Tinjauan Atas Prosedur Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Pada Kantor Pelayana Pajak Prtama Bandung Cibeunying
1
1.1 Latar Belakang Penelitian
Dalam proses pembangunan yang sedang dijalani bangsa Indonesia saat ini, diperlukan kemampuan serta dukungan dari semua faktor. Salah satu faktor yang terpenting agar pembangunan dapat berjalan dengan lancar adalah tersedianya dana yang diperlukan untuk pembiayaan pembangunan. Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk pembiayaan pembangunan tersebut yaitu dari sektor pajak sebagai penerimaan kas negara. Pajak dipandang sebagai bagian yang penting dalam penerimaan negara. Jika dilihat dari penerimaan negara, kondisi keuangan negara tidak lagi semata-mata berasal dari penerimaan negara berupa minyak dan gas bumi, tetapi lebih berupaya untuk menjadikan pajak sebagai sumber utama penerimaan negara. Peran perpajakan sangat penting sebagai sumber biaya penyelenggaraan pemerintahan, selain itu pajak merupakan penerimaan negara yang digunakan untuk mengarahkan kehidupan masyarakat menuju kesejahteraan untuk mewujudkan cita-cita pembangunan nasional ke arah masyarakat yang adil dan makmur.
Untuk itu, diperlukan peran masyarakat yang diwujudkan dalam kepatuhan dan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak. Mekanisme tadi tidak akan berjalan lancar apabila tidak ada pemerintahan. Pelayanan yang diberikan pemerintah merupakan suatu kepentingan umum untuk kepuasan bersama sehingga pajak yang mengalir dari masyarakat akhirnya kembali lagi ke masyarakat. Undang-undang
(2)
perpajakan yang sekarang berlaku di Indonesia menganut Self Asessment System, yang maksudnya masyarakat diberi kepercayaan penuh melaksanakan kewajiban perpajakan. Pajak penghasilan merupakan bagian pajak negara yang ditetapkan oleh pemerintah. Pajak penghasilan yang diatur di dalam Undang-undang No.7 Tahun 1983 kemudian diubah dengan UU No.17 Tahun 1991 dan diubah lagi dengan UU No.10 Tahun 1994, tarakhir diubah dengan UU No.17 Tahun 2000, termasuk di dalamnya PPh pasal 21.
Pajak penghasilan merupakan bagian dari pemasukan pajak termasuk pajak yang terbesar karena menyangkut penghasilan yang diterima oleh orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan di Indonesia maupun di luar Indonesia. Dari berbagai pajak penghasilan yang ada di Indonesia yang mendorong pertumbuhan ekonomi yaitu pajak penghasilan pasal 21. Pajak penghasilan pasal 21 merupakan bagian dari pajak yang pendapatannya untuk menambah kas negara. PPh pasal 21 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan wajib dalam negeri berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi. Ada pun perhitungan PPh pasal 21 yaitu Penghasilan Kena Pajak dihitung dari penghasilan bruto dikurangi dengan biaya jabatan, iuran pensiun termasuk iuran Tabungan Hari Tua/Tunjangan Hari Tua (THT) (kecuali iuran Tabungan Hari Tua/THT pegawai negeri sipil/anggota ABRI/pejabat negara), dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Yang termasuk di dalam PPh pasal 21 ini adalah ketika pendapatannya sudah melebihi yang telah ditentukan oleh pemerintah. Apabila seorang wajib pajak telah
(3)
memenuhi kriteria tersebut, maka wajib dilakukan pemotongan untuk pajak atas penghasilan yang diterima orang pribadi tersebut. Orang pribadi yang penghasilannya kurang dari yang telah ditentukan oleh pemerintah pun dikenakan pajak tetapi pajaknya ditanggung oleh pemerintah.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, penulis menyadari bahwa perhitungan Pajak Penghasilan dalam bidang Perpajakan merupakan hal yang sangat vital dalam kelangsungan operasional Perpajakan. Oleh karena itu, penulis tertarik mengambil judul Laporan Kerja Praktek berikut “Prosedur Perhitungan
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Pratama Bandung Cibeunying”.
1.2 Tujuan Kerja Praktek
Tujuan yang hendak dicapai oleh penulis dalam kerja praktek ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dokumen – dokumen yang digunakan dalam pelaksanaan perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 pada KPP Pratama Bandung Cibeunying.
2. Untuk mengetahui prosedur yang terkait atas perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 pada KPP Pratama Bandung Cibeunying.
(4)
1.3 Kegunaan Kerja Praktek
Penelitian yang dilakukan oleh penulis diharapkan dapat memberikan manfaat serta menambah wawasan dan pengetahuan antara lain bagi :
1. Penulis
a. Menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa/i berkaitan dengan Prosedur perhitungan Pajak Penghasilan pasal 21.
b. Untuk mengetahui dan membandingkan antara teori yang didapat di bangku kuliah dengan praktek kerja di lapangan berkaitan dengan prosedur perhitungan Pajak Penghasilan pasal 21.
c. Untuk memahami dan mempelajari prosedur perhitungan Pajak
Penghasilan pasal 21.
2. Instansi
Dapat memberikan sumbangan pikiran khusunya dalam perhitungan Pajak Penghasilan pasal 21.
3. Pihak lain
Dapat memberikan manfaat dan wawasan bagi pembaca mengenai prosedur perhitungan Pajak Penghasilan pasal 21 serta dijadikan bahan referensi bagi penelitian selanjutnya.
1.4 Metode Kerja Praktek
Menurut Sugiyono (2003:1) menyatakan bahwa :
“Metode penelitian pada dasarnya merupakan sara ilmiah untuk mendapatkan data
(5)
dengan tujuan dan kegunaan tertentu”.
Cara ilmiah disini berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri- ciri keilmuan dengan rasional, empiris dan sistematik. Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara – cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris berrarti cara – cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh indera manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara – cara yang digunakan. Sedangkan sistematis artinya proses yang digunakan penelitian itu menggunakan langkah – langkah yang bersifat logis.
Metode yang digunakan penulis adalah metode penelitian deskriptif, yaitu suatu cara penelitian dengan menggambarkan dan menguraikan secara jelas mengenai objek yang diteliti.
Menurut Soegiyono (2003:11) menyatakan bahwa :
“Metode penelitian deskriptif adalah penelitian yang silakukan untuk mengetahui nilai variable mandiri, baik satu variable atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variable lain”.
Metode ini pun dapat dilakukan sebagai suatu penulisan yang menggambarkan keadaan yang sebenarnya tentang objek yang diteliti menurut keadaan yang sebenarnya pada saat penelitian berlangsung.
(6)
1.4.1 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan untuk mengumpulkan data dan keterangan – keterangan lainnya dalam penelitian yang dilakukan. Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Studi Lapangan (Field research)
Yaitu penulis mengumpulkan data dengan cara mengadakan penelitian secara langsung ke objek yang dituju yaitu KPP Pratama Bandung Cibeunying.
a. Wawancara (Interview)
Yaitu pengumpulan data – data dengan cara
mewawancarai/mengajukan pertanyaan kepada pembimbing dan staf pegawai bagian keuangan tentang bahan penelitian.
b. Observasi (Observastion)
Yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara peninjauan langsung ke lapangan atau ke perusahaan dan melihat secara langsung pekerjaan yang dilakukan untuk dibuat kesimpulan.
c. Dokumentasi (Documentation)
Yaitu mengumpulkan bahan tertulis berupa data – data yang diperoleh dari bagian – bagian yang terkait.
