Berdiri dan berkembangnya tarekat Naqsybandi Haqqani di Jakarta

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Tarekat Naqsybandi didirikan oleh Muhammad Baha’udin Naqsybandi
(717 H/1318 M–791 H/1389 M). Naqsybandi diambil dari kata “Naqsybandiah”
menurut Syaikh Najmuddin Amin al-Kurdi dalam kitabnya “Tanwir Qulub”
berasal dari dua buah kata bahasa arab, “Naqsy” artinya ukiran atau gambar dan
“band” artinya bendera atau layar besar. Dinamakan dengan Naqsyabandi karena
Syaikh Bahauddin pendiri Tarekat ini senantiasa berdzikir mengingat Allah
berkepanjangan sehingga lafadz Allah itu terukir melekat ketat dalam kalbunya.1
Sejak digunakannya nama Naqsybandi sebagai nama dan identitasnya,
tarekat ini bertambah masyur dan memiliki pengaruh yang luas dari masa kemasa.
Pada masa ini perkembangan yang dapat dicatat adalah percabangan tarekat ini
kedalam beberapa jalur; yang diantaranya adalah Mujaddidiyah, Khalidiyah, dan
Mazhariyah. Nama-nama tarekat tersebut mengacu hanya kepada perkembangan
dalam hal teknik dan doktrin.
Seperti halnya dalam tarekat Naqsybandi Haqqani, yang didirikan oleh
Syaikh Muhammad Nizam al-Haqqani (23 April 1922/28 Sya’ban 1340 H) di
Siprus, Turki tahun 1973. Tarekat ini dinamakan Naqsyabandi karena ia
merupakan satu aliran tarekat dalam tasawuf yang didirikan oleh sufi terkenal,

Muhammad Baha’udin Naqsybandi (717 H/1318 M–791 H/1389 M).Sedangkan
”Haqqani” sendiri adalah diambil dari nama Syaikh Nazim karena beliau sudah

1

A. Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsybandi. (Jakarta: Al-Husna Zikra, 1996), h. 7.

1

2

mendapatkan ijazah yang memberikan wewenang kepada penerimanya yaitu
Syaikh Nazim sendiri, untuk bertindak sebagai Syaikh dan mengambil Bai’at atas
calon murid dengan namanya sendiri.2 Meskipun seara relatif ia mandiri, ia tetap
memperlihatkan kepatuhannya yang mutlak kepada Syaikh-Syaikhnya terdahulu,
sehingga nama Naqsybandi tetap melekat dalam tarekatnya.
Tarekat tersebut dipercayai oleh para keturunan pengikutnya sehingga
tarekat ini dinamakan tarekat Naqsybandi Haqqani, yang ajarannya adalah
Muhabbatilah dan Muhabbatirosulillah yang isinya antara lain taubat, zuhud,
taqwa, Qana’ah dan taslim (berserah diri). Sedangkan amalannya antara lain

dzikir Mubtadi (dzikir harian untuk pemula), dzikir Musta’d (dzikir harian untuk
tingkat persiapan), dzikir Ahlul ’Azim (dzikir harian untuk tingkat mapan atau
dzikir untuk menghidupkan Ashrar ”kalbu paling dalam”), dan dzikir Khatam
Kwajagan, serta amalan-amalan lainnya.
Prinsip metode spiritual Tarekat Naqsybandi Haqqani adalah dzikir khafi
dan dzikir jahir, Syaikh Nazim menggabungkan kedua dzikir tersebut untuk
diamalkan dan diajarkan kepada murid-murid beliau. Dalam tarekat ini Syaikh
Nazim juga mempopulerkan lagi tarian berputar (biasa disebut Whirling Darwis
atau Darwis Rumi) yang pertama kali dilakukan oleh Sayyidina Abu Bakar dan
dipopulerkan oleh Syaikh Jalaludin Rumi pendiri tarekat Maulawiyah. Tarian ini
diiringi musik Shalawat (Hadrah).
Tarekat Naqsybandi Haqqani dalam perkembangannya di Indonesia
mendapatkan sambutan yang baik karena sererti diketahui tarekat Naqsybandi
sudah ada sejak dua abad sebelum Belanda mengenalnya untuk pertama kali –

2

Yayasan Haqqani Indonesia, Ahl Haq V. 4 (Jakarta: Yayasan Haqqani Indonesia), h. 7.

3


kendatipun mungkbentuk tarekat itu berbeda-beda. Dimana ulama dan sufi
Indonesia yang menyebut taekat ini dalam tulisannya adalah Syaikh Yusuf
Makassar (1626-1699). Dan dalam perkembangannya di Indonesia juga sudah ada
cabang-cabang tarekat Naqsybandi ini, diantaranya yaitu: Mujaddidiyah,
Khalidiyah, setelah itu muncul pula Mazhariyah.
Perkembangan tarekat Naqsybandi Haqqani sampai ke Jakarta dibawa oleh
Syaik Hisham Kabbani, yaitu khalifah tarekat Naqsybandi Haqqani. Dimana
melalui Syaikh Hisham masyarakat Jakarta mulai mengenal tarekat Naqsybandi
Haqqani ini. Di tengah-tengah masyarakat yang cenderung mengarah ke arah
dekadensi moral yang gejalanya mulai nampak saat ini, dan akibat negatifnya
mulai terasa dalam kehidupan maka tarekat ini mulai mendapatkan perhatian dan
di tuntut peranannya untuk terlibat secara langsung untuk terlibat secara aktif
mengatasi masalah tersebut dan mengajak umat Islam untuk membersihkan diri
dan lebih dekat dengan Tuhan.
Tarekat ini dapat dikatakan sebagai tarekat yang paling transparan untuk
semua kalangan yang dapat menerimanya, kerena seseorang dapat masuk ke
dalam tarekat ini dengan syarat yang mudah, ajaran yang paling mudah di
praktekkan dan paling ringan diamalkan. Karena Syaikh Nazim tidak
mengharuskan anggotanya mengerjakan semua amalan di karenakan kesibukan

mereka.
Demikianlah sedikit gambaran tentang tarekat Naqsybandi Haqqani. Pada
intinya tarekat adalah suatu jalan untuk mendekatkan diri (ma’rifat) kepada Allah,
bagaimanapun sukarnya bentuk amalan dan gerakan yang diajarkannya. Mereka

4

berusaha meraihnya untuk mendapatkan ”Muthma-innah”, yaitu jiwa yang tenang
penuh dengan kedamaian abadi.
Dari uraian tersebut maka penulis mengenggap penting dan menarik untuk
mengangkat masalah keberadaan perkembangan tarekat Naqsybandi Haqqani di
Jakarta. Dengan ini penulis mengajukannya sebagai karya ilmiah skripsi dengan
judul ”Berdiri dan Berkembangnya Tarekat Naqsybandi Haqqani di
Jakarta”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di bahas di atas, dan untuk
memudahkan penulisan ini maka perlu adanya pembatasan dan perumusan
masalah agar tidak terjadi kesalahpahaman dan kesimpangsiuran dalam
penggarapan skripsi ini. Pembatasan skripsi ini hanya membatasi dan lebih

memfokuskan peranan Syaikh Muhammad Nazim al-Haqqani dalam membangun
dan menembangkan ajaran tarekat Naqsybandi Haqqani di Jakarta.
Dari pembatasan di atas agar bahasan tidak keluar dari permasalahan maka
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah masuk dan berkembangnya tarekat Naqsybandi Haqqani
di Jakarta?
2. Bagaimana Struktur Organisasi dan kepengurusan tarekat Naqsybandi
Haqqani di Jakarta?
3. Bagaimana pengaruh tarekat Naqsybandi Haqqani terhadap kehidupan
masyarakat di Jakarta?

