Pelaksanaan Surat Teguran Dalam Upaya Untuk Meningkatkan Penerimaan Pajak Negara Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

(1)

LAPORAN TUGAS AKHIR TENTANG

PELAKSANAAN SURAT TEGURAN DALAM UPAYA UNTUK MENINGKATKAN PENERIMAAN PAJAK NEGARA

DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN POLONIA O

L E H

Nama : YASER HUSEIN NASUTION Nim : 112600098

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Dengan rahmat dan ridho-nya yang telah di limpahkan kepada saya dalam bentuk rezeki, kenikmatan yang tak terhingga, dan juga kesempatan yang tiada tara sehingga saya dapat menyelesaikan perkuliahan pada program Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU dan saya juga dapat menyelesaikan penulisan Laporan Tugas Akhir Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) dengan judul “Pelaksanaan Surat Teguran Dalam Upaya Meningkatkan Penerimaan Pajak Negara di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia”.

Laporan tugas akhir ini dapat diajukan guna untuk memenuhi salah satu syarat agar dapat menyelesaikan pendidikan Program Diploma III Administrasi Perpajakan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Saya menyadari bahwa tulisan ini belum sempurna baik dalam bahasa dan kata-kata, maupun dari segi susunannya. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan adanya saran dan kritikan yang membangun dan dapat membuat tulisan ini menjadi lebih baik lagi.


(3)

Dalam menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini, tidak terlepas dari bantuan dan perhatian dari berbagai pihak. Oleh sebab itu saya mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si., selaku Ketua Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU.

3. Ibu Arlina SH. M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU.

4. Prof. Dr Marlon Sihombing MA., Selaku Dosen Penasehat Akademik.

5. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si., selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak membantu dan membimbing serta memberikan arahan selama proses penulisan Laporan Tugas Akhir Ini.

6. Seluruh Dosen Pengajar Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU, yang telah mentransformasikan ilmu-ilmu pengetahuannya kepada saya.

7. Seluruh pegawai di Kantor Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU. 8. Keluarga Besar dan saudara-saudara Penulis Yang di kampung , Nenek dari

Ayah, Nenek dari Mama, Ayah, Mama, Uda laskar, Bou, Tulang Yang selalu memberi dukungan doa dan semangat buat penulis dan telah berkorban secara


(4)

material dan dukungan moril sehingga penulis termotivasi untuk menyelesaikan studi.

9. Terimakasih Seluruh Pengurus IMPROSAJA 2013-2014, KIASS RIFANSIDA ,kawan di Fakultas Pertanian Terutama PETERNAKAN 2010, COMA FC, PETUALANG RAHASIA, IMA-SOSOPAN yang telah banyak memberi dukungan dan semngat kepada penulis.

10.Bapak Pimpinan, Staf /Pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Medan Polonia yang telah memberi izin penilitian.

11.Sahabat penulis, Ali usman Siregar, Eva Siregar, Bere Agi Hrp, Anwar Hsb, Salim H. Siregar, A. Aripin, Bang Gongonan sehingga memberi semangat kepada Penulis.

12.Seluruh rekan-rekan mahasiswa dan mahasiswi beserta alumni Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Yang Telah banyak memberi dorongan kepada penulis khusunya kepada Kelas B Angkatan 2011, Teman Seperjuangan M. Angga R, Trisman Gulo, Leo Siagian, Aji, selama tiga tahun bersama-sama mengurangi kesedihan, kegembiraan di kampus tercinta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Pihak-pihak lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, saya mengucapkan ribuan terimakasih atas bantuan dan dukungannya sehingga laporan ini dapat selesai.


(5)

Dan saya berharap kiranya Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini dapat bermanfaat dalam prakarya ilmu pendidikan.

Medan, Mei 2015

Penulis


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 1

B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 6

C. Uraian Teoritis ... 9

D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 12

E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 12

F. Metode Pengumpulan Data ... 14

G. Sistematika Penulisan PKLM ... 14

BAB II : GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Umum KPP Pratama Medan Polonia ... 16

B. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Polonia ... 20

C. Tugas dan Fungsi KPP Pratama Medan Polonia... 22

D. Visi dan Misi KPP Pratama Medan Polonia ... 27

BAB III : GAMBARAN DATA A. Pengertian Penagihan Pajak ... 31

B. Tindakan Penagihan Pajak Dimulai Dengan Menerbitkan Surat Teguran ... 32

C. Pentingnya Surat Teguran Dalam Mencairkan Tunggakan Pajak ... 37

BAB IV : ANALISIS DAN EVALUASI A. Perbandingan Jumlah Surat Teguran yang Diterbitkan dengan Jumlah Wajib Tunggakan Pajak ... 44


(7)

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 57 B. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Pajak merupakan salah satu pendapatan negara yang sangat penting dan dimanfaatkan untuk melaksanakan dan meningkatkan pembangunan nasional. Pendapatan dari sektor pajak digunakan oleh pemerintah untuk melakukan kegiatan pembangunan di segala bidang seperti pembangunan infrastruktur negara, pembayaran gaji pegawai negeri, pembangunan sarana umum, dan sebagainya sehingga dapat tercapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.Pajak yang dipungut dari warga negara Indonesia merupakan kewajiban yang dapat dipaksakan penagihannya.

Sistem pemungutan pajak di Indonesia salah satunya adalah self assessment system, dimana pemerintah memberikan wewenang, kepercayaan dan tanggung jawab untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Idealnya, apabila wajib pajak bisa melakukan kewajiban perpajakannya dengan baik dan tidak ada penyelewengan maka tidak akan terjadi tunggakan pajak. Pembayaran pajak sebagian dilakukan sendiri secara berkala/ rutin maupun bersifat insidentil, dan sebagian lagi melalui pungutan dan dan potongan oleh pihak ketiga. Pada akhir tahun dilakukan perhitungan kembali antara jumlah yang seharusnya dibayar dengan jumlah yang telah dibayar sendiri dan/ atau dipungut/ dipotong oleh pihak ketiga. Hasil dari perhitungan pajak tersebut dapat berupa kekurangan atau


(9)

kelebihan bayar pajak. Apabila terdapat kekurangan harus dilunasi tepat pada waktunya, dan apabila terdapat kelebihan bayar pajak maka akan dikembalikan (restitusi) oleh negara, dalam hal ini adalah DJP dengan proses restitusi dilakukan cepat, tepat, murah, dan mudah. Hal serupa dilakukan juga oleh para pemotong dan pemungut pajak.

Namun, dalam praktik idealnya masih memerlukan waktu dan proses untuk sampai kesana. Dengan berbagai alasan dan pertimbangan terdapat beberapa anggota masyarakat yang semestinya melakukan kewajiban perpajakan, tetapi belum melaksanakan sepenuhnya.Self Assessment System memungkinkan potensi adanya wajib pajak tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik akibat dari kelalaian, kesengajaan, atau ketidaktahuan wajib pajak atas kewajiban perpajakannya.Demikian juga dengan mereka yang seharusnya atau telah melakukan pungutan dan potongan pajak belum sepenuhnya dilakukan dengan baik.

Untuk mendorong masyarakat ke arah ideal tersebut ,self assessment system

sangat perlu dilengkapi juga dengan official assessment, yaitu dengan memberikan kesempatan kepada administrasi pajak (dalam keadaan tertentu) untuk menerbitkan ketetapan pajak. Ketetapan pajak (kurang bayar) diterbitkan berdasarkan pemeriksaan atau data lain yang diperoleh administrasi pajak. Beberapa dari ketetapan tersebut, jumlah kurang bayarnya dilunasi tepat waktu.Selebihnya dengan berbagai alasan beberapa ketetapan tidak dilunasi oleh masyarakat. Akibatnya, terjadi tunggakan pajak yang kian lama makin membesar jumlahnya.


(10)

Dengan adanya tunggakan pajak, kegiatan penagihan pajak menjadi penting untuk dapat ditindaklanjuti. Kegiatan assessment pajak tanpa tindakan nyata penagihan bisa membuat jumlah pajak yang tercantum dalam ketetapan pajak merupakan jumlah di atas kertas belaka. Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atau fiskus berkewajiban melakukan peran aktif dalam menjalankan fungsi pembinaan dan pengawasan serta penerapan sanksi perpajakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Jika kita melihat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/ PMK.03/2008 tanggal 2 Februari 2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2010 diatur bahwa mengenai saat penerbitan Surat Teguran, tergantung dari ada tidaknya sengketa dalam penetapan pajak.

Dalam hal wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan wajib pajak tidak mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), kepada wajib pajak disampaikan surat teguran, setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan keberatan. Dalam hal wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan , dan wajib pajak tidak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan sehubungan dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), atau Surat


(11)

Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), kepada wajib pajak disampaikan surat teguran setelah 7(tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan banding.

Dalam hal wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan hasil akhir pemeriksaan dan wajib pajak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan sehubungan dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), kepada wajib pajak disampaikan surat teguran setelah 7(tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan pajak yang masih harus dibayar berdasarkan putusan banding. Dalam hal wajib pajak menyetujui seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, kepada wajib pajak disampaikan surat teguran setelah 7(tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan

Dalam hal wajib pajak mencabut pengajuan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) setelah tanggal jatuh tempo pelunasan tetapi sebelum tanggal diterima Surat Pemberitahuan untuk Hadir oleh wajib pajak, kepada wajib pajak disampaikan surat teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak tanggal pencabutan pengajuan keberatan tersebut.

