Penetapan Konsentrasi Tawas Dalam Pengolahan Air Sungai Ular

(1)

Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Diploma III Analis Farmasi

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

TUGAS AKHIR

Oleh:

JULIANA DALIMUNTHE 042410025

PROGRAM DIPLOMA III ANALISA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

MEDAN

2007


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PENETAPAN KONSENTRASI TAWAS DALAM PENGOLAHAN AIR SUNGAI ULAR

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Diploma III Analis Farmasi

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

JULIANA DALIMUNTHE 042410006

Medan, Juni 2007 Disetujui Oleh:

Dosen Pembimbing,

Dra. Hayati Lubis, Msc. Apt. NIP 130 353 238

Disahkan Oleh: Dekan,


(3)

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Adapun judul dari tugas akhir ini adalah : “Penetapan Konsentrasi Tawas dalam Pengolahan Air” yang dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi dorongan, bantuan dan dukungan moril maupun spritual kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik dan pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah memberikan doa restu dan motivasi hingga laporan Tugas Akhir ini selesai

2. Kakak dan abang tercinta yang telah memberikan doa restu dan motivasi hingga laporan Tugas Akhir ini selesai.

3. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisyahputra, selaku Dekan Fakultas Farmasi

4. Ibu Dra. Hayati Lubis, Msi, Apt, selaku dosen pembimbing pada penyelesaian Tugas Akhir ini yang telah memberikan panduan dan penuh kepercayaan kepada saya untuk menyempurnakan kajian ini. 5. Bapak dan Ibu dosen berserta seluruh staf Program Studi Diploma III


(4)

6. Semua rekan-rekan Mahasiswa Analis Farmasi Angkatan 2004 yang telah memberikan saran dan dukungan dalam menyelesaikan laporan. 7. Buat sahabat-sahabat ku, terutama Shuban, Ryah, Tray, Ike, Midah,

yang telah banyak membantu dalam penulisan tugas akhir ini.

Penulis menyadari sepenuhnya penulisan tugas akhir ini masih belum sempurna, oleh karena itu segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penulisan dimasa yang akan datang.

Dan akhirnya atas bimbingan, dorongan dan bantuan yang telah diberikan dari semua pihak, penulis mengucapkan terima kasih serta semoga penulisan tugas akhir ini bermanfaat bagi kita semua dan semoga Allah SWT memberikan Rahmad dan Berkah-Nya atas bantuan yang diberikan kepada penulis.Amin.

Medan, Juni 2007 Penulis,


(5)

Lembar Judul ... i

Lembar Pengesahan ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi... v

Bab I. Pendahuluan ... 1

1.1. Latar Belakang Praktek Kerja Lapangan ... 1

1.2. Tujuan ... 2

1.3. Manfaat ... 2

Bab II. Tinjauan pustaka ... 3

2.1. Dasar Pengenalan Air ... 3

2.2. Air yang dapat Diminum ... 3

2.2.1. Sumber Air Minum ... 4

2.2.2. Syarat-syarat Air minum ... 6

2.3. Standar Kualitas Air Minum ... 6

2.3.1. Parameter Fisik... 6

2.3.2. Parameter Kimia... 7

2.4. Proses Pengolahan Air ... 9

2.5. Sedimentasi dan Flokulasi ... 9

2.5.1. Sedimentasi ... 9

2.5.2. Koagulasi/Flokulasi ... 10

2.6. Aluminium Sulfa ... 10


(6)

Bab III. Metodologi ... 13

3.1. Prinsip Jar Test ... 13

3.2. Alat-alat ... 13

3.3. Bahan-bahan ... 13

3.4. Cara Kerja ... 14

Bab IV. Hasil Dan Pembahasan ... 15

4.1. Hasil ... 16

4.2. Pembahasan ... 16

Bab V. Kesimpulan Dan Saran ... 18

5.1. Kesimpulan ... 18

5.2. Saran ... 18

Daftar Pustaka ... 19


(7)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan dalam kehidupan bagi semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta makhluk hidup yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara bijaksana, dengan memperhitungkan kepentingan dari generasi ke generasi mendatang. Aspek penghematan dan pelestarian sumber daa air harus ditanamkan pada segenap pengguna air.

