1
Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pernikahan merupakan salah satu tugas perkembangan dalam kehidupan. Manusia yang baru hadir di muka bumi ini dipelihara, di didik. Setelah meningkat
menjadi usia dewasa kebutuhannya tidak dapat lagi dipenuhi oleh orang tuanya. Manusia memerlukan manusia lain yaitu manusia yang berada di luar rumah
tangga orang tuanya. Manusia memerlukan kepuasan seks yang tidak dapat dengan segera dipenuhinya. Dia harus membangun rumah tangga dengan teman
hidup yang diharapkannya dapat memberikan kepadanya keturunan melalui suatu ikatan yang dinamakan pernikahan, karena dengan pernikahan inilah yang akan
dapat ikut serta menjamin kepuasan. http:blog.iqbalir.com
, diakses 4 Oktober 2012.
Keluarga adalah sekelompok orang yang terhubungkan oleh ikatan pernikahan, darah, atau adopsi; membentuk suatu rumah tangga tunggal; saling
berinteraksi dan berkomunikasi dalam peran sosial yang timbal balik sebagai istri dan suami, ibu dan ayah, anak perempuan dan anak laki-laki, saudara perempuan
dan saudara laki-laki; serta menciptakan dan memelihara suatu budaya yang sama Burgess Locke dalam Duvall, 1977. Keluarga mempunyai fungsi, yaitu :
memberi afeksi, memberi rasa aman dan penghayatan diterima secara pribadi, memberi kepuasan dan a sense of purpose, memberi keyakinan akan
kesinambungan dan persahabatan, menjamin kelangsungan sosialisasi,
Universitas Kristen Maranatha
menanamkan control dan pemahaman benar dan salah Burgess Locke dalam Duvall, 1977, namun fungsi keluarga menjadi tidak berfungsi jika terjadi konflik
dan dalam penyelesaian masalahnya terjadi kekerasan dalam rumah tangga. Berikut ini ada beberapa pengertian mengenai pernikahan, menurut UU
perkawinan No 1 tahun 1974 perkawinan adalah ikatan lahir batin seorang pria sebagai suami dan seorang wanita sebagai istri dengan tujuan membentuk
keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Adapula perkawinan adalah pertalian yang sah antara seorang laki-laki
dan seorang wanita untuk hidup bersama dengan kekal, yang diakui Negara Berdasarkan UU perkawinan No 1 tahun 1974.
Dalam pernikahan dapat terjadi beberapa permasalahan sperti
perselingkuhan dan kekerasan dalam rumah tangga. Salah satunya adalah pada tanggal 20 April 2011 kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dialami oleh
Sulastrie yang berusia 50 tahun, sudah empat tahun terbaring lumpuh akibat penyiksaan suaminya dan kondisi Sulastrie kini tidak lebih dari sekedar mayat
hidup http www.antara
news.com, diakses 4 Oktober 2012. Selain itu ada kasus kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi pada Yeni, Yeni disiksa secara fisik
hanya karena yeni tidak diizinkan untuk pulang ke rumah orang tuanya httpwww.pikiran rakyat online.com, diakses 4 Oktober 2012. Yeni seringkali
merasakan ketakutan apabila mendengar suara teriakan atau hantaman benda keras, menangis apabila teringat peristiwa kekerasan yang dialaminya,
mempertanyakan mengapa kekerasan tersebut menimpa dirinya.
Universitas Kristen Maranatha
Pada pasal 1 ayat 1 di dalam UU No. 23 tahun 2004, kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan
yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga Berdasarkan UU No 23 tahun 2004.
Menurut Rismiyati 2005, kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Sedangkan kekerasan psikis adalah
perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan atau munculnya penderitaan
psikis yang berat. Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan seks, hubungan seksual dengan cara tidak wajar atau tidak disukai,
pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain tujuan komersail atau tujuan tertentu. Penelantaran rumah tangga adalah perbuatan yang menelantarkan orang
dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut perjanjian atau hukum yang berlaku individu wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan
kepada orang tersebut. Bentuk kekerasan dalam rumah tangga yang terakhir adalah penelantaran bagi setiap orang yang mngakibatkan adanya ketergantungan
ekonomi dengan cara membatasi dan melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah, sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut
Sumintapradja, 2010.
Indonesia saat ini sudah memiliki UU penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga No. 23 tahun 2004 yang menyatakan bahwa kekerasan dalam
Universitas Kristen Maranatha
rumah tangga merupakan tindakan kriminal, sehingga pelakunya dapat dihukum, namun jumlah kekerasan mengalami peningkatan setiap tahunnya, hingga tahun
lalu kasus kekerasan dalam rumah tangga yaitu mencapai 113.878 kasus, yang 110.468 kasus diantaranya terjadi pada istri. Sementara yang lainnya terjadi dalam
hubungan pacaran sebanyak 1.405 kasus. Jumlah korban tertinggi pada 2011 terjadi di daerah Jawa Tengah yang mencapai angka 25.628 korban. Setelah Jawa
Tengah, Jawa Timur menempati urutan kedua korban kekerasan dan jumlah perempan korban kekerasan mencapai 24.555, kemudian diikuti wilayah Jawa
Barat 17.720 , dan DKI mencapai angka 11.289.