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan tentang pentingnya surat teguran dalam mencairkan tunggakan pajak yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan


(12)

Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, tidak atau kurang dibayar setelah melewati jatuh tempo.

Tetapi kenyataannya sejak dari sebelum tahun 1983, secara kumulatif sampai sekarang jumlah total tunggakan pajak di Medan Polonia diperkirakan mencapai sekitar 6 triliyun rupiah. Berdasarkan informasi yang tidak terpublikasi, selanjutnya penambahan bruto tunggakan tiap tahun adalah sekitar lebih dari 1 triliyun rupiah, sedangkan jumlah pencairan sekitar 0,8 triliyun rupiah. Pencairan tersebut mewakili sekitar lebih dari 10 % total tunggakan.Tentu saja secara logika financial, last-in-first-out-system mungkin berlaku dalam pencairan tersebut. Selanjutnya, untuk tunggakan terdahulu (first in), mungkin saja alamat wajib pajak sudah dipindahkan dan tidak diketahui dimana atau harta benda orang yang bersangkutan tidak ada dan bahkan perusahaannya sudah bubar dan tidak dikenali lagi.

Fungsi Kantor Pelayanan Pajak yaitu melakukan pengumpulan dan pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, pengamatan potensi perpajakan, dan ekstensifikasi wajib pajak, penelitian dan penatausahaan surat pemberitahuan tahunan, surat pemberitahuan masa serta berkas wajib pajak, penerimaan pajak, penagihan, pemeriksaan, penerapan sanksi perpajakan, dan pelaksanaan administrasi kantor pelayanan pajak sehingga dengan demikian kantor pelayanan pajak mempunyai peranan yang sangat besar dalam pelaksanaan administrasi perpajakan nasional. Tugas dan peranan kantor pelayanan pajak sangat penting dalam pemenuhan target penerimaan pajak nasional.


(13)

Dengan melihat perbedaan antara das sollen (cita-cita) dengan das sein

(kenyataan) di atas, sehingga ada dua masalah yang timbul yang dapat diangkat oleh penulis,yaitu:

1. Jumlah Surat Teguran yang diterbitkan tidak sama banyaknya dengan jumlah wajib pajak yang masih mempunyai tunggakan pajak.

2. Bagaimana peranan Surat Teguran dalam mencairkan tunggakan pajak berdasarkan dari jumlah Surat Teguran yang sudah diterbitkan.

Berdasarkan masalah di atas, penulis tertarik untuk menulis topik penulisan laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia dengan judul “ Pelaksanaan Surat Teguran dalam Peningkatan

Pajak Negara di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia”.

B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Setiap pekerjaan selalu memiliki tujuan sesuai dengan yang diinginkan dan ditentukan pada waktu sebelumnya. Demikian halnya dengan praktik kerja lapangan mandiri yang dilaksanakan oleh mahasiswa administrasi perpajakan mempunyai tujuan dan manfaat tersendiri, khususnya bagi mahasiswa yang bersangkutan.


(14)

B.1 Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini adalah untuk:

1.1 Mengetahui mengapa Surat Teguran yang diterbitkan tidak sama banyaknya dengan jumlah wajib pajak yang masih mempunyai tunggakan pajak.

1.2 Mengetahui seberapa besar peranan Surat Teguran dalam mencairkan tunggakan pajak berdasarkan dari jumlah Surat Teguran yang sudah diterbitkan.

B.2 Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

1. Manfaat PKLM bagi Mahasiswa

1.1 Mendorong mahasiswa untuk belajar, mengetahui bagaimana menjadi tenaga ahli yang siap pakai terutama tentang peranan juru sita pada Seksi Penagihan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia. 1.2 Untuk menciptakan rasa tanggung jawab, profesionalisme, serta

kedisplinan yang nantinya sangat dibutuhkan ketika memasuki dunia kerja.

1.3 Merangsang motivasi mahasiswa agar lebih meningkatkan prestasi terutama di bidang administrasi perpajakan.

1.4 Merangsang mahasiswa untuk beraktivitas dalam melakukan pekerjaan secara efisien dan efektif melalui Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).


(15)

1.5 Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mahasiswa, sehingga dapat meningkatkan potensi yang ada di dalam dirinya tentang pengetahuan administrasi perpajakan.

2. Manfaat PKLM bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

2.1 Sebagai sarana untuk mempererat hubungan yang positif antara Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia dengan Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU.

2.2 Dengan dilaksanakannya Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini mahasiswa dituntut memberikan sumbangsihnya baik berupa saran maupun kritikan yang bersifat membangun yang menjadi sumber masukan untuk meningkatkan kinerja pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.

3. Manfaat PKLM bagi Program Diploma III Administrasi Perpajakan

FISIP USU

3.1Menciptakan hubungan kerja sama Universitas Sumatera Utara dengan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.

3.2Membuka interaksi antara mahasiswa, dosen dan instansi pemerintahan di bangku perkuliahan.

3.3Meningkatkan peran serta masyarakat dalam membangun negara.Guna meningkatkan profesionalisme, memperluas wawasan serta menetapkan


(16)

pengetahuan dan ketrampilan mahasiswa dalam menerapkan ilmu, khususnya di bidang perpajakan.

3.4Membangun image yang baik terhadap sumber daya manusia yang dihasilkan dari lembaga pendidikan nasional khususnya Universitas Sumatera Utara.

C.Uraian Teoritis 1. Definisi Pajak

Definisi pajak menurut Rochmat Soemitro adalah iuran rakyat pada negara berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat jasa timbal balik, yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Resmi, 2008:1).

Menurut N. J. Feldman, pajak adalah prestasi yang dipaksakan oleh sepihak dan terutang kepada pengusaha oleh pihak yang terutang kepada pengusaha (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontraprestasi dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Resmi, 2008:2 ).

2. Fungsi Pajak

Terdapat dua fungsi pajak, yaitu :

a. Fungsi Budgetair, adalah pajak berfungsi salah satu sumber penerimaan Negara untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan negara.


(17)

b. Fungsi Reglured, adalah sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan (Resmi, 2008:3).

3. Penagihan Pajak

Dalam pasal 1 angka 9 UU No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2000 menjelaskan bahwa penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan , melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita. Sedangkan utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan (pasal 1 angka 8 UU No.19 Tahun 2000).

4. Dasar Penagihan Pajak

Adapun dasar penagihan pajak sebagaimana dijelaskan dalam UU KUP pasal 20 ayat (1) yaitu :

4.1 STP 4.2 SKPKB 4.3 SKPKBT 4.4 SK Pembetulan


(18)

4.5 SK Keberatan 4.6 Putusan Banding 4.7 Putusan PK

yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, yang tidak dibayar oleh penanggung pajak sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (3) dan (3a) UU KUP.

5. Surat Teguran Pajak

Langkah awal dalam tindakan penagihan adalah penerbitan Surat Teguran. Dalam pasal 1 angka 10 UU No.19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan UU No.19 Tahun 2000. Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur dan memperingatkan kepada wajib pajak untuk melunasi utang pajaknya.

Surat Teguran atau dapat juga disebut Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada wajib pajak untuk melunasi utang pajaknya. Langkah ini diambil sebagaimana peringatan agar penanggung pajak segera melunasi untuk utang pajaknya untuk menghindari dilakukannya tindakan penagihan. Surat Teguran juga dimaksudkan agar penanggung pajak mempunyai kesempatan sampai dengan jangka waktu 14 hari, sebelum dilakukan upaya paksa dengan diterbitkannya Surat Paksa. Dalam ketentuan pasal 27 ayat (5) Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2008 tentang


(19)

Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 28 Tahun 2007 diatur bahwa dalam hal wajib pajak tidak melunasi jumlah pajak yang masih dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, pajak yang masih harus dibayar tersebut ditagih dengan terlebih dahulu menerbitkan Surat Teguran (Moelyo, 1998 :3).

D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Dalam hal ini peserta melakukan PKLM di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, dengan ruang lingkup sebagai berikut :

1. Tindakan penagihan pajak dimulai dengan penerbitan Surat Teguran. 2. Mengetahui pentingnya Surat Teguran dalam mencairkan tunggakan pajak. 3. Data-datanya diambil dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia,

khususnya di Seksi Penagihan.

E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data sesuai dengan metode yang digunakan sebagai berikut :

1. Tahapan Persiapan

Hal ini berkaitan dengan persiapan yang dibutuhkan mahasiswa mulai dari peninjauan objek dan lokasi, mencari bahan untuk pembuatan proposal, permohonan surat jalan/ surat permohonan dari fakultas, dan lain sebagainya.


(20)

2. Studi Literatur

Hal ini berkaitan dengan pengumpulan buku-buku yang berkaitan dengan judul Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), artikel ilmiah serta sumber-sumber lain yang mendukung penulisan laporan ini.

3. Observasi Lapangan

Penulis melakukan pengamatan secara langsung tentang kondisi serta keadaan dari kantor tempat dimana penulis melakukan kegiatan Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

4. Pengumpulan Data

Penulis melakukan pengumpulan data untuk menunjang keberhasilan dari topik yang dibahas.Dalam hal ini data-data bersumber dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.

a. Data Primer adalah data yang diperoleh dari pihak-pihak yang mengetahui tentang objek kajian Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).

b. Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari referensi ilmiah, seperti buku perpajakan, UU Perpajakan, yang bertujuan untuk pengumpulan laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).