Karena semakin majunya tingkat hidup seseorang, maka akan semakin tinggi pula tingkat kebutuhan air untuk masyarakat tersebut. Untuk keperluan minum maka dibutuhkan air rata-rata sebanyak 5 liter/hari per orang, sedangkan secara keseluruhan kebutuhan akan air suatu rumah tangga untuk masyarakat Indonesia maka kebutuhan air pun pasti lebih besar dan kebutuhan negara-negara yang sedang berkembang.

Saat ini, masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi kualitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan kualitas air untuk keperluan domestik yang semakin menurun. Kegiatan industri, domestic, dan kegiatan lain berdampak negatif terhadap sumber daya air, antara lain menyebabkan penurunan kualitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan kerusakan, dan bahaya bagi semua makhluk hidup yang bergantung pada sumber daya air. Oleh karena itu, diperlukan pengolahan dan pelindungan sumber daya air secara seksama.


(8)

2

1.2. Tujuan

- Untuk mengetahui konsentrasi tawas pada proses terbentuknya partikel-partikel halus yang ada dalam air sungai ular menjadi partikel-partikel-partikel-partikel yang lebih besar.

- Untuk memperoleh air yang jernih sehingga dapat dikonsumsi oleh masyarakat.

1.3. Manfaat

Dengan mengadakan pengujian Flokulasi JAR TEST di laboratorium, maka dapat diketahui konsentrasi tawas sesuai dengan tingkat kekeruhan air yang dipakai untuk dapat menghasilkan air yang bersih, baik untuk industri khususnya untuk air boiler maupun untuk air minum bagi masyarakat sekitarnya.


(9)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Pengenalan Air

Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan, terutama penyakit perut. Seperti yang telah kita ketahui bahwa penyakit perut adalah penyakit yang paling banyak terjadi di Indonesia. (Sutrisno, T., 1991)

Air murni adalah zat cair yang tidak mempunyai rasa, warna dan bau. Karena air merupakan suatu larutan yang hampir bersifat universal, maka zat-zat yang paling alami maupun buatan manusia hingga tingkat tertentu terlarut didalamnya. Dengan demikian air di alam mengandung zat-zat terlarut. (Linsley, 1986).

2.2 Air yang Dapat Diminum

Air yang dapat diminum berarti air yang bebas dari bakteri yang berbahaya dan ketidakmurniannya secara kimiawi. Air minum harus bersih dan jernih, tidak berwarna dan tidak berbau, serta tidak mengandung bahan tersuspensi atau kekeruhan. Lagi pula air minum harus tampak menarik dan menyenangkan untuk diminum. Standard untuk air minum telah ditentukan oleh WHO baik untuk Eropa maupun internasional dan Dinas Kesehatan masyarakat Amerika Serikat untuk angkutan antara negara bagian (US Dept. H. E. W. 1962). Menteri perumahan dan pemerintahan daerah Inggris (1969) juga telah menentukan secara terperinci cara-cara pengamatan bakteriologi dan persediaan air. (Buckle. K. A, 1985).


(10)

4

2.2.1 Sumber Air Minum

Pada prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap mengikuti suatu aliran yang dinamakan “Cylus Hydrologie” dengan adanya penyinaran matahari maka semua air yang ada dipermukaan bumi akan menguap dan membentuk uap air. Karena adanya angin, maka uap air ini akan bersatu dan berada ditempat yang tinggi yang sering dikenal dengan nama awan. Oleh angin, awan ini akan terbawa semakin lama akan semakin tinggi dimana temperatur diatas semakin rendah, yang menyebabkan titik-titik air dan jatuh ke bumi sebagai hujan. Air hujan ini sebagian mengalir ke dalam tanah, jika menjumpai lapisan rapat air, maka peresapan rapat air ini. Jika air ini keluar pada permukaan bumi, maka air ini tersebut dinamakan mata air. Air permukaan yang mengalir dipermukaan bumi umumnya berbentuk sungai-sungai, laut, danau dan sebagainya.