5

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Sesuai dengan perumusan yang telah penulis sampaikan maka tujuan
diadakannya penulisan ini adalah;
1. Untuk mengetahui sejarah masuk dan berkembangnya tarekat Naqsybandi
Haqqani di Jakarta.
2. Untuk


mengetahui

struktur

organisasi

dan

kepengurusan

tarekat

Naqsybandi Haqqani di Jakarta
3. Untuk mengetahui pengaruh tarekat Naqsybandi Haqqani terhadap
kehidupan masyarakat di Jakarta
Adapun manfaat penulisan ini diharapkan dapat menambah khazanah
keilmuan mengenai tarekat Naqsybandi Haqqani, dan sebagai bahan penelitian
lebih lanjut bagi yang ingin mengetahui sejarah tarekat Naqsybandi Haqqani lebih
mendalam bagi mahasiswa/i Fakultas Adab khususnya dan bagi masyarakat pada
umumnya.


D. Kajian Pustaka
Sejauh pengetahuan penulis, riset mengenai tarekat Naqsybandi pernah
dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Akan tetapi penelitian mereka
hanya terfokus pada tarekat Naqsybandi. Seperti yang ditulis oleh Martin van
Bruinessen, merupakan orang pertama yang mengkaji secara umum sebuah
tarekat di Indonesia. Tarekat Naqsybandi yang menjadi sasaran kajiannya, di tulis
menjadi sebuah buku3 yang tersusun dalam 17 bab permasalahan. Masing-masing
bab itu tidak mengikuti urutan kronologis secara ketat, yakni di mulai dengan
3

Martin van Bruinessen. Tarekat Naqsyabandiah di Indonesia, Survei Historis, Geografis
dan Sosiologis. Bandung: Mizan, 1992.

6

periode di penghujung abad ke-19, yakni terutama memperkenalkan sumbersumber belanda dari masa itu yang berisi informasi tentang tarekat. Tiga bab
berikutnya seara berurutan menyangkut: Tarekat Naqsybandi di Nusantara dari
awal kehadirannya di abad ke-17 sampai dengan perkembangannya pada abad ke19; perkembangan tarekat itu pada abad ke -17 di Asia Tengah; dan
perkembangannya pada dua abad selanjutnya di India dan semenanjung Arabia.

Bab selanjutnya membicarakan dasar dan teknik spiritual Naqsybandi,
yang dianut oleh cabang-cabangnya yang utama Naqsybandi Mujaddidiyah,
Naqsybandi Khalidiyah, dan Naqsybandi Mazhariyah. Dalam pembahasan
selanjutnya ia lebih mefokuskan perhatiannya pada perkembangan tarekat itu di
daerah-daerah dengan prioritas pembahasan mengenai silsilah guru, ajaranajarannya dan kecenderungannya politik mereka.
Kemudian buku kedua yang ditulis oleh Fuad Said, Hakikat Tarikat
Naqsyabandiah4 mengkaji secara khusus tentang tarekat Naqsybandi. Dimana
isinya antara lain menguraikan tentang hakikat tarekat Naqsybandi, bagaimana
perkembangan dan pengaruh tarekat Naqsyabandi, silsilah, dzikir dan kaifiat serta
adabnya, berkhalwat (bersuluk), Syarat Mursyid dan cara pengangkatannya,
rabithah, wasilah, dan dilengkapi dengan sejumlah adab-adab.
Dari pemaparan tentang para peneliti terdahulu di atas, maka dapat dilihat
bahwa mereka memfokuskan penelitiannya hanya kepada tarekat Naqsybandi.
Sedangkan buku yang membahas tentang tarekat Naqsybandi Haqqani belum ada
yang membahasnya. Di sini penulis mencoba meneliti tentang sejarah masuk dan
berkembangnya tarekat Naqsybandi di Jakarta, struktur organisasi dan pengaruh

4

Said, A. Fuad. Hakikat Tarikat Naqsyabandiah. Jakarta: Al-Husna Zikra, 1996.


7

tarekat ini terhadap kehidupan masyarakat. Oleh karena itu penulis ingin
membahas dalam bentuk penelitian.

E. Metodelogi Penulisan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
sejarah, dengan menggunakan pendekatan ilmu Sosiologi. Dalam konteks studi
ini, tentu saja konsep keagamaan (Islam), ialah yang pertama-tama diperhatikan.
Pengumpulan data atau sumber sebagai langkah pertama kali, dilangsungkan
dengan metode penggunaan bahan dokumen.5 Metode ini dapat berlangsung,
karena ditemukan sumber-sumber tertulis baik yang memberikan informasi di
seputar objek maupun informasi langsung mengenai tarekat Naqsybandi Haqqani.
Sumber tertulis yang berasal dari kalangan tarekat Naqsybandi Haqqani
berupa, Ahl Haq, amalan shalat harian, Naqshbandi Sufi Way – The Story of The
Golden Chain, artikel-artikel yang di terbitkan oleh Yayasan Haqqani Indonesia
dan website alHaqqani@hotmail.com. Selain itu sumber pustaka yang terkait
dengan topik penelitian di dapat dari Perpustakaan utama UIN, Perpustakaan Iman
Jama, dan Perpustakaan Nasional.

Masih mengenai langkah pengumpulan data, observasi lapangan juga
dilakukan dengan cara mengadakan wawancara kepada pengurus Yayasan
Haqqani indonesia dan para jama’ah tarekat Naqsybandi Haqqani. Dan untuk
melengkapi data juga dilakukan pengamatan di lokasi kegiatan tarekat dan
kegiatan ritualnya yang bersifat kontinuitas.

5

Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Bentang 1995), h. 94-95.

8

Sumber-sumber yang telah dihimpun kemudian di analisa. Analisa sumber
di fokuskan pada struktur sosial yang melatarbelakangi dinamika kaum tarekat
dan perubahan-perubahan dalam masyarakat lingkungannya. Tak terkecuali di
dalam konteks perubahan sosial ini, ialah konflik-konflik sosial, sistem-sistem
tradisional dan keagamaan, pola hubungan antar kelompok di dalam masyarakat
yang bersangkutan.6 Sedangkan teknik penulisan berpedoman pada buku
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Disertasi) UIN Jakarta.


F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembahasan dalam tulisan ini maka secara sistematis
pembahasan dalam tulisan ini disusun sebagai berikut:
: PENDAHULUAN

BAB I

Membahas tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penulisan, kajian pustaka, metodelogi
penelitian, dan sitematika penulisan.
BAB II : MENGENAL DUNIA TAREKAT
Membahas tentang arti tarekat dan pengertiannya, hubungan tarekat
dengan tasawuf dan berkembangnya terekat di dunia Islam.
BAB III : SEJARAH BERDIRINYA TAREKAT NAQSYBANDI HAQQANI
Membahas tentang berdirinya tarekat Naqsybandi Haqqani, biografi
pendiri dan silsilahnya, serta ajaran-ajaran tarekat Naqsybandi
Haqqani.

6

Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, terj. YASOGAMA (Jakarta: CV.
Rajawali, 1992), h. 23.

9

BAB IV : PERKEMBANGAN TAREKAT NAQSYBANDI HAQQANI
DI JAKARTA
Membahas tentang masuk dan berkembangnya tarekat Naqsybandi
Haqqani di Jakarta, struktur organisasi tarekat, serta pengaruh tarekat
Naqsybandi Haqqani terhadap kehidupan masyarakat di Jakarta.
BAB V : PENUTUP
Pada bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dan saran.