(21)

5. Analisis Data dan Evaluasi

Setelah memperoleh data yang dibutuhkan, penulis akan menganalisa, mengevaluasi data dan mengelompokkan data tersebut yang kemudian akan diinterpretasikan secara objektif, jelas dan sistematis sehingga lebih mudah untuk menarik kesimpulan dari data tersebut.

F. Metode Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data mengenai Praktik Kerja Lapangan Mandiri, penulis mengumpulkan data dan informasi dengan metode sebagai berikut :

1. Daftar Observasi (Observation Guide)

Pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung tentang objek PKLM.

2. Daftar Wawancara (Interview Guide)

Mengumpulkan data dengan melakukan wawancara langsung yang melibatkan pegawai (key person) pada instansi yang bersangkutan secara lisan maupun tulisan yang berhubungan dengan objek studi.

2. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Adapun yang menjadi sistematika dalam penyusunan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah sebagai berikut :


(22)

BAB I :PENDAHULUAN PKLM

Pada bab ini diberikan gambaran mengenai keseluruhan isi laporan ini. Bab ini terdiri dari latar belakang PKLM, tujuan dan manfaat PKLM, uraian teoritis, ruang lingkup PKLM, metode PKLM, metode pengumpulan data dan sistematika penulisan laporan PKLM.

BAB II : GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PKLM

Pada bab ini berisikan tentang sejarah singkat berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.

BAB III: GAMBARAN DATA

Dalam bab ini, penulis secara sistematis dan terperinci menggunakan Surat Teguran dalam mencairkan tunggakan pajak yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, STP, SKP, SKK, Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar setelah jatuh tempo.

BAB IV : ANALISIS DAN EVALUASI

Dalam bab ini penulis akan menganalisis data yang ada, kemudian akan dievaluasi serta memberika interpretasi untuk menjawab perumusan masalah yang diajukan.


(23)

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Penulis menarik kesimpulan dari uraian yang ada dan memberikan saran yang dapat dijadikan bahan masukan bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.


(24)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI(PKLM)

A. Sejarah Singkat Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan

Polonia

Di zaman penjajahan Belanda, Kantor Pelayanan Pajak dinamakan Kantor Belasting dan kemudian berubah menjadi Kantor Inspeksi Keuangan.Kemudian berubah menjadi Kantor Inspeksi Pajak yang induk organisasinya Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan Republik Indonesia. Tahun 1976 di Sumatera Utara berdiri tiga Kantor Inspeksi Pajak, yaitu :

1. Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan; 2. Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara; 3. Kantor Inspeksi Pajak Siantar.

Pada tahun 1978, Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dipecah menjadi dua, yaitu Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Kisaran. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin cepat, maka dirasa perlu adanya tambahan kantor untuk melayani masyarakat di dalam membayar pajak.Oleh karena itu, didirikan Kantor Inspeksi Pajak Medan Barat.

Selanjutnya untuk lebih memantapkan nilai pelayanan kepada masyarakat, maka berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia tanggal 25 Maret 1989 No. 267/ KMK.01/1989, telah diadakan perubahan menyeluruh pada struktur


(25)

Direktorat Jenderal Pajak yang mencakup Reorganisasi Kantor Inspeksi Pajak diganti menjadi Kantor Pelayanan Pajak dan juga dibentuk Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.

Terakhir berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 443/ KMK.03/2002 tanggal 26 Februari 2002 dibentuk Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia yang merupakan pecahan dari Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat. Kantor Pelayanan Pajak adalah Instansi Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah Kepala Kantor Wilayah.

Pada tanggal 27 Mei 2008 berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP 95/PJ/2008, Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia berubah namanya menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, yang beralamat Jl. Diponegoro No.30 A GKN II Medan Kode Pos 20152 yang meliputi wilayah kerja 6 (enam) kecamatan :

1. Kecamatan Medan Maimun; 2. Kecamatan Medan Johor 3. Kecamatan Medan Polonia; 4. Kecamatan Medan Baru; 5. Kecamatan Medan Selayang; 6. Kecamatan Medan Tuntungan.

Sesuai dengan Surat Edaran No.SE-19/PJ/2007 tentang Persiapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan pembentukan Kantor Pelayanan Pajak Pratama seluruh Indonesia tahun


(26)

2007-2008.Kantor Pelayanan Pajak Pratama adalah jenis Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana terdapat pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK/2006.

Kantor Pelayanan Pajak Pratama terbagi menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Induk dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pecahan. Pada 19 Mei 2008 keluar Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pajak No.KEP-95/PJ/2008 tentang Penerapan Organisasi, Tata Cara Kerja dan Saat Mulai Beroperasinya Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Nanggroe Aceh Darussalam dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama dan Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan di Lingkungan Kantor Wilayah I Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara. Berdasarkan surattersebut maka Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia berubah menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.

Kantor Pelayanan Pajak mempunyai tugas pada bidang pelayanan, pengawasan administratif dan pemeriksaan sederhana Wajib Pajak untuk Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) dan pajak tidak langsung lainnya dalam wilayah wewenangnya. Surat Edaran No. SE-19/PJ/2007 tentang Persiapan Penerapan Sistem Administratif Perpajak Modern pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan Pembentukan Kantor Pelayanan Pajak Pratama seluruh Indonesia 2007-2008, sehubungan denganrencana Penerapan Sistem Administratif Modern (modernisasi) pada Beberapa Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) di seluruh Indonesia tahun 2007-2008,


(27)

a. Kantor Pelayanan Pajak Pratama adalah sejenis Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana terdapat Peraturan Menteri Keuangan No. 132/PMK/2006. Kantor Pelayanan Pajak Pratama dibagi menjadi dua bagian yaitu Kantor Pelayanan Pajak Pratama Induk dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pecahan.

b. Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) adalah unit vertikal sebagaimana terdapat pada peraturan Menteri Keuangan No.132/PMK/2006 yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama.

c. Aplikasi Sistem Informasi Direktorat Jenderal pajak (SIDJP) yang menggabungkanseluruhaplikasi perpajakan yang ada di DJP, yaitu Sistem Informasi Perpajakan (SIP),Sistem Informasi Objek Pajak (SISMIOP), Sistem Informasi Pajak Modifikasi(SIPMOD), dan SIDJP dalam versi sekarang. d. Konversi Data adalah kegiatan yang meliputi antara lainback up data dan

melengkapi kode Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) dan kode wilayah.

e. Migrasi Data adalah kegiatan menyesuaikan basis data yang ada dengan struktur basis data SIDJP.

B. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

Struktur organisasi merupakan bagan yang menggambarkan secara sistematis mengenai penetapan tugas-tugas, fungsi dan wewenang serta tanggung jawab masing-masing dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.Tujuannya adalah untuk


(28)

membina keharmonisasian kerja agar pekerjaan dapat dilaksanakan dengan teratur dan baik untuk mencapai tujuan yang diinginkan secara maksimal.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 55/ PMK/01/2007, struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia adalah sebagai berikut :

1. Sub Bagian Umum; 2. Seksi Ekstensifikasi;

3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI); 4. Seksi Penagihan;

5. Seksi Pemeriksaan; 6. Seksi Fungsional; 7. ]Seksi Pelayanan;

8. Seksi Pelayanan dan Konsultasi (WASKON).

Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia terdiri dari: 1. Kepala Kantor : 1 orang

2. Kepala Seksi : 10 orang 3. Supervisor : 2 orang 4. Account Representative : 27 orang

5. Fungsional : 13 orang

6. Pelaksana : 43 orang


(29)

Gambar

Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Polonia

C. Tugas dan Fungsi Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia Tugas dan fungsi masing-masing akan diuraikan dalam setiap seksi, dimana Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia mempunyai tugas pokok yaitu melaksanakan kegiatan operasional pelayanan perpajakan. Untuk dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsi sesuai Keputusan Menteri Keuangan, maka pembagian tugas masing-masing seksi adalah sebagai berikut :


(30)

1. Kepala Kantor

Kepala Kantor mempunyai tugas mengkoordinasikan pelaksanaan penyuluhan, pelayanan dan pengawasan wajib pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dan Pajak Tidak Langsung Lainnya serta Pajak Bumi dan Bangunan dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Subbagian Umum

Membantu dan menunjang kelancaran tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan tugas dan fungsi pelayanan kesekretariatan terutama dalam hal pengaturan kegiatan tata usaha dan kepegawaian, keuangan, rumah tangga dan perlengkapan.

3. Seksi Ekstensifikasi

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahaan pengamatan potensi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, penilaian objek pajak dan kegiatan ekstensifikasi perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.Seksi Ekstensifikasi mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha wajib pajak, penerimaan dan pengecekan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan serta penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP). Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, seksi ini mempunyai fungsi :

a. Pendaftaran Objek Pajak baru dengan penelitian kantor dan lapangan. b. Penerbitan Surat Himbauan untuk ber-NPWP.


(31)

c. Pelaksanaan Penilaian individual objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). d. Pembuatan daftar biaya komponen bangunan.

e. Pemeliharaan data objek dan subjek PBB. f. Pendaftaran Wajib Pajak.

4. Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Membantu Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan pengumpulan, pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha penerimaan perpajakan, pengolahan data dan penatausahaan bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Pelayanan dukungan teknis computer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-filling dan penyimpanan laporan kinerja, dengan teknologi yang ada sehingga dapat memudahkan pekerjaan pada seksi Pengolahan Data dan Informasi. Seksi Pengolahan Data dan Informasi terdiri dari :

a. Koordinator Pelaksana Pengolahan Data dan Informasi I yang bertugas membantu melaksanakan urusan pengolahan data dan penyajian informasi serta pembuatan monografi pajak.

b. Koordinator Pelaksana Pengolahan Data dan Informasi II yang bertugas membantu melakukan pelaksanaan pemberian dukungan teknis komputer. c. Koordinator Pelaksana Pengolahan Data dan Informasi III yang bertugas

membantu melakukan urusan penggalian potensi perpajakan dan ekstensifikasi Wajib Pajak.


(32)

5. Seksi Pelayanan

Membantu tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan dan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi wajib pajak, serta kerja sama perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku.

6. Seksi Pengawasan dan Konsultasi (WASKON I,II,III,IV)

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak (PPh, PPN, dan pajak lainnya), bimbingan atau himbauan kepada wajib pajak dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil wajib pajak, analisis kinerja wajib pajak, rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, dan melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku. Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia terdapat empat Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang pembagian tugasnya berdasarkan wilayah tertentu.

7. Seksi Pemeriksaan

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan penyusunan rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.


(33)

8. Seksi Penagihan

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahaan penagihan aktif, piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, dan usulan penghapusan pajak serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan. Untuk melakukan tugas tersebut seksi penagihan mempunyai fungsi sebagai berikut :

a.Penatausahaan Surat Ketetapan Pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan/ Keberatan/Putusan Banding/Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak dan Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi. b.Menjawab konfirmasi data tunggakan Wajib Pajak (WP).

c.Usulan pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak. d.Penghapusan piutang pajak.

e.Penerbitan dan penyampaian Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah Pelaksanaan Penyitaan, Pencabutan Sita, Pelaksanaan Lelang dan Permohonan Pembatalan Lelang.

9. Jabatan Fungsional

Seksi fungsional ini mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Tugas dan fungsinya adalah melakukan pemeriksaan kewajiban pajak terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan sesuai dengan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) yang dikeluarkan.Seksi fungsional ini terdiri atas Pejabat


(34)

Fungsional Pemeriksa dan Pejabat Fungsional Penilai yang bertanggungjawab secara langsung kepada Kepala KPP Pratama Medan Polonia.Dalam melaksanakan pekerjaannya, Pejabat Fungsional Pemeriksa berkoordinasi dengan Seksi Pemeriksaan sedangkan Pejabat Fungsional Penilai berkoordinasi dengan Seksi Ekstensifikasi.

Adapan tugas pokok dari Fungsional Pemeriksa Pajak adalah sebagai berikut :

a. Menginventarisasi dan mengadministrasikan pemeriksa bukti permulaan dan penyidikan yang akan dikirim ke Kantor Wilayah.

b. Mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan pemindahan berkas pemeriksaan Bukti Permulaan dan penyidikan ke Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.

c. Melakukan pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan tujuan lain yang diamanatkan oleh undang-undang.

4. Visi, Misi, dan Tujuan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia

1. Visi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia

Visi dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia adalah mewujudkan pelayanan pajak yang profesional dengan kinerja yang baik dan yang dapat dipercaya untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I.


(35)

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia menetapkan visi sebagai berikut :

1.1Meningkatkan bimbingan, koordinasi, dan pengawasan dalam wilayah wewenang Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.

1.2Tercapainya pelayanan yang prima kepada wajib pajak.

1.3Optimalisasi kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi wajib pajak.

1.4Tercapainya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang berpengalaman, berkepribadian, dan berbudi pekerti yang baik.

1.5Tercapainya pelayanan yang prima.

2. Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

Misi dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia adalah untuk meningkatkan penerimaan dan pendapatan negara melalui Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan Penagihan Pajak serta mengenai informasi-informasi pajak lainnya yang baik dan senantiasa memperbaharui diri sesuai perkembangan aspirasi masyarakat dan tata tertib administrasi. Dalam rangka mewujudkan visi dan misi tersebut, maka diperoleh sasaran yang dicapai oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, yaitu :

2.1Tercapainya Penerimaan Pajak.

2.2Terlaksananya Peraturan Perundang-undangan Perpajakan.

2.3Melakukan pemberkasan terhadap berkas-berkas wajib pajak dengan baik. 2.4Melakukan update terhadap perubahan data wajib pajak.


(36)

2.5Melakukan himbauan kepada wajib pajak agar memenuhi kewajiban perpajakan.

2.6Peningkatan sarana dan prasarana di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.

2.7Melakukan in house training dan rapat pembinaan secara rutin.

3. Tujuan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

Tujuan ini merupakan implementasi atau penjabaran dari misi dan merupakan sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan pada kurun waktu tertentu sampai dengan 5 (lima) tahun kedepan. Dalam melaksanakan tugas, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia mempunyai tujuan sebagai berikut :

3.1Pengumpulan dan pengolahan data, penyampaian informasi perpajakan, pengamatan potensi perpajakan, dan ekstensifikasi perpajakan.

3.2Penelitian dan Penatausahaan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT), Surat Pemberitahuan (SPT) masa berkas wajib pajak.

3.3Pengawasan Pembayaran Masa Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan Pajak Tidak Langsung lainnya.

3.4Penatausahaan piutang pajak, penerimaan, penghasilan, penagihan, penyelesaian kekerabatan, penatausahaan banding dan penyelesaian restitusi Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan Pajak Tidak Langsung lainnya.


(37)

3.5Terwujudnya pelayanan prima.

3.6Meningkatnya kegiatan Ekstensifikasi dan Intensifikasi.

3.7Meningkatkan kualiatas Sumber Daya Manusia (SDM) melalui pendidikan dan pelatihan yang intensif.

3.8Terselenggaranya Sistem Administrasi Perpajakan yang modern. 3.9Terkoordinasinya kegiatan pengamanan penerimaan negara. 3.10Pemeriksaan sederhana dan penerimaan sanksi perpajakan. 3.11Penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP).

3.12Pembetulan Surat Ketetapan Pajak (SKP). 3.13Pengurangan sanksi pajak.

3.14Penyuluhan dan konsultasi perpajakan.


(38)

BAB III

GAMBARAN DATA

A. Pengertian Penagihan Pajak

Pelaksanaan penagihan pajak yang tegas, konsisten dan konsekuen diharapkan akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayarkan hutang pajaknya. Hal ini merupakan posisi strategis dalam meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak sehingga tindakan penagihan pajak tersebut dapat menyelamatkan penerimaan pajak yang tertunda.Kegiatan penagihan pajakmerupakan ujung tombak dalam menyelamatkan penerimaan negara yang tertunda, oleh sebab itu seksi penagihan merupakan seksi produksi yang paling dibanggakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Dalam pelaksanaaanya penagihan pajak haruslah dilandaskan pada peraturan perundang – undangan yang berlaku., sehingga mempunyai kekuatan hukum baik bagi wajib pajak maupun aparatur pajaknya. Menurut Anang Mury Kurniawan (2011; 111), penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita (Pasal 1 angka 9 UU No. 19/2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa).


(39)

B. Tindakan Penagihan Pajak Dimulai dengan Menerbitkan Surat Teguran Penagihan pajak merupakan serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan , melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan dan menjual barang yang telah disita. Tujuan pelaksanaan penagihan pajak adalah guna pelunasan utang pajak oleh wajib pajak.Oleh karena itu, rangkaian tindakan penagihan pajak oleh fiskus harus diarahkan guna terpenuhinya tujuan tersebut.

Rangkaian tindakan pajak yang dilakukan oleh fiskus pada dasarnya mencakup tiga kelompok kegiatan,yaitu :

1. Pemantauan pembayaran pajak 2. Penagihan yang bersifat aktif 3. Penagihan dengan Surat Paksa.

Tindakan pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Paksa diawali dengan penerbitan Surat Teguran, Surat Peringatan, atau surat lain yag sejenis oleh pejabat yang berwenang atau kuasa yang ditunjuk oleh pejabat tersebut setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran. Surat Teguran, Surat Peringatan, atau surat lain yang sejenis adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada wajib pajak untuk melunasi utang pajaknya sebelum Surat Paksa diterbitkan.


(40)

Surat Teguran tidak diterbitkan terhadap penanggung pajak yang telah disetujui untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajaknya. Terhadap wajib pajak yang karena satu dan lain hal diberikan keleluasan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak tidak akan diberikan Surat Teguran walaupun tanggal jatuh tempo pembayaran pajak telah terlampaui dan wajib pajak belum melunasi utang pajaknya.

