Sistem Pelaksanaan Perhitungan Pph Pasal 21 Pada Ppks ( Pusat Penelitian Kelapa Sawit ) Unit Usaha Marihat Pematang Siantar

(1)

SISTEM PELAKSANAAN PERHITUNGAN PPH PASAL 21 PADA PPKS ( PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT )

UNIT USAHA MARIHAT PEMATANG SIANTAR

TUGAS AKHIR

Diajukan Oleh :

ATIFAH JUNITA 122101109

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Pada Program Diploma III

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

(3)

i

Puji dan Syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nya penulis masih diberikan nikmat kesehatan dan

kesempatan untuk dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “ SISTEM

PELAKSANAAN PERHITUNGAN PPH PASAL 21 PADA PPKS ( PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT ) UNIT USAHA MARIHAT PEMATANG SIANTAR ” ini dengan baik. Adapun Tugas Akhir ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan dan mendapatkan gelar Ahli Madya dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Diploma III Manajemen Keuangan Universitas Sumatera Utara. Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini tidak lepas dari arahan dan dukungan moril dari berbagai pihak, maka pada kesempatan kali ini izinkanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada :

1. Ayah dan Ibu tercinta yakni Bapak Naman dan Ibu Suryani yang telah

begitu banyak berkorban untuk mendidik dan mengasuh penulis serta seluruh keluarga yang telah memberikan do’a, kasih sayang dan cinta serta dukungannya baik berupa moril maupun materil yang tiada henti sehinggga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.

2. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, SE, Mec.Ac,Ak. selaku Dekan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Yeni Absah, SE, M.Si. selaku Ketua Program Diploma III

Manajemen Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.


(4)

ii

4. Bapak Syafrizal Helmi Situmorang, SE, M.Si. selaku Sekretaris Program

Studi Diploma III Manajemen Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Fadli, SE, M.Si. selaku Dosen Pembimbing penulis yang telah

banyak memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

6. Bapak H. Surianto Sinaga, SH, MM. selaku Ka. Unit PPKS Marihat,

Pematang Siantar.

7. Bapak Edison Siregar selaku Penjab. Akuntansi dan Keuangan PPKS Unit

Usaha Marihat dan Bapak Bambang selaku Pembimbing Magang Penulis di PPKS Unit Usaha Marihat, Pematang Siantar.

8. Bapak Juli Kiswondo, S.IP, M.SI. dan seluruh staf karyawan dan karyawati PPKS Unit Usaha Marihat, Pematang Siantar.

9. Sahabat penulis Fitri, Riska, Ratna, Rahma, Lina, Anin, Azmi dan Alfifto yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir.

Semoga Tugas Akhir ini bermanfaat dan dapat dipergunakan untuk menambah ilmu pengetahuan dan bahan masukan bagi pembaca dan pihak-pihak yang berkepentingan.

Medan, 15 Juni 2015 Penulis


(5)

iii

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penulisan ... 4

D. Manfaat Penulisan ... 4

BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Perusahaan ... 6

B. Struktur Organisasi Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) ... 8

C. Uraian Tugas... 10

D. Jaringan Usaha/Kegiatan ... 16

E. Kinerja Usaha Terkini ... 19

BAB III PEMBAHASAN A. Teori Perpajakan Secara Umum ... 21

1. Definisi Pajak ... 21

2. Fungsi Pajak ... 24

3. Sistem Pemungutan Pajak ... 25

4. Sanksi Pidana ... 26

B. Pajak Penghasilan Pasal 21 ... 27

1. Pengertian PPh Pasal ... 27

2. Dasar Hukum ... 27

3. Pemotong PPh Pasal 21 ... 28

4. Penerima PPh Pasal 21 ... 29


(6)

iv

C. Tarif Pajak Penghasilan ... 31 1. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) ... 31 2. Penghasilan Kena Pajak (PKP) ... 33

3. Tarif Pemotongan PPh Pasal 21 Bagi Penerima Penghasilan

yang Tidak Mempunyai NPWP... 34

D. Tata Cara Penerapan dan Penghitungan Pajak Penghasilan

Pasal 21 Karyawan Di PPKS ... 35 1. Perhitungan Pajak Penghasilan Bagi Karyawan Tetap ... 35

2. Perhitungan Pajak Penghasilan Bagi Karyawan yang Tidak

Memiliki NPWP ... 38

E. Sistem Pelaksanaan Pemungutan dan Pemotongan PPh Pasal

21 atas Gaji Karyawan Pada PPKS Unit Usaha Marihat ... 40

F. Realisasi Pembayaran PPh Pasal 21 Pada PPKS Unit

Usaha Marihat, Pematang Siantar ... 42

G. Kendala-kendala Dalam PembayaranPPh Pasal 21 Pada

PPKS Unit Usaha Marihat dan Upaya Mengatasinya ... 43

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 45 B. Saran ... 46


(7)

v

Tabel 3.1 PTKP Untuk Wajib Pajak Laki-laki Tidak Kawin dan

Wanita (Kawin/Tidak Kawin) ... 32 Tabel 3.2 PTKP Untuk Laki-Laki Kawin dan Istri Tidak Bekerja ... 32

Tabel 3.3 PTKP Untuk Laki-Laki Kawin dan Istri Bekerja atau

Usaha ... 33 Tabel 3.4 Tarif Pajak Orang Pribadi ... 33 Tabel 3.5 Tarif Pajak Wajib Pajak Badan Dalam Negeri ... 33

Tabel 3.6 Tarif Pajak Untuk Wajib Pajak Yang Tidak Memilik

NPWP ... 35

Tabel 3.7 Realisasi Pembayaran PPh Pasal 21 Tahun 2013 dan


(8)

vi

DAFTAR GAMBAR

No. Tabel Judul Halaman

Gambar 2.1 Struktur Organisasi Pusat Penelitian Kelapa Sawit

(PPKS) Unit Medan ... 9 Gambar 2.2 Struktur Organisasi Pusat Penelitian Kelapa Sawit


(9)

1 A. Latar Belakang

Indonesia adalah Negara Hukum yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 yang dalam perkembangannya telah menghasilkan pembangunan untuk seluruh masyarakat Indonesia. Pelaksanaan pembangunan di Indonesia selain bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum, juga untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Untuk mencapai tujuan tersebut, Pemerintah telah memberlakukan 2 (dua) instrumen kebijakan ekonomi, yaitu kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Kebijakan moneter akan berpengaruh terhadap keadaan di pasar uang, sedangkan kebijakan fiskal digunakan untuk menutupi biaya pembangunan yang diperoleh melalui penerimaan negara terutama dari pajak, baik secara intensifikasi (untuk optimalisasi penerimaan pajak) maupun ekstensifikasi (melalui perluasan jenis-jenis pajak).

Dilihat dari segi ekonomi, pajak merupakan sumber penerimaan utama dan terbesar bagi Indonesia. Disamping sebagai penerimaan negara yang utama

(fungsi budgetair), pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau

melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi (fungsi reguler). Pajak di Indonesia juga mempunyai peranan yang sangat besar dalam membiayai pengeluaran pembangunan, menunjang kegiatan ekonomi, melindungi kegiatan produksi dalam negeri dan kebijakan lainnya dalam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Akan tetapi, dalam penerapannya ada beberapa hambatan


(10)

2

yang dialami Indonesia pada tata cara penghitungan pajak penghasilan, penyetoran pajak terutang dan pelaporan serta cara pengisian SPT Pajak.

Hambatan pertama yang menyebabkan penerimaan pajak belum optimal adalah sedikitnya jumlah pegawai pajak. Jika dibandingkan dengan Negara Jepang dan Jerman, Indonesia sudah sangat jauh tertinggal. Jepang dengan jumlah penduduk 127 juta jiwa mempunyai 66 ribu pegawai pajak, Jerman dengan jumlah penduduk 82 juta jiwa mempunyai 110 ribu pegawai pajak dan Indonesia dengan jumlah penduduk 240 juta jiwa hanya mempunyai 30 ribu pegawai pajak. Maka tidak heran jika penerimaan pajak Indonesia belum optimal jika dibandingkan dengan kedua negara tersebut.

Hambatan yang kedua dikarenakan sedikitnya jumlah pekerja Indonesia yang mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah identitas Wajib Pajak. Kewajiban memiliki NPWP hanya dikaitkan dengan penghasilan dalam satu tahun apapun jenis penghasilannya. Apabila penghasilan seseorang sudah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dalam satu tahun, maka berdasarkan ketentuan perpajakan ia wajib untuk mempunyai NPWP. Sebaliknya jika penghasilannya di bawah PTKP, maka ia tidak wajib mempunyai NPWP. Namun pada kenyataannya, sampai saat ini banyak karyawan yang tidak mempunyai NPWP walaupun penghasilannya telah melebihi PTKP.

