Analisa Perbedaan Motivasi Melakukan Fit

1

Analisa Perbedaan Motivasi Melakukan Fitness Pada Dewasa Muda
(Studi Pada Anggota Pusat Kebugaran “X”)

Jayasti
[email protected]
Sumi Lestari
Ika Herani
Program Studi Psikologi, Universitas Brawijaya

ABSTRACT
This research aims to know the difference between fitness motivation do women and
men at the age young adults. Perticipants in this research is active members in “X”
Fitness Center aged between 20-40 years. The subjects of the study are 50 women and
50 men in “X” Fitness Center defined with incidental sampling. Measurement tools that
are used in this study are motivation to do fitness scale. Use of quantitative research
methodology. The data were analyzed using T-test for two independent samples or
sample t-test. The results showed that there was no difference in motivation do fitness
among women and men.
Key words: Motivation do fitness, young adult, fitness center members


ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan motivasi melakukan fitness antara
wanita dan laki-laki pada usia dewasa muda. Sampel dalam penelitian ini adalah
anggota-anggota aktif di pusat kebugaran “X” yang berusia antara 20-40 tahun. Jumlah
subjek masing-masing kelompok terdiri dari 50 wanita dan 50 pria yang ditentukan
dengan incidental sampling. Alat ukur yang digunakan penelitian adalah skala motivasi
melakukan fitness. Metodologi penelitian menggunakan kuantitatif. Data dianalisis
dengan menggunakan uji T dua sampel atau independent sample t-test. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan motivasi melakukan fitness antara wanita
dan pria.
Kaya kunci: Motivasi melakukan fitness, dewasa muda, anggota pusat kebugaran

2

LATAR BELAKANG
Kebiasaan hidup sehat sangat dibutuhkan oleh semua orang baik pria ataupun
wanita. Kebanyakan individu yang memiliki aktivitas yang sangat padat akibatnya
sering melupakan olahraga, makan yang teratur dan sehat, tidur yang teratur, dan
sebagainya. Membuat tubuh sehat dengan tetap memperhatikan bentuk tubuh sudah

menjadi gaya hidup yang dibutuhkan bagi sebagian orang saat ini, hal ini disebabkan
banyak masyarakat yang sudah mulai sadar tentang pentingnya menjaga tubuh tetap
bugar. Berbagai macam cara untuk meningkatkan kebugaran tubuh, diantaranya dengan
melakukan jogging di sekitar rumah, mengikuti kelas senam, atau melakukan program
latihan dengan trainer di pusat-pusat kebugaran. Berolahraga di pusat kebugaran
menjadi salah satu pilihan masyarakat perkotaan (Komala dan Hardiansyah, 2014).
Keberadaan pusat kebugaran melalui program dalam pola kehidupan masyarakat
menciptakan fenomena baru terutama menyangkut keberagaman kebutuhan masyarakat
yang nampak dalam aktifitasnya. Sebagian masyarakat memanfaatkan olahraga untuk
memenuhi kebutuhan. Hal ini berkaitan dengan kebutuhan manusia yang meliputi
fisiologis, rasa aman, aktualisasi diri, harga diri, serta kebutuhan akan cinta dan
ketergantungan (Hamada, 2014). Berbagai cara dilakukan oleh setiap individu untuk
memenuhi segala kebutuhan, salah satunya dengan menjadi anggota tetap dan anggota
tidak tetap di pusat kebugaran.
Kebutuhan masyarakat akan gaya hidup serba praktis namun tetap sehat merupakan
sebuah peluang bagi usaha fitness. Apalagi perkotaan yang kebanyakan para pekerja
dengan tingat kesibukan tinggi. Ada berbagai alasan masyarakat perkotaan lebih
menyukai berolahraga di pusat kebugaran diantaranya, pusat kebugaran dilengkapi
dengan alat-alat dan fasilitas canggih, serta variasi program yang membuat para
anggotanya bersemangat untuk menggerakkan tubuh dan diawasi oleh pelatih

profesioal, serta kelas-kelas yang ada di pusat kebugaran dapat menambah variasi
latihan sehingga tidak membosankan, manfaat lainnya pada anggota pusat kebugaran
tertentu dianggap dapat meningkatkan gengsi seseorang.
Selain memperoleh manfaat kesehatan pusat kebugaran juga merupakan tempat
yang nyaman untuk bersosialisasi, dapat berkenalan dengan orang-orang baru, termasu
lawan jenis, atau janjian bersama teman-teman, pergi hangout setelah olahraga ke lokasi
yang biasanya dekat dari pusat kebugaran. (Komala Hardiansyah, 2014). Hal ini

