Hubungan Karakteristik, Pengetahuan, Dan Sikap Kepala Keluarga Dengan Kepemilikan Rumah Sehat Di Kelurahan Pekan Selesei Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat Tahun 2010

(1)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK, PENGETAHUAN, DAN SIKAP KEPALA KELUARGA DENGAN KEPEMILIKAN RUMAH SEHAT DI

KELURAHAN PEKAN SELESEI KECAMATAN SELESEI KABUPATEN LANGKAT

TAHUN 2010

Oleh:

ROY ANTONIUS TARIGAN NIM. 061000113

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK, PENGETAHUAN, DAN SIKAP KEPALA KELUARGA DENGAN KEPEMILIKAN RUMAH SEHAT DI

KELURAHAN PEKAN SELESEI KECAMATAN SELESEI KABUPATEN LANGKAT

TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

ROY ANTONIUS TARIGAN NIM. 061000113

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul

HUBUNGAN KARAKTERISTIK, PENGETAHUAN, DAN SIKAP KEPALA KELUARGA DENGAN KEPEMILIKAN RUMAH SEHAT DI KELURAHAN

PEKAN SELESEI KECAMATAN SELESEI KABUPATEN LANGKAT

TAHUN 2010

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

ROY ANTONIUS TARIGAN NIM. 061000113

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 25 Maret 2010 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes Ir. Evi Naria, M.Kes

NIP. 197002191998022001 NIP. 196803201993032001

Penguji II Penguji III

Ir. Indra Cahaya, M.Si dr. Taufik Ashar, MKM NIP. 196811011993032005 NIP. 197803312003121001

Medan, 23 Maret 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara, Dekan,


(4)

ABSTRAK

Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia dan juga merupakan determinan kesehatan masyarakat. Persentase rumah sehat di Kabupaten Langkat telah mencapai angka 75,33% tetapi penyebarannya di 23 kecamatan masih belum merata. Hal ini terlihat dari masih adanya kecamatan dengan persentase rumah sehat yang masih rendah, salah satunya adalah Kecamatan Selesei yaitu 32,5%.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan desain cross-sectional, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik, pengetahuan, dan sikap kepala keluarga dengan kepemilikan rumah sehat di Kelurahan Pekan Selesei Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat pada tahun 2010. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga di Kelurahan Pekan Selesai Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat Tahun 2010. Dari populasi diambil sampel sebanyak 97 kepala keluarga. Pengumpulan data meliputi data primer melalui wawancara dan data sekunder dari Kelurahan Pekan Selesei. Data dianalisis dengan menggunakan uji chi square pada taraf kepercayaan 95%. Persentase responden yang mempunyai pengetahuan baik adalah sebesar 60,8%, dan kurang baik adalah sebesar 39,2%. Persentase responden yang mempunyai sikap yang baik adalah sebesar 79,4%, dan kurang baik sebesar 20,6%. Persentase responden yang memiliki rumah sehat adalah sebesar 15,5%, dan rumah tidak sehat sebesar 84,5%

Hasil uji bivariat menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara variabel status pekerjaan (p = 0,002) dengan kepemilikan rumah sehat, adanya hubungan yang signifikan antara variabel pendapatan (p = 0,000) dengan kepemilikan rumah sehat, adanya hubungan yang signifikan antara variabel pendidikan (p = 0,003) dengan kepemilikan rumah sehat, adanya hubungan yang signifikan antara variabel pengetahuan (p = 0,001) dengan kepemilikan rumah sehat, dan adanya hubungan yang signifikan antara variabel sikap (p = 0,036) dengan kepemilikan rumah sehat.

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor-faktor lain seperti letak geografis, suku, beban tanggungan yang mungkin berhubungan dan paling berpengaruh dalam kepemilikan rumah sehat.

Kata kunci : kepala keluarga, status pekerjaan, pendapatan, pendidikan, pengetahuan, sikap, kepemilikan rumah sehat


(5)

ABSTRACT

House is a basic human need and also a public health determinants. The percentage of healthy house in Langkat already achieved 75.33% but the spread in

it’s 23 districts still not equitable. This can be seen from the persistence of districts with a percentage of healthy house that are still low, one of which is Selesei District and its percentage is 32.5%.

This research was an analytical study using cross-sectional design, which aims to determine the relationship of the householder’s characteristics, knowledges, and attitudes with the ownership of healthy house in Pekan Selesei Village, Selesei Sub-District, Langkat district in 2010. Populations of this research are all of the householder in Pekan Selesei, Selesei Sub-District, Langkat district in 2010. Samples were taken from the population as much as 97 peoples. Data in this research includes primary data collected by interviews and secondary data from Pekan Selesei Village. Data were analyzed using chi-square test at 95% confidence level.

Percentage of respondents who had a good knowledge was 60.8%, and less well was 39.2%. Percentage of respondents who had a good attitude was 79.4%, and less good was 20.6%. Percentage of respondents who have a healthy house was 15.5%, and unhealthy house was 84.5%

Bivariate test results indicate a significant relationship between the employment status variables (p = 0.002) with a healthy house ownership, there is a significant relationship between the income variables (p = 0.000) with a healthy house ownership, there is a significant relationship between the education variables (p = 0.003 ) with a healthy house ownership, there is a significant relationship between the knowledge variables (p = 0.001) with a healthy house ownership, and there is also a significant relationship between attitude variables (p= 0.036) with a healthy house ownership.

Necessary further research to determine other factors such as geography, ethnicity, weight dependents that may be related and most influential in healthy house ownership.

Keywords: householder, employment status, income, education, knowledge, attitudes, healthy house ownership


(6)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang... 1

1.2.Perumusan Masalah... 4

1.3.Tujuan Penelitian... 4

1.4.Manfaat Penelitian... . 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumah... 6

2.1.1. Definisi Rumah Sehat... 6

2.1.2. Kriteria Rumah Sehat... 6

2.1.3. Parameter dan Indikator Penilaian Rumah Sehat... 10

2.1.4. Sarana Sanitasi Rumah... 17

2.2. Pengertian Perilaku... 22

2.2.1. Bentuk Perilaku... 23

2.2.2. Pengetahuan... 25

2.2.3. Sikap... 27

2.3. Kerangka Konsep... 29

2.4. Hipotesis Penelitian... 29

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian... 31

3.2. Lokasi dan Waktu 3.2.1. Lokasi Penelitian... 31

3.2.2. Waktu Penelitian... 31

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi... 32

3.3.2. Sampel... 32

3.4. Teknik Pengambilan Data 3.4.1. Data Primer... 34

3.4.2. Data Sekunder... 34

3.5. Definisi Operasional... 34

3.6. Aspek Pengukuran 3.6.1. Variabel Independen... 35


(7)

3.7. Teknik Pengolahan Data... 39

3.8. Analisa Data... 40

3.8.1. Analisa Univariat... 40

3.8.2. Analisa Bivariat... 40

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 41

4.2. Analisis Univariat... 42

4.2.1. Variabel Independent... 42

4.2.2. Variabel Dependent... 50

4.3. Analisis Bivariat... 54

BAB 5 PEMBAHASAN 5.1. Hubungan Karakteristik Kepala Keluarga Dengan Kepemilikan Rumah Sehat... 56

5.1.1 Hubungan Status Pekerjaan Dengan Kepemilikan Rumah Sehat... 56

5.1.2 Hubungan Pendapatan Dengan Kepemilikan Rumah Sehat... 57

5.1.3 Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Kepemilikan Rumah Sehat... 59

5.2. Hubungan Pengetahuan Kepala Keluarga Dengan Kepemilikan Rumah Sehat... 61

5.3 Hubungan Sikap Kepala Keluarga Dengan Kepemilikan Rumah Sehat... 63

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan... 66

6.2. Saran... 67


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Distribusi Sampel Tiap Lingkungan Kelurahan Pekan Selesei

Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat... 33

Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden Kelurahan Pekan Selesei Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat Tahun 2010... 43

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Pengetahuan... 45

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan... 48

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Sikap... 49

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap... 51

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Rumah Sehat... 52

Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kepemilikan Rumah Sehat... 54

Tabel 4.8 Hasil Analisa antara Variabel Independen dengan Variabel Dependen... 54


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian Hubungan Karakteristik, Pengetahuan, Sikap Kepala Keluarga dengan Kepemilikan Rumah Sehat di Kelurahan Pekan Selesei Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat Tahun 2010. Lampiran 2. Formulir Penilaian Rumah Sehat.

Lampiran 3. Master Data Hubungan Karakteristik, Pengetahuan, Sikap Kepala Keluarga dengan Kepemilikan Rumah Sehat di Kelurahan Pekan Selesei Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat Tahun 2010.

Lampiran 4. Hasil Pengolahan Data Penelitian Hubungan Karakteristik,Pengetahuan, SikapKepala Keluarga dengan Kepemilikan Rumah Sehat di Kelurahan Pekan Selesei Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat Tahun 2010. Lampiran 5. Surat Izin Penelitian.


(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lingkungan permukiman dan perumahan merupakan kebutuhan dasar manusia dan juga merupakan determinan kesehatan masyarakat. Hal ini disebabkan hampir separuh hidup manusia akan berada di rumah, sehingga kualitas rumah akan sangat berdampak terhadap kondisi kesehatannya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1999). Rumah seharusnya menjadi tempat yang bebas dari gangguan, rasa kebersamaan. Rumah yang sehat mampu melindungi dari panas dan dingin yang ekstrim, hujan dan matahari, angin, hama, bencana seperti banjir dan gempa bumi, serta polusi dan penyakit (Wicaksono, 2009). Rumah sehat menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2005), merupakan bangunan tempat tinggal yang memenuhi syarat kesehatan yaitu rumah yang memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi yang baik, kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah yang tidak terbuat dari tanah.

Berdasarkan penelitian sebelumnya, didapatkan bahwa kondisi perumahan yang tidak sehat berhubungan dengan kejadian penyakit. Keman (2005) menyatakan bahwa berdasar Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan tuberkulosis erat kaitannya dengan kondisi sanitasi perumahan yang tidak sehat. Penyediaan air bersih dan dan sanitasi lingkungan yang tidak memenuhi syarat menjadi faktor risiko terhadap penyakit diare


(11)

(penyebab kematian urutan nomor empat) dan penyakit kecacingan yang menyebabkan produktivitas kerja menurun.