10

BAB II
MENGENAL DUNIA TAREKAT

A. Arti dan Pengertian Tarekat
Kata ‘Tarekat” berasal dari kata Arab Tariqah, yang secara harfiah berarti
jalan.7 Sedangkan secara estimologis berarti jalan, cara, metode, sistem, dan lainlain.8 Sedangkan secara praktis tarekat dapat dipahami sebagai sebuah
pengalaman keagamaan yang bersifat esoterik (mementingkan dimensi dalam),
yang dilakukan oleh orang-orang Islam dengan menggunakan amalan yang
berbentuk wirid atau dzikir.9
Selanjutnya istilah tarekat lebih banyak digunakan para ahli tasawuf.
Mustafa Zahri dalam hal ini mengatakan bahwa tarekat adalah jalan atau petunjuk
dalam melakukan sesuatu ibadah sesuai dengan ajaran yang dicontohkan Nabi
Muhammad dan dikerjakan oleh sahabat-sahabatnya, tabi’in dan tabi’in turuntemurun sampai kepada guru-guru secara berantai sampai pada masa kita ini.10
Dalam pada itu Harun Nasution mengatakan tarekat adalah jalan yang harus
ditempuh seorang sufi dalam tujuan berada sedekat mungkin dengan Tuhan.11
Hamka mengatakan bahwa diantara makhluk dan khalik itu ada perjalanan hidup
yang harus ditempuh, inilah yang kita katakan tarekat.12

7

Taufik Abdullah, dkk., Ensiklopedi Tematis Dunia Islam; Ajaran, Vol. 3 (Jakarta: Ihtiar
Baru Van Hoeve, 2002), h. 316.
8
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam Vol 4 (Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1977), h. 66.
9
Kharisudin Aqib, Al-Hikmah Memahami Teosofi Tarekat Qadiriyah Wa
Naqsyabandiyah (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), cet. Revisi., h. 9.
10
Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf ( Surabaya: Bina Ilmu, 1995), h. 56.
11
Harun Nasution. et. al., Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1992), h. 89.
12
Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984),
h. 104.

11

Dengan memperhatikan berbagai pendapat tersebut diatas, kiranya dapat di
ketahui bahwa yang dimaksud dengan tarekat adalah jalan yang bersifat spiritual
bagi seorang sufi yang didalamnya berisi amalan ibadah dan lainnya yang
bertemakan menyebut nama Allah dan sifat-sifatnya disertai penghayatan yang
mendalam. Amalan dalam tarekat ini di tujukan untuk memperoleh hubungan
sedekat mungkin (secara ruhaniah) dengan Tuhan.13
Tarekat yang tadinya merupakan suatu sistem atau jalan yang ditempuh
menuju kepada Tuhan, kemudian menjelma dalam bentuk organisasi-organisasi
yang kemudian dalam perkembangannya timbul tarekat-tarekat cabang yang
merupakan perpecahan dari tarekat induknya, sehingga dengan demikian
timbullah banyak macam tarekat. Tarekat yang bermacam-macam itu oleh para
penyelidik tidak dapat ditetapkan suatu jumlah yang pasti yang disepakati oleh
mereka bersama.
Tarekat pokok dan cabang dilihat dari segi sistem ajarannya, maka akan
didapati perbedaaan-perbedaan. Tetapi perbedaan-perbedaan itu tidak prinsipil,
dan dalam perkembangannya juga tidak dapat melepaskan diri dari faktor tempat
dan faktor keadaan dari suatu bangsa yang menganut tarekat itu. Dari faktorfaktor tersebut timbullah ciri yang bersifat khas bagi suatu tarekat, yang kemudian
membedakan yang satu dengan yang lainnya.14
Sebuah tarekat biasanya terdiri dari pensucian jiwa, kekeluargaan tarekat,
upacara keagamaan dan kesadaran sosial.15 Yang dimaksud dengan pensucian
jiwa adalah melatih rohani dengan hidup zuhud, menghilangkan sifat-sifat jelek
13

Abuddin Nata, Akhlak tasawuf (Jakarta: RajaGarafindo Persada, 2003), h. 270-271.
Abdurrahman Musa, Tarekat-Tarekat Penting (Paper Wajib Peserta Studi Purna
Sarjana Dosen-Dosen IAIN Seluruh Indonesia, thn. 1974/75. Yogyakarta), h. 1.
15
Musyrifah Sunarto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2005), h. 241.
14

12

yang menyebabkan dosa, dan mengisi dengan sifat-sifat terpuji, taat menjalankan
perintah agama dan menjauhi larangan-Nya. Taubat atas segala dosa dan
muhasabah, introspeksi, mawas diri terhadap semua amalan-amalannya.
Kekeluargaan tarekat biasanya terdiri dari Syaikh tarekat, disebut juga
murad, pir, atau mursyid yang memiliki peran penting bahkan mutlak ada dalam
sebuah tarekat. Untuk mendeskripsikan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh
seorang guru yang sah, sumber-sumber Naqsybandi tampaknya memilih
menggunakan dua sifat; ’sempurna’ (kamil) dan ”yang menyempurnakan”
(mukammil atau mukmil). Guru yang sah sudah pasti memenuhi syarat yang
mencakup tingkat kesempurnaan dan mampu mengantarkan (murid) kepada
kesempurnaan.16 Seorang Syaikh atau mursyid harus menguasai ilmu syariat dan
ilmu hakikat secara mendalam dan lengkap. Pemikiran, perkataan, dan
perilakunya harus mencerminkan akhlak terpuji.17
Apabila pembangun yang asli meninggal dunia, yang biasanya beroleh
kehormatan secara wali untuk penguburannya, maka salah seorang muridnya
mengambil pimpinan menggantikannya. Penggantinya itu biasanya disebut
khalifah atau Wali al-Sajadah “warisan sajadah (gurunya)”. Dipilih dan di Bai’at
dalam tarekat yang tidak mempunyai larangan untuk menikah, pengganti
pemimpin itu adalah turun temurun dalam keluarga pembangun semula dari suatu
tarekat.18

16

Leonard Lewishon, Et. al. Warisan Sufi, Warisan Sufisme Persia Abad Pertengahan
(1150-1500). (Jogyakarta: Pustaka Sufi, 2003), h. 549.
17
Taufik, Ensiklopedi Tematis, h. 318.
18
Abu Bakar, Pengantar Ilmu Tarekat: Uraian Tentang Mistik. (Solo: Ramadhani, 1986).
h. 78.

13

Khalifah juga diberikan wewenang untuk bertindak sebagai wakil
Syaikhnya dalam memberi pelajaran dan membimbing murid-murid lainnya.19
Sedangkan pengikut suatu tarekat dinamakan murid atau salik tarekat diisyaratkan
harus berjanji setia kepada dirinya dihadapan mursyid, bahwa ia akan
mengamalkan segala bentuk amalan dan wirid yang telah diajarkan guru
kepadanya dengan sungguh-sungguh. Janji setia itu dikenal dengan istilah bai’at
(Arab: bai’ah).20
Sedangkan tempat untuk belajar dan pondokan (semacam asrama) disebut
Ribath atau Zawiyah dan juga dinamai Taqiyah yang dalam bahasa Persia di sebut
Khanaqah.21 Sedangkan upacara keagamaan bisa berupa bai’at ijazah atau
khirqah, latihan amalan-amalan tarekat, talqin, wasiat yang diberikan dan
dilatihkan seorang Syaikh tarekat kepada murid-muridnya.22

B. Hubungan Tarekat dengan Tasawuf
Sebagai tindak lanjut dalam perkembangan tasawuf, maka lahirlah
sejumlah tarekat yang kian hari kian banyak jumlahnya. Seperti juga halnya dalam
perkembangan ilmu kalam, lahirlah sejumlah aliran (mazhab) ilmu kalam yang
cukup banyak jumlahnya dengan prinsip masing-masing. Demikianlah tasawuf
melahirkan pula ajaran yang bermacam-macam yang di sebut thariqat.

19

Martin van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia (Bandung: Mizan,
1996), h. 87.
20
Ada dua jenis bai’at yang dikenal dalam kehidupan tarekat, yakni bai’at Suwariyah
adalah bai’at kandidat salik yang mengakui bahwa mursyid yang membai’atnya itu adalah
gurunya. Bai’at yang ke dua yaitu bai’at Ma’nawiyah adalah bai’at kandidat salik yang mengakui
bahwa ia bersedia dididik dan dilatih menjadi sufi yang arif bi-Allah. Taufik Abdullah, Ibid, hal.
319.
21
H.A. Rivay Siregar, Tasawuf dan Sufisme Klasik ke Neo Sufisme (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2002), h. 264.
22
Ibid, h. 79.