Hambatan yang terakhir adalah tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan maupun pribadi dalam membayar pajak masih sangat rendah. Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia yang jumlah penduduknya lebih dari 240 juta jiwa. Dari 60 juta pekerja telah dikategorikan


(11)

sebagai Wajib Pajak, baru 25 juta pekerja yang sudah membayar pajak penghasilan sedangkan 35 juta pekerja lainnya masih belum membayar Pajak Penghasilan. Begitu juga dengan Wajib Pajak badan, dari 5 juta badan usaha yang ada di Indonesia baru 250 ribu badan usaha yang membayar pajak dan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak.

Pemahaman tentang tata cara perhitungan pajak penghasilan, penyetoran pajak terutang, dan pelaporan serta cara pengisian SPT Tahunan Wajib Pajak orang pribadi atau badan sangat penting karena akan mempermudah dalam pemenuhan kewajiban perpajakan, sehingga kesadaran para wajib pajak untuk melaksanan kewajibannya akan semakin tinggi. Hal tersebut juga akan mempengaruhi peningkatan pendapatan negara di sektor pajak. Sedikitnya penelitian mengenai pemahaman tata cara penghitungan pajak penghasilan, penyetoran pajak terutang dan pelaporan serta tata cara pengisian SPT Tahunan Wajib Pajak orang pribadi menjadi alasan mengapa penulis membuat Tugas Akhir ini. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengangkat dan menuangkan masalah ini dalam Tugas Akhir yang berjudul “SISTEM PELAKSANAAN PERHITUNGAN PPH PASAL 21 PADA PPKS UNIT USAHA MARIHAT PEMATANG SIANTAR”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, adapun pokok permasalahan yang dapat diambil sebagai dasar kajian dalam penulisan Tugas Akhir yang dilakukan adalah:

1. Bagaimana tata cara penghitungan, penyetoran dan pelaporan SPT Tahunan


(12)

4

2. Bagaimana tata cara penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk karyawan

yang mempunyai dan tidak mempunyai NPWP di PPKS Unit Usaha Marihat ?

3. Apa saja kendala yang dihadapi dalam pembayaran PPh Pasal 21 di PPKS

Unit Usaha Marihat dan upaya yang digunakan untuk mengatasinya ?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah :

1. Untuk mengetahui tata cara penghitungan, penyetoran dan pelaporan SPT

Tahunan PPh pasal 21 bagi Wajib Pajak di PPKS Unit Usaha Marihat. 2. Untuk mengetahui besarnya tarif pajak penghasilan dan tata cara penerapan

penghitungan PPh Pasal 21 untuk karyawan yang mempunyai dan tidak mempunyai NPWP di PPKS Unit Usaha Marihat.

3. Untuk mengetahui realisasi pembayaran PPh Pasal 21 di PPKS Unit Usaha

Marihat pada tahun 2013 – 2014.

4. Untuk mengetahui kendala dan upaya mengatasi kendala yang dihadapi

dalam pembayaran PPh pasal 21 di PPKS Unit Usaha Marihat.

D. Manfaat Penulisan

Setiap penulisan disamping memiliki tujuan diharapkan juga memiliki manfaat untuk beberapa pihak, diantaranya :

1. Bagi Penulis

Dapat menambah dan memperdalam ilmu pengetahuan penulis dalam bidang perpajakan khususnya Pajak Penghasilan Pasal 21.


(13)

2. Bagi Pembaca

Dapat memberikan informasi dan memberikan sedikit pemikiran mengenai perpajakan di Indonesia terutama tentang Pajak Penghasilan Pasal 21.

3. Bagi Universitas

Sebagai bahan referensi bagi penulisan Tugas Akhir selanjutnya dengan tema yang dapat dikembangkan.

4. Bagi Karyawan PPKS Unit Usaha Marihat

Dapat memberikan informasi tentang pengaruh Pajak Penghasilan Pasal 21 terhadap karyawan yang memiliki dan tidak memiliki NPWP dan dapat memberikan masukan serta meningkatkan kedisiplinan dalam melaksanakan peraturan.


(14)

6 BAB II

PROFIL PERUSAHAAN

A. Sejarah Singkat Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS)

Cikal bakal Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) didirikan oleh Algemeene Proefstation der AVROS (APA) pada tanggal 26 September 1916 yang di kemudian hari dikenal dengan nama RISPA (Research Institute of the Sumatra Planters Association). Pada tahun 1968 RISPA berubah menjadi Balai Penelitian Perkebunan (BPP) Medan. Pada tahun 1987, BPP ditempatkan di bawah koordinasi AP3I (Asosiasi Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Indonesia) dan Badan Litbang Pertanian dengan sebutan Pusat Penelitian Perkebunan (Puslitbun). Pusat Penelitian Kelapa Sawit merupakan gabungan dari 3 lembaga penelitian yaitu Pusat Penelitian Perkebunan (Puslitbun) Medan, Puslibun Marihat dan Puslitbun Bandar Kuala yang didirikan berdasarkan Surat Keputusan Ketua DPH-AP31 No. 084/Kpts/DPH/XII/1993 pada 24 Desember 1992.

Pusat Penelitian Kelapa Sawit berada dalam koordinasi Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI) Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia yang anggotanya terdiri dari PT Perkebunan Nusantara dan PT Rajawali Nusantara. Sejak 22 Desember 2009, LRPI resmi mendapatkan badan hukum dari PT Riset Perkebunan Nusantara (PT RPN-anak perusahaan BUMN Perkebunan). PT RPN merupakan transformasi sistem pengelolaan dari non coorporate research menjadi coorporate research dan mulai efektif beroperasi pada tanggal 5 Februari 2010 dan mengelola 5 Puslit dan 1 Balit. PPKS dalam waktu dekat akan spin off menjadi PT yang merupakan anak perusahaan PT RPN.


(15)

Dalam melaksanakan kegiatannya PPKS dibina oleh Dewan Penyantun LRPI yang beranggotakan Direktur Jenderal Perkebunan, Kepala Badan Litbang Pertanian, Deputi Menteri Negara BUMN Bidang Agro Industri, Kehutanan, Kertas, Percetakan dan Penerbitan, Direktur Jenderal Industri Kimia, Agro dan

Hasil Hutan yang mewakili pemerintah. PPKS diharapkan menjadi center of

excelence yang dijadikan acuan dalam penentuan kebijakan pembangunan industri kelapa sawit. Sedangkan misi PPKS adalah menunjang industri kelapa sawit di Indonesia melalui penelitian dan pengembangan serta pelayanan. Diharapkan melalui paket teknologi maupun pengembangan IPTEK yang dihasilkan, PPKS dapat menjadi motor penggerak (prime mover) bagi pengembangan industri perkebunan kelapa sawit di Indonesia. PPKS merupakan satu-satunya lembaga penelitian milik pemerintah yang bergerak dalam penelitian semua aspek kelapa sawit. Pentingnya peran PPKS dalam menunjang perkembangan industri kelapa sawit nasional telah diakui oleh berbagai pihak sehingga PPKS memperoleh penghargaan berupa Achmad Bakrie Award bidang Teknologi pada Tahun 2008, Anugerah Iptek dari Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) pada Tahun 2011 dan ditetapkan sebagai Pusat Unggulan Iptek (PUI) oleh Kemenristek sejak Tahun 2011.

Visi dan Misi Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) VISI

“Menjadi lembaga penelitian bertaraf internasional yang mampu menjadi acuan (center of exellence) bagi dunia perkelapasawitan yang dalam kegiatannya mampu mandiri secara finansial dan memiliki sumber daya insani yang berkualitas dan sejahtera”.


(16)

8

MISI

1. Mengembangkan teknologi unggul perkelapasawitan melalui penelitian

yang efektif dan efisien dan melakukan kegiatan pelayanan tepat sasaran.

2. Menunjang pengembangan perkelapasawitan nasional melalui penyediaan

produk dan jasa pelayanan dan konsep/pemikiran penanganan masalah kelapa sawit.

3. Mendorong pengembangan SDM, lapangan kerja dan pelestarian sumber

daya alam/lingkungan.

4. Menggali potensi usaha sendiri dalam kerangka institusi nirlaba yang

berbadan hukum, yang tidak mengutamakan keuntungan untuk dapat mandiri dan sejahtera secara berkesinambungan.

B. Struktur Organisasi Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) 1. Struktur Organisasi PPKS Unit Medan

Untuk melaksanakan kegiatannya Pusat Penelitian Kelapa Sawit memiliki struktur organisasi yang terdiri dari Direktur I sebagai penanggung jawab umum – keuangan dan Direktur II sebagai penanggung jawab penelitian dan pengembangan. Untuk melaksanakan kegiatan penelitian dan pengembangan Direktur dibantu oleh Asisten Direktur Pra Panen dan Asisten Direktur Pasca Panen. Direktur juga dibantu oleh dua orang Kepala Biro yaitu Kepala Biro Umum yang menangani masalah administrasi dan Kepala Biro Pelayanan yang menangani masalah pelayanan. Sementara untuk menangani masalah kebun percobaan/sub station yang ada pada eks Puslitbun Medan dan eks Puslitbun


(17)

Marihat-Bandar Kuala, Direktur dibantu oleh Kepala Balai Penelitian Medan dan Kepala Balai Penelitian Marihat - Bandar Kuala.

