1
Ihda Wildani, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, menuntut peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya
manusia yang mampu menjawab tantangan abad globalisasi yang kompetitif dan selalu berubah. Sumber daya manusia yang dipersiapkan harus kreatif dan inovatif
dalam menghadapi kondisi tersebut Mahfuddin, 2009:1. Pendidikan merupakan upaya utama dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas.
Sehingga meningkatkan mutu pendidikan, merupakan suatu hal yang senantiasa harus dilakukan, agar sumber daya manusia yang dihasilkan juga semakin baik.
Bangsa Indonesia telah menetapkan tujuan pendidikan yang jelas, yang dirumuskan dalam UU No. 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional yang
menyatakan : Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif mandiri dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggngjawab.
Tujuan pendidikan di atas menjelaskan bahwa misi pendidikan tidak hanya memberikan pengetahuan, tetapi juga mengembangkan intelektual dan emosional
secara optimal. Matematika dipandang sebagai salah satu pelajaran yang menunjang pengembangan intelektual dan emosional siswa Hudoyo, 1979:6.
Selanjutnya Sinaga 2003:3 juga menjelaskan bahwa matematika merupakan pengetahuan yang esensial sebagai dasar untuk bekerja seumur hidup dalam abad
2
Ihda Wildani, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu
globalisasi. Bila dicermati setiap orang dalam kehidupannya akan berhadapan dengan matematika, mulai dari bentuk yang sederhana sampai pada bentuk yang
kompleks. Misalnya saja menghitung dan mengukur. Kemudian kaitan matematika dengan kondisi kehidupaan abad global, yakni perlunya kemampuan
memperoleh, memilih dan mengelola informasi untuk bertahan, pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif. Kemampuan ini membutuhkan
pemikiran kritis, sistematis dan logis. Cara berfikir demikian dapat dikembangkan melalui belajar matematika karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan
yang kuat dan jelas antar konsepnya, sehingga memungkinkan siswa terampil berfikir rasional Kanginan, 2007: v. Hal ini senada dengan apa dituturkan
Zulkardi dalam Manfaat, 2010:118 bahwa matematika sangat penting bagi kehidupan manusia, hampir semua teknologi yang dimanfaatkan manusia berbasis
matematika, dan telah terjadi pergeseran dalam matematika, yakni siswa tidak hanya belajar matematika agar bisa berhitung, matematika menjadi kebutuhan
dalam kehidupan global. Pentingnya belajar matematika tidak lepas dari perannya dalam segala jenis dimensi kehidupan. Sehingga belajar matematika dilaksanakan
pada semua tingkat sekolah di Indonesia, baik Sekolah Dasar maupun Menengah. Adapun tujuan pendidikan matematika dirumuskan pada Permendiknas Nomor
22 Tahun 2006 tentang tujuan pembelajaran matematika disekolah, yaitu : a.
Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efesien, dan
tepat, dalam pemecahan masalah.
3
Ihda Wildani, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu
b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
d. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media
lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. e.
Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Dalam tujuan pembelajaran matematika di atas, secara tidak langsung
siswa dituntut untuk memiliki kemampuan yang baik terhadap matematika. Kemampuan dalam mempelajari matematika tidak hanya sebatas dalam menjawab
soal-soal secara prosudural namun dengan mempelajari matematika juga diharapkan mampu untuk mengembangkan kemampuan berfikir matematis.
Ditinjau dari jenis aktivitasnya, kemampuan berfikir matematis mathematical thinking dapat digolongkan dalam kemampuan pemahaman, pemecahan masalah,
penalaran, koneksi, komunikasi dan representasi matematik, Sumarmo, 2010:251.
Selanjutnya menurut Sumarmo 2010:3 menjelaskan terdapat beberapa istilah yang berkenaan dengan berfikir matematis diantaranya adalah kegiatan
matematis doing math, tugas matematik mathematical task, keterampilan
4
Ihda Wildani, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu
matematik mathematical ability, daya matematik mathematical power. Istilah berfikir matematik diartikan sebagai cara berfikir berkenaan dengan proses
matematika atau cara berfikir dalam menyelesaikan tugas matematika mathematical task baik yang sederhana maupun yang kompleks. Melalui
pengertian diatas istilah keterampilan matematik mathematical ability dapat diartikan sebagai kemampuan melaksanakan mathematical thinkings
Kegiatan matematika doing math berkaitan dengan karateristik matematika yang dapat digolongkan dalam berfikir tingkat rendah dan berfikir
tingkat tinggi. Berfikir tingkat rendah termasuk melaksanakan operasional hitung sederhana, menerapkan rumus matematika secara langsung, mengikuti prosedur
algoritma yang baku, sedangkan yang termasuk pada berfikir tingkat tinggi adalah kemampuan memahami idea matematika secara lebih mendalam,
mengamati data dan menggali ide yang tersirat, menyusun konjektur, analogi dan generalisasi, menalar secara logis, menyelesaikan masalah problem solving
berkomunikasi secara matematik dan mengkaitkan ide matematik dengan kegiatan intelektual lainnya.