2. Studi Pustaka (Library Reseach)
Yaitu pengumpulan data – data dari literature, dari sumber – sumber lain yang berhubungan dengan masalah, membaca dan mempelajari buku – buku untuk memperoleh data – data yang berkaitan.
(7)
1.4.2 Analisis Data
Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca, diinterprestasikan untuk menyederhanakan data penelitian yang sangat besar jumlahnya menjadi informasi yang lebih sederhana dan lebih mudah untuk dipahami.
Untuk mencapai suatu kesimpulan atas data yang berhasil dikumpulkan dan lianalisis, maka proses yang akan dilakukan adalah menyusun criteria yang didasarkan pada data yang dikumpulkan baik hasil penelitian kepustakaan maupun dari gambaran umum perusahaan yang dijadikan objek penelitian.
Setelah data yang diperlukan terkumpul dan dirasakan cukup untuk menyusun laporan ini, maka penulis melaksanakan proses pengolah an data secara manual, meliputi :
1. Melakukan tinjauan terhadap dokumen – dokumen yang digunakan dalam pelaksanaan perhitungan Pajak Penghasilan pasal 21.
2. Melakukan tinjauan terhadap jaringan prosedur dalam pelaksanaan perhitungan Pajak Penghasilan pasal 21.
(8)
1.5 Lokasi dan Waktu Kerja Praktek
Peneliti melakukan kerja praktek di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying yang berlokasi di Jalan Purnawarman No 21 Bandung - Jawa Barat.
Adapun waktu kerja praktek ini dimulai pada tanggal 26 Juli 2010 sampai dengan 26 Agustus 2010.
Tabel 1.1
Aktivitas Kerja Praktek
No Aktivitas Hari Waktu
1 Kerja Praktek Senin - Jum’at 07.30 - 17.00
2 Istirahat Senin - Juum’at 12.00 – 13.00
3 Libur Sabtu - Minggu -
Adapun aktivitas Kantor di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying adalah sebagai berikut :
Tabel 1.2 Aktivitas Kantor
No Aktivitas Hari Waktu
1 Kantor Senin s/d Jum’at 07.30 – 17.00
2 Istirahat Senin –Jum’at 12.00 -13.00
(9)
Tabel 1.3
Jadwal Pelaksanaan Kerja Praktek
NO KEGIATAN KP
BULAN & TAHUN JUNI '10 JULI '10 AGT '10 SEPT '10 OKT '10 NOV '10 DES '10 I Persiapan KP
1 Permohonan Ijin
Kp
2 Realisasi Ijin KP
3 Menentukan
Tempat Kp
4 Mendapat surat
penerimaan
5 Mendapat Absen
II
Pelaksanaan
1 Aktivitas KP
2 Bimbingan di
tempat KP
III
Pelaporan KP
1 Konsultasi
2 Mulai Bimbingan
3 Pembuatan
Laporan
4 Ujian KP
(10)
10
GAMBARAN UMUM INSTANSI
1.1 Sejarah singkat KPP Pratama Bandung Cibeunying
Sejarah pajak mula – mula berasal dari negara Perancis pada zaman pemerintahan Napoleon Bonaparte, yang pada jamannya beliau terkenal dengan nama “Cope Napoleon”. Pada masa itu Negara belanda dijajah oleh Negara perancis. System pajak yang diterapkan Perancis kepada Belanda diterpkan pula oleh belanda kepada Indonesia pada saat Belanda menjajah Indonesia, yang pada saat itu dikenal dengan “Oor Logs-Overgangs Blasting” (Pajak Penghasilan). Konsep pajak itu kemudian dibuat pada tahun 1942 di Australia disaat Indonesia masih diduduki tentara Jepang.
Maksud dari peralihan mengenai pajak ini merupakan suatu peraturan yang di buat untuk mempersiapkan bilamana dikemudian hari penjajah Jepang ditarik kembali dari Indonesia.
Pemungutan pajak ini oleh Belanda dilaksanakan oleh suatu badan yaitu “Deinspetie van Vinancian”, yang kemudian diganti dengan nama “Zeinenbu” oleh pemerintah Jepang pada tanggal 15 Maret 1942. Lima bulan kemudian, 15 agustus 1942, nama tersebut diubah menjadi “Kantor Inspeksi Keuangan” dan berkantor di Gedung Concordia (sekarang Gedung Merdeka) Jalan Asia Afrika.
Pada tanggal 21 Agustus 1947 bersamaan dengan Agresi Militer Belanda I, Kantor Inpeksi Keuangan Bandung dipindahkan ke Bandung Selatan di Kabupaten
(11)
Soreang, dikarenakan adanya suatu demarkasi dalam peperangan, pada waktu pihak Belanda menguasai daerah sebelah utara garis batas jalan rel kereta api yang memanjang dari barat ke timur.
Pada waktu itu Belanda menguasai kantor keuangan yang kedua-duanya dipindahkan ke suatu tempat yang sekarang menjadi Rumah Sakit Immanuel, kemudian waktu pasukan Indonesia mundur ke sebelah selatan lagi maka personil administrasi Kantor Inspeksi Keuangan dipindahkan lagi ke Tasikmalaya dengan personil yang masing-masing membentuk kelompok yang berbeda yaitu
1. Kelompok Cooperative, yaitu kelompok yang mau bekerjasama
dengan Belanda dan tidak ikut pindah ke Tasikmalaya tetapi tetap berkedudukan di Bandung.
2. Kelompok Non-Cooperative, yaitu kelompok personil yang ikut ke Tasikmalaya karena tidak mau bekerjasama dengan Belanda.
Pada tanggal 17 Desember 1975 Inspeksi Keuangan Belanda dengan keputusan Menteri Keuangan diganti menjadi Inspeksi Pajak Bandung. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 141 / KMK.01 / 1979 tanggal 6 April 1979 Inspeksi Pajak Bandung mulai 1 Januari 1980 dipecah menjadi 2 yaitu :
1. Inspeksi Pajak Bandung Timur yang beralamatkan di Jalan Asia Afrika nomor 114 Bandung.
2. Inspeksi Pajak Bandung Barat yang beralamatkan di Jalan
(12)
pindah menempati gedung baru yang beralamatkan di Jalan Soekarno-Hatta sampai saat ini.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 94 / KMK.01 / 1994 tanggal 29 Maret 1994 terjadi reorganisasi pada Dirjen Pajak, semula Kantor Pelayanan Pajak yang ada di Kotamadya dan Kabupaten Bandung yang terdiri dari empat Kantor Pelayanan Pajak antara lain tiga Kantor Pelayanan Pajak di Kodya Bandung yaitu :
1. KPP Bandung Barat di Jalan Soekarno-Hatta No.216 Bandung
2. KPP Bandung Timur di Jalan Kiaracondong No.372 Bandung
3. KPP Bandung Tengah di Jalan Purnawarman No.21 Bandung
4. KPP Bandung Cimahi di Cimahi.
Kemudian dipecah lagi menjadi lima KPP yaitu :
1. KPP Pratama Bandung Tegallega di Jalan Soekarno-Hatta No.216
Bandung
2. KPP Pratama Bandung Karees di Jalan Kiaracondong No.372
Bandung
3. KPP Pratama Bandung Cibeunying di Jalan Purnawarman No.21
Bandung
(13)
Bandung
5. KPP Pratama Cimahi di Cimahi
Selanjutnya pada akhir tahun 2007, dilakukan modernisasi dan penggabungan antara Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pemeriksa Pajak, Kantor Penyuluhan Pajak dan Kantor Pajak Bumi dan Bangunan di lingkungan Kanwil Pajak Jawa Barat 1, sehingga terbetuk 15 Kantor Pajak Pratama.
Dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 443/kmk.01/2001, Kantor Pelayanan Pajak Bandung Cibeunying dipecah menjadi 2 (dua) Kantor Pelayanan Pajak yaitu Kantor Pelayanan Pajak Bandung Cibeunying dan Kantor pelayanan Pajak Bandung Cicadas. Adapun wilayah Kantor Pelayanan Pajak Bandung Cibeunying meliputi :
1. Kecamatan Cicadap
2. Kecamatan Coblong
3. Kecamatan Bandung Wetan
4. Kecamatan Sumur Bandung
5. Kecamatan Cibeunying Kaler
(14)
2.1.1 Visi dan Misi Direktorat Jendral Pajak
A. Visi Direktorat Jendral Pajak
Menjadi modal pelayanan masyarakat yang menyelenggarakan system dan manajemen perpajakan kelas dunia, yang dipercaya dan dibanggakan masyarakat.
B. Misi Direktorat Jendral Pajak
1. Misi Fiskal yaitu menghimpun penerimaan dalam negeri dari sektor pajak yang mampu menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah berdasarkan Undang-Undang Perpajakan dengan tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi
2. Misi Ekonomi yaitu mendukung kebijakan pemerintah dalam mengatasi permasalahan ekonomi bangsa dengan kebijakan perpajakan yang minimazing
3. Misi Politik yaitu mendukung proses demokratisasi bangsa
4. Misi Kelembagaan yaitu senantiasa memperbaharui diri
selaras dengan aspirasi masyarakat dan demokrasi perpajakan serta administrasi perpajakan mutakhir
(15)
2.2 Struktur Organisasi KPP Pratama Bandung Cibeunying
Keputusan Mentri keuangan Republik Indonesia Nomor 443/km.1/2001, Struktur organisasi KPP Bandung Cibeunying terdiri :
1. Subbag Umum, terdiri dari :
A. Urusan Tata Usaha dan Kepegawaian
B. Urusan Keuangan
C. Urusan Rumah Tangga
2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI), terdiri dari :
A. Subseksi PDI I
B. Subseksi PDI II
KANTOR PELAYANAN PAJAK SEKSI PENGOLAHAN DATA DAN INFORMASI SEKSI PELAYANAN SEKSI PENAGIHAN SEKSI PEMERIKSAAN SEKSI EKSTENSIFIKA SI PERPAJAKAN KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL SEKSI PENGAWASAN DAN KONSULTASI I SEKSI PENGAWASAN DAN KONSULTASI II SEKSI PENGAWASAN DAN KONSULTASI III SEKSI PENGAWASAN DAN KONSULTASI IV SUBBAGIAN UMUM
(16)
C. Subseksi PDI III
3. Seksi Tata Usaha Perpajakan (TUP), terdiri dari :
A. Subseksi Pelayanan Terpadu
B. Subseksi Surat Pemberitahuan Pajak (SPT)
C. Subseksi Ketetapan dan Arsip Wajib Pajak
4. Seksi Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh OP) :
A. Subseksi PPh OP I
B. Subseksi PPh OP II
5. Seksi Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan ), terdiri dari :
A. Subseksi PPh Badan I
B. Subseksi PPh Badan II
6. Seksi Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan :
A. Subseksi Pot/Put PPh I
B. Subseksi Pot/Put PPh II
7. Seksi Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Tidak Langsung Lainnya (PPN/PYLL), terdiri dari :
A. Subseksi PPN Industri
B. Subseksi PPN Perdagangan
C. Subseksi PPN Jasa dan PTLL
8. Seksi Penagihan, terdiri dari :
A. Subseksi Tata Usaha Piutang Pajak (TUPP)
B. Subseksi Penagihan Aktif
(17)
A. Subseksi Tata Usaha Penerimaan dan Restitusi Pajak dan Rekonsiliasi
B. Subseksi Keberatan Pajak Penghasilan
C. Subseksi Keberetan PPN dan PTLL
10. Kantor Penyuluhan Pajak terdiri dari :
A. Urusan Tata Usaha
B. Kelompok Tenaga Fungsional Pajak
11. Kelompok Tenaga Fungsional Pejabat Sita Pajak Negara
12. Kelompok Tenaga Fungsional Pejabat Sita Pajak Negara.
1.3 Deskripsi Jabatan Per Seksi KPP Pratama Bandung Cibeunying
Kantor Pelayanan Pajak Cibeunying adalah unsur pelaksana Direktorat Jendral Pajak yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pajak. Kantor Pelayanan Pajak Cibeunying mempunyai tugas melaksanakan kegiatan operasional pelayanan perpajakan dibidang Administrasi Perpajakan, Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Tidak Langsung Lainnya di wilayah Cibeunying berdasarkan kebijakasanaan teknis yangditetapkan oleh Direktur Jendral Pajak. Dalam menyelenggarakan tugasnya, Kantor Pelayanan Pajak Bandung Cibeunying mempunyai fungsi :
A. Melakukan pengunpulan dan pengolahan data serta penyajian
informasi perpajakan.
(18)
C. Melakukan penatausahaan dan pengecekan Surat Pemberitahuan Masa, serta memantau dan Menyusun Laporan Pembayaran Masa PPh, PPN, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya (PTLL).
D. Melakukan urusan tata usaha penerimaan, penagihan, penyelesaian, keberatan dan restitusi PPh, PPN, dan PTLL.
E. Melakukan urusan pemeriksaan pajak dan penerapan sanksi
perpajakan.
F. Melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga KPP.
Sesuai dengan Keputusan Mentri Keuangan Republik Indonesia Nomor 443/km.1/2001, tugas masing – masing seksi di KPP bandung Cibeunying sebagai berikut :
1. Subbag Umum, terdiri :
1.1 Kepala Urusan Tata Usaha dan Kepegawaian, mempunyai
tugas melakukan tata usaha, kepegawaian dan laporan.
1.2 Kepala Urusan Keuangan, Mempunyai tugas melaksanakan
urusan keuangan.
1.3 Kepala Urusan Rumah Tangga, mempunyai tugas
melaksanakan urusan rumah tangga dan perlengkapan. 2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI), terdiri dari :
2.1 Subseksi PDI I, mempunyai tugas melakukan urusan
pengolahan data dan penyajian Informasi, dan pembuatan monografi pajak.
