❏ Mulyadi Kalimat Koordinasi Bahasa Indonesia
Sebuah Ancangan Tipologi Sintaktis Halaman 92
Contoh bahasa yang memiliki properti ergatif secara sintaktis adalah bahasa Dyirbal,
sebuah bahasa Aborigin di Australia. Dalam bahasa Dyirbal, dua jenis klausa dapat
dikoordinasikan jika kedua FN-nya berfungsi sebagai P dan S. Argumen yang berkoreferensi
pada klausa kedua biasanya dilesapkan. 8
Marri Jani-nggu bura-n nyina-nyu. Mary P John-ERG see-NONFUT sit down-NONFUT
Pada contoh 8, S pada klausa intransitif tidak dinyatakan secara eksplisit. Pada kalimat ini,
S ditafsirkan secara sintaktis berkoreferensi dengan P Mary pada klausa transitif yang
mendahuluinya. Jadi, bahasa Dyirbal mengizinkan penghilangan argumen yang berkoreferensi dalam
struktur kalimat koordinasi jika masing-masing berfungsi sebagai P dan S.
Fakta gramatikal yang diterangkan di atas berbeda dengan bahasa yang bertipe akusatif,
seperti bahasa Inggris. Pada kalimat 9 konstituen yang dilesapkan pada klausa kedua, yang
disimbolkan dengan [ ], adalah S yang ditafsirkan berkoreferensi dengan A pada klausa pertama, dan
bukan dengan P. Dengan kata lain, dalam bahasa Inggris A berperilaku sama dengan S sehingga
digolongkan sebagai bahasa akusatif.
9 John A saw Mary P and [ ] sat down.
3. INTERPRETASI TIPOLOGIS BAHASA INDONESIA
Interpretasi terhadap relasi S, A, dan P berbasis pada tipe-tipe aliansi klausa yang membentuk
kalimat koordinasi bahasa Indonesia. Dengan mengamati hubungan koreferensi yang terjadi pada
ketiga argumen tersebut, seperti yang diringkas pada Tabel 1, berikut ini diterangkan interpretasi
tipologis pada kalimat koordinasi bahasa Indonesia.
Tabel 1. Tipe aliansi klausa pada kalimat koordinasi
Bahasa Indonesia
Tipe Klausa I
Klausa II Hubungan
Koreferensi
I Intransitif
Intransitif S1 = S2
II Intransitif
Transitif S1 = P2
S1 = A2 III
Transitif Intransitif
P1 = S2 A1 = S2
IV Transitif
Transitif P1 = P2
A1 = A2 P1 = A2
A1 = P2 P1 = P2 dan A1 = A2
P1 = A2 dan A1 = P2
3.1 Intransitif-Intransitif S1 = S2
10 Dan laki-laki itu melangkah dengan tenang ke muka, tapi kepalanya tepekur sebagai orang
kalah. [RSK, 1996:64] 11 Sungguhpun anak cucu kami itu melarat, tapi
mereka semua pintar mengaji. [RSK, 1996:15]
Kalimat koordinasi pada 10 dan 11 dibentuk oleh dua klausa intransitif yang kedua
argumen S-nya berkoreferensi. Pada 10, FN subjek kepalanya pada klausa kedua mengacu pada
FN subjek laki-laki itu pada klausa pertama. Begitu pula, pada 11 FN subjek mereka pada
klausa kedua merujuk pada FN subjek anak cucu kami itu pada klausa pertama. Namun, layak
dicatat di sini bahwa kekoreferensialan dalam bahasa Indonesia tidak selalu direalisasikan oleh
relasi antarkonstituen, tetapi bisa juga oleh relasi konstituen dengan klausa, seperti diilustrasikan
pada 12. 12 a. Belakangan ini, korban tewas bunuh diri
di Karangasem terus bertambah dan itu cukup memprihatinkan. [BP]
b. Belakangan ini, korban tewas bunuh diri di Karangasem terus bertambah dan
[korban tewas bunuh diri di Karangasem] cukup memprihatinkan.
c. Belakangan ini, korban tewas bunuh diri di Karangasem terus bertambah dan
[penambahan terus korban tewas bunuh diri di Karangasem] cukup memprihatinkan.
