8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Sikap 1.1 Definisi Sikap
Sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif, yang disertai perasaan tertentu dan memberi dasar
pada orang tersebut untuk membuat respon atau berperilaku dalam acara tertentu yang telah dipilih Sunaryo, 2004. Menurut Azwar 2005 mendefenisikan sikap
sebagai suatu pola, tendensi atau kesiapan antisipasif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial atau secara sederhana. Sikap adalah respon
secara stimuli sosial yang telah terkondisikan. Sikap yang terdapat pada diri individu akan memberi warna atau corak
tingkah laku ataupun perbuatan individu yang bersangkutan. Dengan memahami atau mengetahui sikap individu, dapat diperkirakan respon atau perilaku yang
akan diambil oleh individu yang bersangkutan. Kecenderungan bertindak dari individu, berupa respon tertutup terhadapa stimulus ataupun objek tertentu adalah
suatu sikap Sunaryo, 2004. 1.2 Struktur Sikap
Menurut Azwar 1993 dalam Sunaryo, 2004 bahwa sikap memiliki tiga komponen yang membentuk struktur sikap yang ketiganya saling menunjang,
yaitu komponen kognitif, afektif dan konatif.
Universitas Sumatera Utara
9
1 Komponen Persepsi perceptual Berisi kepercayaan individu yang berhubungan dengan hal-hal bagaimana
persepsi individu terhadap objek sikap, dengan apa yang dilihat dan diketahui pengetahuan, pandangan, pikiran, pengalaman pribadi, kebutuhan emosional dan
informasi dari orang lain. 2 Komponen Afektif affectiveemosional
Komponen ini menunjuk pada dimensi emosional sebjek individu, terhadap objek sikap baik yang positif rasa senang. Reaksi emosional banyak
dipengaruhi oleh apa yang kita percayai sebagai sesuatu yang benar terhadap objek sikap tersebut.
3 Komponen Kognitif cognitiveperilaku Yaitu komponen sikap yang berkaitan dengan predisposisi atau
kecenderungan bertindak terhadap objek sikap yang dihadapinya. Menurut Notoatmodjo 2003 dalam Sunaryo, 2004 bahwa struktur sikap terdiri dari tiga
komponen pokok yaitu: 1 Komponen kepercayaan keyakinan, ide dan konsep terhadap suatu objek. 2 Komponen yang meliputi kehidupan emosional atau
evaluasi individu terhadap suatu objek sikap. 3 Komponen predisposisi atau kesiapankecenderungan individu untuk bertindak.
1.3 Tingkatan Sikap Menurut Notoatmodjo 2003, sikap memiliki empat tingkatan dari yang
terendah sampai yang tertinggi, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
10
1 Menerima receiving Menerima dapat diartikan bahwa orang mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan objek. Misalnya sikap seseorang terhadap periksa kehamilannya, dapat diketahui atau diukur dari kehadiran ibu untuk
mendengarkan penyuluhan yang telah diberikan. 2 Merespon responding
Menanggapi ini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi apabila ditanya. Menyelesaikan dan
mengerjakan tugas adalah salah satu indikasi dari sikap. 3 Menghargai valuing
Menghargai diartikan sebagai subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan
orang lain dan bahkan mengajak, mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespon. Pada sikap ini individu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah. 4 Bertanggung jawab responsible
Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko yang mungkin akan dialaminya, merupakan sikap yang paling tinggi.
Pada manusia sebagai faktor sosial, pembentukan sikap tidak lepas dari pengaruh interaksi satu sama lainnya eksternal. Disamping itu manusia juga
Universitas Sumatera Utara
11
individu, sehingga apa yang datang dari dirinya internal juga mempengaruhi pembentukan sikap Notoadmodjo, 2003.
1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan dan Pengubahan Sikap Manusia sebagai faktor sosial, pembentukan sikap tidak lepas dari
pengaruh interaksi satu sama lainnya eksternal. Disamping itu manusia juga individu, sehingga apa yang datang dari dalam dirinya internal juga
mempengaruhi pembentukn sikap Notoadmojo, 2003. 1 Faktor Internal
Dalam hal ini individu menerima, mengolah dan memilih segala sesuatu yang datang dari luar, serta menentukan mana yang akan diterima dan mana yang
akan ditolak. Faktor internal menyangkut motivasi dan sikap yang bekerja dalam diri individu pada saat itu, serta mengarahkan minat, perhatian psikologis juga
perasaan sakit,lapar dan haus faktor fisiologis. 2 Faktor Eksternal
Merupakan stimulus untuk membentuk dan menentukan sikap. Stimulus tersebut dapat bersifat langsung, misalnya individu dengan individu, individu
dengan kelompok. Dapat juga bersifat tidak langsung yaitu melalui perantara seperti alat komunikasi dan sebagainya.