Hal ini wajar karena wajib pajak tersebut akan menanggung beban tambahan berupa bunga sesuai dengan ketentuan yang berlaku terhadap keterlambatan pembayaran tersebut. Tetapi keterlambatan tersebut adalah atas sepengetahuan dan persetujuan fiskus sehingga terhadapnya tidak akan diberikan Surat Teguran karena pada dasarnya wajib pajak tersebut memiliki kepatuhan membayar pajak tetapi tidak bisa segera melakukan kewajibannya karena kondisi keuangannya kurang baik. Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat 21 hari sejak Surat Teguran diterbitkan, maka pejabat segera menerbitkan Surat Paksa.

Hal ini dapat dilihat pada Undang-Undang No.19 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-Undang No.19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa yang mana tersirat makna bahwa tindakan penagihan dimulai dengan menerbitkan Surat Teguran. Yang diperkuat dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-20/PJ/1995 tentang Jadwal Waktu Penagihan Pajak yaitu Pasal 1 dan Pasal 2 berikut :


(41)

Pasal 1

1) Pengeluaran Surat Teguran sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran dari jumlah pajak yang masih harus dibayar.

2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat Teguran, wajib pajak atau penanggung pajak harus melunasi pajaknya.

3) Surat Teguran sebagaimana yang dimaksud ayat (1) dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak.

Pajak 2

1) Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran, maka jumlah pajak yang masih harus dibayar dapat ditagih dengan Surat Paksa

2) Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Surat Paksa segera setelah lewat 21 hari sejak tanggal Surat Teguran.

Mengenai Tindakan Penagihan dapat dilihat dari Keputusan Menteri Keuangan No. 147/KMK.04/1998 Tanggal 27 Februari 1998 yaitu dilakukan apabila pajak yang terutang sebagaimana tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Keputusan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan (SKP), Surat Keputusan Keberatan (SKK), Pusat Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, tidak atau kurang dibayar setelah lewat jatuh tempo.


(42)

Surat Teguran juga berfungsi sebagai alat untuk menangguhkan “Kadaluarsa Penagihan Pajak” seperti yang disebutkan dalam pasal 22 ayat (1) Undang-Undang No.16 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-Undang No.9 Tahun 1994, yaitu hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, kadaluarsa setelah lewat waktu 10 tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak yang bersangkutan.

Tabel : Proses Penagihan Pajak

Proses penagihan pajak menurut Rudy Suhartono dan Wirawan B Ilyas (2010:80) Urutan Tahapan Kegiatan

Penagihan

Waktu Pelaksanaan Kegiatan

Dasar Hukum

1. Penerbitan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis.

Setelah 7 (tujuh hari) sejak saat jatuh tempo utang pajak penanggung

pajak tidak melunasi utang pajaknya.

Pasal 8 s.d 11 Permenkeu Nomor

24/PMK.03/2008


(43)

21(dua puluh satu) hari sejak diterbitkanya Surat teguran /surat peringatan dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajak Nomor 19/2000 dan pasal 15 s.d 23 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24 /PMK.03/2008

3. Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.

Setelah lewat 2x24 jam Surat Paksa

diberitahukan kepada

penanggung pajak dan utang pajak belum dilunasi.

Pasal 12 UU Nomor 19/2000

4. Pengumuman lelang. Setelah lewat waktu 14 hari sejak tanggal pelaksanaan Pasal 26 Peraturan Menteri Keuangan Nomor


(44)

penyitaan dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajak.

24/PMK.03.2008

5. Penjualan/ pelelangan barang sitaan.

Setelah lewat waktu 14 (empat belas ) hari sejak pengumuman lelang dan

penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya.

Pasal 26 UU Nomor 19/2000 dan pasal 28 Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 24/PMK.03.2008

C.Pentingnya Surat Teguran Dalam Mencairkan Tunggakan Pajak

Peranan Surat Teguran dalam mencairkan tunggakan pajak adalah sangat mendasar karena tanpa adanya/ diterbitkan Surat Teguran maka tindakan penagihan, dalam hal ini tindakan penagihan aktif seperti penerbitan Surat Paksa dan sebagainya tidak dapat dilakukan karena hal ini telah jelas diatur dalam Keputusan Direktorat Jenderal Pajak No. KEP-20/PJ/1995 tentang jadwal waktu penagihan pajak yaitu pada pasal (1) yang berbunyi :


(45)

“Pengeluaran Surat teguran sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan segera 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayarannya dari jumlah pajak yang masih harus dibayar”.

Akan tetapi, sebelum dikeluarkan Surat Teguran ada yang menjadi dasar untuk melakukan penagihan pajak, yaitu : Surat Ketetapan Pajak yang menyatakan bahwa pajak terutang sesuai perhitungan wajib pajak masih kurang dari seharusnya, Surat Tagihan Pajak, keputusan fiskus dan keputusan pengadilan pajak yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak bertambah. Surat Ketetapan Pajak yang dikeluarkan oleh fiskus, yang menyatakan bahwa masih terdapat kekurangan pembayaran pajak meliputi :

1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

Menurut Undang-Undang No.16 Tahun 2000, dalam jangka waktu 10 tahun sesudah saat terhutangnya pajak, atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak. Dirjen Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal-hal sebagai berikut :

a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar.

b. Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran.


(46)

c. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif nol persen (0%).

d. Apabila kewajiban pembukuan tidak dipenuhi atau tidak lengkap sehingga perhitungan rugi-laba, atau peredaran tidak jelas, atau angka-angka dalam pembukuan tidak dapat diuji atau wajib pajak tidak membantu jalannya pemeriksaan.

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dilakukan dengan syarat adanya data baru (novum) atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak sebelumnya. Dalam hal ini masih ditemukan lagi data yang semula belum terungkap pada saat diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau data baru yang diketahui kemudian oleh Dirjen Pajak, maka Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar masih dapat diterbitkan lagi, sesuai dengan ketentuan tentang SKPKBT yang diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang KUP.


(47)

3. Surat Tagihan Pajak

Sesuai dengan Pasal 14 Undang-Undang KUP, Surat Tagihan Pajak dapat diterbitkan oleh Dirjen Pajak apabila :

a. Pajak penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.

b. Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis atau salah hitung.

c. Wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda atau bunga.

d. Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, yang tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

e. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi membuat Faktur Pajak atau pengusaha yang telah dikukuhkan sebagaimana Kena Pajak tetapi tidak membuat atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak.

Surat Tagihan Pajak membuat kekuatan hukum yang sama denga Surat Ketetapan Pajak, sehingga dalam penagihannya dapat dilakukan dengan paksa.

4. Surat Keputusan Pembetulan

Menurut Pasal 16 Undang-Undang KUP, Dirjen Pajak karena jabatan atau atas permohonan wajib pajak dapat membetulkan Surat Ketetapan Pajak atau atas permohonan wajib pajak yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan


(48)

perundang-undangan perpajakan. Pembetulan dapat dilakukan oleh Dirjen Pajak, baik atas permohonan wajib pajak maupun secara jabatan.Apabila kesalahan maupun kekeliruan ditemukan, baik oleh fiskus maupun berdasarkan permohonan wajib pajak, maka kesalahan atau kekeliruan tersebut harus dibetulkan.

5. Surat Keputusan Keberatan

Menurut Pasal 25 Undang-Undang No.16 Tahun 2000 Tentang KUP, bahwa wajib pajak dalam mengajukan keberatan hanya kepada Dirjen Pajak atas :

a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).

d. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)

e. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Apabila wajib pajak berpendapat bahwa jumlah rugi, jumlah pajak, dan pemotongan atau pemungutan pajak tidak sebagaimana semestinya, wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya pada Dirjen Pajak. Pengajuan Keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.


(49)

6. Putusan Banding

Apabila wajib pajak merasa tidak puas atas jawaban keputusan keberatan yang diterbitkan oleh fiskus, wajib pajak memiliki hak untuk mengajukan banding, sesuai dengan Pasal 27 UU No. 16 Tahun 2000.Wajib pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajakterhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.

7. Jatuh Tempo Pembayaran

Dalam buku KUP oleh Rudy suhartono dan Wirawan B. Ilyas (2010;140) Penentuan tanggal jatuh tempo dalam penerbitan Surat Teguran sangat penting karena tanggal jatuh tempo menunjukkan timbulnya utang pajak dan juga mulai timbulnya wewenang melakukan penagihan pajak.

1) Menurut Undang-Undang No.16 Tahun 2000 tentang KUP, Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Keterangan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu satu bulan sejak diterbitkan.

2) Bagi Wajib Pajak usah kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang – undangan perpajakan, jangka


(50)

waktu pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) bulan.

3) Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (SPT PBB) harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterima oleh Wajib Pajak. 4) SKPKB, SKPKBT, STP, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat

Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali dalam Bea atas Perolehan Hak atas Tanah dan / atau Bangunan, yang menyebabkan jumlah Bea yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterima oleh Wajib Pajak. 5) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas SKPKB/SKPKBT,

jangka waktu pelunasan pajak yang tidak disetunjui dalam pembahasan akhir hasil pemerikasaan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.

6) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding atas Surat Keputusan Keberatan sehubungan SKPKB/SKPKBT, jangka waktu pelunasan pajak tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.


(51)

BAB IV

ANALISIS DAN EVALUASI

A. Perbandingan Jumlah Surat Teguran yang Diterbitkan dengan Jumlah

Wajib Tunggakan Pajak

Sebelum penulis membandingkan antara jumlah Surat Teguran yang diterbitkan dengan jumlah Tunggakan Pajak, ada baiknya penulis menyajikan tentang pelaksanaan Surat Teguran itu terlebih dahulu karena hal ini menyangkut mengenai Prosedur Pengeluaran Surat Teguran tersebut oleh Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia.