Adnani dan Mahastuti (2006), menyatakan bahwa ada hubungan kondisi rumah dengan penyakit tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Karangmojo II Kabupaten Gunung Kidul Tahun 2003-2006. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa risiko untuk menderita tuberkulosis paru 6 -7 kali lebih tinggi pada penduduk yang tinggal pada rumah yang kondisinya tidak sehat. Yusup dan Sulistyorini (2005) juga menyatakan bahwa terdapat hubungan antara sanitasi fisik rumah dengan kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita di Kelurahan Penjaringan Sari Kecamatan Rungkut Surabaya. Sanitasi rumah secara fisik yang memiliki hubungan dengan kejadian ISPA pada balita meliputi kepadatan penghuni, ventilasi, dan penerangan alami.

Persentase keluarga yang menghuni rumah sehat merupakan salah satu indikator Indonesia Sehat 2010 dan target Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015. Target rumah sehat yang akan dicapai dalam Indonesia Sehat 2010 telah ditentukan sebesar 80% (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2003). Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2007, persentase rumah sehat Indonesia pada tahun 2007 adalah 50,79%. Jumlah ini masih dibawah target yang ditetapkan untuk dicapai pada tahun 2007 yaitu 75% (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Kondisi ini juga terjadi di Sumatera Utara. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (2008) menyatakan bahwa peningkatan persentase rumah sehat cenderung mengalami stagnasi selama kurun waktu 6 tahun terakhir. Bila


(12)

stagnasi peningkatan ini terus berlanjut, diprediksikan presentase rumah sehat di Provinsi Sumatera Utara tidak akan mampu mencapai target 80% pada tahun 2010.

Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Langkat Tahun 2008 persentase rumah sehat telah mencapai angka 75,33% (Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat, 2009). Meskipun persentase tersebut hampir mencapai target Indonesia Sehat 2010, penyebaran rumah sehat di 23 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Langkat masih belum merata. Hal ini terlihat dari masih adanya kecamatan dengan persentase rumah sehat yang masih rendah. Salah satunya adalah Kecamatan Selesei dengan persentase rumah sehat sebesar 32,05%. Kecamatan Selesei menduduki peringkat ketiga kecamatan dengan jumlah rumah terbanyak di Kabupaten Langkat, yaitu sebanyak 11.277 rumah, setelah Kecamatan Tanjung Pura (15.897 rumah) dan Batang Serangan (12.761 rumah). Di Kecamatan Selesei, jumlah rumah terbanyak terdapat di Kelurahan Pekan Selesei.

Menurut Sastra (2005), salah satu kendala dalam pembangunan perumahan dan permukiman yang terjadi di Indonesia antara lain berupa, kondisi sosial ekonomi masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah. Kondisi ini diperparah lagi dengan kurang pahamnya masyarakat akan pentingnya pemeliharaan lingkungan yang bersih bagi kesehatan mereka. Penelitian Riana (2008) juga menunjukkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepemilikan rumah sehat di Kecamatan Peureulak Timur Kabupaten Aceh Timur Tahun 2008, yaitu pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pengetahuan, sikap, dan peran petugas kesehatan. Dari beberapa faktor di atas, faktor pengetahuan merupakan variabel yang paling dominan mempengarui kepemilikan rumah sehat.


(13)

Berdasarkan latar belakang yang tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti Hubungan Karakteristik, Pengetahuan, dan Sikap Kepala Keluarga dengan Kepemilikan Rumah Sehat di Kelurahan Pekan Selesei Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat Tahun 2010.

1.2 Perumusan Masalah

Persentase keluarga yang memiliki rumah sehat di Kecamatan Selesei masih rendah yaitu 32,05%, Angka ini masih jauh dari target yang ingin dicapai dalam Indonesia sehat 2010 sebesar 80%. Perumusan masalah yang dapat diajukan yaitu belum diketahuinya hubungan karakteristik, pengetahuan, dan sikap kepala keluarga dengan kepemilikan rumah sehat di Kelurahan Pekan Selesei Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan karakteristik, pengetahuan, dan sikap kepala keluarga dengan kepemilikan rumah sehat di Kelurahan Pekan Selesei Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat pada tahun 2010.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik kepala keluarga (status pekerjaan, pendapatan, pendidikan) dengan kepemilikan rumah sehat di Kelurahan Pekan Selesei.

2. Untuk mengetahui pengetahuan kepala keluarga mengenai kepemilikan rumah sehat di Kelurahan Pekan Selesei.


(14)

3. Untuk mengetahui sikap kepala keluarga mengenai kepemilikan rumah sehat di Kelurahan Pekan Selesei.

4. Untuk mengetahui persentase rumah sehat di Kelurahan Pekan Selesei.

5. Untuk mengetahui hubungan karakteristik kepala keluarga (status pekerjaan, pendapatan, pendidikan) dengan kepemilikan rumah sehat di Kelurahan Pekan Selesei.

6. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan kepala keluarga dengan kepemilikan rumah sehat di Kelurahan Pekan Selesei.

7. Untuk mengetahui hubungan sikap kepala keluarga dengan kepemilikan rumah sehat di Kelurahan Pekan Selesei.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat dan dinas-dinas serta lembaga yang terkait dalam meningkatkan keberadaan rumah sehat. 2. Sebagai bahan masukan bagi dinas terkait untuk membuat kebijakan penyehatan

rumah.

3. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi masyarakat Kecamatan Selesei untuk meningkatkan pengetahuan tentang rumah sehat.

4. Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya, khususnya mengenai kepemilikan rumah sehat.


(15)

ABSTRAK

Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia dan juga merupakan determinan kesehatan masyarakat. Persentase rumah sehat di Kabupaten Langkat telah mencapai angka 75,33% tetapi penyebarannya di 23 kecamatan masih belum merata. Hal ini terlihat dari masih adanya kecamatan dengan persentase rumah sehat yang masih rendah, salah satunya adalah Kecamatan Selesei yaitu 32,5%.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan desain cross-sectional, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik, pengetahuan, dan sikap kepala keluarga dengan kepemilikan rumah sehat di Kelurahan Pekan Selesei Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat pada tahun 2010. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga di Kelurahan Pekan Selesai Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat Tahun 2010. Dari populasi diambil sampel sebanyak 97 kepala keluarga. Pengumpulan data meliputi data primer melalui wawancara dan data sekunder dari Kelurahan Pekan Selesei. Data dianalisis dengan menggunakan uji chi square pada taraf kepercayaan 95%. Persentase responden yang mempunyai pengetahuan baik adalah sebesar 60,8%, dan kurang baik adalah sebesar 39,2%. Persentase responden yang mempunyai sikap yang baik adalah sebesar 79,4%, dan kurang baik sebesar 20,6%. Persentase responden yang memiliki rumah sehat adalah sebesar 15,5%, dan rumah tidak sehat sebesar 84,5%

Hasil uji bivariat menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara variabel status pekerjaan (p = 0,002) dengan kepemilikan rumah sehat, adanya hubungan yang signifikan antara variabel pendapatan (p = 0,000) dengan kepemilikan rumah sehat, adanya hubungan yang signifikan antara variabel pendidikan (p = 0,003) dengan kepemilikan rumah sehat, adanya hubungan yang signifikan antara variabel pengetahuan (p = 0,001) dengan kepemilikan rumah sehat, dan adanya hubungan yang signifikan antara variabel sikap (p = 0,036) dengan kepemilikan rumah sehat.

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor-faktor lain seperti letak geografis, suku, beban tanggungan yang mungkin berhubungan dan paling berpengaruh dalam kepemilikan rumah sehat.

Kata kunci : kepala keluarga, status pekerjaan, pendapatan, pendidikan, pengetahuan, sikap, kepemilikan rumah sehat


(16)

ABSTRACT

House is a basic human need and also a public health determinants. The percentage of healthy house in Langkat already achieved 75.33% but the spread in

it’s 23 districts still not equitable. This can be seen from the persistence of districts with a percentage of healthy house that are still low, one of which is Selesei District and its percentage is 32.5%.

This research was an analytical study using cross-sectional design, which aims to determine the relationship of the householder’s characteristics, knowledges, and attitudes with the ownership of healthy house in Pekan Selesei Village, Selesei Sub-District, Langkat district in 2010. Populations of this research are all of the householder in Pekan Selesei, Selesei Sub-District, Langkat district in 2010. Samples were taken from the population as much as 97 peoples. Data in this research includes primary data collected by interviews and secondary data from Pekan Selesei Village. Data were analyzed using chi-square test at 95% confidence level.

Percentage of respondents who had a good knowledge was 60.8%, and less well was 39.2%. Percentage of respondents who had a good attitude was 79.4%, and less good was 20.6%. Percentage of respondents who have a healthy house was 15.5%, and unhealthy house was 84.5%

Bivariate test results indicate a significant relationship between the employment status variables (p = 0.002) with a healthy house ownership, there is a significant relationship between the income variables (p = 0.000) with a healthy house ownership, there is a significant relationship between the education variables (p = 0.003 ) with a healthy house ownership, there is a significant relationship between the knowledge variables (p = 0.001) with a healthy house ownership, and there is also a significant relationship between attitude variables (p= 0.036) with a healthy house ownership.

Necessary further research to determine other factors such as geography, ethnicity, weight dependents that may be related and most influential in healthy house ownership.

Keywords: householder, employment status, income, education, knowledge, attitudes, healthy house ownership


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah

2.1.1 Definisi Rumah Sehat

Dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Menurut Wicaksono, rumah adalah sebuah tempat tujuan akhir dari manusia. Rumah menjadi tempat berlindung dari cuaca dan kondisi lingkungan sekitar, menyatukan sebuah keluarga, meningkatkan tumbuh kembang kehidupan setiap manusia, dan menjadi bagian dari gaya hidup manusia.

Rumah harus dapat mewadahi kegiatan penghuninya dan cukup luas bagi seluruh pemakainya, sehingga kebutuhan ruang dan aktivitas setiap penghuninya dapat berjalan dengan baik. Lingkungan rumah juga sebaiknya terhindar dari faktor-faktor yang dapat merugikan kesehatan (Hindarto, 2007). Rumah sehat dapat diartikan sebagai tempat berlindung, bernaung, dan tempat untuk beristirahat, sehingga menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani, maupun sosial (Sanropie dkk., 1989).

