : a. Observasi b. Wawancara 2. Data Sekunder Study Kepustakaan Data Sekunder adalah data yang diperoleh dengan studi kepustakaan Library Research yaitu, dengan mempelajari dan menelaah buku-buku, majalah, surat kabar, karya ilmiah, artikel, buletin dll yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini.

3.5 Teknik Analisa Data