3

dikarenakan di pusat kebugaran para anggota dapat bertemu dengan anggota-anggota
lainnya dari berbagai usia dan profesi.
Berdasarkan hasil observasi salah satu pusat kebugaran di Indonesia anggota atau
pengunjung sangat bervariatif mulai dari anak-anak usia 6 tahun, remaja, dewasa, dan
lanjut usia, tetapi yang paling banyak datang adalah usia dewasa 18-30 tahun (Hutomo,
2013). Mendukung hasil tersebut, menurut Monks, dkk (Rahmania dan Aliza, 2009)
mengatakan wanita pada usia dibawah 40 tahun masih senang mencoba dan melakukan
kegiatan-kegiatan untuk mencari dan mempertahankan eksistentsi diri. Sedangkan usia
yang lebih dari 40 tahun menurut Trisnawati (Rahmania dan Aliza, 2009), tidak lagi
terlalu merisaukan penampilan dan kecantikan. Wanita diatas 40 tahun lebih menerima

kondisi fisiknya apa adanya dan lebih memprioritaskan perannya dalam keluarga, dan
kebanggaan akan keutuhanya keluarga. Menurut Dariyo (2003) secara fisik individu
usia antara 20-40 tahun termasuk pada fase dewasa muda (young adulthhood) dimana
individu menampilkan profil yang sempurna dalam arti bahwa pertumbuhan dan
perkembangan aspek-aspek fisiologis telah mencapai posisi puncak. Individu memiliki
daya tahan dan taraf kesehatan yang prima sehingga dalam melakukan berbagai
kegiatan tampak insiatif, kreatif, energik, cepat, dan proaktif.
Usia dewasa muda, wanita ingin menarik perhatian pasangannya dengan cara
tampil semenarik mungkin agar memperoleh pasangan yang diinginkan, selain itu
individu juga harus menghadap dunia kerja. Tuntutan dunia kerja rupanya tidak hanya
mengharapkan kemampuan bekerja yang tinggi namun juga penampilan yang menarik
(Sunartio, 2012). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ongkowijoyo (2010) bahwa
ketidakpuasan bentuk tubuh tidak ada hubungannya dengan perilaku latihan di pusat
kebugaran yang dilakukan oleh pria dewasa awal, namun ada faktor lain yang dapat
mempengaruhi perilaku latihan yang dilakukan adalah minat terhadap kesehatan.
Sementara sebagian besar wanita datang ke pusat kebugaran untuk bersenang-senang
mendapatkan kegembiraan dan untuk memperoleh kebanggaan atas dirinya sendiri
(Irdhiyana, 2014). Hal tersebut membuktikan bahwa motivasi pria dan wanita yang
mendorong individu melakukan fitness di pusat kebugaran berbeda-beda. Berbeda
dengan wanita, pada pria terlihat ada perbedaan penilaian mengenai tubuh jaman dulu

dengan jaman modern seperti saat ini. Menurut Friedman & Schustack (Ciciilabaika,
2013) mengemukakan bahwa pria pada jaman dahulu dituntut untuk memiliki tubuh

4

yang kuat, akan tetapi tubuh yang kuat tersebut tidak diidentikkan dengan kekar atau
berotot sedangkan pada jaman modern, konsep maskulnitas tentang standar tubuh ideal
pada pria mengalami perubahan. Menurut McCabe, dkk (Onkowijoyo, 2010), pria
memiliki bentuk tubuh yang indah atau lebih spesifik memiliki tubuh yang kekar dan
berotot sangatlah dihargai dalam ligkungan teritama diantara para pria.
Melihat berbagai kebutuhan serta manfaat yang ingin diperoleh para anggota pusat
kebugaran untuk memenuhi kebutuhannya dapat dikatakan bahwa setiap anggota
memiliki dorongan yang berbeda-beda saat memutuskan untuk mendatangi pusat
kebugaran. Menurut Munandar (2004) motivasi merupakan suatu proses dimana
kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan
yang mengarah kepada tercapainya suatu tujuan. Sementara berdasarkan usia umumnya
yang aktif sebagai anggota-anggota pusat kebugaran sekitar usia dewasa muda hal ini
disebabkan karena fase ini merupakan fase dimana aspek-aspek perkembangan fisik
telah mencapai puncak kekuatan dan energi, ketekunan, dan kemauan yang luar biasa
(Dariyo, 2003). Berdasarkan latar belakang tersebut penelitian ini dikhususkan untuk

