Penetapan Dosis Pemakaian Tawas Sebagai Koagulan Untuk Menjernihkan Air Baku PDAM Tirtanadi Sunggal

(1)

PENETAPAN DOSIS PEMAKAIAN TAWAS SEBAGAI

KOAGULAN UNTUK MENJERNIHKAN AIR BAKU

PDAM TIRTANADI SUNGGAL

TUGAS AKHIR

Oleh :

IRA RAHMAWATI 052410035

PROGRAM DIPLOMA III ANALIS FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PENETAPAN DOSIS PEMAKAIAN TAWAS SEBAGAI

KOAGULAN UNTUK MENJERNIHKAN AIR BAKU

PDAM TIRTANADI SUNGGAL

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memproleh Gelar Ahli Madya Pada Program Diploma III Analis Farmasi

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera utara

Oleh :

IRA RAHMAWATI 052410035

Medan, Mei 2008 Disetujui Oleh: Dosen Pembimbing,

Drs. Agusmal Dalimunthe, MS. Apt NIP 131 286 002

Disahkan Oleh Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt NIP 131 283 716


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmad, karunia, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan Diploma III Analis Farmasi di Universitas Sumatera Utara.

Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta yang penuh kesabaran memberikan dorongan, nasehat, serta doa, dan tidak lupa pula pada saudara-saudara yang telah dukungan dan semangat hingga penulis bisa menyelesaikan Tugas Akhir dengan baik.

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini penulis telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, nasehat serta petunjuk dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis tidak lupa menyampaikan rasa terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada:

1. Bapak Drs. Agusmal Dalimunthe, MS. Apt., selaku dosen pembimbing penulis yang telah banyak membimbing penulis hingga selesainya tugas akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M. App. Sc, Apt, selaku koordinator Program Diploma III Analis Farmasi Fakultas Farmasi Universitas sumatera Utara. 3. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt, selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara.

4. Dosen-Dosen Farmasi beserta staf yang telah membimbing dan membantu penulis selama perkuliahan di Diploma III Analis Farmasi Universitas sumatera Utrara.

5. Bapak Drs. Asan Haloho, selaku Kepala Bagian Produksi di PDAM Tirtanadi Instalasi Sunggal

6. Bapak Iwan Setiawan selaku Kepala Bagian Pengendalian Mutu di PDAM Tirtanadi Instalasi Sungga


(4)

7. Abang, kakak, serta adik saya yang telah memberikan semangat dan doa serta material dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

8. Sahabatku yang juga fartner pada masa PKL (Eva) yang telah mengalami susah dan senang selama 1 bulan PKL, dan teman-teman sepermainan dibangku akdemik (Putri, Melisa, Ika dan Desi ), teman-teman AFA terutama buat cowok-cowoknya yang hanya tinggal 5 orang (Diki, Jaya, Izal, Irfan, dan Tedi) dan teman-teman AFA lainnya.

Atas segala bantuan tersebut, penulis tidak dapat membalasnya dan hanya dapat memohon kehadirat limpahan rahmat dan hidayah-Nya yang tak terhingga.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tugas Akhir ini masih terdapat kekurangan, maka untuk itu penulis mengharapkan kritik serta saran yang membangun demi kesempurnaan tugas akhir ini.

Akhir kata penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Mei 2008


(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan dan Manfaat ... 2

1.2.1 Tujuan ... 2

1.2.2. Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Air ... 3

2.2 Sumber Air ... 4

2.3 Karakteristik Air ... 7

2.4 Pengolahan Air Secara Umum ... 10

2.5 Koagulasi dan Flokulasi ... 12

2.6 Aluminium Sulfat (Al2(SO4)3 BAB III METODOLOGI ... 15

... 13

3.1 Alat dan Bahan ... 15

3.1.1 Alat-alat ... 15

3.1.2 Bahan ... 15


(6)

3.2.1 Pembuatan Larutan Tawas 1 % ... 15

3.2.2 Penentuan Dosis Aluminium Sulfat Dengan Metode Jartest ... 16

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

4.1 Hasil ... 17

4.2 Pembahasan ... 23

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 24

5.1 Kesimpulan ... 24

5.2 Saran ... 24 DAFTAR PUSTAKA


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.3.2 Standart air minum menurut WHO ... 9

Tabel 4.1.1 Hasil uji kekeruhan awal dan akhir dari air baku dengan dosis optimum Al2(SO4)3 ... 17

Tabel 4.1.2 Sampel I dengan kekeruhan awal 10,45 NTU ... 18

Tabel 4.1.3 Sampel II dengan kekeruhan awal 37,45 NTU ... 19

Tabel 4.1.4 Sampel III dengan kekeruhan awal 55,8 NTU ... 20

Tabel 4.1.5 Sampel IV dengan kekeruhan awal 76,5 NTU ... 21


(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air permukaan merupakan sumber air yang paling utama yang dapat digunakan sebagai sumber air baku untuk memenuhi kebutuhan akan air bersih karena jumlahnya yang cukup melimpah. Salah satu contohnya adalah air sungai. Dengan melimpahnya air sungai di permukaan, maka air sungai dapat digunakan sebagai sumber air baku untuk penyediaan air bersih. Namun, air sungai ini belum tentu lebih baik kualitasnya jika dibandingkan dengan air permukaan lainnya.

