BAB-II-Pembahasan

BAB II
PEMBAHASAN
1. SYOK KARDIOGENIK
a. Definisi
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi jaringan yang
diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Syok kardiogenik adalah suatu
keadaan yang terjadi karena ketidak cukupan curah jantung untuk mempertahankan
fungsi alat-alat vital akibat disfungsi otot jantung.
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi jaringan
yang diakibatkan oleh gagal jantung sehingga mengakibatkan preload rend. Syok
kardiogenik adalah syok yang disebabkan karena fungsi jantung yang tidak adekuat,
seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung; manifestasinya meliputi
hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah, kekacauan mental, dan
kegelisahan.
b. Etiologi
a. Penyebab
- Infark miokard akut
- Gangguan mekanis akut : ruptur katup mitral dan defek akut septum ventrikel
- Bedah pintas kardiopulmonal
- Payah jantung kongestif : iskemia, hipertensi, kardiomiopati atau penyakit
jantung katup. ( Buku ajar kardiologi FK UI)

b. Pencetus
- Iskemia miokard atau infark
- Anemia jantung: takikardia atau bradikardia
- Infeksi : endokarditis, miokarditis, atau infeksi di luar jantung.
- Emboli pembuluh darah paru.
c. Patofisiologi

Kelainan fisologis yang menjadi dasar syok kardiogenik ialah
menurunnya

kontraktilitas

otot

jantung

sebagai

konsekuensi


tidak

berfungsinya sebagian otot jantung. Hasil bedah mayat penderita IMA dengan
syok kardiogenik menunjukkan kerusakan 40% otot jantung. Mungkin ruptur
dinding ventrikel, septum atau otot papilaris.
Sekitar 15% kejadian syok kardiogenik merupakan komplikasi dari
klien infark miokard akut, dimana terjadi penurunan curah jantung karena
tidak adekuatnya tekanan pengisian ventrikel kiri (left ventricular pressureLVFP). Ketika sekitar 40% daerah ventrikel mengalami infark, maka terjadi
peningkatan kemungkinan terjadinya syok kardiogenik (perry dan Potter,
1990).
Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri, yang
mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran

oksigen ke jaringan. Nekrosis fokal diduga merupakan akibat dari
ketidakseimbangan yang terus menerus antara kebutuhan suplai oksigen
miokardium. Pembuluh korober yang terserang juga tidak mampu
meningkatkan aliran darah secara memadai sebagai respon terhadap
peningkatan beban kerja dan kebutuhan oksigen jantung oleh aktifitas respon
kompensatorik seperti perangsangan simpatik.
Sebagai akibat dari proses infark, kontraktilitas ventrikel kiri dan

kinerjanya menjadi sangat terganggu. Ventrikel kiri gagal bekerja sebagai
pompa dan tidak mampu menyediakan curah jantung yang memadai untuk
mempertahankan perfusi jaringan. Maka dimulailah siklus yang terus
berulang. Siklus dimulai dari terjadinya infark yang berlanjut dengan
gangguan fungsi miokardium.
Kerusakan miokardium baik iskemia dan infark pada miokard
mengakibatkan perubahan metabolisme dan terjadi asidosis metabolik pada
miokardium yang berlanjut pada gangguan kontraktilitas miokardium yang
berakibat pada penurunan volume sekuncup yang dikeluarkan oleh ventrikel.
Gangguan fungsi miokardium yang berat akan menyebabkan menurunnya
curah jantung dan hipotensi arteria. Akibat menurunnya perfusi koroner yang
lebih lanjut akan meningkatkan hipoksia miokardium yang bersiklus ulang
pada iskemia dan kerusakan miokardium ulang. Dari siklus ini dapat ditelusuri
bahwa siklus syok kardiogenik ini harus diputus sedini mungkin untuk
menyelamatkan miokardium ventrikel kiri dan mencegah perkembangan
menuju tahap irreversibel dimana perkembangan kondisi bertahap akan
menuju pada aritmia dan kematian.
d. WOC (terlampir)
e. Manifestasi Klinis
- Gangguan aktivitas mental, ansietas dan delirium, gangguan perfusi

