Tinjauan Hukum Mengenai Penjualan Hewan Yang Dilindungi Melalui Media Internet Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya JUNCTO Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan T

(1)

Law perspective on preserved fauna trading through Internet to statute No.5/1990 regarding conservation of biological resources and Its Ecosystem juncto statute No.11/2008 regarding

Electronic Transaction and Information Pandu Budianto

Abstract

Every nation stakeholders has an obligation to support country development to achieve national goals. As mentioned in constitution (UUD 1945), the national goals consist of protecting all Indonesian people, improving public welfare, education for all, and participating in world order. The sophisticated of information technology has been increasing widely and involving massively. It affected global economy including Indonesian. In spite of its benefits, the modern of information technology has also a harmful effects including its effects on preserved fauna which protected by government. Interet as a sophisticated of information technology has become an effective instrument in preserved fauna trading. Based on this phenomenon, this research studied about how statute No.5/1990 regarding conservation of biological resources and Its Ecosystem regulates preserved fauna trading and what judicial action can be undertaken by the authority against trader in preserved fauna trading through internet based on Statute No. 11/2008 regarding Electronic Transaction and Information and statute No.5/1990

This research applied with normative yuridical method and descriptive analysis. Collected data was analyzed using yuridical qualititative which one regulation must not conflict against anothers and it should notice on regulation hierarchy and law enforcement.

Based on research result, it was concluded that internet has been a dominat factor in influencing preserved fauna trading. Internet has provided on easy communication by breaking distance for traders to conduct trade. Statute No.11/2008 regarding Electronic Transaction and Information in article 17 mentioned that Electronic Transaction can be carried out in public or sector area. Furthermore, Statute No.5/1990 regarding conservation of biological resources and Its Ecosystem, it was explained that yuridical action can be enforced against preserved fauna traders who utilizing internet through 3 method : technological, social method and law enforcement. Law enforcement or repressive action which enforced by police offcer or investigator based on article 40 (2) mentioned that everyone who intently violating regulation as metined article 21 (1) and (2) and article 33 (3) will be criminalized by 5 years imprisoned maximum and by financial fine upto Rp. 100.000.000,00 (a hundred million rupiahs).


(2)

TINJAUAN HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Abstrak Pandu Budianto

Perkembangan pembangunan dewasa ini yang berkelanjutan harus didukung oleh semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara agar tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta menjaga ketertiban duniaTeknologi informasi di Indonesia yang semakin canggih saat ini mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dan memanfaatkan teknologi informasi tersebut. Perkembangan teknologi dan informasi yang terjadi sangat pesat dewasa ini telah mempengaruhi kehidupan perekonomian secara global khususnya di Indonesia dan secara tidak langsung telah mempengaruhi kehidupan masyarakat dunia pada umumnya dan masyarakat Indonesia pada khususnya.Di samping aspek positif, perkembangan teknologi dapat pula berdampak negatif terhadap kehidupan manusia termasuk sumber daya alam hayati dan ekosistim khususnya marga satwa yang dilindungi oleh pemerintah.. Internet telah menjadi faktor dominan yang secara keseluruhan mempengaruhi besarnya perdagangan hewan-hewan langka yang dilindungi, berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu dikaji permasalahan mengenai bagaimana Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya mengatur tentang penjualan hewan langka yang dilindungi melalui internet, serta tindakan hukum apa yang dapat dilakukan terhadap para pihak terkait dengan penyelenggaraan penjualan hewan yang dilindungi melalui internet menurut Undang-Undang No 5 Tahun 1990 dan Undang-Undang-Undang-Undang No 11 tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.

Untuk mencapai tujuan di atas, maka Penulis melakukan penelitian yang bersifat Deskriptif Analitis dengan menggunakan metode pendekatan secara yuridis normatif. Data hasil penelitian dianalisis secara yuridis kualitatif, yang mana peraturan undangan yang satu tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lainnya, serta memperhatikan hirarki peraturan perundang-perundang-undangan dan kepastian hukum.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa, Internet telah menjadi faktor dominan yang secara keseluruhan mempengaruhi besarnya perdagangan hewan-hewan langka yang dilindungi, dengan kemudahan berkomunikasi secara elektronik dapat dilakukan tanpa adanya halangan jarak. Pasal 17 Ayat (1) Undang-Undang No 11 tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik menyatakan bahwa menyatakan bahwa penyelenggaraan transaksi elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik ataupun privat Pemerintah mengeluarkan peraturan Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, Tindakan hukum yang dapat dilakukan terhadap para pihak terkait dalam penjualan hewan melalui internet terdiri dari 3 pendekatan yaitu pendekatan teknologi,pendekatan sosial budaya,pendekan hukum. Tindakan represif/tindakan hukum yang dilakukan polisi atua penyidik dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam hal ini menerapkan Pasal 40 (2) Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).


(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan pembangunan dewasa ini yang berkelanjutan harus didukung oleh semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara agar tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta menjaga ketertiban dunia dapat tercapai. Seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat dihadapkan dengan berbagai tantangan yang berat dalam menjalani kehidupannya dan dengan situasi dan kondisi negara Indonesia pada saat ini membuat beban masyarakat semakin bertambah, oleh karena itu, pemerintah harus bekerja keras untuk memberikan pembinaan kepada masyarakat dan mengarahkan pembangunan nasional yang berkelanjutan untuk memasuki era globalisasi.

Perkembangan teknologi dan informasi yang terjadi sangat pesat dewasa ini telah mempengaruhi kehidupan perekonomian secara global khususnya di Indonesia dan secara tidak langsung telah mempengaruhi kehidupan masyarakat dunia pada umumnya dan masyarakat Indonesia pada khususnya. Perkembangan teknologi dan informasi telah membawa masyarakat Indonesia ke arah hidup yang bersifat modern.


(4)

Dewasa ini seiring dengan kemajuan teknologi dan informasi, manusia disajikan berbagai macam kemudahan baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam melakukan kegiatan ekonomi. Perkembangan teknologi dan informasi apabila dimanfaatkan dengan tepat maka akan meningkatkan kemakmuran masyarakat dalam berbagai bidang dan hal tersebut tentu akan berdampak pada tingkat perekonomian suatu negara.

Perkembangan teknologi dapat pula membawa dampak positif dan negatif terhadap kehidupan manusia termasuk sumber daya alam hayati dan ekosistim khususnya marga satwa yang dilindungi oleh pemerintah. Satwa liar dikelompokan dalam dua golongan yaitu satwa dilindungi dan tidak dilindungi. Satwa yang dilindungi tidak boleh diperjualbelikan dan dipelihara tanpa ijin berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.19/Menhut-RI/2010 Tentang Penggolongan dan Tata Cara Penetapan Jumlah Satwa Buru, diantaranya yaitu jenis satwa Owa, Kukang, Nuri Kepala Hitam, Orang Utan, Siamang, Kakatua, Beruang, Harimau, Jalak Bali,Bayan,Penyu Hijau, Penyu dan Sisik. Satwa-satwa tersebut dilindungi karena keberadaannya di alam telah langka, sehingga jika tetap diburu untuk diperjualbelikan dikhawatirkan satwa tersebut akan punah dari alam. Menurut Pasal 21 ayat (2) dan Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya, pelaku perdagangan atau pemeliharaan satwa yang dilindungi tanpa ijin dapat dijerat hukuman penjara maksimal 5 (lima) tahun penjara dan dikenakan denda Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah). Undang-Undang yang mengatur


(5)

tentang larangan perdagangan satwa yang dilindungi, dewasa ini dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, pemerintah melalui Badan Konservasi Sumber Daya Alam menemukan pelanggaran penjualan penyu hijau melalui media internet yang memanfaatkan server gratis seperti di multiply.com Keberadaan website yang melakukan perdagangan illegal. Website tersebut dapat membahayakan kelestarian satwa langka seperti penyu hijau yang dengan sengaja dicuri dan diperjualbelikan secara illegal. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, perdagangan hewan yang dilindungi tersebut bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Satwa dan Tumbuhan. Perdagangan hewan yang dilindungi yang dilakukan melalui media internet seharusnya dapat dikenakan pula hukuman menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-undang tersebut transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menganalisa mengenai :

TINJAUAN HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN


(6)

EKOSISTEMNYA JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, Penulis mengemukakan permasalahan yang akan dibahas lebih lanjut yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam mengatur penjualan hewan langka yang dilindungi melalui internet ?

2. Tindakan hukum apa yang dapat dilakukan terhadap para pihak terkait dengan penjualan hewan yang dilindungi melalui internet menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ?

C. Maksud dan Tujuan Penelitian

Adapun maksud dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengkaji dan menganalisis bagaimana penerapan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan


(7)

Ekosistemnya juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam mengatur tentang penjualan hewan langka yang dilindungi melalui internet ?

2. Untuk mengkaji dan menganalisis tindakan hukum apa yang dapat dilakukan terhadap para pihak terkait dengan penjualan hewan yang dilindungi melalui internet menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberi kegunaan baik secara teoritis maupun secara praktek, yaitu :

1. Kegunaan secara Teoritis

Diharapkan dapat digunakan sebagai sarana pengembangan dalam bidang ilmu hukum khususnya di bidang Hukum Pidana.

2. Kegunaan secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat :

a. Memberikan informasi kepada pendidikan ilmu hukum tentang aspek-aspek hukum yang terdapat dalam perlindungan terhadap kelestarian hayati dan ekosistem dari kepunahan.


(8)

b. Menjadi masukan bagi pihak yang berwenang untuk dapat memberikan pencegahan, perlindungan terhadap satwa yang dilindungi sehingga dapat mengantisipasi terjadinya kerugian yang sangat besar.

E. Kerangka Pemikiran

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 menyebutkan bahwa :

“Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Berdasarkan hal di atas, pemerintah harus memberikan perlindungan hukum kepada seluruh masyarakat sebagai pencerminan pemerintahan yang melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, termasuk masalah mengenai penjualan hewan yang dilindungi oleh negara yang dilakukan melalui media internet.