14

Ada anggapan bahwa muncul dan timbulnya ajaran tasawuf yang di
realisir dalam pelbagai tarekat, adalah karena pengaruh lain. Antara lain Kristen
dengan faham menjauhi dunia dan mengasingkan diri dalam biara-biara.
Dikatakan bahwa hidup zahid dan shufi yang membelakangi dunia, memilih hidup
sederhana dan mengasingkan diri adalah pengaruh cara hidup rahib-rahib kristen.
Salah satu faktor yang mematangkan timbulnya tarekat adalah adanya
kecenderungan sebagian sufi untuk beribadat sebanyak-banyaknya. Sehingga
sadar atau tidak timbullah ibadah dan dzikir yang tidak menurut sunnah nabi
SAW. (bid’ah), baik dalam jumlahnya maupun dalam susunannya. Segolongan
sufi merasa bebas melakukan sesuatu dan menciptakan dzikir-dzikir yang
dianggap baik susunan dan jumlahnya, maka lama kelamaan bertambah jauhlah
perbedaan sistem dan isi tashawufnya. Perbedaan-perbedaan itu membuka pintu
timbulnya tarekat-tarekat yang mempunyai sistematika, ciri dan identitasnya
masing-masing.23
Dalam ilmu tasawuf, istilah tarekat itu tidak saja di tujukan kepada aturan
dan cara-cara tertentu yang digunakan oleh seorang Syaikh tarekat dan bukan pula
terhadap kelompok yang menjadi pengikut salah seorang Syaikh tarekat. Tetapi
meliputi segala aspek ajaran-ajaran yang ada dalam Islam, seperti shalat, puasa,
zakat, haji dan sebagainya, yang adalah merupakan jalan atau cara mendekatkan
diri kepada Tuhan.
Sedangkan dalam tarekat yang sudah melembaga bahwa tarekat itu
mencakup semua aspek ajaran Islam seperti shalat, zakat, puasa, jihad, haji dan
lain-lain, dan pengamalan serta pengalaman seorang Syaikh, tetapi semua itu
23

Hamzah Ya’qub, Tashauf dan Taqarrub: Tingkat Ketenangan dan Kebahagiaan
Muslim (Bandung: Pustaka Madya, 1987), h. 39-43.

15

terikat dengan tuntunan dan bimbingan seorang Syaikh melalui bai’at. Gambaran
ini menunjukan bahwa tarekat itu adalah tasawuf yang sedang berkembang
dengan beberapa variasi tertentu sesuai dengan spesifikasi yang diberikan seorang
guru kepada muridnya, karena ajaran pokok tarekat adalah sama dengan ajaran
pokok tasawuf.24
Berdasarkan pemaknaan tarekat tadi, terlihat bahwa lembaga tarekat
adalah salah satu bentuk kelanjutan usaha para sufi terdahulu dalam
menyebarluaskan tasawuf sesuai pemahamannya. Dalam ilmu tasawuf, kata
tarekat diartikan sebagai “cara sufi” mendekatkan diri kepada Allah yang disebut
thuruq as sufiyah. Sedangkan dalam tarekat, kata ini di maknai sebagai trade mark
seorang sufi.
Peralihan tasawuf yang bersifat personal kepada tarekat sebagai lembaga,
tidak terlepas dari perkembangan dan perluasan tasawuf itu sendiri. Dengan
semakin luasnya pengaruh tasawuf ini, maka semakin banyak pula orang yang
berhasrat mempelajari tasawuf. Untuk itu mereka menemui orang yang memiliki
pengetahuan dan pengalaman yang luas dalam pengamalan tasawuf yang dapat
menuntun mereka. Sebab belajar dari seorang guru dengan metode belajar yang
disusun berdasarkan suatu pengalaman dalam suatu ilmu yang bersifat praktikal
untuk suatu keharusan. Oleh karena bertemunya kedua kepentingan itulah,
kemudian seorang guru mempormulasikan suatu sistem pengajaran tasawuf
berdasarkan pengalamannya sendiri, dalam mengajarkan tasawuf. Sistem
pengajaran itulah yang menjadi ciri khas suatu tarekat yang membedakannya
dengan tarekat lain. Dengan kata lain adanya perbedaan dalam ajaran dan sistem

24

IAIN Sumatera Utara, Pengantar Ilmu Tasawuf (Sumatera Utara, 1981/1982), h. 273.

16

pengajaran dalam tarekat, bersumber dari perbedaaan pemahaman dan
pengalaman masing-masing guru atau Syaikh itu sendiri.
Sebagaimana telah diupayakan penjelasannya, bahwa tujuan tasawuf
adalah mendekatkan diri kepada Allah melalui pensucian jiwa. Ajaran tasawuf
yang harus diamalkan dalam bimbingan seorang guru, itulah yang disebut tarekat.
Dengan kata lain dapat dirumuskan bahwsa tasawuf adalah seperangkat ilmu
mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan tarekat adalah suatu sistem untuk
mendekatkan diri kepada Allah yang salah satu unsur pokoknya adalah ilmu
tasawuf. Rumusan ini menunjukan bahwa tarekat adalah sistemisasi pembelajaran
dan pengamalan tasawuf yang berakar pada pengalaman seorang sufi. Karenanya
ajaran pokok tarekat adalah tasawuf, atau sebahagiaan dari tasawuf. Sampai sini
semakin jelas terlihat bahwa hubungan tarekat dengan tasawuf adalah “hubungan
simbiosis” hubungan yang saling mengisi dan saling membutuhkan.25

C. Berkembangnya Tarekat di Dunia Islam
Tarekat merupakan salah satu perkembangan yang amat menarik dalam
perhatian sejarah Islam. Tarekat adalah pergerakan populer dalam asasnya, dalam
cara menarik anggota dan menarik perhatian. Terekat tadi ialah pergerakan
populer yang pertama, karena pergerakan sufi jemu akan i’tikad (doktrin) yang
kaku, ahli kalam dan memudahkan jalan bagi orang yang ingin masuk Islam.26
Pada abad ke-9 dan ke-10 Masehi tarekat menjadi suatu metode ilmu
moral jiwa yang menjadi pedoman praktek individu bagi orang yang dinamakan
25

Rivay Siregar, Tasawuf dan Sufisme Klasik ke Neo Sufisme (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2002), h. 264-265.
26
Mahlan, Sejarah Timbulnya Tarekat (Paper Wajib Peserta Studi Purna Sarjana DosenDosen IAIN Seluruh Indonesia, Thn. 1974/75). (Yogyakarta), h. 4. Dikutip dari H.A.R. Gibb,
Islam dalam Lintas Sejarah (Bhatarata, terjemahan Abu Salamah, 1964), h. 127.

17

sufi. Setelah abad ke-11 ia menjadi seluruh sistem dari pada upacara latihan
kerohanian dalam membina kehidupan bersama dalam berbagai jenis tata tertib
keagamaan bagi orang muslim yang mulai di bina pada masa itu.
Sejak abad ke-12 dan ke-13 tarekat-tarekat tersebut mulai meluaskan
jaringannya di seluruh dunia Islam. Maksudnya yang sederhana memimpin muridmurid dalam jalan atau rintis masih terlihat pada namanya yaitu tarekat. Tetapi
tarekat itu adalah beraneka warna dalam taraf organisasinya. Ada tarekat yang di
bentuk dalam susunan martabat yang naik dengan ratusan ribu pengikut dan
penyokong, ada tarekat yang dibentuk dalam susunan yang lebih bebas dari pada
sufi-sufi yang bersahaja. Perbedaan yang utama terletak dalam upacara mereka,
dzikir dan dalam diri pendirian keagamaan mereka, apakah mereka kurang atau
lebih mentaati ibadat kaum ortodok, bersifat sabar, atau senang berperang dan lain
sebagainya.27
Perkembangan yang terjadi pada abad ke-18 menyediakan landasan
penting bagi peristiwa-peristiwa terkemudian dalam kehidupan Islam umumnya
dan dalam sejarah tarekat khususnya. Adalah dunia Islam sebagaimana abad ke-18
dan ke-19 yang berjumpa dengan perluasan dan modernisasi Barat. Dalam
perjumpaan-perjumpaan itu tarekat-tarekat memainkan peranan penting namun
kadang-kadang tidak memperoleh perhatian sebanyak kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh gerakan yang lebih radikal ataupun gerakan-gerakan yang secara
eksplisit dibentuk dan di pengaruhi oleh Barat.
Pada abad ke-19 dan ke-20, banyak tema pokok dalam pengalamanpengalaman lama tarekat yang tetap berlanjut. Diantara aspek-aspek sejarah

27

Mahlan, Ibid, h. 4.