-

serebral
Takikardia, peningkatan preload, penurunan isi sekuncup
Vasokontriksi perifer yang meningkatkan afterload
Kongesti pulmonal, dispnea, warna kulit yang kelabu, hipoksemia
Peningkatan kadar CO2 yang menyebabkan asidosis respirasi
Penurunan TD, tekanan nadi yang sempit
Penurunan aliran darah renal yang menyebabkan retensi natrium dan

-

air, penurunan keluaran urine yang menyebabkan oliguria
Kerapkali resisten terhadap terapi
Menimbulkan multiple organ dysfunction syndrome (MODS)

-

Pemeriksaan diagnostic laboratorium-enzim jantung, kadar troponin,


elektrokardiogram, pemeriksaan radiologic, ekokardiogram
f. Penatalaksanaan Medis Syok Kardiogenik
- Patikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan
-

intubasi.
Berikan oksigen 8 – 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk

-

mempertahankan PO2 70 – 120 mmHg
Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada

-

harus diatasi dengan pemberian morfin.
Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa

-


yang terjadi.
Bila mungkin pasang CVP.
Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik.

Medika mentosa
-

Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri.
Anti ansietas, bila cemas.
Digitalis, bila takiaritmi dan atrium fibrilasi.
Sulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit.
Dopamin dan dobutamin (inotropik dan kronotropik), bila perfusi

-

jantung tidak adekuat. Dosis dopamin 2-15 mikrogram/kg/m.
Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m: bila ada dapat juga diberikan

-


amrinon IV.
Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m.
Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan oksigenasi

-

jaringan.
Digitalis bila ada fibrilasi atrial atau takikardi supraventrikel.

Obat Alternatif (Menurut Dean AJ, Beaver KM (2007))
1. Emergent therapy
Terapi ini bertujuan untuk menstabilkan hemodinamik pasien dengan
oksigen, pengaturan jalan nafas (airway control), dan akses intravena.
Diperlukan usaha untuk memaksimalkan fungsi ventrikel kiri.
2. Volume expansion
Jika tidak ada tanda volume overload atau edema paru, volume expansion
dengan 100mL bolus dari normal saline setiap 3 menit sebaiknya dicoba;
hingga, baik perfusi yang cukup maupun terjadi kongesti paru. Pasien
dengan infark ventrikel kanan memerlukan peningkatan tekanan untuk
mempertahankan atau menjaga kardiak output.

3. Inotropic support

a. Pasien dengan hipotensi ringan (tekanan darah sistolik 80-90 mmHg) dan
kongesti pulmoner, untuk hasil terbaik dirawat dengan dobutamine (2,5
mikrogram/kg berat badan/menit, pada interval 10 menit). Dobutamine
menyediakan dukungan inotropik saat permintaan oksigen miokardium
meningkat secara minimal.
b. Pasien dengan hipotensi berat (tekanan darah sistolik kurang dari 75-80
mmHg) sebaiknya dirawat dengan dopamine. Pada dosis lebih besar dari
5,0 mikrogram/kg berat badan/menit, stimulasi alfa-adrenergik secara
bertahap meningkat, menyebabkan vasokonstriksi perifer. Pada dosis lebih
besar dari 20 mikrogram/kg berat badan/menit, dopamine meningkatkan
ventricular irritability tanpa keuntungan tambahan.
c. Kombinasi dopamine dan dobutamine merupakan strategi terapeutik yang
efektif untuk syok kardiogenik, meminimalkan berbagai efek samping
dopamine dosis tinggi yang tidak diinginkan dan menyediakan
bantuan/dukungan inotropik.
d. Jika dukungan tambahan untuk tekanan darah diperlukan, maka dapat
dicoba norepinephrine, yang berefek alfa-adrenergik yang lebih kuat.
Dosis awal : 0,5-1 mikrogram/menit.