Pasal 1 ayat (3) Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Pasal tersebut memberikan penjelasan bahwa negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machtstaat), dan pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi (hukum dasar), bukan absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Konsekuensi dari Pasal 1


(9)

ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, terdapat 3 (tiga) prinsip dasar wajib dijunjung oleh setiap warga negara yaitu supremasi hukum, kesetaraan di hadapan hukum dan penegakan hukum dengan cara-cara yang tidak bertentangan dengan hukum.

Pembukaan alinea keempat, menjelaskan tentang Pancasila yang terdiri dari lima sila. Pancasila secara substansial merupakan konsep yang luhur dan murni. Luhur karena mencerminkan nilai-nilai bangsa yang diwariskan turun temurun dan abstrak. Murni karena kedalamannya substansi yang menyangkut beberapa aspek pokok, baik agamis, ekonomi, ketahanan, sosial dan budaya yang memiliki corak partikular1.

Ketentuan selanjutnya yaitu terdapat dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) yang merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya pemerintahan negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial dalam bentuk rumusan visi, misi dan arah pembangunan nasional.

Teori hukum pembangunan menurut Mochtar Kusumaatmadja dalam bukunya yang berjudul “Pembinaan Hukum dalam Rangka Pembangunan”

1

Otje Salman Soemadiningrat dan Anton F.S, Teori Hukum Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, Refika Aditama, Bandung, 2004, hlm 156


(10)

kehidupan manusia dalam masyarakat termasuk lembaga dan proses di dalam mewujudkan berlakunya kaidah hukum itu dalam kenyataan. Dapat dilihat dalam bukunya yang berjudul “Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional” bahwa hukum adalah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat termasuk lembaga dan proses di dalam mewujudkan berlakunya kaidah hukum itu dalam kenyataan. Kata asas dan kaidah ini menggambarkan hukum sebagai suatu gejala normatif sedangkan kata lembaga dan proses menggambarkan hukum sebagai suatu gejala sosial. Berdasarkan hal tersebut, maka hukum tidak boleh ketinggalan dalam proses pembangunan, sebab pembangunan yang berkesnambungan menghendaki adanya konsepsi hukum yang mendorong dan mengarahkan pembangunan sebagai cerminan dari tujuan hukum modern, salah satu tujuan hukum yaitu keadilan menurut Pancasila yaitu keadilan yang seimbang, artinya adanya keseimbangan diantara kepentingan individu, kepentingan masyarakat dan kepentingan penguasa2.

Pelaksanaan pembangunan nasional, memerlukan suatu bagian yang menunjang dan terlebih lagi membantu tercapainya visi dan misi pembanguan nasional, dalam hal ini pemerintah merupakan salah satu bagian yang terpenting demi tercapainya visi dan misi tersebut, antara lain sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya alam Hayati Dan Ekositemnya.

2

Otje Salman Soemadiningrat dan Anton F.S, Teori Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2007, hlm 158.


(11)

Salah satu hasil perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini antara lain adalah teknologi dunia maya yang dikenal dengan istilah internet. Seseorang dapat melakukan berbagai macam kegiatan tidak hanya terbatas pada lingkup lokal atau nasional tetapi juga secara global bahkan internasional, sehingga kegiatan yang dilakukan melalui internet ini merupakan kegiatan yang tanpa batas, artinya seseorang dapat berhubungan dengan siapapun yang berada dimanapun dan kapanpun.

Internet sebagai salah satu media baru dapat digunakan oleh siapapun tanpa mengenal waktu. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan melalui media internet adalah transaksi jual beli, atau biasa disebut dengan istilah transaksi jual beli secara elektronik (Electronic Commerce).

Berbicara menganai transaksi jual beli secara elektronik, tidak terlepas dari konsep perjanjian secara mendasar sebagaimana termuat dalam Pasal 1313 BW yang menegaskan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Ketentuan yang mengatur tentang perjanjian terdapat dalam Buku III BW yang memiliki sifat terbuka artinya ketentuan-ketentuannya dapat dikesampingkan, sehingga hanya berfungsi mengatur saja. Sifat terbuka dari BW ini tercermin dalam Pasal 1338 ayat (1) BW yang mengandung asas Kebebasan Berkontrak, maksudnya setiap orang bebas untuk menentukan bentuk, macam dan isi perjanjian asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kesusilaan dan ketertiban umum, serta selalu memperhatikan syarat sahnya perjanjian sebagaimana termuat dalam


(12)

Pasal 1320 BW yang mengatakan bahwa, syarat sahnya sebuah perjanjian adalah sebagai berikut3 :

1. Kesepakatan para pihak dalam perjanjian 2. Kecakapan para pihak dalam perjanjian 3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Penjualan hewan yang dilindungi melalui media internet, bertentangan dengan Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya alam Hayati Dan Ekositemnya, disebutkan bahwa:

“Setiap orang dilarang untuk :

a. menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup;

b. menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;

c. mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;

d. memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;

e. mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan atau sarang satwa yang dillindungi.”

Kemajuan teknologi informasi khususnya media internet, dirasakan banyak memberikan manfaat seperti dari segi keamanan, kecepatan serta kenyamanan. Undang-Undang yang jelas mengikat tentang larangan penjualan hewan yang dilindungi tetapi peredaran masih terus berjalan dan semakin bertambah dengan modus penjualan yang baru dengan menggunakan

3

Riduan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Alumni,Bandung. 1992, hlm.217.


(13)

website dan memanfaatkan teknologi internet tersebut yang bertentangan asas dan tujuan dalam pemanfaatannya sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), asanya yaitu pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik dilaksanakan berdasarkan :

1. Asas kepastian hukum berarti landasan hukum bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik serta segala sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya yang mendapatkan pengakuan hukum di dalam dan di luar pengadilan.

2. Asas manfaat berarti asas bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diupayakan untuk mendukung proses berinformasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

3. Asas kehati-hatian berarti landasan bagi pihak yang bersangkutan harus memperhatikan segenap aspek yang berpotensi mendatangkan kerugian, baik bagi dirinya maupun bagi pihak lain dalam pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.

4. Asas itikad baik berarti asas yang digunakan para pihak dalam melakukan Transaksi Elektronik tidak bertujuan untuk secara sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakibatkan kerugian bagi pihak lain tanpa sepengetahuan pihak lain tersebut.

5. Asas kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi berarti asas pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik tidak


(14)

terfokus pada penggunaan teknologi tertentu sehingga dapat mengikuti perkembangan pada masa yang akan datang.

Pemanfaatan internet sebagai sarana teknologi informasi berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) :

“Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk”:

a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;

b. mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat;

c. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;

d. membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan

e. memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi.

Kemajuan teknologi pada kenyataannya merubah secara cepat kehidupan manusia terhadap kejahatan, sudah seharusnya diimbangi dengan profesionalisme hukum yang merupakan perpaduan antara pendidikan dan pengalaman dalam suatu produk hukum untuk memberantas berbagai kejahatan yang timbul akibat majunya teknologi, salah satunya adalah penjualan satwa liar yang dilindungi melalui media internet.

F. Metode Penelitian

Adapun metode yang dilakukan oleh penulis dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:


(15)

Spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu memberikan gambaran melalui data-data dan fakta-fakta yang ada baik berupa data sekunder bahan hukum primer yaitu berupa peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan bidang penelitian seperti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), data sekunder bahan hukum sekunder yaitu berupa doktrin-doktrin atau pendapat para ahli hukum terkemuka, data sekunder bahan hukum tersier yaitu berupa artikel-artikel yang didapat dari media massa baik media elektronik maupun media cetak.

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan dalam penelitian bersifat yuridis normatif akan tetapi tetap memperhatikan hal-hal yang non yuridis. Yuridis normatif berarti mengkonsepsikan hukum sebagai norma, kaidah, asas atau dogma-dogma (yang seharusnya), dalam hal ini dilakukan melalui penafsiran hukum dan konstruksi hukum.4 Penafsiran hukum yang digunakan adalah penafsiran gramatikal, yaitu penafsiran yang dilakukan dengan cara menafsiran bunyi undang–undang dengan berpedoman pada arti kata-kata dalam hubungannya satu sama lain dalam kalimat yang dipakai dalam undang-undang tersebut atau melihat arti kata dari kamus hukum, dan

4

Hetty Hassanah, Penyususunan Penulisan Hukum Fakultas Hukum UNIKOM. Disampaikan pada seminar “Up-Grading Refreshing Course-Legal Research


(16)

Penafsiran sistematis, yaitu penafsiran yang memperhatikan susunan kata-kata yang berhubungan dengan pasal-pasal lainnya baik dalam undang-undang itu sendiri maupun dalam undang-undang-undang-undang lainnya.

3. Tahap Penelitian

Tahap penelitian yang digunakan penulis adalah studi kepustakaan yaitu : a. Mencari data sekunder bahan hukum primer berupa perundang-

undangan yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya alam Hayati Dan Ekositemnya, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dan Peraturan Perundang- undangan terkait lainnya. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum berupa doktrin atau

pendapat para ahli hukum terkemuka.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan informasi- informasi berupa artikel, majalah, makalah yang berhubungan dengan penjualan satwa liar yang dilindungi melalui internet.

4. Teknik Pengumpulan Data

Penulis melakukan pengumpulan data pada penelitian ini dengan teknik pengumpulan data yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan, buku-buku referensi yang berhubungan dengan masalah yang dibahas yaitu tentang penjualan hewan yang dilindungi melalui media internet, artikel-artikel yang diperoleh dari website-website di internet yang semuanya berhubungan dengan materi dalam pembahasan penulisan hukum ini.


(17)

5. Metode Analisis Data

Analisis data dari hasil penelitian dilakukan dengan menggunakan metode yuridis kualitatif, agar peraturan yang satu tidak bertentangan dengan peraturan lainnya, dengan memperhatikan hirarki peraturan perundang-undangan, untuk mencapai kepastian hukum dan menggali hukm tertulis dan tidak tertulis.

6. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian untuk mendapatkan data dalam penulisan ini adalah :

a. Perpustakaan terdiri dari:

1. Perpustakaan Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM), Jl. Dipatiukur No.116-117, Bandung. Telp. (022) 2503053

2. Universitas Padjajaran (UNPAD), Jl. Dipatiukur No. 36 Bandung b. Website :

http://www.google.com

http:/id.wikipedia.org/wiki/jual-beli hewan yang dilindungi http:/id.wikipedia.org/wiki/IUCN


(18)

BAB II

ASPEK HUKUM TENTANG JUAL BELI MELALUI INTERNET DAN

HEWAN YANG DILINDUNGI DI INDONESIA

A. Ketentuan Hukum tentang Jual beli melalui Internet (E-Commerce)

Dewasa ini, dunia sedang berada dalam era informasi (information age), yang

merupakan tahapan selanjutnya setelah era prasejarah, era agraris dan era industri. Sesuai dengan perkembangan peradaban manusia, maka tentunya pemahaman dan pengembangan sistem hukum ataupun konstruksi hukum yang terbangun adalah sesuai dengan dinamika masyarakat itu sendiri. Pada era teknologi informasi, keberadaan teknologi informasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam semua aspek kehidupan, serta merupakan suatu kebutuhan hidup bagi semua orang baik secara individual maupun secara organisasional, sehingga dapat dikatakan berfungsi sebagaimana layaknya suatu aliran darah pada tubuh manusia.

Proses pembangunan yang selama ini terus menerus dilakukan merupakan salah satu konsekuensi dari eksistensi Indonesia sebagai negara berkembang. Segala bentuk aktivitas pembangunan diharapkan dapat berjalan dalam koridor yang tepat, sehingga tujuan pembangunan yaitu tercapainya masyarakat adil dan makmur, material dan spiritual dapat segera terwujud. Tujuan untuk mewujudkan ketertiban dan keadilan secara konkrit dalam

masyarakat, maka dalam hukum terkandung baik kecenderungan konservatif


(19)

modernisme (membawa mengkanalisasi dan mengarahkan perubahan), dalam posisi hal

yang demikian ada tiga kemungkinan yang akan timbul yakni1 :

1. Hukum akan dipengaruhi oleh perkembangan teknologi. 2. Hukum akan mempengaruhi perkembangan teknologi.

3. Hukum dan teknologi akan saling mempengaruhi (bersinergi).

Proses pembangunan hampir dipastikan akan membawa dampak yang meluas pada berbagai aspek kehidupan manusia, seperti dikemukakan oleh Soerjono Soekamto bahwa pembangunan merupakan perubahan terencana dan teratur yang antara lain mencakup

aspek-aspek politik, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi2.

Berkaitan dengan pembangunan di bidang teknologi, dewasa ini peradaban manusia dihadapkan pada fenomena-fenomena baru yang mampu mengubah hampir setiap aspek

kehidupan manusia, yaitu perkembangan teknologi informasi melalui internet

(Interconnection Network).

Seseorang dapat melakukan berbagai macam kegiatan tidak hanya terbatas pada lingkup lokal atau nasional tetapi juga secara global bahkan internasional, sehingga kegiatan yang dilakukan melalui internet ini merupakan kegiatan yang tanpa batas, artinya seseorang dapat berhubungan dengan siapapun yang berada di manapun dan kapanpun. Kegiatan bisnis

perdagangan melalui internet yang dikenal dengan istilah Electronic Commerce yaitu suatu

kegiatan yang banyak dilakukan oleh setiap orang, karena transaksi jual beli secara elektronik ini dapat mengefektifkan dan mengefisiensikan waktu sehingga seseorang dapat melakukan transaksi jual beli dengan setiap orang dimanapun dan kapanpun. Semua transaksi jual beli melalui internet ini dilakukan tanpa ada tatap muka antara para pihaknya,

1

Budi Agus Riswandi, Hukum dan Internet di Indonesia, Yogyakarta, UII Press ,2003, hlm 58-59 2

Dikdik M. Arief Mansur Soerjono Soekamto, Elisanantris Gultom, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi, Refika Aditama,Bandung, 2005, hlm 84


(20)

pihak tersebut mendasarkan transaksi jual beli tersebut atas rasa kepercayaan satu sama lain, sehingga perjanjian jual beli yang terjadi di antara para pihakpun dilakukan secara elektronik pula baik melalui e-mail atau cara lainnya, oleh karena itu tidak ada berkas perjanjian seperti pada transaksi jual beli konvensional.

Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, disebutkan bahwa Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Transaksi jual beli secara elektronik merupakan salah satu perwujudan ketentuan di atas. Pada transaksi jual beli secara elektronik ini, para pihak yang terkait didalamnya, melakukan hubungan hukum yang dituangkan melalui suatu bentuk perjanjian atau kontrak yang juga dilakukan secara elektronik, sesuai ketentuan Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik.

Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik menyatakan bahwa :

(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya

merupakan alat bukti hukum yang sah.

(2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.

Berbicara menganai transaksi jual beli secara elektronik, tidak terlepas dari konsep perjanjian secara mendasar sebagaimana termuat dalam Pasal 1313 BW yang menegaskan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan


(21)

dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Ketentuan yang mengatur tentang perjanjian terdapat dalam Buku III BW, yang memiliki sifat terbuka artinya ketentuan-ketentuannya dapat dikesampingkan, sehingga hanya berfungsi mengatur saja. Sifat terbuka dari BW ini tercermin dalam Pasal 1338 ayat (1) BW yang mengandung asas Kebebasan Berkontrak, maksudnya setiap orang bebas untuk menentukan bentuk, macam dan isi perjanjian asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kesusilaan dan ketertiban umum, serta selalu memperhatikan syarat sahnya perjanjian sebagaimana termuat dalam Pasal 1320 BW yang mengatakan bahwa, syarat sahnya sebuah perjanjian adalah sebagai berikut :

1. Kesepakatan biasa para pihak dalam perjanjian

2. Kecakapan hukum sebagai salah satu para pihak dalam perjanjian 3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Kesepakatan berarti adanya penyesuaian kehendak dari para pihak yang membuat perjanjian, sehingga dalam melakukan suatu perjanjian tidak boleh ada pakasaan, kekhilapan

dan penipuan (dwang, dwaling, bedrog). Kecakapan hukum sebagai salah satu syarat sahnya

perjanjian maksudnya bahwa para pihak yang melakukan perjanjian harus telah dewasa yaitu telah berusia 18 tahun atau telah menikah, sehat mentalnya serta diperkenankan oleh undang-undang. Orang yang belum dewasa hendak melakukan sebuah perjanjian, maka dapat diwakili oleh orang tua atau walinya sedangkan orang yang cacat mental dapat

diwakili oleh pengampu atau curatornya3. Suatu sebab yang halal, berarti perjanjian

termaksud harus dilakukan berdasarkan itikad baik. Berdasarkan Pasal 1335 BW, suatu

3


(22)

perjanjian tanpa sebab tidak mempunyai kekuatan. Sebab dalam hal ini adalah tujuan dibuatnya sebuah perjanjian. Kesepakatan para pihak dan kecakapan para pihak merupakan syarat sahnya perjanjian yang bersifat subjektif. Apabila tidak tepenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan artinya selama dan sepanjang para pihak tidak membatalkan perjanjian, maka perjanjian masih tetap berlaku. Sementara itu, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal merupakan syarat sahnya perjanjian yang bersifat objektif. Apabila tidak terpenuhi, maka perjanjian batal demi hukum artinya sejak semula dianggap tidak pernah ada perjanjian.

Pengertian perjanjian jual beli dapat dilihat pada Pasal 1457 BW yang menentukan bahwa jual beli adalah suatu persetujuan yang mengikat pihak penjual berjanji menyerahkan

suatu barang/benda (zaak) dan pihak lain yang bertindak sebagai pembeli mengikat diri

berjanji untuk membayar harga.

Wirjono Prodjodikoro mengatakan bahwa jual beli adalah suatu persetujuan di mana suatu pihak mengikat diri untuk wajib menyerahkan suatu barang, dan pihak lain wajib

membayar harga, yang dimufakati mereka berdua4. Wolmar dikutip suryadiningrat

mengatakan bahwa, jual beli pihak yang satu penjual (Vercopen) mengikat diri pada pihak

lain pembeli (Loper) untuk memindahtangankan suatu benda dalam eigendom dengan

memperoleh pembayaran dari orang yang disebut terakhir, sejumlah tertentu, berwujud uang5.

Cara dan terbentuknya perjanjian jual beli, dapat terjadi secara openbar/terbuka,

seperti yang terjadi pada penjualan atas dasar eksekutorial atau yang disebut excutoriale

4

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Bandung, 1985, hlm 17

5

Suryo Diningrat, Wolmar, Perikatan-Perikatan Bersumber Perjanjian, Tarsito, Bandung, 1996, hlm 14


(23)

vercoop. Penjualan eksekuntorial harus dilakukan melalui lelang di muka umum oleh

pejabat lelang. Cara dan bentuk penjualan eksekutorial yang bersifat umum ini, jarang sekali

terjadi. Penjualan demikian harus memerlukan putusan pengadilan, karena itu jual beli yang terjadi dalam lalu lintas kehidupan masyarakat sehari-hari adalah jual beli dari tangan ke tangan, yakni jual beli yang dilakukan antara penjual dan pembeli tanpa campur tangan pihak resmi dan tidak perlu di muka umum. Bentuk jual belinya pun terutama jika objeknya barang-barang bergerak cukup dilakukan dengan lisan, kecuali mengenai benda-benda tertentu, terutama mengenai objek benda-benda tidak bergerak pada umumnya, selalu memerlukan bentuk akta jual beli dengan keperluan penyerahan yang kadang-kadang penyerahan yuridis di samping penyerahan nyata.