Pada contoh 12b, pronomina itu sebagai argumen S pada klausa kedua secara semantis
kurang tepat ditafsirkan berkoreferensi dengan argumen S pada klausa pertama. Munculnya
keprihatinan masyarakat tidak semata-mata dikarenakan adanya korban tewas bunuh diri,
tetapi lebih disebabkan terjadinya penambahan jumlah korban, seperti pada 12c. Dalam bahasa
Indonesia, hubungan anaforis ini dimungkinkan sebab pronomina demonstratif seperti itu, dan juga
pronomina yang lain seperti ini dan demikian, dapat mengacu pada tataran di atas konstituen,
seperti klausa, kalimat, atau paragraf.
Apabila dua argumen S yang referensial digabungkan ke dalam sebuah kalimat koordinasi,
argumen S pada klausa kedua dapat dilesapkan. Sebagai contoh, S2 pada 13 dan 14 dapat
dilesapkan karena berkoreferensi dengan S1, yakni FN Om Indra pada 13 dan FN terdakwa pada
14. Ditafsirkan seperti itu sebab tidak ada argumen S lain yang hadir pada kalimat itu. Jadi,
satu-satunya argumen yang dapat mengisi slot
❏ Mulyadi Kalimat Koordinasi Bahasa Indonesia
Sebuah Ancangan Tipologi Sintaktis Halaman 93
yang ditinggalkan S2 adalah argumen S yang mendahuluinya, yaitu S1.
13 Om Indra tinggal di rumah dan [ ] tidur di
kamar ibu. [Nayla, 2005:96] 14 Terdakwa mengaku tidak bersalah dan [ ]
tidak menyesal terhadap perbuatan yang telah dilakukannya. [BP]
Mengingat hubungan koreferensi dapat terjalin antara konstituen dan klausa pada kalimat
koordinasi, seperti pada 12, implikasinya adalah bahwa argumen S2 yang lesap juga dapat
diinterpretasikan berkoreferensi dengan klausa, bukan dengan sebuah konstituen. Dengan tes
sintaktis berikut, contoh 15 menunjukkan bahwa S2 lebih tepat berkoreferensi dengan sebuah
klausa, seperti pada 15c, daripada berkoreferensi dengan sebuah konstituen, seperti pada 15b.
15 a. Ompi bertanya dengan suara yang
mendesis, tapi [ ] terburu-buru berdesakan keluar. [RSK, 1996:26]
b. Ompi bertanya dengan suara yang mendesis, tapi [Ompi] terburu-buru
berdesakan keluar. c. Ompi bertanya dengan suara yang
mendesis, tapi [pertanyaan Ompi] terburu-buru berdesakan keluar.
Dapat disimpulkan bahwa pelesapan S2 pada tipe kalimat koordinasi ini dapat diizinkan
jika dua argumen S-nya referensial dan S2 yang dilesapkan tidak mutlak berkoreferensi dengan
konstituen, tetapi dapat juga dengan klausa. 3.2 Intransitif-Transitif
a S1 = P2 16
a. Dia masuk ke dalam dan saya mengintipnya dari lobang kunci.
b. Dia masuk ke dalam dan saya mengintip [ ] dari lobang kunci
17 a. Temanku baik-baik, tapi aku suka menjahili mereka.
b. Temanku baik-baik, tapi aku suka menjahili [ ].
Kekoreferensialan argumen S dan P tampak pada contoh 16a dan 17a. Argumen P
pada klausa kedua tidak boleh dilesapkan langsung sebab akan terbentuk kalimat yang tidak
gramatikal, seperti pada 16b dan 17b. Untuk melesapkan argumen P, klausa kedua harus
dipasifkan. Dengan mekanisme ini, P akan berpindah ke slot subjek pada struktur derivasi dan
pada gilirannya dapat ‘diakses’ oleh argumen S klausa intransitif. Dalam kalimat 16c dan 17c di
bawah ini, pemasifan klausa transitif ditandai verbanya yang tidak bermarkah.
16 c. Dia masuk ke dalam dan [ ] saya intip dari lobang kunci.
17 c. Temanku baik-baik, tapi [ ] suka aku jahili.