Kekerasan dalam rumah tangga di Bandung pada tahun 2011 hingga kini masih sulit diungkap karena perempuan dan keluarga tidak mau melaporkannya
dan menganggap kasus itu memalukan bahkan termasuk aib bagi perempuan, keluarga atau masyarakat. BKBPP Kabupaten Bandung sudah menyosialisasikan
Undang-Undang UU Pencegahan KDRT tahun 2004, tapi masyarakat tetap tidak mau melaporkannya. Banyak perempuan wanita yang menjadi korban KDRT
mengalami luka serius, mereka takut kepada suami atau takut tidak diberi makan. BKBPP Kabupaten Bandung, kini sudah menjalin kerjasama dengan kepolisian
setempat dan lembaga-lembaga lainnya untuk menangani kasus KDRT itu httpwww.antaranews.com, diakses 4 Oktober 2012.
Komunitas X merupakan lembaga yang menyebarkan gagasan untuk pencegahan dan penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga, adapun visi dan
misi komunitas X adalah pelayanan yang pencegahan dan pelayanan yang optimal bagi korban kekerasa yang terjadi di masyarakat dengan cara menegakkan hak-
Universitas Kristen Maranatha
hak asasi manusia. Data yang sudah masuk ke komunitas X hingga kini sudah ada 40 kasus kekerasan dalam rumah tangga yang kini sedang ditangani.
Sebagian besar istri tetap bertahan dengan pernikahannya dikarenakan alasan takut tidak memiliki biaya untuk menghidupi diri sendiri dan anak-
anaknya. Faktor ketergantungan istri kepada suami dalam hal ekonomi memaksa istri menuruti semua keinginan suami meskipun ia merasa menderita. Bahkan jika
sekalipun tindakan kekerasan dilakukan kepadanya ia tetap enggan untuk berpisah dengan pertimbangan demi kelangsungan pernikahannya, hidup dirinya sendiri
dan pendidikan anak-anaknya Komunitas X akhir tahun 2012. Kemampuan untuk beradaptasi dalam keadaan tertekan dalam ilmu
psikologi dikenal sebagai resiliency. Resiliency merupakan kemampuan individu untuk dapat beradaptasi dengan baik dan mampu berfungsi baik walaupun berada
di tengah situasi yang menekan atau banyak halangan dan rintangan Benard, 2004. Menurut Benard 2004, resiliency mengubah individu menjadi survivor
dan berkembang. Individu yang resiliency akan mengalami keadaan yang sulit dan menekan, tetapi mereka mampu mengatur perilaku yang keluar tetap positif
dalam menghadapi kesulitan tanpa menjadi lemah. Hal ini dapat dilihat dari empat kategori yang ada dalam personal strength atau manifestasi dari resiliency, yakni
social competence, problem solving, autonomy, dan sense of purpose. Social competence adalah Kemampuan sosial mencakup karakteristik,
kemampuan dan tingkah laku yang diperlukan seseorang untuk membangun suatu relasi dan kedekatan yang positif terhadap orang lain. Social competence didapat
dari indikator responsiveness, communication, empathy and caring, compassion,
Universitas Kristen Maranatha
altruism and forgiveness. Social competence adalah bagaimana seseorang berkomunikasi terhadap lingkungan setelah terjadi kekerasan dalam rumah tangga
dan juga mampu mengungkapkan perasaan. Problem Solving adalah kemampuan ini mencakup kemampuan berpikir
abstrak, reflektif, dan fleksibel, mencoba mencari alternatif solusi dari masalah kognitif dan sosial. Problem solving adalah bagaimana seseorang menyelesaikan
masalahnya dengan cara yang dapat diterima oleh lingkungan. Autonomy melibatkan kemampuan untuk bertindak dengan bebas dan untuk merasakan suatu
sense of control atas lingkungan. Autonomy juga diasosiasikan dengan kesehatan yang positif dan perasaan akan kesejahteraan merasakan kebebasan dan
berkehendak dalam melakukan suatu tindakan Deci dalam Benard, 2004. Sense of purpose and bright future adalah bagaimana seseorang memiliki keinginan
orientasi, motivasi, harapan, antisipasi setelah mengalami kekerasan dalam rumah tangga.