Hal-hal yang berhubungan dengan perjanjian jual beli pada dasarnya meliputi kewajiban pihak penjual maupun pembeli:

1. Kewajiban Penjual 2. Kewajiban Pembeli 3. Hak Penjual

4. Hak Pembeli

Kewajiban penjual diatur dalam Pasal 1427 BW yang menegaskan bahwa jika pada saat penjualan, barang yang dijual sama sekali tidak musnah maka pembelian adalah batal, ketentuan tersebut dianggap merugikan penjual ini seolah-olah dengan pembeli ketentuan umum penjual yang dibebani kewajiban untuk menyerahkan barang ditinjau dari segi ketentuan umum hukum perjanjian, adalah berkedudukan sebagai pihak debitur, akan tetapi rasionya terletak pada hakekat jual beli itu sendiri. Umumnya pada jual beli, pihak penjual selamanya yang mempunyai kedudukan lebih kuat dibanding dengan pembeli yang lebih


(24)

lemah jadi penafsiran yang membebankan kerugian pada penjual tentang pengertian persetujuan yang kurang jelas atau yang mengandung pengertian kembar, tidak bertentangan

dengan ketertiban umum (openbare-orde).

Ketentuan Pasal 1473 BW tidak menyebut apa-apa yang menjadi kewajiban pihak penjual, kewajiban itu baru dapat dijumpai pada pasal berikutnya yaitu Pasal 1474 BW. Pada pokoknya kewajiban penjual menurut pasal tersebut terdiri dari dua:

1. Kewajiban penjual untuk menyerahkan barang yang di jual kepada pembeli,

2. Kewajiban penjual pertanggungan atau jaminan (vrijwaring), bahwa barang yang

dijual tidak mempunyai sangkutan apapun baik yang berupa tuntutan maupun pembedaan.

Penyerahan barang dalam jual beli merupakan tindakan yang dijual ke dalam kekuasaan dan pemilikan pembeli. Pada penyerahan barang tadi diperlukan penyerahan

yuridis (juridische levering) di samping penyerahan nyata (eiteljke levering), agar pemilikan

pembeli menjadi sempurna, pembeli harus menyelesaikan penyerahan tersebut (Pasal 1475 BW), misalnya penjualan rumah atau tanah, penjual menyerahkan kepada pembeli, baik secara nyata maupun secara yuridis, dengan jalan melakukan akte balik nama (overschijving) dari nama penjual kepada nama pembeli umumnya terdapat pada penyerahan benda-benda tidak bergerak, lain halnya dengan benda-benda bergerak, penyerahan sudah cukup sempurna dengan penyerahan nyata saja (Pasal 612 BW).

Ongkos penyerahan barang yang dijual diatur dalam Pasal 1874 BW, yang berbunyi biaya penyerahan di pikul oleh si penjual, sedangkan biaya pengambilan dipikul oleh si pembeli jika tidak telah di perjanjikan sebaliknya :


(25)

1. Ongkos barang penyerahan di tanggung oleh penjual. 2. Biaya untuk datang mengambil ditanggung oleh pembeli.

Kedua belah pihak dapat mengatur lain, di luar ketentuan di atas, karena Pasal 1476 BW berlaku sepanjang pihak penjual dan pembeli tidak menentukan lain, pada praktiknya sering ditemukan, pembelilah yang menanggung ongkos penyerahan, jika demikian halnya, sedikit banyak pembelian akan lebih tinggi dan jika pembeli yang menanggung ongkos penyerahan.

Para pihak tidak menentukan tempat penyerahan dalam persetujuan jual beli, maka penyerahan dilakukan di tempat terletak barang yang dijual pada saat persetujuan jual beli terlaksana, ketentuan ini terutama jika barang yang dijual terdiri dari benda tertentu (bepaalde zaak). bagi jual beli barang-barang diluar barang-barang tertentu, penyerahan dilakukan menurut ketentuan Pasal 1393 ayat (2) BW penyerahan di lakukan ditempat kreditur, dalam hal ini di tempat pembeli dan penjual.

Barang yang diserahkan harus dalam keadaan sebagai mana adanya pada saat persetujuan dilakukan, serta saat mulai terjadinya penjualan, segala hasil dan buah yang timbul dari barang, menjadi kepunyaan pembeli (Pasal 1481 BW) berarti sejak terjadinya persetujuan jual beli, pembeli berhak atas segala hasil dan buah yang dihasilkan barang, sekalipun barang belum diserahkan kepada pembeli. Hal ini erat sekali hubungannya yang dijual itu berupa suatu barang yang sudah ditentukan maka barang ini sejak saat pembelian adalah atas tanggung pembeli meskipun penyerahannya belum dilakukan dan penjual berhak menuntut harganya. Resiko yang demikian tentu pantas untuk mensejajarkan dengan kemungkinan keuntungan yang akan diperoleh dari benda tersebut sejak persetujuan jual beli diadakan, adalah pantas menjadi hak pembeli sekalipun barangnya belum diserahkan


(26)

karena itu semua hasil dan buah yang timbul sebelum saat penyerahan harus dipelihara dan diurus oleh penjual sebagaimana layaknya seorang bapak yang berbudi baik.

Kewajiban pembeli adalah kewajiban membayar harga (Pasal 1513 BW) yang berbunyi kewajiban utama pembeli ialah membayar harga pembelian, pada waktu dan tempat sebagaimana ditetapkan menurut persetujuan kewajiban membayar harga merupakan kewajiban yang paling utama bagi pihak pembeli. Pembeli harus menyelesaikan pelunasan harga bersamaan dengan penyerahan barang. Jual beli tidak akan ada artinya tanpa pembayaran harga. Sebabnya Pasal 1513 BW sebagai pasal yang menentukan kewajiban pembeli dicantumkan sebagai pasal pertama, yang mengatur kewajiban pembeli membayar harga barang yang dibeli. Sangat beralasan sekali menganggap pembeli yang menolak

melakukan pembayaran berarti telah melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatig).

Tempat saat pembayaran pada prinsipnya bersamaan dengan tempat dan saat penyerahan barang. Inilah prinsip umum mengenai tempat dan saat pembayaran. Yang utama harus dilakukan di tempat dan saat yang telah ditentukan dalam perjanjian barulah dijadikan pedoman prinsip umum diatas. Pembeli wajib melakukan pembayaran di tempat dan saat dilakukan penyerahan barang.

Aturan yang diuraikan, maka dapat dilihat :

1. Pembayaran barang generik harus dilakukan di tempat tinggal pembeli. Hal ini

sesuai dengan ketentuan, bahwa penyerahan atas barang generik dilakukan di tempat tinggal/kediaman pembeli

2. Pembayaran barang-barang tertentu dilakukan di tempat di mana barang tertentu


(27)

BW, yang menentukan penyerahan atas barang-barang tertentu harus dilakukan di tempat dimana barang tertentu terletak ataupun di tempat kediaman penjual. Sesuatu hal yang barang kali dikejar oleh ketentuan Pasal 1514 BW, di mana pembayaran harus dilakukan ditempat penyerahan barang, bertujuan agar pembayaran dan penyerahan barang yang dibeli terjadi bersamaan dalam waktu yang sama sehingga pembayaran dan penyerahan barang terjadi serentak ditempat dan saat yang sama.

Hak menangguhkan/menunda terjadi sebagai akibat gangguan (stornis) yang dialami

oleh pembeli atas barang yang dibelinya. Gangguan itu berupa gugatan/tuntutan berupa hak hipotik pihak ketiga yang masih melekat pada barang. Bisa juga berupa gabungan hak reklame penjual semula oleh karena harganya belum dilunasi. Gangguan itu sedemikian rupa sehingga pembeli benar-benar terganggu menguasai dan memiliki barang tersebut. Hak penundaan sengaja diberikan kepada pembeli, demi untuk perlindungan pembeli atas kesewenang-wenangan penjual yang tidak bertanggung jawab atas jaminan barang yang dijualnya terbebas dari gangguan dan pembebanan. Hak menangguhkan pembayaran akibat gangguan baru berakhir sampai ada kepastian lenyapnya gangguan. Kalau yang mengalami gangguan sebagian saja, bagaimana penyelesaiannya. Peristiwa ini tidak ada diatur di dalam Pasal 1516 BW. Untuk mencari penyelesaiannya atas kasus-kasus seperti itu, paling tepat pergunakan analogi aturan yang dirumuskan pada Pasal 1500 BW yang berbunyi :

“Jika yang harus diserahkan hanya sebagian dari harganya, sedangkan bagian itu dalam hubungannya dengan keseluruhan adalah sedemikian pentingnya hingga si pembeli seandainya bagian itu tidak ada, takkan membeli barangnya maka ia dapat meminta pembatalan pembeliannya“.


(28)

Jika yang terganggu hanya sebahagian dari harganya, sedangkan bagian itu dalam hubungan keseluruhanya adalah sedemikian pentingnya hingga pembeli seandainya bagian itu tidak ada, takkan membeli barangnya maka ia dapat membatalkan pembeliannya. Apabila yang terganggu hanya sebagian saja pembeli dapat memilih :

1. Menuntut pembatalan jual beli

2. Jual beli jalan terus dan menagguhkan pembayaran hanya untuk sejumlah harga

bagian yang terganggu saja.

Atas kebijaksaan mempergunakan analogi Pasal 1500 BW tersebut, dengan sendiri telah dapat diatasi permasalahan penanggulangan pembayaran atas gangguan yang terjadi atas sebagian barang, yakni jual beli dapat dilanjutkan dengan jalan menunda pembayaran hanya sebesar harga bagian barang yang terganggu, selebihnya dapat dilunasi pembeli.

Gangguan maupun cacat tidak ada, namun pembeli tidak mau melakukan pembayaran, maka menurut Pasal 1517 BW, penjual dapat menuntut pembatalan jual beli sesuai dengan ketentuan Pasal 1266 dan 1267 BW. Pasal 1517 ini sudah agak berlebihan sudah cukup jelas dipergunakan alasan wanprestasi atas dasar moral kredit, sebab keingkaran melakukan pembayaran telah menetapkan pembelian dalam keadaan lalai (moral). Keadaan lalai itu adalah dasar hukum untuk menempatkan seseorang dalam wanprestasi. Objek jual belinya terdiri dari barang-barang yang bergerak (barang-barang biasa, perabotan rumah tangga dan sebagainya) jika dalam persetujuan telah ditetapkan jangka waktu tertentu bagi pembeli untuk mengambil barang dan waktu tersebut tidak ditepati oleh si pembeli, jual beli dengan sendirinya batal menurut hukum tanpa memerlukan teguran lebih dulu dari pihak penjual


(29)

Pada transaksi jual beli, harga barang merupakan hal yang penting, harga ini harus berupa uang, sebab kalau harga itu berupa suatu barang maka tidak terjadi jual beli, melainkan yang terjadi tukar menukar. Sifat konsensuil dari jual beli tersebut dapat dilihat pada Pasal 1458 BW, yang mengatakan bahwa jual beli sudah dianggap terjadi antara kedua belah pihak setelah mereka mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum di serahkan maupun harganya belum dibayar, dengan lahirnya kata sepakat maka lahirlah perjanjian dan pada saat itu timbul hak dan kewajiban, maka perjanjian jual beli dikatakan juga sebagai perjanjian kosensuil dan sering juga disebut perjanjian obligator.

