Studi Deskriptif Mengenai Forgiveness pada Istri yang Mengalami Tindak Kekerasan dalam Rumah Tangga di Kota Bandung.

(1)

vii Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui derajat forgiveness pada isteri yang menghayati tindak kekerasan dalam rumah tangga di Kota Bandung yang didasarkan pada teori Forgiveness (Enright, 1991). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik penarikan sampel purposive sampling. Sebanyak 54 orang responden terlibat dalam penelitian ini.

Alat ukur berupa kuesioner yang dirancang oleh peneliti berdasarkan teori forgiveness dari Enright dan konteks penelitian. Alat ukur ini terdiri atas data pribadi, data penunjang, dan 42 item yang mencakup aspek afektif, kognitif, dan perilaku untuk melihat derajat forgiveness pada isteri korban KDRT. Validitas yang digunakan adalah content validity yaitu dengan expert validity. Penilaian dilakukan oleh tiga orang ahli sebagai pengajar dan peneliti dalam bidang psikologi positif. Perhitungan reliabilitas menggunakan teknik Alpha Cronbach dengan SPSS 20 yaitu sebesar 0,915.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki derajat forgiveness yang tinggi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa mayoritas isteri korban KDRT bersedia mengampuni suaminya. Terdapat faktor dari teori yang memengaruhi dan tidak memengaruhi derajat forgiveness.

Saran untuk penelitian selanjutnya adalah meneliti korelasi budaya dengan derajat forgiveness untuk memastikan adanya pengaruh budaya terhadap forgiveness pada isteri korban KDRT. Saran untuk lembaga yang membantu menangani kasus KDRT di Kota Bandung adalah melakukan pendampingan dan dukungan untuk meningkatkan aspek yang masih rendah dalam diri individu sehingga dapat membantu proses pemulihan isteri yang mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga.


(2)

viii Abstract

Based on the theory of Forgiveness, this study is conducted to determine the degree of forgiveness of wives who experience domestic violence in Bandung (Enright, 1991). This study uses a descriptive method with purposive sampling technique.

A group of 54 participants complete a questionairre that includes affective, cognitive, and behavioral aspects to determine the degree of forgiveness of the wive’s who experience domestic violence. Content validity is done through expert validity. The assessment is performed by three experts as lecturer and researcher in the field of positive psychology. The calculation of reliability is conducted using Cronbach Alpha technique with SPSS 20 that is equal to 0.915.

The result of the study shows that the majority of respondents have a high degree of forgiveness, which means that the majority of domestic violence victims are willing to forgive their husbands. There are some factors from the theory that affect and do not affect the degree of forgiveness.

The suggestion for further research is to examine the correlation between the cultural factors and the degree of forgiveness to ascertain the existence of the aforementioned cultural factors that might influence the forgiveness of the wives who experience domestic violence. The suggestion for institutions that handle cases of domestic violence in Bandung is to provide assistance and support to improve aspects that are still low in the individual so that it can help the recovery process of the wives who experience violence in the household.


(3)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN………..………..…….ii

PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI………..….iii

PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN……….iv

KATA PENGANTAR……….……….…..………..v

ABSTRAK………...……….…..vii

ABSTRACT………...….viii

DAFTAR ISI……….………...……ix

DAFTAR TABEL………..………..……….xiii

DAFTAR BAGAN……….……...……….xiv

DAFTAR LAMPIRAN………...………….………..………xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah………..………...……….1

1.2. Identifikasi Masalah………..……….……….9

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian………...…………..……..……….….…10

1.3.1. Maksud Penelitian………..……….……….……….…...10

1.3.2. Tujuan Penelitian….………..….………...…...10

1.4. Kegunaan Penelitian ………...…….10

1.4.1. Kegunaan Teoretis………….…..…….………...……….10

1.4.2. Kegunaan Praktis………..………...….……10

1.5. Kerangka Pemikiran ………..……….……..………..…11


(4)

x

1.6. Asumsi Penelitian………..……….…...18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Forgiveness………..…………19

2.1.1. Definisi Forgiveness…………..……….………..…19

2.1.2. Dasar Teori Forgiveness………....……….…..……..20

2.1.2.1. Model Proses Kognitif Afektif Perilaku Enright………..….……22

2.1.3. Faktor yang Memengaruhi Forgiveness……….………..23

2.1.4. Konteks Forgiveness dalam Keluarga……...…….………….…….……..25

2.2. Keluarga………. ……….………....…26

2.2.1. Definisi Keluarga……….……….……..26

2.2.2. Fungsi Keluarga………..………27

2.3. Periode Pernikahan………28

2.4. Kekerasan dalam Rumah Tangga………..……….……….…..30

2.4.1. Definisi Kekerasan dalam Rumah Tangga………..……...30

2.4.2. Kriteria Kekerasan dalam Rumah Tangga……….………...……32

2.4.3. Bentuk-Bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga..……….…..….32

2.4.4. Penyebab Terjadinya Kekerasan……...………..……..……..33

2.4.5. Siklus Kekerasan dalam Rumah Tangga……….….……….….34

2.4.6. Dampak dari Kekerasan………...……….…….….34

2.5. Budaya………..……….35

2.5.1. Definisi Budaya menurut Hofstede....……….35

2.5.2. Dimensi Budaya………..………35


(5)

xi

2.5.4. Pandangan Budaya Di Indonesia Tentang Gender Dan Kedudukan

Perempuan………36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan dan Prosedur Penelitian………....………..38

3.2. Bagan Prosedur Penelitian…...……….…………...…………..………...38

3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional……...…………...……….39

3.3.1. Variabel Penelitian………...……….……….39

3.3.2. Definisi Konseptual…..……….………39

3.3.3. Definisi Operasional……….……….39

3.4. Alat Ukur………...……….……….……..40

3.4.1. Kuesioner berdasarkan Teori Forgiveness Enright .……..………40

3.4.2. Kisi-Kisi Alat Ukur……...……….….……40

3.4.3. Prosedur Pengisian Kuesioner……….…………..……….42

3.4.4. Data Pribadi dan Data Penunjang………..……….42

3.4.4.1. Data Pribadi………...………..………..……42

3.4.4.2. Data Penunjang ………..………..43

3.4.5. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur………..………..……..43

3.4.5.1. Validitas Alat Ukur………….………..………43

3.4.5.2. Reliabilitas Alat Ukur………..………….…….44

3.5. Populasi dan Teknik Penarikan Sampel……….……….….44

3.5.1. Populasi Sasaran………...………..………44

3.5.2. Karakteristik Populasi……….44

3.5.3. Teknik Penarikan Sampel………...….…………..……….…………45


(6)

xii

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Responden………..46

4.2. Hasil Penelitian…………...………..49

4.2.1. Derajat Forgiveness………..……….….…49

4.3. Pembahasan………..………50

4.4. Diskusi………..…58

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1.Simpulan……….61 5.2. Saran……….……….…62

DAFTAR PUSTAKA………..………..……….………63

DAFTAR RUJUKAN……….………….………….……..65


(7)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Data Korban KDRT yang Ditangani di P2TP2A Kota Bandung………...………...3

Tabel 2.1. Perbedaan Individualisme dan Kolektivisme………..………36

Tabel 3.1. Tabel Kisi-Kisi Alat Ukur………..………...40

Tabel 3.2. Bobot Penilaian Alat Ukur Forgiveness……….……….42

Tabel 4.1. Tabel Gambaran Umum Responden………..46


(8)

xiv

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1. Kerangka Pemikiran...………..………...………..….17 Bagan 3.1. Prosedur Penelitian………...……..………...…….38


(9)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A- Kata Pengantar Kuesioner

Lampiran B – Surat Pernyataan Kesediaan

Lampiran C- Kuesioner Forgiveness

Lampiran D – Hasil Reliabilitas

Lampiran E - Tabel Aspek Forgiveness

Lampiran F - Tabel Tabulasi Silang Faktor

Tabel F.1 Tabel Tabulasi Silang Antara Faktor yang Memengaruhi Derajat Forgiveness dengan Skor Derajat Forgiveness

Lampiran G – Korespondensi melalui e-mail dengan Robert Enright, Ph.D, pengagas teori Forgiveness

Lampiran H – Tabel Data Mentah

Tabel H.1 Tabel Identitas Responden Tabel H.2 Tabel Data Penunjang

Tabel H.3 Tabel Data Mentah Total Skor Kognitif Tabel H.4 Tabel Data Mentah Total Skor Aspek Afektif Tabel H.5 Tabel Data Mentah Total Skor Perilaku

Lampiran I – Surat Pengantar dari Fakultas dan Bakesbangpol Kota Bandung


(10)

xvi

Lampiran J.1 Lembar Pengesahan Pengambilan Data di DP3APM UPT P2TP2A Kota Bandung.