Menurut Sumarmo 2002 kegiatan matematika di atas diharapkan mampu memenuhi kebutuhan peserta didik masa kini dan kebutuhan peserta didik masa
datang. Untuk kebutuhan peserta didik masa kini diharapkan dengan kegiatan matematika yang dimilikinya siswa mampu memahami konsep-konsep yang
diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika dan ilmu pengetahun lainnya.
5
Ihda Wildani, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu
Sedangkan untuk keperluan peserta didik masa yang akan datang diharapkan dengan kegiatan yang dimilikinya siswa mampu berkompetisi dengan
bangsa lain. Dengan demikian pembelajaran matematika pada jenjang sekolah manapun diharapkan dapat mengembangkan kemampuan peserta didik melalui
tugas matematika yang dapat mencapai tujuan di atas. Salah satu doing math yang erat kaitannya dengan karateristik matematika
adalah penalaran. Hal ini dikarenakan materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dipahami dan dilatih melalui belajar matematika. Hal ini
sesuai dengan pendapat Rusfendi 2001 yang mengatakan bahwa menumbuhkan penalaran dalam matematika tidak merupakan masalah sebab sesuai dengan
hakikat matematika itu sendiri. Disamping itu kemampuan penalaran dalam pembelajaran matematika perlu dikembangkan karena dapat membantu siswa
meningkatkan kemampuan dalam matematika yaitu dari hanya sekedar mengingat kepada kemampuan pemahaman Sumarmo, 1987
Untuk dapat mengantar siswa pada kegiatan bernalar hendaknya siswa dibiasakan untuk selalu tanggap terhadap permasalahan yang dihadapi dengan
mencoba menjawab pertanyaan mengapa, apa dan bagaimana,Lestari, 2008. Selain kemampuan penalaran matematis, kemampuan berfikir matematis
yang juga perlu dimiliki oleh siswa adalah kemampuan pemecahan masalah. Hal ini juga sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika di sekolah seperti yang
diuraikan sebelumnya. Wahyudin 2010 menyebutkan bahwa pemecahan masalah bukan sekedar keterampilan untuk diajarkan dan digunakan dalam
matematika, tetapi juga keterampilan yang akan dibawa ke dalam masalah-
6
Ihda Wildani, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu
masalah keseharian atau situasi pembuatan keputusan, sedemikian hingga dapat membantu seseorang secara baik dalam hidupnya
Namun kondisi saat ini memperlihatkan bahwa kemampuan siswa dalam belajar matematika belum maksimal. Merujuk pada website www.timss.org.
Indonesia telah ikut serta pada Trend in Mathematics and Science Study TIMSS. TIMSS dilaksanakan setiap empat tahun. Indonesia berpartisipasi pada tahun
1999, 2003, dan 2007. Berdasarkan keikutsertaan para siswa Indonesia selama periode tersebut, diperoleh nilai matematika dengan skor 403, 411 dan 405 skala
dari 0 s.d. 800. Sebagai pembanding, di tahun 2007 rekan-rekan mereka di Singapura, Malaysia, dan Thailand masing-masing memperoleh 593 dan 474, dan
441. Hasil PISA Program for International Assessment juga menunjukkan keadaan serupa. Pada tahun 2006, kemampuan siswa kita di Mathematics,
Science, dan Reading masing-masing 391, 393, dan 393 skala 0-800, sedangkan skor rerata semua negara pada saat itu adalah 498, 500, dan 492
www.pisa.oedc.org. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa terhadap matematika masih tergolong rendah, temasuk didalamnya kemampuan penalaran
dan kemampuan pemecahan masalah. Untuk itu hal ini perlu mendapat perhatian. Banyak faktor yang menjadi penyebab, mengapa kemampuan siswa dalam
matematika belum maksimal, salah satu yang menjadi pemicu, yaitu berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran matematika. Saat ini pembelajaran matematika
yang sering dilakukan, kurang memberikan kesempatan kepada siswa dalam mengembangkan kemampuan berfikirnya. Pembelajaran saat ini membuat siswa
pasif, sehingga keterlibatan siswa dalam pembelajaran sangat sedikit. Hal ini
7
Ihda Wildani, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu
sangat berpengaruh pada tanggung jawab siswa sebagai pebelajar, dimana hal ini mengurangi tangggung jawabnya terhadap tugas belajarnya. Seharusnya siswa
dituntut untuk mengembangkan kemampuannya dalam menemukan, menyelidiki, serta mengungkapkan segala hasil olahan informasi yang diterima dalam