Pihak yang mengadakan perjanjian setelah lahirnya hak dan kewajiban menganggap dirinya sudah mempunyai status yang lain, artinya sudah menganggap dirinya sebagai pemilik atas barang yang diperjanjikan tersebut, seharusnya pembeli baru menjadi pemilik atas barang tersebut setelah diadakannya penyerahan. Mengenai penyerahan hak milik ini, perlu diperhatikan barang-barang yang harus diserahkan, karena penyerahan barang tidak bergerak berbeda dengan penyerahan barang yang bergerak, kalau barang bergerak cukup dilakukan dengan penyerahan secara nyata saja, atau penyerahan dari tangan ke tangan saja, yang menyebabkan seketika pembeli menjadi pemilik barang.

Penyerahan ini dilakukan berdasarkan Pasal 612, 613 dan 616 BW, ini sudah ditegaskan dalam Pasal 1459 BW, yang mengatakan bahwa hak milik atas barang yang dijual tidaklah berpindah kepada pembeli selama penyerahannya belum dilakukan menurut Pasal 612, 613 dan 616 BW. Pasal 616 BW mengatur bahwa penyerahan atau penunjukan akan kebendaan tak bergerak di lakukan dengan pengumuman akan akta yang bersangkutan dengan cara seperti yang telah ditentukan dalam Pasal 620 BW.


(30)

Penyerahan dikatakan sah apabila memenuhi syarat yaitu :

1. Adanya Alasan Hal yang Sah (titel)

Hubungan hukum yang mengakibatkan penyerahan tersebut misalnya, jual beli, pemberian hibah tukar menukar. Perjanjian ini tidak sah maka penyerahannya tidak sah pula, atau dianggap tidak ada pemindahan hak milik.

2. Orang yang Dapat Berbuat Bebas atas Barang Itu

Orang yang dapat membuat bebas barang itu, yaitu orang yang berkewenangan penuh untuk memindah tangankan barang itu, atau orang yang diberi kuasa oleh si pemiliknya, Ini juga harus diperhatikan supaya penyerahan itu sah.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar dapat terlaksana dengan baik yaitu6 :

1. Cara berkomunikasi antara kedua belah pihak harus memperhatikan situasi

untuk memberikan informasi untuk hal yang tidak pantas (illegal).

2. Garansi Vrijwaring

Bahwa di dalam perjanjian tersebut harus dinyatakan jaminan yang harus di buat oleh salah satu pihak (penjual) dan harus bebas dari unsur penjiplakan, memperhatikan hak intelektual dan tidak melanggar ketentuan hukum yang berlaku.

3. Biaya

Para pihak dapat mengadakan kesepakatan bahwa kewajiban untuk membayar

ganti rugi dilakukan dengan risk sharing (pembagian resiko).

6

Hetty Hassanah, Metode alternatif Penyelesaian Sengketa, Materi Perkuliahan, Fakultas Hukum UNIKOM,Bandung, 2009


(31)

4. Pembayaran

Cara dan harga pembayaran apakah pembayaran sekaligus kredit ataupun pembayaran dari jumlah tertentu dari tugas yang telah di selesaikan.

5. Kerahasiaan

Transaksi jual beli secara elektronik, sama halnya dengan transaksi jual beli biasa yang dilakukan di dunia nyata, dilakukan oleh para pihak yang terkait, walaupun dalam jual beli secara elektronik ini pihak-pihaknya tidak bertemu secara langsung satu sama lain, tetapi berhubungan melalui internet. Pada transaksi jual beli secara elektronik, pihak-pihak yang terkait antara lain7:

1. Penjual atau merchant atau pengusaha yang menawarkan sebuah produk melalui

internet sebagai pelaku usaha;

2. Pembeli atau konsumen yaitu setiap orang yang tidak dilarang oleh undang-undang,

yang menerima penawaran dari penjual atau pelaku usaha dan berkeinginan untuk melakukan transaksi jual beli produk yang ditawarkan oleh penjual/pelaku

usaha/merchant.

3. Bank sebagai pihak penyalur dana dari pembeli atau konsumen kepada penjual

atau pelaku usaha/merchant, karena pada transaksi jual beli secara elektronik, penjual dan pembeli tidak berhadapan langsung, sebab mereka berada pada lokasi yang berbeda sehingga pembayaran dapat dilakukan melalui perantara dalam hal ini bank;

4. Provider sebagai penyedia jasa layanan akses internet.

7


(32)

Pada dasarnya pihak-pihak dalam jual beli secara elektronik tersebut, masing-masing

memiliki hak dan kewajiban. Penjual/pelaku usaha/merchant merupakan pihak yang

menawarkan produk melalui internet, oleh karena itu, seorang penjual wajib memberikan informasi secara benar dan jujur atas produk yang ditawarkannya kepada pembeli atau konsumen. Penjual juga harus menawarkan produk yang diperkenankan oleh undang-undang, maksudnya barang yang ditawarkan tersebut bukan barang yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, tidak rusak ataupun mengandung cacat tersebunyi, sehingga barang yang ditawarkan adalah barang yang layak untuk diperjualbelikan, transaksi jual beli termaksud tidak menimbulkan kerugian bagi siapapun yang menjadi pembelinya. Seorang penjual atau pelaku usaha memiliki hak untuk mendapatkan pembayaran dari pembeli/konsumen atas harga barang yang dijualnya, juga berhak untuk mendapatkan perlindungan atas tindakan pembeli/konsumen yang beritikad tidak baik dalam melaksanakan transaksi jual beli secara elektronik ini.

Seorang pembeli/konsumen memiliki kewajiban untuk membayar harga barang yang telah dibelinya dari penjual sesuai jenis barang dan harga yang telah disepakati antara penjual dengan pembeli tersebut. Selain itu, pembeli juga wajib mengisi data identitas diri yang sebenar-benarnya dalam formulir penerimaan. Pembeli/konsumen berhak mendapatkan informasi secara lengkap atas barang yang akan dibelinya dari seoarng penjual, sehingga pembeli tidak dirugikan atas produk yang telah dibelinya itu. Pembeli juga berhak mendapatkan perlindungan hukum atas perbuatan penjual/pelaku usaha yang beritikad tidak baik.

Bank sebagai perantara dalam transaksi jual beli secara elektronik, berfungsi sebagai penyalur dana atas pembayaran suatu produk dari pembeli kepada penjual produk itu, karena


(33)

mungkin saja pembeli/konsumen yang berkeinginan membeli produk dari penjual melalui internet berada di lokasi yang letaknya saling berjauhan sehingga pembeli termaksud harus menggunakan fasilitas bank untuk melakukan pembayaran atas harga produk yang telah dibelinya dari penjual, misalnya dengan proses pentransferan dari rekening pembeli kepada

rekening penjual (acount to acount).

Provider merupakan pihak lain dalam transaksi jual beli secara elektronik, dalam hal ini provider memiliki kewajiban untuk menyediakan layanan akses 24 jam kepada calon pembeli untuk dapat melakukan transaksi jual beli secara elektronik melalui media internet dengan penjual yang menawarkan produk lewat internet tersebut, dalam hal ini terdapat

kerjasama antara penjual/pelaku usaha dengan provider dalam menjalankan usaha melalui

internet ini.

Proses jual beli secara elektronik dapat berupa8 :

1. Business to Business, merupakan transaksi yang terjadi antar perusahaan dalam hal ini, baik pembeli maupun penjual adalah sebuah perusahaan dan bukan perorangan. Biasanya transaksi ini dilakukan karena telah saling mengetahui satu sama lain dan transaksi jual beli tersebut dilakukan untuk menjalin kerjasama antara perusahaan itu.

2. Customer to Customer, merupakan transaksi jual beli yang terjadi antara individu dengan individu yang akan saling menjual barang.

3. Customer to Business, merupakan transaksi jual beli yang terjadi antara individu sebagai penjual dengan sebuah perusahaan sebagai pembelinya.

8


(34)

4. Customer to Government, merupakan transaksi jual beli yang dilakukan antara individu dengan pemerintah, misalnya dalam pembayaran pajak.

Pasal 17 Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang berbunyi : (1). Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik

ataupun privat.

(2). Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama transaks berlangsung. Kontrak elektronik dalam transaksi elektronik, harus memiliki kekuatan hukum yang sama dengan kontrak konvensional. Kontrak elektronik harus juga mengikat para pihak sebagaimana Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan bahwa transaksi elektronik yang dituangkan ke dalam kontrak elektronik mengikat para pihak. Para pihak pada jual beli elektronik memiliki kebebasan untuk memilih hukum yang berlaku bagi transaksi elektronik yang sifatnya internasional, seperti yang dijelaskan dalam Pasal 18 UU ITE bahwa para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi transaksi elektronik internasional yang dibuatnya. Selain itu para pihak juga memiliki kewenangan untuk menentukan forum penyelesaian sengketa, baik melalui pengadilan atau melalui metode penyelesaian sengketa alternatif.

Berkaitan dengan hal ini, Pasal 18 ayat (3) UU ITE, maka apabila para pihak tidak melakukan pilihan forum dalam kontrak elektronik internasional, prinsip yang dapat digunakan adalah prinsip yang terkandung dalam Pasal 18 ayat (4) UU ITE yang menyebutkan bahwa para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang


(35)

menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi elektronik internasional yang dibuatnya.