Lampiran J.2 Lembar Pengesahan Pengambilan Data di Komisi Pelayanan Perempuan Sinode GKP Bandung.

Lampiran J.3 Lembar Pengesahan Pengambilan Data di Persekutuan Wanita Ruth GKI Anugerah Bandung.


(11)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Keluarga adalah sekelompok orang yang terhubungkan oleh ikatan pernikahan, darah atau adopsi; membentuk suatu rumah tangga tunggal; saling berinteraksi dan berkomunikasi dalam peran sosial yang timbal balik sebagai istri dan suami, ibu dan ayah, anak perempuan dan anak laki-laki, saudara perempuan dan saudara laki-laki; serta menciptakan dan memelihara suatu budaya yang sama (Burgess & Locke, 1953, dalam Duvall, 1977). Pada umumnya keluarga dimulai dengan pernikahan antara laki-laki dan perempuan dewasa. Duvall dan Miller (1985) berpendapat bahwa pernikahan merupakan hubungan yang diketahui secara sosial dan monogami, yaitu hubungan berpasangan antara seorang wanita dan seorang pria. Pernikahan merupakan suatu kesatuan hubungan suami istri dengan harapan bahwa mereka akan menerima tanggung jawab dan memainkan peran sebagai pasangan yang telah menikah, dimana di dalamnya terdapat hubungan seksual, keinginan mempunyai anak, dan menetapkan pembagian tugas antara suami dan istri. Cinta menjadi dasar yang paling penting dan tak terpisahkan untuk membangun hubungan yang bermakna dan berarti. Kunci dari kelanggengan pernikahan adalah keberhasilan melakukan penyesuaian di antara pasangan. Penyesuaian ini bersifat dinamis dan memerlukan sikap dan cara berpikir yang luwes. Penyesuaian adalah interaksi yang kontinu dengan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan (Calhoun & Acocella, 1995, dalam Sri Lestari, 2013).

Keluarga memiliki fungsi untuk memberi afeksi antara suami-istri, antara orangtua- anak, dan antara generasi berupa pemberian rasa aman, penghayatan yang diterima secara pribadi, memberi kepuasan, a sense of purpose, memberi keyakinan akan kesinambungan dan persahabatan, serta menjamin kelangsungan sosialisasi, menanamkan kontrol dan


(12)

2

Universitas Kristen Maranatha

pemahaman tentang benar atau salah (Duvall, 1977). Keluarga harus mampu mengembangkan identitas yang jelas sebagai kesatuan keluarga maupun bagi setiap individu anggotanya, mengembangkan batas (boundaries) antar keluarga dan lingkungan luar juga antar individu anggota keluarga. Keluarga juga memiliki fungsi dasar yaitu fungsi afektif untuk pemenuhan kebutuhan psikososial, fungsi sosialisasi sebagai hasil interaksi dalam lingkungan sosial, fungsi reproduksi untuk meneruskan kelangsungan keturunan, fungsi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga, dan fungsi perawatan kesehatan untuk melaksanakan praktik asuhan kesehatan (Friedman, 1998).

Keluarga yang ideal adalah keluarga mampu menyesuaikan diri dalam interaksi dan berfungsi dengan baik dengan memenuhi kebutuhan yang ada di dalam fungsi dasar keluarga. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa ada kalanya hambatan datang ke dalam kehidupan rumah tangga. Keluarga tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik sehingga muncul permasalahan dalam rumah tangga. Masalah yang datang dapat makin membesar jika tidak diselesaikan dan dibiarkan berlarut-larut.

Terdapat fenomena di masyarakat bahwa rumah tangga dapat diwarnai dengan kekerasan. Kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga disebut KDRT. Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU KDRT) Nomor 23 Tahun 2004 menjabarkan pengertian KDRT sebagai berikut : “Setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasaan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.”

Komnas Perempuan memberikan catatan penting dan menyimpulkan bahwa pada tahun 2015 kekerasan terhadap perempuan (KTP) memperlihatkan pola yang meluas, sehingga penting agar Negara hadir secara maksimal untuk terlibat dalam pencegahan,


(13)

3

Universitas Kristen Maranatha

penanganan, serta tindakan strategis untuk menjamin rasa aman perempuan korban. (www.

komnasperempuan.go.id). Pertambahan korban KDRT dari tahun ke tahun selalu mengalami

peningkatan. Menurut Catatan Akhir Tahun 2014, terdapat 293.220 kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang tahun 2014 yang 68% dari kasus tersebut adalah KDRT. Pada tahun berikutnya, berdasarkan Catahu 2016 terdapat 321.752 kasus KTP yang terjadi sepanjang tahun 2015 yang ditangani Pengadilan Agama dan lembaga mitra Komnas Perempuan, 95% diantaranya adalah kasus KDRT dengan mayoritas korban merupakan isteri. Terpisah dari hal tersebut, data yang diperoleh dari Unit Pengaduan Rujukan (UPR) yang dinaungi langsung oleh Komnas Perempuan terdapat sebanyak 16.217 kasus KTP, 69% merupakan kasus KDRT. Berdasarkan presentase jenis kekerasan yang dialami, kekerasan fisik merupakan jumlah terbanyak yaitu sebesar 38%, seksual 30 %, psikis 23%, dan ekonomi 9%.

Kekerasan dalam rumah tangga merupakan masalah sosial serius namun masih terselubung. Para isteri korban KDRT membutuhkan dukungan dari orang sekitarnya dan pendampingan pasca kejadian kekerasan yang dialami. Berdasarkan data yang diberikan dari Unit Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (UPT P2TP2A) Kota Bandung, kekerasan dalam rumah tangga yang dilaporkan dan ditangani oleh korban jumlahnya masih minim.

Tabel 1.1. Data Korban KDRT yang Ditangani di P2TP2A Kota Bandung No.

Bentuk

kekerasan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016

1. Fisik 32 91 120 42 58

2. Psikis 14 2 40 21 108

3. Seksual 1 22 26 11 9

4. Ekonomi 20 39 107 30 28

5. Sosial 0 3 0 0 -

Sumber : data P2TP2A Kota Bandung tahun 2017

Hal ini dikarenakan KDRT memiliki ruang lingkup yang bersifat pribadi dan tertutup karena terjadi dalam area keluarga. Budaya patriarki membuat kasus-kasus KDRT sering dianggap wajar, karena suami berperan sebagai pemimpin rumah tangga sehingga dapat


(14)

4

Universitas Kristen Maranatha

memperlakukan isteri sekehendaknya. Kenyataan ini membuat pihak isteri menjadi terpojok dan berusaha menyimpan masalah dan perasaannya sendiri. Isteri tidak berani mengungkap apa yang dialaminya kepada lingkungan karena menganggap bahwa aib tidak perlu disebarluaskan (pengurus P2TP2A Jawa Barat, wawancara, Oktober 2016).