Gambar 2.1. Struktur Organisasi Pusat Penelitian Kelapa Sawit Unit Medan Sumber : Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan (2015)

DIREKTUR

Kepala Bidang Penelitian

• Urusan Kerjasama

& Dukungan Penelitian

• Administrasi

Penelitian

• Pemuliaan & Bioteknologi Tanaman

• Ilmu Tanah & Agronomi

• Proteksi Tanaman

• Pengolahan

Hasil & Mutu

• Rekayasa

Teknologi & Pengelolaan Lingkungan

• Sosio

Tekno-Ekonomi

Kepala Biro Umum/ SDM

Kepala Bidang

Usaha General Manager SUS Bahan Tanaman

• Unit Usaha

Medan

• Unit Usaha

Marihat

• Pengembangan

Usaha & Promosi

• Pelayanan Jasa & Konsultasi • Laboratorium Pelayanan • Breeding Research For Development

• Pohon Induk

• Produksi

• Quality Control / Quality Assurance

• Pemasaran & Logistik

• Kultur Jaringan

• SDM & Hukum

• Keuangan & Akuntansi

• Rumah Tangga

• Pengadaan & Inventaris

Intern Audit

• Management

Representative & ISO Team


(18)

10

2. Struktur Organisasi PPKS Unit Usaha Marihat

Gambar 2.2. Struktur Organisasi Pusat Penelitian Kelapa Sawit Unit Usaha Marihat Sumber : Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Unit Marihat (2015)

C. Uraian Tugas (Job Description)

Jabatan - jabatan yang ada berdasarkan struktur organisasi pada Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:

1. Direktur

Berfungsi memimpin Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan untuk melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan komoditi perkebunan

KA. UNIT PPKS MARIHAT

Keuangan

• Keuangan

• Verifikasi

• Poliklinik

• Mess I & II

Administrasi / SDM URT Kebun Produksi /

Bibitan

• Biro URT

• Kemotoran

• Bengkel

• Listrik

• Air

• Gudang

• Pustaka / Aula

• Perawatan Lapangan • Lapangan Tennis • Kalianta • Dalu-dalu • Sijambu-jambu

• T.Dalam /

P.Maria

• Padang Madarsah

• Simirik

• Bibitan Komersil

• SDM /

Personalia

• Telepon / Fax

• Pos

• TK

• Titipan Baby

• Gereja

• Mesjid

• Darma Wanita

• Fotocopy


(19)

kelapa sawit dan kakao dan sebagai penanggung jawab kegiatan penelitian dan pengembangan sesuai dengan yang ditetapkan rapat anggota dan DPH-AP3I.

Adapun tugas-tugas Direktur adalah sebagai berikut :

a. Mengarahkan kebijakan penelitian dan pengembangan komoditi

perkebunan kelapa sawit dan kakao dalam mencapai maksud dan tujuan PPKS Medan.

b. Membina seluruh jajaran unit kerja guna mencapai maksud dan tujuan

PPKS Medan.

c. Mengelola kegiatan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan dan

bertindak atas nama Pusat Penelitian Kelapa Sawit dalam melakukan hubungan dengan pihak luar untuk menjamin terselenggara fungsi Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan.

d. Mengupayakan kemandirian dalam mengatasi sumber daya alam dan

sumber dana sesuai dengan AD dan ART AP3I yang disahkan.

2. Kepala Urusan SDM/Hukum

Berfungsi membantu di bidang hukum yang bertanggung jawab kepada Kepala Bagian Personalia. Adapun tugas Kepala Urusan SDM/Hukum adalah :

a. Menjadi pengacara penasehat hukum untuk dan atas nama perusahaan

dan karyawan.

b. Menghubungi instansi lain yang ada kaitannya dengan masalah hukum. c. Melakukan tata usaha di bidang hukum.


(20)

12

3. Kepala Urusan Akuntan dan Keuangan

Berfungsi sebagai penunjang di bidang keuangan yang bertanggung jawab kepada Kepala Biro Umum. Adapun tugas Kepala Bagian Keuangan adalah:

a. Menyelenggarakan pengelolaan keuangan.

b. Menyelenggarakan pembayaran dan penerimaan kas.

c. Melakukan tata usaha keuangan.

d. Menyelenggarakan administrasi penjualan hasil dan jasa.

4. Kepala Usaha Rumah Tangga

Berfungsi membantu di bidang kerumah tanggaan, yang bertanggung jawab kepada Kepala Bagian Administrasi. Adapun tugas Kepala Sub Bagian Kerumah Tanggaan adalah :

a. Memelihara gedung dan rumah dinas.

b. Melakukan perbengkelan dan pool kendaraan.

c. Memperbaiki gedung, rumah dan emplasemen.

d. Memelihara kebersihan halaman.

e. Melakukan ketata usahaan rumah tangga.

5. Kepala Bidang Usaha

Mempunyai tugas sebagai berikut :

a. Membuat garis besar sistem atau metode pelaksanaan bidang usaha dan

pengendalian.

b. Memimpin, mengkoordinasi dan mengendalikan kegiatan-kegiatan

kelompok usaha.

c. Mempersiapkan rencana kerja, anggaran pendapatan dan belanja lingkup bidang usaha.


(21)

d. Meningkatkan produktivitas Kelapa Sawit di lingkup bidang usaha.

e. Mengajukan usulan program pengembangan usaha, jasa pelayanan

konsultasi dan jasa laboratorium, program pelatihan dan promosi serta pengembangan/pembangunan Kelapa Sawit yang baru.

f. Mengusulkan rencana perubahan teknis untuk mencapai efektivitas dan

efisiensi pelaksanaan kegiatan usaha.

g. Menyampaikan laporan pelaksanaan dan hasil akhir kegiatan di bidang

kepada Direktur.

6. Kepala Unit Usaha Medan

Berfungsi sebagai pengelola dan pengawas pelaksanaan. Adapun tugas-tugas unit usaha Medan adalah :

a. Melakukan pengawasan seluruh kebun lingkup unit usaha Medan.

b. Membantu dan menerima tugas yang berkaitan dengan unit usaha Medan

dan Kepala Bidang Usaha.

c. Melakukan pengawasan/menilai kepegawaian dan pengendalian

pelaksanaan di lingkup unit usaha Medan.

d. Melakukan pemeriksaan terhadap pelaksanaan operasional kebun lingkup usaha Medan dengan tujuan efektivitas dan efisiensi.

e. Pengawasan pelaksanaan kontrak perjanjian kerja pemeliharaan tanaman di kebun lingkup unit usaha Medan dengan pihak ketiga.

7. Kepala Unit Usaha Marihat Memiliki tugas sebagai berikut :

a. Membuat garis besar sistem metode pelaksanaan kegiatan operasional


(22)

14

b. Merencanakan, memimpin, mengkoordinasikan dan mengendalikan

kegiatan operasional di wilayah kerja.

c. Mempersiapkan rencana kerja, anggaran pendapatan dan belanja lingkup Marihat.

d. Membantu kegiatan operasional unit usaha produksi dan kegiatan

peneliti.

8. Manajer Pengembangan Usaha Promosi (PUP)

Berfungsi sebagai berikut :

a. Manajer PUP berfungsi sebagai pengelola dan pengawas pelaksanaan

tugas sepuluh kegiatan penanggung jawab meliputi administrasi,

pameran, pelatihan/training, teknologi, informasi, publikasi,

perpustakaan, pustekinfo dan waralaba serta bisnis center.

b. Membantu Kepala Bidang Usaha dalam mengelola semua kegiatan yang

berkaitan dengan :

1) Sumber dana yang berkaitan dengan lingkup pengembangan usaha

dan promosi yang meliputi sumber daya manusia, keuangan dan fasilitas.

2) Menyusun rencana kegiatan dan anggaran.

3) Mengusulkan pengadaan/penambahan karyawan yang diperlukan di

lingkup bidang serta mutasi bawahan.

Jabatan - jabatan yang ada berdasarkan struktur organisasi pada Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Unit Usaha Marihat memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut :


(23)

1. Kepala Unit Usaha Marihat Memiliki tugas sebagai berikut :

a. Membuat garis besar sistem atau metode pelaksanaan kegiatan

operasional dan pengendalian diseluruh wilayah kerja.

b. Merencanakan, memimpin, mengkoordinasikan dan mengendalikan

kegiatan operasional di wilayah kerja.

c. Mempersiapkan rencana kerja, anggaran pendapatan dan belanja lingkup Marihat.

d. Membantu kegiatan operasional unit usaha produksi dan kegiatan

peneliti.

e. Mengajukan usulan perluasan bidang usaha dan rencana perubahan

teknis serta pencapaian efektivitas dan efisiensi pelaksanaan kegiatan operasional.

2. Kepala Urusan Keuangan

Berfungsi sebagai penunjang di bidang keuangan yang bertanggung jawab kepada Kepala Biro Umum. Adapun tugas Kepala Bagian Keuangan adalah:

a. Menyelenggarakan pengelolaan keuangan.

b. Menyelenggarakan pembayaran dan penerimaan kas.

c. Melakukan tata usaha keuangan.

d. Menyelenggarakan administrasi penjualan hasil dan jasa.