2. SYOK HIPOVALEMIK
a. Definisi
Syok hipovolemik merupakan tipe syok paling umum ditandai dengan
penurunan volume intravaskular. Cairan tubuh terkandung dalam kompartemen
intraselular dan ekstraseluler. Syok hipovolemik adalah suatu keadaan dimana
terjadi kehilangan cairan tubuh dengan cepat sehingga dapat mengakibatkan
multiple organ failure akibat perfusi yang tidak adekuat.
Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien-pasien
trauma, baik oleh karena perdarahan yang terlihat maupun perdarahan yang tidak
terlihat. Perdarahan yang terlihat, perdarahan dari luka, atau hematemesis dari
tukak lambung. Perdarahan yang tidak terlihat, misalnya perdarahan dari saluran
cerna, seperti tukak duodenum, cedera limpa, kehamilan di luar uterus, patah
tulang pelvis, dan patah tulang besar atau majemuk.

b. Etiologi
Syok hipovolemik disebabkan oleh penurunan volume darah efektif.
Kekurangan volume darah sekitar 15 sampai 25 persen biasanya akan
menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik; sedangkan deficit volume darah
lebih dari 45 persen umumnya fatal. Syok setelah trauma biasanya jenis
hipovolemik, yang disebabkan oleh perdarahan (internal atau eksternal) atau

karena kehilangan cairan ke dalam jaringan kontusio atau usus yang mengembang
kerusakan jantung dan paru-paru dapat juga menyokong masalah ini secara
bermakna. Syok akibat kehilangan cairan berlebihan bisa juga timbul pada pasien
luka bakar yang luas . (2,4)
Syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya cairan
intravaskuler, misalnya terjadi pada:
1)

Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir keluar
tubuh seperti hematotoraks, ruptura limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.

2)

Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah
yang besar. Misalnya, fraktur humerus menghasilkan 500–1000 ml perdarahan
atau fraktur femur menampung 1000–1500 ml perdarahan.

3)

Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein

plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:

 Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis.
 Renal: terapi diuretik, krisis penyakit Addison.
 Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis.
Tabel 1. Penyebab Syok Hipovolemik
Perdarahan
 Hematom subkapsular hati
 Aneurisma aorta pecah
 Perdarahan gastrointestinal
 Perlukaan berganda
Kehilangan plasma
 Luka bakar luas
 Pancreatitis
 Deskuamasi kulit
 Sindrom Dumping
Kehilangan cairan ekstraseluler
 Muntah
 Dehidrasi
 Diare
 Terapi
diuretic
yang
agresif
 Diabetes insipidus
 Insufisiensi adrenal

Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasienpasien trauma, baik oleh karena perdarahan yang terlihat maupun perdarahan
yang tidak terlihat. Perdarahan yang terlihat, perdarahan dari luka, atau
hematemesis dari tukak lambung. Perdarahan yang tidak terlihat, misalnya
perdarahan dari saluran cerna, seperti tukak duodenum, cedera limpa,
kehamilan di luar uterus, patah tulang pelvis, dan patah tulang besar atau
majemuk.
Syok hipovolemik juga dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh
yang lain. Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui
permukaan kulit yang hangus atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau diare
juga dapat mengakibatkan kehilangan banyak cairan intravaskuler. Pada
obstruksi ileus dapat terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus. Pada
diabetes atau penggunaan diuretik kuat, dapat terjadi kehilangan cairan karena
diuresis yang berlebihan. Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada sepsis
berat, pankreatitis akut, atau peritonitis purulenta difus.
c.