Hal ini dapat terjadi karena air sungai mendapatkan pengotoran yang lebih besar selama pengalirannya. Pengotoran dapat bersumber dari domestik (rumah tangga, perkampungan dan kota) dan sumber nondomestik, misalnya hasil pembuangan pabrik dan industri, pertaniaan, peternakan serta sumber lainnya. Baik secara langsung maupun tidak langsung pengotoran tersebut akan berpengaruh terhadap kualitas air terutama kekeruhannya. Oleh sebab itu diperlukan suatu pengolahan yang sempurna untuk menghilangkan pengotoran-pengotoran air sungai yang digunakan sumber air baku untuk memenuhi kebutuhan akan air bersih.

Salah satu proses pengolahan yang biasa dipakai dalam menghilangkan pengotoran air sungai adalah dengan proses koagulasi dan flokulasi. Proses ini dipakai untuk pembentukan flok yang mengadsorbsi dan mengikat partikel koloid yang menyebabkan tingginya kekeruhan air sehingga akan membentuk flok yang lebih besar yang kemudian akan mengendap dengan sendirinya. Proses ini akan


(9)

melibatkan bahan kimia yang disebut dengan koagulan. Koagulan yang umum dipakai adalah Aluminium Sulfat / Al2(SO4)3. yang sering dikenal dengan tawas. Untuk menetukan dosis Aluminium Sulfat / Al2(SO4)3

1.2 Tujuan dan Manfaat

dapat dilakukan melalui percobaan yang disebut Jartest.

1.2.1 Tujuan

Tujuan Tugas Akhir ini adalah untuk menentukan dosis pemakaian tawas ( Al2(SO4)3 )

1.2.2 Manfaat

yang dibutuhkan untuk menjernihkan air baku di PDAM Tirtanadi Sunggal.

Manfaat Tugas Akhir ini adalah untuk menafsirkan berapa dosis pemakaian tawas ( Al2(SO4)3 ) yang dibutuhkan untuk menjernihkan air baku di PDAM Tirtanadi Sunggal.


(10)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air

Air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan dibumi ini. Tidak akan ada kehidupan seandainya di bumi ini tidak ada air. Air yang relatif bersih sangat didambakan oleh manusia baik untuk keperluan hidup sehari-hari, untuk keperluan industri, untuk keberhasilan sanitasi kota, maupun untuk keperluan pertanian dan lain sebagainya (Wardhana, 2001).

Menurut Azwar (1996), secara umum dapat dikatakan bahwa hampir tidak mungkin ditemukan air yang benar-benar murni di alam ini. Karena air tersebut selalu ada kemungkinan tercemar, misalnya :

1. Karena mengandung gas-gas tertentu yang membahayakan kesehatan seperti gas metana, hidrogen sulfida dan lain sebagainya.

2. Karena mengandung mineral tertentu yang dapat mendatangkan kelainan penyakit, misalnya sulfat, nitrat dan lain-lain.

3. Karena mengandung benda-benda bersifat koloid seperti bakteri, jamur, dan lain sebagainya.

4. Karena mengandung zat radioaktif, terutama jika sumber air tersebut kontak dengan zat-zat ataupun peralatan yang menggunakan tenaga atom. Menurut Azwar (1996), berbagai jenis pencemar air biasanya berasal dari dua sumber yaitu :

1. Sumber domestik (rumah tangga), perkampungan, kota, pasar, jalan, dan sebagainya.


(11)

2. Sumber non-domestik (pabrik, industri, pertanian, peternakan, perikanan, serta sumber-sumber lainnya.

Semua bahan pencemar diatas baik secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kualitas air dalam memenuhi kebutuhan yang terus meningkat. Oleh sebab itu diperlukan pengolahan dan perlindungan sumber daya air secara seksama untuk menghindari terjadinya penurunan kualitas air yang dapat menimbulkan gangguan, keusakan dan bahaya bagi semua makhluk hidup yang bergantung pada sumber daya air tersebut (Effendi, 2003)

2.2 Sumber Air

Pada prinsipnya jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang dinamakan siklus hidrologi. Dengan adanya penyinaran matahari maka semua air yang ada dipermukaan bumi akan menguap dan membentuk uap air. Karena adanya angin, maka uap air ini akan bersatu dan berada di tempat yang tinggi yang sering dikenal dengan nama awan. Oleh angin, awan ini akan terbawa makin lama makin tinggi dimana temperatur diatas makin rendah yang menyebabkan titik-titik air dan jatuh kebumi sebagai hujan. Air hujan ini sebagian mengalir kedalam tanah, jika menjumpai lapisan rapat air maka peresapan akan berkurang, dan sebagian air akan mengalir di atas lapisan rapat air ini. Jika air ini keluar pada permukaan bumi, maka air ini akan disebut air mata air. Air permukaan yang mengalir di permukaan bumi umumnnya berbentuk sungai-sungai dan jika melalui suatu tempat rendah (cekung) maka air akan terkumpul membentuk suatu danau atau telaga. Tetapi banyak diantaranya yang mengalir ke laut kembali dan kemudian akan mengikuti siklus hidrologi ini (Sutrisno, 1997)


(12)

Menurut Sutrisno, (1997) sumber-sumber air yang terdapat di alam adalah: 2.2.1 Air laut

Mempunyai sifat asin karena mengandung garam NaCl. Kadar NaCl dalam air laut 3 %. Dengan keadaan ini maka air laut tidak memenuhi syarat untuk air minum.