Pasal 19 UU ITE menyatakan bahwa para pihak yang melakukan transaksi elektronik harus menggunakan sistem elektronik yang disepakati. Hal ini berarti sebelum melakukan transaksi elektronik, maka para pihak menyepakati sistem elektronik yang akan digunakan untuk melakukan transaksi, kecuali ditentukan lain oleh para pihak, transaksi elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim pengirim telah diterima dan disetujui oleh penerima sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 20 ayat (1) UU ITE. Transaksi elektronik baru terjadi jika adanya penawaran yang dikirimkan kepada penerima dan adanya persetujuan untuk menerima penawaran setelah penawaran diterima secara elektronik.

Pihak yang terkait seringkali mempercayakan pihak ketiga sebagai agen elektronik dalam melakukan transaksi elektronik. Pertanggungjawaban atas akibat dalam pelaksanaan transaksi elektronik harus dilihat dari kewenangan yang diberikan kepada agen oleh para pihak untuk melakukan transaksi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 21 ayat (1) UU ITE bahwa pengirim atau penerima dapat melakukan transaksi elektronik sendiri, melalui pihak yang dikuasakan olehnya, atau melalui agen elektronik. Transaksi dilakukan sendiri, maka orang yang melakukan transaksi yang menanggung akibat hukumnya. Transaksi dilakukan oleh pihak ketiga dengan pemberian kuasa, maka yang bertanggung jawab jatuh kepada pihak yang memberi kuasa. Namun apabila transaksi dilakukan melalui agen elektronik, maka tanggung jawab menjadi tanggung jawab penyelenggara agen elektronik mengenai hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 21 ayat (2) angka 3 UU ITE.


(36)

Pasal 21 ayat (3) UU ITE menyatakan apabila kerugian transaksi elektronik disebabkan gagal beroperasinya agen elektronik akibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap sistem elektronik, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara agen elektronik. Pasal 21 ayat (4) menyebutkan bahwa jika kerugian transaksi elektronik disebabkan gagal beroperasinya agen elektronik akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab pengguna jasa layanan. Pasal 21 ayat (5) menjelaskan bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna sistem elektronik.

Menurut BW, pada prinsipnya suatu perjanjian adalah bebas, tidak terikat pada bentuk tertentu, namun bila undang-undang menentukan syarat sahnya perjanjian seperti bila telah dibuat secara tertulis, atau bila perjanjian dibuat dengan akta notaris, perjanjian semacam ini di samping tercapainya kata sepakat terdapat pengecualian yang ditetapkan undang-undang berupa formalitas-formalitas tertentu. Perjanjian semacam ini dikenal dengan perjanjian formil, apabila formalitas-formalitas tersebut tidak dipenuhi, maka perjanjian tersebut akan

terancam batal (seperti pendirian PT atau pengalihan hak atas tanah). Hal tersebut dalam

e-commerce dapat diterapkan secara analogis, ketentuan dari Buku III BW tentang Hukum Perikatan.

Kontrak elektronik dalam transaksi elektronik, harus memiliki kekuatan hukum yang sama dengan kontrak konvensional, oleh karena itu, kontrak elektronik harus juga mengikat para pihak sebagaimana ditentukan Pasal 18 ayat (1) UU ITE. Khusus untuk perdagangan

elektronik, ternyata ada pembagian menjadi sistem perdagangan elektronik yang online dan


(37)

1. Dengan sistem pembayaran elektronik yang on-line, setiap dilakukan transaksi keabsahan dari pedagang yang melakukannya dapat dipergunakan oleh konsumen sebelum konsumen dapat mengambil barang yang diinginkannya. Jadi minimal ada

tiga pihak yang terlibat dalam sistem pembayaran on-line, yakni konsumen,

pedagang dan pihak yang melakukan proses otoritas atau otentikasi transaksi. Pada

sistem pembayaran on-line, terjadi proses authorize and wait response, yang

durasinya relatif singkat.

2. Ada juga sistem pembayaran elektronik off-line. Konsumen dan pedagang dapat

melakukan transaksi tanpa perlu ada pihak ketiga untuk melakukan proses

otentikasi dan otorisasi saat berlangsungnya transaksi off-line, sama halnya dengan

uang kontan biasa. Pada sistem yang off-line, pedagang dapat menanggung risiko

jika sudah menyerahkan dagangannya kepada konsumen dan ternyata hasil otorisasi atau otentikasi membuktikan bahwa pembayaran oleh konsumen yang bersangkutan itu tidak sah. Jadi meskipun dapat dilakukan proses pemeriksaan, namun konsumen dan pedagang umumnya tidak menunggu konfirmasi keabsahan transaksi. Secara umum, suatu transaksi perdagangan seyogyanya dapat menjamin:

a. Kerahasiaan (confidentiality): data transaksi harus dapat disampaikan secara

rahasia, sehingga tidak dapat dibaca oleh pihak-pihak yang tidak diinginkan

b. Keutuhan (integrity): data setiap transaksi tidak boleh berubah saat

disampaikanmelalui suatu saluran komunikasi.


(38)

1) Keabsahan pihak-pihak yang melakukan transaksi : bahwa konsumen adalah seorang pelanggan yang sah pada suatu perusahaan penyelenggara sistem

pembayaran tertentu (misalnya kartu kredit Visa dan Mastercard), atau

kartu kredit seperti Kualiva dan StandCard misalnya) dan keabsahan

keberadaan pedagang itu sendiri.

2) Keabsahan data transaksi : data transaksi itu oleh penerima diyakini dibuat oleh pihak yang mengaku membuatnya (biasanya sang pembuat data tersebut membutuhkan tanda tangannya). Hal ini termasuk pula jaminan bahwa tanda tangan dalam dokumen tersebut tidak bisa dipalsukan atau diubah.

d. Dapat dijadikan bukti/tak dapat disangkal (non-repudation) catatan mengenai

transaksi yang telah dilakukan dapat dijadikan barang bukti di suatu saat jika ada perselisihan.

B. Ruang Lingkup Hewan-Hewan yang Dilindungi Di Indonesia

Indonesia terkenal dengan keanekaragaman hayati yang besar. Diperkirakan bahwa sebanyak 300.000 (tiga ratus ribu) spesies hewan yang menghuni ekosistem di negeri ini, ini artinya setara dengan sekitar 17% spesies fauna di seluruh dunia. Jumlah 515 (lima ratus lima belas) spesies mamalia, Indonesia memiliki lebih banyak spesies mamalia daripada bangsa manapun, dan ada 1.539 (seribu lima ratus tiga puluh sembilan) spesies burung dan serta 50% dari spesies ikan seluruh dunia dapat ditemukan dalam sistem air laut dan air


(39)

Conservation Union (IUCN, 2003) telah mengeluarkan daftar hewan yang terancam punah, sebanyak 147 (seratus empat puluh tujuh) jenis mamalia, 114 (seratus empat belas) burung,

91 (sembilan puluh satu) spesies ikan9.

Perdagangan satwa liar merupakan ancaman serius bagi banyak spesies di Indonesia. Lebih dari 95% satwa yang dijual di pasar yang diambil langsung dari alam dan bukan hasil penangkaran. Lebih dari 20% satwa yang dijual di pasar untuk konsumsi adalah hewan yang dilindungi. Spesies terancam punah dan dilindungi tersebut masih banyak diperdagangkan

secara bebas, tentunya harga hewan langka tersebut semakin melambung tinggi. World

Conservation Union (IUCN) memperoleh data bahwa satwa liar spesies terancam punah dan dilindungi tersebut masih banyak diperdagangkan secara bebas, seperti :

1. Sekitar 115.000 ekor burung nuri ditangkap setiap tahun di alam liar Papua dan

Maluku, termasuk jenis yang sangat terancam punah seperti Kakatua (Probosciger atterimus), Nuri Kepala Hitam (Lorius lory) dan Kakatua Jambul

Kuning (Cacatua galerita).

2. Pada tahun 1999, sekitar 27.000 penyu dibantai setiap tahun di Bali untuk sate

dan kulitnya digunakan untuk membuat perhiasan bagi wisatawan. Telah terjadi peningkatan dalam memerangi dan mengurangi perdagangan penyu hingga 80%, penyelundupan ilegal penyu di Bali masih berlangsung.

3. Setiap tahun 1000 ekor Orangutan Kalimantan yang diselundupkan ke Jawa dan

luar negeri. Menangkap bayi orang utan, para pemburu akan membunuh induknya. Setidaknya satu orangutan mati untuk setiap bayi diambil.

9

http:/id.wikipedia.org/wiki/Konservasi pelestarian,Bandung, Diakses Pada Tanggal 21 april 2011, Pukul 20.15 WIB


(40)

4. Sedikitnya 2.500 ekor lutung jawa hitam (Trachypithecus auratus) setiap tahunnya diburu untuk perdagangan ilegal dan untuk diambil dagingnya.

5. Setidaknya 3.000 ekor Lempiau (gibbon) diburu setiap tahunnya untuk

perdagangan satwa liar dalam negeri atau akan diselundupkan ke luar negeri.

6. 40% dari binatang liar terjebak mati sebagai akibat dari kekejaman dan

penderitaan yang terjadi saat menangkap, transportasi, kandang sempit, makanan yang tidak memadai serta kekurangan air.

7. 60% dari binatang liar secara ilegal diperdagangkan di pasar satwa gelap lokal

dari spesies yang terancam punah dan dilindungi.

8. 70% primata dan kakatua yang di pelihara juga menderita dari masalah fisik dan

perlakuan pemiliknya10.

Hal yang biasa terjadi di Indonesia bagi orang yang memelihara binatang liar di kandangnya, sering tidak menyadari bahwa ini bisa berakibat kejam untuk hewan dan merusak spesies. Kompetisi burung bernyanyi yang umum dilakukan beberapa daerah, khususnya Jawa, merangsang perburuan dan perdagangan dari spesies tertentu, yang beberapa di antaranya terancam punah. Perdagangan dan penyelundupan satwa liar yang dilindungi di Indonesia pada tahun 2009 masih terbilang tinggi. Survey terakhir ProFauna Indonesia ditujuh puluh pasar burung yang dilakukan pada 2009 menemukan ada 183 ekor jenis satwa dilindungi yang diperdagangkan. Tujuh puluh pasar burung atau lokasi yang dikunjungi di 58 kota tersebut, tercatat ada empat belas pasar burung yang memperdagangkan burung nuri dan kakatua,dua puluh satu pasar memperdagangkan primata, sebelas pasar memperdagangkan mamalia dan tiga belas pasar memperdagangkan

10


(41)

raptor (burung pemangsa). Selain itu tercatat ada sebelas pasar lokasi yang memperdagangkan jenis burung berkicau yang dilindungi.