Patofisiologi

Tubuh

manusia

berespon

terhadap

perdarahan

akut

dengan

mengaktivasi sistem fisiologi utama sebagai berikut: sistem hematologi,
kardiovaskuler, ginjal, dan sistem neuroendokrin.
a. Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan darah yang berat dan akut
dengan mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi pembuluh darah
(melalui pelelepasan tromboksan A2 lokal). Selain itu, platelet diaktivasi (juga
melalui pelepasan tromboksan A2 lokal) dan membentuk bekuan darah
immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak menghasilkan
kolagen, yang selanjutnya menyebabkan penumpukan fibrin dan menstabilkan
bekuan darah. Dibutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk menyempurnakan
fibrinasi dari bekuan darah dan menjadi bentuk yang sempurna.
b. Sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok hipovolemik
dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokard,
dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Respon ini terjadi akibat
peningkatan pelepasan norepinefrin dan penurunan ambang dasar tonus nervus
vagus (diatur oleh baroreseptor di arcus caroticus, arcus aorta, atrium kiri, dan
penbuluh darah pulmonal). Sistem kardiovaskuler juga berespon dengan
mengalirkan darah ke otak, jantung, dan ginjal dengan mengurangi perfusi
kulit, otot, dan traktus gastrointestinal.
c. Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan peningkatan sekresi
renin dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan mengubah angiotensinogen
menjadi angiotensin I, yang selanjutnya akan dikonversi menjadi angiotensin
II di paru-paru dah hati. Angotensin II mempunyai 2 efek utama, yang
keduanya membantu perbaikan keadaan pada syok hemoragik, yaitu
vasokonstriksi arteriol otot polos, dan menstimulasi sekresi aldosteron dari
korteks adrenal. Aldosteron bertanggungjawab pada reabsorbsi aktif natrium
dan akhirnya akan menyebabkan retensi air.
d. Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hemoragik dengan meningkatan
Antidiuretik Hormon (ADH) dalam sirkulasi. ADH dilepaskan dari glandula
pituitari posterior sebagai respon terhadap penurunan tekanan darah (dideteksi
oleh baroreseptor) dan terhadap penurunan konsentrasi natrium (yang
dideteksi oleh osmoreseptor). Secara tidak langsung ADH menyebabkan
peningkatan reabsorbsi air dan garam (NaCl) pada tubulus distalis, duktus
kolektivus, dan lengkung Henle.

d. WOC (terlampir)
e. Manifestasi Klinis
Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi
premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung.
Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis respon kompensasi.
Pasian muda dapat dengan mudah mengkompensasi kehilangan cairan dengan
jumlah sedang vasokontriksinya dan takikardia. Kehilangan volume yang cukup
besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat
ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat.
(Toni Ashadi, 2006).
Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan
hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali
dalam beberapa menit. Tanda-tanda syok adalah menurut Toni Ashadi, 2006
adalah:
1. Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler
selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.
2. Takhikardi: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respon
homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke
homeostasis penting untuk hopovolemia.peningkatan kecepatan aliran darah ke
mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis jaringan.
3. Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah
sistemik dan curah jantung, vasokontriksi perifer adalah faktor yang esensial
dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat
dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak dibawah 70 mmHg.
4. Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik.
Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30ml/jam.
f. Penatalaksanaan
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain:
1. Kaji jumlah kehilangan volume cairan dan mulai lakukan penggantian cairan
sesuai order. Pastikan golongan darah untuk pemberian terapi transfusi
2. Kaji AGD/Analisa Gas Darah, jika pasien mengalami cardiac atau respiratory
arrest lakukan CPR

3. Berikan terapi oksigen sesuai order. Monitor saturasi oksigen dan hasil AGD
untuk mengetahui adanya hypoxemia dan mengantisipasi diperlukannya
intubasi dan penggunaan ventilasi mekanik. Atur posisi semi fowler untuk
memaksimalkan ekspansi dada. Jaga pasien tetap tenang dan nyaman untuk
meminimalkan kebutuhan oksigen.
4. Monitor