Sumber-sumber air : 1. Air laut

Mempunyai sifat asin, karena mengandung garam NaCl. Kadar garam NaCl dalam air laut 3 %. Maka air laut tidak memenuhi syarat untuk air minum.

2. Air Atmosfir

Dalam keadaan murni air ini sangat bersih, tetapi dengan adanya pengotoran udara yang disebabkan oleh kotoran-kotoran industri atau debu dan lain sebagainya. Maka untuk menjadikan air hujan sebagai sumber air minum hendaknya pada menampung air hujan, jangan dimulai pada saat hujan mulai turun, karena masih banyak mengandung kotoran.


(11)

3. Air Permukaan

Adalah air hujan yang mengalir dipermukaan bumi dan terdapat pengotoran selama pengalirannya, misalnya oleh lumpur, batang-batang kayu, daun-daun dan sebagainya.

Air permukaan ada dua macam yaitu : a. Air Sungai

Dalam penggunaannya sebagai air minum, haruslah mengalami suatu pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai pada umumnya mempunyai derajat pengotoran yang tinggi sekali.

b. Air rawa/danau

Kebanyakan air rawa ini berwarna yang disebabkan oleh adanya zat-zat organik yang telah membusuk. Contoh zat-zat organik tersebut adalah Fe dan Mn. Jika semakin pekat warna air rawa maka akan semakin tinggi pula pembusukan zat organik tersebut terjadi, berarti kadar Fe dan Mn dalam akan semakin tinggi pula.

4. Air tanah Terbagi atas :

a. Air Tanah Dangkal

Terjadi karena ada daya proses penyerapan air dari permukaan tanah. b. Air Tanah Dalam

Terdapat setelah lapisan rapat air yang pertama. Pengambilan air tanah dalam, tidak semudah pada air tanah dangkal. Hal ini harus digunakan bor dan memasukkan pipa ke dalamnya sehingga dalam suatu kedalaman akan didapat suatu lapisan air.


(12)

6

c. Mata Air

Adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya kepermukaan tanah.

2.2.2 Syarat-syarat Air Minum

Mengingat bahwa pada dasarnya tidak ada air yang seratus persen murni dalam arti sesuai dengan syarat air untuk kesehatan, maka harus diusahakan air yang ada sedemikian rupa sehingga syarat yang dibutuhkan tersebut terpenuhi, atau paling tidak mendekati syarat-syarat yang dikehendaki. Dengan demikian bagaimana syarat-syarat air yang baik, haruslah diketahui oleh setiap petugas kesehatan. (Azwar Azrrul, 1996)

a. Syarat Fisik

Air tidak boleh berwarna, air tidak boleh berasa, air tidak boleh berbau, dan air harus jernih. (Sutrisno, 1991)

b. Syarat Kimia

Air yang tidak tercemar oleh zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan dan tidak menimbulkan kerusakan pada tempat penyimpanan. (Azwar Azrul, 1996)

2.3 Standar Kualitas Air Minum

Standar kualitas air minum bagi negara Indonesia ditetapkan oleh Dep.Kes. RI yang terdapat dalam Permenkes RI No. 1/BIRHUKMAS/I/1975 sebagai mana juga ditetapkan oleh U. S. Public Health Service. (Sutrisno, 1991)

2.3.1 Parameter Fisik

a. Warna

Warna perairan dikelompokkan menjadi dua, yaitu warna sesungguhnya (true color) dan warna tampak (aparent color). Warna sesungguhnya adalah warna


(13)

tampak adalah warna yang tidak hanya disebabkan oleh bahan terlarut, tetapi juga oleh bahan tersuspensi.

b. Kekeruhan

Air dikatakan keruh, apabila air tersebut mengandung banyak partikel bahan yang tersuspensi sehingga memberi warna/rupa yang berlumpur dan kotor. c. Rasa

Air minum biasanya tidak memberikan rasa/tawar d. Bau

Air minum berbau tidak disukai oleh masyarakat karena dapat memberikan petunjuk kualitas air.