KDRT yang terjadi adalah kasus yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga (ekonomi). Kekerasan fisik yaitu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. Kekerasan secara fisik baik dalam bentuk ringan maupun berat. Kekerasan fisik dilakukan dengan berbagai cara yang bertujuan untuk melukai, menyiksa, atau menganiaya orang lain dengan menggunakan anggota tubuh pelaku misalnya tangan dan kaki. Kekerasan fisik dalam bentuk ringan misalnya, mencubit, menjambak, memukul dengan pukulan yang tidak menyebabkan cidera dan sejenisnya. Sedangkan kekerasan fisik dalam bentuk berat misalnya, memukul hingga cidera, menganiaya, melukai, melakukan percobaan pembunuhan dan sejenisnya. Kedua, kekerasan psikis adalah kekerasan yang dilakukan dengan menyerang wilayah emosi atau psikologis korban bertujuan untuk merendahkan citra seorang perempuan baik melalui kata-kata atau perbuatan. Kekerasan secara emosional atau psikologis dilakukan dengan cara penghinaan, komentar yang merendahkan, membentak dengan kata-kata kasar, dan mengancam. Tindakan tersebut mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya rasa untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan penderitaan psikis seseorang. Kekerasan psikis tidak menunjukkan bukti yang dapat dilihat secara kasat mata seperti kekerasan fisik, sehingga yang diukur adalah penghayatan korban. Kekerasan psikis sering menimbulkan dampak yang lebih lama. Ketiga, kekerasan seksual yaitu kekerasan secara seksual dilakukan dengan cara pemaksaan hubungan seksual. Hal tersebut dilakukan dengan cara memaksa isteri melakukan hubungan seksual yang menyakitkan. Selain itu kekerasan seksual dapat dilakukan dengan tersamar yaitu dengan mengharuskan isteri melayani


(15)

5

Universitas Kristen Maranatha

kebutuhan seksual suami setiap saat tanpa mempertimbangkan kemauan isteri dan isteri tidak boleh menolak. Keempat, kekerasan ekonomi/ penelantaran rumah tangga yaitu kekerasan dalam bentuk penelantaran ekonomi pada umumnya tidak menjalankan tanggungjawabnya dalam memberikan nafkah dan hak-hak ekonomi lainnya terhadap isteri, anak atau anggota keluarga lainnya dalam lingkup rumah tangga, melarang isteri untuk bekerja serta mungkin dapat dalam bentuk membiarkan anggota rumah tangga untuk dieksploitasi.

Berdasarkan wawancara telah dilakukan oleh peneliti terhadap tujuh orang isteri yang mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga di kota Bandung secara acak, semua korban tindak kekerasan dalam rumah tangga mengalami kekerasan berupa kekerasan fisik, psikis dan penelantaran. Sebanyak lima dari tujuh orang (72%) korban menghayati bahwa mereka menerima perlakuan kekerasan fisik dan psikis. Mereka kerapkali ditampar, dicubit, dan disiksa secara fisik. Tidak jarang para suami sambil melontarkan kata makian dan kata-kata yang kasar seperti dianggap tidak berguna, sampah, bodoh dan kata-kata-kata-kata umpatan lainnya.

Sisanya yaitu dua dari tujuh orang (28%) isteri mengalami kekerasan psikis dan ekonomi. Kekerasan yang diterima isteri pada kelompok ini adalah berupa penelantaran ekonomi dan siksaan psikis berupa kata-kata cacian dan makian. Misalnya suami tidak memberikan nafkah secara jasmani kepada keluarga sehingga isteri dan anggota keluarga lainnya bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan ada juga suami yang melarang isteri untuk bekerja. Kelompok isteri yang mengalami kekerasan psikis dan ekonomi kerapkali disalahkan tidak bisa mengurus keuangan keluarga karena kebutuhan keluarga tidak tercukupi. Mereka sering disalahkan, dianggap tidak berguna, tidak mampu mengurus keuangan keluarga dengan baik atau boros.

Hasil wawancara menunjukkan bahwa sebanyak lima dari tujuh orang (72%) isteri yang menghayati pengalaman tindak kekerasan dari suami mengalami luka-luka yang


(16)

6

Universitas Kristen Maranatha

membekas baik berupa luka fisik maupun psikis. Bagian tubuh isteri mengalami luka memar seperti tangan yang membiru akibat cubitan dan pukulan. Isteri juga mengalami kesulitan untuk tidur, mudah marah terhadap orang lain, merasa minder dan sering merasa ketakutan ketika melihat suaminya. Sisanya 28% hanya mengalami luka ringan dan tidak terlalu berdampak pada kehidupan sehari-hari.

Kejadian tidak menyenangkan dan menyakitkan yang dihayati seseorang dapat berubah menjadi penghayatan ketidakadilan yang dapat berkembang menjadi dendam. Dendam adalah perasaan marah yang berkepanjangan dapat berlangsung dalam kurun waktu berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan hingga bertahun-tahun setelah kejadian menyakitkan terjadi. Kejadian tersebut diingat atau direnungkan oleh korban. Perenungan ini membuat korban mengingat kembali luka yang telah dibuat pelaku sehingga timbul kembali rasa marah dan dendam terhadap pelaku, mengasihani diri sendiri, merasa tidak memiliki jalan keluar atas ketidakadilan yang dialaminya yang terus berulang. Perasaan dendam dan tidak berdaya (hopelessness) yang disimpan korban membuang energi secara percuma.

Forgiveness didasarkan pada premis bahwa manusia butuh untuk memberi dan

menerima cinta agar sehat secara fisik dan psikis dalam keluarga serta masyarakat. Semua orang memerlukan cinta, memberi dan menerima; bukanlah pilihan. Bentuk cinta yang dimaksud adalah cinta tulus (agape) yang didasari oleh pelayanan terhadap orang lain, yang mencintai meskipun ia tidak merasakannya, tetap mencintai meskipun lelah, mencintai ketika yang lain tidak pantas dicintai, dan tetap memilih mencintai meskipun menyakitkan. Pemberian ini merupakan kehendak bebas (kita memilihnya) dan dari kemauan baik (kita tetap menolong orang lain meskipun tidak nyaman) dan kemauan kuat (kita tidak lari dari kesulitan), dan masuk akal. Cinta yang tulus mampu memulihkan dan membangun hubungan yang telah rusak. Konteks agape dalam forgiveness adalah seseorang yang diperlakukan tidak


(17)

7

Universitas Kristen Maranatha

adil, yang mengalami penyembuhan emosi yang sungguh-sungguh. (Robert Enright, komunikasi personal via email, 05 November 2016).

Menurut penelitian Lewis, Amini, dan Lannon (Robert Enright, komunikasi personal via email, 05 November 2016) diungkapkan bahwa manusia harus saling memberi dan menerima cinta jika kita berkembang pesat dalam keperimanusiaan kita. Semakin kuat cinta dihilangkan, semakin kuat luka yang dirasakan. Semakin lama dan intens cinta dihilangkan, maka semakin lama pemulihannya. Forgiveness penting dimiliki oleh korban ketidakadilan karena forgiveness dapat melepaskan individu dari kemarahan dan dendam pada pelaku, perilaku merusak diri, meningkatkan self-acceptance, dan mampu memperbaiki hubungan dengan pelaku. Forgiveness merupakan lompatan iman, suatu kesediaan untuk menerima risiko untuk disakiti kembali. Namun, hal tersebut tidak menuntut individu untuk membiarkan diri terbuka pada pelanggaran. Forgiveness membuat korban menjadi bebas dari rasa dendam serta tangguh dan mampu menghadapi kehidupan dengan lebih baik dari sebelum memberi pengampunan.