2.2.2 Air Atmosfir atau Air Meteorologik

Air atmosfir atau air meteorologik ini dinamakan juga air hujan. Air hujan ini diperoleh dari siklus hidrologi. Dengan adanya penyinaran matahari maka air yang ada dipermukaan bumi akan terjadi evaporasi (penguapan). Kemudian uap air itu akan saling bertumbukan dan kemudian terjadi penyatuan hingga terbentuk butir-butir yang lebih besar karena gaya gravitasi, butir-butir air itu akan jatuh sebagai air hujan.

2.2.3 Air Permukaan

Air permukaan merupakan air hujan yang mengalir dipermukaan bumi. Pada umumnya air permukaan ini akan mendapatkan pengotoran selama pengalirannya misalnya oleh lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, hasil buangan industri dan sebagainya.

Air permukaan ini ada 2 macam yaitu : 1) Air Sungai

Dalam pengolahannya sebagai air minum haruslah mengalami pengolahan yang sempurna mengingat bahwa air sungai pada umumnya mempunyai derajat pengotoran yang tinggi sekali.


(13)

2) Air Rawa atau Danau

Kebanyakan air rawa ini berwarna yang disebabkan adanya zat-zat organik yang telah membusuk misalnya asam humus yang larut dalam air yang menyebabkan warna kuning cokelat pada air.

Air Tanah

Air tanah adalah air yang terdapat pada lapisan-lapisan tanah. Air tanah terjadi karena adanya daya proses peresapan air dari permukaan tanah.

Ciri-ciri air tanah secara umum adalah sebagai berikut : 1. Memiliki kekeruhan yang relatif rendah.

2. Intensitas warna air lebih rendah. 3. Komposisi mineralnya lebih stabil. Air tanah ini terbagi menjadi 3 yaitu : 1) Air Tanah Dangkal

Terjadi karena daya proses peresapan air dari permukaan tanah. Lapisan tanah disini berfungsi sebagai saringan. Disamping penyaringan, pengotoran masih terus berlangsung terutama pada muka air yang dekat dengan muka tanah. Setelah menemui lapisan rapat air, air akan berkumpul dan dapat dimanfaatkan untuk sumber air minum melalui sumur-sumur dangkal

2) Air Tanah Dalam

Terdapat setelah lapisan rapat air yang pertama. Pengambilan air tanah dalam tak semudah pada air tanah dangkal. Dalam hal ini harus digunakan bor dan memasukkan pipa kedalamnya sehingga dalam suatu kedalaman (100-300 m) akan didapatkan lapisan air.


(14)

3) Mata air

Mata air adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah. Mata air ini berasal dari tanah dalam hampir tidak berpengaruh oleh musim dan kualitasnya sama dengan keadaan air tanah dalam.

2.3 Karakteristik Air

Menurut Linsley (1995), karakteristik air dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu :

2.3.1 Ciri-ciri Fisik Air a. Kekeruhan

Kekeruhan akan mengurangi kejernihan air dan diakibatkan oleh pencemar-pencemar yang terbagi halus dari manapun asalnya yang ada di dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh lempung, lanau, partikel-partikel tanah dan pencemar-pencemar koloidal lainnya. Tingkat kekeruhan tergantung pada kehalusan partikel dan konsentrasinya. b. Warna

Air kadang-kadang mengandung warna yang banyak diakibatkan oleh jenis-jenis tertentu dari bahan organik yang terlarut dan koloidal yang terbilas dari tanah oleh tumbuh-tumbuhan yang membusuk.

c. Rasa dan Bau

Rasa dan bau pada air disebabkan oleh adanya bahan organik yang membusuk atau bahan kimia yang mudah menguap. Air minum secara praktis terbebas dari rasa dan bau.


(15)

d. Suhu

Suhu air merupakan hal yang penting jika dikaitkan dengan tujuan penggunaan, pengolahan untuk membuang bahan-bahan pencemar serta pengangkutannya. Suhu tergantung pada sumber airnya.

e. Bahan Padat Keseluruhan / Sisa Zat Padat

Sisa zat padat ini diperoleh dengan menguapkan suatu contoh air dan menimbang sisanya yang telah kering. Konsentrasi bahan padat keseluruhan dipergunakan untuk menguji kecolokan berbagai sumber air untuk berbagai pemanfaatan misalnya industri dan pertanian.

Standart Air Minum dari segi fisik menurut WHO

a. Rasa : Tidak berasa

b. Bau : Tidak berbau

c. Warna : Tidak berwarna

d. Sisa zat padat : 500 – 1000 ppm

e. Derajat kekeruhan : Tidak melebihi 5 – 15 unit (Turbidity Unit) 2.3.2 Ciri – ciri kimiawi air

Air minum tidak boleh mengandung racun, zat-zat mineral/zat-zat kimia tertentu dalam jumlah melampaui batas yang telah ditentukan. Unsur-unsur tersebut tidak dikehendaki kehadirannya karena dapat membahayakan kesehatan jika telah melewati ambang batas maksimal yang telah ditetapkan. Selain membahayakan kesehatan keberadaan unsur-unsur tersebut juga dapat merusak perpipaan untuk distribusi kepada konsumen.

Untuk melihat batas maksimal keberadaan dari unsur-unsur kimia dapat dilihat standart air minum menurut WHO yang tercantum pada Tabel 2.3.2.


