27 Menyusun
dan menyampaikan
laporan pelaksanaan
kegiatan Pemberdayaan
Perangkat Perlindungan ke Dinas Provinsi
yang membidangi perkebunan dan Direktorat Jenderal Perkebunan
cq.
Direktorat Perlindungan
Perkebunan.
C. Lokasi, Jenis dan Volume
1. Pemberdayaan Perangkat Perlindungan a. Operasional LL
Kegiatan operasional LL di 26 provinsi. Data rincian lokasi disajikan pada
Lampiran 4.
b. Operasional LUPH Kegiatan operasional LUPH di 4
provinsi. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 5.
c. Operasional Sub Lab Hayati Operasional Sub Lab Hayati di 12
provinsi. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 6.
d. Operasional Brigade Proteksi Tanaman Kegiatan operasional Brigade Proteksi
Tanaman di 32 provinsi. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 7.
28 2. Jenis dan Volume Kegiatan
a. Lokasi, jenis dan volume kegiatan pemberdayaan perangkat perlindu-
ngan tanaman
disajikan pada
Lampiran 4-7. b. Lokasi, jenis dan volume kegiatan
pemberdayaan petugas pengamat OPT perkebunan disajikan pada Lampiran
Lampiran 8.
D. Simpul Kritis
1. Simpul Kritis Pemberdayaan perangkat perlindungan tanaman sebagai berikut :
a. Dinas Provinsi
yang membidangi
perkebunan terlambat
menyusun Juklak
pemberdayaan perangkat,
sehingga penyelesaian
pekerjaan menjadi terlambat atau tidak tepat
sasaran. Juklak harus disusun paling lambat dua minggu setelah Pedoman
Teknis diterima.
b. LL, LUPH Sub Lab. Hayati dan BPT terlambat
menyusun juknis
pemberdayaan perangkat, sehingga penyelesaian pekerjaan tidak tepat
waktu dan sasaran. Juknis harus disusun paling lambat satu minggu
setelah juklak dibuat.
29 c. Pelaksanaan kegiatan uji mutu APH
dan uji
efikasi APH
terlambat dilaksanakan,
karena dalam
pelaksanaannya harus bekerja sama dengan
lembagainstitusi yang
terakreditasi di
bidangnya. Penjajakan
lembaga institusi
pelaksana kegiatan uji mutu dan uji efikasi dilaksanakan lebih awal.
d. Belum dilengkapi SOP yang memenuhi standar
sehingga sulit
untuk menelusuri apabila terjadi kesalahan.
Menyusun atau menyempurnakan SOP yang ada sesuai dengan standar yang
baku.
e. Terbatasnya kapasitas
dan kemampuan untuk memproduksi APH
dalam jumlah
yang dibutuhkan,
dengan kualitas yang sesuai standar. Kerjasama dengan UPTDBBP2TP
Medan, Surabaya, dan AmbonBPTP Pontianak untuk memenuhi APH yang
diperlukan.
f. Pengadaan bahan pengendali berupa pestisida kimia insektisida, fungisida,
herbisida, tidak tepat sasaran karena tidak didasarkan pada data hasil
pengamatan dan laporan OPT yang memiliki potensi serangan sangat
cepat
berkembang dan
merusak. Pengadaan bahan pengendali berupa
30 pestisida kimia insektisida, fungisida
dan herbisida harus didasarkan pada data hasil pengamatan dan pelaporan
OPT yang memiliki potensi serangan sangat
cepat berkembang
dan merusak.
2. Simpul Kritis Pemberdayaan Petugas pengamat OPT perkebunan
a. Petugas pengamat yang ditetapkan
untuk menerima insentif tidak tepat sehingga
tidak dapat
melakukan pengamatan dengan baik dan benar.
Hal tersebut mengakibatkan data yang dilaporkan kurang akurat. Oleh karena
itu Dinas ProvinsiUPTD Perlindungan KabupatenKota
yang membidangi
perkebunan dalam
menetapkan petugas pengamat harus sesuai dengan
kriteria dalam
Pedoman Teknis
Direktorat Jenderal Perkebunan. b.
Petugas belum
mempedomani sepenuhnya
buku pedoman
pengamatan dan
pelaporan OPT
perkebunan yang diterbitkan oleh Direktorat
Jenderal Perkebunan
sehingga data yang dihasilkan kurang optimal. Untuk itu Dinas Provinsi yang
membidangi Perkebunan
agar memperbanyak dan mensosialisasikan
buku pedoman pengamatan OPT.
31
IV. PENGADAAN BARANG