mengalanasis motivasi melakukan fitness pada anggota di Pusat Kebugaran “X” pada
usia dewasa muda.
METODE PENELITIAN
Responden dan Desain Penelitan
Partisipan dalam penelitian ini menggunakan 100 orang yang terdiri dari 50 pria
dan 50 wanita anggota Pusat Kebugaran “X” yang ditentukan dengan menggunakan
incidental sampling, kerena adanya faktor spontanitas, artinya siapa saja anggota fitness

yang tidak sengaja bertemu dengan peneliti dan sesuai dengan karakteristik sampel
peneliti, maka individu tersebut dapat digunakan sebagai sampel atau responden
(Riduwan, 2009). Desain penelitian yang digunakan adalah pendekatan kantitatif karena
informasi yang didapatkan berupa angka-angka dan menggunakan rancangan penelitian
komparatif.
Alat Ukur Data Dan Prosedur Penelitian
Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan skala motivasi melakukan fitness
yang terdiri dari 48 aitem. Skala motivasi melakukan fitness yang akan digunakan

5

dalam penelitian ini disusun oleh peneliti berdasarkan dimensi-dimensi yang sama

dengan skala Ryan, Frederick, Lepes, Rubio, dan Sheldon (1997) skala Motives for
Physical Activity Measure-Revised (MPAM-R) yang terdapat pada penelitian terdahulu

mengenai motivasi. Pada penelitian ini skala yang akan mengukur tingkat motivasi pada
individu menggunakan skala Likert dengan lima skor. Hal ini berarti semakin tinggi
skor yang diperoleh maka semakin tinggi motivasi melakukan aktifitas fisik. Semakin
rendah skor yang diperoleh maka semakin rendah skor yang diperoleh maka semakin
rendah motivasi melakukan aktifitas fisik. Validitas yang digunakan pada penelitian ini
adalah validitas isi yang didukung juga dengan validitas konstrak. Pada validitas isi
peneliti menampilkan koesioner dengan tampilan yang menarik serta berkonsultasi
kepada dosen pembimbing sebagai expert judgment untuk mengukur validitas,
sementara pada validitas kostrak peneliti menguji validitas alat ukur dalam penelitian ini
adalah dengan teknik korelasi aitem total (corrected item-total correlation)dengan batas
nilai 0,300. Apabila nilai corrected item-total correlation positif dan melebihi 0,300
maka dapat disimpulkan bahwa alat ukur tersebut memiliki validitas konstruk yang
baik. Pada skala tersebut terdapat 41 aitem yang valid dengan nilai corrected item total
correlation berkisar antara 0,309 hingga 0,720. Reabilitas dalam peneltian ini

menggunakan pendekatan reliabilitas konsistensi internal. Perhitungan koefisien
reliabilitas antar aitem menggunakan koefisien alpha (α) dari Cronbach. Nilai

reliabilitas pada pengujian skala motivasi melakukan fitness yaitu 0,956. Skala
penelitian ini memiliki reliabilitas yang sangat tinggi, sehingga skala tersebut layak
untuk digunakan dalam penelitian.

HASIL PENELITIAN
Analisis Deskriptif
Tabel 1. Perbandingan Skor Hipotetik dan Empirik Variabel
Variabel
Motivasi
Melakukan
Fitness

Statistik
Skor minimum
Skor maksimum
Mean
Standar deviasi

Hipotetik
41

205
123
27

Empirik
120
204
168,91
18,614

6

Berdasarkan tabel 1, dapat diketahui bahwa dari data skor empirik variabel
motivasi melakukan fitness memiliki rata (mean) sebesar 168,91 dengan skor minimal
sebesar120 dan skor maksimak 204, serta standar deviasi sebesar 18,614. Dari data skor
hipotetik pada skala motivasi melakukan fitness, skor minimal yang didapat subjek
adalah 41, skor maksimal yang dapat diperoleh subjek adalah 205, rata-rata (mean)
hipotetik sebesar 123 dan standar deviasi sebesar 27.
Gambaran Umum Subjek
Tabel 2. Kategorisasi Subjek Skala Motivasi Melakukan Fitness