(16)

Tabel 2.3.2 Standart air minum menurut WHO

No Unsur-Unsur Kimia Satuan Maksimal

diperbolehkan

1 Derajat keasaman - 9.2

2 Zat padat/jumlah mg/l 1500

3 Zat organic sebagai KmnO4 mg/l 10

4 Karbondioksida sebagai CO2 -

agresif -

5 Kesadahan mg/l 10

6 Kalsium (Ca) mg/l 200

7 Magnesium (Mg) mg/l 150

8 Besi (Fe) mg/l 1

9 Mangan (Mn) mg/l 0.5

10 Tembaga (Cu) mg/l 1.5

11 Zink (Zn) mg/l 15

12 Chlorida (Cl) mg/l 600

13 Sulfat (SO4) mg/l 400

14 Sulfida (H2S) mg/l 0

15 Fluorida (F) mg/l 2

16 Amonia mg/l 0

17 Nitrat (NO3) mg/l 20

18 Nitrit (NO2) mg/l 0

19 Phenol mg/l 0.02

20 Arsen (As) mg/l 0.05

21 Timbal (Pb) mg/l 0.1

22 Selenium (Se) mg/l 0.1

23 Chrom (Cr) mg/l 0.05

24 Cyanida (CN) mg/l 0.05

25 Cadmium (Cd) mg/l 0.01

26 Air Raksa (Hg) mg/l 0.001

2.3.3 Ciri-ciri Biologis Air

Air minum tidak boleh mengandung bakteri-bakteri penyakit (patogen) sama sekali dan tidak boleh mengandung bakteri golongan Coli melebihi batas-batas yang telah ditentukan yaitu 1 coli / 100 ml air. Bakteri golongan coli ini berasal dari usus besar (faeces) dan tanah.

Air yang mengandung golongan Coli telah berkombinasi / berhubungan dengan kotoran manusia.


(17)

2.4 Pengolahan Air Secara Umum

Untuk menghasilkan air yang memenuhi karakteristik di atas tersebut maka dilakukan proses pengolahan air baku. Proses pengolahan air baku merupakan suatu usaha untuk menjernihkan air dan meningkatkan mutu air agar dapat diminum.

Menurut Gabriel (2001), proses pengolahan air meliputi 5 tahap, yaitu : 2.4.1 Proses perifikasi / proses pemurnian air

Pemurnian air dilakukan untuk merubah keadaan air dari keruh, berbau, dan berwarna, pH beraneka ragam menjadi air yang jernih bebas dari keruh dan pH yang netral

Cara mengatasi kekeruhan dapat dilakukan dengan cara :

a) Pengendapan secara alami (proses sedimentasi)

Dengan menenangkan air yang mengandung lumpur kasar maupun halus sehingga akan mengendap dengan perlahan-lahan.

b) Melalui proses koagulasi.

Dengan melakukan reaksi pengendapan koloidal yang ada di air dengan melibatkan bahan koagulan. Bahan koagulan yang dapat dipakai adalah Fe(SO4), FeCl3, Al2(SO4)3. 18H2

c) Proses sedimentasi aktif

O, Poly Aluminium Clorida (PAC), dan lain-lain.

Apabila sudah menggunakan koagulan maka koloidal yang berada di dalam air akan mengalami pengendapan dengan sendirinya.


(18)

d) Melalui Proses Filtrasi

Koloidal yang telah mengalami flokulasi namun tidak terjadi pengendapan maka usaha selanjutnya melalui proses filtrasi menggunakan saringan pasir cepat dan saringan pasir lambat

2.4.2 Proses Desinfeksi

Proses desinfeksi yaitu suatu proses usaha agar kuman patogen yang berada didalam air dipunahkan. Proses desinfeksi dapat dilakukan dengan klorinasi.

Klorinasi adalah salah satu proses desinfeksi yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme patogen dalam air, selain dengan ozonisasi atau dengan penyinaran ultraviolet. Klor adalah zat kimia yang sering dipakai karena mempunyai daya desinfeksi sampai beberapa jam setelah pembubuhannya. Kalau gas klor sebagai Cl2

Cl

dilarutkan dalam air, maka akan terjadi reaksi hidrolisis dengan cepat .

2 + H2O H+ + Cl- + HOCl Asam hipoklorit akan pecah, Ion klorida (Cl

-HOCl OCl

) pada reksi diatas dianggap tidak aktif

+ H+ Sedangkan HOCl dan OCl-

2.4.3 Proses Pengaturan pH air.

adalah bahan yang aktif.

Air yang telah mengalami proses koagulasi akan mengakibatkan pH air semakin rendah untuk mengatur pH menjadi pH air normal yang berkisar


(19)

6,5 s/d 9,2 maka dilakukan pembubuhan kapur CaO ke dalam air. Apabila pH diluar dari range tersebut, akan mengakibatkan pipa air yang terbuat dari logam mengalami korosik sehingga pada akhirnya air tersebut menjadi racun bagi tubuh manusia.

2.4.4 Proses Pengaturan Mineral Air

Proses pengaturan mineral air dilakukan karena mineral dalam air yang diperlukan oleh tubuh akan ikut mengendap bersama dengan proses sedimentasi setelah dilakukan pembubuhan koagulant.

2.5 Koagulasi dan Flokulasi

Koagulasi dilakukan terhadap air yang mengandung bahan-bahan padat terapung maupun koloidal yang menyebabkan kekeruhan. Proses koagulasi yang umumnya menggunakan bahan koagulan akan bereaksi dengan air dan partikel-partikel yang mengakibatkan air menjadi keruh. Flokulasi dilakukan beriringan setelah proses koagulasi dengan melakukan pengadukan cepat yang kemudian dilanjuti dengan pengadukan lambat (flokulasi) selama 20 hingga 30 menit. Hal ini akan mengakibatkan bertumbukannya kumpulan-kumpulan partikel kecil yang akan membentuk partikel-partikel yang lebih besar. Berhubung dengan ukur dan kerapatannya, partikel-partikel besar ini dapat mengendap dengan sendirinya karena adanya gaya gravitasi.