Forgiveness (Enright, 1991) adalah kesediaan untuk melepas hak yang dimiliki

individu untuk membenci, memberikan penilaian negatif, dan perilaku tidak peduli terhadap orang yang menyakiti secara tidak adil, sambil mengembangkan kualitas (sifat) yang tidak semestinya diberikan, seperti kasih sayang (belas kasihan), kemurahan hati, dan bahkan cinta kepada orang tersebut. Forgiveness ini didasarkan pada model kognitif afektif dan perilaku dari Enright. Proses ini mengkombinasikan dimensi afektif dan perilaku ke dalam pemahaman tentang forgiveness. Konstruk multidimensional yang menggabungkan kognisi yaitu mengatasi dendam dan menggantinya dengan rasa belas kasihan dan perilaku yaitu mengatasi pengabaian atau kecenderungan untuk membalas dendam dengan kebaikan. Ketiga aspek ini perlu mengalami perubahan ke arah yang positif agar isteri dapat memberikan pengampunan.


(18)

8

Universitas Kristen Maranatha

KDRT memberikan dampak yang cukup signifikan bagi para isteri yang menghayati menerima tindak kekerasan yang dilakukan oleh suaminya. Dampak yang sering dialami adalah secara fisik dan psikologis. Penghayatan isteri terhadap dampak fisik dan psikologis yang dialami akibat tindak kekerasan menimbulkan luka yang mendalam dan perasaan tidak diperlakukan dengan tidak adil oleh suaminya. Isteri merasa dendam, sakit hati, bahkan trauma jika mengingat peristiwa tersebut maupun saat berhadapan dengan suami (afektif negatif). Isteri sulit memberikan pengampunan dan berperilaku positif kepada suami (perilaku negatif) yang telah melakukan tindak kekerasan kepadanya karena penghayatan pengalaman tindak kekerasan yang dialami seringkali teringat dalam benak isteri (kognitif negatif). Hal ini membawa efek negatif terhadap isteri sehingga mereka merasa takut pengalaman kekerasan yang dialami dan depresi terhadap perlakuan yang mereka terima akan terulang. Efek negatif ini berupa rasa marah, benci, dan ketakutan jika berhadapan dengan suami, merasa tidak percaya diri, dan merasa tidak dapat berbuat apa-apa dan cemas. Maka dari itu diperlukan forgiveness pada isteri yang menjadi korban KDRT yang dilakukan oleh suaminya. Forgiveness diharapkan dapat membantu isteri untuk mengurangi depresi dan kecemasan yang dialami, meningkatkan self-esteem dan harapan. Selain itu forgiveness yang didasari cinta dapat memulihkan hubungan antara suami dan isteri tidak tinggal dalam tindak kekerasan yang dialaminya. Para isteri menghayati penderitaan akibat kekerasan yang dilakukan suami dalam rumah tangga. Penderitaan yang dialami umumnya membawa kemarahan dan kepahitan atas ketidakadilan yang dilakukan suami terhadap dirinya. Isteri kadang merasa marah terhadap suami dan menyalahkan diri sendiri akan keadaan yang dialaminya. Forgiveness penting dimiliki oleh isteri yang mengalami KDRT karena

forgiveness yang tinggi dapat melepaskan isteri dari kemarahan dan dendam pada suami yang

telah melakukan tindak kekerasan kepadanya, perilaku merusak diri, meningkatkan


(19)

9

Universitas Kristen Maranatha

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap isteri yang mengalami KDRT yang telah dijabarkan sebelumnya, jika dikaitkan dengan aspek

forgiveness, yaitu aspek afektif, kognitif, dan perilaku, maka hasilnya adalah sebagai berikut:

Sebanyak dua dari tujuh orang (28%) isteri merasa benci terhadap suami yang memperlakukannya dengan tidak adil dan lima orang (72%) masih menyayangi suaminya (aspek afektif); sebanyak empat dari tujuh orang (57%) isteri menganggap suaminya kejam dan tidak berperasaan dan tiga orang sisanya (43%) menganggap bahwa agak wajar bila suami bertindak kasar kepadanya (aspek kognitif). Serta sebanyak enam dari tujuh orang (86%) istri terus menghindari suaminya dan satu orang (14%) memiliki keinginan untuk menolong suami keluar dari permasalahan (aspek perilaku).

Fenomena ini menunjukkan bahwa luka yang dihayati isteri dari pengalaman KDRT yang dilakukan suaminya berpengaruh negatif terhadap aspek kehidupan mereka. Luka yang dihayati oleh isteri dapat menimbulkan efek negatif terhadap emosi yang mengakibatkan perasaan tidak berdaya. Oleh karenanya, penelitian tentang derajat forgiveness pada isteri yang menghayati pengalaman KDRT perlu dilakukan agar korban dapat diberi penanganan sesuai dengan derajat forgiveness yang dimiliki, sehingga dapat menjalani kehidupan dengan baik seperti sebelum mengalami luka yang mendalam.

1.2. Identifikasi Masalah

Yang menjadi masalah pada penelitian ini adalah ingin diketahui forgiveness pada isteri yang menghayati tindak kekerasan dalam rumah tangga di Kota Bandung.


(20)

10

Universitas Kristen Maranatha 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1. Maksud Penelitian

Menggambarkan forgiveness pada isteri yang mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga di Kota Bandung.

1.3.2. Tujuan Penelitian

Mengetahui derajat forgiveness berdasarkan aspek-aspek forgiveness yang dihayati oleh isteri yang mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga di Kota Bandung.

1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoretis

 Memberikan informasi bagi bidang psikologi klinis mengenai gambaran

forgiveness pada isteri yang mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga.

 Memberikan informasi dan masukan bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai forgiveness pada isteri yang mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga.

1.4.2. Kegunaan Praktis

 Memberikan informasi kepada isteri yang mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga mengenai derajat forgiveness yang dimiliki sehingga mengetahui aspek mana yang perlu dikembangkan.

 Memberi informasi kepada lembaga-lembaga yang menaungi isteri yang mengalami KDRT mengenai derajat forgiveness korban sehingga dapat membantu proses pemulihan isteri yang mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga.


(21)

11

Universitas Kristen Maranatha 1.5. Kerangka Pemikiran

Keluarga yang ideal adalah keluarga yang berfungsi dengan baik, yang mampu memenuhi kebutuhan yang ada di dalam fungsi dasar tersebut. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa ada kalanya hambatan datang ke dalam kehidupan rumah tangga. Keluarga tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik sehingga timbul permasalahan. Masalah yang datang dapat makin membesar jika tidak diselesaikan dan dibiarkan berlarut-larut. Terdapat fenomena di masyarakat bahwa rumah tangga dapat diwarnai dengan kekerasan. Kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga disebut KDRT.

Isteri sering menjadi korban pelampiasan kekerasan oleh suaminya. Kekerasan yang dilakukan berakibat timbulnya penghayatan kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikologis, ekonomi, dan/atau seksual. Secara fisik, isteri mendapatkan perlakuan kasar berupa pukulan, tamparan, dan cubitan. Secara psikologis, isteri mendapatkan ancaman, cacian dan makian berupa kata-kata kasar yang menyebabkan ketakutan, hilangnya percaya diri, dan rasa tidak berdaya. Secara ekonomi, suami tidak menjalankan tanggungjawabnya dalam memberikan nafkah dan hak-hak ekonomi lainnya terhadap isteri, anak atau anggota keluarga lainnya dalam lingkup rumah tangga, melarang isteri untuk bekerja serta mungkin dapat dalam bentuk membiarkan anggota rumah tangga untuk dieksploitasi. Secara seksual, isteri dipaksa untuk melakukan hubungan seksual yang menyakitkan. Selain itu kekerasan seksual dapat dilakukan dengan tersamar yaitu dengan mengharuskan isteri melayani kebutuhan seksual suami setiap saat tanpa mempertimbangkan kemauan isteri dan isteri tidak boleh menolak. Tindakan kekerasan yang dialami tersebut merupakan tindakan yang tidak adil bagi isteri.