2.1.2 Kriteria Rumah Sehat

Kriteria rumah sehat yang diajukan oleh dalam Entjang (2000) dan Wicaksono (2009) yang dikutip dari Winslow antara lain:


(18)

1. Harus dapat memenuhi kebutuhan fisiologis 2. Harus dapat memenuhi kebutuhan psikologis 3. Harus dapat menghindarkan terjadinya kecelakaan

4. Harus dapat menghindarkan terjadinya penularan penyakit

Hal ini sejalan dengan kriteria rumah sehat menurut American Public Health Asociation (APHA), yaitu:

1. Memenuhi kebutuhan dasar fisik

Sebuah rumah harus dapat memenuhi kebutuhan dasar fisik, seperti:

a. Rumah tersebut harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat dipelihara atau dipertahankan temperatur lingkungan yang penting untuk mencegah bertambahnya panas atau kehilangan panas secara berlebihan. Sebaiknya temperatur udara dalam ruangan harus lebih rendah paling sedikit 4°C dari temperatur udara luar untuk daerah tropis. Umumnya temperatur kamar 22°C - 30°C sudah cukup segar.

b. Rumah tersebut harus terjamin pencahayaannya yang dibedakan atas cahaya matahari (penerangan alamiah) serta penerangan dari nyala api lainnya (penerangan buatan). Semua penerangan ini harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak terlalu gelap atau tidak menimbulkan rasa silau.

c. Rumah tersebut harus mempunyai ventilasi yang sempurna sehingga aliran udara segar dapat terpelihara. Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai ruangan, sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimum 5% luas lantai sehingga jumlah keduanya menjadi 10% dari luas lantai


(19)

ruangan. Ini diatur sedemikian rupa agar udara yang masuk tidak terlalu deras dan tidak terlalu sedikit.

d. Rumah tersebut harus dapat melindungi penghuni dari gangguan bising yang berlebihan karena dapat menyebabkan gangguan kesehatan baik langsung maupun dalam jangka waktu yang relatif lama. Gangguan yang dapat muncul antara lain gangguan fisik seperti kerusakan alat pendengaran dan gangguan mental seperti mudah marah dan apatis.

e. Rumah tersebut harus memiliki luas yang cukup untuk aktivitas dan untuk anak-anak dapat bermain. Hal ini penting agar anak-anak mempunyai kesempatan bergerak, bermain dengan leluasa di rumah agar pertumbuhan badannya akan lebih baik, juga agar anak tidak bermain di rumah tetangganya, di jalan atau tempat lain yang membahayakan.

2. Memenuhi kebutuhan dasar psikologis

Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat terpenuhi kebutuhan dasar psikologis penghuninya, seperti:

a. Cukup aman dan nyaman bagi masing-masing penghuni

Adanya ruangan khusus untuk istirahat bagi masing-masing penghuni, seperti kamar tidur untuk ayah dan ibu. Anak-anak berumur di bawah 2 tahun masih diperbolehkan satu kamar tidur dengan ayah dan ibu. Anak-anak di atas 10 tahun laki-laki dan perempuan tidak boleh dalam satu kamar tidur. Anak-anak di atas 17 tahun mempunyai kamar tidur sendiri.

b. Ruang duduk dapat dipakai sekaligus sebagai ruang makan keluarga, dimana anak-anak sambil makan dapat berdialog langsung dengan orang tuanya.


(20)

c. Dalam memilih letak tempat tinggal, sebaiknya di sekitar tetangga yang memiliki tingkat ekonomi yang relatif sama, sebab bila bertetangga dengan orang yang lebih kaya atau lebih miskin akan menimbulkan tekanan batin.

d. Dalam meletakkan kursi dan meja di ruangan jangan sampai menghalangi lalu lintas dalam ruangan

e. W.C. (Water Closet) dan kamar mandi harus ada dalam suatu rumah dan terpelihara kebersihannya. Biasanya orang tidak senang atau gelisah bila terasa ingin buang air besar tapi tidak mempunyai W.C. sendiri karena harus antri di W.C. orang lain atau harus buang air besar di tempat terbuka seperti sungai atau kebun.

f. Untuk memperindah pemandangan, perlu ditanami tanaman hias, tanaman bunga yang kesemuanya diatur, ditata, dan dipelihara secara rapi dan bersih, sehingga menyenangkan bila dipandang.

3. Melindungi dari penyakit

Rumah tersebut harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat melindungi penghuninya dari kemungkinan penularan penyakit atau zat-zat yang membahayakan kesehatan. Dari segi ini, maka rumah yang sehat adalah rumah yang di dalamnya tersedia air bersih yang cukup dengan sistem perpipaan seperti sambungan atau pipa dijaga jangan sampai sampai bocor sehingga tidak tercemar oleh air dari tempat lain. Rumah juga harus terbebas dari kehidupan serangga dan tikus, memiliki tempat pembuangan sampah, pembuangan air limbah serta pembuangan tinja yang memenuhi syarat kesehatan.


(21)

4. Melindungi dari kemungkinan kecelakaan

Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat melindungi penghuni dari kemungkinan terjadinya bahaya atau kecelakaan. Termasuk dalam persyaratan ini antara lain bangunan yang kokoh, tangga yang tidak terlalu curam dan licin, terhindar dari bahaya kebakaran, alat-alat listrik yang terlindung, tidak menyebabkan keracunan gas bagi penghuni, terlindung dari kecelakaan lalu lintas, dan lain sebagainya (Azwar, 1990; CDC, 2006; Sanropie, 1989).

2.1.3. Parameter dan Indikator Penilaian Rumah Sehat

Berdasarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2002), lingkup penilaian rumah sehat dilakukan terhadap kelompok komponen rumah, sarana sanitasi dan perilaku penghuni.

1. Kelompok komponen rumah, meliputi langit-langit, dinding, lantai, jendela kamar tidur, jendela ruang keluarga dan ruang tamu, ventilasi, sarana pembuangan asap dapur dan pencahayaan.

2. Kelompok sarana sanitasi, meliputi sarana air bersih, sarana pembuangan kotoran, saluran pembuangan air limbah, sarana tempat pembuangan sampah.

3. Kelompok perilaku penghuni, meliputi membuka jendela kamar tidur, membuka jendela ruang keluarga, membersihkan rumah dan halaman, membuang tinja bayi dan balita ke jamban, membuang sampah pada tempat sampah.

Parameter yang dipergunakan untuk menentukan rumah sehat adalah sebagaimana yang tercantum dalam Kepmenkes Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan.


(22)

1. Bahan bangunan

Syarat bahan bangunan yang diperbolehkan antara lain:

a. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepas zat-zat yang dapat membahayakan kesehatan, seperti debu total tidak lebih dari 150 µg/m3, asbes bebas tidak melebihi 0,5 fiber/m3/4 jam, dan timah hitam tidak melebihi 300 mg/kg.

b. Tidak terbuat dari bahan yang dapat memungkinkan tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme patogen.

2. Komponen dan penataan ruang rumah

Komponen rumah harus memenuhi persyaratan fisik dan biologis seperti berikut: a. Lantai yang kedap air dan mudah dibersihkan. Menurut Sanropie (1989), lantai

dari tanah lebih baik tidak digunakan lagi, sebab bila musim hujan akan lembab sehingga dapat menimbulkan gangguan/penyakit terhadap penghuninya. Oleh karena itu perlu dilapisi dengan lapisan yang kedap air seperti disemen, dipasang tegel, keramik, teraso dan lain-lain. Untuk mencegah masuknya air ke dalam rumah, sebaiknya lantai dinaikkan kira-kira 20 cm dari permukaan tanah.

b. Dinding, dengan pembagian: (i) Untuk di ruang tidur dan ruang keluarga dilengkapi dengan sarana ventilasi untuk pengaturan sirkulasi udara; (ii) Untuk di kamar mandi dan tempat cuci harus kedap air dan mudah dibersihkan.

Berdasarkan Sanropie (1989), fungsi dinding selain sebagai pendukung atau penyangga atap, dinding juga berfungsi untuk melindungi ruangan rumah dari gangguan, serangga, hujan dan angin, juga melindungi dari pengaruh panas dan


(23)

angin dari luar. Bahan dinding yang paling baik adalah bahan yang tahan api, yaitu dinding dari batu.

c. Langit-langit

Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan.

d. Bubungan rumah yang memiliki tinggi 10 m atau lebih harus dilengkapi dengan penangkal petir

e. Ruang di dalam rumah harus ditata agar berfungsi sebagai ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur, ruang dapur, ruang mandi, dan ruang bermain anak.

Menurut Sanropie (1989), banyaknya ruangan di dalam rumah biasanya tergantung kepada jumlah penghuni. Banyaknya penghuni dalam suatu rumah akan menuntut jumlah ruangan yang banyak terutama ruang tidur. Tetapi pada umumnya jumlah ruangan dalam suatu rumah disesuaikan dengan fungsi ruangan tersebut, seperti:

a. Ruang untuk istirahat/tidur (ruang tidur)

Rumah yang sehat harus mempunyai ruang khusus untuk tidur. Ruang tidur ini biasanya digunakan sekaligus untuk ruang ganti pakaian, dan ditempatkan di tempat yang cukup tenang, tidak gaduh, jauh dari tempat bermain anak-anak. Diusahakan agar ruang tidur mendapat cukup sinar matahari.

Agar terhindar dari penyakit saluran pernafasan, maka luas ruang tidur minimal 9 m2 untuk setiap orang yang berumur diatas 5 tahun atau untuk orang dewasa dan 4 ½ m2 untuk anak-anak berumur dibawah 5 tahun. Luas lantai


(24)

minimal 3 ½ m2 untuk setiap orang, dengan tinggi langit-langit tidak kurang dari 2 ¾ m.

b. Ruang tamu

Ruang tamu yaitu suatu ruangan khusus untuk menerima tamu, biasanya diletakkan di bagian depan rumah. Ruang tamu sebaiknya terpisah dengan ruang duduk yang dapat dibuka/ditutup atau dengan gorden, sehingga tamu tidak dapat melihat kegiatan orang-orang yang ada di ruang duduk.

c. Ruang duduk (ruang keluarga)

Ruang duduk harus dilengkapi jendela yang cukup, ventilasi yang memenuhi syarat, dan cukup mendapat sinar matahari pagi. Ruang duduk ini sebaiknya lebih luas dari ruang-ruang lainnya seperti ruang tidur atau ruang tamu karena ruang duduk sering digunakan pula untuk berbagai kegiatan seperti tempat berbincang-bincang anggota keluarga, tempat menonoton TV, kadang-kadang digunakan untuk tempat membaca/belajar dan bermain anak-anak. Selain itu ruangan ini juga sering digunakan sekaligus sebagai ruang makan keluarga. d. Ruang makan

Ruang makan sebaiknya mempunyai ruangan yang khusus, ruangan tersendiri, sehingga bila ada anggota keluarga sedang makan tidak akan terganggu oleh kegiatan anggota keluarga lainnya. Tetapi untuk suatu rumah yang kecil/sempit, ruang makan ini boleh jadi satu dengan ruang duduk.

e. Ruang dapur

Dapur harus mempunyai ruangan tersendiri, karena asap dari hasil pembakaran dapat membawa dampak negatif terhadap kesehatan. Ruang dapur


(25)

harus memiliki ventilasi yang baik agar udara/asap dari dapur dapat teralirkan keluar (ke udara bebas). Luas dapur minimal 4 m2 dan lebar minimal 1,5 m.