e. Suhu

Sebaiknya pada suhu yang sejuk atau tidak panas karena : (a) tidak terjadi pelarutan zat kimia yang ada pada saluran/pipa, yang dapat membahayakan kesehatan, (b) menghambat reaksi-reaksi kimia didalam saluran/pipa, (c) mikroorganisme patogen tidak mudah berkembang biak, dan (d) dapat menghilangkan dahaga bila diminum (Effendi, 2003)

2.3.2 Parameter Kimia

No Parameter Kimia Maks. Yang Diperbolehkan

1 2 3 4

Derajat Keasaman (pH) Zat Padat

KmnO4

CO

7

20-1000 mg/l 10 mg/l 10 mg/l


(14)

8 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Ca Mg Ba Fe Mn Cu Zn Cd Hg Pb As Se CN S F Cl SO4 P NH3 NO3 NO 200 mg/l 150 mg/l 0,05 mg/l 1 mg/l 0,5 mg/l 1 mg/l 15 mg/l 0,01 mg/l 0,001 mg/l 0,1 mg/l 0,05 mg/l 0,01 mg/l 0,05 mg/l - 1,5 mg/l 600 mg/l 400 mg/l 2 mg/l - 10 mg/l - 0,002 mg/l 2 Fenol


(15)

2.4 Proses Pengolahan Air

Yang dimaksud dengan pengolahan adalah usaha-usaha teknis yang dilakukan untuk mengubah sifat-sifat suatu zat. Hal ini penting artinya bagi air minum, karena adanya pengolahan ini, maka akan didapatkan suatu air minum yang memenuhi standart air minum yang telah ditentukan.

Pada hakekatnya, pengolahan lengkap ini dibagi dalam 3 tingkatan pengolahan yaitu :

1. Pengolahan Fisik

Yaitu suatu tingkat pengolahan yang bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan kotoran-kotoran yang kasar, penyisiran lumpur dan pasir, serta mengurangi kadar zat-zat organik yang ada dalam air yang akan diolah.

2. Pengolahan Kimia

Yaitu suatu tingkat pengolahan dengan menggunakan zat-zat kimia untuk membantu proses pengolahan selanjutnya. Misalnya : dengan pembubuhan kapur dalam proses pelunakan dan sebagainya (Sutrisno, T., 1991)

2.5 Sedimentasi dan Flokulasi 2.5.1 Sedimentasi

Sedimentasi adalah proses pengendapan partikel-partikel padat yang tersuspensi dalam cairan/zat cair karena pengaruh gravitasi (gaya berat secara alami). Proses sedimentasi dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :

1. Sedimentasi alamiah (murni) apabila partikel-partikel padat tersuspensi mengendap karena gaya beratnya sendiri tanpa penambahan bahan kimia. Sedimentasi ini terjadi di danau, sungai atau waduk yang diam.


(16)

10

2. Sedimentasi setelah penambahan bahan kimia, apabila sedimentasi ini dilakukan setelah penambahan bahan kimia untuk menghilangkan secara gravitasi partikel-partikel padat yang telah menjadi besar, lebih berat dan lebih stabil karena penambahan bahan kimia. (Depkes RI, 1993)

2.5.2 Koagulasi/Flokulasi

Koagulasi/flokulasi adalah proses pengumpulan partikel-partikel halus yang tidak dapat diendapkan secara gravitasi, menjadi partikel yang lebih besar sehingga bisa diendapkan dengan menambahkan bahan koagulan.

2.6 Aluminium Sulfat

Aluminium sulfat terdapat dalam bentuk butiran halus. Aluminium sulfat berwarna putih keabu-abuan sampai coklat muda yang merupakan material asam berkristal dan bersifat korosif. Bentuk yang biasa digunakan sebagai koagulan adalah Al2(SO4)3. 14 H2

Al

O dengan berat molekul 594. aluminium sulfat bereaksi di dalam air dalam suasana alkali membentuk endapan Aluminium hidroksida.