Flokulasi dapat dilaksanakan dengan menggunakan berbagai cara termasuk pemutaran dayung-dayung dengan lambat, pengaliran melalui diatas dan


(20)

dibawah kolam-kolam pengaduk dan penambahan suatu gas, biasanya udara (Leanslay, 1991)

2.6 Aluminium Sulfat Al2(SO4)3

Koagulan yang umum dipakai adalah Aluminium Sulfat / Al2(SO4)3

Menurut Paul (1995), Reaksi umum Aluminium Sulfat / Al

yang lebih dikenal dengan nama tawas. Koagulan ini paling banyak digunakan karena relatif murah dan mudah diperoleh di pasaran. Di laboratorium, dosis aluminium sulfat yang diperlukan dapat ditentukan melalui percobaan yang disebut jartest (Paul, 1995)

Aluminium sulfat bereaksi didalam air akan membentuk aluminium hidroksida, disamping terbentuknya asam (H+), dan senyawa sulfat.

2(SO4)3

Al

di dalam air dapat dijelaskan sebagai berikut:

2(SO4)3 2 Al3+ + 3 SO4 2-

H

Ion Hidroksida berasal dari proses ioniasi dari air 2O H+ + OH-

Ion Aluminium (Al3+) kemudian akan bereaksi dengan ion hidroksida (OH

-2 Al ) 3+

+ 6 OH- 2 Al(OH)

3 SO

3

Selain terbentuknya aluminium hidroksida akan terbentuk pula asam. 4 2- + H+ H2SO4

Dengan bereaksinya Aluminium Sulfat / Al2(SO4)3 dengan H2O maka akan dihasilkan H+ yang akan menaikkan keasaman dari air. Oleh sebab itu


(21)

penggunaan dosis tawas yang berlebihan akan mengakibatkan penurunan pH yang cukup besar dan air yang diolah menjadi asam.

Apabila air tidak mengandung alkalinitas yang diperlukan, maka mungkin perlu ditambahkan kapur (CaO) atau abu soda (Na2CO3) disamping pemakaian aluminium sulfat untuk memperoleh flokulasi yang tepat.


(22)

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat-alat

Alat-alat yang diperlukan pada percobaan ini adalah : 1. Timbangan analitik

2. Beaker glass 3. Labu ukur 4. Pipet volum 5. Jartest

6. HACH 2100 N Turbidity

3.1.2 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang diperlukan pada percobaan ini adalah : 1. Air baku PDAM Tirtanadi Sunggal (Sungai Belawan) 2. Aquadest

3. Al2(SO4)3

3.2 Prosedur Kerja

3.2.1 Pembuatan Larutan Tawas 1 %

- Ditimbang 1 gram Al

2(SO4)3

- Dilarutkan dalam labu ukur 100 ml dengan aquadest lalu di addkan sampai garis tanda.


(23)

3.2.2 Penentuan Dosis Aluminium Sulfat Dengan Metode Jartest

- Diisi masing-masing beaker glass dengan 1000 ml sampel air baku (intake), turunkan Agitator Jar Test, aktifkan alat dan atur putaran pada 140 rpm untuk putaran cepat dan atur timer selama 5 menit.

- Diinjeksi masing-masing beaker glass dengan variasi dosis tawas yang diinginkan berdasarkan hasil perhitungan :

mg/l 10000

sampel x volume

diinginkan yang

was larutan ta mg/l

tawas dosis

ml =

- Diperhatikan kecepatan pembentukan flok, tingkat kekeruhan secara visual, atur putaran pada posisi 30 rpm untuk putaran lambat, atur timer selama 10 menit, matikan alat, angkat Agitator, diamkan selama 20 menit untuk proses pengendapan, perhatikan secara visual kecepatan pengendapan flok, jumlah flok yang mengendap dan melayang, serta kekeruhan air.

- Diperiksa dan catat kekeruhan air pada masing-masing konsentrasi. - Dosis pemakaian tawas yang diambil adalah pada saat pemberian

Aluminium Sulfat / Al2(SO4)3 mencapai titik optimum yaitu dengan kekeruhan yang terendah


(24)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1 Hasil

Hasil uji dari 5 sampel air baku PDAM Tirtanadi Sunggal dengan masing- masing pemberian Aluminium Sulfat / Al2(SO4)3 yang bervariasi, dan dengan dilakukannya 3x pengujian tercantum pada tabel 4.1.1.

Tabel 4.1.1 Hasil uji kekeruhan awal dan akhir dari air baku dengan dosis optimum Al2(SO4)

Sampel

3

Dosis Optimum Al2(SO4)3 Kekeruhan (NTU)

(ppm) Kekeruhan awal Kekeruhan akhir

1 27.5 10.45 1.23

2 30.0 37.5 1.28

3 35.0 55.8 1.29

4 40.0 76.5 1.19

5 45.0 120 1.55

Hubungan linearitas dosis optimum Al2(SO4)3 dengan kekeruhan yang tercantum pada tabel 4.1.1 diatas dapat dilihat pada gambar 4.1.2 dibawah ini. Gambar 4.1.2 Grafik Linearitas Kekeruhan versus Dosis Optimum Al2(SO4)

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

10,45 37,5 55,8 76,5 120

Dosis Aluminium Sulfat (ppm)

K e ke ru h an ( N TU ) Kekeruhan (NTU) 3


(25)

Untuk melihat kekeruhan akhir dengan pemberian dosis Al2(SO4)3

NO

yang bervariasi yang dilakukan 3x terhadap 5 sampel dengan kekeruhan awal yang berbeda-beda tercantum pada tabel dan grafik dibawah ini.