(19)
2.2 Subseksi PDI II, mempunyai tugas melakukan pemberian dukungan teknis computer.
2.3 Subseksi PDI III, mempunyai tugas melakukan urusan
penggalian potensi perpajakan dan ekstensifikasi Wajib Pajak. 3. Seksi Tata Usaha Perpajakan (TUP), terdiri dari :
3.1 Subseksi Pelayanan Terpadu, mempunyai tugas melaksanakan urusan penerimaan Surat Pemberitahuan, surat wajib pajak
lainnya, serta melakukan penatausahaan pendaftaran,
pemindahan dan pencabutan identitas Wajib Pajak.
3.2 Subseksi Surat Pemberitahuan Pajak (SPT), mempunyai tugas melaksanakan urusan penelitian SPT Tahunan PPh dan Penyelesaian penundaan penyampaian SPT Tahunan PPh. 3.3 Subseksi Ketetapan dan Arsip Wajib Pajak, mempunyai tugas
melaksanakan urusan tata usaha penerbitan ketetapan pajak dan kearsipan berkas Wajib Pajak.
4. Seksi Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh OP), terdiri dari :
4.1 Subseksi PPh OP I, mempunyai tugas melaksanakan urusan
penatausahaan, pengecekan dan perekaman Surat
Pemberitahuan, fiskal luar negri, serta pemantauan dan penatausahaan pembayaran masa Pajak Penghasilan Orang Pribadi.
(20)
4.2 Subseksi PPh OP II, mempunyai tugas melaksanakan urusan penatausahaan dan pelaksanaan pemeriksaan sederhana Wajib Pajak orang pribadi.
5. Seksi Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan), terdiri dari :
5.1 Subseksi PPh Badan I, mempunyai tugas melaksanakan urusan
penatausahaan, pengecekan dan perekaman Surat
Pemberitahuan, fiskal luar negri, serta pemantuan dan penatausahaan pembayaran masa Pajak Penghasilan Badan.
5.2 Subseksi PPh Badan II, mempunyai tugas melaksanakan
urusan penatausahaan dan pelaksanaan pemeriksaan sederhana Wajib Pajak Badan.
6. Seksi Pemotongan dan Pemungutan pajak Penghasilan (Pot/Put PPh),
terdiri dari :
6.1 Subseksi Pot/Put PPh I, mempunyai tugas melaksanakan
urusan penatausahaan, pengecekan dan perekaman Surat Pemberitahuan, fiskal luar negri, serta pemantauan dan
penatausahaan pembayaran masa Pemotongan dan
Pemungutan Pajak Penghasilan.
6.2 Subseksi Pot/Put PPh II, mempunyai tugas melaksanakan urusan penatausahaan dan pelaksanaan pemeriksaan sederhana wajib pajak Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan. 7. Seksi Pajak Pertambahan NIlai dan Pajak Tidak Langsung Lainnya
(21)
7.1 Subseksi PPn Industri, mempunyai tugas melaksanakan urusan penatausahaan dan perekaman Surat Pemberitahuan Masa PPn, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, pengawasan pembayaran masa, konfirmasi faktur pajak, serta penatausahaan dan pelaksanaan pemeriksaan sederhana di sektor industri.
7.2 Subseksi PPn Perdagangan, mempunyai tugas melaksanakan urusan penatausahaan dan perekaman Surat Pemberitahuan Masa PPN, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, pengawasan
pembayaran masa, konfirmasi faktur pajak, serta
penatausahaan dan pelaksanaan pemeriksaan sederhana di sektor perdagangan.
7.3 Subseksi PPn Jasa dan PTLL, mempunyai tugas melaksanakan
urusan penatausahaan dan perekaman Surat Pemberitahuan Masa PPN, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, pengawasan
pembayaran masa, konfirmasi faktur pajak, serta
penatausahaan dan pelaksanaan pemeriksaan sederhana di sektor jasa dan PTLL.
8. Seksi Penagihan, terdiri dari :
8.1 Subseksi Tata Usaha Piutang Pajak (TUPP), mempunyai tugas
melaksanakan urusan penatausahaan piutang pajak, usul penghapusan piutang pajak, penundaan dan angsuran.
(22)
8.2 Subseksi Penagihan Aktif, mempunyai tugas melaksanakan urusan surat teguran, surat paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, usulan lelang dan dukungan penagihan lainnya. 9. Seksi Penerimaan dan Keberatan, terdiri dari :
9.1 Subseksi Tata Usaha Penerimaan dan Restitusi Pajak dan
Rekonsiliasi, mempunyai tugas melaksanakan urusan
penatausahaan penerimaan pajak, pembukuan restitusi
pembuatan register pemindahanbukuan, pengolahan, dan
penatausahaan bermacam – macam penerimaan pajak,
penyiapan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pajak serta rekonsiliasi penerimaan pajak, pengolahan, dan penyaluran Surat Setoran Pajak serta Surat Perhitungan Pajak.
9.2 Subseksi Keberatan Pajak Penghasilan, mempunyai tugas
melaksanakan urusan penyelesaian keberatan, penyusunan uraian banding, peninjauan kembali, dan sengketa Pajak Penghasilan.
9.3 Subseksi Keberatan PPn dan PTLL, mempunyai tugas
melaksanakan urusan penyelesaian keberatan, penyusunan uraian banding, peninjauan kenbali,dan sengketa PPn dan PTLL.
10. Kantor Penyuluhan Pajak, terdiri dari :
10.1 Urusan Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan urusan tata usaha dan rumah tangga kantor penyuluhan.
(23)
10.2 Kelompok Tenaga Fungsional Penyuluhan Perpajakan mempunyai tugas melaksanakan penyuluhan serta pelayanan konsultasi di bidang perpajakan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
11. Kelompok Tenaga Fungsional Pemeriksa Pajak
Kelompok tenaga fungsional pemeriksa pajak mempunyai tugas melaksanakan pemeriksaan pajak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
12. Kelompok Tenaga Fungsional Pejabat Sita Pajak Negara
Kelompok tenaga fungsional pejabat sita pajak negara mempunyai tugas melaksanakan penagihan pajak negara dan melakukan penyitaan sesuai sengan peraturan perundang – undangan yang berlaku.
1.4 Aspek – Aspek Kegiatan Operasional KPP Pratama Bandung
Cibeunying
Kegiatan operasional di Kantor Pelayanan Pajak Bandung Cibeunying meliputi :
1. Pelayanan terhadap Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban
perpajakan melalui prosedur yang mudah dan sistematis.
2. Melaksanakan kegiatan operasional perpajakan, pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai dan pajak tidak langsung lainnya serta penagihan pajak.
3. Kegiatan pengawasan dan pemeriksaan atas PPh dan PPN serta
(24)
mengumpulkan, mengolah data maupun keterangan lain dalam rangka pengawasan pemenuhan kewajiban perpajakan. Juga melakukan kegiatan penatausahaan surat pemberitahuan dan lampiranya termasuk penelitian kebenaran penulisan dan penghitungan yang bersifat formal, pemantauan dan penyusunan laporan pembayaran masa PPh dan PPN.
4. Mengadakan kegiatan penyuluhan pajak kepada masyarakat dalam
rangka meningkatkan kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan pemenuhan kewajiban perpajakan serta melakukan kegiatan yang bersifat meningkatkan jumlah Wajib Pajak.
Secara berkala, Kepala Kantor Pelayanan Pajak melaporkan hasil kegiatan operasional tersebut kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak setempat.