2(SO4)3. 14 H2O + 3 Ca(HCO3)2 Al2 (OH)3 + 3 Ca SO4 + 14 H2O + 6

CO

Aluminium sulfat (taawas) merupakan bahan koagulan yang paling banyak dipakai karena efektif untuk menurunkan kadar karbonat, juga ekonomis dan murah di dapat dipasaran serta mudah disimpan. Makin banyak dosis tawas yang

2

Jika suasana air tidak cukup basa untuk bereaksi dengan endapan, maka air kapur atau soda abu coklat dipakai untuk menaikkan alkalinitasnya. Air kapur lebih disukai diandingkan dengan natrium karbonat (soda abu) karena harganya lebih murah (Buckle, 1987)


(17)

perlu dicari dosis tawas optimum yang harus ditambahkan. Pemakaian tawas paling efektif antara pH 5,8-7,4. Apabila alkalinitas alami dari air tidak seimbang dengan dosis tawas perlu ditambah alkalinitas dengan menggunakan larutan kapur Ca (OH)2 atau soda abu (Na2CO3

2.7 Flokulasi Jar Test

). (Depkes RI, 1993)

Untuk koagulasi yang baik, konsentrasi yang lebih normal dari koagulan harus dimasukkan kedalam air dan dicampur secara sempurna. Konsentrasi yang optimal juga tergantung pada keadaan air baku. Percobaan laboratorium yang disebut dengan “Jar Test” biasanya dipakai untuk menentukan konsentrasi dari koagulan. (Viessman, 1985)

Sebagaian besar air baku untuk penyediaan air bersih diambil dari air permukaan seperti sungai, danau dan sebagainya. Salah satu langkah penting pengolahan untuk mendapatkan air bersih adalah menghilangkan kekeruhan dari air baku tersebut. Kekeruhan disebabkan adanya partikel-partikel kecil dan koloid yang berukuran 10 nm. Partikel-partikel kecil dan koloid tersebut tidak lain adalah kwarts, tanah liat, sisa tanaman, gangguan dan sebagainya.

Kekeruhan dihilangkan melalui pembubuhan sejenis bahan kimia dengan sifat-sifat tertentu yang disebut flokulasi. Yang biasa digunakan adalah tawas, selain pembubuhan flokulasi diperlukan pengadukan sampai flok-flok terbentuk. Flok-flok ini mengumpulkan partikel-partikel kecil dari koloid tersebut dan akhirnya bersama-sama mengendap.

Suatu larutan koloidal yang mengandung partikel-partikel kecil dari koloid dapat dianggap stabil apabila :


(18)

12

1. Partikel-partikel kecil ini terlalu ringan untuk mengendap dalam waktu yang pendek (beberapa jam).

2. Partikel-partikel tersebut tidak dapat menyatu, bergabung dan menjadi partikel yang lebih besar dan berat, karena muatan elektris pada permukaan partikel-partikel adalah sama.

Proses flokulasi terdiri dari tiga langkah, yaitu :

1. Pelarutan reagen melalui pengadukan cepat (1 menit, 100 rpm), bila perlu pembubuhan bahan kimia untuk koreksi pH.

2. Pengadukan lambat untuk pembentukan flok-flok (15 menit, 20 rpm). Pengadukan yang terlalu cepat dapat merusak flok yang telah terbentuk. 3. Penghapusan flok-flok dengan koloid yang berkurang dari larutan melalui

sedimentasi ( 15 menit atau 30 menit, 0 rpm).

Proses flokulasi sebenarnya tidak bisa terganggu. Namun, efisiensi proses tersebut sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kadar dan jenis zat tersuspensi. pH larutan, kadar dan jenis flokulan, waktu dan kecepatan pengadukan dan adanya beberapa macam ion terlarut yang tertentu (seperti fosfat, sulfat dan sebagainya). (Alaerts & Santika, 1984)


(19)

BAB III METODOLOGI Prinsip Jar Test

Sesuatu larutan koloidal yang mengandung partikel-partikel kecil dan koloid dapat dianggap stabil bila :

1. Partikel-partikel kecil ini terlalu ringan untuk mengendap dalam waktu yang pendek (beberapa jam).

2. Partikel-partikel tersebut tidak dapat menyatu, bergabung dan menjadi partikel yang lebih besar dan berat, karena muatan elektris pada permukaan partikel-partikel adalah sama (biasanya negatif), sehingga ada repulse elektrostatis antara partikel satu sama dengan lainnya.