I. Pelaksanaan Surat Teguran merupakan bagian dari tindakan penagihan yang dikenal sebagai tindakan penagihan aktif persuasif, yaitu untuk menghimbau wajib pajak atau memberi kesempatan bagi wajib pajak yang beritikad baik untuk melunasi tunggakan pajaknya yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Keterangan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan (SKP), Surat Keputusan Keberatan (SKK), Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, tidak atau kurang dibayar setelah lewat jatuh tempo. Dengan kata lain Surat Teguran yang dikeluarkan setelah melampaui waktu tujuh (7) hari dari saat jatuh tempo yang tercantum pada nota perhitungan,


(52)

bertujuan supaya segera melunasi utang pajaknya sebelum dilakukan tindakan penagihan berikutnya.

Kantor Pelayanan Pajak menyimpan arsip Surat Teguran di dalam berkas.Jika Surat Teguran ini tidak ditemui lagi atau hilang, sesuai dengan SE Dirjen.Pajak No. SE-29/PJ.74/1989 Tanggal 25 Juli 1989, diterbitkan kembali Surat Teguran Pertama (salinan) sebagai arsip dengan nomor dan tanggal yang sama, dan dibuat sesuai dengan Buku Surat Teguran. Jika nomor, tanggal, bulan, dan tahun Surat Teguran tidak dapat diketahui, maka dibuatkan Surat Teguran Baru, karena dianggap belum pernah dibuatkan Surat Teguran.

II. Prosedur Pengeluaran Surat Teguran

1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak menugaskan Kepala Seksi Penagihan untuk melakukan penerbitan Surat Teguran atas dasar penagihan pajak yang telah melewati jangka waktu pelunasan.

2) Kepala Seksi Penagihan menugaskan Pelaksana Seksi Penagihan/ Jurusita Pajak untuk melakukan penerbitan Surat Teguran atas dasar penagihan pajak yang telah melewati jangka waktu pelunasan.

3) Pelaksana Seksi Penagihan/ Jurusita Pajak melakukan penelitian kemudian menyusun dan menyerahkan konsep Surat Teguran kepada Kepala Seksi Penagihan. Dalam melakukan penelitian, Pelaksana Seksi Penagihan/ Jurusita Pajak melakukan koordinasi antar seksi terkait, contohnya dengan Seksi Pengawasan dan Konsultasi untuk


(53)

memperoleh data yang valid tentang nama dan alamat wajib pajak, laporan hasil pemeriksaan dan nota perhitungan, dan status pengajuan keberatan atau pengajuan permohonan banding. Pelaksana Seksi Penagihan/ Jurusita Pajak juga dapat melakukan koordinasi dengan Seksi Pelayanan untuk mendapatkan data surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak.

4) Beberapa ketentuan terkait dengan penerbitan Surat Teguran adalah sebagai berikut:

A. Dalam hal wajib pajak mengajukan keberatan dan tidak mengajukan permohonan banding, pelunasan atas jumlah pajak yang belum dibayar dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.

B. Dalam hal wajib pajak mengajukan permohonan banding, pelunasan atas jumlah pajak yang belum dibayar dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding. C. Dalam hal wajib pajak menyetujui seluruh jumlah pajak yang masih

harus dibayar dalam pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi, pelunasan atas jumlah pajak yang masih harus dibayar dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Ketetapan Pajak.

D. Dalam hal wajib pajak usaha kecil dan wajib pajak di daerah tertentu menyetujui seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar


(54)

dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi, pelunasan atas jumlah pajak yang masih harus dibayar dilakukan paling lama 2(dua) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Ketetapan Pajak.

E. Dalam hal wajib pajak tidak melunasi jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a,huruf b,huruf c,dan huruf d, pajak yang masih harus dibayar tersebut ditagih dengan terlebih dahulu menerbitkan Surat Teguran. F. Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada huruf e disampaikan

setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud pada huruf a,huruf b, huruf c, dan huruf d. G. Dalam hal wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh

jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi dan wajib pajak tidak mengajukan keberatan, Surat Teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan keberatan.

H. Dalam hal wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi dan wajib pajak tidak mengajukan permohonan banding atas keputusan


(55)

keberatan, Surat Teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan permohonan banding.

I. Apabila sanksi administrasi dalam Surat Tagihan Pajak dikenakan sebagai akibat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak, yang pajak terutangnya tidak disetujui oleh wajib pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi dan atas Surat Ketetapan Pajak diajukan keberatan dan/ atau banding, tindakan penagihan atas Surat Tagihan Pajak tersebut ditangguhkan sampai dengan Surat Ketetapan Pajak tersebut mempunyai kekuatan hokum tetap.

5) Kepala Seksi Penagihan meneliti dan memaraf kemudian menyerahkan konsep Surat Teguran kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.

6) Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani kemudian menugaskan Kepala Seksi Penagihan untuk menatausahakan dan mengirim Surat Teguran kepada wajib pajak.

7) Kepala Seksi Penagihan menugaskan Pelaksana Seksi Penagihan atau Jurusita Pajak untuk menatausahakan dan mengirimkan Surat Teguran kepada wajib pajak.

8) Pelaksana Seksi Penagihan atau Jurusita Pajak menatausahakan dan mengirimkan Surat Teguran kepada wajib pajak.


(56)

Di bawah ini adalah penyajian data sesuai dengan masalah yang penulis bahas dalam laporan ini :

TABEL 1 : Perbandingan Jumlah Tunggakan Pajak Dengan Surat Teguran

Yang Telah Diterbitkan

No. Tahun Tunggakan Pajak Penerbitan Surat

Teguran

Persentase (%)

Lbr Rp Lbr Rp

1. 2012 14648 16686249793 632 9353604742 4,31 56,05

2. 2013 15087 170977505280 1214 47454148065 8,04 27,75

Sumber : KPP Pratama Medan Polonia

Berdasarkan data di tabel 1 di atas dapat dilihat persentase penerbitan Surat Teguran berdasarkan jumlah tunggakan pajak.Persentase penerbitan lembar Surat Teguran atas lembar tunggakan pajak pada tahun anggaran 2012 sebesar 4,31 %, sedangkan jumlah nilai rupiah yang akan ditagih melalui Surat Teguran adalah 56,05% dari seluruh jumlah nilai rupiah pada tunggakan pajak pada tahun anggaran yang sama.

Pada tahun anggaran 2013 dapat dilihat bahwa bertambahnya lembar Surat Teguran yang diterbitkan adalah hampir mencapai dua kali lipat dibandingkan tahun 2012, yaitu 8,04% dari total lembar tunggakan pajak sedangkan penerbitan Surat Teguran jumlah nilai rupiah berkurang menjadi 27,75 % dari total rupiah jumlah tunggakan pajak.


(57)

Faktor-faktor penyebab adanya perbedaan jumlah lembar dan nilai rupiah tunggakan pajak dengan jumlah lembar dan nilai rupiah yang tercantum dalam Surat Teguran yang diterbitkan adalah sebagai berikut :

1. Jumlah lembar dan nilai rupiah yang ditunjukkan dalam tunggakan pajak merupakan jumlah lembar dan nilai dari setiap Surat Ketetapan Pajak yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak (meliputi STP/SKPKB/SKPKBT) sementara jumlah lembar dan nilai rupiah berdasarkan Surat Teguran yang diterbitkan merupakan jumlah yang terutang oleh satu orang wajib pajak. Hal ini menunjukkan jika bisa saja terjadi satu orang wajib pajak memiliki beberapa tunggakan pajak sesuai dengan jenis ketetapan pajak yang diterbitkan terhadapnya. Sebagai contoh, wajib pajak X mempunyai beberapa tunggakan pajak atau jenis ketetapan pajak yang berbeda tetapi memiliki tanggal jatuh tempo dan tanggal penerbitan yang sama. Oleh karena itu, terhadap wajib pajak X diterbitkan satu Surat Teguran yang terdiri dari beberapa jenis tunggakan pajak. Dengan demikian penerbitan suatu surat teguran dapat meliputi beberapa tunggakan pajak yang berbeda-beda jenis ketetapannya.

2. Diantara tunggakan pajak tersebut terdapat tanggal pajak yang terhutang atas Surat Ketetapan Pajak yang terlah kadaluarsa penagihannya sehingga ketentuan penerbitan Surat Teguran oleh undang-undang dan atas tunggakan tersebut diusulkan untuk dihapus.


(58)

3. Jumlah lembar dan nilai rupiah tunggakan pajak yang tercantum pada tabel 1 meliputi tunggakan pajak yang telah diusulkan dihapus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan penagihan yang berlaku. Tapi tunggakan yang seharusnya dihilangkan dari total tunggakan pajak masih tetap ada. Hal ini disebabkan karena proses pelaksanaan penghapusan tunggakan pajak harus menunggu Keputusan dari Menteri Keuangan sehingga memerlukan waktu yang cukup lama sesuai dengan prosedur dan jenjang birokrasi yang ada.