Begitu juga: 18 Alam di luar menghijau dan [ ] disungkup
oleh awan yang memutih di langit. [RSK, 1996:55]
19 Ia kini jadi lemah dan [ ] sempoyongan oleh pukulan itu. [RSK, 1996:59]
Struktur pasif pada kedua contoh di atas berbeda. Pada 18, verba pasifnya dimarkahi oleh
afiks –di. Pada 19, verba pasifnya tidak bermarkah, seperti pada 16c dan 17c. Oleh
sebab itu, untuk contoh 19 perlu sedikit catatan dalam menandainya sebagai struktur pasif.
Identifikasi 19 sebagai kalimat pasif didasarkan pada ciri semantis predikatnya dan ciri semantis ini
diperjelas pula dengan hadirnya FN pukulan itu yang ditafsirkan berperan sebagai agen. Tes
sintaktis berikut memperkuat argumentasi ini.
18 a. Alam di luar menghijau dan awan yang memutih di langit menyungkup alam.
19 a. Ia kini jadi lemah dan pukulan itu
menyempoyongkannya. b. Ia kini jadi lemah dan pukulan itu
membuatnya sempoyong. Perubahan struktur pasif menjadi struktur
aktif, seperti pada 18a dan 19a-b, memperlihatkan bahwa argumen yang dilesapkan
pada klausa kedua adalah P, dan argumen ini berkoreferensi dengan argumen S pada klausa
pertama. Dengan demikian, pada tipe kalimat koordinasi ini, perilaku S dan P sama dan
merupakan ciri-ciri keergatifan sintaktis dalam bahasa Indonesia.
b S1 = A2 20 Lena tertegun dan matanya melihat anak
dalam gendongan itu. [RSK, 1996:86] 21 Kemudian aku duduk di sampingnya dan
aku jamah pisau itu. RSK, 1996:8 Argumen S pada klausa pertama dan
argumen A pada klausa kedua dapat berkoreferensi. Pada 20, A2 yang berupa FN
matanya berkoreferensi dengan S1 Lena; pada 21, A2 yang berupa FN aku berkoreferensi
dengan S1 dengan jenis FN yang sama. Namun,
❏ Mulyadi Kalimat Koordinasi Bahasa Indonesia
Sebuah Ancangan Tipologi Sintaktis Halaman 94
struktur kedua kalimat itu berbeda. Pada 20, klausa keduanya dalam bentuk aktif, sedangkan
pada 21 klausa keduanya dalam bentuk pasif. Fakta gramatikal ini seolah-olah memberi indikasi
bahwa pelesapan A2 dapat terjadi, baik klausa keduanya aktif maupun pasif. Sekarang
pertimbangkan contoh ini. 22 Mereka mandi dan [ ] mencuci pakaian
bergantian di sana. Nayla, 2005:15 23 Lama baru orang tahu dan [ ] memapahnya
ke ranjangnya di kamar. RSK, 1996:24 Pelesapan A2 pada 22 dan 23 terjadi
pada klausa aktif. Pertanyaannya adalah apakah A2 dapat dilesapkan jika struktur klausa keduanya
adalah pasif? Untuk mengetahuinya, struktur klausa kedua pada 22 dan 23 dipasifkan,
menjadi 22a dan 23a. Hasilnya adalah kalimat yang tidak gramatikal.
22 a. Mereka mandi dan [ ] dicuci pakaian
bergantian di sana. 23
a. Lama baru orang tahu dan [ ] dipapahnya ke ranjangnya di kamar.
Fakta ini menunjukkan bahwa pada tipe koordinasi ini pelesapan A hanya dibolehkan
apabila klausa kedua berstruktur aktif. Sebaliknya, A mesti dimunculkan jika klausa keduanya dalam
bentuk pasif. Karena A klausa transitif berperilaku sama dengan S klausa intransitif, bahasa Indonesia
memperlihatkan properti akusatif secara sintaktis. 3.3 Transitif-Intransitif
a P1 = S2 24 Kau takut masuk neraka, karena itu kau taat
bersembahyang. RSK, 1996:16 25 Aku beri kau negeri yang kaya-raya, tapi
kau malas. RSK, 1996:15 Petunjuk gramatikal yang ditawarkan oleh
kedua contoh di atas adalah bahwa argumen P klausa transitif dan argumen S klausa intransitif
berkoreferensi apabila klausa transitifnya berstruktur pasif. Namun, ada fakta sintaktis lain
bahwa dalam hubungan koreferensi antara argumen P dan S, pelesapan S klausa intransitif
dapat dibenarkan, baik klausa pertamanya berstruktur aktif maupun berstruktur pasif.