Alat-alat

Alat-alat yang digunakan adalah alat Jar Test, beaker gelas 50 ml; 100 ml; 200 ml; 250 ml; dan 1 l, pipet volum 5 ml; dan 50 ml, pipet tetes, buret, peralatan untuk analisa hasil flokulasi dan analisa air bak, pH meter dan stop watch.

Bahan-bahan

- Larutan tawas (tergantung kadar yang di butuhkan) :

Bila dibutuhkan konsentrasi tawaas 1% yaitu timbang 10 gram aluin atau Al2(SO4)3. 14 H2

- NaOH 0,1 N dan HCI 0.1 N :

O dalam 1 liter Aquadest.

Kedua larutan ini dibutuhkan untuk penyesuaian nilai pH yang diinginkan agar prose flokulasi berlangsung dengan baik.


(20)

14

Cara Kerja

1) Siapkan seluruh peralatan bahan yang akan digunakan. 2) Diambil sample air baku kira-kira 6 liter

3) Diperiksa kekeruhan air baku yang akan di Jar test 4) Disiapkan larutan tawas 1% dengan cara:

- Pipet 10 ml Larutan tawas 10%

- Masukkan kedalam labu ukur 100 ml dan tambahkan aquadest sampai tanda batas aduk hingga homogen.

5) Disediakan 6 buah beker gelas 1000 ml dan masing-masing beaker gelas diisi dengan 1000 ml sampel air baku.

6) Kemudian diturunkan Agitador jar test, dan diaktifkan alat dan atur putaran pada 140 rpm, untuk putaran cepat dan atur timer selama 5 menit. 7) Larutan diinjeksi masing-masing beaker glass dengan variasi dosis tawas

yang diinginkan, berdasarkan hasil perhitungan:

l mg sampel volume x diinginkan yang tawas laru l mg tawas dosis ml / 1000 tan / =

8) Perhatikan kecepatan pembentukan flor, tingkat kekeruhan secara visual, atur putaran pada posisi pada 30 rpm untuk putaran lambat, atur timer

selama 10 menit, matikan alat, angkat agitador, diamkan selama 20 menit, untuk proses pengendapan, perhatikan secara visual kecepatan pengendapan flok, jumlah flor yang mengendap dan melayang, serta


(21)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

Dari hasil pengamatan Jar test maka didapat hasil sebagai berikut : Hari ke I

Sample Item Unit 1 2 3

Sample ml 1000 1000 1000

Dosis Taawas (alum) ppm 60 70 80

pH unit 6.44 6.12 5.94

Total Suspended Solid mg/L 0.0106 0.0115 0.0126

Turbidity NTU 1,65 1,32 1,12

Hari ke II

Sample Item Unit 1 2 3

Sample ml 1000 1000 1000

Dosis Taawas (alum) ppm 60 70 80

pH unit 6.5 6.1 5.9

Total Suspended Solid mg/L 0.0132 0.0138 0.0143

Turbidity NTU 1,56 1,21 1,08


(22)

16

Dari hasil percobaan diatas, diperoleh adanya hubungan antara konsentrasi Al2(SO4)3 dengan kekeruhan air baku, yakni makin tinggi kekeruhan air makin

tinggi konsentrasi Al2(SO4)3 yang dibutuhkan untuk menjernihkan air baku

tersebut.

Dari hubungan tersebut dapat juga diperoleh suatu gambaran, yakni makin tinggi konsentrasi Al2(SO4)3 yang digunakan ternyata kekeruhan bukan makin

rendah, malah ada titik tertentu yang bila kekeruhan sudah tercapai titik tersebut dengan kata lain, kekeruhan yang dipeoleh paling rendah, kekeruhannya akan semakin tinggi, titik tersebut dengan titik optimum.