4. Berdasarkan kegiatan lapangan yang dilakukan oleh juru sita pajak diperoleh kenyataan bahwa keadaan dan identitas wajib pajak tidak akurat lagi. Beberapa penyebabnya antara lain :

A. Wajib pajak sudah meninggal dunia tetapi masih terdaftar pada master file lokal.

B. Wajib Pajak Badan dinyatakan bubar/pailit tanpa pemberitahuan kepada Kantor Pelayanan Pajak.

C. Wajib Pajak Badan/ Orang Pribadi sudah tidak memiliki kegiatan usaha dan tidak dimungkinkan adanya tanda-tanda keaktifan usahanya. D. Wajib pajak memberikan alamat yang tidak sebenarnya (alamat fiktif). Dari kenyataan di atas, maka penerbitan Surat Teguran atas nama wajib pajak yang tidak akurat lagi sering kembali ke KKP sehingga untuk masa selanjutnya tidak dilaksanakan penerbitan Surat Teguran atas wajib pajak tersebut.


(59)

E.Kurangnya Sumber Daya Manusia

Dalam hal ini juga faktor kurangnya sumber daya manusia dari segi kuantitas pada seksi penagihan, karena jika dilihat keadaan wajib pajak yang menunggak pajak terlalu banyak perbulannya baik wajib pajak pribadi maupun badan sedangkan jumlah pegawai yang menerbitkan Surat Teguran khususnya dan penagihan lainnya pada umumnya jumlahnya tidak sebanding.

J. Peranan Surat Teguran dalam Mencairkan Tunggakan Pajak

Peranan Surat Teguran dalam mencairkan tunggakan pajak yang sangat mendasar adalah tanpa adanya/ diterbitkannya Surat Teguran sehingga tindakan penagihan dalam hal ini tindakan penagihan aktif, seperti penerbitan Surat Paksa dan sebagainya tidak dapat dilakukan. Hal ini telah diatur dalam Keputusan Direktorat Jenderal Pajak No. KEP-20/PJ/1995 tentang jadwal waktu penagihan pajak yaitu pasal 1 ayat (1) yang berbunyi :

“Pengeluaran Surat Teguran sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan segera tujuh hari sejak saat jatuh tempo pembayaran dari jumlah pajak yang harus dibayar”.

Peranan Surat Teguran berdasarkan data tunggakan pajak, penerbitan Surat Teguran, pencairan tunggakan pajak akibat penerbitan Surat Teguran dapat dilihat dari penyajian data dalam bentuk tabel dan penganalisaan sebagai berikut :


(60)

TABEL 2 : Penerbitan Surat Teguran Tahun 2012 s.d. 2013

Tahun Wajib Pajak Orang

Pribadi

Wajib Pajak Badan Jumlah

Lembar Jumlah Lembar Jumlah Lembar Jumlah

2012 54 1002960373 578 8350644369 632 9353604742

2013 119 3553244089 1095 43900903976 1214 47454148065

Jumlah 173 4556204462 1673 52251548345 1846 56807752807

Sumber :KPP Pratama Medan Polonia

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dari tahun 2012-2013 rasio kepatuhan pembayaran pajak terutang antara orang pribadi dengan badan berdasarkan lembar Surat Teguran yang diterbitkan berkisar hampir 1:10, yaitu lembaran penerbitan Surat Teguran untuk pribadi sebanyak 173 dibanding dengan lembar penerbitan Surat Teguran untuk badan sebanyak 1673. Dari rasio ini dapat diketahui bahwa tingkat Surat Teguran wajib pajak orang pribadi lebih rendah dibanding dengan wajib pajak badan pada pembayaran pajak.Kemungkinan ini bisa terjadi karena jumlah tunggakan pajak dari wajib pajak badan lebih besar dibanding wajib pajak pribadi sehingga mempengaruhi tingkat kepatuhan dalam pembayaran wajib pajak.

Jika dilihat dari jumlah rupiahnya, dapatlah diketahui begitu pentingnya Surat Teguran diterbitkan untuk mencairkan tunggakan pajak, yaitu untuk tahun anggaran 2012-2013 sebanyak Rp 56807.752.807 yang merupakan akumulasi jumlah rupiah


(61)

dari wajib pajak orang pribadi sebanyak Rp 4.556.204.462 ditambah dengan jumlah wajib pajak badan sebanyak Rp 52.251.548.345.

Sedangkan persentase pencairan tunggakan pajak dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

TABEL 3: Perbandingan Antara Penerbitan Surat Teguran Dengan

Pencairan Tunggakan Pajak Akibat Penerbitan Surat Teguran

No Tahun Pencairan Tunggakan

Pajak Akibat Penerbitan Surat Teguran

Penerbitan Surat Teguran

Persentase

Lbr Rp Lbr Rp Lbr Rp

1 2012 160 1265918826 632 9353604742 25,32 13,53

2 2013 492 6002853029 1214 47454148065 40,53 12,65

Sumber :KPP Pratama Medan Polonia

Persentase dari tabel 3 di atas merupakan persentase pencairan tunggakan pajak akibat penerbitan surat teguran. Pada tahun 2012, persentase pencairan tunggakan pajak akibat penerbitan Surat Teguran berdasarkan lembar Surat Teguran yang cair/ dibayar adalah 25,32% dan persentase berdasarkan jumlah nilai rupiah sebesar 13,53%. Sedangkan pada tahun 2013, persentase pencairan tunggakan pajak akibat penerbitan Surat Teguran berdasarkan lembar Surat Teguran yang cair/ dibayar meningkat menjadi 40,53% tetapi persentase berdasarkan jumlah nilai rupiah menurun menjadi 12,65 % dibandingkan dengan tahun anggaran 2012, tetapi pada


(62)

dasarnya jumlah nilai rupiah tersebut tergantung pada jumlah nilai rupiah pada masing-masing lembar Surat Teguran.

Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara kepatuhan wajib pajak untuk mencairkan tunggakan pajak karena adanya penerbitan Surat Teguran meskipun dilihat dari jumlahnya tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan sisa jumlah tunggakan pajak yang masih belum dibayar. Dalam hal ini, seksi penagihan perlu untuk melanjutkan langkah-langkah selanjutnya dari penagihan tunggakan pajak seperti penerbitan Surat Paksa.

Selanjutnya persentase perbandingan tunggakan pajak berdasarkan tahun anggaran dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4: Data Perbandingan Tunggakan Pajak, Penerbitan Surat Teguran,

Pencairan Tunggakan, dan Sisa Tunggakan Anggaran Tahun 2012 dengan Tahun Anggaran 2013.

NO URAIAN TAHUN ANGGARAN Persentase

2012 2013

lbr Rp lbr Rp lbr Rp

1 Tunggakan

Pajak

14648 16686249793 15087 170977505280 97,1 97,1

2 Penerbitan

Surat Teguran

632 9353604742 1214 47454148065 52,05 1,97

3 Pencairan

Tunggakan


(63)

4 Sisa Tunggakan

15087 15420330967 15637 11094897499 96,48 138,9

Sumber : KPP Pratama Medan Polonia

Berdasarkan data di dalam tabel di atas, dapat dilihat bahwa persentase peningkatan / penurunan masing masing poin berdasarkan perbandingan tahun 2012 dengan tahun anggaran 2013, sebagai berikut :

1. Persentase tunggakan pajak antara tahun 2012 dengan tahun anggaran tahun 2013 terjadi peningkatan jumlah lembar tunggakan pajak sebesar 97,1% namun peningkatan tunggakan pajak dalam jumlah rupiah hanya sebesar 9,75%.

2. Persentase Penerbitan Surat Teguran antara tahun anggaran 2012 dengan tahun 2013 terjadi peningkatan jumlah lembar Surat Teguran yang diterbitkan yaitu sebesar 52,05% namun peningkatan dalam jumlah rupiah tidak terlalu besar hanya sebesar 1,97%.

3. Persentase Pencairan Tunggakan akibat Penerbitan Surat Tunggakan antara tahun anggaran 2012 dengan tahun 2013 terjadi peningkatan jumlah lembar Surat Teguran yang dicairkan sekitar 32,52% dan pada jumlah rupiahnya sekitar 21,08%.

4. Persentase Sisa Tunggakan antara tahun 2012 dengan tahun anggaran 2013 terjadi peningkatan jumlah lembar tunggakan pajak yang belum dibayar / cair yaitu sebesar 96,48% dan terjadi juga peningkatan persentase jumlah nilai rupiah pada lembar tunggakan pajak yang belum cair / dibayar yaitu sebesar


(64)

138,9%. Sisa tunggakan inilah yang akan dicairkan melalui tindakan penagihan aktif seperti Penerbitan Surat Paksa, Penyitaan dan Pelelangan.


(65)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian yang dikemukan dalam bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan, yaitu :

1. Peranan Surat Teguran dalam rangka penagihan Surat Tunggakan Pajak sangat besar, karena tindakan penagihan tidak dapat dilakukan terhadap wajib pajak yang mempunyai tunggakan pajak tanpa terlebih dahulu kepadanya diterbitkan Surat Teguran, yang mana Surat Teguran itu merupakan tindakan penagihan aktif persuasif yang gunanya untuk mengimbau wajib pajak yang beritikad baik untuk melunasi tunggakan pajaknya yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Keputusan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan (SKP), Surat Keputusan Keberatan (SKK), Pusat Banding yang telah jatuh tempo.

