dapat digunakan untuk melakukan perkiraan atau peramalan jika model yang diperoleh memadai.
Wang dan Lim 2005 dalam penelitiannya menyatakan bahwa metode terbaik untuk meramalkan jumlah kunjungan wisatawan Australia ke Jepang adalah Seasonal
ARIMA. Demikian juga menurut Lim dan McAleer 2001 yang menyatakan bahwa model ARIMA Box- Jenkins masih tetap dapat digunakan untuk meramalkan
kunjungan wisatawan ke Australia. Untuk itu, dalam penelitian ini penulis mencoba menggunakan metode ARIMA untuk perkiraan jumlah wisatawan asing yang
berkunjung ke pulau Samosir. Memperkirakan jumlah wisatawan asing yang berkunjung ke Pulau Samosir
Sumatera Utara merupakan peranan penting, karena merupakan komponen utama yang perlu diperhatikan di dalam perencanaan untuk perkembangan jumlah wisatawan
tersebut. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Aplikasi Metode ARIMA untuk Perkiraan Jumlah
Wisatawan Asing di Pulau Samosir Sumatera Utara Tahun 2011-2013 Berdasarkan data Tahun 2005-2009 menggunakan metode ARIMA”.
1.2 Perumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana perkiraan jumlah wisatawan asing yang berkunjung ke Pulau Samosir Sumatera Utara menggunakan
metode ARIMA untuk tahun 2011-2013 berdasarkan data tahun 2005-2009?
1.3 Pembatasan Masalah
Universitas Sumatera Utara
Penelitian ini dibatasi dalam beberapa hal, yaitu : 1.
Data yang digunakan adalah data jumlah wisatawan asing di Kabupaten Samosir Sumatera Utara berdasarkan data tahun 2005-2009.
2. Hanya memperkirakan jumlah wisatawan asing yang berkunjung ke Pulau
Samosir untuk tahun 2011-2013.
1.4 Tinjauan Pustaka
Time series deret waktu adalah serangkaian pengamatan terhadap suatu variabel yang diambil dari waktu dan dicatat secara berurutan menurut urutan waktu
kejadiannya dengan interval waktu yang tetap Wei, 1990. Dalam metode time series ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu kestasioneran data, fungsi autokorelasi
ACF dan fungsi autokorelasi parsial PACF. Kestasioneran data pada time series merupakan suatu keadaan jika proses
pembangkitan yang mendasari suatu deret berkala didasarkan pada nilai tengah konstan dan nilai varians konstan. Dalam suatu data kemungkinan data tersebut tidak
stasioner. Hal ini disebabkan karena mean atau variansnya tidak konstan sehingga perlu untuk menghilangkan ketidakstasioneran terhadap mean atau variansnya. Jika
data tidak stasioner dalam mean dapat dibuat lebih mendekati stasioner dengan cara melakukan penggunaan metode pembedaan. Dan jika data tidak stasioner dalam
varians, maka dapat distabilkan dengan menggunakan transformasi. Makridakis et al, 1999.
Fungsi Autokorelasi ACF merupakan suatu proses korelasi pada data time series antara X
t
dengan X
t+k
. Plot ACF dapat digunakan untuk identifikasi model pada data time series dan melihat kestasioneran data, terutama pada kestasioneran dalam
mean. Fungsi autokorelasi antara X
t
dan X
t+k
adalah sebagai berikut. var
var ,
γ γ
ρ
k k
t t
k t
t k
X X
X X
kov =
=
+ +
1.1
Universitas Sumatera Utara
Autokorelasi parsial digunakan untuk mengukur tingkat keeratan antara X
t
dan X
t-k
, apabila ada pengaruh dari time lag 1, 2, 3,..., dan seterusnya sampai k-1 dianggap terpisah. Fungsi autokorelasi parsial dapat dituliskan dengan:
Durbin Wei, 1990 memperkenalkan prosedur tentang fungsi autokorelasi parsial dalam persamaan:
1.2
dengan, untuk j=1,2,…k-1 Proses pada time series secara umum memiliki beberapa model, diantaranya model
autoregressive AR, moving avarage MA, autoregressive moving avarage ARMA, dan autoregressive integrated moving avarage ARIMA. Makridakis et al,
1999. 1.
Model Autoregressive AR Model AR pada orde p menyatakan bahwa suaatu model dimana pengamatan pada
waktu ke-t berhubungan linier dengan pengamatan waktu sebelumnya t-
1,
t-
2
, t-
p
. Secara umum model autoregressive AR mempunyai bentuk sebagai berikut
Makridakis et al, 1999:
t p
t p
t t
t
e X
X X
X +
+ +
+ +
=
− −
−
φ φ
φ μ
...