Variabel
Motivasi
Melakukan
Fitness

Daerah
Keputusan
X < 96
96 < X < 150
150 < X
Total

Kategori
Rendah
Sedang
Tinggi

Jumlah
Subjek
0

13
87
100

Presentase
0%
13%
87%
100%

Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa motivasi melakukan fitness
dengan kategori tinggi memiliki jumlah subjek paling banyak yaitu 87 orang atau 87%.
Sementara, motivasi melakukan fitness dengan kategori rendah memiliki jumlah
terendah yaitu 0% atau tidak terdapat subjek.
Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 3. Kategorisasi Berdasarkan Jenis Kelamin Pria
Dimensi
Ketertarikan/
kesenangan
Total
Tantangan

Total
Penampilan

Total

Kategori
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi

Jumlah
0
5
45
50
0
6
44
50
0
3
47
50

Persentase
0%
10%
90%
100%
0%
12%
88%
100%
0%
6%
94%
100%

7

Dimensi
Kebugaran

Total
Sosial

Katagori
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi

Total

Jumlah
0
0
50
50
0
15
35
50

Prasentase
0%
0%
100%
100%
0%
30%
70%
100%

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa kategori motivasi melakukan fitness tinggi
terbanyak berada pada dimensi kebugaran sebanyak 50 subjek, diikuti kedua oleh
penampilan sebanyak 47 subjek, ketiga adalah ketertarikan/ kesenangan sebanyak 45
subjek, keempat adalah tantangan sebanyak 44 subjek, dan paling sedikit adalah
dimensi sosial sebanyak 35 subjek.
Tabel 4. Kategorisasi Berdasarkan Jenis Kelamin Wanita
Dimensi
Ketertarikan/
kesenangan
Total
Tantangan

Total
Penampilan

Kategori
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi

Total
Kebugaran

Total
Sosial

Total

Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi

Jumlah
0
4
46
50
0
13
37
50
0
4
46
50
0
4
46
50
0
7
43
50

Persentase
0%
8%
92%
100%
0%
26%
74%
100%
0%
8%
92%
100%
0%
8%
92%
100%
0%
14%
86%
100%

Kategori motivasi melakukan fitness tinggi terbanyak berada pada dimensi
ketertarikan/ kesenangan, penampilan, dan kebugaran yaitu sebanyak 46 subjek, diikuti

8

kedua oleh dimensi sosial sebanyak 43 subjek, dan ketiga adalah tantangan sebanyak 37
subjek.
Berdasarkan Umur
Tabel 5. Katagorisasi berdasarkan umur
Usia
20-22
23-25
26-28
29-31
32-34
35-37
38-40
Total

Jumlah
19
23
22
10
15
3
8
100

Presentase
19%
23%
22%
10%
15%
3%
8%
100%

Berdasarkan tabel tersebut, terlihat bahwa terdapat beberapa kategori usia yang
banyak mengunjungi pusat kebugaran yaitu usia 23 tahun sampai dengan 25 tahun
sebanyak 23% atau 23 orang, disusul dengan usia 26 tahun sampai dengan 28 tahun
sebanyak 22% atau 22 tahun orang.
Uji Asumsi
Uji asumsi yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi uji normalitas terhadap
variabel penelitian dan uji homogenitas untuk mengetahui apakah populasi dan sampel
yang digunakan dalam penelitian adalah sama (homogen) atau tidak.
Uji normalitas dianalisis dengan menggunakan uji one-sample KolmogorovSmirnov. Berdasarkan pengujian Kolmogorov-Smirnov, didapatkan nilai kolmogorovsmirnov sebesar 0,667 dengan nilai signifikasi variabel motivasi melakukan fitness yang

bernilai 0,766 dimana nilai tersebut lebih besar daripada α = 0,05. Dengan nilai
signifikansi lebih besar daripada α = 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa asumsi
normalitas telah terpenuhi sehingga dapat dinyatakan bahwa variabel motivasi
melakukan fitness telah menyebar normal. Uji normalitas juga dapat dicari dengan
melihat diagram penyebaran datanya melalui analisis grafik. Berikut merupakan analisis
grafik uji normalitas dengan menggunakan tampilan histogram.