2. Terdapat banyak hambatan yang perlu dipertimbangkan dalam penerbitan Surat Teguran agar Surat Teguran yang diterbitkan benar-benar sampai pada wajib pajak yang dituju, yang mana tujuannya tak lain adalah agar wajib pajak tersebut segera melunasi/ membayar tunggakan pajaknya.


(66)

3. Masih ada wajib pajak yang tidak mengindahkan Surat Teguran yang sudah diterimanya dengan berbagai alasan. Hal ini dapat dilihat dari data-data yang ada bahwa masih banyak terdapat sisa tunggakan pajak yang belum dapat dicairkan dengan Surat Teguran.

4. Tujuan akhir dari penagihan bukanlah untuk menyita atau melelang barang milik penanggung pajak atau melakukan pencegahan dan penyanderaan penanggung pajak tetapi dalam rangka untuk pelunasan utang pajak sehingga diberlakukan prosedur-prosedur penagihan pajak. Contohnya, terlebih dahulu diterbitkan Surat Teguran kepada wajib pajak/ penanggung pajak yang masih mempunyai tunggakan pajak sebelum dilakukan tindakan penagihan aktif lainnya seperti penerbitan Surat Paksa, Penyitaan dan lain sebagainya, yang mana pelunasan tunggakan pajak tersebut diharapkan dapat meningkatkan kemandirian pembiayaan menuju masyarakat yang sejahtera material dan spiritual.

B. SARAN

Adapun saran-saran yang dapat penulis kemukakan adalah sebagai berikut :

1. Agar setiap wajib pajak yang masih mempunyai tunggakan pajak diterbitkan Surat Teguran tanpa ada kecualinya, dan jika tidak diindahkan diteruskan dengan tindakan penagihan aktif seperti penerbitan Surat Paksa, Penyitaan dan sebagainya.


(67)

2. Sebaiknya anggota masyarakat atau wajib pajak agar menyadari kepercayaan pemerintah yang diberikan yaitu mengenai self assessment system dimana wajib pajak dapat melaksanakan kewajiban perpajakan sebaik-baiknya. Hal ini tentunya lebih memudahkan fiskus dalam melaksanakan tugasnya.

3. Menambah jumlah tenaga kerja pada seksi penagihan agar lebih banyak tugas yang dapat dikerjakan dengan baik.

4. Dalam meningkatkan penerimaan dalam negeri khususnya dari sektor pajak, hendaknya tindakan penagihan pajak lebih ditingkatkan sehingga semua tunggakan pajak yang ada dapat dicairkan guna penambahan penerimaan dalam negeri.


(68)

DAFTAR PUSTAKA

Anang Mury Kurniawan (2011; 111).

B. Budisatyo, Perpajakan, Penerbit STIE Perbanas Jakarta, 1998.

Moelyo Hadi, Dasar-dasar penagihan pajak, Ed. 2, Cet. 3, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995.

Moelyo Hadi, Dasar-dasar penagihan pajak dengan surat paksa, Oleh Juru Sita pajak pusat dan daerah ( Berdasarkan Undang-undang No 19 Tahun 1997 ), Ed. 2, Cet. 3, Penerbit PT. Grasindo Persada, Jakarta, 1998.

Resmi Siti, 2008, Perpajakan Teori,Salemba Empat, Jakarta

Rochmat Soemitro, Asas dan dasar perpajakan 2, Penerbit Refika, Bandung. 1998. Undang-undang penagihan pajak Negara dengan surat paksa( Undang-undang No.19 Tahun 1959).


(1)

4 Sisa Tunggakan

15087 15420330967 15637 11094897499 96,48 138,9

Sumber : KPP Pratama Medan Polonia

Berdasarkan data di dalam tabel di atas, dapat dilihat bahwa persentase peningkatan / penurunan masing masing poin berdasarkan perbandingan tahun 2012 dengan tahun anggaran 2013, sebagai berikut :

1. Persentase tunggakan pajak antara tahun 2012 dengan tahun anggaran tahun 2013 terjadi peningkatan jumlah lembar tunggakan pajak sebesar 97,1% namun peningkatan tunggakan pajak dalam jumlah rupiah hanya sebesar 9,75%.

2. Persentase Penerbitan Surat Teguran antara tahun anggaran 2012 dengan

tahun 2013 terjadi peningkatan jumlah lembar Surat Teguran yang diterbitkan yaitu sebesar 52,05% namun peningkatan dalam jumlah rupiah tidak terlalu besar hanya sebesar 1,97%.

3. Persentase Pencairan Tunggakan akibat Penerbitan Surat Tunggakan antara tahun anggaran 2012 dengan tahun 2013 terjadi peningkatan jumlah lembar Surat Teguran yang dicairkan sekitar 32,52% dan pada jumlah rupiahnya sekitar 21,08%.

4. Persentase Sisa Tunggakan antara tahun 2012 dengan tahun anggaran 2013

terjadi peningkatan jumlah lembar tunggakan pajak yang belum dibayar / cair yaitu sebesar 96,48% dan terjadi juga peningkatan persentase jumlah nilai


(2)

57

138,9%. Sisa tunggakan inilah yang akan dicairkan melalui tindakan penagihan aktif seperti Penerbitan Surat Paksa, Penyitaan dan Pelelangan.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian yang dikemukan dalam bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan, yaitu :

1. Peranan Surat Teguran dalam rangka penagihan Surat Tunggakan Pajak sangat besar, karena tindakan penagihan tidak dapat dilakukan terhadap wajib pajak yang mempunyai tunggakan pajak tanpa terlebih dahulu kepadanya diterbitkan Surat Teguran, yang mana Surat Teguran itu merupakan tindakan penagihan aktif persuasif yang gunanya untuk mengimbau wajib pajak yang beritikad baik untuk melunasi tunggakan pajaknya yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Keputusan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan (SKP), Surat Keputusan Keberatan (SKK), Pusat Banding yang telah jatuh tempo.

2. Terdapat banyak hambatan yang perlu dipertimbangkan dalam

penerbitan Surat Teguran agar Surat Teguran yang diterbitkan benar-benar sampai pada wajib pajak yang dituju, yang mana tujuannya tak lain adalah agar wajib pajak tersebut segera melunasi/ membayar


(4)

59

3. Masih ada wajib pajak yang tidak mengindahkan Surat Teguran yang

sudah diterimanya dengan berbagai alasan. Hal ini dapat dilihat dari data-data yang ada bahwa masih banyak terdapat sisa tunggakan pajak yang belum dapat dicairkan dengan Surat Teguran.

4. Tujuan akhir dari penagihan bukanlah untuk menyita atau melelang

barang milik penanggung pajak atau melakukan pencegahan dan penyanderaan penanggung pajak tetapi dalam rangka untuk pelunasan utang pajak sehingga diberlakukan prosedur-prosedur penagihan pajak. Contohnya, terlebih dahulu diterbitkan Surat Teguran kepada wajib pajak/ penanggung pajak yang masih mempunyai tunggakan pajak sebelum dilakukan tindakan penagihan aktif lainnya seperti penerbitan Surat Paksa, Penyitaan dan lain sebagainya, yang mana pelunasan tunggakan pajak tersebut diharapkan dapat meningkatkan kemandirian pembiayaan menuju masyarakat yang sejahtera material dan spiritual.

B. SARAN

Adapun saran-saran yang dapat penulis kemukakan adalah sebagai berikut :

1. Agar setiap wajib pajak yang masih mempunyai tunggakan pajak diterbitkan Surat Teguran tanpa ada kecualinya, dan jika tidak diindahkan diteruskan dengan tindakan penagihan aktif seperti penerbitan Surat Paksa, Penyitaan dan sebagainya.


(5)

2. Sebaiknya anggota masyarakat atau wajib pajak agar menyadari kepercayaan pemerintah yang diberikan yaitu mengenai self assessment system dimana wajib pajak dapat melaksanakan kewajiban perpajakan sebaik-baiknya. Hal ini tentunya lebih memudahkan fiskus dalam melaksanakan tugasnya.

3. Menambah jumlah tenaga kerja pada seksi penagihan agar lebih banyak tugas yang dapat dikerjakan dengan baik.

4. Dalam meningkatkan penerimaan dalam negeri khususnya dari sektor pajak, hendaknya tindakan penagihan pajak lebih ditingkatkan sehingga semua tunggakan pajak yang ada dapat dicairkan guna penambahan penerimaan dalam negeri.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Anang Mury Kurniawan (2011; 111).

B. Budisatyo, Perpajakan, Penerbit STIE Perbanas Jakarta, 1998.

Moelyo Hadi, Dasar-dasar penagihan pajak, Ed. 2, Cet. 3, Penerbit PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta, 1995.

Moelyo Hadi, Dasar-dasar penagihan pajak dengan surat paksa, Oleh Juru Sita pajak pusat dan daerah ( Berdasarkan Undang-undang No 19 Tahun 1997 ), Ed. 2, Cet. 3, Penerbit PT. Grasindo Persada, Jakarta, 1998.

Resmi Siti, 2008, Perpajakan Teori,Salemba Empat, Jakarta

Rochmat Soemitro, Asas dan dasar perpajakan 2, Penerbit Refika, Bandung. 1998.

Undang-undang penagihan pajak Negara dengan surat paksa( Undang-undang