Di dapur harus tersedia alat-alat pengolahan makanan, alat-alat memasak, tempat cuci peralatan serta tempat penyimpanannya. Tersedia air bersih yang memenuhi syarat kesehatan dan mempunyai sisitem pembuangan air kotor yang baik, serta mempunyai tempat pembuangan sampah sementara yang baik/tertutup. Selain itu dapur harus tersedia tempat penyimpanan bahan makanan atau makanan yang siap disajikan. Tempat ini harus terhindar dari gangguan serangga (lalat) dan tikus. Oleh karena itu ruangan harus bebas serangga dan tikus.

f. Kamar mandi/W.C

Lantai kamar mandi dan jamban harus kedap air dan selalu terpelihara kebersihannya agar tidak licin. Dinding minimal setinggi 1 ½ m dari lantai. Setiap kamar mandi dan jamban yang letaknya di dalam rumah, diusahakan salah satu dindingnya yang berlubang ventilasi harus berhubungan langsung dengan bagian luar rumah. Bila tidak, ruang/kamar mandi dan jamban ini harus dilengkapi dengan alat penyedot udara untuk mengeluarkan udara dari kamar mandi dan jamban tersebut keluar, sehingga tidak mencemari ruangan lain (bau dari kamar mandi dan W.C.) Jumlah kamar mandi harus cukup sesuai dengan jumlah penghuni rumah. Selain itu kebersihannya harus selalu terjaga. Jamban harus berleher angsa dan 1 jamban tidak boleh dipergunakan untuk lebih dari 7 orang.


(26)

g. Gudang

Gudang berfungsi sebagai tempat penyimpanan alat-alat atau bahan-bahan lainnya yang tidak dapat ditampung di ruangan lain, seperti alat-alat untuk memperbaiki rumah (tangga, dan lain–lain).

f. Ruang dapur harus dilengkapi sarana pembuangan asap. 3. Pencahayaan

Pencahayaan dalam ruangan dapat berupa pencahayaan alami dan atau buatan, yang secara langsung ataupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan. Intensitas minimal pencahayaan dalam ruangan adalah 60 lux dan tidak menyilaukan. 4. Kualitas udara

Kualitas udara dalam ruangan tidak boleh melebihi ketentuan sebagai berikut: a. Suhu udara nyaman berkisar 18° sampai 30° C

b. Kelembapan udara berkisar antara 40% sampai 70% c. Konsentrasi gas SO2 tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam

d. Pertukaran udara (air exchange rate) = 5 kaki kubik per menit per penghuni e. Konsentrasi gas CO tidak melebihi 100 ppm/8 jam

f. Konsentrasi gas formaldehid tidak melebihi 120 mg/m3 5. Ventilasi

Luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% dari luas lantai.

Menurut Sanropie (1989), ventilasi sangat penting untuk suatu rumah tinggal. Hal ini karena ventilasi mempunyai fungsi ganda. Fungsi pertama sebagai lubang masuk udara yang bersih dan segar dari luar ke dalam ruangan dan keluarnya udara


(27)

kotor dari dalam keluar (cross ventilation). Dengan adanya ventilasi silang (cross ventilation) akan terjamin adanya gerak udara yang lancar dalam ruangan.

Fungsi kedua dari ventilasi adalah sebagai lubang masuknya cahaya dari luar seperti cahaya matahari, sehingga didalam rumah tidak gelap pada waktu pagi, siang hari maupun sore hari. Oleh karena itu untuk suatu rumah yang memenuhi syarat kesehatan, ventilasi mutlak harus ada.

Suatu ruangan yang tidak memiliki sistem ventilasi yang baik akan menimbulkan keadaan yang merugikan kesehatan, antara lain:

a. Kadar oksigen akan berkurang, padahal manusia tidak mungkin dapat hidup tanpa oksigen dalam udara.

b. Kadar karbon dioksida yang bersifat racun bagi manusia, akan meningkat.

c. Ruangan akan berbau, disebabkan oleh bau tubuh, pakaian, pernafasan, dan mulut. d. Kelembapan udara dalam ruangan akan meningkat disebabkan oleh penguapan

cairan oleh kulit dan pernafasan (Azwar,1990).

Berdasarkan Azwar (1990), ada dua cara yang dapat dilakukan agar ruangan mempunyai sistem aliran udara yang baik, yaitu (i) Ventilasi alamiah, yaitu ventilasi yang terjadi secara alamiah dimana udara masuk melalui jendela, pintu, ataupun lubang angin yang sengaja dibuat untuk itu. Proses terjadinya aliran udara ialah karena terdapatnya perbedaan suhu, udara yang panas lebih ringan dari pada udara yang dingin. (ii) Ventilasi buatan, ialah ventilasi berupa alat khusus untuk mengalirkan udara, misalnya penghisap udara (exhaust ventilation) dan air condition. 6. Binatang penular penyakit


(28)

7. Air

a. Tersedia sarana air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter/hari/orang.

b. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan atau air minum sesuai perundang-undangan yang berlaku.

8. Tersedianya sarana penyimpanan makanan yang aman. 9. Limbah

a. Limbah cair yang berasal dari rumah tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah.

b. Limbah padat harus dikelola agar tidak menimbulkan bau, pencemaran terhadap permukaan tanah, serta air tanah.

10. Kepadatan hunian ruang tidur

Luas ruang tidur minimal 9 meter, dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak di bawah umur 5 tahun.

11. Atap

Fungsi atap adalah untuk melindungi isi ruangan rumah dari gangguan angin, panas dan hujan, juga melindungi isi rumah dari pencemaran udara seperti: debu, asap, dan lain-lain. Atap yang paling baik adalah atap dari genteng karena bersifat isolator, sejuk dimusim panas dan hangat di musim hujan (Sanropie, 1989).

2.1.4. Sarana Sanitasi Rumah

Dilihat dari aspek sanitasi, maka beberapa sarana lingkungan yang berkaitan dengan perumahan sehat adalah sebagai berikut:


(29)

1. Sarana air bersih dan air minum

Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak sesuai Peraturan Menteri Kesehatan No.416/MENKES/PER/IX/1990 (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1990). Air minum adalah air yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum dan berasal dari penyediaan air minum sesuai Keputusan Menteri Kesehatan No. 907/MENKES/SK/VII/2002 (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002).

Sarana air bersih adalah semua sarana yang dipakai sebagai sumber air bagi penghuni rumah yang digunakan untuk kehidupan sehari-hari. Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sarana air bersih antara lain (a) jarak antara sumber air dengan sumber pengotoran (seperti septik tank, tempat pembuangan sampah, air limbah) minimal 10 meter, (b) pada sumur gali sedalam 10 meter dari permukaan tanah dibuat kedap air dengan pembuatan cincin dan bibir sumur, (c) penampungan air hujan pelindung air, sumur artesis atau terminal air atau perpipaan/kran atau sumur gali terjaga kebersihannya dan dipelihara rutin.

Ada 3 syarat utama yang harus dipenuhi agar air layak dikonsumsi sebagai air minum, antara lain:

a. Syarat fisik

Syarat fisik air minum yaitu air yang tidak berwarna, tidak berbau, jernih dengan suhu sebaiknya di bawah suhu udara sehingga menimbulkan rasa nyaman.


(30)

b. Syarat kimia

Air minum yang baik adalah air yang tidak tercemar secara berlebihan oleh zat-zat kimia ataupun mineral, terutama yang berbahaya bagi kesehatan.

c. Syarat bakteriologis

Air tidak boleh mengandung suatu mikroorganisme. Sebagai petunjuk bahwa air telah dicemari oleh faeces manusia adalah adanya E.coli karena bakteri ini selalu terdapat dalam faeces manusia baik yang sakit, maupun orang sehat serta relatif lebih sukar dimatikan dengan pemanasan air (Entjang, 1997).

2. Saluran Pembuangan Air Limbah

Air limbah atau air kotor atau air bekas ialah air yang tidak bersih dan mengandung pelbagai zat yang bersifat membahayakan kehidupan manusia, hewan dan lazimnya muncul karena hasil perbuatan manusia.

Pada dasarnya pengolahan air limbah bertujuan untuk:

a. Melindungi kesehatan anggota masyarakat dari ancaman berbagai penyakit. Ini disebabkan karena limbah sering dipakai sebagai tempat berkembang-biaknya berbagai macam bibit penyakit.

b. Melindungi timbulnya kerusakan tanaman, terutama jika air limbah tersebut mengandung zat organik yang membahayakan kelangsungan hidup.

c. Menyediakan air bersih yang dapat dipakai untuk keperluan hidup sehari-hari, terutama jika sulit ditemukan air bersih.


(31)

Kakus atau jamban adalah tempat yang dipakai manusia untuk melepaskan hajatnya. Adapun syarat-syarat dalam mendirikan kakus atau jamban menurut Azwar (1990) ialah:

a. Harus tertutup, dalam arti bangunan tersebut terlindung dari pandangan orang lain, terlindung dari panas atau hujan, serta terjamin privacy-nya. Dalam kehidupan sehari-hari, syarat ini dipenuhi dalam bentuk mengadakan ruangan sendiri untuk kakus di rumah ataupun mendirikan rumah kakus di pekarangan.

b. Bangunan kakus ditempatkan pada lokasi yang tidak sampai mengganggu pandangan, tidak menimbulkan bau, serta tidak menjadi tempat hidupnya perbagai binatang.

c. Bangunan kakus memiliki lantai yang kuat, mempunyai tempat berpijak yang kuat, syarat ini yang terutama harus dipenuhi jika mendirikan kakus model cemplung. d. Mempunyai lobang kloset yang kemudian melalui saluran tertentu dialirkan pada

sumur penampungan atau sumur rembesan.

e. Menyediakan alat pembersih seperti air atau kertas yang cukup, sehingga dapat segera dipakai setelah membuang kotoran.