Para isteri menghayati penderitaan akibat kekerasan yang dilakukan suami dalam rumah tangga. Penderitaan yang dialami umumnya membawa kemarahan dan kepahitan atas ketidakadilan yang dilakukan suami terhadap dirinya. Isteri kadang merasa marah terhadap


(22)

12

Universitas Kristen Maranatha

suami dan menyalahkan diri sendiri akan keadaan yang dialaminya. Forgiveness penting dimiliki oleh isteri yang mengalami KDRT karena forgiveness yang tinggi dapat melepaskan isteri dari kemarahan dan dendam pada suami yang telah melakukan tindak kekerasan kepadanya, perilaku merusak diri, meningkatkan self-acceptance, dan mampu memperbaiki hubungan dengan suami.

Isteri sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suaminya menjadi terluka. Luka yang dialami oleh isteri umumnyaberdampak pada perasaan (afeksi), pikiran (kognisi), dan perilaku terhadap suami yang telah menyakitinya. Secara khusus, perasaan, pikiran, dan perilaku positif isteri terhadap suami semakin berkurang sedangkan perasaan, pikiran dan perilaku negatif semakin bertambah. Forgiveness yang tinggi sangat dibutuhkan untuk memulihkan dan mengembalikan perasaan (afeksi), pikiran (kognisi), dan perilaku positif isteri terhadap suaminya.

Forgiveness merupakan kesediaan isteri untuk melepaskan hak yang dimilikinya

untuk membenci, memberikan penilaian secara negatif, dan perilaku yang tidak acuh terhadap suami yang melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangga kepadanya. Pada saat yang bersamaan isteri mengembangkan kualitas rasa belas kasihan, murah hati, bahkan cinta bagi suami. Secara singkat, forgiveness pada isteri yang mengalami KDRT melakukan pengurangan afeksi, kognisi, dan perilaku negatif serta bertambahnya afeksi, kognisi, dan perilaku positif terhadap suaminya.

Aspek afektif merupakan seluruh perasaan atau emosi korban terhadap pelaku. Pada isteri yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami dapat muncul emosi negatif seperti kemarahan, kebencian, bahkan dendam. Ketika isteri yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga bersedia untuk mengampuni suami yang telah melakukan kekerasan terhadapnya, maka timbul rasa belas kasihan, kemurahan hati, dan hilangnya keinginan untuk melakukan pembalasan dendam. Isteri yang memiliki afeksi


(23)

13

Universitas Kristen Maranatha

positif terhadap suaminya cenderung memiliki derajat forgiveness yang tinggi sedangkan isteri yang memiliki afeksi negatif terhadap suaminya cenderung memiliki derajat forgiveness

yang rendah.

Aspek kognitif merupakan seluruh pemikiran yang dimiliki oleh korban terhadap pelaku seperti fakta, pengetahuan, dan keyakinan tentang pelaku. Pada isteri yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami dapat muncul pemikiran negatif seperti menganggap suamisebagai seseorang yang sangat jahat, tidak bertanggungjawab, dan menyalahkan suami. Ketika isteri yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga bersedia untuk mengampuni suami yang telah melakukan kekerasan terhadapnya, maka isteri dapat melihat dan menilai suami dengan sudut pandang suami. Isteri yang memiliki kognisi positif tentang suaminya cenderung memiliki derajat forgiveness yang tinggi sedangkan isteri yang memiliki kognisi negatif tentang suaminya cenderung memiliki derajat forgiveness yang rendah.

Aspek perilaku merupakan perilaku korban untuk bertindak atau kesiapan untuk bereaksi terhadap pelaku. Pada isteri yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga muncul perilaku membalas dendam kepada suami yang telah melakukan kekerasan padanya misalnya dengan melaporkan kepada polisi, lembaga perlindungan perempuan, bahkan hingga mencoba membunuh. Ketika isteri yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga bersedia untuk mengampuni suami yang telah melakukan kekerasan terhadapnya, maka berhentilah usaha isteri untuk membalas dendam bahkan mungkin berbuat baik pada suami. Isteri yang memiliki perilaku positif terhadap suaminya cenderung memiliki derajat forgiveness yang tinggi sedangkan isteri yang memiliki perilaku negatif terhadap suaminya cenderung memiliki derajat forgiveness yang rendah.

Derajat forgiveness pada isteri yang menghayati pengalaman kekerasan dalam rumah tangga dapat diukur dari keseluruhan afeksi, kognisi, dan perilaku terhadap suaminya. Ketiga


(24)

14

Universitas Kristen Maranatha

aspek terdiri dari positif dan negatif. Semakin banyak afeksi, kognisi, dan perilaku negatif isteri terhadap suaminya maka derajat forgiveness semakin rendah. Jika semakin banyak afeksi, kognisi, dan perilaku positif isteri terhadap suaminya maka derajat forgiveness

semakin tinggi.

Enright (2001) mengungkapkan bahwa terdapat empat faktor yang memengaruhi derajat forgiveness seseorang. Faktor-faktor tersebut berupa tingkat keparahan (severity) dari luka yang dialami, seberapa jauh pengalaman yang dialami individu terkait forgiveness,

kurun waktu sejak kejadian yang tidak adil dialami oleh individu, dan kualitas hubungan kedua individu yang memiliki keterkaitan utama dengan kejadian yang tidak adil.

Tingkat keparahan (severity) luka batin yang dialami dan dihayati oleh isteri yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami. Semakin parah penghayatan luka emosional yang dialami, semakin rendah derajat forgiveness yang dimiliki sehingga semakin besar usaha dan waktu yang dibutuhkan untuk memulihkan perasaan marah tersebut. Bagaimana penghayatan isteri yang mengalami kekerasan mengenai tindak kekerasan yang dilakukan oleh suaminya. Semakin dalam isteri menghayati sebagai luka batin, maka semakin sulit untuk memberikan pengampunan kepada suaminya jika dibandingkan penghayatan luka yang tidak terlalu dalam. Isteri Jika dikaitkan dengan ketiga aspek, isteri yang mengalami luka batin lebih kecil akan memiliki perasaan yang lebih positif terhadap suami, memiliki pemikiran yang lebih baik terhadap suami dengan menempatkan diri sebagai suami agar mengerti sudut pandang suami, berkurangnya keinginan untuk membalas dendam, dan memiliki keinginan untuk menolong suami. Sedangkan jika isteri memiliki luka yang besar terhadap akan mempertahankan perasaan yang negatif terhadap suami dan memiliki keinginan untuk membalas dendam,berpikir bahwa suaminya jahat, dan memiliki keinginan untuk terus mengabaikan suaminya.