pikirannya selama pembelajaran berlangsung. Guru sebagai penyampai ilmu harus mampu mengajarkan matematika lebih menarik dan mengembangkan daya nalar
siswa Pranoto, 2007. Menurut Nasution 2005, tugas guru yang utama bukan hanya
menyampaikan pengetahuan,
melainkan memupuk
pengertian, membimbing siswa untuk belajar sendiri. Hal ini sejalan dengan yang diutarakan
De Walle 2008 bahwa tugas guru adalah mendorong siswanya untuk berfikir, bertanya, menyelesaikan soal, mendiskusikan ide-ide, strategi dan penyelesaian
siswanya. Belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan siswa, bukan sesuatu yang
dilakukan terhadap siswa Lie, 2010:5. Namun pendekatan mengajar yang dilakukan saat ini belum mampu membuat siswa belajar matematika. Menurut
Silver dalam Turmudi, 2008 pada umumnya dalam pembelajaran matematika, para siswa menonton bagaimana gurunya mendemonstrasikan penyelesaian soal-
soal matematika di papan tulis dan siswa mengkopi apa yang telah dituliskan oleh gurunya. Kemudian siswa berlatih dengan soal-soal yang disediakan. Guru
umumnya berfokus pada perolehan jawaban yang diselesaikan siswa, sehingga siswa tidak memiliki kesempatan yang lebih luas dalam mengembangkan
kemampuan berfikir matematisnya. Dengan ungkapan lain dasar dalam belajar hanya pada tataran hafalan saja bukan pada penalaran, pemecahan masalah atau
8
Ihda Wildani, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu
kemampuan berfikir yang berbasis pemahaman. Sebagai efek dari hal ini, pengembangan kemampuan penalaran dan pemecahan masalah matematis siswa
menjadi terhambat Mansur, 2008. Pada pembelajaran yang kurang memberikan penekanan pada aspek
thinking akan membentuk siswa cenderung mengoptimalkan dirinya dengan menerima saja apa yang diajarkan oleh guru. Hal ini berimbas pada terlaksanya
pembelajaran yang kurang efektif. Menurut Trianto 2010 keefektifan pembelajaran adalah hasil guna yang diperoleh setelah pelaksanaan proses belajar
mengajar. Menyadari pentingnya suatu strategi dan pendekatan pembelajaran untuk
dapat mengembangkan kemampuan penalaran dan pemecahan masalah matematis siswa, maka mutlak diperlukan adanya model pembelajaran yang lebih melibatkan
siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Belajar matematika berkaitan erat dengan aktivitas proses belajar dan berfikir. Hal tersebut bertalian erat dengan
karateristik matematika sebagi suatu ilmu, yaitu bahwa matematika adalah pola berfikir, pola mengorganisasikan secara logis, yang menggunakan istilah yang
didefenisikan dengan cermat, jelas dan akurat Sabandar, 2010:168. Dengan demikian pelaksanaan pembelajaran matematika hendaknya dilakukan dengan
pendekatan student-centered. Dimana siswa tidak lagi pasif dalam proses pembelajaran. Kondisi belajar yang dicipatakan seharusnya mengarahkan
bagaimana siswa dapat beraktifitas baik secara fisik maupaun kognitif.
9
Ihda Wildani, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu
Menurut laporan penelitian , ”Pembelajaran yang mengutamakan siswa
aktif dengan beragam pendekatan mencapai hasil belajar yang lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran biasa” Sumarmo, 2005. Selanjutnya,
Wahyudin 2001 menyatakan bahwa ”Pembelajaran matematika dengan siswa yang pasif memiliki kemungkinan besar mengalami kegagalan”. Dengan
demikian, diduga untuk membawa ke arah pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berfikir, harus berangkat dari pembelajaran yang
membuat siswa aktif. Pada pembelajaran yang membuat siswa aktif tersebut, siswa diberi keleluasaan untuk berpikir serta mempertanyakan kembali apa yang
mereka terima dari gurunya. Oleh karena itu perlu adanya upaya untuk mencari dan menerapkan dengan sungguh-sungguh suatu hasil penelitian tentang model
pembelajaran matematika, yang dapat melibatkan siswa secara aktif di dalam kelas yang mampu mengembangkan kemampuan berpikir.
Sejalan dengan permasalahan diatas, agar siswa memiliki keaktifan dalam pembelajaran hendaknya ada pembelajaran yang memperhatikan bagaimana
kondisi atau suasana hati mood siswa ketika pembelajaran berlangsung. Untuk itu perlu adanya upaya guna mengembangkan suatu pembelajaran yang melihat
mood siswa agar pembelajaran yang dilaksankan dapat lebih efektif dan optimal, sehingga dapat meningkatkan kemampuan berfikir matematika siswa.