Berdasarkan Azwar (1990) jenis-jenis kakus atau jamban dilihat dari bangunan jamban yang didirikan, tempat penampungan, pemusnahan kotoran dan penyaluran air kotor, seperti:

a. Kakus cubluk (pit privy), ialah kakus yang tempat penampungan tinjanya dibangun dekat dibawah tempat injakan atau dibawah bangunan kakus. Menurut Entjang (1997), kakus ini dibuat dengan menggali lubang ke dalam tanah dengan diameter 80-120 cm sedalam 2,5-8 meter. Lama pemakaiannya


(32)

antara 5-15 tahun. Pada kakus ini harus diperhatikan (i) jangan diberi desinfektan karena mengganggu proses pembusukan sehingga cubluk cepat penuh, (ii) untuk mencegah bertelurnya nyamuk, tiap minggu diberi minyak tanah, (iii) agar tidak terlalu bau diberi kapur barus.

b. Kakus empang (overhung latrine), ialah kakus yang dibangun di atas empang, sungai atau rawa. Kakus model ini kotorannya tersebar begitu saja, yang biasanya kotoran tersebut langsung dimakan ikan, atau ada yang dikumpul memakai saluran khusus yang kemudian diberi pembatas seperti bambu, kayu dan lain sebagainya yang ditanam melingkar ditengah empang, sungai atau rawa.

c. Kakus kimia (chemical toilet), kakus model ini biasanya dibangun pada tempat- tempat rekreasi, pada alat transportasi dan lain sebagainya. Di tempat ini, tinja didisenfeksi dengan zat-zat kimia seperti caustic soda, dan sebagai pembersihnya dipakai kertas (toilet paper). Kakus kimia sifatnya sementara, oleh karena itu kotoran yang telah terkumpul perlu dibuang lagi. Ada dua macam kakus kimia, yaitu (i) tipe lemari (commode type) dan (ii) tipe tanki (tank type).

d. Kakus dengan “angsa trine” ialah, kakus dimana leher lubang kloset berbentuk lengkungan, dengan demikian akan selalu terisi air yang penting untuk mencegah bau serta masuknya binatang-binatang kecil. Kakus model ini biasanya dilengkapi dengan lubang atau sumur penampung/sumur resapan yang disebut septi tank. Kakus model ini adalah yang terbaik dan dianjurkan dalam kesehatan lingkungan.


(33)

4. Tempat Sampah

Usaha yang diperlukan agar sampah tidak membahayakan kesehatan manusia adalah perlunya dilakukan pengelolaan terhadap sampah, seperti penyimpanan (storage), pengumpulan (collection), dan pembuangan (disposal). Tempat sampah tiap-tiap rumah, isinya cukup 1 meter kubik. Tempat sampah sebaiknya tidak ditempatkan di dalam rumah atau di pojok dapur, karena akan menjadi gudang makanan bagi tikus-tikus dan rumah menjadi banyak tikusnya.

Tempat sampah yang baik harus memenuhi kriteria, antara lain (a) terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan tidak mudah rusak, (b) harus mempunyai tutup sehingga tidak menarik serangga atau binatang-binatang lainnya, dan sangat dianjurkan agar tutup sampah ini dapat dibuka atau ditutup tanpa mengotori tangan, (c) ditempatkan di luar rumah. Bila pengumpulannya dilakukan oleh pemerintah, tempat sampah harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga karyawan pengumpul sampah mudah mencapainya (Entjang, 1997).

2.2. Pengertian Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku dipandang dari segi biologis adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi, perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari pada manusia itu sendiri. Perilaku dan gejala yang tampak pada organisme tersebut dipengaruhi baik okeh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan faktor genetik dan lingkungan merupakan penentu dari perilaku mahluk hidup termasuk dari manusia. Hereditas atau faktor keturunan adalah merupakan konsepsi dasar atau modal untuk


(34)

perkembangan perilaku mahluk hidup itu untuk selanjutnya. Sedangkan faktor lingkungan adalah merupakan kondisi atau merupakan lahan untuk perkembangan perilaku tersebut.

Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku merupakan respon atau reaksi individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini bersifat pasif (tanpa tindakan) maupun aktif (disertai tindakan) (Sarwono, 2004).

2.2.1. Bentuk Perilaku

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek. Respon ini dibedakan menjadi 2 (dua):

1. Perilaku tertutup (covert bahavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang memerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Oleh sebab itu disebut


(35)

overt behavior, tindakan nyata atau praktek (practice) misal, seorang ibu memeriksa kehamilannya atau membawa anaknya ke puskesmas untuk diimunisasi.

Berdasarkan batasan perilaku dari Skiner tersebut, maka perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok.

1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance)

Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek.

a. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.

b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Perlu dijelaskan disini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relatif, maka dari itu orang yang sehat pun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin.

c. Perilaku gizi (makanan dan minuman). Makanan dan minuman dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut.


(36)

2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan atau disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior).

3. Perilaku kesehatan lingkungan.

Adalah bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Misalnya: bagaimana mengelola pembuangan tinja, air minum, tempat sampah, pembuangan limbah, dan sebagainya.

2.2.2. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan mempunyai enam tingkatan, antara lain:

1.Tahu (know)

Tahu berarti mengingat materi yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tingkatan ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Yang termasuk pada pengetahuan tingkat ini adalah menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, dan sebagainya. Misalnya seseorang yang telah mendapatkan penyuluhan dapat menyebutkan komponen-komponen rumah yang sehat.


(37)

2.Memahami (comprehension)

Memahami berarti mampu menjelaskan dan menginterpretasikan dengan benar apa yang diketahui. Orang yang telah paham harus dapat menjelaskan, memberikan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya. Misalnya dapat menjelaskan pentingnya kepemilikan jamban.

3.Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari dalam situasi dan kondisi yang sebenarnya. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam penghitungan hasil penelitian.

4.Analisis (analysis)

Analisis merupakan kemampuan untuk menjabarkan materi menjadi komponen-komponen yang masih berkaitan satu sama lain. Misalnya membuat bagan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5.Sintesis (synthesis)

Sintesis diartikan sebagai kemampuan untuk membentuk formulasi baru dari formulasi yang telah ada.

6.Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian-penilaian terhadap sesuatu, baik dengan menggunakan kriteria sendiri, maupun kriteria yang telah ada.

Pengetahuan dapat diukur dengan wawancara langsung ataupun memberikan angket berisi pertanyaan mengenai materi yang ingin diukur dari responden (Notoatmodjo, 2003).


(38)

2.2.3. Sikap (Attitude)

Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecendrungan untuk berespon (secara positif atau negatif) terhadap orang, obyek atau situasi tertentu. Sikap mengandung suatu penelitian emosional/afektif (senang, benci, sedih, dsb), disamping itu komponen kognitif (pengetahuan tentang obyek itu) serta aspek konatif (kecenderungan bertindak). Dalam hal ini pengertian sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Allport (1954) yang dikutip Notoatmodjo (2003), sikap mempunyai tiga komponen pokok, yaitu:

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. 2. Kehidupan emosional unutk evaluasi terhdap suatu objek. 3. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama akan membentuk sikap yang utuh. Dalam pembentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo, 2003). Misalnya, seorang ibu telah mendapat informasi mengenai komplikasi diare dan cara mencegahnya. Pengetahuan ini akan membuatnya berpikir dan berusaha supaya anaknya tidak sampai mengalami dehidrasi ketika terkena diare. Ketika berpikir, komponen emosi dan keyakinan ibu tersebut turut berperan sehingga ibu tersebut berniat memberikan terapi cairan apabila anaknya mengalami diare.


(39)

1. Menerima (receiving), yang berarti subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (Notoatmodjo, 2003). Misalnya sikap orang terhadap pemberian terapi cairan sebagai penanganan diare dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang tersebut terhadap penyuluhan tentang diare.

2. Merespon (responding), yang dapat dilihat dari kemauan subjek untuk menjawab pertanyaan ketika ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Hal-hal tersebut merupakan indikasi dari sikap bahwa subjek menerima ide tersebut (Notoatmodjo, 2003).

3. Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya, seorang ibu yang mengajak tetangganya untuk menimbang anaknya ke posyandu (Notoatmodjo, 2003).

4. Bertanggung jawab (responsible), yang merupakan tingkatan sikap paling tinggi. Pada tingkatan ini, subjek mampu mempertanggungjawabkan segala sesuatu yang telah dipilihnya. Misalnya, ibu yang mau menjadi akseptor KB meskipun ditentang mertuanya (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Notoatmodjo. pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menanyakan pendapat responden. Misalnya, bagaimana pendapat Anda tentang pelayanan di Puskesmas Medan Denai? Atau pertanyaan dapat pula berupa menyatakan hipotesis-hipotesis, kemudian menanyakan pendapat responden. Misalnya, anak yang mengalami diare harus diberikan cairan untuk mencegah dehidrasi (sangat setuju, setuju, tidak setuju).


(40)

2.3 Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori di atas, maka peneliti dalam hal ini merumuskan yang menjadi kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesa penelitian sebagai berikut:

Ha : Ada hubungan antara karakteristik (status pekerjaan, pendapatan, pendidikan) kepala keluarga dengan kepemilikan rumah sehat di Kelurahan Pekan Selesei Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat.

Ho : Tidak ada hubungan antara karakteristik (status pekerjaan, pendapatan, pendidikan) kepala keluarga dengan kepemilikan rumah sehat di Kelurahan Pekan Selesei Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat.

Ha : Ada hubungan antara pengetahuan kepala keluarga dengan kepemilikan rumah sehat di Kelurahan Pekan Selesei Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat. Karakteristik Kepala Keluarga:

 Status Pekerjaan  Pendapatan

 Tingkat Pendidikan

1. Pengetahuan 2. Sikap

Kepemilikan rumah:  Sehat

 Tidak Sehat

Sesuai dengan Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat (Depkes RI, 2002)


(41)

Ho : Tidak ada hubungan antara pengetahuan kepala keluarga dengan kepemilikan rumah sehat di Kelurahan Pekan Selesei Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat.

Ha : Ada hubungan antara sikap kepala keluarga dengan kepemilikan rumah sehat di Kelurahan Pekan Selesei Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat.

Ho : Tidak ada hubungan antara sikap kepala keluarga dengan kepemilikan rumah sehat di Kelurahan Pekan Selesei Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat.


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan menggunakan desain cross-sectional, yaitu untuk mengetahui hubungan karakteristik, pengetahuan, dan sikap kepala keluarga dengan kepemilikan rumah sehat di Kelurahan Pekan Selesai Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat tahun 2010.