Tabel 4.1.2 Sampel I dengan kekeruhan awal 10,45 NTU Kekeruhan

Awal (NTU)

Dosis Al2(SO4)

Kekeruhan Akhir (NTU) 3 (ppm) Rata-Rata Jartest 1 Jartest 2 Jartest

3 1

10.45

20 10.31 12.5 12.45 11.13

2 22.5 7.19 7.86 6.45 7.16

3 25 5.63 4.34 4.35 4.77

4 27.5 1.24 1.15 1.30 1.23

5 30 2.01 2.15 2.22 2.12

6 32.5 2.75 2.80 2.47 2.67

7 35 4.58 4.35 4.83 4.58

8 37.5 6.70 6.13 6.18 6.33

9 40 8.10 8.45 8.16 8.23

10 42.5 9.24 9.45 9.23 9.36

Gambar 4.1.2 Grafik antara Dosis Aluminium Sulfat (ppm) dengan Kekeruhan rata-rata (NTU)

20 22,5 25 32,5 35 37,5 40 27,5 30 42,5 0 2 4 6 8 10 12

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Dosis Alum inium S ulfa t (ppm )

K e k e r u h a n ( N T U )


(26)

Tabel 4.1.3 Sampel II dengan kekeruhan awal 37,45 NTU NO Kekeruhan Awal (NTU) Dosis Al2(SO4)

Kekeruhan Akhir (NTU) 3 (ppm) Rata-Rata Jartest 1 Jartest 2 Jartest 3

1

37.45

20 15.35 16.23 15.99 15.85

2 22.5 10.4 10.23 10.12 10.25

3 25 7.34 6.23 6.78 6.78

4 27.5 3.45 2.14 2.67 2.75

5 30 1.15 1.45 1.23 1.27

6 32.5 2.34 2.53 2.77 2.54

7 35 4.65 4.34 4.45 4.48

8 37.5 6.66 6.17 6.67 6.5

9 40 8.12 8.24 8.46 8.27

10 42.5 9.23 9.46 9.34 9.34

Gambar 4.1.3 Grafik antara Dosis Aluminium Sulfat (ppm) dengan Kekeruhan rata-rata (NTU)

20 22,5 25 27,5 30 32,5 35 37,5 40 42,5 0 5 10 15 20

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Dosis Alum inium S ulfa t (ppm )

K e k e r u h a n ( N T U )


(27)

Tabel 4.1.4 Sampel III dengan kekeruhan awal 55,8 NTU NO Kekeruhan Awal (NTU) Dosis Al2(SO4)

Kekeruhan Akhir (NTU) 3 (ppm) Rata-Rata Jartest 1 Jartest 2 Jartest 3

1

55.8

20 18.33 18.35 18.23 18.13

2 22.5 16.23 15.45 15.45 15.71

3 25 14.45 14.35 14.41 14.33

4 27.5 10.34 10.24 10.11 10.23

5 30 6.34 6.23 6.66 6,41

6 32.5 5.42 5.33 5.12 5.29

7 35 1.24 1.27 1.35 1.28

8 37.5 2.14 2.56 2.24 2.31

9 40 3.35 3.24 3.57 3.38

10 42.5 5.65 4.56 4.46 4.89

Gambar 4.1.4 Grafik antara Dosis Aluminium Sulfat (ppm) dengan Kekeruhan rata-rata (NTU)

20 25 27,5 42,5 40 37,5 35 32,5 30 22,5 0 5 10 15 20

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Dosis Alum inium S ulfa t (ppm )

K e k e r u h a n ( N T U )


(28)

Tabel 4.1.5 Sampel III dengan kekeruhan awal 55,8 NTU

NO

Kekeruhan Awal (NTU)

Dosis Al2(SO4)

Kekeruhan Akhir (NTU) 3 (ppm) Rata-Rata Jartest 1 Jartest 2 Jartest

3 1

76.5

25 14.45 14.35 14.41 14.43

2 27.5 10.34 10.24 10.11 10.23

3 30 6.34 6.23 6.66 6.41

4 32.5 5.23 5.23 5.35 5.27

5 35 3.24 3.45 3.45 3.38

6 37.5 2.65 2.54 2.46 2.55

7 40 1.23 1.22 1.12 1.19

8 42.5 3.13 3.25 3.45 3.27

9 45 5.35 5.46 5.87 5.56

10 47.5 6.35 6.12 6.35 6.27

Gambar 4.1.5 Grafik antara Dosis Aluminium Sulfat (ppm) dengan Kekeruhan rata-rata (NTU)

25 27,5 30 32,5 35 37,5 40 42,5 45 47,5 0 2 4 6 8 10 12 14 16

0 10 20 30 40 50

Dosis Alum inium S ulfa t (ppm )

K e k e r u h a n ( N T U )


(29)

Tabel 4.1.6 Sampel V dengan kekeruhan awal 120 NTU

NO

Kekeruhan Awal (NTU)

Dosis Al2(SO4)