vital

sign,

status

neurologis,

dan

ritme

jantung

secara

berkesinambungan. Observasi warna kulit dan cek capillary refill
5. Monitor parameter hemodinamik, termasuk CVP, PAWP, dan cardiac output,
setiap 15 menit, untuk mengevaluasi respon pasien terhadap treatmen yang
sudah diberikan.
6. Monitor intake dan output. Pasang dower cateter dan kaji urin output setiap
jam. Jika perdarahan berasal dari gastrointestinal maka cek feses, muntahan,
dan gastric drainase. Jika output kuranng dari 30 ml/jam pada pasien dewasa
pasang infuse, tetapi awasi adanya tanda kelebihan cairan seperti peningkatan
PAWP. Lapor dokter jika urin output tidak meningkat
7. Berikan transfuse sesuai lorder, monitor Hb secara serial dan HCT
8. Berikan Dopamin atau norepineprin I.V., sesuai order untuk meningkatkan
kontraktilitas jantung dan perfusi renal.
9. Awasi tanda-tanda adanya koagulopati seperti petekie, perdarahan, catat
segera.
10. Berikan support emosional
11. Siapkan pasien untuk dilakukan pembedahan, jika perlu
3. SYOK DISTRIBUTIF
a. Definisi
Syok distributif atau vasogenik terjadi ketika volume darah secara
abnormal berpindah tempat dalam vaskulatur seperti ketika darah berkumpul
dalam pembuluh darah perifer.
b. Etiologi
Syok distributif dapat disebabkan baik oleh kehilangan tonus simpatis atau
oleh pelepasan mediator kimia ke dari sel-sel. Kondosi-kondisi yang
menempatkan pasien pada resiko syok distributif yaitu (1) syok neurogenik

seperti cedera medulla spinalis, anastesi spinal, (2) syok anafilaktik seperti
sensitivitas terhadap penisilin, reaksi transfusi, alergi sengatan lebah (3) syok
septik seperti imunosupresif, usia yang ekstrim yaitu > 1 thn dan > 65 tahun,
malnutrisi.
c. Patofisiologi
Patofisiologi Syok Septik
Patofisiologi syok septik belum dapat dengan tepat, tetapi melibatkan
interaksi kompleks antara patogen dan sistem kekebalan tubuh inang. Respon
fisiologis normal untuk infeksi lokal meliputi aktivasi mekanisme pertahanan
tuan rumah yang menghasilkan masuknya neutrofil dan monosit aktif,
pelepasan mediator inflamasi, vasodilatasi lokal, peningkatan permeabilitas
endotel, dan aktivasi jalur koagulasi.
Mekanisme ini terjadi selama syok septik, tetapi pada skala yang
sistemik,yang mengarah untuk meredakan gangguan endotel, permeabilitas
vaskuler,vasodilatasi, dan trombosis end-organ kapiler. Kerusakan endotel
sendiri lebih lanjutdapat mengaktifkan inflamasi dan koagulasi, menciptakan
efek umpan balik positif,dan menyebabkan kerusakan lebih lanjut endotel dan
organ akhirBukti bahwa sepsis hasil dari respon inflamasi sistemik yang
berlebihan yangdisebabkan oleh organisme menginfeksi.
Mediator inflamasi adalah kunci dalampatogenesisLangkah awal dalam
aktivasi kekebalan bawaan adalah sintesis de novo dari polipeptida kecil, yang
disebut sitokin, yang menginduksi manifestasi protein pada kebanyakan tipe
sel, dari sel efektor kekebalan tubuh untuk otot polos pembuluh darah dan selsel parenkim.Beberapa sitokin diinduksi, termasuk tumor necrosisfactor (TNF)
dan interleukin (ILS), terutama IL-1.
Kedua faktor ini juga membantu untuk menjaga infeksi lokal, tetapi,
setelah infeksi menjadi sistemik, efek juga dapatmerusak Tingkat sirkulasi IL6 berkorelasi dengan baik dengan hasil. Tingginya kadar IL-6 berhubungan
dengan kematian, tetapi perannya dalam patogenesis tidak jelas.IL-8 adalah
suatu regulator penting dari fungsi neutrofil, disintesis dan dilepaskan dalam
jumlah yang banyak selama sepsis. IL-8 memberikan kontribusi terhadap
cedera paru dan disfungsi organ lain.Kemokin (monosit chemoattractant
protein-1) mengatur migrasi leukosit selama endotoksemia dan sepsis. Sitokin

