ASPP-10
3 daerah APBD dan interaksi antara pengetahuan dewan tentang anggaran dengan
Partisipasi Masyarakat berpengaruh signfikan terhadap pengawasan keuangan daerah APBD, sedangkan interaksi antara pengetahuan dewan tentang anggaran
dengan transparansi kebijakan publik tidak signfikan terhadap pengawasan keuangan daerah APBD.
1.2. Rumusan Masalah
Untuk memecahkan permasalahan diatas maka dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1 Apakah pengetahuan Dewan tentang anggaran
berpengaruh positif signifikan terhadap pengawasan keuangan daerah APBD 2 Apakah partisipasi masyarakat berpengaruh positif signifikan terhadap hubungan
antara pengetahuan Dewan tentang anggaran dengan pengawasan keuangan daerah APBD 3 Apakah transparansi kebijakan publik berpengaruh positif
signifikan terhadap hubungan antara pengetahuan Dewan tentang anggaran dengan pengawasan keuangan daerah APBD 4 Apakah Pengetahuan dewan
tentang anggaran, Partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik, secara bersamaan berpengruh positif signifikan terhadap Pengawasan keuangan Daerah
APBD.
1.3. Tujuan dan manfaat Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk menguji: Pertama Pengaruh Pengetahuan Dewan tentang anggaran terhadap pengawasan keuangan daerah APBD, kedua
Pengaruh interaksi Partisipasi masyarakat terhadap hubungan antara pengetahuan Dewan tentang anggaran dengan pengawasan keuangan daerah APBD, ketiga
Pengaruh Interaksi Transparansi Kebijakan Publik terhadap hubungan antara pengetahuan Dewan tentang anggaran dengan pengawasan keuangan daerah
ASPP-10
4 APBD, keempat Pengaruh interaksi Pengetahuan Dewan tentang anggaran,
partisipasi masyarakat, dan transparansi kebijakan publik terhadap pengawasan keuangan daerah APBD. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para
akademisi, pengembangan literatur akuntansi sektor publik ASP, selanjutnya, dapat dijadikan sebagai acuan guna penelitian lanjutan.
B
agi pemerintah daerah diharapkan menjadi masukan dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah,
khususnya akan meningkatkan peran DPRD dalam pengawasan anggaran APBD dalam mewujudkan tata kelola Pemerintaahan yang baik good government.
II.Telaah Teoritis dan Pengembangan Hipotesis 2.1. Landasan Teori
2.1.1. Persepsi
Persepsi menurut Kamus Bahasa Indonesia 1995 adalah tanggapan penerimaan langsung dari sesuatu, atau merupakan proses seseorang mengetahui
beberapa hal melalui panca inderanya. Sedangkan menurut Siegel dan Marconi 1989 mendefinisikan persepsi adalah bagaimana masyarakat melihat atau
menginterpretasikan kejadian-kejadian, tujuan-tujuan masyarakat itu sendiri. Siegel dan Marconi mengemukakan bahwa definisi formal atas persepsi adalah
sebuah proses dimana kita melakukan seleksi, pengorganisasian dan menginterpretasikan stimuli menjadi sesuatu yang bermakna dan gambaran
koheren atas dunia. Gordon 1991 mendetinisikan persepsi sebagai proses penginderaan yang kemudian menghasilkan pemahaman dan cara Pandang
manusia terhadapnya. Siegel dan Marconi 1989 Pengalaman masyarakat di dunia
ASPP-10
5 ini berbeda disebabkan persepsi yang tergantung pada Stimuli fisik Physical
stimuli dan Keadaan mudah terpengaruhnya individual Individual
Predispositions. Matlin 1998 dalam Hikmah 2002 menyatakan bahwa aspek- aspek yang ada dalam persepsi adalah pengakuan pola pattern recognition dan
perhatian attention. Robbins 1987 terdapat 3 faktor utama yang mempengaruhi persepsi, yaitu faktor dalam situasi, faktor pada pemersepsi dan faktor pada target.
2.1.2. Pengertian Keuangan Daerah
Dalam pasal 1 Undang-Undang No.17 Tahun 2004, tentang Keuangan Negara menjelaskan, bahwa keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban
Negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik Negara berhubungan dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Pengetian APBD dalam konteks UU Keuangan Negara pasal 1 ayat 8 adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah
yang disetujui oleh dewan perwakilan rakyat daerah.
