Landasan Teori Penelitian ini menggunakan ancangan tipologi

❏ Mulyadi Kalimat Koordinasi Bahasa Indonesia Sebuah Ancangan Tipologi Sintaktis Halaman 91 menggunakan tanda koma, hubungan antarklausa ditafsirkan secara semantis. 1 Ia bisa datang dan pergi kapan saja dengan bebas. [Nayla, 2005] 2 Ia telentang di ranjangnya, enggan bergerak. [RSK, 1996:23] Dalam ‘pohon biologis’, dua konstituen kalimat K atau lebih pada kalimat koordinasi disebut sebagai ‘anak’ dan ko-inti dari K yang lebih tinggi Kroeger, 2004:40. Klausa ‘anak’ itu masing-masing mempunyai struktur internal yang mandiri pada sebuah kalimat kompleks. Dalam kalimat koordinasi yang terdiri atas aliansi dua klausa, FN subjek dapat dilesapkan dari klausa kedua apabila berkoreferensi dengan subjek dari klausa pertama. Misalnya, kedua klausa pada kalimat koordinasi pada 1 dan 2 di atas mempunyai subjek yang sama sehingga subjek dari klausa kedua dapat dilesapkan, yang ditandai dengan [ ]. Struktur kalimat koordinasi pada 1 dan 2 digambarkan pada 3. 3 K K Konj K ia bisa datang dan [ ] pergi kapan saja dengan bebas ia telentang di ranjangnya [ ] enggan bergerak Susunan beruntun mengacu pada penggolongan bahasa-bahasa yang didasarkan pada tiga konstituen utama, yaitu S, V, dan O. Dalam hal ini, S mengacu pada entitas yang mengawali tindakan, O merujuk pada entitas yang menjadi sasaran tindakan, dan V adalah tindakan itu sendiri. Menurut Song 2001:49, ada enam permutasi yang logis—yang disebut susunan beruntun dasar, yang direalisasikan pada bahasa- bahasa di dunia, yakni SOV, SVO, VSO, VOS, OVS, dan OSV. Song 2001:138 menambahkan bahwa fungsi utama dari susunan beruntun dasar pada tingkat klausa ialah untuk menunjukkan ‘siapa melakukan sesuatu X pada siapa’. Bahasa Indonesia dalam beberapa literatur digolongkan bersusunan SVO periksa Sudaryanto, 1983; Purwo, 1989:351. Pola susunan ini dengan mudah dapat diterangkan dengan membandingkan contoh 4 dan 5 di bawah. Peran semantis FN perampok itu dan polisi pada 4 berbeda dengan peran semantis FN yang sama pada 5 kendatipun kedua kalimat ini memuat kata dan konstituen yang sama. Dengan peran yang dimaksud, hubungannya berlaku antara FN dan verba, dan juga antara FN itu sendiri. Lebih jelasnya, pada 4 perampok itu adalah agen dan polisi adalah pasien, sementara pada 5, polisi adalah agen dan perampok itu adalah pasien. 4 Perampok itu menembak polisi. 5 Polisi menembak perampok itu. Perbedaan dalam peran FN dalam kalimat 4 dan 5 ditandai secara langsung oleh perbedaan dalam penempatan FN. FN praverbal ditafsirkan sebagai ‘orang yang membawa tindakan penembakan’, sedangkan FN posverbal dipahami sebagai ‘orang yang menjadi korban tindakan penembakan’. Peran FN ditafsirkan begitu karena bahasa Indonesia memiliki mekanisme gramatika yang melibatkan bentuk- bentuk morfologis untuk mengekspresikan peran semantis atau relasi gramatikal FN pada sebuah klausa. Bentuk-bentuk morfologis itu biasanya direalisasikan dalam bentuk afiks dan sebagai pemarkah pada verba yang merupakan unsur sentral pada sebuah klausa.

2.2 Landasan Teori Penelitian ini menggunakan ancangan tipologi

sintaksis. Dalam kajian tipologi sintaktis, penentuan tipe sebuah bahasa didasarkan pada tiga argumen sintaktis berikut: 6 S = argumen subjek kalimat intransitif A = argumen agen kalimat transitif P = argumen pasien kalimat transitif Relasi S, A, dan P di atas secara eksplisit menerangkan jumlah argumen yang hadir pada sebuah klausa. Pada klausa intransitif hanya hadir satu argumen S, tetapi pada klausa transitif terdapat dua argumen, A dan P. Penetapan tipe sebuah bahasa, akusatif atau ergatif, mengacu pada perilaku sintaktis A dan P. Artinya, dari argumen A dan P dipilih satu argumen yang berperilaku sintaktis sama dengan argumen S pada klausa intransitif. Apabila argumen A berperilaku sama dengan argumen S dan berbeda dengan argumen P, bahasa itu digolongkan bertipe akusatif. Sebaliknya, sebuah bahasa bertipe ergatif apabila argumen P berperilaku sama dengan argumen S dan berbeda dengan argumen A. Perbedaan kedua tipe bahasa ini dapat digambarkan sebagai berikut. 7 akusatif ergatif S S A P A P ❏ Mulyadi Kalimat Koordinasi Bahasa Indonesia Sebuah Ancangan Tipologi Sintaktis Halaman 92 Contoh bahasa yang memiliki properti ergatif secara sintaktis adalah bahasa Dyirbal, sebuah bahasa Aborigin di Australia. Dalam bahasa Dyirbal, dua jenis klausa dapat dikoordinasikan jika kedua FN-nya berfungsi sebagai P dan S. Argumen yang berkoreferensi pada klausa kedua biasanya dilesapkan. 8 Marri Jani-nggu bura-n nyina-nyu. Mary P John-ERG see-NONFUT sit down-NONFUT Pada contoh 8, S pada klausa intransitif tidak dinyatakan secara eksplisit. Pada kalimat ini, S ditafsirkan secara sintaktis berkoreferensi dengan P Mary pada klausa transitif yang mendahuluinya. Jadi, bahasa Dyirbal mengizinkan penghilangan argumen yang berkoreferensi dalam struktur kalimat koordinasi jika masing-masing berfungsi sebagai P dan S. Fakta gramatikal yang diterangkan di atas berbeda dengan bahasa yang bertipe akusatif, seperti bahasa Inggris. Pada kalimat 9 konstituen yang dilesapkan pada klausa kedua, yang disimbolkan dengan [ ], adalah S yang ditafsirkan berkoreferensi dengan A pada klausa pertama, dan bukan dengan P. Dengan kata lain, dalam bahasa Inggris A berperilaku sama dengan S sehingga digolongkan sebagai bahasa akusatif. 9 John A saw Mary P and [ ] sat down.

3. INTERPRETASI TIPOLOGIS BAHASA INDONESIA