3.2 Lokasi dan Waktu 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kelurahan Pekan Selesei Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat. Kecamatan Selesei dipilih dengan pertimbangan berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat, masih rendahnya persentase kepemilikan rumah sehat di Kecamatan Selesai. Di kecamatan ini, wilayah yang memiliki jumlah kepala keluarga paling banyak adalah Kelurahan Pekan Selesei sehingga diharapkan lebih representatif dibandingkan desa- desa lainnya.

3.2.2 Waktu Penelitian


(43)

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga yang ada di Kelurahan Pekan Selesai Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat Tahun 2010 berjumlah 3107 kepala keluarga.

3.3.2 Sampel

Besar sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan rumus penentuan sampel untuk penelitian survei (Taro Yamane yang dikutip oleh Notoatmodjo, 2005).

n =

n =

n =

n = 97,06

n = 97 kepala keluarga Keterangan :

N = Besar Populasi n = Besar Sampel

d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan

Berdasarkan perhitungan di atas, maka didapatkan jumlah sampel adalah sebanyak 97 kepala keluarga.


(44)

Sampel dalam penelitian ini diambil dengan cara stratified random sampling yaitu mengambil sampel dengan metode acak untuk tiap strata kemudian hasilnya digabungkan menjadi sampel yang terbebas dari variasi untuk tiap strata (Sastroasmoro, 2008). Dalam penelitian ini, yang menjadi strata adalah lingkungan di Kelurahan Pekan Selesei. Kelurahan Pekan Selesei terdiri dari 12 lingkungan yang belum tentu memiliki karakteristik yang sama, sehingga untuk mengurangi bias, dari tiap lingkungan sebagai strata, akan diambil sampel dengan perhitungan sebagai berikut:

Maka, sampel dari 12 lingkungan yang terdapat di Kelurahan Pekan Selesei Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.1 Distribusi Sampel Tiap Lingkungan Kelurahan Pekan Selesei Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat

No Lingkungan Jumlah Kepala Keluarga Perhitungan Jumlah sampel

1. Sei Sekala 430 430/3107 x 97 14

2. Ara Tunggal 263 263/3107 x 97 8

3. Pekan Selesei 383 383/3107 x 97 12

4. Muka Stasiun 286 286/3107 x 97 9

5. Pasar Rodi 202 202/3107 x 97 6

6. Pamah 291 291/3107 x 97 9

7. Ladang Kapas 139 139/3107 x 97 4

8. Pasar II 267 267/3107 x 97 8

9. Pasar III 302 302/3107 x 97 10

10. Paya Jambu 173 173/3107 x 97 5

11. Rambung Putih 304 304/3107 x 97 10

12. Pasar Padi 67 67/3107 x 97 2

Total 3107 97

Sumber: Kantor Kelurahan Pekan Selesai Tahun 2008.


(45)

1. Kriteria inklusi,terdiri dari:

a. Satu rumah ditempati oleh satu kepala keluarga; b. Rumah milik sendiri (bukan rumah sewaan); c. Rumah tidak digunakan sebagai tempat usaha.

2. Kriteria eksklusi yaitu apabila kepala keluarga tidak bersedia diwawancarai.

3.4 Teknik Pengambilan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer diperoleh dengan cara wawancara langsung kepada responden berpedoman pada kuesioner dan checklist untuk observasi terhadap kondisi rumah responden.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari catatan dan dokumen kepala kelurahan, camat dan Puskesmas Selesei.

3.5 Definisi Operasional

Sesuai dengan kerangka penelitian, maka definisi operasional sebagai berikut: 1. Kepala keluarga, yaitu orang yang bertanggung jawab terhadap suatu keluarga. 2. Rumah adalah bangunan untuk tempat tinggal.

3. Status pekerjaan yaitu kegiatan sehari-hari yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

a. Pekerjaan tetap, yaitu pekerjaan yang memungkinkan diperolehnya gaji tetap setiap bulannya


(46)

b. Pekerjaan tidak tetap, yaitu pekerjaan yang tidak memungkinkan diperolehnya gaji yang tetap setiap bulannya.

4. Pendapatan, yaitu penghasilan kepala keluarga setiap bulan dari hasil pekerjaan utama maupun tambahan (dalam rupiah) untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang dikategorikan sesuai dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Langkat Tahun 2009.

5. Tingkat pendidikan, yaitu jenjang pendidikan formal terakhir yang ditempuh responden.

6. Pengetahuan responden, yaitu tingkat pemahaman kepala keluarga terhadap konsep rumah sehat, pentingnya rumah sehat, dan efek kesehatan bila tidak memanfaatkan rumah sehat.

7. Sikap responden, yaitu respon yang melibatkan faktor pendapat kepala keluarga terhadap pernyataan tentang rumah sehat.

8. Rumah sehat, yaitu suatu tempat tinggal dimana masing-masing dari komponen rumah, sarana sanitasi dan perilaku penghuni memenuhi syarat kesehatan yang telah direkomendasikan Depkes RI, yaitu memperoleh skor 1068-1200.

3.6 Aspek Pengukuran 3.6.1. Variabel Independen 1. Status Pekerjaan

Untuk mengetahui pekerjaan responden dilakukan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner, hasil ukur dapat dikategorikan:


(47)

1) Pekerjaan tetap, seperti TNI/POLRI, pegawai negeri sipil/BUMN, pegawai swasta tetap, pensiunan pegawai negeri sipil/BUMN.

2) Pekerjaan tidak tetap, seperti wiraswasta, petani, pensiunan pegawai swasta, 2. Pendapatan

Untuk mengetahui pendapatan penghasilan dilakukan wawancara menggunakan kuesioner, hasil ukur dapat dikelompokkan dalam kategori :

1) Rendah : < Rp. 975.000,- per bulan (< UMK Langkat 2009) 2) Tinggi : > Rp. 975.000,- per bulan ( > UMK Langkat 2009) 3. Tingkat Pendidikan

Untuk mengetahui pendidikan responden dilakukan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner, hasil ukur dapat dikelompokkan dalam kategori :

1) rendah, jika tidak sekolah/tidak tamat SD/tamat SD/tamat SMP; 2) sedang, jika tamat SLTA;

3) tinggi, jika tamat Akademi/Perguruan Tinggi. 4. Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dilakukan dengan mengajukan pertanyaan tertutup pada responden dengan jumlah pertanyaan sebanyak 15 buah.

Adapun sistem pemberian skor pengetahuan untuk pertanyaan nomor 1 adalah sebagai berikut:

(i) Skor 0 : jika responden memilih jawaban tidak (ii)Skor 2 : jika menjawab ya

Sistem pemberian skor pengetahuan untuk pertanyaan nomor 2, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, dan 15 adalah sebagai berikut:


(48)

(i) Skor 0 : jika responden memilih jawaban yang tidak tepat atau memilih menjawab tidak tahu

(ii) Skor 1 : jika responden memilih jawaban yang kurang tepat (iii)Skor 2 : jika responden memilih jawaban yang tepat

Sistem pemberian skor pengetahuan untuk pertanyaan nomor 3 dan 4 adalah sebagai berikut:

(i) Skor 0 : jika responden memilih jawaban tidak tahu

(ii) Skor 1 : jika responden memilih 1 atau 2 dari pilihan jawaban (iii)Skor 2 : jika responden memilih 3 atau 4 dari pilihan jawaban

Berdasarkan total nilai yang diperoleh dari 15 pertanyaan, maka total nilai maksimal adalah 30. Berdasarkan skala Likert (Notoatmodjo,2003) pengetahuan responden dikategorikan sebagai berikut:

 Kategori baik : apabila total nilai yang diperoleh responden > 65% dengan rentang (20-30).

 Kategori kurang baik : apabila total nilai yang diperoleh responden < 65% dengan rentang (1-19).

5. Sikap

Pengukuran sikap dilakukan dengan mengajukan pertanyaan tertutup pada responden dengan jumlah pertanyaan sebanyak 10 buah, dengan alternatif jawaban sebanyak 3 pilihan (setuju, kurang setuju, atau tidak setuju). Adapun sistem pemberian skor sikap untuk ke limabelas pernyataan adalah sebagai berikut:


(49)

(ii) Skor 1 : jika responden memilih jawaban kurang setuju. (iii)Skor 2 : jika responden memilih jawaban setuju.

Berdasarkan total nilai yang diperoleh dari 15 pertanyaan, maka total nilai maksimal adalah 30. Berdasarkan skala Likert (Notoatmodjo,2003) sikap responden dikategorikan sebagai berikut:

 Kategori baik : apabila total nilai yang diperoleh responden > 65% dengan rentang (20-30).

 Kategori kurang baik : apabila total nilai yang diperoleh responden < 65% dengan rentang (1-19).

3.6.2. Variabel Dependen 1. Rumah sehat

Untuk menentukan suatu rumah sehat atau tidak dilakukan dengan cara penilaian terhadap komponen rumah, sarana sanitasi dan perilaku penghuni dengan menggunakan alat ukur kuesioner. Dalam hal ini, penilaian terhadap sarana sanitasi air bersih dilakukan dengan cara menilai kriteria fisik air tersebut.

Hasil ukur dikategorikan dengan cara :

a. Apabila jumlah nilai kali bobot kumulatif : komponen rumah, sarana sanitasi dan perilaku penghuni < 1.068 dikategorikan sebagai rumah tidak sehat.

b. Apabila jumlah nilai kali bobot kumulatif : komponen rumah, sarana sanitasi dan perilaku penghuni > 1.068 dikategorikan sebagai rumah sehat.

Dalam hal ini penilaian rumah sehat dapat dijelaskan dengan pemberian bobot penilaian rumah yang diberikan pada masing-masing indikator :


(50)

i. Bobot komponen rumah : ( = 31%

ii. Bobot sarana sanitasi : ( = 25 %

iii. Bobot perilaku penghuni : ( = 44 %

Cara menghitung hasil penilaian: Nilai observasi rumah Bobot (Depkes, 2002).

3.7. Teknik Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah dengan tahapan sebagai berikut: (i) Editing (pemeriksaan data) bertujuan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan jawaban atas pertanyaan. Apabila terdapat jawaban yang belum lengkap atau terdapat kesalahan maka data harus dilengkapi dengan wawancara kembali terhadap responden. (ii) Coding (pemberian kode) yaitu data yang telah terkumpul dan dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual. (iii) Tabulating yaitu memindahkan data dari daftar pertanyaan kedalam tabel-tabel yang telah dipersiapkan.