18

tarekat pada era modern adalah penting untuk memeriksa beberapa hal secara
lebih dekat; tarekat-tarekat berfungsi sebagai basis penting bagi kehidupan
pemujaan rakyat; mereka merupakan kekuatan penting dalam merespon kekuatan
imperial dimana tarekat menyediakan organisasi dan dukungan yang signifikan
bagi gerakan-gerakan perlawanan terhadap penguasa asing. Keadaan ini
khususnya benar untuk abad ke-19, ketika banyak perang utama melawan
perluasan kekuatan Eropa dilakukan oleh organisasi-organisasi muslim yang asalmuasalnya tarekat sufi.28
Corak aktifitas tarekat tidak terbatas pada jihad melawan kolonialisme,
tetapi juga tampak dalam kancah politik pada umumnya. Secara potensial, tarekat
dengan kerangka organisasinya yang sentralistis dan hierarkis bisa sangat efektif
digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu termasuk sebagai alat politik.
Khususnya pada saat fenomena negara-bangsa mulai dikenal dalam berbagai
wilayah kaum muslim. Sifat kohesi yang timbul pada organisasi tarekat
selanjutnya dapat mengembangkan tarekat menjadi struktur otonom dalam tatanan
sosial politis masyarakat Islam. Dalam karakter seperti ini organisasi tarekat
bahkan dapat menjadi basis bagi pembentukan negara.29
Pada masa modern, tarekat terus berfungsi sebagai sarana penting bagi
perluasan Islam dalam masyarakat-masyarakat yang pada dasarnya non-muslim.
Mereka menyediakan sarana yang jelas-jelas memuaskan dan efektif guna
mengekspresikan kehidupan dan nilai-nilai religius dalam masyarakat Barat
modern serta memiliki daya tarik dikalangan profesional maupun penduduk
umum komunitas-komunitas yang telah didirikan oleh tarekat-tarekat di Eropa
28

Rivay, Tasawuf dan Sufisme, h. 219-220.
Taufik Abdullah, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam; Dinamika Masa Kini, Vol. 6.
(Jakarta: Ihtiar Baru Van Hoeve, 2002), h. 388.
29

19

Barat dan Amerika telah diperkuat pada paro ke-2 abad ke-20 oleh pertumbuhan
komunitas muslim dalam jumlah yang signifikan, baik melalui imigrasi maupun
peralihan agama. Dengan cara seperti ini, tarekat-tarekat sufi terus berfungsi
sebagai alat penting bagi perluasan modern Islam.30
Seperti dikemukakan di atas, organisasi tarekat sangat potensial untuk
digunakan kepentingan tertentu. Dalam konteks ini, tarekat tidak jarang digunakan
untuk menjawab berbagai macam tantangan dan masalah yang muncul sebagai
akibat yang tidak diharapkan dari perkembangan dan tantangan dunia
kontemporer. Adalah satu contoh penggunaan metode tasawuf dan tarekat untuk
penyembuhan korban dan penyalahgunaan narkotika seperti yang dilakukan oleh
pesantren Suralaya, dibawah pimpinan Abah Anom, pemimpin tarekat Qadiriyah
wa Naqsyabandiyah.
Lebih jauh lagi organisasi tarekat dalam waktu paling akhir juga
digunakan untuk kepentingan militer yang terlihat dalam kasus perang Bosnia.
Semua ini membuktikan bahwa tasawuf dan tarekat tidak hanya tetap relevan
dengan peningkatan spiritual, tetapi juga dengan usaha perbaikan dan peningkatan
kualitas hidup, dan bahkan eksistensi kaum muslim itu sendiri.31

30
31

Taufik, Ibid, h. 222-223.
Ibid., h. 397.

20

BAB III
SEJARAH BERDIRINYA TAREKAT NAQSYBANDI HAQQANI

A. Berdirinya Tarekat Naqsybandi Haqqani
Dari

sudut

pandang

identitas

persaudaraan

dan

Tarekat

yang

dikembangkan, setidaknya ada tiga periode Naqsybandi yang pernah ada. Periode
pertama mencakup apa yang disebut oleh Hamid Algar sebagai prasejarah
berdirinya Tarekat ini. Periode ini dimulai dari masa Abu Bakar dan berakhir
dengan Khwaja Abu Ali Farmadi (w. 478-79/1085-86). Pada periode ini Tarekat
Naqsybandi belum mempunyai identitas sendiri, dan disamping itu tokoh-tokoh
yang nama-nama mereka tercantum dalam garis silsilah Naqsyabandi tidak
dengan sendirinya “dianggap sebagai ekslusif milik Naqsybandiyah”.32 Masingmasing guru secara relatif mempunyai sedikit murid, yang secara pribadi terikat
padanya dan ikut dalam latihan mistik di bawah tuntunannya. Sejumlah kecil guru
memiliki khanaqah, sebuah pemondokan dimana para murid dapat tinggal dan
sekaligus merupakan tempat latihan mistik dijalankan. Tujuan murid-murid
tersebut adalah pencapaian pengalaman mistik, dan mereka sering tanpa pikir
panjang

berkelana

jauh

untuk

menjumpai

seorang

guru

yang

dapat

membimbingnya di jalan ini.33

32

Leonard Lewishon, Et. al. Warisan Sufi, Warisan Sufisme Persia Abad Pertengahan
(1150-1500). (Jogyakarta: Pustaka Sufi, 2003), h. 540-541.
33
Martin van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia (Bandung: Mizan,
1996), h. 62-63.

21

Periode ke dua, yang merupakan fase formasi Tarekat ini, adalah fase
dimana Tarekat ini memperoleh identitasnya sendiri. Pada periode ini terdapat
beberapa guru (khwajagan), yang terdiri dari 7 Syaikh utama berkebangsaan Asia.
Urutan pertama adalah Khwaja Abu Yakub Yusuf Hamdani (w. 114) dan yang
paling akhir adalah Khwaja Amir Sayyid Khulal (w. 772/1371). Bagaimanapun
juga, figur utama pada periode ini adalah Muhammad bin Baha’uddin al-Uwaisi
al-Bukhari.34
Ia biasa disebut Naqsybandi diambil dari kata “Naqsybandiah” menurut
Syaikh Najmuddin Amin al-Kurdi dalam kitabnya “Tanwir Qulub” berasal dari
dua buah kata bahasa arab, “Naqsy” artinya ukiran atau gambar yang dicap pada
sebatang lilin atau benda lainnya. Dan “band” artinya bendera atau layar besar.
Jadi Naqsyabandi artinya ukiran atau gambar yang terlukis pada suatu benda,
melekat dan tidak terpisah, seperti tertera pada sebuah bendera atau spanduk
besar. Dinamakan dengan Naqsyabandi karena Syaikh Bahauddin pendiri tarekat
ini senantiasa berdzikir mengingat Allah berkepanjangan sehingga lafadz Allah itu
terukir melekat ketat dalam kalbunya.35 Pada periode ini telah ada sistem yang
sudah ditetapkan dengan baik dalam hal teknik, yang dipakai oleh guru-guru
Naqsybandi bersama-sama. Sang murid tidak lagi terikat pada sumpah setia
kepada gurunya saja, tetapi juga kepada tarekatnya dan silsilah menjadi lebih
penting.36

34

35
36

Leonard. Warisan Sufi, h. 541.

A. Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsybandi. (Jakarta: Al-Husna Zikra, 1996), h. 7.
Martin, Tarekat Naqsyabandiyah, h. 63.
.

22

Sejak digunakannya nama Naqsybandi sebagai nama dan identitasnya,
tarekat ini bertambah masyhur dan memiliki pengaruh yang luas dari masa
kemasa. Sedangkan periode ke-tiga mencakup sejarah perkembangan sejak
Bahauddin Naqsyabandi hingga generasi sesudahnya. Pada periode ini kurang
lebih berkenaan dengan penyebaran tarekat Naqsybandi. Walaupun masih saja ada
orang-seorang yang mencari pengalaman mistik melalui metode tarekat,
Naqsybandi pun menjadi suatu gerakan massa, dan bagi kebanyakan pengikutnya
ritus-ritus tarekat tidak lain dari pada bentuk-bentuk peribadatan. Bai’at kepada
seorang Syaikh condong berkembang menjadi kultus wali. Tarekat telah menjadi
sebuah organisasi, dengan hierarkinya sendiri dan kecenderungan pada
rutinitasnya. Ada khanaqah pusat dan ada khanaqah bawahan yang patuh pada
khanaqah pusat.
Pada masa ini perkembangan yang dapat dicatat adalah percabangan
tarekat ini kedalam beberapa jalur; yang diantaranya adalah Mujaddidiyah, yang
didirikan oleh Muhammad Sayfuddin al-Faruqi al-Mujaddidi, dan Khalidiyah
yang didirikan oleh maulana Khalid al-Baghdadi (w. 1243/1827).37 Setelah itu
muncul pula Mazhariyah yang didirikan oleh Syamsuddin Habibullah (Mirza
Mazhar Jan-i Janan (w. 1195/1781)). Nama-nama tarekat tersebut mengacu
hanya kepada perkembangan dalam hal teknik dan doktrin.
Setelah ketiga cabang itu muncul, pada abad ini barulah muncul tarekat
Naqsybandi Haqqani. Seperti halnya dalam tarekat Naqsybandi Mujaddidiyah,
Khalidiyah, dan Mazhariyah, tarekat Naqsybandi Haqqani juga dinamakan
”Naqsybandi” karena ia merupakan satu aliran tarekat dalam tasawuf yang

37

Leonard, Warisan sufi, h. 541.

23

didirikan oleh sufi terkenal, Muhammad Baha’udin Naqsybandi (1317-1389).38
Sedangkan ”Haqqani” sendiri diambil dari nama salah seorang pengikut tarekat
Naqsyabandi yang bernama Syaikh Muhammad Nazim al-Haqqani (23 April
1922/28 Sya’ban 1340 H) di Cyprus.39
Syaikh Muhammad Nazim Adil Haqqani diangkat sebagai Mursyid dalam
mata rantai tarekat Naqsybandi setelah Syaikh Abdullah Faiz Ad-Daghestani
berpulang ke Rakhmatullah pada tanggal 30 september 1973 (4 Ramadhan 1393
H). Dan sejak itu tarekat ini dikenal dengan tarekat Naqsybandi Haqqani. Di
mulai pada tahun 1974 Syaikh Nazim Haqqani memulai dakwahnya di Eropa,
khususnya Inggris dan Jerman. Di seantereo Turki, khususnya Cyprus sampai saat
ini Syaikh Nazim Haqqani di kenal sebagai sebutan Shaykh Qubrusi atau Syaikh
Nazim Yesilbas (Syaikh Nazim yang berturban hijau). Setelah itu sudah beriburibu non-muslim yang telah disyahadatkan oleh beliau, sekaligus diambil bai’at
sebagai pengikut tarekat Naqsybandi bermursyidkan Syaikh Abdullah faiz AdDaghestani dari Damaskus. Sangat banyak para ulama dan Ahlul tarekat yang
meyakini beliau adalah Sulthanul Awliya Hadzihiz Zaman.

B. Biografi Pendiri dan Silsilah Tarekat Naqsybandi Haqqani
Syaikh Muhammad Nazim Adil Haqqani adalah pemimpin dunia Tarekat
sufi Naqsybandi Haqqani. Beliau dilahirkan di Larnaka, Cyprus hari ahad, pada
tanggal 23 April 1922 (28 Sya’ban 1340 H). Dari jalur Ayah beliau adalah
keturunan dari Sayyid Syaikh Abdul Qadir Jailani, pendiri Tarekat Qadiriah.
38

Hassan Sadily, Ensiklopedi Indonesia V. 4 (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1984), h.
23-30. Lihat juga Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam (Ringkas) (Jakarta:RajaGrafindo Persada, 1999),
cet. ke-2, h. 302.
39
Yayasan Haqqani Indonesia, Ahl Haq V. 4 (Jakarta: Yayasan Haqqani Indonesia), hal.
7.

24

Sedangkan dari sisi Ibunya, beliau adalah keturunan dari Mawlana Jalaluddin
Rumi, pendiri Tarekat Mawliah.
Sejak usia belum dewasa beliau telah duduk mengikuti pelajaran dan
kegiatan tarekat Qadiriah dari Datuknya yang bernama Muhammad Nazim di
Cyprus yang pada saat itu adalah mursyid dan kaligrafer Kesultanan Ottoman.
Disaat Syaikh Nazim Adil masih berusia lima tahun, beliau sering ditemui Ibunya
dikala sedang ber-tafakur di Masjid dan makam Ummu Hiram (r.a), salah seorang
sahabat Rasul saw..
Setelah menyelesaikan pendidikan sampai ke tingkat SMA di Cyprus pada
tahun 1940, beliau pergi ke Istambul untuk melanjutkan pendidikannya di
University of Istambul hingga mendapat gelar MA di bidang teknik kimia.
Selama kuliah di Istambul beliau juga mempelajari bahasa Arab dan Syariah, di
bawah bimbingan Syaikh Jamaluddin al-Lasuni (w. 1375 H/1955 M) dan
menerima ijazah (otorita) dari beliau. Syaikh Nazim kemudian mengarahkan
perhatiannya pada jalur spiritual, dengan mempelajari 7 (tujuh) tarekat sufi, yaitu:
Naqsybandi, Chisti, Qadiri, Mawlawi, Rifa’i, Syadzili, dan Badawi. Syekh Nazim
kemudian memperdalam ilmunya pada Tarekat Naqsybandi dibawah bimbingan
syekhnya pada saat itu, yaitu Syaikh Sulayman Arzurumi (w.1368 H/1948 M)
yang akhirnya mengirim beliau ke Syams (Syiria).
Di siang hari Syaikh Nazim menuntut ilmu modern di Universitas,
sedangkan malam hari beliau selalau berada dalam majelis tarekat yang dibimbing
oleh Syaikh Sulayman Arzurumi. Syaikh Nazim Adil Haqqani menuntut ilmu
dalam bidang tafsir al-Qur’an dari beberapa imam Mursyid.

