49
Menurut Muhammadiyah Ja’far, sebagai standar umum, ukuran zakat fitrah bagi setiap orang adalah satu sho’ gantang = 3
,
5 liter, atau 2,5 Kg.
43
Menurut Al-Imam Taqiyuddin Abu Bakar Al-Husain, dalam masalah sho’ ini, yang dianggap adalah takaran. Kalau para ulama menghitungnya
dengan timbangan, maka hal itu untuk memperjelas.
44
Jadi, dapat disimpulkan bahwa zakat fitrah dengan 2,5 Kg sesuai keterangan diatas hukumnya sah, karena ada pendapat yang mengatakan satu
sho = 2,176 Kg dan jika ingin mengeluarkan sebesar 2,751 Kg hukumnya afdhal. Dan permasalahan sho’, yang dimaksud adalah sho’ dalam hal takaran,
sedangkan para ulama hanya memperjelas saja dalam hal timbangan.
D. Hukum Mengganti Makanan Pokok untuk Zakat Fitrah dengan Makanan
lainnya
Dalam beberapa hadist, Nabi SAW telah menetapkan makanan tertentu untuk zakat fitrah, yaitu kurma kering, sya’ir, kurma basah dan susu
kering yang tidak dibuang buihnya. Sebagian riwayat menetapkan tentang gandum, dan sebagian lagi biji-bijian. Apakah jenis makanan ini bersifat
ta’abbudi dan yang dimaksudkan adalah bendanya itu sendiri, sehingga setiap muslim tidak boleh berpindah dari makanan yang telah ditetapkan kejenis
makanan lain atau makanan pokok lainnya. Golongan Maliki dan Syafi’i berpendapat, bahwa jenis makanan itu
bukan bersifat ta’abbudi dan tidak dimaksudkan bendanya itu sendiri, sehingga
43
Muhammadiyah Ja’far, Tuntunan Ibadat Zakat Puasa dan Haji, tt: Kalam Mulia, tth, h. 65.
44
Al-Imam Taqiyuddin Abu Bakar Al-Husain [Anas Tohir Syamsuddin] Terjemahan Kifayatul Akhyar Jilid 1, h. 395.
50
wajib bagi seorang muslim mengeluarkan dari makanan pokok negerinya. Menurut satu pendapat, dari makanan pokok orang itu. Apakah yang dipandang
itu makanan pokok pada sebagian besar waktunya, atau sebagian besar waktu bulan Ramadhan atau pada waktu mengeluarkan, atau pada waktu
diwajibkannya.
45
Golongan Maliki mengemukakan berbagai kemungkinan dari kemungkinan tersebut. Sebagian menganggap pada waktu mengeluarkan dan
sebagian lagi menetapkan makanan pokok yang dipergunakan pada sebagian besar bulan Ramadhan. Menurut golongan Syai’i, sebagaimana dikemukanan
dalam al-Wasith bahwa yang dipandang itu adalah makanan pokok penduduk pada waktu wajib zakat fitrah, bukan sepanjang tahun. Ia berkata dalam al-
Wajiz: “Yaitu makanan pokok penduduk pada waktu hari Raya Idul Fitri”.
46
Golongan Maliki mensyaratkan, bahwa makanan pokok itu harus yang termasuk sembilan jenis, sebagaimana ditetapkan mereka, yaitu: sya’ir, kurma
basah, kurma kering, gandum, biji-bijian, salt, padi, susu kering dan keju. Apabila sembilan jenis itu atau sebagiannya ada pada waktu pelaksanaan zakat
fitrah, maka boleh dipilih salah satunya untuk dikeluarkan. Apabila salah satunya dianggap paling pokok, maka harus itulah yang dikeluarkan. Apabila
seluruh atau sebagiannya terdapat, sedangkan yang dijadikan makanan pokok itu yang lain, maka boleh dipilih apa yang dikeluarkan. Menurut sebagian
ulama maksudnya adalah “apabila yang dijadikan makakan pokok itu bukan dari jenis yang sembilan itu, maka keluarkanlah apa yang menjadi makanan
45
Qardhawi, Hukum Zakat, h. 950-951.
46
Qardhawi, Hukum Zakat, h. 951.
51
pokoknya, walaupun terdapat makanan pokok yang sembilan itu atau sebagainya”.
47
Yang dimaksud dengan makanan pokok menurut madzhab Maliki adalah makanan yang dimakan di waktu pagi dan petang, baik pada masa subur
maupun pada masa sulit, bukan yang dimakan pada masa sulit saja. Menurut golongan Syafi’i: biji-bijian dan buah-buahan yang wajib
dikeluarkan zakatnya sepersepuluh, yang pada waktu biasanya merupakan makanan pokok, bukan hanya pada waktu darurat, maka boleh untuk
mengeluarkan zakat fitrah dengan itu. Menurut qaul qadim, bahwa tidak diperbolehkan mengeluarkan zakat fitrah dari kacang kedelai dan kacang adas.
Pendapat yang masyhur adalah pendapat yang pertama.
48
Apabila kita mewajibkan makanan pokok suatu daerah, sedangkan orang-orang makanan pokoknya beraneka ragam, tidak ada yang menonjol,
maka orang boleh mengeluarkan apa saja, tetapi yang lebih utama, ia mengeluarkan yang terbaik.