lain yang memiliki peran seharusnya padasepsis adalah IL-10, interferon
gamma, IL-12, makrofag faktor migrasi inhibisi,granulocyte colonystimulating

factor

(G-CSF),

dan

makrofag

faktor

koloni-stimulating

granulocyte (GM-CSF)Selain itu, sitokin mengaktifkan jalur koagulasi,
menghasilkan mikro trombikapiler dan akhir iskemia organ.
Bakteri gram positif dan gram-negatif menginduksi berbagai mediator
proinflamasi, termasuk sitokin yang memainkan peran penting dalam memulai
sepsisdan shock. Berbagai komponen sel bakteri dinding dikenal untuk
melepaskan
peptidoglikan

sitokin,termasuk
(bakteri

lipopolisakarida

gram

positif dan

(bakteri

gram

gram-negatif),

negatif),

dan

asam

lipoteichoic (bakteri gram positif)Beberapa efek berbahaya dari bakteri
dimediasi oleh sitokin pro inflamasidiinduksi dalam sel inang (makrofag /
monosit dan neutrofil) oleh komponen dindingsel bakteri. Komponen yang
paling beracun dari bakteri gram negatif adalah bagiandari lipid A
lipopolisakarida. Para bakteri gram positif dinding sel menyebabkan induksi
sitokin melalui asam lipoteichoic.
Patofisiologi Syok Neurogenik
Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana penurunan perfusi
jaringan dalam syok distributif merupakan hasil utama dari hipotensi arterial
karena penurunan resistensi pembuluh darah sistemik (systemic vascular
resistance).Sebagai tambahan, penurunan dalam efektifitas sirkulasi volume
plasma sering terjadi dari penurunan venous tone, pengumpulan darah di
pembuluh darah vena, kehilangan volume intravaskuler dan intersisial karena
peningkatan permeabilitas kapiler.Akhirnya, terjadi disfungsi miokard primer
yang bermanifestasi sebagai dilatasi ventrikel, penurunan fraksi ejeksi, dan
penurunan kurva fungsi ventrikel.
Pada keadaan ini akan terdapat peningkatan aliran vaskuler dengan
akibat sekunder terjadi berkurangnya cairan dalam sirkulasi. Syok neurogenik
mengacu pada hilangnya tonus simpatik (cedera spinal).Gambaran klasik
pada syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi
kulit.

Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang
mengakibatkan vasodilatasi menyeluruh di regio splangnikus, sehingga perfusi
ke otak berkurang.Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu
lingkungan yang panas, terkejut, takut atau nyeri.
Syok neurogenik bisa juga akibat rangsangan parasimpatis ke jantung
yang memperlambat kecepatan denyut jantung dan menurunkan rangsangan
simpatis ke pembuluh darah.Misalnya pingsan mendadak akibat gangguan
emosional.
Pada penggunaan anestesi spinal, obat anestesi melumpuhkan kendali
neurogenik sfingter prekapiler dan menekan tonus vasomotor.Pasien dengan
nyeri hebat, stres emosi dan ketakutan meningkatkan vasodilatasi karena
mekanisme reflek yang tidak jelas yang menimbulkan volume sirkulasi yang
tidak efektif dan terjadi sinkop.
Patofisiologi Syok Anafilaktik
Coomb

dan

Gell

(1963)

mengelompokkan

anafilaksis

dalam

hipersensitivitas tipe I (Immediate type reaction). Reaksi hipersensitivitas tipe
I diklasifikasikan menjadi reaksi atopi dan non-atopi.Kelainan atopi biasanya
menyerang kulit atau traktus respiratorius contohnya pada rhinitis alergi,
dermatitis atopi, dan asma alergi.Kelainan hipersensitivitas non-atopi
contohnya urtikaria, angioedema, dan anafilaksis. Ketika reaksi yang terjadi
ringan, maka hanya akan menyerang kulit (urtikaria) atau jaringan subkutan
(angioedema), namun ketika reaksi yang terjadi berat maka akan berakibat
menyeluruh (generalisata) dan bersifat life-threatening medical emergency
(anafilaksis).Mekanisme anafilaksis melalui 2 fase, yaitu fase sensitisasi dan
aktivasi.Fase