2.1.3. Pengawasan Keuangan Daerah
Pengawasan menurut Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Pasal 1 ayat 6
menyebutkan, bahwa : “Pengawasan pemerintah daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan
rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”, Sehingga berdasarkan ruang lingkupnya Fatchurrochman 2002 pengawasan keuangan
negara dapat dibedakan menjadi Pengawasan Internal dan Pengawasan eksternal. Pengawasan diperlukan pada setiap tahap bukan hanya pada tahap evaluasi saja
Mardiasmo,2001. Pengawasan yang dilakukan oleh Dewan dimulai pada saat
ASPP-10
6 proses penyusunan APBD, pengesahan APBD, pelaksanaan APBD, pelaksanaan
APBD dan pertanggungjawaban APBD.
2.2. Kerangka konseptual Gambar Kerangka Konseptual :
2.3. Hipotesis Penelitian 2.3.1.Pengetahuan Anggaran dan Pengawasan Keuangan Daerah APBD
Indriantoro dan Supomo 1999 menyebutkan, bahwa pengetahuan pada dasarnya merupakan hasil dari proses melihat, mendengar, merasa, dan berpikir
yang menjadi dasar manusia dalam bersikap dan bertindak. Salim 1991 mengartikan, pengetahuan sebagai kepandaian yaitu segala sesuatu yang
diketahui, berkenan dengan sesuatu yang dipelajari. Pengalaman dan pengetahuan yang tinggi akan sangat membantu seseorang dalam memecahkan persoalan yang
dihadapinya sesuai dengan kedudukan anggota DPRD Sebagai wakil rakyat Truman, 1960. Yudono 2002 menyatakan, bahwa DPRD akan mampu
menggunakan hak-haknya secara tepat, melaksanakan tugas dan kewajibannya secara efektif serta menempatkan kedudukannya secara proposional jika setiap
anggota mempunyai pengetahuan yang cukup dalam hal konsepsi teknis penyelenggaraan pemerintah, kebijakan publik .Dengan mengetahui tentang
anggaran diharapkan anggota Dewan dapat mendeteksi adanya pemborosan dan kebocoran anggaran. Sehingga dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
HI : Pengetahuan Dewan tentang anggaran berpengaruh positif signifikan terhadap pengawasan keuangan daerah.
2.3.2. Partisipasi Masyarakat dan Pengawasan Keuangan Daerah APBD
ASPP-10
7 Dobell Ulrich 2002 menyatakan bahwa ada tiga peran penting
parlemen dalam proses anggaran, yakni mewakili kepentingan-kepentingan masyarakat representating citizen interests, memberdayakan pemerintah
empowering the government, dan mengawasi kinerja pemerintah scrutinizing the governments performance. Dalam literatur keuangan dikenal teori keagenan yang
menjelaskan hubungan antar dua pihak yaitu pihak pemilik prinsipal dengan pihak pengelola agen. Salah satu hipotesis dalam teori keagenan adalah
manajemen mencoba memaksimalkan kesejahteraannya dengan cara mengurangi berbagai biaya agen yang muncul dari monitoring dan contracting Wolk, Terney
Dood, 2000. Untuk memonitor apa yang dilakukan oleh manajemen maka pemilik mengharuskan manajemen membuat laporan keuangan yang melaporkan
kinerja perusahaan yang dipimpinnya. Kalau dianalogikan pada organisasi pemerintah daerah dan DPRD dalam hal manajemen laporan keuangan yang
berbasis kinerja pada hakekatnya adalah sama. LeLoup 1986, Wildaysky 1975, 1984, 1991 dan Rubin 1993, penganggaran merupakan suatu proses politik yang
melibatkan banyak pihak. Dalam perspektif keagenan, Pemda atau eksekutif adalah merupakan agen, dan DPRD atau legislatif adalah prinsipal.
Untuk menciptakan akuntabilitas kepada publik diperlukan partisipasi pimpinan instansi dan warga masyarakat dalam penyusunan dan pengawasan
anggaran Rubin, 1996. Jadi, selain pengetahuan tentang anggaran yang mempengaruhi pengawasan yang dilakukan oleh Dewan, partisipasi masyarakat
diharapkan akan meningkatkan fungsi pengawasan. Sehingga dapat hipotesis
dirumuskan sebagai berikut :
ASPP-10
8 H2 : Partisipasi masyarakat berpengaruh positif signifikan terhadap hubungan
antara pengetahuan Dewan tentang anggaran dengan pengawasan keuangan daerah.
