1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Beban berlebih atau overloading merupakan suatu keadaan di mana berat as kendaraan yang melebihi batas maksimum yang diizinkan yang dalam
hal ini MST Muatan Sumbu Terberat ditetapkan berdasarkan PP yang berlaku [1]. Terdapatnya kendaraan-kendaraan dengan beban berlebih
diakibatkan oleh adanya penyelewengan dalam pengawasan jembatan timbang menyebabkan kerusakan jalan sebelum periode teknis tercapai. Dampak
negatif lain yang ditimbulkan adalah menurunnya tingkat keselamatan, menurunnya pelayanan lalu-lintas dan menurunnya kualitas lingkungan [2].
Banyak teknik yang bisa dilakukan untuk menghitung beban suatu kendaraan selain dengan menggunakan jembatan timbang. Weight In Motion
atau penimbangan berat dalam keadaan berjalan merupakan sistem yang tengah dikembangkan saat ini guna menimbang berat meski benda dalam
keadaan bergerak. Dengan adanya sistem ini, perhitungan berat dapat dilakukan dalam waktu singkat sehingga sangat memungkinkan menempatkan
sistem ini pada jalan-jalan dengan lalu lintas yang sibuk seperti jalan arteri, jalan tol, maupun di pelabuhan.
Weight In Motion bisa dikembangkan dengan berbagai macam sensor, seperti menggunakan sensor piezoelectric, load cell, ataupun strain gauge,
2
namun sayangnya penggunaan sensor-sensor tersebut masih memiliki kelemahan karena tidak tahan terhadap adanya gangguan gelombang
elektromagnetik. Pusat Penelitian Fisika LIPI Puspitek Serpong sekarang ini tengah mengembangkan sistem Weight In Motion berbasis serat optik.
Pemilihan serat optik sebagai sensornya adalah karena serat optik lebih tahan terhadap gangguan gelombang elektromagnetik dari luar [4]. Pada dasarnya,
serat optik dapat dijadikan sebagai sensor dengan prinsip microbending [4]. Microbending adalah peristiwa di mana pembengkokan mikro pada inti serat
optik yang mengakibatkan intensitas sinar yang dibawa di dalamnya akan mengalami atenuasi. Jika kita lewatkan sebuah sinar pada serat optik,
kemudian kita beri beban yang mengakibatkan serat optik mengalami microbending, maka kita akan dapat merepresentasikan berat beban tersebut
berdasarkan jumlah intensitas yang berkurang. Tentunya pengurangan intensitas ini perlu dikonversi dalam satuan elektrik agar mampu terbaca pada
oleh program yang dibuat pada PC. Weight In Motion yang tengah dibangun ini menggunakan sebuah
sensor dan fotodetektor sabagai konverter optik ke listrik. Berbagai pengujian telah dilakukan di dalam laboratorium. Namun yang menjadi masalah adalah
kalau sistem tersebut digunakan dalam waktu yang lama dan di daerah luar. Perubahan bisa saja terjadi sewaktu-waktu karena kerusakan pada serat optik
atau perubahan daya laser. Oleh karena itu, para peneliti di Pusat Penelitian Fisika LIPI ingin mengembangkan sistem kompensasi dengan memecah
3
berkas laser menjadi dua buah, yaitu untuk sensor dan untuk referensi. Dengan adanya pemecahan berkas sinar laser ini, kerusakan atau perubahan
pada salah satu berkas sinar laser terutama untuk laser yang melewati sensor akan mudah terdeteksi.
Tentunya dengan melakukan pemecahan berkas sinar laser menjadi dua membutuhkan dua buah pengkondisi sinyal. Fotodioda FGA01FC yang
digunakan sebagai sensor cahaya memiliki sebuah rangkaian pengkondisi sinyal yang direkomendasikan oleh pihak produsen guna mendapatkan hasil
keluaran yang baik. Rangkaian itu bisa kita sebut sebagai rangkaian Fotokonduktif. Namun, ternyata selain menggunakan rangkaian tersebut, ada
rangkaian lain yang bisa berperan sama sebagai pengkondisi sinyal untuk sistem Weight In Motion. Rangkaian yang dibentuk dengan menggunakan
sebuah amplifier sebagai pusat pengolah sinyalnya itu biasa disebut sebagai rangkaian Transimpedansi Amplifier. Maka pada penelitian ini, akan dilihat
manakah rangkaian yang paling baik untuk sistem Weight In Motion dengan menguji kedua rangkaian tersebut pada laser dengan panjang gelombang 1310
nm dan 1610 nm dengan pertimbangan nilai jangkauan atenuasi, kestabilan, serta noise.
1.2. Perumusan Masalah