(25)
25
3.1 Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek
3.1.1 Tinjauan Umum Tentang Pajak
3.1.1.1 Definisi Pajak
Menurut DR. DRS. Mohammad Zain, Pajak adalah pungutan pemerintah daerah atau pusat berdasarkan Undang – Undang yang berlaku dipaksakan penggunaanya untuk membiayai Rumah Tangga, dan apabila tidak ditaati akan dikenakan sanksi administrasi atau pidana.
Menurut Prof. Dr. P. A Adrians, Pajak adalah iuran kepada Negara ( yang dapat dipaksakan ) yang terutang oleh Wajib Pajak yang wajib membayarnya menurut peraturan – peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan berguna untuk membiayai pengeluaran - pengeluaran yang berhubungan dengan tugas Negara untuk menyelenggara pemerintahan.
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang – Undang ( yang dapat dipaksakan ) dengan tiada mendapat jasa timnale ( kontraprestasi ) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
(26)
3.1.1.2 Unsur – unsur Pajak
Dari definisi Prof. Dr. Rochmat Soemitro.SH dapat diketahui bahwa pajak memiliki unsur –unsur :
1. Iuran dari rakyat kepada Negara
Yang berhak memungut pajak adalah Negara. Iuran tersebut berupa uang ( bukan barang ).
2. Berdasarkan Undang – undang
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan Undang – undang serta aturan pelaksanaanya.
3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh Pemerintah.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaran
– pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
3.1.1.3 Fungsi Pajak
Setelah mengetahui definisi dan unsur – unsur pajak, kita dapat menelaah lebih jauh mengenai pajak, yaitu mengenai fungsi pajak yang secara umum siklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu :
1. Fungsi Budgeter
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran – pengeluarannya.
(27)
2. Fungsi Mengatur
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
3.1.1.4 Teori Pemungutan Pajak
Ada beberapa teori yang mendukung pemungutan pajak oleh negara antara lain:
1. Teori Asumsi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.
2. Teori kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseoarang terhadap negara semakin tinggi pajak yang harus dibayar.
3. Teori Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang.
(28)
4. Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya.
5. Teori Daya Beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak artinya menarik daya beli rumah tangga negara.
3.3.1.5 Asas Pemungutan pajak
Ada empat asas yang digunakan pemerintah untuk memungut pajak yaitu:
a. Equality
Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yang dikenakan kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak atau ability to pay dan sesuai manfaat yang diterima.
b. Certainty
Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh karena itu, Wajib pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti pajak yang terutang, kapan harus di bayar, serta batas waktu pembayaran.
c. Covenience
Kapan wajib pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat-saat yang tidak menyulitkan wajib pajak.
(29)
d. Economy
Secara ekonomi biaya pemungutan dan pemenuhan kewajiban pajak bagi wajib pajak diharapkan seminim mungkin, demikian pula beban yang dipikul wajib pajak.
3.1.1.6 Pengelompokan Pajak
Sedangkan pengelompokan pajak itu sendiri dibedakan menjadi tiga kategori yaitu :
1. Menurut Golongannya :
1. Pajak Langsung
Yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Penghasilan.
2. Pajak Tidak Langsung
Yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
(30)
2. Menurut Sifatnya :
1. Pajak Subjektif
Yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subyeknya dalam arti memperhatikan keadaan dari wajib pajak. diantaranya Pajak Penghasilan (PPh).
2. Pajak objektif
Yaitu pajak yang berpangkal pada obyeknya tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Diantaranya Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Mewah (PPN dan PPNBM).
3. Menurut Lembaga Pemungutanya :
1. Pajak Pusat
Adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.
2. Pajak Daerah Adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Pajak Daerah terbagi menjadi dua macam, yaitu :
a. Pajak Propinsi, contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
b. Pajak Kabupaten / Kota, contoh : Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan.
(31)
3.1.2 Tinjauan Umum Pajak Penghasilan Pasal 21
3.1.2.1 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21
Pajak penghasilan pasal 21 merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, honorarium, upah, tunjangan, pensiunan, kegiatan dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan jasa atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negri. Pajak Penghasilan Pasal 21 ini terutang pada akhir bulan dilakukanya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan, dan dipungut melalui sistem pemotongan ( Withoulding System ) pada saat penghasilan itu di bayarkan. Pajak Penghasilan Pasal 21 dipotong dan disetorkan secara benar oleh pemberi kerja atau penghasilan yang diterima atau yang diperoleh sehubungan dengan pekerjaan dari satu pemberi kerja ( Tjahjono & Husein, 2000 ).
3.1.2.2Dasar Hukum Pajak Penghasilan Pasal 21
Adapun dasar hukum yang digunakan adalah:
1. Undang-undang No.7 tahun 1983 diubah Undang-undang No.7 tahun 1991 diubah Undang-undang No.10 tahun 1994 dan telah diubah dengan Undang-undang No. 17 Tahun 2000. tentang Pajak Penghasilan.
2. Petunjuk Pelaksanaan :
1. Keputusan Direktur Jenderal Pajak No.KEP-545/PJ/2000
(32)
Pelaporan PPh Pasal 21 sehubungan dengan pekerjaan jasa dan kegiatan orang pribadi.
2. Keputusan Direktur Jendral Pajak No. KEP-556/PJ/2000
Tentang Norma Perhitungan Penghasilan Netto dengan menggunakan Norma Perhitungan.
3.1.2.3 Objek Pajak Pajak Penghasilan Pasal 21
Menurut Keputusan Dirjen Pajak No. 30 / PJ / 1995 yang telah diubah terkhir dengan Keputusan Dirjen Pajak No. 281 / PJ/ 1998 tanggal 28 Desember 1998, yang dimaksud Objek PPh 21 adalah Penghasilan Yang dipotong oleh pemotong pajak untuk dikenakan PPh Pasal 21. Yang termasuk Objek PPh Pasal 21 ini adalah :
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur oleh Wajib Pajak berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium, termasuk honorarium anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas dari perusahaan, premi bulanan, uang lembur, komisi, gaji istimewa, uang sokongan, uang ganti rugi, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transport, tunjangan berupa pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, bea siswa, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun.
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya
(33)
termasuk tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap.
3. Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan.
4. Uang tebusan pensiun, uang Tabungan Hari Tua, Tunjangan Hari Tua
( THT ), uang pesangon dan pembayaran lain yang sejenis.
5. Honorarium, uang saku, hadiah, atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, bea siswa dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam negri yang terdiri dari :
a. Tenaga ahli yang terdiri dari pengacara, akuntan, arditek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris.
b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, sutradara, crew film, foto model, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya.
c. Olahragawan.
d. Penasehat, pengajar, pelatih, penceramah, dan moderator e. Pengarang, peneliti, dan penterjemah.
f. Pemberi jasa dalam bidang teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, dan pemasaran.
(34)
h. Pengawas, pengelola proyek, anggotan dan pemberi jasa kepada suatu kepanitian, peserta sidang atau rapat, dan tenaga lepas lainnya dalam segala bidang kegiatan.
i. Pembawa pesanan atau yang mengemukakan langganan.
j. Peserta perlombaan.
k. Petugas penjaja barang dagangan.
l. Petugas dinas asuransi.
m. Peserta dinas asuransi
n. Peserta pelatihan, pemagangan, dan pendidikan.