3. Kepala Urusan Administrasi/SDM

Berfungsi membantu di bidang hukum yang bertanggung jawab kepada Kepala Bagian Personalia. Adapun tugas Kepala Urusan SDM adalah :


(24)

16

a. Menjadi pengacara penasehat hukum untuk dan atas nama perusahaan

dan karyawan.

b. Menghubungi instansi lain yang ada kaitannya dengan masalah hukum. c. Melakukan tata usaha di bidang hukum.

4. Kepala Usaha Rumah Tangga (URT)

Berfungsi membantu di bidang kerumah tanggaan yang bertanggung jawab kepada Kepala Bagian Administrasi. Adapun tugas Kepala Sub Bagian Kerumah Tanggaan adalah :

a. Memelihara gedung dan rumah dinas.

b. Melakukan perbengkelan dan pool kendaraan.

c. Memperbaiki gedung, rumah dan emplasemen.

d. Memelihara kebersihan halaman.

e. Melakukan ketata usahaan rumah tangga.

5. Kepala Kebun Produksi

Kepala Bidang Perkebunan mempunyai fungsi : a. Penyelenggaraan kegiatan perbenihan perkebunan.

b. Penyelenggaraan kegiatan peningkatan produksi perkebunan.

c. Penyelenggaraan kegiatan konservasi dan perlindungan tanaman

perkebunan.

D. Jaringan Usaha/Kegiatan

PPKS memiliki berbagai sarana penelitian berupa laboratorium maupun kebun-kebun percobaan sebagai berikut :

a. Laboratorium penelitian dan pelayanan yang dilengkapi peralatan canggih


(25)

Chromatography (HPLC), Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS), XDS NIR Analyzer Liquid, Digital pH meter, Spectrophotometer UV/VIS dan lain-lain.

b. Kebun Induk untuk menghasilkan benih dan bibit unggul kelapa sawit. c. Kebun Percobaan dan Percontohan yang tersebar di 4 (empat) provinsi yaitu

Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan dan Kalimantan Barat dengan total luas areal mencapai ± 2.900 (dua ribu sembilan ratus) Ha.

d. Perangkat Geographic Information System (GIS) dan Global Positioning

System (GPS) untuk survei dan pemetaan lahan.

e. Perpustakaan yang memiliki koleksi literatur perkelapasawitan terlengkap di Indonesia.

f. Pilot Plant Biodiesel. g. Pilot Plant Oleo Pangan. h. Workshop.

1. Program Penelitian

a. Peningkatan produktivitas dan efisiensi faktor produksi. b. Pengembangan industri hilir.

c. Peningkatan pemahaman terhadap peran kelapa sawit dalam aspek

lingkungan dan kesehatan. d. Pengembangan energi alternatif.

e. Mempercepat dan mempertajam program riset dan pengembangan kelapa


(26)

18

2. Kerjasama Penelitian

Dalam upaya peningkatan kinerja dan kualitas pelayanan, PPKS menjalin kerjasama dengan berbagai institusi di dalam maupun luar negeri diantaranya :

a. Oil Palm Genome Project (OPGP) konsorsium 16 (enam belas) institusi dari 6 (enam) negara.

b. Kerjasama penelitian industri hilir kelapa sawit TÜV Rheinland, University of Dresden, VW (Jerman), National Agricultural and Food Research Organization (Jepang), Evonik (Austria), GIZ (Jerman) dan Seafast Center.

c. Kerjasama dengan Malaysian Palm Oil Board (MPOB) mengenai penyakit

Ganoderma.

d. Konsorsium Ganoderma dengan beberapa lembaga penelitian untuk

pengendalian penyakit Ganoderma.

e. Konsorsium Eksplorasi Plasma Nutfah dengan produsen benih kelapa sawit

lain di Indonesia.

f. Kerjasama dengan Pusat Penelitian di bawah PT RPN dalam pengembangan

pupuk hayati.

g. Kerjasama dengan Kementerian Pertanian RI dalam rangka pengembangan

paket teknologi produksi biodiesel, bahan lubrikan dari minyak sawit, briket arang dari tandan kosong sawit dan pengembangan serta pendidikan petani kelapa sawit.

h. Kerjasama penelitian dengan lembaga pendidikan dan lembaga penelitian,

seperti ITB, IPB, UGM, UNS, USU, Balai Besar Pulp dan Kertas (BPPK), BPPT dan lain-lain dalam berbagai aspek industri hulu maupun industri hilir kelapa sawit.


(27)

i. Kerjasama penelitian dengan BUMN Perkebunan dan Perusahaan Swasta terutama dalam peningkatan produktivitas tanaman.

E. Kinerja Usaha Terkini 1. Waralaba

Untuk mencegah beredarnya benih kelapa sawit ilegitim (palsu) dan tidak unggul, maka PPKS membuat mekanisme baru penyaluran benih kelapa sawit melalui sistem waralaba. Waralaba dilaksanakan dengan perorangan, instansi atau perusahaan swasta yang telah mendapat rekomendasi dari Dinas Perkebunan atau Pertanian setempat.

2. Integrasi Sawit Sapi Energi (ISSE)

Sebuah paket teknologi pengandangan ternak sapi yang mengandalkan hasil samping dari usaha agrobisnis kelapa sawit berupa pelepah dan bungkil kelapa sawit sebagai sumber pakan serta pemanfaatan limbah dari pengandangan sapi sebagai sumber energi dan pupuk organik yang dikembalikan ke kebun.

3. Program Sawit Rakyat (Prowitra)

Prowitra ditujukan untuk mendekatkan bahan tanaman resmi yang diproduksi PPKS kepada pengguna di berbagai provinsi di Indonesia. Kegiatan program ini antara lain penyaluran benih unggul kelapa sawit PPKS, penyuluhan tentang kultur teknis kelapa sawit dan dialog interaktif dengan petani kelapa sawit.


(28)

20

4. Pelayanan Jasa dan Konsultasi

a. Rekomendasi Pemupukan Tanaman Kelapa Sawit

Jasa rekomendasi yang diberikan berdasarkan informasi analisa tanah dan daun, pengamatan tanaman di lapangan dan didukung berbagai data sehingga dapat ditentukan jenis dosis, cara dan waktu pemupukan yang tepat.

b. Bantuan Teknis

Bentuk pelayanan jasa dan konsultasi PPKS yang bersifat pemecahan masalah terkait permasalahan di industri hulu dan industri hilir kelapa sawit. c. Jasa Analisis Laboratorium

Jasa yang diberikan berupa analisis daun, tanah, pupuk, air dan limbah, mutu minyak sawit dan turunannya dan analisis agrokimia. Laboratorium di PPKS telah terakreditasi sebagai Laboratorium Penguji dan Komite Akreditasi Nasional (KAN) berdasarkan sistem jaminan mutu ISO/IEC 17025:2005.

d. Jasa Training dan Magang

Program pendidikan dan pelatihan untuk membentuk dan menumbuhkan minat/sikap belajar mandiri sebagai salah satu kunci pengembangan SDM berkelanjutan.

e. Publikasi

PPKS menerbitkan jurnal dan warta yang merupakan majalah ilmiah dan semi ilmiah dan berbagai pedoman teknis, buku saku, buku semi populer dan majalah bulanan “elaeis Indonesia” untuk menyebarluaskan informasi perkelapasawitan.


(29)

21 A. Teori Perpajakan Secara Umum 1. Definisi dan Unsur Pajak

Ada beberapa definisi pajak yang diungkapkan oleh para ahli :

a. Menurut Soemahamidjaja (2011), pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutupi biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.

b. Menurut Adriani (2014), pajak ialah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum yang berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

c. Menurut Soemitro (2013), pajak ialah iuran rakyat kepada kas negara

berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Definisi tersebut kemudian disempurnakan menjadi :

Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplus”-nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.


(30)

22

Dalam Pasal 1 angka (1) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pajak didefinisikan sebagai kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Unsur-unsur yang ada dalam definisi pajak dapat diuraikan sebagai berikut :

1) Dapat Dipaksakan

Salah satu hal yang membedakan pajak dengan pungutan/iuran lainnya adalah sifat “memaksa” yang melekat didalamnya. Pajak merupakan kontribusi yang dapat dipaksakan, sementara sumbangan atau hadiah merupakan kontribusi yang bersifat sukarela. Dalam memungut pajak, pemerintah memiliki kewenangan penuh untuk melakukan pemaksaan agar Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakannya. Oleh karena itu, pajak yang terutang menurut peraturan perundang-undangan selalu dapat dipaksakan.

2) Dipungut Berdasarkan Undang-undang

Unsur definisi pajak yang juga sangat penting adalah bahwa pajak harus ditetapkan berdasarkan undang-undang. Karena pemungutan pajak dapat dipaksakan dan tidak memberikan imbalan secara langsung, maka pemungutan pajak harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari rakyat melalui DPR. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 23 ayat (2) UUD 1945, yaitu “Segala pajak untuk kegunaan kas negara berdasarkan undang-undang”. Oleh sebab itu, pemungutan pajak harus mendapat persetujuan


(31)

dari rakyat mengenai jenis pajak apa saja yang akan dipungut serta berapa besarnya pemungutan pajak. Proses persetujuan rakyat tersebut tentunya hanya dapat dilakukan dengan suatu undang-undang.