(25)

15

Universitas Kristen Maranatha

Seberapa jauh pengalaman isteri yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan suami tentang forgiveness. Hal ini meliputi pengaruh dari orangtua yang mengajarkan tentang pengampunan, ajaran agama, pengalaman isteri menghadapi ketidakadilan dan melakukan pengampunan terhadap pelaku, serta pengalaman dimaafkan orang lain. Misalnya, isteri yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga yang dibesarkan dengan dasar ajaran moral yang kuat tentang pengampunan, patuh terhadap ajaran agama, dan/atau memiliki pengalaman yang berkaitan dengan mengampuni dan diampuni lebih mudah memberikan pengampunan kepada suaminya. Semakin banyak pengalaman terkait dengan forgiveness maka akan semakin tinggi derajat forgiveness. Jika dikaitkan dengan ketiga aspek, isteri yang memiliki atau banyak pengalaman terkait forgiveness akan memiliki perasaan yang lebih positif terhadap suami dan berkurangnya keinginan untuk membalas dendam, memiliki pemikiran yang lebih baik terhadap suami dengan menempatkan diri sebagai suami agar mengerti sudut pandang suami, dan memiliki keinginan untuk menolong suami. Sedangkan pada isteri yang tidak atau sedikit memiliki pengalaman terkait forgiveness

akan mempertahankan perasaan yang negatif terhadap suami, berpikir bahwa suaminya jahat, memiliki keinginan untuk membalas dendam dan terus mengabaikan suaminya.

Kurun waktu sejak kejadian yang tidak adil dialami oleh isteri yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan suami. Apabila tindak kekerasan yang dialami sudah berlalu dalam kurun waktu yang cukup lama, kemungkinan cukup mampu memberikan pengampunan dibandingkan yang individu yang mengalami kekerasan baru-baru ini. Jika dikaitkan dengan ketiga aspek, isteri yang mengalami tindak kekerasan dalam kurun waktu lama akan memiliki perasaan yang lebih positif terhadap suami dan berkurangnya keinginan untuk membalas dendam, memiliki pemikiran yang lebih baik terhadap suami dengan menempatkan diri sebagai suami agar mengerti sudut pandang suami, dan memiliki keinginan untuk menolong suami. Sedangkan jika isteri yang mengalami tindak kekerasan dalam kurun


(26)

16

Universitas Kristen Maranatha

waktu baru-baru ini akan mempertahankan perasaan yang negatif terhadap suami, berpikir bahwa suaminya jahat, memiliki keinginan untuk membalas dendam, dan memiliki keinginan untuk terus mengabaikan suaminya.

Kualitas hubungan isteri yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga dengan suami akan memengaruhi sejauh mana isteri yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga merasa terluka. Semakin harmonis hubungan antara isteri dan suami sebelum tindak kekerasan terjadi dan keinginan mempertahankan hubungan maka pengampunan lebih mudah diberikan oleh isteri. Jika dikaitkan dengan ketiga aspek, isteri yang memiliki hubungan yang harmonis dengan suaminya dan ingin mempertahankan hubungan memiliki perasaan yang lebih positif terhadap suami, memiliki pemikiran yang lebih baik terhadap suami dengan mengembangkan pemahaman dari sudut pandang suami, berkurangnya keinginan untuk membalas dendam, dan memiliki keinginan untuk menolong suami. Sedangkan jika isteri memiliki hubungan yang kurang atau tidak harmonis dan tidak ingin mempertahankan hubungan dengan suaminya akan mempertahankan perasaan yang negatif terhadap suami, berpikir bahwa suaminya jahat, memiliki keinginan untuk membalas dendam, dan keinginan untuk terus mengabaikan suaminya.

Dengan melihat aspek afektif, kognitif, dan perilaku mengenai forgiveness pada isteri yang mengalami kekerasan yang dilakukan oleh suami, dapat diukur derajat forgiveness


(27)

17

Universitas Kristen Maranatha 1.5.1. Bagan Kerangka Pemikiran

Bagan 1.1. Kerangka Pemikiran

Isteri yang mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga di kota Bandung

Forgiveness

Tinggi

Rendah Faktor yang memengaruhi forgiveness :

1.Tingkat keparahan luka yang dialami 2.Pengalaman yang dialami oleh korban terkait forgiveness (ajaran orangtua tentang pengampunan, ajaran agama, pengalaman menghadapi ketidakadilan dan melakukan pengampunan, serta pengalaman dimaafkan orang lain)

3.Kurun waktu sejak kejadian yang tidak adil dialami

4. Kualitas hubungan pelaku dan korban

Aspek dalam forgiveness :

1. Aspek afektif 2. Aspek kognitif 3. Aspekperilaku Bentuk kekerasan:

-kekerasan fisik - kekerasan psikis - kekerasan ekonomi - kekerasan seksual


(28)

18

Universitas Kristen Maranatha 1.6. Asumsi

 Isteri yang menghayati pengalaman kekerasan dalam rumah tangga berupa kekerasan fisik, kekerasan psikis, ekonomi dan/atau seksual sebagai korban dari suatu ketidakadilan yang dilakukan oleh suaminya.

 Kekerasan yang dilakukan oleh suami yang dihayati isteri dapat menimbulkan rasa sakit yang mendalam sehingga memunculkan kemarahan, kebencian, dan keinginan untuk membalas dendam sehingga diperlukan pengampunan (forgiveness).

 Faktor-faktor seperti tingkat keparahan luka yang dialami, pengalaman yang dialami (dihayati) oleh isteri terkait forgiveness, kurun waktu sejak kejadian yang tidak adil dialami, dan kualitas hubungan isteri yang mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga dan suami memengaruhi tinggi rendahnya derajat forgiveness pada isteri yang mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga.

 Aspek afektif, kognitif, dan perilaku pada isteri yang mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga menentukan tinggi rendahnya derajat forgiveness.


(29)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengolahan data dan pembahasan terhadap 54 orang responden yang merupakan para isteri yang mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga di Kota Bandung, dapat ditarik simpulan sebagai berikut :

1. Para isteri yang mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga di Kota Bandung mayoritas memiliki derajat forgiveness yang tinggi.

2. Ketika para isteri korban KDRT mengampuni suaminya maka isteri cenderung menunjukkan perasaan (cinta dan kasih sayang), pikiran (berpikir bahwa suaminya telah berusaha melakukan yang terbaik demi keluarga, dan perilaku yang positif (melayani, menolong) terhadap suaminya. Begitupun sebaliknya, ketika isteri korban KDRT tidak mengampuni, para isteri cenderung menunjukkan perasaan (benci dan dendam), pikiran (berpikir bahwa suaminya jahat), dan perilaku negatif (mengabaikan) terhadap suaminya.

3. Faktor yang memiliki kecenderungan keterkaitan dengan derajat forgiveness pada isteri yang mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga di Kota Bandung diantaranya adalah penghayatan tingkat keparahan luka batin, pengalaman diampuni orang lain ketika melakukan kesalahan, dan pengalaman mengampuni suami serta keinginan mempertahankan pernikahan dan tujuan bersama dalam rumah tangga yang merupakan dasar komitmen yang tinggi pada relasi suami isteri.

4. Faktor yang tidak memiliki kecenderungan keterkaitan dengan derajat forgiveness pada isteri yang mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga di Kota Bandung adalah pengalaman mendapatkan ajaran agama dan ajaran dari orangtua tentang


(30)

48

Universitas Kristen Maranatha

pengampunan, kurun waktu sejak kejadian yang menyakitkan dialami, dan kualitas hubungan isteri korban KDRT dengan suami sebelum KDRT terjadi.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, peneliti ingin memberikan beberapa saran untuk pengembangan penelitian bagi peneliti selanjutnya dan saran praktis untuk ditindaklanjuti oleh pihak lembaga yang menangani kasus isteri yang mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga di Kota Bandung.

5.2.1. Saran Teoretis

- Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk meneliti korelasi budaya dengan derajat forgiveness untuk memastikan adanya pengaruh budaya terhadap forgiveness pada isteri korban KDRT.

- Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk meneliti keterkaitan peran lingkungan (misalnya keluarga dan rekan) dalam meningkatkan forgiveness isteri yang mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga serta pengaplikasiannya dalam kehidupan isteri korban KDRT.