Titik optimum tersebut diperoleh ketika Al2(SO4)3 yang ditambahkan dengan

konsentrasi tertentu bekerja semaksimal untuk mengikat flok penyebab kekeruhan sehingga air akan terlihat makin jernih.

Dengan demikian konsentrasi Al2(SO4)3

a) Pada Hari I

optimum yang diperlukan untuk menjernihkan air masing-masing sample dapat tertera pada tabel sebagai berikut :

- Sampel I dengan kekeruhan awal 1,65 NTU dibutuhkan konsentrasi Al2(SO4)3

- Sampel II dengan kekeruhan awal 1,32 NTU dibutuhkan konsentrasi Al

sebesar 60 ppm

2(SO4)3

- Sampel III dengan kekeruhan awal 1,12 NTU dibutuhkan konsentrasi Al

sebesar 70 ppm

2(SO4)3

b) Pada Hari II

sebesar 80 ppm


(23)

- Sampel II dengan kekeruhan awal 1,21 NTU dibutuhkan konsentrasi Al2(SO4)3

- Sampel III dengan kekeruhan awal 1,08 NTU dibutuhkan konsentrasi Al

sebesar 70 ppm


(24)

18

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa : - Penentuan konsentrasi optimum Al2(SO4)3

a. Air sungai Ular dengan kekeruhan 1,65 NTU dibutuhkan kira-kira 60 ppm yang dibutuhkan untuk menjernihkan air sungai ular yang dilakukan dengan memakai metode jar test. Adalah sebagai berikut:

b. Air sungai Ular dengan kekeruhan 1,32 NTU dibutuhkan kira-kira 70 ppm c. Air sungai Ular dengan kekeruhan 1,12 NTU dibutuhkan kira-kira 80 ppm d. Air sungai Ular dengan kekeruhan 1,56 NTU dibutuhkan kira-kira 60 ppm e. Air sungai Ular dengan kekeruhan 1,21 NTU dibutuhkan kira-kira 70 ppm f. Air sungai Ular dengan kekeruhan 1,08 NTU dibutuhkan kira-kira 80 ppm

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian untuk penjernihan air sungai ular yang sedang banjir karena tingkat kekeruhannya lebih tinggi bila dibandingkan dengan air sungai biasanya.


(25)

DAFTAR PUSTAKA

Alaerts. G. Dr. Ir & Sri. S. S., (1984), Metode Penelitian Air, Penerbit Usaha Nasional, Surabaya.

Azwar Azrul, (1996), Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, Cetakan Kedelapan, Penerbit PT. Mutiara Sumber Widya, Jakarta.

Buckle. K. A., (1987), Ilmu Pangan, Cetakan Kedua, Penerbit University Indonesia Press, Jakarta.

Direktur Jenderal PPM & PLP, (1993), Pedoman Tehnis Perbaikan Kualitas Air, Edisi Kedua, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Effendi. H., (2003), Telaah Kualitas Air, penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Soemitrat. J., (1994), Kesehatan Lingkungan, Cetakan Pertama, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Sutrisno. T., (1991), Teknologi Penyediaan Air Bersih, Penerbit PT. Rineka Cipta, Jakarta.


(26)

20

Viessman, W., (1985), Water Supply and Pollution Control, 4th Edition, Harper and Row Publisher. New York.


(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

Dari hasil pengamatan Jar test maka didapat hasil sebagai berikut : Hari ke I

Sample Item Unit 1 2 3

Sample ml 1000 1000 1000

Dosis Taawas (alum) ppm 60 70 80

pH unit 6.44 6.12 5.94

Total Suspended Solid mg/L 0.0106 0.0115 0.0126

Turbidity NTU 1,65 1,32 1,12

Hari ke II

Sample Item Unit 1 2 3

Sample ml 1000 1000 1000

Dosis Taawas (alum) ppm 60 70 80

pH unit 6.5 6.1 5.9

Total Suspended Solid mg/L 0.0132 0.0138 0.0143

Turbidity NTU 1,56 1,21 1,08


(2)

Dari hasil percobaan diatas, diperoleh adanya hubungan antara konsentrasi Al2(SO4)3 dengan kekeruhan air baku, yakni makin tinggi kekeruhan air makin

tinggi konsentrasi Al2(SO4)3 yang dibutuhkan untuk menjernihkan air baku

tersebut.