Menurut hipotesa Benard 2004, resiliency berkembang karena adanya protective factors yang menciptakan iklim yang tepat untuk perkembangan
resiliency dan memfasilitasi individu yang menjadi resiliency. Protective factors memiliki belonging, respect, identity, mastery, challange, dan meaning. Bernard
menyatakan tiga protective factors yang terdapat dalam lingkungan---keluarga, sekolah, dan masyarakat, yaitu caring relationship, high expectation, dan
opportunities to participate and contribute Bernard, 2004. Protective factors adalah dukungan dan memiliki kehangatan yang berasal dari lingkungan dan
konsisten.
Universitas Kristen Maranatha
Berdasarkan wawancara dengan dua orang ibu yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga, ibu H bertahan dalam pernikahan mereka dikarenakan
merasa tidak berdaya dengan keadaan ekonomi, kurang memiliki keinginan untuk bekerja dan hidup mandiri serta tidak mengetahui apa yang harus dilakukan
sehingga bergantung kepada suaminya. Ibu H sulit untuk memaafkan perilaku suaminya yang membuat dirinya tersakiti, Kesulitan untuk bercerita atau
mengungkapkan perasaan sehingga sulit untuk meminta bantuan kepada keluarga atau pihak lain dalam menyelesaikan kekerasan yang ibu H alami, merasa layak
untuk mendapatkan kekerasan sehingga membuat ibu H kurang menghargai dirinya sendiri, kurang meyakini keberadaan tuhan bahwa kekerasan yang mereka
alami akan berakhir sehingga akan melemahkan motivasi ibu H untuk berusaha mencari jalan dalam menghentikan kekerasan, pasrah dengan kekerasan yang
menimpa dirinya sehingga membuat dirinya menerima perlakuan kekerasan. Hal tersebut diatas cenderung dapat meningkatkan perilaku kekerasan
dalam rumah tangga dan tidak resilient. Pada saat bergaul dengan lingkungan ibu H menunjukkan sikap hangat kepada tetangga sehingga memiliki hubungan yang
cukup baik, suka membantu lingkungan rumahnya sehingga lingkungan pun membantu ibu H.
Dalam menghayati protective factor, ibu H lebih banyak mendapatkan kenyamanan dari lingkungan rumah sehingga membuat ibu H nyaman untuk
tinggal dan menyekolahkan anak-anaknya dibandingkan dengan keluarga, mendapatkan dukungan hanya dari teman terdekatnya bahwa dirinya mampu
untuk melewati masalah kekerasan yang dialami sehingga membuat ibu H
Universitas Kristen Maranatha
semangat dalam mencapai harapan yang ia inginkan, lingkungan rumah memberikan ibu H pekerjaan sehingga membuat ibu H bersyukur atas kesempatan
pekerjaan yang diberikan. Perilaku kekerasan dalam rumah tangga cenderung dapat berkurang dan
dapat menjadi resilient jika Ibu S mendapatkan kekerasan dalam rumah tangga namun kekerasan tersebut berhenti karena ibu S merasa bahwa kekerasan yang
dialami tidak hanya terjadi pada dirinya sendiri dan tidak menyalahkan dirinya sehingga membuat ibu S mampu memaafkan diri mereka sendiri, bercerita dan
mengungkapkan perasaan kepada keluarga atau pihak lain sehingga mendapatkan saran dari permasalahan kekerasan yang ibu S hadapi, merasa layak untuk
mendapatkan kebahagiaan sehingga membuat ibu S menghargai dirinya sendiri, meyakini bahwa tuhan akan memberikan jalan sehingga cenderung dapat
meningkatkan harapan positif dalam dirinya terhadap kekerasan yang menimpa dirinya.
Saat berhadapan dengan lingkungan ibu S membangun hubungan yang luas dengan teman-temannya sehingga mempunyai banyak teman baik di dalam
kota maupun di luar kota, apabila terdapat musibah atau acara salah salah satu keluarga atau teman ibu S akan berusaha untuk menyempatkan datang sehingga
membuat keluarga dan teman-temannya membantu ibu S dalam masalah yang dihadapi.
Dalam menghayati protective factor, ibu S mendapatkan banyak dukungan; nasehat; saran dari keluarga dan teman-temannya sehingga
mendapatkan informasi yang cukup banyak mengenai kekerasan yang dialaminya,
Universitas Kristen Maranatha
mendapatkan dukungan dari keluarga dan teman-temannya sehingga membuat ibu B meyakini mampu menyelamatkan pernikahannya, ibu S diberikan kesempatan
untuk membuat keputusan dari masalah yang dihadapi oleh pihak keluarga dan tetap mendukung apapun keputusan yang dibuat oleh ibu S.
Berdasarkan penjelasan yang dikemukakan diatas ditemukan bahwa fenomena tersebut mengganggu ibu dalam penyesuaian diri dan resiliency yang
berbeda-beda dari setiap wanita yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga di kota Bandung. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
lebih lanjut mengenai bagaimana pengaruh protective factor dan resiliency wanita yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga di komunitas X di kota Bandung.
1.2 Identifikasi Masalah