9

Gambar 1. Hasil Uji Normalitas Motivasi Melakukan Fitness
Gambar diatas menunjukkan bahwa kurva dependent yaitu Frequency dan residual
standardized yaitu SOC membentuk gambar lonceng. Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa data penelitian menyebar secara normal.
Cara lain dalam analisis grafik untuk menentukan suatu data normal atau tidak
adalah dengan menggunakan Normal Probability Plot. Berdasarkan gambar scatterplot,
menunjukkan bahwa data (lingkaran kecil) pada penelitian ini menyebar di sekitar garis
diagonal dan mengikuti arah garis diagonal. Dengan menyebarnya data (lingkaran kecil)
pada sekitar garis diagonal, maka menunjukkan adanya suatu pola distribusi normal.

Gambar 2. Scatterplot Hasil Uji Normalitas
Pengujian homogenitas sampel menjadi sangat penting apabila peneliti
bermaksud melakukan generalisasi untuk hasil penelitiannya serta penelitian yang data
penelitiaannya diambil dari kelompok-kelompok terpisah yang berasal dari satu
populasi (Arikunto, 2010). Uji homogenitas varians ditujukkan untuk menguji apakah

10

beberapa kelompok memiliki varians yang sama (homogeny), yaitu kelompok pria
dengan kelompok wanita. Dalam penelelitian ini Uji F (uji varians) digunakan untuk
menguji apakah kelompok pria dan wanita memiliki varian yang sama. Data dikatakan
homogen jika signifikansi yang diperoleh > α = 0,05, maka varinasi setiap kelompok
sama atau homogeny. Dari hasil uji F diproleh nilai F = 0.027 (p = 0.869), karena nilai p
diatas 0,05, maka dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan varians pada data
motivasi melakukan fitness antar kedua sampel atau dapat juga disebut data
equal/homogen.
Uji Hipotesis
Pada uji normalitas dan homogenitas motivasi melakukan fitness sebelumnya
diketahui bahwa kedua kelompok member memiliki distribusi data yang normal dan
homogen. Karena itu, uji perbedaan dilakukan dengan T-Test yang disesuaikan dengan
hasil uji normalitas dan homogen.
Dari hasil menggunakan Independent T-Test terdapat nilai Asymp. Sig (2-tailed)
untuk uji dua sisi adalah sebesar 0,583. Dengan demikian, diketahui bahwa nilai
probabilitas berada diatas 0,05 (0,583 > 0,05). Selain itu, dari tabel diatas juga dapat
dilihat bahwa nilai t-hitung < t-tabel (0,551 < 1,984). Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa tidak ada perbedaan motivasi melakukan fitness antara pria dan wanita. Untuk
melihat kelompok yang lebih tinggi hasilnya dibandingkan kelompok lain, dapat dilihat
pada tabel dibawah ini:
Tabel 6. Perbedaan Mean Motivasi Melakukan Fitness
Jenis

N

Mean

Kelamin

Std.

Std. Error

Deviation

Mean

Motivasi

Pria

50

169,94

18,700

2,645

Melakukan

Wanita

50

167,88

18,660

2,639

Fitness

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa pria memiliki rata-rata (mean) yang
lebih tinggi dibandingkan wanita (169,94 > 167,88). Meskipun pria lebih memiliki

11

motivasi namun berdasarkan hasil uji-t sebelumnya terlihat bahwa tidak ada perbedaan
yang signifikan. Hal ini disebabkan selisih dari hasil yang diperoleh sedikit.
DISKUSI
Peranan motivasi melakukan fitness di pusat kebugaran merupakan hal yang
penting. Hal ini dikarenakan, melalui motivasi terdapat beberapa hal yaitu
interest/enjoyment

(kesenangan),

competence/challenge

(tantangan),

appearance

(penampilan), fitness (kebugaran), dan social (sosial) yang dapat mempengaruhi tinggi
rendahnya motivasi individu dalam melakukan fitness. Berdasarkan hasil penelitian
pada hasil dapat dilihat bahwa 87% anggota fitness di pusat kebugaran memiliki
motivasi tinggi. Sementara dilihat berdasarkan jenis kelamin, pria memiliki motivasi
tinggi pada dimensi fitness (kebugaran) sebanyak 100%.
Apabila dilihat berdasarkan jenis kelamin wanita yang memiliki motivasi tinggi
dapat dilihat bahwa interest/enjoyment (kesenangan), appearance (penampilan), dan
fitness (kebugaran) memiliki persentase yang sama yaitu 92%. Hal ini didukung dengan