3) Tidak Mendapatkan Manfaat Langsung

Pajak dipungut bukan untuk special benefit, artinya si pembayar pajak tidak menerima langsung manfaat atas kontribusi pembayaran pajaknya. Kriteria inilah yang membedakan pajak dengan pungutan lainnya seperti retribusi. Meskipun pembayaran pajak tidak mendapatkan manfaat secara langsung yang bisa dirasakan bukan berarti uang pajak bisa semena-mena digunakan oleh pemerintah, apalagi saat ini tuntutan akan pelaksanaan tata pemerintahan yang baik (good governance) bukan lagi sekadar wacana. Karena itu, akuntabilitas dan transparansi penggunaan penerimaan pajak mutlak harus dilakukan jika pemerintah sungguh-sungguh menginginkan

adanya social trust yang pada akhirnya akan membentuk voluntary tax

compliance. Selain itu dalam paradigma definisi pajak yang terbaru, konsepsi benefit telah berkembang sedemikian rupa sehingga pembayaran pajak pada akhirnya harus tetap mendapatkan benefit paling tidak berupa kemudahan akses informasi ke pemerintah.

4) Digunakan Untuk Menjalankan Fungsi Negara

Salah satu instrumen yang digunakan negara untuk menjalankan fungsinya adalah pajak. Pajak dipungut dengan tujuan untuk membiayai pengadaan public goods, namun pajak bisa juga dipungut untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan oleh pemerintah antara lain fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi. Pemanfaatan pajak untuk menjalankan


(32)

24

fungsi negara (pemerintah) hendaknya berpegang pada prinsip-prinsip good governance, yaitu penegakan hukum, transparansi, akuntabilitas, efisiensi, profesionalisme dan melibatkan partisipasi masyarakat secara luas.

2. Fungsi Pajak

Terdapat 2 (dua) fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan negara) dan fungsi regularend (mengatur).

a. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)

Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan lain-lain.

b. Fungsi Regularend (Pengatur)

Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Beberapa contoh penerapan pajak sebagai fungsi pengatur adalah:


(33)

1) Pengenaan bea masuk dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk produk impor tertentu dalam rangka melindungi produk-produk dalam negeri.

2) Pemberlakuan tax holiday, dimaksudkan untuk menarik investor asing agar menanamkan modalnya di Indonesia.

3. Sistem Pemungutan Pajak

Dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan pajak yaitu : a. Official Assesssment System

Official Assesssment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada aparatur perpajakan untuk menentukan besarnya pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan para aparatur perpajakan. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak bergantung pada aparatur perpajakan.

b. Self Assesssment System

Self Assesssment System adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada Wajib Pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan membayar pajak sepenuhnya berada di tangan Wajib Pajak. Wajib Pajak dianggap mampu melaporkan dan mempertanggungjawabkan sendiri jumlah pajak yang terutang, mampu memahami undang-undang perpajakan yang sedang berlaku dan mempunyai


(34)

26

kejujuran yang tinggi serta menyadari akan pentingnya membayar pajak. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak bergantung pada Wajib Pajak sendiri.

c. Withholding System

Withholding System adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak, melaporkan pajak dan mempertanggungjawabkan pajak yang terutang sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Pihak ketiga yang dimaksud di sini adalah pemberi kerja dan bendaharawan pemerintah. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak bergantung pada pihak ketiga yang ditunjuk.

4. Sanksi Pidana

Sesuai Pasal 39 ayat (1) Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan :

“Barang siapa dengan sengaja tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 6 (enam) tahun dan denda setinggi-tingginya 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar”


(35)

B. Pajak Penghasilan Pasal 21

1. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21

Pajak Penghasilan Pasal 21 atau yang biasa disebut PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegitan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri.

2. Dasar Hukum

Dasar hukum pengenaan PPh Pasal 21 diantaranya adalah :

a. undang Nomor 36 Tahun 2008 Perubahan Keempat Atas

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

b. undang Nomor 16 Tahun 2009 Perubahan Keempat Atas

Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

c. Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor KEP-545/PJ./2000 tentang

Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21.

d. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-31/PJ/2012 tentang Pedoman

Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang berhubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi.

e. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor


(36)

28

dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan.

f. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

541/KMK.04/2000 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak.

3. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21

Pemotong PPh Pasal 21 adalah setiap orang pribadi atau badan yang diwajibkan oleh Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 dan terakhir Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 untuk memotong PPh Pasal 21. Yang termasuk pemotong PPh Pasal 21 dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/KMK.03/2008 adalah :

a. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan.

b. Bendahara pemerintah baik Pusat maupun Daerah.

c. Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja

(Jamsostek) dan badan-badan lainnya.

d. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta

badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain kepada jasa tenaga ahli, orang pribadi dengan status subjek pajak luar negeri, peserta pendidikan, pelatihan dan magang.


(37)

e. Penyelenggara kegiatan termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan.

4. Penerima Penghasilan (Wajib Pajak PPh Pasal 21)

Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah orang pribadi yang merupakan :

a. Pegawai.

b. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan

hari tua atau jaminan hari tua termasuk ahli warisnya.

c. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan

dengan pemberian jasa atau kegiatan, antara lain meliputi :

1) Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris.

2) Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, pemain drama, penari, pemahat, pelukis dan seniman lainnya.

3) Olahragawan.

4) Penasehat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh dan moderator. 5) Pengarang, peneliti dan penerjemah.

d. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan

dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi :

1) Peserta perlombaan segala bidang antara lain perlombaan olah raga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya. 2) Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan atau kunjungan kerja.


(38)

30

3) Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara

kegiatan tertentu.

4) Peserta pendidikan, pelatihan dan magang.

5. ObjekPajak Penghasilan Pasal 21

Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 (Objek PPh Pasal 21) adalah : a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap berupa penghasilan

yang bersifat teratur maupun yang tidak teratur.

b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya.

c. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan

penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.

d. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan.

e. Imbalan kepada bukan pegawai antara lain berupa honorarium, komisi, fee dan imbalan sejenis dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang di lakukan.

f. Imbalan kepada peserta kegiatan antara lain berupa uang saku, uang

representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun dan imbalan sejenis dengan nama apapun.


(39)

C. Tarif Pajak Penghasilan

1. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Sejak Januari 2013, tata cara penghitungan pajak penghasilan telah mengalami perubahan. Perubahan tersebut diberlakukan untuk tarif Pajak Penghasilan (PPh) Pribadi dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Diubahnya tarif PPh serta PTKP mengacu pada Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 dengan rincian :

“PTKP adalah penghasilan yang menjadi batasan tidak kena pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi, dengan kata lain apabila penghasilan neto Wajib Pajak orang pribadi jumlahnya dibawah PTKP tidak akan terkena Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25/29 dan apabila berstatus sebagai pegawai atau penerima penghasilan sebagai objek PPh Pasal 21, maka penghasilan tersebut tidak akan dilakukan pemotongan PPh Pasal 21”.

Besarnya PTKP terbaru yang berlaku mulai tahun 2013 ditetapkan berdasarkan PMK-162/PMK.011/2012 adalah sebagai berikut :

1) Rp 24.300.000 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi. 2) Rp 2.025.000 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin.

3) Rp 24.300.000 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.


(40)

32

4) Rp 2.025.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga. PTKP ini berlaku efektif sejak tanggal 1 Januari 2013 bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam menjalankan kewajiban PPh Pasal 21 dan PPh orang pribadi.