Menurut zahirnya madzhab Imam Ahmad, bahwa orang itu tidak boleh mengeluarkan zakat fitrah dari jenis yang telah ditetapkan dalam hadits,
walaupun yang menjadi penggantinya berupa makanan pokok di suatu daerah. Sedangkan menurut Ibnu Hazm, tidak boleh mengeluarkan sesuatu untuk zakat
fitrah, selain dari kurma dan sya’ir, tidak boleh kurma basah, tepung terigu dan yang lainnya.
47
Ibid., h. 951.
48
Qardhawi, Hukum Zakat, h. 952.
52
Menurut Yusuf Qardhawi, Nabi SAW membatasi pada makanan- makanan tertentu saja, karena makanan tersebut pada waktu itu merupakan
makanan pokok di lingkungan Arab. Andaikan orang-orang makanan pokoknya beras seperti di Jepang dan Indonesia misalnya, tentu itu yang
diwajibkan, demikian pula jagung seperti dipesisir Mesir. Karenanya yang paling baik adalah, seseorang mengeluarkan zakat fitrah berupa makanan
pokoknya.
49
Jadi kesimpulannya, bentuk zakat fitrah adalah berupa makanan pokok seperti kurma, gandum, beras, kismis, keju dan semacamnya. Inilah pendapat
yang mayoritas sebagaimana dipilih oleh ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa. Namun hal ini diselisihi oleh ulama
Hanabilah yang membatasi macam zakat fitrah hanya pada dalil yang hanya tercantum dalam nash. Dan pendapat yang lebih kuat adalah pendapat
mayoritas, yang tidak dibatasi hanya pada dalil.
50
Dan zakat fitrah itu wajib dilakukan dengan makanan pokok di suatu daerah, untuk makanan lainnya selain makan pokok, itu tidak boleh karena
bertentangan dengan hadits Nabi SAW.
49
Qardhawi, Hukum Zakat, h. 953.
50
Ainul Wafa, Panduan Lengkap Zakat Fitrah, diakses pada tanggal 21 Desember 2010 dari
http:jurnalmuslim.comdakwahpanduan-lengkap-zakat-fitrah.html
53
BAB IV HUKUM MEMBAYAR ZAKAT FITRAH MENGGUNAKAN UANG
KERTAS
Di Indonesia telah menjadi kesepakatan umat Islam, bahwa besarnya satuan zakat fitrah bila berwujud beras, ialah dua setengah kilogram dan dapat
diganti dengan uang. Besar satuan zakat fitrah dua setengah kilogram beras itu disamakan dengan satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum.
1
Hal ini berdasarkan hadist Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Ibnu Umar
RA: َلﺎَﻗ ﺎَﻤُﮭْﻨَﻋ ُﷲا َﻲِﺿَر َﺮَﻤُﻋ ِﻦْﺑا ْﻦَﻋ
: ُﷲا ﻰﱠﻠَﺻ ِﷲا َلْﻮُﺳَر َضَﺮَﻓ
ِﺮْﻄــــِﻔْﻟا َةﺎــــَﻛَز َﻢﱠﻠَﺳ َو ِﮫْﯿَﻠَﻋ ِﺒَﻜْﻟا َو ِﺮْﯿِﻐَﺼْﻟا َو ﻰَﺜْﻧُﻷا َو ِﺮَﻛَﺬﱠﻟا َو ﱢﺮُﺤْﻟا َو ُﺪْﺒَﻌْﻟا ﻰَﻠَﻋ ٍﺮْﯿِﻌَﺷ ْﻦِﻣ ﺎًﻋﺎَﺻ ْوَا ٍﺮَﻤَﺗ ْﻦِﻣ ﺎًﻋﺎَﺻ
ِﺮْﯿــــ ﺎﱠﻨﻟا ِجْوُﺮُﺧ َﻞْﺒَﻗ ىﱠدَﺆُﺗ ْنَا ﺎَﮭِﺑ َﺮَﻣَا َو َﻦْﯿِﻤِﻠْﺴُﻤْﻟا َﻦِﻣ
ِةﺎَﻠﱠﺼْﻟا ﻰَﻟِإ ِس .
ُيِرﺎَﺨـــــــــــــــُﺒْﻟا ُهاَوَر
2
Artinya: “Bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah kepada setiap muslim, masing-masing satu sho kurma atau satu sho
gandum makanan pokok, baik orang yang merdeka maupun hamba sahaya,laki-laki ataupun perempuan, kecil maupun besar. Dan
Rasulullah SAW memerintahkan pembayaran zakat fitrah sebelum orang-orang keluar menghadiri salat hari raya”.HR. Bukhari.
Dalam hal mengeluarkan zakat fitrah dengan uang harga, para ulama berlainan pendapat. Berikut adalah pendapat dan alasan para ulama yang
memperbolehkan dan melarang zakat fitrah menggunakan uang.
1
Syechul Hadi Permono, Sumber Sumber Penggalian Zakat, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1992, h. 156-160.
2
Imam al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, bab Zakat, Juz 3, Kairo: 1985, h. 161, hadits no. 1359.