penelitian yang dilakukan oleh Julianti, Hartoyo,dan Guharja (2008) mengenai manfaat
yang dirasakan dengan mendatangi pusat kebugaran pada wanita adalah keadaan tubuh
yang lebih segar dan sehat menjadi manfaat yang dirasakan oleh sebagian besar (80%).
Diikuti oleh manfaat peningkatan daya tahan (52,7%) dan penurunan berat badan
(51,7%). Sementara prosentase alasan member mengikuti olahraga di pusat kebugaran
adalah agar tubuh menjadi lebih segar dan sehat (66,7%) dan menurunkan berat badan
(66,7%). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ryan, dkk (1997) menunjukkan bahwa
seringnya kehadiran individu secara keseluruhan dalam berolahraga dimediasi oleh
adanya motivasi kesenangan (interest/enjoyment).
Rentan usia subjek penelitian ini antara 20 sampai dengan 40 tahun, dimana subjek
terbanyak berada di usia 23 sampai dengan 25 tahun yaitu sebanyak 23 orang, disusul
dengan usia 26 sampai dengan 28 tahun yaitu sebanyak 22 orang dan usia 20 sampai
dengan 22 tahun yaitu sebanyak 19 orang. Pada usia ini individu mengalami masa-masa
dimana golongan dewasa muda telah mencapai puncak kekuatan (strength), energi
(energy), dan ketekunan (endurance) yang prima (Dariyo, 2003). Pada penelitian yang

dilakukan oleh Julianti, dkk (2008) harapan atau keinginan utama member berdasarkan

12

usia menunjukkan bahwa member yang berusia 18 sampai dengan 29 tahun lebih dari
separuh (62,5%) menyatakan harapan utama mereka adalah menurunkan berat badan
dan 31,2% harapan agar tubuh menjadi segar dan sehat, Sedangkan member berusia
diatas 30 tahun 46,4% menyatakan keinginan mengikuti olahraga di pusat kebugaran
adalah untuk menurunkan berat badan, namun 50% menyatakan harapan mereka adalah
untuk kesegaran dan kesehatan. Terdapat hubungan antara keinginan utama individu
dan usianya, dimana terdapat kecenderungan yang positif, yaitu dengan semakin
meningkatnya usia maka cenderung individu tidak menempatkan penurunan berat badan
(appearance) sebagai keinginan utama. Sebaliknya individu yang berusia lebih muda
cenderung mengharapkan penurunan berat badan (appearance) sebagai keinginan utama
(Julianti, dkk, 2008).
Berdasarkan uji hipotesis, diperoleh hasil bahwa Ho diterima sehingga tidak
terdapat perbedaan motivasi melakukan fitness pada pria dan wanita. Hal ini dibuktikan
dengan nilai t-hitung pada motivasi melakukan fitness adalah 0,427 dimana nilai
tersebut lebih kecil daripada nilai t-tabel dengan jumlah 1,984. Jika nilai t-hitung lebih
kecil daripada t-tabel, maka tidak terdapat perbedaan pada motivasi melakukan fitness
antara pria dan wanita. Berdasarkan hasil uji hipotesis diperoleh mean motivasi
melakukan fitness pada anggota fitness dengan jenis kelamin pria lebih tinggi yaitu
sebesar 169,94 dengan nilai standar deviasi sebesar 18,700, sedangkan mean motivasi
melakukan fitness pada anggota fitness dengan jenis kelamin wanita sebesar 167,88
dengan nilai standar deviasi sebesar 18,660. Kedua mean tersebut tidak jauh berbeda
sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan motivasi melakukan fitness
antara pria dan wanita. Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya mengenai motivasi
dan aktivitas fisik oleh Kaupuzs (2013) yang menunjukkan hasil 78% wanita dan 85%
pria memiliki level yang tinggi pada aktivitas fisik, hasil yang tidak jauh berbeda juga
ditunjukkan pada level rendah dan sedang untuk aktivitas fisik antara pria dengan
wanita sehingga berdasarkan data statistik tidak ada perbedaan yang signifikan pada
level aktivitas fisik antara pria dan wanita.
Menurut Egli et al (Kaupuzs, 2013) yang melakukan penelitian di Rezekne
Augstskola bahwa mahasiswa pria lebih memiliki motivasi intrinsik (power,
competition, challenges) sedangkan mahasiswa wanita lebih memiliki motivasi