6. Gaji, gaji penghormatan, tunjangan – tunjangan lain yang terkait gaji yang diterima oleh pejabat negara, PNS serta uang pensiunan, dan tunjangan – tunjangan lainnya yang sifatnya terkait dengan uang pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk janda atau duda dan atau anak – anaknya.
7. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak.
Objek pajak penghasilan yang dikecualikan menurut Undang – Undang pajak adalah :
1. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, asuransi beasiswa.
2. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya yang
(35)
3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendirianyatelah disahkan oleh Mentri Keuangan dan serta iuran tabungan hari tua atau tunjangan hari tua kepada badan penyelenggara jansostek yang dibayar oleh pemberi kerja.
4. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmaran lainnya yang
diberikan oleh pemerintah.
5. Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung oleh pemberi kerja.
Dari beberapa objek penghasilan di atas, ada beberapa objek pajak yang pengenaan pajaknya bersifat final. Pengenaan pajak bersifat final yang tercantum pada surat pemberitahuan pada akhir tahun pajak. Penghasilan yang dipotong pajak penghasilan pasal 21 bersifat final meliputi :
1. Uang tebusan pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan serta iuran tabungan hari tua kepada badan penyelenggara Jamsostek.
2. Uang pesangon.
3. Hadiah atau penghargaan perlombaan.
4. Hononarium atau komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dan
petugas dinas luar asuransi.
3.1.2.4 Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21
Pajak Penghasilan dikenakan atas Subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau yang diperoleh dalam tahun pajak. Yang menjadi Subjek Pajak yaitu :
(36)
1. a. Orang pribadi.
b. Warisan yang belum terbagi.
2. Badan terdiri dari, PT, CV, perseroan lainnya, BUMN/BUMD dengan
nama dan bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, dll.
3. Badan Usaha Tetap (BUT) Subjek Pajak dibedakan menjadi
1. Subjek Pajak Dalam Negeri Adapun yang dimaksud dengan subyek pajak dalam negeri adalah subjek pajak yang secara fisik memang berada atau bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia. Secara praktis ini dapat dilihat dalam ketentuan berikut:
a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan. Atau juga orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Jangka waktu 12 bulan bukanlah harus dimulai dari bulan januari atau awal tahun pajak, namun bisa jadi setelahnya. Didamping itu juga tidak harus secara berturut-turut 183 hari tinggal di Indonesia, namun bisa jadi secara kontinu sepanjang jumlahnya memenuhi 183 hari selama 12 bulan.
(37)
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
2. Subjek Pajak Luar Negeri
a. Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, ataupun berada di Indonesia namun tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.
b. Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, ataupun berada di Indonesia namun tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap di Indonesia.
Undang Undang No. 17 tahun 2000 menjelaskan tentang apa yang tidak termasuk obyek pajak penghasilan pasal 21 sebagai berikut:
(38)
1. Badan perwakilan negara asing.
2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat - pejabat lain dari negara asing dan orang - orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
3. Organisasi internasional yang ditetapkan oleh keputusan menteri keuangan dengan syarat Indonesia ikut dalam organisasi tersebut dan organisasi tersebut tidak melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Contoh: WTO, FAO, UNICEF. 4. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh keputusan
menteri keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak memperoleh penghasilan dari Indonesia.
3.2 Teknis Pelaksanaan Kerja Praktek
Adapun teknis pelaksanaan Kerja Praktek di KPP Pratama Bandung Cibeunying adalah sebagai berikut :
1. Merekam data Wajib Pajak pada jenis Pajak Penghasilan (PPH),
badan dan perseorangan dengan menggunakan sistem komputerisasi SIP (Sistem Informasi Perpajakan).
2. Menyortir data Wajib Pajak menggunakan Ms. Office ( Ms. Excel )
(39)
3.3 Pembahasan Hasil Kerja Praktek
3.3.1 Dokumen – dokumen yang Digunakan Dalam Pelaksanaan Perhitungan
Pajak Penghasilan Pasal 21 Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying.
Dalam Prosedur perhitungan pajak penghasilan pasal 21 pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying adalah sebagai berikut :
1. Surat Pemberitahuan ( SPT )
Surat Pemberitahuan adalah dokumen yang menjadi alat kerja sama antara wajib pajak dan administrasi pajak, yang memuat data – data yang diperlukan untuk menetapkan untuk secara tepat jumlah pajak yang terutang.
Pengertian SPT dalam pasal 1 butir 11 UU KUP dijelaskan bahwa Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitung dan pembayaran pajak, objek dan / atau bukan objek pajak, dan atau harta kewajiban sesuai dengan harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan.
Surat Pemberitahuan mempunyai 2 macam yaitu :
a. SPT Masa
Yaitu surat yang oleh wajib pajak gigunakan untuk melaporkan penghitungan atau pembayaran pajak terutang dalam masa pajak.
(40)
b. SPT Tahunan
Yaitu surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran terutang dalam satu tahun pajak.
SPT memiliki fungsi – fungsi yang sebagai berikut :
a. Wajib Pajak PPh
Sebagai sarana WP untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang
sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :
1. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah
dilaksanakan sendiri atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
2. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau
bukan objek pajak; - harta dan kewajiban.
3. Pemotongan/ pemungutan pajak orang atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak.
b. Pengusaha Kena Pajak
Sebagai sarana untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :
(41)
2. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh PKP dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
c. Pemotong/ Pemungut Pajak
Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkan.
2. Surat Setoran Pajak ( SSP )
Surat Setoran Pajak (SSP) adalah surat yang digunakan Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Penerima Pembayaran.
Surat Setoran Pajak ( SSP ) memiliki dua jenis yaitu Surat Setoran Pajak Standar dan Surat Setoran Pajak Khusus.
a. Surat Setoran Pajak Standar
Surat Setoran Pajak ( SSP ) Standar adalah surat yang digunakan Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara dan digunakan sebagai bukti pembayaran dengan bentuk, ukuran dan isi yang disesuaikan dengan ketentuan Direktur Jenderal Pajak.
SSP Standar dibuat dalam rangkap 5 (lima), terdiri dari : 1. Lembar ke – 1 = Untuk arsip wajib pajak.
(42)
2. Lembar ke – 2 = Untuk KPP melalui Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN).
3. Lembar ke – 3 = Untuk Untuk dilaporkan wajib pajak ke KPP.
4. Lembar ke – 4 = Untuk arsip Kantor Penerima.
Pembayaran.
5. Lembar ke – 5 = Untuk arsip Pemungut/Pihak lain.
b. Surat Setoran Pajak Khusus
Surat Setoran Pajak ( SSP ) khusus yaitu bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kantor Penerima Pembayaran yang dicetak oleh Kantor Penerima Pembayaran dengan menggunakan mesin transaksi dan atau alat lainnya yang isinya sesuai dengan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak dan mempunyai fungsi sama dengan SSP standar.