TABEL 3.1 PTKP Untuk Wajib Pajak Laki-laki Tidak Kawin dan Wanita (Kawin/Tidak Kawin) Sesuai PMK-162/PMK.011/2012

WP Laki-laki Tidak Kawin dan Wanita

Kode Tarif 1 Januari 2009 –

31 Desember 2012

Tarif mulai 1 Januari 2013

0 Tanggungan TK/0 Rp 15.840.000 Rp 24.300.000

1 Tanggungan TK/1 Rp 17.160.000 Rp 26.325.000

2 Tanggungan TK/2 Rp 18.480.000 Rp 28.350.000

3 Tanggungan TK/3 Rp 19.800.000 Rp 30.375.000

Sumber : Resmi (2013)

TABEL 3.2 PTKP Untuk Laki-Laki Kawin dan Istri Tidak Bekerja Sesuai PMK-162/PMK.011/2012

Sumber : Resmi (2013) WP Kawin / Istri

Tidak Kerja

Kode Tarif 1 Januari 2009 – 31

Desember 2012

Tarif mulai 1 Januari 2013

0 Tanggungan K/0 Rp 17.160.000 Rp 26.325.000

1 Tanggungan K/1 Rp 18.480.000 Rp 28.350.000

2 Tanggungan K/2 Rp 19.800.000 Rp 30.375.000


(41)

TABEL 3.3 PTKP Untuk Laki-Laki Kawin dan Istri Bekerja atau Usaha Sesuai PMK-162/PMK.011/2012

WP Kawin / Istri Kerja atau Usaha Kode Tarif mulai 1 Januari 2013

0 Tanggungan K/I/0 Rp 50.625.000

1 Tanggungan K/I/1 Rp 52.650.000

2 Tanggungan K/I/2 Rp 54.675.000

3 Tanggungan K/I/3 Rp 56.700.000

Sumber : Resmi (2013)

2. Tarif Penghasilan Kena Pajak (PKP)

Berdasarkan Pasal 17 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dan Besarnya Tarif Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang digunakan untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak (PKP) adalah sebagai berikut :

1) Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak (PKP) bagi : a. Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri

TABEL 3.4 Tarif Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri Sesuai Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

s/d Rp 50.000.000 5 %

Di atas Rp 50.000.000 - Rp 250.000.000 15 %

Rp 250.000.000 – Rp 500.000.000 25 %

Diatas Rp 500.000.000 30 %

Sumber : Resmi (2013)

b. Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap

TABEL 3.5 Tarif Pajak Wajib Pajak Badan Dalam Negeri

Sumber :

Lapisan PKP Tarif Pajak Tahun 2009 Tarif Pajak Tahun 2010


(42)

34

3. Tarif Pemotongan PPh Pasal 21 Bagi Penerima Penghasilan yang Tidak mempunyai NPWP

a. Bagi Penerima Penghasilan yang dipotongan PPh Pasal 21 yang tidak

memiliki NPWP, dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20% dari pada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang memiliki NPWP.

b. Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar 120% dari jumlah PPh Pasal 21 yang seharusnya dipotong dalam hal yang bersangkutan memiliki NPWP.

c. Pemotongan PPh Pasal 21 hanya berlaku untuk pemotongan PPh Pasal 21

yang bersifat tidak final.

d. Dalam hal pegawai tetap atau penerima pensiun berkala sebagai penerima

penghasilan yang telah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif yang lebih tinggi 20% mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dalam tahun kalender yang bersangkutan paling lama sebelum pemotongan PPh Pasal 21 untuk masa pajak Desember. PPh Pasal 21 yang telah dipotong atas selisih pengenaan tarif sebesar 20% lebih tinggi tersebut diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang untuk bulan-bulan selanjutnya setelah memiliki NPWP.


(43)

TABEL 3.6 Tarif Pajak Untuk Wajib Pajak Yang Tidak Memiliki NPWP

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak untuk Wajib Pajak yang Tidak

Memiliki NPWP

s/d Rp 50.000.000 6% atau (120% x 5%)

Di atas Rp 50.000.000 - Rp 250.000.000

18% atau (120% x 15 %)

Rp 250.000.000 – Rp 500.000.000 30% atau (120% x 25%)

Diatas Rp 500.000.000 36% atau (120% x 30%)

Sumber :

D. Tata Cara Penerapan dan Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Karyawan Di PPKS

Dengan adanya perubahan pada PTKP dan tarif PKP, tata cara perhitungan PPh Pasal 21 juga mengalami perubahan. Perubahan itu diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-31/PJ/2012 tentang pedoman teknis tata cara pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak penghasilan pasal 21 yang berhubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan orang pribadi.

1. Penghitungan Pajak Penghasilan Bagi Karyawan Tetap

Penghasilan pegawai tetap yang dipotong pajak setiap bulan adalah jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi dengan biaya jabatan, iuran pensiun yang dibayar sendiri oleh pegawai termasuk iuran tunjangan hari tua/ jaminan hari tua yang dibayar sendiri oleh pegawai dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Besarnya biaya jabatan maksimal mulai tahun 2009 sebesar Rp 500.000 per bulan atau Rp 6.000.000 per tahun (PMK-250/PMK.03/2008). Sedangkan sebelum tahun 2009, besarnya biaya jabatan maksimal adalah Rp 108.000 per bulan atau Rp 1.296.000 per tahun (KMK-521/KMK.04/1998).


(44)

36

Contoh penghitungan PPh Pasal 21 untuk karyawan tetap dan memiliki NPWP

1) Nama Samsul

Golongan II-C/3

Tanggungan TK/0

Gaji Pokok Rp 2.216.200

Tunjangan Tetap Rp 705.400

Tunjangan Catu Rp 143.600

Tunjangan Transportasi Rp 539.030

Tunjangan Air dan Listrik Rp 225.600

Tunjangan Khusus Rp 378.500

Jamsostek 4,54% Rp 100.615

Penghasilan Bruto Rp 4.308.945

Pengurangan 1. Biaya Jabatan

5% x Penghasilan Bruto Rp 215.450

2. Iuran Jamsostek 2% Rp 44.324

Jumlah Rp 259.774

Penghasilan Netto Sebulan Rp 4.049.171

Penghasilan Netto Setahun Rp 48.590.052

PTKP Berdasarkan Golongan Rp 24.300.000

Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 24.290.052

PPh Terutang

5% x PKP Setahun Rp 1.214.502

PPh Pasal 21 perbulan Rp 101.208

+

_


(45)

2) Nama Arman

Golongan I-D/7

Tanggungan K/2

Gaji Pokok Rp 1.755.000

Tunjangan Tetap Rp 505.450

Tunjangan Catu Rp 150.600

Tunjangan Transportasi Rp 439.230

Tunjangan Air dan Listrik Rp 185.660

Tunjangan Khusus Rp 308.560

Jamsostek 4,54% Rp 79.677

Penghasilan Bruto Rp 3.424.177

Pengurangan

1. Biaya Jabatan

5% x Penghasilan Bruto Rp 24.171.208

2. Iuran Jamsostek 2% Rp 35.100

Jumlah Rp 206.308

Penghasilan Netto Sebulan Rp 3.217.869

Penghasilan Netto Setahun Rp 38.614.428

PTKP Berdasarkan Golongan

- Untuk WP Sendiri Rp 24.300.000

- Tambahan WP Kawin Rp 2.025.000

- Tambahan 2 Anak Rp 4.050.000

Rp 30.375.000

Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 8.239.428

+

_


(46)

38

PPh Terutang

5% x PKP Setahun Rp 411.971

PPh Pasal 21 perbulan Rp 34.330

2. Penghitungan Pajak Penghasilan Bagi Karyawan Yang Tidak Memiliki NPWP

1) Nama Suryadi

Golongan II-C/3

Tanggungan TK/0

Gaji Pokok Rp 2.216.200

Tunjangan Tetap Rp 705.400

Tunjangan Catu Rp 143.600

Tunjangan Transportasi Rp 539.030

Tunjangan Air dan Listrik Rp 225.600

Tunjangan Khusus Rp 378.500

Jamsostek 4,54% Rp 100.615

Penghasilan Bruto Rp 4.308.945

Pengurangan

1. Biaya Jabatan

5% x Penghasilan Bruto Rp 215.450

2. Iuran Jamsostek 2% Rp 44.324

Jumlah Rp 259.774

Penghasilan Netto Sebulan Rp 4.049.171

Penghasilan Netto Setahun Rp 48.590.052

PTKP Berdasarkan Golongan Rp 24.300.000

+

_


(47)

Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 24.290.052 PPh Terutang

5% x 120% x PKP Setahun Rp 1.457.403

PPh Pasal 21 per bulan Rp 121.450

2) Nama Hendrawan

Golongan III-A/1

Tanggungan K/I/2

Gaji Pokok Rp 2.855.180

Tunjangan Tetap Rp 945.495

Tunjangan Catu Rp 406.609

Tunjangan Transportasi Rp 739.236

Tunjangan Air dan Listrik Rp 285.260

Tunjangan Khusus Rp 488.510

Jamsostek 4,54% Rp 129.630

Penghasilan Bruto Rp 5.849.920

Pengurangan

1. Biaya Jabatan

5% x Penghasilan Bruto Rp 292.496

2. Iuran Jamsostek 2% Rp 57.103

Jumlah Rp 349.599

Penghasilan Netto Sebulan Rp 5.500.321

Penghasilan Netto Setahun Rp 66.003.825

PTKP Berdasarkan Golongan

+


(48)

40

- Untuk WP Sendiri Rp 24.300.000

- Isteri Bekerja Rp 24.300.000

- Tambahan WP Kawin Rp 2.025.000

- Tambahan 2 Anak Rp 4.050.000

Rp 54.675.000

Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 11.328.825

PPh Terutang

5% x 120% x PKP Setahun Rp 679.730

PPh Pasal 21 perbulan Rp 56.644

E. Sistem Pelaksanaan Pemungutan dan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Gaji Karyawan Pada PPKS Unit Usaha Marihat, Pematang Siantar

1. PPKS Unit Usaha Marihat selaku pemberi kerja memotong pajak dari gaji

yang diterima karyawan.