Propinsi yang paling banyak memperdagangkan satwa dilindungi adalah Jawa Timur, sedangkan kota yang paling banyak memperdagangkan jenis-jenis satwa dilindungi adalah Pasar Burung Depok di Kota Solo, Propinsi Jawa Tengah. Urutan berikutnya adalah Kota Ambarawa. Perdagangan satwa dilindungi di pasar-pasar burung besar seperti di Surabaya, Semarang dan Jakarta terjadi secara sembunyi-sembunyi. Satwa dilindungi tidak dipajang secara terbuka, namun disembunyikan di gudang atau rumah pedagang.

Perdagangan satwa langka bukan hanya terjadi di Pulau Jawa saja, namun juga di Sumatera dan Bali. Kota di Sumatera yang patut mendapat perhatian serius dari pemerintah karena sering dijumpai perdagangan satwa langka adalah Palembang. Salah satu pusat perdagangan satwa di Palembang adalah Pasar enam belas Ilir yang memperdagangkan berbagai jenis satwa langka seperti elang, siamang, lutung, kukang, trenggiling. Palembang juga masih menjadi pusat perdagangan trenggiling di Sumatera.

Kasus satwa yang menonjol di Bali adalah kasus perdagangan penyu, jauh menurun dibandingkan sebelum tahun 2000, namun penyelundupan penyu ke Bali masih terjadi secara sembunyi-sembunyi. Salah satu kasus yang terungkap adalah kasus tertangkapnya nelayan yang hendak menyelundupkan tujuh ekor penyu ke Bali pada tanggal 30 Mei 2009. Di Bali juga masih ada sedikitnya enam lokasi yang memelihara penyu secara ilegal atas nama pariwisata. Lokasi tersebut adalah terpusat di Tanjung Benoa. Ini membuktikan bahwa Bali masih menjadi tujuan utama perdagangan penyu di Indonesia.


(42)

Satwa liar dikelompokan dalam dua golongan yaitu satwa dilindungi dan tidak dilindungi. Dengan demikian, satwa yang dilindungi tidak boleh diperjualbelikan dan dipelihara tanpa ijin berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor :

P. 19/Menhut-Ii/2010 Tentang PenggolonganDan Tata Cara Penetapan Jumlah Satwa Buru,

diantaranya yaitu jenis Satwa owa, Kukang, Nuri Kepala Hitam, Orang Utan, Siamang, Kakatua, Beruang, Harimau, Jalak Bali,Bayan,Penyu Hijau, Penyu Sisik, satwa-satwa tersebut dilindungi karena keberadaannya di alam telah langka, sehingga jika tetap diburu untuk diperjualbelikan dikhawatirkan satwa tersebut akan punah dari alam. Menurut Pasal 21 ayat (2) dan Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya, pelaku perdagangan atau pemeliharaan satwa yang dilindungi tanpa ijin dapat dijerat hukuman penjara maksimal 5 (lima) tahun penjara dan dikenakan denda Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah). Di samping Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya, perdagangan hewan yang dilindungi tersebut bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Satwa Dan Tumbuhan.

Saat ini terdapat sekitar sepuluh jenis kanguru yang terdapat di kawasan Indonesia Pasifik, separuhnya berada di Indonesia. Salah satu jenis di antaranya baru saja ditemukan

kanguru pohon mbaiso (dendrolagus mbaiso) ditemukan di kawasan hutan sub alpin Papua.

Jenis lainnya adalah kanguru pohon hias (denrolagus goodfellowi), kanguru pohon ndomea

(dendrolagus dorianus), kanguru pohon nemena (d.ursinus), dan kanguru pohon wakera. Bentuk dan jenis dari hewan ini tidak mengalami banyak perbedaan, hanya ukurannya saja yang berbeda. Kanguru adalah binatang mamalia berkantung yang ganjil dan aneh,


(43)

wajahnya mirip rusa berjalan dengan cara melompat dan memiliki kaki belakang yang ukurannya lebih besar dari kedua kaki depannya.

Jenis satwa ini populasinya hanya berada di Papua dan termasuk hewan yang dilindungi pemerintah Indonesia, sekalipun populasinya cukup banyak karena seiring tingginya perburuan hewan mamalia ini, maka sejak tahun 1970 kanguru sebagai hewan yang dilindungi tidak boleh ditangkap, dipelihara atau diperjualbelikan. Keunikan lain dari binatang melompat ini adalah memiliki kantung di bagian depan tubuhnya atau di bagian

perutnya untuk membawa anaknya. Jenis kanguru darat dan kanguru pohon (lau-lau) adalah

keluarga dari macropdidae yang penyebarannya hanya terbatas di Australia dan Papua.

Kanguru adalah satwa pemakan tumbuhan, hewan ini hidup sesuai dengan namanya. Kanguru pohon hidup di atas pohon walaupun ia juga berada ditanah untuk mencari minum.

Kelompok ini juga biasa hidup di antara lebatnya hutan dan semak belukar. Bentuk ekor dari kanguru pohon agak panjang dan bulat serta berbulu lebat dari pangkal hingga ujung ekornya, sedangkan bentuk moncongnya lebih runcing dari bentuk moncong kanguru darat. Kanguru darat kedua kaki depannya jauh lebih kecil dari kaki belakangnya, ekornya meruncing pada bagian ujung dan tidak berbulu. Moncongnya tidak terlalu runcing dan tidak berbulu seperti kanguru pohon. Cakarnya pun lebih kecil, mungkin ini disesuaikan dengan kebutuhannya yang tidak perlu berpegangan. Di Papua terdapat tiga jenis kanguru pohon

kanguru pohon berasal dari marga denrolagus, yang paling sering ditemui adalah jenis

dendrolagus goodfellowi, yang kulit tubuhnya berwarna cokelat sawo matang, sedangkan

kanguru jenis denrolagus dorsianus yang terdapat di daerah pegunungan, bulunya berwarna

cokelat muda ukuran tubuh dari kanguru pohon kira-kira dan ekornya lebih pendek. Di


(44)

hidup di daerah pantai hingga pegunungan thylogale stigmata adalah salah satu jenis kanguru darat yang menempati wilayah di daerah pantai selatan Papua. Warna bulu dari jenis kanguru ini cukup cerah, yaitu kuning kecokelatan. Sedangkan di Merauke, terdapat jenis wallabaia agilis.

Di Papua bagian utara terdapat jenis dorcopsis hageni yang warna bulunya cokelat

sawo matang. Setiap kali hewan ini melahirkan hanya memiliki seekor bayi, dan hanya

dapat menyimpan embrio atau bakal bayi dalam tubuhnya sampai hampir sebelas bulan.

Embrio ini akan berkembang bila anak yang di kantung sudah besar dan musimnya cocok. Anak kanguru dilahirkan dengan keadaan buta, tanpa bulu, kecil, dan masih menempel pada puting induknya. Karena itu, ia butuh kantung induknya untuk berlindung. Ekornya yang besar diperlukan untuk menjaga keseimbangan ketika ia melompat. Kanguru

darat memiliki kepandaian melompat dibandingkan dengan kanguru pohon (lau-lau).

Hal-hal di atas membuktikan bahwa Papua semakin mempesona, karena kelangkaan satwa tersebut pemerintah melindungi satwa langka untuk pencegahan dari kepunahan mamalia yang sering diburu dan di perjualbelikan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab demi

kepentingan pribadi11.

11

http:/id.wikipedia.org/wiki/jual-beli hewan yang dilindungi,Bandung, Diakses Pada Tanggal 21 april 2011, Pukul 20.00 WIB


(45)

BAB III

JUAL BELI HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI INTERNET

A. Para Pihak yang Terkait Jual Beli Hewan yang Dilindungi melalui Internet

Dewasa ini perkembangan pembangunan di bidang teknologi informasi semakin maju, terlihat dengan adanya perubahan di berbagai bidang baik di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, teknologi bahkan sampai di bidang teknologi informasi. Perubahan tersebut

diakibatkan oleh dunia yang semakin global dan tanpa batas (globalized and

borderlesworld) yang menghilangkan jarak, ruang dan waktu.

Berkaitan dengan pembangunan di bidang teknologi, dewasa ini peradaban manusia dihadirkan dengan adanya fenomena baru yang mampu mengubah hampir setiap kehidupan

manusia, yaitu perkembangan teknologi melalui internet (interconnection network).

Munculnya fenomena ini telah mengubah perilaku manusia dalam berinteraksi dengan manusia lain, baik secara individu maupun kelompok. Di samping itu, kemajuan teknologi tentunya akan berjalan bersamaan dengan perubahan-perubahan di bidang kemasyarakatan. Perubahan-perubahan tersebut dapat mengenai nilai-nilai sosial, kaidah-kaidah sosial, pola-pola perikelakuan, organisasi, susunan lembaga-lembaga kemasyarakatan, kekuasaan dan

interaksi sosial dan lain sebagainya1.

Perkembangan internet merambah berbagai bidang kehidupan di masyarakat, salah

satunya yaitu perdagangan. Pada bidang perdagangan dikenal istilah electronic commerce

transaction. Electronic Commerce Transaction adalah transaksi dagang antara penjual

1

Dikdik M. Arief Mansur, Elisanantris Gultom, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi, Refika Aditama, Bandung, 2005, hlm 84


(46)

dengan pembeli untuk menyediakan barang, jasa atau mengambil alih hak. Kontrak ini

dilakukan dengan media elektronik (digital medium) yang mana para pihak tidak hadir

secara fisik. Medium ini terdapat di dalam jaringan umum dengan sistem terbuka yaitu

internet atau world wide web. Transaksi ini terjadi terlepas dari batas wilayah dan syarat

nasional2. Association for Electronic Commerce secara sederhana mendefinisikan

e-commerce sebagai mekanisme bisnis secara elektronis. CommerceNet, sebuah konsorsium industri, memberikan definisi yang lebih lengkap, yaitu penggunaan jejaring komputer (komputer yang saling terhubung) sebagai sarana penciptaan relasi bisnis.