25

Dalam perjalanannya ke Damaskus, beliau mengunjungi Aleppo, Hama
dan Homs. Di Homs atas bimbingan Syaikhnya, beliau melakukan khalwat selama
satu tahun di kompleks masjid dan makam seorang sahabat Nabi SAW yang
terkenal, Khalid ibn Walid ra. Di sana, beliau menerima lebih banyak lagi
instruksi yang intensif di bidang syariah, hadis, dan ilmu al-Qur’an di bawah
bimbingan Syaikh Muhammad Ali Uyun al-Sud, Syaikh Abdul Azis Uyun al-sud
(mufti dari Homs), Syaikh Abdul Jalil Murad dan Syaikh Said as-Suba’i (mursyid
Naqsybandi), yang semuanya merupakan Syaikh Naqsybandi dan juga para
muhadditsun (ahli hadis) dan ulama syariah yang terkenal.
Pada tahun 1944, Syaikh Nazim pindah ke Tripoli, Lebanon dimana beliau
menjadi tamu dari Syaikh Munir al-Malik, mufti Lebanon Utara dan Syaikh dari
Tarekat Qadiri, Rifa’i dan Naqsybandi. Pada tahun 1945 beliau pindah dari Tripoli
ke Damaskus, ke ha’i al-midan dimana akhirnya beliau bertemu dengan Syaikh
Abdulah ad-Daghestani an-Naqsybandi (Grand Syekh). Pada saat pertemuan
untuk pertama kali, selesainya bai’at diberikan oleh syaik Abdullah ad-Daghestani
kepada syaik Nazim Adil, diperintahkanlah beliau untuk kembali ke Cyprus. Pada
tahun 1952 Syaikh Nazim dinikahkan kepada salah seorang murid dari Syaikh
Abdullah ad-Daghestani, bernama hajjah Amina Hattun Adil. Dari pernikahan
tersebut mereka di karuniakan dua putri dan dua putra yaitu, Nazziha, Ruqayya,
Abu Muhammad dan Baha’uddin.40

40

Yayasan Haqqani Indonesia. Profil Yayasan Haqqani Indonesia (Jakarta:

PT. Jayakarta Agung Offset, t.t.), h. 1.

26

Syaikh Nazim mempunyai dua orang khalifah yaitu: Syaikh Muhammad
Hisham Kabbani di tugaskan untuk menyebarkan ajaran tarekat ini ke Argentina,
Kanada, Eropa, Jerman, Belanda, Inggris dan Jepang selain ke Indonesia.
Sedangkan khalifah Syaikh Adnan ditugaskan untuk menyebarkan ajaran tarekat
Naqsybandi Haqqani di Damaskus, Timur Tengah, dan Malaysia.
Syaikh Nazim melanjutkan perjalanannya ke Timur Tengah dan Turki
selama 40 tahun. Setelah wafatnya grandsyekh dan dengan perintah spiritualnya,
beliau meluaskan cakupan perjalanannya termasuk Eropa, Amerika, dan Timur
Jauh. Beliau mendirikan ratusan pusat sufi di seluruh dunia, menyebarkan Islam
sekaligus dengan pengetahuan spiritual sufi dan beliau telah membawa begitu
banyak orang untuk masuk Islam.
Syaikh Nazim juga sangat Aktif dalam membangun dialog perdamaian
dengan para pemimpin Agama lain seperti para Misionaris Kristen dan Rabbi
Yahudi, bahkan dengan aliran New Age. Tidak sedikit dari pemuka agama
tersebut yang kemudian bersyahadat di tangan beliau, dan di bai’at menjadi
pengikut tarekat Naqsybandi Haqqani. Bukan sesuatu yang berlebihan bila
dikatakan bahwa beliau adalah seorang mujaddid di abad ini sebagaimana Sayyid
’Abdul Qadir Jailani di masanya, Syaikh Bahauddin Naqsyabandi di masanya, dan
Jalaludin Rumi di masanya.41
Silsilah tarekat adalah ”nisbah” hubungan guru terdahulu sambung
menyambung antara satu sama lain sampai kepada Nabi Muhammad SAW.42
Silsilah itu bagaikan kartu nama dan legitimasi seorang guru; menunjukan ke
41

Yayasan Haqqani, Ahl haq, h. 7-9.
42
Abu Bakar, Pengantar Ilmu Tarekat: Uraian Tentang Mistik. Solo:
Ramadhani, 1986. h. 79.

27

cabang tarekat mana ia termasuk dan bagaimana hubungannnya dengan guru-guru
tarekat lain.43 Oleh karena itu anggota sebuah tarekat sangat menganggap penting
sebuah silsilah karena silsilah tarekat berperan sebagai sarana untuk menerangkan
bahwa tarekat itu sah (mu’tabarah) atau tidak, bahwa dasar-dasar ajaran tarekat
dan pengalaman-pengalaman tarekat yang mereka ajarkan itu berasal dari Nabi
atau bukan.
Pada silsilah seorang guru dari abad ke-20 biasanya tercantum 30-40
nama. Idealnya setiap guru yang terantum dalam silsilah ini seharusnya murid
langsung dari guru yang sebelumnya. Akan tetapi pada kenyataannya kadangkadang dua orang yang berurutan dalam silsilah dapat saja tidak pernah berjumpa,
karena yang pertama wafat sebelum yang ke dua lahir atau karena mereka tinggal
di negeri yang berbeda dan berjauhan. Sebagian kaum sufi menolak tapi sebagian
besar tidak menolak. Kemungkinan bahwa seorang wali memerima pelajaran dari
guru yang mendahuluinya bukan lewat komunikasi langsung tetapi lewat
komunikasi spiritual, yaitu melalui pertemuan dua wujud ruhaniahnya. Dalam
silsilah hubungan yang demikian itu kadang-kadang di sebut alam barzakhi atau
uwaisi.44
Silsilah guru-guru Naqsybandi yang belakangan berbeda satu sama lain,
tentu saja tetap turun sampai Bahauddin Naqsyabandi semua silsilah itu serupa.

43

Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsybandi di Indonesia, Survei

Historis, Geografis dan Sosiologis. (Bandung: Mizan, 1992), h. 48.
44

Barzakhi karena pembaiatan ternyata berasal dari alam barzakh, alam antara, yaitu
tempat bersemayamnya ruh orang yang meninggal sebelum datangnya hari kebangkitan. Istilah
uwaisi berasal dari nama uwais al-qurani, seorang yaman yang sezaman dengan Nabi, yang tidak
pernah berjumpa Nabi ketika beliau masih hidup tetapi di percaya telah di Islamkan oleh ruh
rasulullah setelah beliau wafat.

28

Berikut adalah silsilah tarekat Naqsybandi Haqqani yang juga disebut sebagai
rantai emas:

1. Nabi Muhammad bin Abdullah saw.
2. Abu Bakar as-Shiddiq r.a.
3. Salman al-Farisi r.a.
4. Qassim bin Muhammad bin Abu Bakar r.a.
5. Jafar as-Shaddiq r.a.
6. Thayfur Abu Yazid al-Bistami q.s.
7. Abul Hassan Ali al-Kharqani q.s.
8. Abu Ali al-Farmadi q.s.
9. Abu Yaqub Yusuf al-Hamadani q.s.
10. Abul Abbas, al-Khidr a.s.
11. Abdul Khaliq al-Ghujdawani q.s.
12. Arif ar-Riwakri q.s.
13. Khwaja Mahmud al-Anjir al-Faghnawi q.s.
14. Ali ar-Ramitani q.s.
15. Muhammad Baba as-Samasi q.s.
16. as-Sayyid Amir Kulal q.s.
17. Imam Tarekat Muhammad Baha-uddin Shah Naqshband q.s.
18. Ala'uddin al-Bukhari al-Attar q.s.
19. Yaqub al-Charkhi q.s.
20. Ubaydullah al-Ahrar q.s.
21. Muhammad az-Zahid q.s.
22. Darwish Muhammad q.s.