13

ekstrinsik seperti mengontrol berat badan dan memperhatikan penampilan. Hal ini juga
didukung oleh penelitian sebelumnya mengenai kebugaran fisik (physical fitness) yang
dilakukan oleh Najam dan Ashfaq (2012) mengatakan bahwa wanita lebih sering
mengalami ketidakpuasan bentuk tubuh jika dibandingkan dengan pria apabila melihat
bentuk badan individu saat ini dan bentuk badan yang ideal. Menurut Johnson (Najam
dan Ashfaq, 2012) pria lebih menerima bentuk tubuh mereka dan memiliki pendekatan
yang lebih releks untuk pemilihan makanan mereka, sedangkan menurut Morry dan
Staska (Najam dan Ashfaq, 2012) wanita cenderung untuk menginternalisasikan bentuk
badan secara umum yang ideal pada bentuk tubuh mereka yang dikomunikasikan
melalui majalah dan menunjukkan ketidakpuasan bentuk tubuh. Menurut Abel dan
Richard (Najam dan Ashfaq, 2012) menemukan bahwa pria lebih merasa tidak puas
terhadap bentuk tubuh mereka karena pria menyatakan ingin menjadi lebih kuat.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data yang telah diperoleh, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut hipotesis awal yang menyebutkan bahwa “tidak ada
perbedaan motivasi melakukan fitness antara pria dan wanita di Pusat Kebugaran X”
dapat diterima karena dalam hasil penelitian diperoleh nilai T-hitung lebih kecil dari
pada nilai T-tabel.
Berdasarkan hasil keseluruhan para anggota memiliki motivasi melakukan fitness
yang tinggi. Berdasarkan jenis kelamin hasil yang diperoleh ditemukan bahwa
kebanyakan pria termotivasi melakukan fitness dengan tujuan kebugaran sedangkan
wanita termotivasi pada tiga hal yaitu penampilan, kesenangan, dan kebugaran.
Berdasarkan usia berkisar antara 23-25 tahun memiliki prosentase terbesar.

14

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta
Berk, L.E. 2012. Development Through The Lifespan (Edisi 5). Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Ciciilabaika, R. (2013). Hubungan antara Kepuasan Citra Tubuh dengan Harga Diri
pada Laki-Laki yang Melakukan Fitness. (Online). Diakses pada 5 Januari 2014
http://psikologi.ub.ac.id/wp-content/uploads/2014/11/jurnal-RATNACICIILLABAIKA-105120301111007.pdf
Dariyo, A. (2003). Psikologi Perkembangan Dewasa Muda . Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Feist, J. & Feist, G.J..( 2008) Theories of Personality. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Gunarsa, S.D. (2004). Bungai Rampai Psikologi Perkembangan: dari Anak sampai
Usia Lanjut. Jakarta: Gunung Mulia.
Hamada. (2014). “Motivasi Para Peserta Senam Aerobic Di Pusat Kebugaran Jasmani
Di Tinjau Dari Segi Usia Dan Jenis Kelamin”. (Online). Diakses pada 26
November 2014 http://repository.upi.edu/11228/4/ S_PJKR_0900174_Chapter1.
pdf
Henggaryadi, G. (2005). Hubungan antara Body Image dengan Harga Diri pada Remaja
Pria yang Mengikuti Latihan Fitness/Kebugaran. Jurnal Diterbitkan. Jakarta:
Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.
Hutomo,P. (2013). “Laporan Observasi Tempat Fitness (Gold’s Gym MOI)”. (Online)
Diakses pada 23 Oktober 2014 http://www.slideshare.net/ fitpram/laporanobservasi-tempat-fitness-golds-gym-moi
Irdhiyana, Y.R. (2014). Studi Tentang Motivasi Berolahraga Pada Wanita Anggota
Pusat Kebugaran Di Kota Surakarta Tahun 2013 (Online) Diakses pada tanggal 1
Februari 2014 http://digilib.uns.ac.id/ pengguna.php?mn=showview&id=42033
Julianti, E.D., Hartoyo, & Guhadja,S. (2008). Analisis Manfaat dan Kepuasan Peserta
Wanita Program Pusat Kebugaran di Kota Bogor. Jurnal Fakultas Ekologi
Manusia Universitas Institut Pertanian Bogor , 1, 77-86.