CommerceNet menambahkan bahwa dalam e-commerce terjadi proses pembelian dan penjualan jasa atau produk antara dua belah pihak melalui internet atau pertukaran dan distribusi informasi antar dua pihak dalam satu perusahaan dengan menggunakan intranet. E-commerce sebagai suatu jenis dari mekanisme bisnis secara elektronis yang memfokuskan diri pada transaksi bisnis berbasis individu dengan menggunakan internet sebagai medium pertukaran barang atau jasa baik antara dua buah institusi (B-to-B) maupun antar institusi dan konsumen langsung (B-to-C). Beberapa kalangan akademisi pun sepakat mendefinisikan e-commerce sebagai salah satu cara memperbaiki kinerja dan mekanisme pertukaran barang, jasa, informasi, dan pengetahuan dengan memanfaatkan teknologi berbasis jaringan

peralatan digital. Terlepas dari berbagai jenis definisi yang ditawarkan dan

dipergunakan oleh berbagai kalangan, terdapat kesamaan dari masing-masing definisi, di

mana e-commerce memiliki karakteristik sebagai berikut 3:

2

Diktat perkuliahan, Richardus Eko Indrajit. E commerce konsep perdagangan dunia maya dan aspek hukumnya, Hukum Bisnis,Universitas Kristen Maranatha, Bandung, 2008, hlm 5

3

Diktat Perkuliahan, Richardus Eko Indrajid. E commerce konsep perdagangan dunia maya dan aspek hukumnya, Hukum Bisnis Genap 2007-2008 Universitas Kristen Maranatha. hlm 1


(47)

1. Terjadinya transaksi antara dua belah pihak 2. Adanya pertukaran barang, jasa, atau informasi

3. Internet merupakan medium utama dalam proses atau mekanisme perdagangan tersebut.

Berdasarkan karakteristik di atas terlihat jelas, bahwa pada dasarnya e-commerce

merupakan dampak dari berkembangnya teknologi informasi dan telekomunikasi, sehingga secara signifikan merubah cara manusia melakukan interaksi dengan lingkungannya,

yang dalam hal ini adalah terkait dengan mekanisme dagang4. Sistem e-commerce juga

melalui tahapan-tahapan aktivitas tertentu yang biasa diistilahkan dengan proses bisnis. Melihat berbagai jenis proses bisnis yang ada, aktivitas transaksi perdagangan antara penjual dan pembeli merupakan hal mendasar yang harus dipahami oleh praktisi bisnis, perusahaan, sekelompok orang, atau individu yang ingin menawarkan produk atau jasanya, dapat memulai rangkaian bisnis dengan menggunakan internet sebagai media berkomunikasi,

dengan bermodalkan sebuah website atau homepage, penjual (seller) dapat memberikan

berbagai informasi sehubungan dengan profil usaha dan produk atau jasa yang ditawarkan.

Manfaat untuk konsumen sebagai calon pembeli (buyers),internet menyediakan akses

secara luas dan bebas terhadap semua perusahaan yang telah mendaftarkan diri di dunia maya.

Pertukaran informasi dalam arena ini dapat dilakukan secara satu arah maupun interaktif melalui beragam produk elektronik, seperti komputer, telepon, faks, dan televisi.

Proses bisnis pertama di dalam sistem e-commerce ini dinamakan sebagai information

sharing. Prinsip penjual di dalam proses ini adalah untuk mencari dan menjaring calon pembeli sebanyak-banyaknya, sementara prinsip pembeli adalah berusaha sedapat mungkin

4


(1)

79 Situs

http://id.wikipedia.org/wiki/ jual-beli hewan yang dilindungi http:/id.wikipedia.org/wiki/IUCN,Bandung


(2)

DAFTAR RIYAWAT HIDUP

Data Pribadi

Nama Lengkap : Pandu Budianto

Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 08 Desember 1982

Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Kp.Lembang Gede Rt/Rw 01/03

Ds.Sangiang Kec.Rancaekek 40394 Bandung.

No Tlp : 087880008220 / (022) 93701470

Pendidikan Formal

 SD Negeri Bojong Salam II Tahun 1989-1994

 SLTP PGRI Cicalengka Tahun 1994-1997

 SMU YADIKA Cicalengka Tahun 1997-2000 Terdafar sebagai Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum Tahun 2004-2011 Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia

(UNIKOM) BANDUNG


(3)

i

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Segala puji serta syukur Penulis panjatkan kepada Allah S.W.T yang telah memberikan segala rahmat dan karunia-Nya, masih memberikan kesempatan kepada Penulis untuk dapat mensyukuri segala nikmat-Nya. Berkat taufik serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul TINJAUAN HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.

Penulis sangat menyadari bahwa dalam pembuatan laporan tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi substansi maupun tata bahasa, sehingga kiranya masih banyak yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu sangat mengharapkan saran dan kritik yang Insya Allah dengan jalan ini dapat memperbaiki kekurangan di kemudian hari.

Pada proses penyusunan tugas akhir ini banyak mendapatkan bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih dengan penuh rasa hormat kepada Ibu Hetty hassanah, S.H.,M.H Selaku dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk


(4)

membimbing dalam penulisan skripsi ini, selain itu juga penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Yth. Bapak Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto, Msc selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia

2. Yth. Bapak Prof. Dr. H. Idrus Affandi, SH. selaku Pembantu Rektor I Universitas Komputer Indonesia

3. Yth. Bapak Prof. Dr. H. Moh. Tadjuddin, MA. selaku Pembantu Rektor II Universitas Komputer Indonesia

4. Yth. Ibu Dr. Aelina Surya selaku Pembantu Rektor III Universitas Komputer Indonesia

5. Yth. Bapak Prof. Dr. H.R. Otje Salman Soemadiningrat, SH. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Komputer

6. Yth. Ibu Hetty Hassanah, SH. Selaku Dosen Wali penulis dan selaku Ketua Jurusan Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia

7. Yth. Bapak Budi F. Supriadi, SH, M.Hum selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia

8. Yth. Ibu Arinita Sandria, SH, MHum, selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia

9. Yth. Ibu Febilita SH, selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia

10.Yth. Bapak Bobi Kurniawan ST, Mkom, selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia


(5)

iii

11.Yth. Ibu Farida Yuliaty, SH, SE, MHum, selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia

12.Yth. Ibu Rachmani Puspitadewi, SH, MHum, selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia

13.Yth. Ibu Rika Rosilawati, A.Md selaku Staff Administrasi Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia

14.Bapak Muray selaku karyawan Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia

Selain itu, Penulis ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada papah dan Mamahku yang sangat penulis sayangi melebihi apapun didunia ini yang telah membesarkan dengan kasih sayangnya dengan tulus hingga saat ini memberikan dukungan moril maupun materil dan selalu mendoakan penulis tanpa henti terimaksih pah,mah aku selalu menyayangi kalian dan akan berusaha menjadi anak yang berguna agar tidak menjadi sia-sia apa yang telah kalian berikan selama ini, Neli Ayu Nurani yang selalu mendukung dan memberikan semangat untukku selalu mendukungku baik suka maupun duka, walaupun tiap hari sibuk dengan nasabah-nasabahnya, tapi kamu selalu mengingatkanku,memberikan semngat untukku.

Sahabat-sahabatku terima kasih sudah mau menjadi sahabat bagi penulis telah menerima penulis apa adanya serta mau menerima kekurangan dari penulis terimakasih telah memberikan kasih sayang dan pengertiannya, sandi, icha,verlin, angga, boim, selalu semangat dan terus semangat dalam berkarya dalam musik. Teman-teman seperjuangan risma, sapril, ajeng, agus, dany, weka, faris, dan


(6)

semua mohon maaf tidak bisa Penulis sebutkan satu persatu. Tak lupa pula Penulis ucapkan permohonan maaf atas segala kekhilafan, memohon agar dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya. Mudah-mudahan segala amal baik, dorongan moral maupun materil yang telah diberikan oleh semua pihak kepada Penulis semoga mendapat balasan dan imbalan yang setimpal dari Allah SWT dan semoga Allah SWT senantiasa melindungi dan meridhoi setiap amal perbuatan dan usaha dari pengalaman hidup kita.

Wassalam

Bandung, Juli 2011


Dokumen yang terkait

Tinjauan Hukum Mengenai Alih Fungsi Bangunan Bersejarah Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya JUNCTO Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

1 18 86

Tinjauan hukum Mengenai Penggunaan Alat Pendeteksi Kebohongan (LIe Detector) Pada Proses Pengadilan Pidana Dihubungkan Dengan Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana Juncto Undang - Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Tr

0 4 1

Penegakan Hukum Atas Perburuan Liar Jalak Bali di Taman Nasional Bali Barat Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Juncto Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1994 Tentang Perburuan Satwa

0 2 1

Tinjauan Hukum Mengenai Praktik Prostitusi yang Dilakukan Melalui Media Internet Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

0 2 1

Tinjauan Hukum Mengenai Informasi Lowongan Kerja Pada Internet Dihubungkan Dengan Undang - Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

0 7 91

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PERDAGANGAN SATWA LIAR YANG DILINDUNGI OLEH BALAI KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM PROVINSI JAWA TENGAH DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA.

0 0 13

Efektivitas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Dalam Upaya Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Ilegal Satwa Liar Dilindungi Non-Endemik di Indonesia.

0 0 9

EFEKTIVITAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DALAM UPAYA PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ILEGAL SATWA LIAR DILINDUNGI NON-ENDEMIK DI INDONESIA.

0 0 20

BAB I PENDAHULUAN - Peran Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Bangka Belitung terhadap perlindungan hukum satwa liar yang dilindungi ditinjau dari undang-undang nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya - Repos

0 0 17

PEMANFAATAN ZONA KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG RINJANI DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA - Repository UNRAM

0 0 21