BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penyakit infeksi mempunyai sifat menular dan masalah kesehatan yang sampai sekarang belum dapat diatasi secara tuntas Gibson, 1996. Salah satu
penyebab penyakit infeksi adalah bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus
. Data yang diperoleh dari penelitian beberapa rumah sakit di Amerika Serika, dilaporkan sebanyak 100.000 kasus keracunan makanan dalam satu tahun
disebabkan oleh bakteri Escherichia coli dan 185.000 kasus disebabkan oleh Staphylococcus aureus
Herbert dan Dupont, 2009. Menurut Tjay dan Raharja 2007 pengobatan infeksi diatasi dengan
pemberian antibiotik, namun muncul permasalahan baru yaitu resistensi bakteri terhadap antibiotik yang ada. Hal ini disebabkan oleh mikroba mengadakan
mutasi akibat pengobatan tidak rasional Entjang, 2003. Pemberian antibiotik dari golongan sama akan mengakibatkan bakteri menjadi resisten dan penyakit infeksi
menjadi tambah parah Prayudhani et al., 2012. Escherichia coli resisten terhadap golongan
β-laktam, fosfomisin, makrolida dan golongan kuinolon. Antibiotik golongan aminoglikosida dan kuinolon kurang baik dalam membunuh
atau menghambat Escherichia coli inaktif Noviana, 2004. Staphylococcus aureus
banyak dilaporkan mengalami peningkatan resistensi yang cukup tinggi. Resistensi terhadap nafsilin terjadi pada 10-20 kasus Jawetz et al., 2005.
Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta tahun 2001-2002 menunjukan bahwa Staphylococcus aureus 100 resisten terhadap ampisilin,
amoksisilin, penisilin G, kloramfenikol, dan siprofloksasin Refdanita et al., 2002.
Obat herbal telah digunakan sejak zaman kuno untuk pengobatan berbagai penyakit. Kemajuan ilmu dalam dunia kedokteran modern saat ini, obat
herbal masih memiliki peran penting dalam kesehatan Clixto, 2000. Hal tersebut mendorong penemuan baru obat-obatan antibakteri dari bahan alam yang lebih
poten dan relatif terjangkau Hertiai et al., 2003. Penelitian Singh dan Shivhare 1
2011 sawo manila digunakan sebagai obat tradisional dalam sistem pengobatan India seperti Siddha, Ayurveda, Unani serta Allopatik. Rebusan kulit kayu
digunakan untuk mengobati diare. Pengobatan dengan bahan alami diharapkan dapat menjadi alternatif untuk membantu mengatasi timbulnya masalah resistensi
antibiotik Prayudhani et al., 2012. Ekstrak etanol kulit batang sawo manila merupakan sumber zat
antibakteri yang memiliki aktivitas antibakteri paling baik dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji dibanding ekstrak etanol daun sawo manila Juwita,
2013. Penelitian Islam et al 2013 menyatakan bahwa ekstrak etanol kulit batang sawo manila dengan konsentrasi 400 µgdisk memiliki diameter zona hambat 13
mm terhadap Escherichia coli dan 9 mm terhadap Staphylococcus aureus. Menurut Morales et al 2003, aktivitas antibakteri oleh bahan aktif
dikelompokan menjadi empat kategori, yaitu lemah zona hambat 6 mm, sedang zona hambat 6-10 mm, kuat zona hambat 11-20 mm dan sangat kuat zona
hambat 20-30 mm. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit batang sawo manila dengan konsentrasi 400
µgdisk pada bakteri Escherichia coli temasuk kategori kuat dan diameter zona hambat yang dihasilkan pada bakteri Staphylococcus aureus termasuk kategori
sedang. Potensi farmakologi sawo manila dapat diteliti sebagai obat herbal. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian tentang
aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit batang sawo manila Manilkara achras yang diharapkan mampu mengatasi bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus
aureus multiresisten antibiotik.
B. Perumusan Masalah