15

Kaupuz, A. (2013). The relitionship Between Physical Activity and Exercise Motivation
of The First Year Students From Rezekne Augstskola. Lase Journal of Sport
Science, 4, 3-15.
Komala, A & Hardianyah, M..(2014). “Memilih Pusat Keugaran Fitness”. (Online)
Diakses pada 22Oktober 2014. http://infonitas.com/apartemen/ 2014/06/04/memilihpusat-kebugaran-fitnes/
Munandar, A.S. (2001). Psikologi Industri dan Organisasi. Teori Motivasi dan
Aplikasinya. Jakarta: PT. Rineka. Cipta.

Nababan, F.M.T.. (2011). “Bab II: Landasan Teori Motivasi”. (Online). Diakses pada
1 Desember 2014 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/ 23083/3/
Chapter%20II.pdf
Najam, N. & Ashfaq, H. (2012). Gender Differences in Physical Fitness, Body Shape
Satisfaction, and Body Figure Preferencen. Pakistan Jurnal of Psychological
Research, 27, 187-200.
Ongkowijoyo, H. (2010). Hubungan Antar Body Dissatisfaction Dengan Perilaku
Latihan Di Pusat Kebugaran Pada Laki-Laki Dewasa Awal. Skripsi Tidak
Diterbitkan. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Surabaya.

Rahmania, A.R. & Aliza M. (2009). Hubungan Antara Body Image dengan Tipe
Motivasi dalam Melakukan Olahraga Kebugaran di Fitness Center pada Wanita.
Naskah Publikasi. Yogyakarta: Program Studi Psikologi Universitas Islam
Indonesia.
Rai, A. (2009). Tingkatkan Fitness IQ Anda!: Rahasia Tuntas Bakar Lemak dan Gaya
Hidup Sehat. Jakarta: Libri.
Riduwan. (2009). Pengantar Statistika Sosial. Bandung: Alfabeta
Ryan, dkk. (1997). Intrinsic Motivation and Exercise Adherence. Int. J. Sport Psychol.
Sunartio, L. (2012). Hubungan Antara Social Comparison dengan Body Dissatisfaction
pada Wanita Dewasa Awal. Skripsi Tidak Diterbitkan. Surabaya: Universitas
Surabaya
Sutarto, T.H. (2009). Minat membeli obat pelangsing pada Anggota Fitnes ditinjau dari
Kepercayaan Diri. Skripsi. Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Katolik
Soegijapranata.

Dokumen yang terkait

Pola Mikroba Penyebab Diare pada Balita (1 bulan - 5 tahun) dan Perbedaan Tingkat Kesembuhan Di RSU.Dr.Saiful Anwar Malang (Periode Januari - Desember 2007)

0 76 21

ANALISIS PERBEDAAN KINERJA KEUANGAN SEBELUM DAN SESUDAH MERGER DAN AKUISISI (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Melakukan Merger dan Akuisisi yang tercatat di Bursa Efek Jakarta Tahun 2002)

2 35 1

Analisa pemampaatan internet berdasarkan survei pemetaan E-Commerce Menggunakan metode Six Sigma

2 36 99

Analisa studi komparatif tentang penerapan traditional costing concept dengan activity based costing : studi kasus pada Rumah Sakit Prikasih

56 889 147

Perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang diajarkan melalui pendekatan kooperatif teknik: student team achievement divisions (STAD) dan teknik Group Investigation (GI)

0 36 221

Pemanfaatan Media Peta Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ips Dengan Pokok Bahasan Mengenal Peta Provinsi (Ptk Pada Siswa Kelas Iv Mis Al-Husna Kota Tangerang)

1 36 118

Asas Motivasi kepala Sub Bagian Hubungan Masyarakat Komisi Pemilihan Umum (KPU) Dalam Mensosialisasikan hasil Perhitungan Suara Pada Pemilihan Gubernur Jawa Barat Tahun 2008 Melalui Website

1 54 171

Analisa perancangan sistem informasi surat ijin penunjukkan dan penggunaan tanah (SIPSIPPT) di Dinas Perumahan dan Pemukiman Kota Bandung : laporan kerja praktek

2 31 54

Peranan Komunikasi Antar Pribadi Antara Pengajar Muda dan Peserta Didik Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar ( Studi pada Program Lampung Mengajar di SDN 01 Pulau Legundi Kabupaten Pesawaran )

3 53 80

Pengaruh Perbedaan Lama Kontak Sabun Ekstrak Daun Sirih Terhadap Pertumbuhan Candida Albicans Secara In Vitro

0 0 5