2 2
1 1
1.3 dengan,
t
X = deret waktu stasioner
μ = Konstanta
p t
t
X X
− −
,...,
1
= Nilai masa lalu yang berhubungan
p
φ φ ,...,
1
= Koefisien atau parameter dari model autoregressive
t
e = residual pada waktu t
Orde dari model AR yang diberi notasi p ditentukan oleh jumlah periode variabel dependen yang masuk dalam model.
{ }
..., ,
, ;
3 2
1 k
kk
= Φ
∑ ∑
− =
− −
= −
−
− −
=
1 1
, 1
1 1
, 1
1
k j
j j
k k
j j
k j
k k
kk
ρ Φ
ρ Φ
ρ φ
,
, 1
, 1
j k
k kk
j k
kj −
− −
− =
φ φ
φ φ
Universitas Sumatera Utara
2. Model Moving Average MA
Bentuk fungsi persamaan untuk model moving everage MA pada orde q adalah sebagai berikut Makridakis et al, 1999:
q t
q t
t t
t
e e
e e
X
− −
−
− −
− −
+ =
θ θ
θ μ
...
2 2
1 1
1.4 dengan,
t
X = deret waktu stasioner
μ = konstanta
q
θ θ ,...,
1
= koefisien model moving average yang menunjukkan bobot.
q t
e
−
= nilai kesalahan pada saat t-q
Perbedaan model moving average MA dengan model autoregressive AR
terletak pada jenis variabel independen. Bila variabel independen pada model autoregressive AR adalah nilai sebelumnya lag dari variabel dependen
t
X itu sendiri, maka pada model
moving average MA sebagai variabel independennya adalah nilai residual pada periode sebelumnya. Orde dari nilai MA yang diberi notasi
q ditentukan oleh jumlah periode variabel independen yang masuk dalam model. 3.
Model Campuran a.
Proses ARMA Sering kali karakteristik
X tidak dapat dijelaskan oleh proses AR saja atau MA saja, tetapi harus dijelaskan oleh keduanya sekaligus. Model yang memuat kedua proses ini
biasa disebut model ARMA. Model umum untuk campuran proses AR1 murni dan MA1 murni, ARIMA1,0,1 dinyatakan sebagai berikut Makridakis
et al, 1999:
1 1
1 1
− −
− +
+ =
t t
t t
e e
X X
θ φ
μ
t t
e B
X B
1 1
1 1
θ μ
φ −
+ =
− 1.5
↑ ↑ AR1 MA1
Universitas Sumatera Utara
Di mana X
t
dan e
t
sama seperti sebelumnya, μ adalah konstanta, dan B adalah
backward shift.
b. Proses ARIMA
Data yang dipakai sebagai input model ARIMA adalah data hasil transformasi yang sudah stasioner, bukan data asli. Beberapa kali proses pembedaan dilakukan
dinotasikan dengan d. Misalnya data asli belum stasioner, lalu dilakukan pembedaan
pertama dan menghasilkan data yang stasioner. Dapat dikatakan bahwa series tersebut melalui proses pembedaan satu kali,
d=1. Namun jika ternyata deret waktu tersebut baru stasioner pada pembedaan kedua, maka
d=2, dan seterusnya. Apabila nonstasioneritas ditambahkan pada campuran proses ARMA, maka model umum
ARIMAp,d,q terpenuhi. Persamaan untuk kasus sederhana ARIMA1,1,1 adalah sebagai berikut Makridakis
et al, 1999:
t 1
t 1
e B
1 X
B 1
B 1
θ μ
φ −
+ =
− −
1.6 ↑ ↑ ↑
Pembedaan AR1 MA1 Pertama
Menurut Newbold 1983, karakteristik model ARIMA yang baik adalah relatif sederhana, stasioner, mempunyai parameter yang signifikan dan kemampuan
peramalan yang baik. Adapun tahapan dalam metode ARIMA diantaranya adalah:
1. Identifikasi Model ARIMA dan penaksiran parameter
Identifikasi model ARIMA Box-Jenkins dapat dijadikan sebagai langkah dalam mengidentifikasi adanya ketidaksioneran model. Bila tidak stasioner dalam mean
maka harus dilakukan differencing pembedaan dan jika tidak stasioner dalam varians maka harus ditransformasi. Salah satu transformasi yang digunakan adalah
transformasi Box Cox.