Kekeruhan Akhir (NTU) 3 (ppm) Rata-Rata Jartest 1 Jartest 2 Jartest

3 1

120

25 17.24 17.36 17.46 17.63

2 27.5 15.24 15.23 15.46 15.31

3 30 13.65 13.35 13.35 13.45

4 32.5 10.24 10.35 10.35 10.31

5 35 8.23 8.36 8.35 8.31

6 37.5 6.23 6.24 6.36 6.27

7 40 4.35 4.76 4.31 4.47

8 42.5 2.12 2.16 2.64 2.36

9 45 1.76 1.56 1.34 1.55

10 47.5 3.24 3.56 3.78 3.52

Gambar 4.1.6 Grafik antara Dosis Aluminium Sulfat (ppm) dengan Kekeruhan rata-rata (NTU)

25 27,5 30 32,5 35 37,5 40 42,5 45 47,5 0 5 10 15 20

0 10 20 30 40 50

Dosis Alum inium S ulfa t (ppm )

K e k e r u h a n ( N T U )


(30)

4. 2 Pembahasan

Dari gambar 4.1.2 dapat dilihat adanya hubungan antara dosis Aluminium Sulfat / Al2(SO4)3 dengan kekeruhan air baku, semakin tinggi kekeruhan air maka Aluminium Sulfat / Al2(SO4)3 yang digunakan akan semakin tinggi. Disamping itu apabila dosis pemakaiannya telah melewati titik optimum maka akan menaikkan kembali derajat kekeruhan air . Hal ini diakibatkan karena flok yang terbentuk kembali pecah akibat makin jenuhnya sampel sehingga Al2(SO4)3 yang ditambahkan akan merusak flok yang terbentuk dan mengabitkan kekeruhan air akan semakin tinggi.

Aluminium Sulfat / Al2(SO4)3 akan mengendap bersama partikel koloid yang diikat didalam flok yang terbentuk. Namun jika pemakaiannya telah melewati titik optimum maka kekeruhan akan semakin meningkat karena terjadi kerusakan pada flok yang terbentuk. Selain itu, pemakian tawas yang berlebihan akan mengakibatkan penurunan pH yang cukup besar dan air yang diolah menjadi asam. Ini tidak baik bagi kesehatan (Suriawiria, 2005)


(31)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa: - Penetapan dosis pemakaian tawas untuk menjernihkan air baku dapat

dilakukan dengan metode jartest.

- Dosis Aluminium Sulfat yang dibutuhkan untuk menjernihkan air baku dengan kekeruhan yang berbeda-beda dapat diperkirakan sebagai berikut:

- Air baku dengan kekeruhan 10.45 NTU dibutuhkan kira-kira 27,5 ppm

- Air baku dengan kekeruhan 37.5 NTU dibutuhkan kira-kira 30 ppm - Air baku dengan kekeruhan 55.8 NTU dibutuhkan kira-kira 35 ppm - Air baku dengan kekeruhan 76.5 NTU dibutuhkan kira-kira 40 ppm - Air baku dengan kekeruhan 120 NTU dibutuhkan kira-kira 45

ppm

5.2 Saran

Diharapkan agar digunakan bahan koagulan lain selain dari aluminium sulfat agar dapat dibandingkan pembentukan floknya untuk menjernihkan air baku.


(32)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Azrul, (1996), PENGANTAR ILMU KESEHATAN LINGKUNGAN, Cetakan kedelapan, Jakarta: Mutiara Sumber Widya

Effendi, Heffni, (2007), TELAAH KUALITAS AIR BAGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA DAN LINGKUNGAN PERAIRAN, Cetakan kelima, Jakarta: Erlangga

Gabriel, J. F, (2001), FISIKA LINGKUNGAN, Cetakan pertama, Bandung: Hipokrates

Linsley, Ray (1991), TEKNIK SUMBER DAYA AIR, Jakarta: Erlangga

Paul, N, (1995), HANDBOOK OF WATER AND WASTEWATER TREATMENT TECHNOLOGY, Newyork: Marcel Dekker Inc

Suriawiria, Unus, (2005), AIR DALAM KEHIDUPAN DAN LINGKUNGAN YANG SEHAT, Cetakan kedua, Bandung: PT Alumni

Totok, Sutrisno C, (2004), TEKNOLOGI PENYEDIAAN AIR BERSIH, Cetakan kelima, Jakarta: PT. Rineka Cipta

Wardhana, W, A, (2001), DAMPAK PENCEMARAN LINGKUNGAN, Edisi kedua, Cetakan pertama, Yogyakarta: Andi Yogyakarta


(33)

LAMPIRAN

OVER LAY OUT PDAM TIRTANADI INSTALASI SUNGGAL

Sungai Intake

Lagoon

Clearator

Presetting tank

Filter

Reservoir Chlorination

Air Tawas

Lumpur

RWP satation

Air

Kapur/soda ash

FWP station

Distribusi

Kaporit Air


(1)

Tabel 4.1.5 Sampel III dengan kekeruhan awal 55,8 NTU NO Kekeruhan Awal (NTU) Dosis Al2(SO4) Kekeruhan Akhir (NTU) 3 (ppm) Rata-Rata Jartest 1 Jartest 2 Jartest

3 1

76.5

25 14.45 14.35 14.41 14.43

2 27.5 10.34 10.24 10.11 10.23

3 30 6.34 6.23 6.66 6.41

4 32.5 5.23 5.23 5.35 5.27

5 35 3.24 3.45 3.45 3.38

6 37.5 2.65 2.54 2.46 2.55

7 40 1.23 1.22 1.12 1.19

8 42.5 3.13 3.25 3.45 3.27

9 45 5.35 5.46 5.87 5.56

10 47.5 6.35 6.12 6.35 6.27

Gambar 4.1.5 Grafik antara Dosis Aluminium Sulfat (ppm) dengan Kekeruhan rata-rata (NTU)