Salah satu pembelajaran yang dapat mengakomodasi masalah tersebut diantaranya adalah pembelajaran kolaboratif. Salah satu pembelajaran kolaboratif
yang dapat diterapkan adalah pembelajaran kolaboratif MURDER. MURDER merupakan singkatan dari Mood Suasana Hati, Understand Pemahaman,
10
Ihda Wildani, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu
Recall Pengulangan, Ditect Penelaahan, Elaborate Pengembangan, Review Pelajari Kembali Herdian,2010. Mood dimaksudkan disini yaitu; proses
pembelajaran adalah proses yang dapat mengembangkan seluruh potensi siswa. Seluruh potensi itu hanya mungkin dapat berkembang manakalah siswa terbebas
dari rasa takut dan menegangkan. Ranah kecerdasan emosional ini berkaitan dengan pandangan kita tentang kehidupan, kemampuan kita bergembira, sendirian
dan dengan orang lain, serta keseluruhan rasa puas dan kecewa yang kita rasakan. Understand Pemahaman, pemahaman dapat diartikan juga menguasai tertentu
dengan pikiran, maka belajar berarti harus mengerti secara mental makna dan filosofisnya, maksud dan implikasi serta aplikasi-aplikasinya, sehingga
menyebabkan siswa memahami suatu situasi. Recall Pengulangan, mengulang adalah usaha aktif untuk memasukkan informasi kedalam ingatan jangka panjang.
Ini dapat dilakukan dengan “mengikat” fakta kedalam ingatan visual, auditorial, atau fisik. Otak banyak memiliki perangkat ingatan. Semakin banyak perangkat
indra yang dilibatkan, semakin baik pula sebuah informasi baru tercatat. Ditect Penelaahan, untuk dapat mengusai materi siswa tidak hanya berpedoman pada
satu buku, karena pada dasarnya ada berbagai sumber yang bisa dijadikan sumber untuk memperoleh pengetahuan. Recall untuk kembali mengulang pada materi
yang tidak dimengerti siswa dengan memperlajarai kembali keterangan yang ada dengan melihat informasi terkait pada buku atau sumber lain. Elaborate
Pengembangan, pengembangan merupakan hasil kumulatif dari pada pembelajaran. Hasil dari proses pembelajaran adalah perubahan perilaku siswa.
Individu akan memperoleh perilaku yang baru, menetap, fungsional, positif,
11
Ihda Wildani, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu
didasari dan sebagainya. Perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran ialah perilaku secara keseluruhan yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Review Pelajari Kembali suatu proses pembelajaran akan berlangsung dengan efektif apabila informasi yang dipelajari dapat diingat dengan
baik dan terhindar dari lupa. Mengingat adalah proses menerima, menyimpan dan mengeluarkan kembali informasi yang telah diterima melalui pengamatan,
kemudian disimpan dalam pusat kesadaran setelah diberikan tafsiran. Pada proses pembelajaran matematika melalui model pembelajaran
kolaboratif MURDER, siswa dibagi dalam kelompok-kelompok heterogen, setiap kelompok dituntut untuk menjelaskan materi kepada setiap anggota kelompok
yang kurang paham. Pembelajaran ini menuntut siswa untuk lebih aktiv dan bertanggung jawab. Selain itu pelaksanaan pembelajaran kolaboratif memberikan
kontribusi pada pembelajaran matematika berupa pergeseran dari pembelajaran konvensional yang bersifat monoton juga menjenuhkan kearah paradigm
pembelajaran yang menuntut siswa untuk aktif, kreatif, menghargai pendapat orang lain dan saling kerjasama.
Berdasarkan pemaparan di atas maka diharapakan pembelajaran kolaboratif MURDER efektif dan dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Beberapa studi yang berkaitan dengan pembelajaran kolaboratif
MURDER telah dilakukan, diantaranya oleh Nurma Izzati 2010 pada salah satu MTs Negeri di Jakarta, dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa model
12
Ihda Wildani, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu
pembelajaran kolaboratif MURDER dapat meningkatkan kemampuan berfikir matematis pada tingkat koneksi dan analisis. Selanjutnya studi yang bekenaan
dengan kemampuan penalaran dan pemecahan matematis oleh Harsa Wara Prabawa 2009, dilakukan pada siswa kelas X pada salah satu SMA dikota
Bandung dengan menggunakan pendekatan metakognitif, dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kemampuan penalaran dan pemecahan
masalah matematis setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan metakognitif.
B. Rumusan Masalah