3.8. Analisa Data 3.8.1 Analisa Univariat

Variabel pendapatan, tingkat pendidikan, pengetahuan, dan sikap berupa data numerik (skor hasil pengisian kuesioner) akan diubah menjadi data kategorik (baik, dan kurang baik). Data yang telah dianalisis akan disajikan dalam bentuk narasi dan tabel distribusi frekuensi. Pengolahan data akan dilakukan dengan bantuan program komputer.


(51)

3.8.2 Analisa Bivariat

Variabel pendapatan, tingkat pendidikan, pengetahuan, dan sikap berupa data kualitatif akan dianalisa dengan analisis bivariat menggunakan uji chi-square pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05).


(52)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian a. Letak Geografis

Kelurahan Pekan Selesei merupakan salah satu kelurahan yang terdapat di Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat. Adapun batas-batas wilayah Kelurahan Pekan Selesei adalah:

 Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Selayang dan Desa Mancang

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Bekulap dan Desa Padang Brahrang  Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Bekulap dan Desa Perhiasan

 Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sei Limbat dan Kota Binjai

Kelurahan Pekan Selesei terletak 130 m dari permukaan laut, yang beriklim tropis dengan musim kemarau antara bulan Februari – Juli dan musim hujan antara bulan Agustus – Januari.

b. Demografi

Jumlah penduduk di Kelurahan Pekan Selesei secara keseluruhan sebanyak 12.603 jiwa yang tersebar di 12 lingkungan. Dari seluruh penduduk, jumlah penduduk laki-laki adalah sebanyak 6.230 jiwa dan perempuan sebanyak 6.373 jiwa. Pekerjaan penduduk yang dominan di Kelurahan Pekan Selesai adalah petani sebanyak 1.185 jiwa, buruh sebanyak 843 jiwa, pedagang sebanyak 237 jiwa, pengrajin sebanyak 189 jiwa, karyawan sebanyak 102 jiwa, pegawai negeri sipil sebanyak 93 jiwa, TNI/POLRI sebanyak 22 jiwa, dan sebagainya.


(53)

4.2 Analisis Univariat 4.2.1 Variabel Independen a. Karakteristik Responden

Karakteristik responden yang dinilai pada penelitian ini antara lain umur, jenis pekerjaan, status pekerjaan, pendapatan, dan tingkat pendidikan.

Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden Kelurahan Pekan Selesei Kecamatan Selesei Kabupaten Langkat Tahun 2010

No. Karakteristik Responden Jumlah (orang) Persentase (%) 1. Umur

< 35 tahun 35 – 45 tahun > 45 tahun

21 39 37 21,6 40,2 38,1

Total 97 100

2. Jenis Pekerjaan TNI/POLRI PNS/BUMN

Pegawai Swasta Tetap

Pensiunan TNI/POLRI/PNS/BUMN Wiraswasta

Pensiunan Pegawai Swasta Petani 3 7 9 1 66 0 11 3,1 7,2 9,3 1,0 68 0 11,3

Total 97 100

3. Status Pekerjaan Tidak Tetap Tetap 77 20 79,4 20,6

Total 97 100

4. Pendapatan

Rendah (< Rp. 975.000,- per bulan) Tinggi ( > Rp. 975.000,- per bulan)

44 53

45,4 54,6

Total 97 100

5. Tingkat Pendidikan

Rendah (tidak tamat SD/tamat SD/tamat SMP)

Sedang (tamat SMA)

Tinggi (tamat Akademi/Perguruan Tinggi) 61 27 9 62,9 27,8 9,3


(54)

Berdasarkan tabel 4.1 di atas, diketahui bahwa berdasarkan kelompok umur, terdapat 21,6% responden berumur kurang dari 35 tahun, dan 40,2% responden berumur 35 – 45 tahun, serta 38,1% responden berumur lebih dari 30 tahun. Berdasarkan jenis pekerjaan, terdapat 68% responden bekerja sebagai wiraswasta, 11,3% responden bekerja sebagai petani, 9,3% responden bekerja sebagai pegawai swasta tetap dan 7,2% responden berkerja sebagai PNS atau pegawai BUMN. Berdasarkan status pekerjaan, 79,4% responden memiliki pekerjaan tidak tetap dan 20,6% responden memiliki pekerjaan tetap. Berdasarkan tingkat pendapatan, terdapat 45,4% respoden yang memiliki pendapatan rendah dan 54,6% responden memiliki pendapatan tinggi. Berdasarkan tingkat pendidikan, terdapat 62,9% responden dengan tingkat pendidikan rendah, 27,8% responden dengan tingkat pendidikan sedang, dan 9,3% responden dengan tingkat pendidikan tinggi.

b. Pengetahuan

Variabel pengetahuan dalam penelitian ini dinilai dengan menggunakan kueisioner berisi 15 pertanyaan mengenai pemahaman responden tentang rumah sehat. Hasil uji univariat terhadap variabel pengetahuan dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini.


(55)

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Pengetahuan tentang Rumah Sehat di Kelurahan Pekan Selesei Kabupaten Langkat Tahun 2010

No. Indikator dan Jawaban Aspek Pengetahuan Jumlah (orang) Persentase (%) 1. Pernah mendengar tentang rumah sehat

- Ya - Tidak 50 47 51,5 48,5

2. Pengertian rumah sehat - Tidak tahu dan tidak tepat - Kurang tepat

- Tepat 15 63 19 15,5 64,9 19,6

3. Fungsi dan syarat rumah sehat - Tidak tahu

- Memilih 1-2 jawaban tepat - Memilih 3-4 jawaban tepat

25 58 14 25,8 59,8 14,4

4. Sarana sanitasi pada rumah sehat - Tidak tahu

- Memilih 1-2 jawaban tepat - Memilih 3-4 jawaban tepat

4 27 66 4,1 27,8 68,0

5. Langit-langit pada rumah sehat - Tidak tahu dan tidak tepat - Kurang tepat

- Tepat 25 16 56 25,8 16,5 57,7

6. Dinding pada rumah sehat - Kurang tepat - Tepat

10 87

10,3 89,7

7 Lantai pada rumah sehat

- Tepat 97 100

8 Ventilasi pada rumah sehat - Tidak tahu dan tidak tepat - Kurang tepat

- Tepat 38 29 30 39,2 29,9 30,9

9 Kamar tidur pada rumah sehat - Tidak tahu dan tidak tepat - Kurang tepat

- Tepat 9 66 22 9,3 68,0 22,7

10 Lubang asap dapur pada rumah sehat - Tidak tahu dan tidak tepat - Kurang tepat

- Tepat 9 67 21 9,3 69,1 21,6

11 Pencahayaan pada rumah sehat - Tidak tahu dan tidak tepat - Kurang tepat

- Tepat 4 21 72 4,1 21,6 74,2

12 Sarana air bersih pada rumah sehat - Kurang tepat

- Tepat

38 59

39,2 60,8

13 Jamban pada rumah sehat - Tidak tahu dan tidak tepat - Kurang tepat

- Tepat 1 13 83 1,0 13,4 85,6

14 Saluran air limbah pada rumah sehat - Tidak tahu dan tidak tepat - Kurang tepat

- Tepat 11 58 28 11,3 59,8 28,9

15 Pembuangan sampah pada rumah sehat - Tidak tahu dan tidak tepat - Kurang tepat

- Tepat 40 31 26 41,2 32,0 26,8


(56)

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa pada pertanyaan aspek pengetahuan tentang pengertian rumah sehat, mayoritas responden (64,9%) memilih jawaban yang kurang tepat, yaitu rumah merupakan bangunan tempat berlindung dari panas dan hujan. Pada pertanyaan aspek pengetahuan tentang fungsi dan syarat rumah sehat, mayoritas responden (59,8%) memilih 1-2 jawaban yang tepat, yaitu rumah berfungsi sebagai tempat berlindung dari panas, hujan, dan menghindarkan dari binatang penular penyakit. Hasil analisa univariat juga menunjukkan bahwa pada pertanyaan aspek pengetahuan tentang lantai yang digunakan pada rumah yang sehat, seluruh responden (100%) memilih jawaban yang tepat, yaitu lantai harus disemen, tegel, keramik, teraso atau menggunakan papan untuk rumah panggung. Pada pertanyaan aspek pengetahuan tentang syarat ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan pada rumah sehat, mayoritas responden (39,2%) memilih jawaban tidak tahu atau jawaban yang tidak tepat yaitu yang penting ada ventilasi. Pada pertanyaan aspek pengetahuan tentang syarat kamar tidur pada rumah sehat, mayoritas responden (68%) memilih jawaban yang kurang tepat, yaitu luas kamar minimal 9 m2 dan dihuni oleh maksimal 3 orang. Pada pertanyaan tentang jenis dan luas lubang asap dapur yang sebaiknya terdapat pada rumah sehat, mayoritas responden (69,1%) memilih jawaban yang kurang tepat, yaitu ada lubang ventilasi dengan luas kurang dari 10% luas lantai dapur. Selain itu, pada pertanyaan aspek pengetahuan tentang saluran air limbah yang memenuhi syarat kesehatan, mayoritas responden (59,8%) menjawab dengan kurang tepat, yaitu dialirkan ke selokan terbuka, dan pada pertanyaan tentang syarat tempat sampah baik yang ada pada rumah sehat, mayoritas responden (41,2%) menjawab tidak tahu.


(57)

Berdasarkan perhitungan jumlah skor pada indikator pengetahuan dengan metode rating (persentase) maka variabel pengetahuan dapat dikategorikan baik dan kurang baik. Hasil uji univariat ini dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini.