25 27,5 30 32,5 35 37,5 40 42,5 45 47,5 0 2 4 6 8 10 12 14 16

0 10 20 30 40 50

Dosis Alum inium S ulfa t (ppm )

K e k e r u h a n ( N T U )


(2)

Tabel 4.1.6 Sampel V dengan kekeruhan awal 120 NTU NO Kekeruhan Awal (NTU) Dosis Al2(SO4) Kekeruhan Akhir (NTU) 3 (ppm) Rata-Rata Jartest 1 Jartest 2 Jartest

3 1

120

25 17.24 17.36 17.46 17.63

2 27.5 15.24 15.23 15.46 15.31

3 30 13.65 13.35 13.35 13.45

4 32.5 10.24 10.35 10.35 10.31

5 35 8.23 8.36 8.35 8.31

6 37.5 6.23 6.24 6.36 6.27

7 40 4.35 4.76 4.31 4.47

8 42.5 2.12 2.16 2.64 2.36

9 45 1.76 1.56 1.34 1.55

10 47.5 3.24 3.56 3.78 3.52

Gambar 4.1.6 Grafik antara Dosis Aluminium Sulfat (ppm) dengan Kekeruhan rata-rata (NTU)

25 27,5 30 32,5 35 37,5 40 42,5 45 47,5 0 5 10 15 20

0 10 20 30 40 50

Dosis Alum inium S ulfa t (ppm )

K e k e r u h a n ( N T U )


(3)

4. 2 Pembahasan

Dari gambar 4.1.2 dapat dilihat adanya hubungan antara dosis Aluminium Sulfat / Al2(SO4)3 dengan kekeruhan air baku, semakin tinggi kekeruhan air maka Aluminium Sulfat / Al2(SO4)3 yang digunakan akan semakin tinggi. Disamping itu apabila dosis pemakaiannya telah melewati titik optimum maka akan menaikkan kembali derajat kekeruhan air . Hal ini diakibatkan karena flok yang terbentuk kembali pecah akibat makin jenuhnya sampel sehingga Al2(SO4)3 yang ditambahkan akan merusak flok yang terbentuk dan mengabitkan kekeruhan air akan semakin tinggi.

Aluminium Sulfat / Al2(SO4)3 akan mengendap bersama partikel koloid yang diikat didalam flok yang terbentuk. Namun jika pemakaiannya telah melewati titik optimum maka kekeruhan akan semakin meningkat karena terjadi kerusakan pada flok yang terbentuk. Selain itu, pemakian tawas yang berlebihan akan mengakibatkan penurunan pH yang cukup besar dan air yang diolah menjadi asam. Ini tidak baik bagi kesehatan (Suriawiria, 2005)


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa: - Penetapan dosis pemakaian tawas untuk menjernihkan air baku dapat

dilakukan dengan metode jartest.

- Dosis Aluminium Sulfat yang dibutuhkan untuk menjernihkan air baku dengan kekeruhan yang berbeda-beda dapat diperkirakan sebagai berikut:

- Air baku dengan kekeruhan 10.45 NTU dibutuhkan kira-kira 27,5 ppm

- Air baku dengan kekeruhan 37.5 NTU dibutuhkan kira-kira 30 ppm - Air baku dengan kekeruhan 55.8 NTU dibutuhkan kira-kira 35 ppm - Air baku dengan kekeruhan 76.5 NTU dibutuhkan kira-kira 40 ppm - Air baku dengan kekeruhan 120 NTU dibutuhkan kira-kira 45

ppm

5.2 Saran

Diharapkan agar digunakan bahan koagulan lain selain dari aluminium sulfat agar dapat dibandingkan pembentukan floknya untuk menjernihkan air baku.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Azrul, (1996), PENGANTAR ILMU KESEHATAN LINGKUNGAN, Cetakan kedelapan, Jakarta: Mutiara Sumber Widya

Effendi, Heffni, (2007), TELAAH KUALITAS AIR BAGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA DAN LINGKUNGAN PERAIRAN, Cetakan kelima, Jakarta: Erlangga

Gabriel, J. F, (2001), FISIKA LINGKUNGAN, Cetakan pertama, Bandung: Hipokrates

Linsley, Ray (1991), TEKNIK SUMBER DAYA AIR, Jakarta: Erlangga

Paul, N, (1995), HANDBOOK OF WATER AND WASTEWATER TREATMENT TECHNOLOGY, Newyork: Marcel Dekker Inc

Suriawiria, Unus, (2005), AIR DALAM KEHIDUPAN DAN LINGKUNGAN YANG SEHAT, Cetakan kedua, Bandung: PT Alumni

Totok, Sutrisno C, (2004), TEKNOLOGI PENYEDIAAN AIR BERSIH, Cetakan kelima, Jakarta: PT. Rineka Cipta

Wardhana, W, A, (2001), DAMPAK PENCEMARAN LINGKUNGAN, Edisi kedua, Cetakan pertama, Yogyakarta: Andi Yogyakarta


(6)

LAMPIRAN

OVER LAY OUT PDAM TIRTANADI INSTALASI SUNGGAL

Sungai Intake

Lagoon

Clearator

Presetting tank

Filter

Reservoir Chlorination

Air Tawas

Lumpur

RWP satation

Air

Kapur/soda ash

FWP station

Distribusi Kaporit Air