Dari hubungan tersebut dapat juga diperoleh suatu gambaran, yakni makin tinggi konsentrasi Al2(SO4)3 yang digunakan ternyata kekeruhan bukan makin

rendah, malah ada titik tertentu yang bila kekeruhan sudah tercapai titik tersebut dengan kata lain, kekeruhan yang dipeoleh paling rendah, kekeruhannya akan semakin tinggi, titik tersebut dengan titik optimum.

Titik optimum tersebut diperoleh ketika Al2(SO4)3 yang ditambahkan dengan

konsentrasi tertentu bekerja semaksimal untuk mengikat flok penyebab kekeruhan sehingga air akan terlihat makin jernih.

Dengan demikian konsentrasi Al2(SO4)3

a) Pada Hari I

optimum yang diperlukan untuk menjernihkan air masing-masing sample dapat tertera pada tabel sebagai berikut :

- Sampel I dengan kekeruhan awal 1,65 NTU dibutuhkan konsentrasi Al2(SO4)3

- Sampel II dengan kekeruhan awal 1,32 NTU dibutuhkan konsentrasi Al

sebesar 60 ppm

2(SO4)3

- Sampel III dengan kekeruhan awal 1,12 NTU dibutuhkan konsentrasi Al

sebesar 70 ppm

2(SO4)3

b) Pada Hari II

sebesar 80 ppm


(3)

- Sampel II dengan kekeruhan awal 1,21 NTU dibutuhkan konsentrasi Al2(SO4)3

- Sampel III dengan kekeruhan awal 1,08 NTU dibutuhkan konsentrasi Al

sebesar 70 ppm


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa : - Penentuan konsentrasi optimum Al2(SO4)3

a. Air sungai Ular dengan kekeruhan 1,65 NTU dibutuhkan kira-kira 60 ppm yang dibutuhkan untuk menjernihkan air sungai ular yang dilakukan dengan memakai metode jar test. Adalah sebagai berikut:

b. Air sungai Ular dengan kekeruhan 1,32 NTU dibutuhkan kira-kira 70 ppm c. Air sungai Ular dengan kekeruhan 1,12 NTU dibutuhkan kira-kira 80 ppm d. Air sungai Ular dengan kekeruhan 1,56 NTU dibutuhkan kira-kira 60 ppm e. Air sungai Ular dengan kekeruhan 1,21 NTU dibutuhkan kira-kira 70 ppm f. Air sungai Ular dengan kekeruhan 1,08 NTU dibutuhkan kira-kira 80 ppm 5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian untuk penjernihan air sungai ular yang sedang banjir karena tingkat kekeruhannya lebih tinggi bila dibandingkan dengan air sungai biasanya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Alaerts. G. Dr. Ir & Sri. S. S., (1984), Metode Penelitian Air, Penerbit Usaha Nasional, Surabaya.

Azwar Azrul, (1996), Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, Cetakan Kedelapan, Penerbit PT. Mutiara Sumber Widya, Jakarta.

Buckle. K. A., (1987), Ilmu Pangan, Cetakan Kedua, Penerbit University Indonesia Press, Jakarta.

Direktur Jenderal PPM & PLP, (1993), Pedoman Tehnis Perbaikan Kualitas Air, Edisi Kedua, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Effendi. H., (2003), Telaah Kualitas Air, penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Soemitrat. J., (1994), Kesehatan Lingkungan, Cetakan Pertama, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Sutrisno. T., (1991), Teknologi Penyediaan Air Bersih, Penerbit PT. Rineka Cipta, Jakarta.


(6)

Viessman, W., (1985), Water Supply and Pollution Control, 4th Edition, Harper and Row Publisher. New York.