sensitisasi

merupakan

waktu

yang

dibutuhkan

untuk

pembentukan Ig E sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan
mastosit dan basofil. Sedangkan fase aktivasi merupakan waktu selama
terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang sama sampai timbulnya
gejala.
Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran
makan ditangkap oleh Makrofag. Makrofag segera mempresentasikan antigen
tersebut kepada Limfosit T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL4, IL13)
yang menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit).

Sel plasma memproduksi Ig E spesifik untuk antigen tersebut kemudian terikat
pada reseptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.
Mastosit dan basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang
menimbulkan reaksi pada paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk alergen
yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E
spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator
vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan
vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan istilah preformed mediators.
Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari
membran sel yang akan menghasilkan leukotrien (LT) dan prostaglandin (PG)
yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut newly formed
mediators. Fase Efektor adalah waktu terjadinya respon yang kompleks
(anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan
aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu.Histamin memberikan efek
bronkokonstriksi,

meningkatkan

permeabilitas

kapiler

yang

nantinya

menyebabkan edema, sekresi mucus, dan vasodilatasi.Serotonin meningkatkan
permeabilitas vaskuler dan Bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos.
Platelet activating factor (PAF)
berefek
bronkospasme
dan
meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit.
Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin
leukotrien yang dihasilkan menyebabkan bronkokonstriksi.
Vasodilatasi pembuluh darah yang terjadi mendadak menyebabkan
terjadinya fenomena maldistribusi dari volume dan aliran darah. Hal ini
menyebabkan penurunan aliran darah balik sehingga curah jantung menurun
yang diikuti dengan penurunan tekanan darah. Kemudian terjadi penurunan
tekanan perfusi yang berlanjut pada hipoksia ataupun anoksia jaringan yang
berimplikasi pada keaadan syok yang membahayakan penderita.Hipotensi dan
syok dapat terjadi sebagai akibat dari kehilangan volume intravaskular,
vasodilatasi, dan disfungsi miokard.Peningkatan permeabilitas vaskuler dapat
menyebabkan pergeseran 50 % volume vaskuler ke ruang extravaskuler dalam
10 menit.
d. WOC (terlampir)
e. Manifestasi Klinis

Gambaran

klinis

syok

distributif

bergantung

pada

gangguan

yangditimbulkan oleh pencetus, dan hal ini tidak hanya berlaku untuk syok
distributif melainkan juga untuk syok tipe lain. Pada kebanyakan
kasus,gambaran klinis dari syok distributif mencakup tanda-tanda berikut ini:
-

Perubahan pada status mental, mengacu pada tingkat kesadaran
pasien(apatis ataupun somnolen). Biasanya, tingkat kesadaran dapat
bervariasimenurut progresifitas syok saat itu juga. Seringkali saat syok
semakinberat, maka semakin buruk pula tingkat kesadarannya

-

Frekuensi jantung yang lebih dari 90 kali/menit (perlu dicatat
bahwaelevasi pada frekuensi jantung bukanlah pertanda adanya syok
bilapasien sedang dalam terapi beta-blocker

-

Hipotensi, dengan tekanan sistol yang kurang dari 90 mmHg
ataumengalami penurunan sebesar 40 mmHg dari standar normalnya

-

Meningkatnya

frekuensi

pernafasan

hingga

melebihi

20

kali/menit(takipnea). Pada keadaan yang lebih berat, akan terlihat nafas
cepat dandangkal akibat asidosis
-

Ekstremitas

teraba

hangat

(akral

hangat)

dengan

tekanan

pulsasi(tekanan sistol dikurangi diastol) yang meningkat, khususnya
padatahap awal syok distributif
-

Hipertermia, jika suhu tubuh > 38,30 C atau 1010 F.