29

23. Muhammad Khwaja al-Amkanaki q.s.
24. Muhammad al-Baqi Billah q.s.
25. Ahmad al-Faruqi as-Sirhindi q.s.
26. Muhammad al-Masum q.s.
27. Muhammad Sayfuddin al-Faruqi al-Mujaddidi q.s.
28. as-Sayyid Nur Muhammad al-Badawani q.s.
29. Syamsuddin Habibullah q.s.
30. Abdullah ad-Dahlawi q.s.
31. Khalid al-Baghdadi q.s.
32. Ismail Muhammad asy-Syirwani q.s.
33. Khas Muhammad Syirwani q.s.
34. Muhammad Effendi al-Yaraghi q.s.
35. Jamaluddin al-Ghumuqi al-Husayni q.s.
36. Abu Ahmad as-Sughuri q.s.
37. Abu Muhammad al-Madani q.s.
38. Syarafuddin ad-Daghestani q.s.
39. Sulthanul Auliya Abdullah al-Fa-iz ad-Daghestani q.s.
40. Sulthanul Auliya Muhammad Nazim Adil al-Qubrusi al-Haqqani q.s.45

Berdasarkan data silsilah tarekat tersebut, dapat disimpulkan bahwa
Syaikh Muhammad Nazim al-Haqqani mempunyai keterkaitan satu sama lain
dengan Sayyid ’Abdul Qadir Jailani dan Jalaludin Rumi, pemimpin-pemimpin
tarekat besar dan shahih.

45

Yayasan Haqqani, Profil Yayasan, h. 2.

30

C. Ajaran-ajaran Tarekat Naqsybandi Haqqani
Ada berbagai pendekatan yang dilakukan orang dalam menulis sejarah
sebuah tarekat, dan pendekatan itu tidaklah mudah diperdamaikan satu sama
lainnya. Anggota-anggota sebuah tarekat cenderung menekankan bahwa ajaran
dan amalan tarekat mereka tidak pernah berubah dan berlanjut terus, yang mereka
percayai sepanjang abad, dan diturunkan tanpa perubahan dari sang guru kepada
murid-muridnya.
Tarekat Naqsyabandi Haqqani seperti halnya juga dengan tarekat yang
lainnya mempunyai beberapa tata cara peribadatan, teknik spiritual, dan ritual
tersendiri. Sebagai tarekat yang terorganisir, tarekat Naqsybandi mempunyai
sejarah dalam rentangan masa enam abad, yang secara geografis penyebarannya
meliputi tiga benua. Hal ini berimplikasi pada warna dan tata cara tarekat
Naqsybandi yang sangat bervariasi, menyesuaikan masa, kondisi, dan tempat
tumbuhnya. Adaptasi ini terjadi karena beberapa hal, diantaranya adalah karena
keadaan yang memang berubah, guru-guru yang berbeda memberi penekanan
yang berbeda dari asas yang sama, atau para pembaharu memperkenalkan sesuatu
yang lain dengan menghapuskan pola pikir tertentu.46 Walaupun mempunyai tata
cara yang berfariasi, namun tarekat ini mempunyai asas atau ajaran dasar yang
sama, sebagai acuan dan pegangan bagi para pengikutnya.
Ajaran-ajaran tarekat mempunyai kebenaran-kebenaran dan mempunyai
cita-cita yang tinggi tetapi di dalam amalan-amalannya walaupun pada prinsipnya
mempunyai kesamaan-kesamaan antara satu organisasi tarekat dengan lainya,

46

Martin, Tarekat Naqsybandi, h. 76.

31

namun terdapat fariasi yang berlainan antara satu dengan lainnya, di dalam cara
mengamalkannya.
Disamping itu di dalam ajaran tarekat terdapat suatu keyakinan/pendapat
mengenai adanya wasilah/ tawasul yang harus di pegang oleh murid-murid dan
ahli-ahli terekat. Untuk sampai kepada Tuhan mereka harus melalui guru, dan
guru

menyampaikan

kepada

Rasulullah:

baru

kemudian

Rasulullah

menyampaikan langsung kepada Allah. Pengaruh dari pendapat ini menjadikan
murid-murid tarekat tidak berani berhadapan langsung kepada Tuhan, dan mereka
mesti mengikuti dan berserah diri kepada gurunya. Dengan demikian timbullah
suatu kultus individu yang dibuat oleh murid-murid tarekat terhadap gurunya.
Pengaruh ini tidak hanya hidup di kalangan murid-murid atau anggota organisasi
tarekat, tetapi berjangkit pula hidup di tengah-tengah masyarakat umum.
Betapa besarnya pengaruh dan wibawa guru tarekat di tengah-tengah
masyarakat, sehingga banyak orang yang tertarik kepada tarekat dan masuk
menjadi murid tarekat. Mereka mempunyai motifasi yang berbeda-beda di dalam
memasuki organisasi tarekat itu, baik itu karena adanya silsilah/hubungan dengan
mursyid tarekat, karena sudah tua dan ingin mendekatkan diri dengan Tuhan
dengan cara mencari seseorang yang dapat membimbingnya untuk lebih dekat
dengan Tuhan, atau hanya karena trend. Tetapi pada umumnya mereka masuk
kedalam tarekat ini karena ingin mendapatkan ketenangan jiwa, dan mendapat
keridhaan Allah.
Kemudian terakhir dari pengaruh ajaran tarekat itu ialah bahwa ajaran
tarekat pada dasarnya berpangkal; ajaran kebatinan atau tasawuf, maka prinsip
memalingkan perhatian terhadap soal-soal keduniaan, dan justru hanya

32

memusatkan perhatiannya dan mengarahkan kepada mendapatkan keridhaan
Allah, dengan menempuh cara-cara seperti; zuhud, sabar, tawakal, uzlah dan
halwat, serta terus menerus berdzikir selalu dipegang teguh, maka kehidupan
mereka menjadi berat sebelah terlalu berat kepada akhirat, dan sangat pasif
terhadap kehidupan duniawi.47
Manusia yang diberkahi dengan pengetahuan batin memandang dzikir
”senantiasa dan terus menerus mengingat” Allah sebagai metode paling efektif
untuk membersihkan hati dan mencapai kehadirat illahi. Objek segenap ibadah
ialah mengingat Allah, dan hanya terus-menerus nengingat Allah sajalah yang
bisa melahirkan cinta kepada Allah serta mengosongkan hati dari kecintaan dan
keterikatan pada dunia yang fana ini.
Ajaran Islam paling dasar dan tersirat dalam syahadah atau ”pengakuan
keimanan”, la ilaha illa Allah, yang berarti ”tidak ada Tuhan selain Allah”,.
Segenap bentuk ibadah lainnya menekankan pentingnya mengingat Allah. Tujuan
puasa ialah menghancurkan sensualitas, sebab jika hati di bersihkan dari
kotorannya, maka ia akan di penuhi dengan mengingat Allah. Tujuan menunaikan
ibadah haji ialah mengingat Allah dan kerinduan untuk brerjumpa dengannya
meretas keterikatan dengan dunia dan menjauhi sensualitas dilakukan demi
memperoleh waktu luang guna menyibukkan diri dengan mengingat Allah saja.
Jadi dengan dzikir hatipun di penuhi cinta pada Allah sedemikian banyak

47

Chumaidy Syamsuddin, Organisasi Tarekat dan Pengaruhnya (Paper

Wajib Peserta Studi Purna Sarjana Dosen-Dosen IAIN Seluruh Indonesia, Thn.
1974/75). (Yogyakarta), h. 6-7.

33

sehingga tidak ada lagi tempat bagi yang lainnya; hubungan cinta dengan segala
sesuatu lainnya pun terputus dan yang tersisa hanyalah kecintaan pada Allah.48
Prinsip metode spiritual Tarekat Naqsybandi Haqqani adalah dzikir khafi
dan dzikir jahir, Syaikh Nazim menggabungkan kedua dzikir tersebut untuk
diamalkan dan diajarkan kepada murid-murid beliau. Dzikir khafi lebih sering
dilakukan sendiri-sendiri, sedangkan dzikir jahir lebih sering dilakukan secara
berjama’ah.
Adapun amalan dari Tarekat Naqsybandi Haqqani ini adalah dzikir
Mubtadi (dzikir harian untuk pemula), dzikir Musta’d (dzikir harian untuk tingkat
Persiapan), dzikir Ahlul ’Azim (dzikir harian untuk tingkat mapan atau dzikir
untuk menghidupkan Ashrar ”qalbu paling dalam”), serta dzikir Khatm
Khwajagan. Khatm artinya penutup, atau akhir, khw