(43)
3.3.4 Prosedur Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21
3.3.4.1 Prosedur yang Terkait Perhitungan
1. Pegawai Tetap
a. Pengertian Pegawai Tetap
Pegawai tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu sepanjang pegawai yang bersangkutan bekerja penuh (full time) dalam pekerjaan tersebut.
b. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21
Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur.
c. Penghasilan yang tidak dipotong PPh Pasal 21
Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah:
1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari
(44)
kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa.
2. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah
3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja.
4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amal zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.
5. Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 (3)
(45)
d. Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21
Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 Pegawai Tetap adalah Penghasilan Kena Pajak.
e. Menghitung Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan Kena Pajak bagi pegawai tetap adalah sebesar penghasilan neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Besarnya penghasilan neto bagi pegawai tetap yang dipotong PPh Pasal 21 adalah jumlah seluruh penghasilan bruto dikurangi dengan:
1. Biaya jabatan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan.
2. Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan
penyelenggara tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
(46)
f. Biaya Jabatan
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-250/PMK. 03/2008, besarnya biaya jabatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi pegawai tetap ditetapkan sebesar 5% dari Penghasilan Bruto, setinggi-tingginya Rp 6.000.000,00 setahun atau Rp 500.000,00 sebulan.
g. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak adalah bagi:
1. Wajib Pajak :Rp 15.840.000,-
2. Tambahan status kawin :Rp 1.320.000,-
3. Istri Bekerja :Rp 15.840.000,-
4. Tambahan tanggungan : Rp 1.320.000,- (Maksimal 3).
h. Tarif Pemotongan PPh Pasal 21
Bagi Pegawai Tetap tarif PPh Pasal 21 adalah berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak, yaitu:
(47)
2. Penghasilan s.d Rp 50.000.000 s.d. Rp 250.000.000, tarif 15%.
3. Penghasilan Rp 250.000.000 s.d. Rp 500.000.000, tarif
25%.
4. Penghasilan di atas Rp 500.000.000, tarif 30%.
2. Pegawai Tidak Tetap
a. Pengertian Pegawai Tidak Tetap
Pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja.
b. Jenis Penghasilan Pegawai Tidak Tetap
Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan :
1. Upah harian adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan secara harian.
(48)
2. Upah mingguan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan secara mingguan.
3. Upah satuan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan berdasarkan jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan.
4. Upah borongan adalah upah atau imbalan yang diterima
atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan berdasarkan penyelesaian suatu jenis pekerjaan tertentu.
c. Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21
Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 pegawai tidak tetap adalah:
1. Penghasilan Kena Pajak yang penghasilannya di bayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima selama 1 (satu) bulan kalender telah melebihi jumlah PTKP sebulan untuk wajib pajak sendiri.
2. Jumlah penghasilan yang melebihi bagian penghasilan yang tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan ( Rp 150.000,00
(49)
sehari), sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi jumlah PTKP sebulan untuk diri Wajib Pajak sendiri.
d. Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan Kena Pajak bagi pegawai tidak tetap adalah sebesar penghasilan bruto dikurangi PTKP.
e. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
PTKP sebulan adalah PTKP dibagi 12 (dua belas). Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak adalah bagi:
1. Wajib Pajak : Rp 15.840.000,- setahun.
2. Tambahan status kawin : Rp 1.320.000,-
3. Istri Bekerja : Rp 15.840.000,-
4. Tambahan tanggungan : Rp 1.320.000,- (Maksimal
3).
f. Bagian Penghasilan yang Tidak dikenakan Pemotongan PPh Pasal 21 Bagian Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan Pegawai Harian Dan Mingguan Serta Pegawai Tidak Tetap
Lainnya yang Tidak dikenakan Pemotongan Pajak
(50)
1. Batas penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh sampai dengan jumlah Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah) sehari.
2. Ketentuan di atas tidak berlaku dalam hal penghasilan bruto jumlahnya melebihi Rp 1.320.000 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) sebulan dalam hal penghasilan dimaksud dibayar secara bulanan.
3. Ketentuan di atas tidak berlaku atas penghasilan berupa honorarium atau komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dan petugas dinas luar asuransi.
3. Bukan Pegawai
Bukan pegawai merupakan penerima penghasilan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi :
1. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris.
2. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya.
(51)
4. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator.
5. Pengarang, peneliti, dan penerjemah.
6. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan.
7. Agen iklan.
8. Pengawas atau pengelola proyek.
9. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang
menjadi perantara.
10. Petugas penjaja barang dagangan.
11. Petugas dinas luar asuransi.
12. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya.
(52)
3.3.4.2Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21
Format penghitungan PPh Pasal 21 dengan :
a. Gaji sebulan dan tunjangan lainnya xxx
b. Pengurangan : 1. Biaya Jabatan: xx
2. Iuran pensiun: xx +
xx -
c. Penghasilan neto sebulan ( a – b ) xx
d. Penghasilan neto setahun ( 12 x c ) xx
e. PTKP setahun xx -
f. Penghasilan Kena Pajak setahun ( d – e ) xx g. PPh Pasal 21 terutang ( tarif x f ) xx
h. PPh Pasal 21 sebulan ( g : 12) xx
Contoh Kasus
1. Menghitung PPh pasal 21 atas Pegawai Tetap
Tommy bekerja pada perusahaan PT Multi Dinamika dengan memperoleh Gaji sebulan Rp. 3.000.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 75.000,00. Tommy menikah tetapi belum mempunyai anak. Penghitungan PPh Pasal 21-nya adalah sebagai berikut :
(53)
Gaji sebulan Rp 3.000.000,00
Pengurangan :
1. Biaya Jabatan :
5% x Rp 3.000.000,00 Rp 150.000,00
2. Iuran Pensiun Rp 75.000,00
Rp 225.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 2.275.000,00
Penghasilan neto setahun adalah
12 x Rp. 2.275.000,00 Rp 33.300.000,00
PTKP setahun
- untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00
- tambahan WP kawin Rp 1.320.000,00
Rp 17.160.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 16.140.000,00
PPh Pasal 21 terutang
(54)
PPh Pasal 21 sebulan
Rp 807.000,00: 12 = Rp. 67.250,00
2. Menghitung PPh pasal 21 atas Pegawai Tidak Tetap
Hidayat bekerja pada perusahaan elektronik dengan dasar upah harian yang dibayarkan bulanan. Dalam bulan Januari 2009 Hidayat hanya bekerja 20 hari kerja dan upah sehari adalah Rp 100.000,00. Hidayat menikah tetapi belum memiliki anak.
Penghitungan PPh Pasal 21
Upah Januari 2009= 20 x Rp 100.000,00 = Rp 2.000.000
Penghasilan neto setahun = 12 x Rp 2.000.000,00 = Rp 24.000.000
PTKP (K/-) adalah sebesar
Untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00
tambahan karena menikah Rp 1.320.000,00
Rp 17.160.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 6.840.000
(55)
5% x Rp 6.840.000,00 = Rp 342.000
PPh Pasal 21 sebulan adalah sebesar :
Rp 342.000,00 : 12 Rp 28.500
3. Menghitung PPh atas Bukan Pegawai
Sari adalah seorang ibu rumah tangga yang mempunyai 2 orang anak. Sebagai distributor Perusahaan Multilevel Marketing Rich Fast,. pada bulan April 2009 memperoleh penghasilan sebesar Rp 40.000.000,00. suami Sari bekerja pada PT. Makmur selalu.