2. PPh Pasal 21 dihitung dari total penerimaan gaji dan tunjangan-tunjangan dikurangi biaya jabatan dan iuran-iuran yang dibayarkan oleh karyawan dikurangi PTKP dikalikan dengan tarif pajak kemudian dibuat bukti pemotongan.

3. Pemotong pajak mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat PPKS Unit Usaha Marihat terdaftar sebagai Wajib Pajak.

4. Pemotong pajak mengambil formulir-formulir yang diperlukan untuk

memenuhi kewajiban perpajakan pada KPP setempat dimana PPKS Unit Usaha Marihat terdaftar.


(49)

5. Setelah menghitung dan memotong PPh Pasal 21, PPKS Unit Usaha Marihat menyetor ke Bank yang telah ditunjuk oleh Dirjen Anggaran. Penyetoran dilakukan dengan menggunakan Surat Setor Pajak (SSP) untuk setiap bulan takwim. Penyetoran selambat-lambatnya dilakukan tanggal 10 bulan takwim berikutnya.

6. PPKS Unit Usaha Marihat selaku pemotong pajak melaporkan PPh Pasal 21

dengan menggunakan SPT masa ke KPP tempat PPKS Unit Usaha Marihat terdaftar. Pelaporan paling lambat tanggal 20 bulan takwim berikutnya.

7. Apabila dalam 1 bulan takwim terjadi kelebihan penyetoran PPh Pasal 21

maka kelebihan tersebut diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang bulan berikutnya dalam tahun takwim yang bersangkutan.

8. PPKS Unit Usaha Marihat sebagai pemotong pajak harus memberikan bukti

pemotongan PPh Pasal 21 kepada orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap pada saat dilakukannya pemotongan pajak.

9. PPKS Unit Usaha Marihat wajib mengisi, menandatangani dan

menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 ke KPP tempat PPKS Unit Usaha Marihat terdaftar. Selambat-lambatnya tanggal 31 Maret tahun takwim berikutnya.

10. SPT Tahunan PPh Pasal 21 disampaikan ke KPP dengan lampiran-lampiran

yang ditentukan dalam penunjuk pengisian SPT Tahunan PPh Pasal 21 untuk tahun yang bersangkutan.

11. Selain melaporkan SPT secara langsung melalui KPP, pemotong pajak juga

bisa menggunakan aplikasi pengisian SPT secara elektronik yang telah resmi dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui aplikasi


(50)

e-42

Filingatau melalui Application Service Provider

(ASP) yang ditunjuk oleh DJP.

F. Realisasi Pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 21 Pada PPKS Unit Usaha Marihat Pematang Siantar

TABEL 3.7 Realisasi Pembayaran PPh Pasal 21 Tahun 2013 dan Tahun 2014 PPKS Unit Usaha Marihat

Tahun 2013 Tahun 2014

PPh Pasal 21 yang Dibayar Rp 430.507.000,- Rp 600.557.000,-

Sumber Data : PPKS Unit Usaha Marihat (Data Diolah)

Tabel diatas menunjukan jumlah realisasi pembayaran PPh Pasal 21 pada Tahun 2013 sebesar Rp 430.507.000,- mengalami peningkatan pada Tahun 2014 menjadi Rp 600.557.000,-. Total Pembayaran PPh Pasal 21 setiap tahun mengalami perubahan karena adanya perubahan jumlah tenaga kerja. Pada tahun 2013 jumlah tenaga kerja sebanyak 274 (dua ratus tujuh puluh empat) orang dan mengalami penurunan menjadi 255 (dua ratus lima puluh lima) orang pada tahun 2014. Penurunan ini dapat berubah setiap bulan dikarenakan adanya tenaga kerja yang dimutasi, pensiun atau meninggal dunia. Selain karena adanya tenaga kerja yang dimutasi, pensiun atau meninggal dunia perubahan jumlah pembayaran pajak juga dikarenakan terjadinya kenaikan pangkat atau golongan, sehingga gaji yang diperoleh karyawan juga ikut meningkat termasuk banyaknya pembayaran diluar kenikmatan gaji dan pemberian insentif.


(51)

Berikut ini persentasi perubahan dalam membayar Pajak Penghasilan Pasal 21 : A – B

100 % B

Rp 600.557.000 – Rp 430.507.000

100 % = 39,5 % Rp 430.507.000

Keterangan :

A = Pembayaran PPh Pasal 21 Tahun 2014 B = Pembayaran PPh Pasal 21 Tahun 2013

Dari perhitungan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembayaran PPh Pasal 21 mengalami peningkatan 39,5% dari tahun 2013 dengan jumlah Rp 430.507.000,- menjadi Rp 600.557.000,- pada tahun 2014.

G. Kendala-kendala yang Dihadapi Dalam Pembayaran PPh 21 Di PPKS Unit Usaha Marihat dan Upaya Mengatasinya

1. Terlalu cepatnya Pemerintah/Direktorat Jenderal Pajak melakukan

perubahan peraturan atau undang-undang tentang tata cara pembayaran, penghitungan dan pelaporan pajak seperti pengisian Surat Setor Pajak (SSP), Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan, formulir 1721-A1 dan formulir 1721-A2 sehingga banyak Wajib Pajak yang salah dalam melakukan pengisian data. Untuk mengatasi kendala tersebut, pemotong pajak yang telah ditunjuk oleh perusahaan akan membantu Wajib Pajak dalam melakukan pengisian formulir 1721-A1 dan 1721-A2.

2. Kurangnya penyuluhan yang baik dari Kantor Penyuluhan Pajak (KPP)

tentang tata cara pembayaran, penghitungan dan pelaporan pajak yang x


(52)

44

selalu berubah setiap tahunnya, seperti prosedur pelaporan pajak, pengisian Surat Setor Pajak (SSP), Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan, formulir 1721-A1 dan 1721-A2, pendaftaran NPWP dan pelaporan NPWP Pribadi. 3. Pendaftaran NPWP yang sudah dapat dilakukan secara online melalui e-reg

(electronic registration) www.pajak.go.id belum terlaksana dengan baik dikarenakan sering error-nya jaringan pada link yang dituju.

Dalam pelaporan NPWP Pribadi Wajib Pajak diharuskan untuk memiliki e-mail. Akan tetapi tidak semua tenaga kerja memiliki e-mail, bahkan banyak tenaga kerja yang buta internet dan ada sebagian tenaga kerja yang lupa

dengan alamat e-mail yang dimiliki. Untuk mengatasai kendala tersebut

pemotong pajak yang telah ditunjuk oleh perusahaan akan membantu Wajib Pajak dalam melakukan pendaftaran dan pelaporan NPWP Pribadi.

4. Kurangnya Kepatuhan Karyawan

Banyak tenaga kerja yang telah memenuhi syarat untuk memiliki NPWP tetapi belum mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak untuk memperoleh NPWP. Maka dari itu PPKS Unit Usaha Marihat akan mendaftarkan tenaga kerjanya yang tidak memiliki NPWP ke Kantor Penyuluhan Pajak. Untuk itu karyawan diminta menyerahkan data-data karyawan seperti KTP/ Kartu Keluarga kepada Krani II-D. Akan tetapi, ada beberapa karyawan yang tidak memberikan fotokopi KTPnya kepada Krani II-D.


(53)

45

A. KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan pada bab sebelumnya diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. PPKS Unit Usaha Marihat telah melaksanakan tata cara perpajakan

dengan baik dan sesuai dengan undang-undang dan peraturan pajak penghasilan yang berlaku.

2. Sistem pemungutan pajak yang digunakan oleh PPKS Unit Usaha Marihat

adalah Withholding System. Withholding System adalah sistem

pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

3. Penghitungan PPh Pasal 21 pada PPKS Unit Usaha Marihat menggunakan

dasar pengenaan Penghasilan Kena Pajak (PKP) yaitu Penghasilan Netto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang harus sesuai dengan ketentuan perhitungan PPh pasal 21.

4. Ada perbedaan pengenaan tarif pemotongan PPh antara orang pribadi yang memiliki NPWP dengan orang pribadi yang tidak memiliki NPWP. Tarif PPh yang dikenakan pada orang pribadi yang mempunyai NPWP adalah 5% dikali Penghasilan Kena Pajak (PKP) dan orang pribadi yang tidak memiliki NPWP adalah 5% x 120% (6%) dikali Penghasilan Kena Pajak (PKP).


(54)

46

5. Kendala-kendala yang dialami dalam pembayaran PPh Pasal 21 di PPKS

Unit Usaha Marihat dikarenakan adanya perubahan Peraturan Pemerintah tentang Perpajakan, kurangnya penyuluhan dari Kantor Penyuluhan Pajak dan masih adanya karyawan yang buta internet.

B. SARAN

1. PPKS Unit Usaha Marihat sebaiknya tetap mempertahankan sistem

pemungutan, pemotongan dan tata cara perhitungan PPh Pasal 21 terhadap karyawan yang telah digunakan, karena sistem yang digunakan telah berjalan dengan baik dan memperoleh hasil yang diinginkan.