2.3.3. Transparasi Kebijakan Publik dan Pengawasan keuangan Daerah
Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan,
yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai. Prinsip Transparansi memiliki 2 aspek, 1 komunikasi
publik oleh pemerintah, dan 2 hak masyarakat terhadap akses informasi. Transparasi merupakan salah satu prinsip good governance. Mardiasmo 2003
menyebutkan bahwa, kerangka konseptual dalam membangun transparansi dan akuntabilitas organisasi sektor publik dibutuhkan empat komponen yang terdiri
dari : 1 Adanya sistem pelaporan keuangan; 2 Adanya sistem pengukuran kinerja; 3 Dilakukannya auditing sektor publik; dan 4 Berfungsinya saluran
akuntabilitas publik channel of accountability Mardiasmo, 2003, menyebutkan Anggaran yang disusun oleh pihak
eksekutif dikatakan transparansi jika memenuhi beberapa kriteria berikut : 1Terdapat pengumuman kebijakan anggaran, 2 Tersedia dokumen anggaran dan
mudah diakses, 3 Tersedia laporan pertanggungjawaban yang tepat waktu, 4 Terakomodasinya suarausulan rakyat, 5 Terdapat sistem pemberian informasi
kepada publik. Asumsinya semakin transparan kebijakan publik, yang dalam hal ini adalah APBN maka pengawasan yang dilakukan oleh Dewan akan semakin
meningkat karena masyarakat juga terlibat dalam mengawasi kebijakan publik tersebut. Sehingga dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
ASPP-10
9 H3 : Tranparansi kebijakan publik berpengaruh positif signifikan terhadap
hubungan antara pengetahuan Dewan tentang anggaran dengan pengawasan keuangan daerah.
Untuk mengetahui bahwa apakah dengan semakin tingginya pengetahuan dewan tentang anggaran, adanya partisipasi masyarakat serta adanya transparansi
kebijakan publik akan meningkatkan pengawasan anggaran yang dilakukan oleh dewan, maka perlu diuji secara simultan, sehingga hipotesis keempat dari
penelitian ini adalah : H4 :
Pengetahuan dewan tentang anggaran, Partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan public, secara bersamaan berpengaruh positif
signifikan terhadap Pengawasan keuangan Daerah APBD.
III.METODE PENELITIAN 3.1. Populasi dan Sampling Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD, terdiri dari 12 wilayah DPRD kabupaten se-Provinsi
Papua sebelum pemekaran. Jumlah anggota DPRD kabupaten se-Papua sebanyak 275 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling.
Dengan kriteria, Kabupten Kota yang telah Dewan Perwakilan Rakyat dan dengan jumlah anggota dewan minimal 19 orang.
3.2. Variabel Penelitian dan Defevinisi Operasional Variabel 1.
Pengetahuan Dewan Tentang Anggaran
ASPP-10
10 Pengetahuan Dewan tentang anggaran adalah kemampuan dewan dalam
hal menyusun anggaran RAPBDAPBD, deteksi serta identifikasi terhadap pemborosan atau kegagalan dan kebocoran.
2. Partisipasi masyarakat
Partisipasi masyarakat adalah persepsi responden tentang keterlibatan masyarakat dalam setiap aktivitas proses penganggaran yang dilakukan DPRD
dimulai dari penyusunan arah dan kebijakan, penentuan strategi , prioritas dan advokasi anggaran serta masyarakat juga terlibat dalam pengawasan anggaran
melalui pemantauan pelaksanaan pembangunan.
3. Transparansi Kebijakan Publik
Transparansi kebijakan publik adalah persepsi responden tentang adanya keterbukaan mengenai anggaran yang mudah diakses oleh masyarakat.
4. Pengawasan Keuangan Daerah
Pengawasan Keuangan Daerah adalah pengawasan terhadap keuangan daerah yang dilakukan oleh Dewan yang meliputi pengawasan pada saat
penyusunan, pengesahan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran APBD.
3.4. Instrumen Penelitian a. Pengukuran Variabel
Masing-masing variabel diukur dengan model skala Likert yaitu mengukur sikap dengan menyatakan setuju atau ketidaksetujuan responden terhadap pertanyaan
yang diajukan dengan skor 5 SS=Sangat Setuju , 4 S=Setuju, 3 TT=Tidak Tahu, 2 TS=Tidak Setuju, dan 1 STS=Sangat Tidak Setuju.
b.Uji Reabilitas dan Validitas