-

Hipotermia, dapat pula ditemukan jika temperatur turun hingga
dibawah 36 0C atau 96,8 0 F

-

Hipoksia dan hipoksemia relatif yang dapat terjadi sebagai
akibatdisfungsi atau kegagalan sistem respirasi karena gangguan
ventilasimaupun perfusi

-

Oliguria, yakni berkurangnya produksi urin. Normal rata-rata
produksiurin dewasa adalah 60 ml/jam (1/2-1 ml/kgBB/jam)

f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dalam syok distributif pada dasarnya sama dengansyok
lainnya. Karena termasuk kondisi gawat darurat, maka yang pertama kali
dilakukan adalah tata laksana suportif untuk mencegah syok berkembang ke
tahap yang lebih buruk. Selanjutnya, tatalaksana akan lebih diberatkan ke arah
eliminasi etiologi, dimana tentunya akan cenderung disesuaikan dengan faktor
pencetus syok distributif itu sendiri.
Semua upaya resusitasi segera harus diarahkan pada memaksimalkan
hantaran oksigen pada tingkat sel, yang bergantung pada kandungan oksigen
arterial, volume sirkulasi dan hematokrit. Terdapat salah satu cara untuk
memulihkan keadaan pasien syok yaitu ORDER.
O : Oxygenate (berikan oksiegen adekuat)
R : Restore circulatory volume (pulihkan volume sirkulasi)
D : Drug therapy (obat - obatan)
E : Evaluate response to therapy (evaluasi respon terhadap terapi)
R : Remedy the underlying cause (pengobatan terhadap penyebab yang
mendasarinya)
Tatalaksana suportif
Hal utama yang perlu diperhatikan di sini adalah konsekuensi dariSIRS,
sepsis, maupun bentuk syok distributif lainnya, yakni kegagalanorgan. Seiring
berjalannya waktu, pasien SIRS/sepsis akan menerimakonsekuensi yang fatal
apabila tidak mendapat terapi penunjang yangtepat
Oksigenasi Terapi
Dilakukan ini terutama diberikan apabila ditemukan tanda-tanda pasien
mengalami hipoksemia dan hipoksia berat. Dalam tatalaksana hipoksemia dan
hipoksia semua faktor yangmempengaruhi baik ventilasi, perfusi.dan
penggunaan oksigen perlu mendapat perhatian dan dikoreksi. Pada keadaan
hipoksemia berat dan gagal nafas bila disertai penurunan kesadaran atau kerja

ventilasi yang berat, ventilasi mekanik perlu segera dilakukan. Bagi pasien
dengan distres pernafasan minimal berikan hantaran oksigen 1 – 6 liter/ menit
melalui kanul nasal atau masker oksien, bila pasien telah mengalami
penurunan kesadaran dengan Pa O2 8mikrogram

(mcg)/kg/menit,

norepinefrin

0,03-1,5

mcg/kg/menit.Sebagai inotropik yang dapat digunakan dobutamin dengan
dosis2-28

mcg/kg/menit,

dopamin

3-8

mcg/kg/menit,

epinefrin

0,1-

0,5mcg/kg/menit atau inhibitor fosfodiesterase.
Bikarbonat
Pada SIRS terjadi hipoperfusi dengan konsekuensi terjadinyagangguan
transpor karbondioksida dari jaringan, sehingga akanterjadi penurunan pH sel
ke tingkat yang sangat rendah. Secaraempirik bikarbonat dapat diberikan bila

pH < 7,2 atau serumbikarbonat < 9 meq/l, dengan disertai upaya untuk
memperbaikikeadaan hemodinamik.
Evaluasi respon terhadap terapi
Bila oksigen dan volume sirkulasi tubuh telah diperbaiki disarankan
dilakukan evaluasi kembali. Tanda vital, status mental, pengeluaran urin, dan
pengisian kapiler harus diperiksa secara reguler sepanjang resusitasi.