5.2.2. Saran Praktis

- Bagi isteri yang mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga perlu untuk mengembangkan aspek mana yang masih negatif dengan melakukan intervensi misalnya dengan latihan asertif sesuai budaya contohnya dengan bantuan pihak ketiga.

- Bagi lembaga yang membantu menangani kasus KDRT di Kota Bandung dapat melakukan pendampingan dan dukungan untuk meningkatkan aspek yang masih rendah dalam diri individu sehingga dapat membantu proses pemulihan isteri yang mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga.


(31)

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI FORGIVENESS PADA ISTERI

YANG MENGALAMI TINDAK KEKERASAN DALAM RUMAH

TANGGA DI KOTA BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk Menempuh Sidang Sarjana pada Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung

Oleh:

JANET

NRP : 1330041

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG


(32)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat, kasih, dan penyertaan-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Studi Deskriptif Mengenai Forgiveness Pada Isteri yang Mengalami Tindak Kekerasan dalam Rumah Tangga di Kota Bandung” dengan tepat pada waktunya. Penelitian ini merupakan salah satu syarat mata kuliah Skripsi pada Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Dalam penyusunan tugas mata kuliah Skripsi ini, peneliti mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. O. Irene P. Edwina, M,Si., Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

2. Robert Oloan Rajagukguk, Ph.D selaku dosen pembimbing utama dan Cindy Maria, M.Psi, Psikolog selaku dosen pembimbing pendamping yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam membimbing berupa pemberian arahan, ide, saran, doa, dan dukungan kepada peneliti dalam menyusun penelitian ini.

3. Robert Enright, Ph.D selaku penggagas teori forgiveness yang telah meluangkan waktu dalam menjawab segala pertanyaan peneliti terkait teori forgiveness dalam bentuk korespondensi langsung melalui e-mail.

4. Drs. Paulus H. Prasetya, M.Si, Psikolog, Heliany Kiswantomo, S.Psi., Psikolog, dan Dra. Sianiwati S. Hidayat, M.Si, Psikolog selaku expert yang telah membimbing dalam memilah dan menentukan item-item yang dipakai dalam alat ukur guna menentukan validitas item.

5. Kepala dan pengurus lembaga-lembaga yang telah membantu menjembatani antara peneliti dan responden dalam penyebaran dan pengumpulan kuesioner


(33)

vi

diantaranya yaitu DP3APM UPT P2TP2A Kota Bandung, Komisi Pelayanan Perempuan Sinode GKP Bandung, dan Persekutuan Wanita “Ruth” GKI Anugerah Bandung.

6. Isteri yang mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga di kota Bandung yang telah bersedia membantu peneliti dengan memberikan informasi dalam bentuk pengisian kuesioner sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar. 7. Pihak perpustakaan yang telah membantu peneliti dan menyediakan

sumber-sumber referensi yang berguna dalam tersusunnya penelitian ini.

8. Mama, papa, dan paman peneliti, Edi Arifin yang selalu memberi dukungan yang tak terbatas baik secara moril maupun materiil, dan adik peneliti, Jennifer yang memberikan dukungan dan semangat dalam mengerjakan skripsi ini.

9. Teman-teman Psikologi angkatan 2013 yang berjuang bersama dan saling menguatkan dalam menjalani perkuliahan terutama Ida Ayu dan Eveline Prisilia. 10.Seluruh pihak yang telah membantu penyusunan skripsi berupa semangat,

dukungan, saran, masukan dan bantuan lainnya, yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna karena keterbatasan dalam hal pengetahuan, informasi, dan pengalaman yang dimiliki. Maka dari itu peneliti terbuka atas segala kritik, saran, dan masukan yang membangun guna mengoreksi kesalahan yang terdapat dalam skripsi ini sehingga dapat berguna bagi peneliti di masa yang akan datang.

Bandung, Juni 2017


(34)

63

DAFTAR PUSTAKA

Beins, Bernard C., APA Style Simplified Writing In Psychology, Education, Nursing and Sociology. UK : A John Wiley & Sons, Ltd., Publication

Duvall, Evelyn Millis. (1977). Marriage and Family Development (5th edition). New York: J.B. Lippincott.

Duvall, Evelyn Millis, & Miller, B. C. (1985). Marriage and Family Development 6th edition). New York: Harper and Row.

Enright, Robert D. & The Human Development Study Group (1991). The Moral

Development of Forgiveness. Hillstade NJ: Erlbaum.

Enright, Robert D. & North, Joanna. (1998). Exploring Forgiveness. Wincossin : The University of Wincossin Press.

Enright, Robert D. (2001). Forgiveness is a Choice : A Step-by-Step Process for Resolving Anger and Restroring Hope. Washington DC: American Psychological Association. Fakultas Psikologi. (2015). Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana Edisi Revisi. Bandung:

Universitas Kristen Maranatha.

HIMPSI. (2010). KODE ETIK PSIKOLOGI INDONESIA. Jakarta : HIMPSI

Kumar, Ranjit. (1999). Research Methodology : A Step By Step Guide For Beginners.

London: Sage Publications.

Krahe, Barbara. (2005). Perilaku Agresif. Yogyakarta : Kanisius.

Lestari, Sri. (2013). Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam Keluarga. Jakarta : Pranada Media Grup.

Mufidah. (2004). Paradigma Gender Edisi Revisi. Malang : Banyu Media.

Noor, Hasanuddin Noor. (2008). Psikometri : Aplikasi Dalam Penyusunan Instrumen Pengukuran Perilaku. Bandung : Jauhar Mandiri.

Poerwandari, Kristi, & Lianawati, Ester. (2010). Buku Saku Untuk Penegak Hukum Petunjuk

Penjabaran Kekerasan Psikis Untuk Menindaklanjuti Laporan Kasus KDRT. Jakarta :

Program Pascasarjana Universitas Indonesia.

Puspitasari, Herien .(2014). Gender dan Keluarga. Bogor : Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Institut Pertanian Bogor.

Strong, Bryan & Christine DeVault. (1989). The Marriage and Family Experience 4th ed.


(35)

64

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Administrasi. Bandung : CV Alfabeta.

Worthington, Jr Everett L. (2005). Handbook of Forgiveness. New York : Taylor & Francis Group.

Worthington, Jr Everett L. (2006).Forgiveness and Reconciliation : Theory and Application.


(36)

65

DAFTAR RUJUKAN

Hadinata, (2012). Studi Kasus mengenai Forgiveness Pada Isteri yang Mengalami Kekerasan dalam Rumah Tangga di Yayasan JaRi Kota Bandung.(Skripsi). Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Herlina, Lenny (2016). Selayang Pandang UPT P2TP2A Kota Bandung. Bandung.

Komnas Perempuan. (2016). Lembar Fakta Catatan Tahunan (Catahu) 2016. Jakarta : Komnas Perempuan.

Soesilo, Aloysius. (2013). Forgiveness Dan Kesehatan: Forgiveness Sebagai Strategi Koping Untuk Promosi Kesehatan Dan Reduksi Resiko-Resiko Kesehatan. (Jurnal). Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana.