Universitas Sumatera Utara
Penaksiran parameter dapat dilakukan dengan menggunakan metode likelihood dimana mengikuti fungsi kepadatan peluang berdistribusi normal. Dalam
hal ini analisis sebenarnya dengan asumsi bahwa error a
t
berdistibusi normal. Fungsi kepadatan peluang suatu error a
t
adalah:
2 2
2 1
2 2
2 exp
2
a t
a a
t
a a
f σ
πσ σ
− =
−
1.7
Maka fungsi likelihood untuk parameter-parameternya jika diketahui data observasi adalah:
, 2
1 exp
2 ,
,
2 2
2
2
θ φ
σ πσ
σ θ
φ s
X L
n a
a
n
− =
−
1.8 dengan,
∑
= −
− −
−
− −
− −
− −
=
n i
q t
q t
p t
p t
t
X a
X X
X S
1 2
1 1
1 1
... ...
, φ
θ φ
φ θ
φ 1.9
Penaksiran parameter dilakukan dengan tujuan untuk menentukan apakah model sudah layak masuk ke dalam model atau tidak. Secara umum, misal
θ
adalah suatu parameter dan
∧
θ adalah nilai taksiran dari parameter tersebut, serta SE
∧
θ adalah standart error dari nilai taksiran
∧
θ , maka uji kesignifikanan parameter dapat dilakukan sebagai berikut.
Hipotesis: H
:
θ
= 0 parameter tidak signifikan H
1
:
θ
≠ 0 parameter signifikan Statistik uji:
SE t
hitung ∧
∧
θ θ
= Daerah kritis:
Tolak H jika P-value
α
atau
2 1
α −
t t
hitung
; df = n-np dengan,
np = banyaknya parameter. 2.
Pemeriksaan Diagnostik Untuk mendapatkan model yang baik setelah model memiliki parameter yang
signifikan, selanjutnya melakukan pengujian terhadap residualnya yaitu melakukan
Universitas Sumatera Utara
pengujian apakah residual white noise dan residual berdistribusi normal. Residual a
t
yang memenuhi asumsi white noise harus berupa variabel random. Uji yang digunakan untuk asumsi white noise adalah uji Ljung-Box Wei, 1990 sebagai
berikut. Hipotesis:
residual memenuhi asumsi white noise H
1
= minimal adalah satu , untuk i=1, 2,...,k residual tidak white noise Statistik Uji Ljung:
1.10 dengan,
: adalah taksiran autokorelasi residual lag k Daerah kritis: tolak H
jika Q x
2
1- α ;µ = k – p – q, dengan nilai p dan q adalah
orde dari ARMA p, q. 3.
Pemilihan Model Terbaik Pemilihan model terbaik atau seleksi model dilakukan jika terdapat lebih dari satu
model time series yang layak dipakai yaitu dengan menggunakan dua pendekatan, diantaranya pendekatan In Sampel dan pendekatan Out Sampel. Pendekatan In Sampel
dapat dilakukan berdasarkan nilai AIC, SIC, MSE, sedangkan pendekatan Out Sampel menggunakan MAPE.
a. AIC Akaike’s Information Criterian
Pemilihan model terbaik melalui pendekatan In Sampel dapat dilakukan berdasarkan nilai AIC. Nilai AIC semakin kecil maka model yang didapatkan semakin baik dengan
mempertimbangkan banyaknya parameter dalam model. Persamaan AIC sebagai berikut Muis, 2008:
2
n SSE
e AIC
n k
= 1.11
dengan, n
= jumlah Observasi k
= jumlah parameter dalam model SSE
= Sum of square error residu
b. SIC Schwartz’s Information Criterian
α ρ
ρ ρ
= =
= =
=
k 2
1
H ...
i
≠ ρ
∑
= ∧
−
− +
=
k 1
k 2
k 1
k n
2 n
n Q
ρ
k ∧
ρ
Universitas Sumatera Utara
SIC juga merupakan cara pemilihan model terbaik dengan pendekatan In Sampel. Nilai SIC semakin kecil maka model yang didapatkan semakin baik.
Persamaan SIC sebagai berikut Muis, 2008: n
SSE n
SIC
n k
= 1.12
c. MSE Mean Square Error
MSE digunakan untuk mengetahui kesalahan rata-rata kuadrat dari tiap-tiap model yang layak dengan rumus sebagai berikut Wei,1990:
1.13 dengan,
, taksiran sisa pada peramalan M = jumlah residual
Pemilihan model terbaik melalui pendekatan Out Sampel berdasarkan error adalah dengan menggunakan MAPE Mean Absolute Percentage Error. Persamaan
MAPE sebagai berikut Wei, 1990: 1.14
1.5 Tujuan Penelitian