Penghitungan PPh Pasal 21 bulan April 2009 sebagai berikut :
Penghasilan bruto April 2009 Rp 40,000,000
PTKP (bulan April 2009)
-
untuk Wajib Pajak (karena suami bekerja: Rp 15.840.000/12)
Rp 1,320,000
Penghasilan Kena Pajak Rp 38,680,000
PPh Pasal 21 adalah :
(56)
(57)
Pada bab ini sebagai penutup, penulis mencoba menyimpulkan segala sesuatu yang penulis kemukakan sebelumnya pada bab – bab terdahulu dan juga berusaha mengemukakan beberapa saran dan pendapat yang kiranya dapat bermanfaat bagi perusahaan untuk masa kini dan masa yang akan datang, khususnya yang berkaitan dengan prosedur perhitungan pajak penghasilan pasal 21 yang dilakukan oleh KantorPelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying.
3.3 Kesimpulan
1. Dokumen – dokumen yang digunakan dalam prosedur perhitungan pajak penghasilan pasal 21 pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying telah memadai dan lengkap. Berhubung Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying merupakan perusahaan milik negara maka dokumen – dokumen yang digunakan dalam perhitungan pajak penghasilan pasal 21 tidak dibedakan.
2. Prosedur Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 didasarkan pada penentuan Objek Pajak, sedangkan Subjek Pajak sebagai dasar pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 dengan cara mengkalkulasikan besar penghasilan yang dihitung menurut ketentuan - ketentuannya .
(58)
3.4 Saran
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengajukan beberapa saran untuk peningkatan serta kelancaran dalam prosedur perhitungan pajak penghasilan pasal 21 yang akan dilaksanakan, antara lain :
1. Dalam penyimpanan dokumen pajak penghasilan pasal 21 harus
disimpan di tempat yang berbeda dan disusun sesuai dengan nomor urutnya agar tidak tertukar.
2. Prosedur yang sudah ada dilaksanakan dengan baik perlu ditingkatkan lagi agar lebih baik. Dan telah dilakukan sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku saat ini.
(59)
PRATAMA BANDUNG CIBEUNYING
Laporan Kerja Praktek
Diajukan sebagai salah satu syarat Mata Kuliah Kerja Praktek Studi D-III
Program Studi Akuntasi
Disusun oleh : ALDO TRIZAL W
21308029
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
(60)
iv
KATA PENGANTAR...i
DAFTAR ISI...iv
DAFTAR LAMPIRAN...vi
BAB I PENDAHULUAN...1
1.1 Latar Belakang Kerja Praktek...1
1.2 Tujuan Kerja Praktek...3
1.3 Kegunaan Kerja Praktek...4
1.4 Metode Kerja Praktek...4
1.4.1 Teknik Pengumpulan Data...6
1.4.2 Analisis Data...7
1.5 Lokasi dan Waktu Kerja Praktek...8
BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI...10
2.1 Sejarah Singkat KPP Pratama Bandung Cibeunying...10
2.2 Struktur Organisasi KPP Pratama Bandung Cibeunying...15
2.3 Deskripsi Jabatan KPP Pratama Bandung Cibeunying...17
2.4 Aspek Kegiatan KPP Pratama Bandung Cibeunying...23
BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK...25
3.1 Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek...25
3.1.1 Tinjauan Umum Pajak...31
3.1.2 Tinjauan Umum Pajak Penghasilan Pasal 21...31
3.2 Teknis Pelaksanaan Kerja Praktek...38
3.3 Pembahasan Hasil Kerja Praktek...39
3.3.1 Dokumen – dokumen yang Digunakan Dalam Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying...39
(61)
3.3.2 Prosedur Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21...43
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN...56
5.1 Kesimpulan...56
5.2 Saran...57
DAFTAR PUSTAKA...58
(1)
(2)
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini sebagai penutup, penulis mencoba menyimpulkan segala sesuatu yang penulis kemukakan sebelumnya pada bab – bab terdahulu dan juga berusaha mengemukakan beberapa saran dan pendapat yang kiranya dapat bermanfaat bagi perusahaan untuk masa kini dan masa yang akan datang, khususnya yang berkaitan dengan prosedur perhitungan pajak penghasilan pasal 21 yang dilakukan oleh KantorPelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying.
3.3 Kesimpulan
1. Dokumen – dokumen yang digunakan dalam prosedur perhitungan pajak penghasilan pasal 21 pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying telah memadai dan lengkap. Berhubung Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying merupakan perusahaan milik negara maka dokumen – dokumen yang digunakan dalam perhitungan pajak penghasilan pasal 21 tidak dibedakan.
2. Prosedur Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 didasarkan pada penentuan Objek Pajak, sedangkan Subjek Pajak sebagai dasar pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 dengan cara mengkalkulasikan besar penghasilan yang dihitung menurut ketentuan - ketentuannya .
(3)
v
3.4 Saran
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengajukan beberapa saran untuk peningkatan serta kelancaran dalam prosedur perhitungan pajak penghasilan pasal 21 yang akan dilaksanakan, antara lain :
1. Dalam penyimpanan dokumen pajak penghasilan pasal 21 harus disimpan di tempat yang berbeda dan disusun sesuai dengan nomor urutnya agar tidak tertukar.
2. Prosedur yang sudah ada dilaksanakan dengan baik perlu ditingkatkan lagi agar lebih baik. Dan telah dilakukan sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku saat ini.
(4)
TINJAUAN ATAS PROSEDUR PERHITUNGAN PAJAK
PENGHASILAN PASAL 21 PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK
PRATAMA BANDUNG CIBEUNYING
Laporan Kerja Praktek
Diajukan sebagai salah satu syarat Mata Kuliah Kerja Praktek Studi D-III
Program Studi Akuntasi
Disusun oleh : ALDO TRIZAL W
21308029
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
(5)
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR...i
DAFTAR ISI...iv
DAFTAR LAMPIRAN...vi
BAB I PENDAHULUAN...1
1.1 Latar Belakang Kerja Praktek...1
1.2 Tujuan Kerja Praktek...3
1.3 Kegunaan Kerja Praktek...4
1.4 Metode Kerja Praktek...4
1.4.1 Teknik Pengumpulan Data...6
1.4.2 Analisis Data...7
1.5 Lokasi dan Waktu Kerja Praktek...8
BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI...10
2.1 Sejarah Singkat KPP Pratama Bandung Cibeunying...10
2.2 Struktur Organisasi KPP Pratama Bandung Cibeunying...15
2.3 Deskripsi Jabatan KPP Pratama Bandung Cibeunying...17
2.4 Aspek Kegiatan KPP Pratama Bandung Cibeunying...23
BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK...25
3.1 Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek...25
3.1.1 Tinjauan Umum Pajak...31
3.1.2 Tinjauan Umum Pajak Penghasilan Pasal 21...31
3.2 Teknis Pelaksanaan Kerja Praktek...38
3.3 Pembahasan Hasil Kerja Praktek...39
3.3.1 Dokumen – dokumen yang Digunakan Dalam Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying...39
(6)
v
3.3.2 Prosedur Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21...43
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN...56
5.1 Kesimpulan...56
5.2 Saran...57
DAFTAR PUSTAKA...58