Tjoeng, Merryana Christine, (2014). Studi Deskriptif Mengenai Derajat Forgiveness Pada

Wanita Hamil di Luar Nikah yang Diabaikan Pasangannya di Yayasan “X” dan “Y”

Bandung. (Skripsi).Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

(http://www.cnnindonesia.com/nasional/rumah-tangga-jadi-ranah-utama-kekerasan-terhadap-perempuan/.html - diakses pada tanggal 18 Maret 2016)

(http:// www. komnasperempuan.go.id/siaran-pers-komnas-perempuan-catatan-tahunan-catahu-2016-7-maret-2016/ - diakses pada tanggal 28 Maret 2017

(https://budayaindonesia.com/2016/03/19/dimensi-budaya-geert-hofstede/- diakses pada tanggal 30 April 2017


(1)

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI FORGIVENESS PADA ISTERI

YANG MENGALAMI TINDAK KEKERASAN DALAM RUMAH

TANGGA DI KOTA BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk Menempuh Sidang Sarjana pada Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung

Oleh:

JANET

NRP : 1330041

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG


(2)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat, kasih, dan penyertaan-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Studi Deskriptif Mengenai Forgiveness Pada Isteri yang Mengalami Tindak Kekerasan dalam Rumah Tangga di Kota Bandung” dengan tepat pada waktunya. Penelitian ini merupakan salah satu syarat mata kuliah Skripsi pada Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Dalam penyusunan tugas mata kuliah Skripsi ini, peneliti mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. O. Irene P. Edwina, M,Si., Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

2. Robert Oloan Rajagukguk, Ph.D selaku dosen pembimbing utama dan Cindy Maria, M.Psi, Psikolog selaku dosen pembimbing pendamping yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam membimbing berupa pemberian arahan, ide, saran, doa, dan dukungan kepada peneliti dalam menyusun penelitian ini.

3. Robert Enright, Ph.D selaku penggagas teori forgiveness yang telah meluangkan waktu dalam menjawab segala pertanyaan peneliti terkait teori forgiveness dalam bentuk korespondensi langsung melalui e-mail.

4. Drs. Paulus H. Prasetya, M.Si, Psikolog, Heliany Kiswantomo, S.Psi., Psikolog, dan Dra. Sianiwati S. Hidayat, M.Si, Psikolog selaku expert yang telah membimbing dalam memilah dan menentukan item-item yang dipakai dalam alat ukur guna menentukan validitas item.

5. Kepala dan pengurus lembaga-lembaga yang telah membantu menjembatani antara peneliti dan responden dalam penyebaran dan pengumpulan kuesioner


(3)

vi

diantaranya yaitu DP3APM UPT P2TP2A Kota Bandung, Komisi Pelayanan Perempuan Sinode GKP Bandung, dan Persekutuan Wanita “Ruth” GKI Anugerah Bandung.

6. Isteri yang mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga di kota Bandung yang telah bersedia membantu peneliti dengan memberikan informasi dalam bentuk pengisian kuesioner sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar. 7. Pihak perpustakaan yang telah membantu peneliti dan menyediakan

sumber-sumber referensi yang berguna dalam tersusunnya penelitian ini.

8. Mama, papa, dan paman peneliti, Edi Arifin yang selalu memberi dukungan yang tak terbatas baik secara moril maupun materiil, dan adik peneliti, Jennifer yang memberikan dukungan dan semangat dalam mengerjakan skripsi ini.

9. Teman-teman Psikologi angkatan 2013 yang berjuang bersama dan saling menguatkan dalam menjalani perkuliahan terutama Ida Ayu dan Eveline Prisilia. 10.Seluruh pihak yang telah membantu penyusunan skripsi berupa semangat,

dukungan, saran, masukan dan bantuan lainnya, yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna karena keterbatasan dalam hal pengetahuan, informasi, dan pengalaman yang dimiliki. Maka dari itu peneliti terbuka atas segala kritik, saran, dan masukan yang membangun guna mengoreksi kesalahan yang terdapat dalam skripsi ini sehingga dapat berguna bagi peneliti di masa yang akan datang.

Bandung, Juni 2017


(4)

63

DAFTAR PUSTAKA

Beins, Bernard C., APA Style Simplified Writing In Psychology, Education, Nursing and

Sociology. UK : A John Wiley & Sons, Ltd., Publication

Duvall, Evelyn Millis. (1977). Marriage and Family Development (5th edition). New York: J.B. Lippincott.

Duvall, Evelyn Millis, & Miller, B. C. (1985). Marriage and Family Development 6th

edition). New York: Harper and Row.

Enright, Robert D. & The Human Development Study Group (1991). The Moral

Development of Forgiveness. Hillstade NJ: Erlbaum.

Enright, Robert D. & North, Joanna. (1998). Exploring Forgiveness. Wincossin : The University of Wincossin Press.

Enright, Robert D. (2001). Forgiveness is a Choice : A Step-by-Step Process for Resolving

Anger and Restroring Hope. Washington DC: American Psychological Association.

Fakultas Psikologi. (2015). Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana Edisi Revisi. Bandung: Universitas Kristen Maranatha.

HIMPSI. (2010). KODE ETIK PSIKOLOGI INDONESIA. Jakarta : HIMPSI

Kumar, Ranjit. (1999). Research Methodology : A Step By Step Guide For Beginners. London: Sage Publications.

Krahe, Barbara. (2005). Perilaku Agresif. Yogyakarta : Kanisius.

Lestari, Sri. (2013). Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam

Keluarga. Jakarta : Pranada Media Grup.

Mufidah. (2004). Paradigma Gender Edisi Revisi. Malang : Banyu Media.

Noor, Hasanuddin Noor. (2008). Psikometri : Aplikasi Dalam Penyusunan Instrumen

Pengukuran Perilaku. Bandung : Jauhar Mandiri.

Poerwandari, Kristi, & Lianawati, Ester. (2010). Buku Saku Untuk Penegak Hukum Petunjuk

Penjabaran Kekerasan Psikis Untuk Menindaklanjuti Laporan Kasus KDRT. Jakarta :

Program Pascasarjana Universitas Indonesia.

Puspitasari, Herien .(2014). Gender dan Keluarga. Bogor : Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Institut Pertanian Bogor.

Strong, Bryan & Christine DeVault. (1989). The Marriage and Family Experience 4th ed. California : West Pub. Co.,


(5)

64

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Administrasi. Bandung : CV Alfabeta.

Worthington, Jr Everett L. (2005). Handbook of Forgiveness. New York : Taylor & Francis Group.

Worthington, Jr Everett L. (2006).Forgiveness and Reconciliation : Theory and Application. New York : Taylor & Francis Group.


(6)

65

DAFTAR RUJUKAN

Hadinata, (2012). Studi Kasus mengenai Forgiveness Pada Isteri yang Mengalami Kekerasan

dalam Rumah Tangga di Yayasan JaRi Kota Bandung.(Skripsi). Fakultas Psikologi

Universitas Kristen Maranatha.

Herlina, Lenny (2016). Selayang Pandang UPT P2TP2A Kota Bandung. Bandung.

Komnas Perempuan. (2016). Lembar Fakta Catatan Tahunan (Catahu) 2016. Jakarta : Komnas Perempuan.

Soesilo, Aloysius. (2013). Forgiveness Dan Kesehatan: Forgiveness Sebagai Strategi Koping

Untuk Promosi Kesehatan Dan Reduksi Resiko-Resiko Kesehatan. (Jurnal). Fakultas

Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana.

Tjoeng, Merryana Christine, (2014). Studi Deskriptif Mengenai Derajat Forgiveness Pada

Wanita Hamil di Luar Nikah yang Diabaikan Pasangannya di Yayasan “X” dan “Y”

Bandung. (Skripsi).Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

(http://www.cnnindonesia.com/nasional/rumah-tangga-jadi-ranah-utama-kekerasan-terhadap-perempuan/.html - diakses pada tanggal 18 Maret 2016)

(http:// www. komnasperempuan.go.id/siaran-pers-komnas-perempuan-catatan-tahunan-catahu-2016-7-maret-2016/ - diakses pada tanggal 28 Maret 2017

(https://budayaindonesia.com/2016/03/19/dimensi-budaya-geert-hofstede/- diakses pada tanggal 30 April 2017