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang Rumah Sehat di Kelurahan Pekan Selesei Kabupaten Langkat Tahun 2010

No Pengetahuan Responden Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Kurang baik 38 39,2

2 Baik 59 60,8

Total 97 100.0

Berdasarkan tabel 4.3 di atas, diketahui bahwa mayoritas responden mempunyai pengetahuan yang baik yaitu sebanyak 59 orang (60,8%) dan hanya 38 orang (39,2%) termasuk mempunyai pengetahuan yang kurang baik.

c. Sikap

Variabel sikap dalam penelitian ini adalah pandangan responden terhadap kepemilikan rumah sehat. Pengukuran dari variabel sikap didasarkan pada 15 pertanyaan. Hasil uji univariat terhadap variabel sikap dapat dilihat pada tabel 4.4


(58)

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Sikap tentang Rumah Sehat di Kelurahan Pekan Selesei Kabupaten Langkat Tahun 2010

No. Indikator Sikap

Jawaban

Setuju Kurang setuju Tidak setuju

n % n % n %

1. Rumah sehat melindungi dari panas dan hujan, menghindarkan dari binatang penular penyakit, tempat membina hubungan keluarga, melindungi dari kemungkinan kecelakaan

68 70,1 25 25,8 4 4,1

2. Memiliki jamban, air bersih, saluran pembuangan air limbah, dan tempat sampah

94 96,9 2 2,1 1 1,0

3. Langit-langit rumah bersih dan tidak

rawan kecelakaan 82 84,5 11 11,4 4 4,1

4. Dinding permanen 46 47,4 45 46,4 6 6,2

5. Lantai disemen, keramik,tegel 49 50,5 41 42,3 7 7,2

6. Ventilasi 10% dari luas lantai 13 13,4 62 63,9 22 22,7

7. Luas kamar tidur minimal 9m2 dan

dihuni maksimal 2 orang 42 43,3 40 41,2 15 15,5

8. Perlu lubang asap untuk dapur 73 75,3 18 18,6 6 6,2

9 Kamar mandi dan jamban kedap air,

selalu dibersihkan agar tidak licin 60 61,9 36 37,1 1 1,0

10 Pencahayaan terang tetapi tidak

menyilaukan 37 37,1 31 32,0 29 29,9

11 Sumber air bersih terbaik dari PDAM 44 45,4 37 38,1 16 16,5

12 Jamban berbentu leher angsa dan ada

septick tank 79 81,4 14 14,5 4 4,1

13 Saluran air limbah minimal 10 M dari

sumber air bersih 33 34,0 53 54,7 11 11,3

14 Tempat sampah kedap air dan bertutup 58 59,8 27 27,8 12 12,4

15 Di rumah tidak boleh ada tikus dan kecoa

yang bersarang 97 100 0 0 0 0

Keterangan n = Jumlah Responden

Berdasarkan tabel 4.4 diatas, diketahui bahwa mayoritas responden (70,1%) menyatakan setuju rumah sehat berfungsi untuk melindungi dari panas dan hujan,

menghindarkan dari binatang penular penyakit, tempat membina hubungan keluarga,dan melindungi dari kemungkinan kecelakaan. Didapatkan pula bahwa mayoritas responden


(59)

(47,4%) menyatakan setuju jika rumah dengan dinding permanen dikatakan rumah sehat. Responden yang menyatakan setuju jika lantai rumah harus disemen atau dikeramik dan ditegel adalah sebanyak 50,5%. Mayoritas responden (63,9%) menyatakan kurang setuju jika ventilasi rumah 10% dari luas lantai.

Pada pernyataan luas kamar tidur minimal 9 m2 dan dihuni oleh maksimal 2 orang, mayoritas responden (43,3%) menyatakan setuju. Mayoritas responden (45,4%) menyatakan setuju jika sumber air bersih yang terbaik untuk rumah berasal dari PDAM. Pada pernyataan saluran pembuangan air limbah harus berjarak minimal 10 meter dari sumber air bersih, mayoritas responden (54,7%) menyatakan kurang setuju dan mayoritas responden (59,8%) setuju jika tempat sampah harus kedap air dan bertutup.

Berdasarkan perhitungan jumlah skor yang didapat responden pada pengukuran sikap, maka variabel sikap dapat dikategorikan menjadi kategori baik, dan kurang baik.

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap tentang Rumah Sehat di Kelurahan Pekan Selesei Kabupaten Langkat Tahun 2010

No. Sikap Responden Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Baik 77 79,4

2. Kurang baik 20 20,6

Total 97 100

Berdasarkan tabel 4.5 di atas, diketahui bahwa mayoritas responden mempunyai sikap yang baik terhadap rumah sehat yaitu sebanyak 77 orang (79,4%), dan 20 orang (20,6%) responden lainnya termasuk kategori kurang baik.


(1)

Membuang tinja bayi dan balita ke jamban

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid dibuang

kesungai/kebun/kolam/ sembarangan

8 8.2 8.2 8.2

kadang-kadang ke jamban 55 56.7 56.7 64.9

setiap hari ke jamban 34 35.1 35.1 100.0

Total 97 100.0 100.0

Membuang sampah ke tempat sampah

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid dibuang ke

sungai/kebun/kolam/ sembarangan

32 33.0 33.0 33.0

kadang-kadang dibuang ke

tempat sampah 32 33.0 33.0 66.0

setiap hari dibuang ke tempat

sampah 33 34.0 34.0 100.0

Total 97 100.0 100.0

Total skore rumah

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid tidak sehat 82 84.5 84.5 84.5

sehat 15 15.5 15.5 100.0

Total 97 100.0 100.0


(2)

Total sikap * Total skore rumah

Crosstab

Total skore rumah

Total tidak sehat sehat

total sikap kurang baik Count 20 0 20

% within Total skore rumah 24.4% .0% 20.6%

baik Count 62 15 77

% within Total skore rumah 75.6% 100.0% 79.4%

Total Count 82 15 97

% within Total skore rumah 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 84.5% 15.5% 100.0%

chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 4.609a 1 .032

Continuity Correctionb 3.239 1 .072

Likelihood Ratio 7.611 1 .006

Fisher's Exact Test .036 .023

Linear-by-Linear

Association 4.561 1 .033

N of Valid Casesb 97

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,09. b. Computed only for a 2x2 table


(3)

Total pengetahuan * Total skore rumah

Crosstab

Total skore rumah

Total tidak sehat sehat

total pengetahuan kurang baik Count 38 0 38

% within Total

skore rumah 46.3% .0% 39.2%

baik Count 44 15 59

% within Total

skore rumah 53.7% 100.0% 60.8%

Total Count 82 15 97

% within Total

skore rumah 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 84.5% 15.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 11.428a 1 .001

Continuity Correctionb 9.566 1 .002

Likelihood Ratio 16.651 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 11.310 1 .001

N of Valid Casesb 97

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,88. b. Computed only for a 2x2 table


(4)

Pendidikan * Total skore rumah

Crosstab

Total skore rumah

Total tidak sehat sehat

pendidikan rendah Count 57 4 61

% within Total skore rumah 69.5% 26.7% 62.9%

sedang Count 20 7 27

% within Total skore rumah 24.4% 46.7% 27.8%

tinggi Count 5 4 9

% within Total skore rumah 6.1% 26.7% 9.3%

Total Count 82 15 97

% within Total skore rumah 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 84.5% 15.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 11.744a 2 .003

Likelihood Ratio 10.754 2 .005

Linear-by-Linear Association 11.621 1 .001

N of Valid Cases 97


(5)

Pendapatan * Total skore rumah

Crosstab

Total skore rumah

Total tidak sehat sehat

pendapatan rendah Count 44 0 44

% within Total skore rumah 53.7% .0% 45.4%

tinggi Count 38 15 53

% within Total skore rumah 46.3% 100.0% 54.6%

Total Count 82 15 97

% within Total skore rumah 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 84.5% 15.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig.

(2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 14.731a 1 .000

Continuity Correctionb 12.645 1 .000

Likelihood Ratio 20.398 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear

Association 14.579 1 .000

N of Valid Casesb 97

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,80. b. Computed only for a 2x2 table


(6)

Status pekerjaan * Total skore rumah

Crosstab

Total skore rumah

Total tidak sehat sehat

status pekerjaan tidak tetap Count 70 7 77

% within Total skore

rumah 85.4% 46.7% 79.4%

tetap Count 12 8 20

% within Total skore

rumah 14.6% 53.3% 20.6%

Total Count 82 15 97

% within Total skore

rumah 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 84.5% 15.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 11.603a

1 .001

Continuity Correctionb 9.359 1 .002

Likelihood Ratio 9.716 1 .002

Fisher's Exact Test .002 .002

Linear-by-Linear Association 11.483 1 .001

N of Valid Casesb 97

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,09. b. Computed only for a 2x2 table


Dokumen yang terkait

Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat di Desa Ronga-Ronga Kecamatan Gajah Putih Kabupaten Bener Meriah Tahun 2013

2 76 68

Hubungan Karakteristik, Pengetahuan Dan Sikap Kepala Keluarga Tentang Rumah Sehat Terhadap ISPA Di Wilayah Kerja Puskesmas Medang Kampai Kelurahan Teluk Makmur Kecamatan Medang Kampai Kota Dumai Tahun 2014.

1 81 127

Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Kepala Keluarga Tentang Sanitasi Dasar Dan Rumah Sehat Di Wilayah Perimeter Pelabuhan Teluk Nibung Tanjungbalai Tahun 2010

14 85 89

Pengaruh Karakteristik Individu, Pengetahuan, Sikap Dan Peran Petugas Terhadap Kepemilikan Rumah Sehat Di Kecamatan Peureulak Timur Kabupaten Aceh Timur Tahun 2008

2 52 136

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KEPALA KELUARGA DENGAN RUMAH SEHAT DI DESA DUWET KECAMATAN BAKI Hubungan Karakteristik Kepala Keluarga dengan Rumah Sehat di Desa Duwet Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo.

0 2 16

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KEPALA KELUARGA DENGAN RUMAH SEHAT DI DESA DUWET Hubungan Karakteristik Kepala Keluarga dengan Rumah Sehat di Desa Duwet Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo.

0 4 16

PENDAHULUAN Hubungan Karakteristik Kepala Keluarga dengan Rumah Sehat di Desa Duwet Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo.

1 4 5

Hubungan Karakteristik, Pengetahuan Dan Sikap Kepala Keluarga Tentang Rumah Sehat Terhadap ISPA Di Wilayah Kerja Puskesmas Medang Kampai Kelurahan Teluk Makmur Kecamatan Medang Kampai Kota Dumai Tahun 2014.

1 1 42

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumah Sehat 2.1.1. Defenisi Rumah Sehat - Hubungan Karakteristik, Pengetahuan Dan Sikap Kepala Keluarga Tentang Rumah Sehat Terhadap ISPA Di Wilayah Kerja Puskesmas Medang Kampai Kelurahan Teluk Makmur Kecamatan Medang Kampai

0 1 16

HUBUNGAN KARAKTERISTIK, PENGETAHUAN DAN SIKAP KEPALA KELUARGA TENTANG RUMAH SEHAT TERHADAP INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEDANG KAMPAI KELURAHAN TELUK MAKMUR KECAMATAN MEDANG KAMPAI KOTA DUMAI TAHUN 2014 SKRIPSI

1 0 17