2. Kantor Pelayanan Pajak sebaiknya memberikan pelayanan terbaik bagi

pembayar pajak penghasilan, sehingga akan menumbuhkan empati dan rasa percaya bagi Wajib Pajak untuk membayar pajak dan melakukan pengawasan serta peninjauan lapangan untuk memastikan masyarakat yang sudah memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak untuk membayar pajak dan Wajib Pajak yang sudah memenuhi syarat untuk mengajukan diri mendapatkan NPWP di Kantor Pelayanan Pajak.

3. Pemerintah sebaiknya terus mencanangkan program pengenalan dan

pengembangan internet kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk mendukung kinerja perpajakan.

4. Masyarakat Indonesia sebaiknya lebih peka dan patuh terhadap peraturan perpajakan serta melakukan pembayaran pajak atas penghasilan yang sesuai dengan tarif Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang berlaku, sehingga proses pembangunan berbagai sarana publik di Indonesia dapat meningkat dan berjalan dengan baik.


(55)

5. Mengingat peraturan dan undang-undangan perpajakan yang berlaku di Indonesia sering mengalami perubahan, diharapkan kepada pihak perusahaan untuk terus mengikuti perkembangan tersebut sehingga dimasa yang akan datang perusahaan dapat menghitung pajak penghasilan khususnya PPh Pasal 21 dengan benar tanpa ada kesalahan-kesalahan perhitungan yang dikarenakan adanya perubahan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(56)

48

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno dan Estralita Trisnawati. 2014. Akuntansi Perpajakan. Edisi 3. Salemba Empat. Jakarta.

Haula Rosdiana dan Edi Slamet Irianto.2012. Pengantar Ilmu Pajak : Kebijakan dan Implementasi di Indonesia. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Resmi, Siti. 2013. Perpajakan : Teori dan Kasus. Edisi ke-7 Buku 1. Salemba

Empat. Jakarta.

Suandy, Erly. 2011. Hukum Pajak. Edisi ke-5. Salemba Empat. Jakarta.

Sari, Diana. 2013. Konsep Dasar Perpajakan. PT Refika Aditama. Bandung. Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 30 ayat (1) tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.


(1)

Berikut ini persentasi perubahan dalam membayar Pajak Penghasilan Pasal 21 : A – B

100 % B

Rp 600.557.000 – Rp 430.507.000

100 % = 39,5 % Rp 430.507.000

Keterangan :

A = Pembayaran PPh Pasal 21 Tahun 2014 B = Pembayaran PPh Pasal 21 Tahun 2013

Dari perhitungan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembayaran PPh Pasal 21 mengalami peningkatan 39,5% dari tahun 2013 dengan jumlah Rp 430.507.000,- menjadi Rp 600.557.000,- pada tahun 2014.

G. Kendala-kendala yang Dihadapi Dalam Pembayaran PPh 21 Di PPKS Unit Usaha Marihat dan Upaya Mengatasinya

1. Terlalu cepatnya Pemerintah/Direktorat Jenderal Pajak melakukan perubahan peraturan atau undang-undang tentang tata cara pembayaran, penghitungan dan pelaporan pajak seperti pengisian Surat Setor Pajak (SSP), Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan, formulir 1721-A1 dan formulir 1721-A2 sehingga banyak Wajib Pajak yang salah dalam melakukan pengisian data. Untuk mengatasi kendala tersebut, pemotong pajak yang telah ditunjuk oleh perusahaan akan membantu Wajib Pajak dalam melakukan pengisian formulir 1721-A1 dan 1721-A2.

2. Kurangnya penyuluhan yang baik dari Kantor Penyuluhan Pajak (KPP) tentang tata cara pembayaran, penghitungan dan pelaporan pajak yang

x


(2)

selalu berubah setiap tahunnya, seperti prosedur pelaporan pajak, pengisian Surat Setor Pajak (SSP), Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan, formulir 1721-A1 dan 1721-A2, pendaftaran NPWP dan pelaporan NPWP Pribadi. 3. Pendaftaran NPWP yang sudah dapat dilakukan secara online melalui e-reg

(electronic registration) www.pajak.go.id belum terlaksana dengan baik dikarenakan sering error-nya jaringan pada link yang dituju.

Dalam pelaporan NPWP Pribadi Wajib Pajak diharuskan untuk memiliki e-mail. Akan tetapi tidak semua tenaga kerja memiliki e-mail, bahkan banyak tenaga kerja yang buta internet dan ada sebagian tenaga kerja yang lupa dengan alamat e-mail yang dimiliki. Untuk mengatasai kendala tersebut pemotong pajak yang telah ditunjuk oleh perusahaan akan membantu Wajib Pajak dalam melakukan pendaftaran dan pelaporan NPWP Pribadi.

4. Kurangnya Kepatuhan Karyawan

Banyak tenaga kerja yang telah memenuhi syarat untuk memiliki NPWP tetapi belum mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak untuk memperoleh NPWP. Maka dari itu PPKS Unit Usaha Marihat akan mendaftarkan tenaga kerjanya yang tidak memiliki NPWP ke Kantor Penyuluhan Pajak. Untuk itu karyawan diminta menyerahkan data-data karyawan seperti KTP/ Kartu Keluarga kepada Krani II-D. Akan tetapi, ada beberapa karyawan yang tidak memberikan fotokopi KTPnya kepada Krani II-D.


(3)

45 A. KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan pada bab sebelumnya diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. PPKS Unit Usaha Marihat telah melaksanakan tata cara perpajakan dengan baik dan sesuai dengan undang-undang dan peraturan pajak penghasilan yang berlaku.

2. Sistem pemungutan pajak yang digunakan oleh PPKS Unit Usaha Marihat adalah Withholding System. Withholding System adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

3. Penghitungan PPh Pasal 21 pada PPKS Unit Usaha Marihat menggunakan dasar pengenaan Penghasilan Kena Pajak (PKP) yaitu Penghasilan Netto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang harus sesuai dengan ketentuan perhitungan PPh pasal 21.

4. Ada perbedaan pengenaan tarif pemotongan PPh antara orang pribadi yang memiliki NPWP dengan orang pribadi yang tidak memiliki NPWP. Tarif PPh yang dikenakan pada orang pribadi yang mempunyai NPWP adalah 5% dikali Penghasilan Kena Pajak (PKP) dan orang pribadi yang tidak memiliki NPWP adalah 5% x 120% (6%) dikali Penghasilan Kena Pajak (PKP).


(4)

5. Kendala-kendala yang dialami dalam pembayaran PPh Pasal 21 di PPKS Unit Usaha Marihat dikarenakan adanya perubahan Peraturan Pemerintah tentang Perpajakan, kurangnya penyuluhan dari Kantor Penyuluhan Pajak dan masih adanya karyawan yang buta internet.

B. SARAN

1. PPKS Unit Usaha Marihat sebaiknya tetap mempertahankan sistem pemungutan, pemotongan dan tata cara perhitungan PPh Pasal 21 terhadap karyawan yang telah digunakan, karena sistem yang digunakan telah berjalan dengan baik dan memperoleh hasil yang diinginkan.

2. Kantor Pelayanan Pajak sebaiknya memberikan pelayanan terbaik bagi pembayar pajak penghasilan, sehingga akan menumbuhkan empati dan rasa percaya bagi Wajib Pajak untuk membayar pajak dan melakukan pengawasan serta peninjauan lapangan untuk memastikan masyarakat yang sudah memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak untuk membayar pajak dan Wajib Pajak yang sudah memenuhi syarat untuk mengajukan diri mendapatkan NPWP di Kantor Pelayanan Pajak.

3. Pemerintah sebaiknya terus mencanangkan program pengenalan dan pengembangan internet kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk mendukung kinerja perpajakan.

4. Masyarakat Indonesia sebaiknya lebih peka dan patuh terhadap peraturan perpajakan serta melakukan pembayaran pajak atas penghasilan yang sesuai dengan tarif Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang berlaku, sehingga proses pembangunan berbagai sarana publik di Indonesia dapat meningkat dan berjalan dengan baik.


(5)

5. Mengingat peraturan dan undang-undangan perpajakan yang berlaku di Indonesia sering mengalami perubahan, diharapkan kepada pihak perusahaan untuk terus mengikuti perkembangan tersebut sehingga dimasa yang akan datang perusahaan dapat menghitung pajak penghasilan khususnya PPh Pasal 21 dengan benar tanpa ada kesalahan-kesalahan perhitungan yang dikarenakan adanya perubahan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno dan Estralita Trisnawati. 2014. Akuntansi Perpajakan. Edisi 3. Salemba Empat. Jakarta.

Haula Rosdiana dan Edi Slamet Irianto.2012. Pengantar Ilmu Pajak : Kebijakan dan Implementasi di Indonesia. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Resmi, Siti. 2013. Perpajakan : Teori dan Kasus. Edisi ke-7 Buku 1. Salemba Empat. Jakarta.

Suandy, Erly. 2011. Hukum Pajak. Edisi ke-5. Salemba Empat. Jakarta. Sari, Diana. 2013. Konsep Dasar Perpajakan. PT Refika Aditama. Bandung. Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 30 ayat (1) tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.