Misalnya, 26 a. Saya melihat dia minggu lalu dan kini [ ]
menghilang. b. Dia saya lihat minggu lalu dan kini [ ]
menghilang. 27 a. Ibu baru saja memasak nasi dan [ ] masih
hangat. b. Nasi baru saja dimasak ibu dan [ ] masih
hangat. Pada 26, FN dia sebagai P pada klausa
pertama berkoreferensi dengan argumen S yang dilesapkan pada klausa kedua. Begitu juga, FN
nasi pada 27 yang merupakan P pada klausa pertama berkoreferensi dengan argumen S pada
klausa kedua. Tes sintaktis berikut membuktikan hal ini.
26 c. Saya melihat dia minggu lalu dan kini [dia] menghilang.
d. Saya melihat dia minggu lalu dan kini [saya] menghilang.
e. Dia saya lihat minggu lalu dan kini [dia] menghilang.
f. Dia saya lihat minggu lalu dan kini [saya] menghilang.
27 c. Ibu baru saja memasak nasi dan [nasi] masih hangat.
d. Ibu baru saja memasak nasi dan [ibu] masih hangat
e. Nasi baru saja dimasak ibu dan [nasi] masih hangat.
f. Nasi baru saja dimasak ibu dan [ibu] masih hangat.
Ketidakgramatikalan 26d dan 26f serta 27d dan 27f menegaskan bahwa bukan
argumen A pada klausa pertama yang berkoreferensi dengan argumen S pada klausa
kedua, melainkan argumen P. Bertolak dari fakta gramatikal ini dapat diikhtisarkan bahwa bahasa
Indonesia pada tipe koordinasi ini memperlihatkan perilaku keergatifan secara sintaktis.
b A1 = S2 28 a. Djenar mematikan rokoknya dan [ ]
kembali beringsut ke dalam selimut. [Nayla, 2005]
29 a. Matanya tidak memandang suaminya,
melainkan [ ] tetap menatap bulat ke daun palam. [RSK, 1996:82]
Pada dua contoh di atas, konstituen yang dilesapkan pada klausa intransitif adalah S yang
berkoreferensi dengan A, dan bukan P. Dikatakan demikian sebab tidak logis pada 28a bahwa
‘rokok yang beringsut ke dalam selimut’ atau pada 29a bahwa ‘suaminya yang menatap bulat ke
daun palam’. Ini berarti bahwa hubungan koreferensi antara A1 dan S2 terjadi karena
struktur klausa transitifnya dalam bentuk aktif. Jika klausa transitif dipasifkan, kalimatnya
❏ Mulyadi Kalimat Koordinasi Bahasa Indonesia
Sebuah Ancangan Tipologi Sintaktis Halaman 95
menjadi tidak gramatikal, seperti pada 28b dan 29b. Pada dua contoh terakhir ini, tidak dapat
diinterpretasikan bahwa konstituen yang dilesapkan pada klausa intransitif berkoreferensi
dengan argumen A klausa transitif.
28 b. Rokoknya dimatikan Djenar dan [ ] kembali beringsut ke dalam selimut.
29 b. Suaminya tidak dipandang matanya, melainkan [ ] tetap menatap bulat ke
daun palam. Akan tetapi, jika argumen S klausa
intransitif tidak dilesapkan, klausa transitif dapat berstruktur pasif. Pada contoh 30, argumen A
klausa transitif, yang dimarkahi oleh pronomina – nya, berkoreferensi dengan argumen S klausa
intransitif, yang ditandai oleh FN ia. Dengan demikian, pada tipe konstruksi koordinatif ini,
bahasa Indonesia memiliki properti keakusatifan secara sintaktis.
30 Diambilnya bungkusan kainnya, lalu ia
melangkah ke pintu. RSK, 1996:64
3.4 Transitif-Transitif a P1 = P2