1.5 Pembentukan dan Perubahan Sikap Menurut Wirawan 2000, dalam Sunaryo, 2004 ada beberapa cara untuk
membentuk dan mengubah sikap individu, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
12
1 Adopsi Adopsi adalah suatu cara pembentukan dan perubahan sikap melalui
kejadian yang terjadi berulang dan terus menerus sehingga lama kelamaan secara bertahap hal tersebut akan diserap oleh individu dan akan mempengaruhi
pembentukan serta perubahan sikap individu. 2 Diferensiasi
Diferensiasi adalah suatu cara pembentukan dan perubahan sikap karena sudah dimilikinya pengetahuan, pengalaman, intelegensi dan bertambahnya umur.
Oleh karena itu hal-hal yang terjadi dianggap sejenis, sekarang dipandang tersendiri dan lepas dari sejenisnya sehingga membentuk sikap tersendiri.
3 Integrasi Integrasi adalah suatu cara pembentukan dan perubahan sikap yang terjadi
secara bertahap, diawali dari bermacam-macam pengetahuan dan pengalaman yang berhubungan dengan objek sikap tertentu sehingga akhirnya terbentuk sikap
terhadap objek tersebut. 4 Trauma
Trauma adalah suatu cara pembentukan dan perubahan sikap melalui kejadian secara tiba-tiba dan mengejutkan. Sehingga menimbulkan kesan
mendalam dalam diri individu. Kejadian tersebut akan mengubah sikap individu terhadap kejadian sejenis.
5 Generalisasi
Universitas Sumatera Utara
13
Generalisasi adalah suatu cara pembentukan dan perubahan sikap karena pengalaman traumatik pada diri individu yang dapat menimbulkan sikap negatif
terhadap semua hal yang sejenis. 1.6 Pengukuran Sikap
Mengukur sikap tidak lain adalah mencoba membentuk peringkat sikap seseorang menurut ciri-ciri yang sudah ditetapkan. Pada umumnya pengukuran
sikap dapat dibagi dalam tiga cara yaitu: wawancara, observasi dan kuesioner. Setiap cara memiliki keuntungan dan keterbatasan sehingga peneliti perlu
mempertimbangkan cara yang sesuai dengan tujuan penelitian sikap Gayatri, 2004.
Skala yang digunakan dapat berupa skala nominal, ordinal maupun interval. Skala sikap yang sering digunakan adalah: pertama skala mode
Thrustone, dengan skala ini responden diminta untuk menyatakan setuju atau tidak setuju terhadap deretan pernyataan mengenai objek sikap. Skala yang kedua
adalah model Likert, dengan skala ini responden diminta untuk membubuhkan tanda cek pada salah satu dari lima kemungkinan jawaban yang tersedia “sangat
setuju”, “setuju”, “tidak tentu”, “tidak setuju”, “sangat tidak setuju. Peneliti dapat menyingkatnya menjadi empat tingkatan sesuai dengan keinginan dan
kepentingan peneliti yang mencipatakn instrumen tersebut, seperti selalu, sering, kadang-kadang, tidak pernah. Ketiga adalah semantic differensial perbedaan
semantik. Dengan instrumen ini responden diminta untuk menetukan peringkat terhadap objek sikap diantara dua kutub. Kata sifat yang berlawanan misalnya:
Universitas Sumatera Utara
14
“baik-tidak baik”, “berharga-tidak berharga”, dan sebagainya. Keempat adalah skala Guttman, merupakan semacam pedoman wawancarakuesioner terbuka yang
dimaksud untuk membuka sikap. Kelima adalah skala Inkeles,merupakan jenis kuesioner tertutup seperti tes prestasi belajar dalam bentu pilihan ganda
Arikunto, 2006. 2. Konsep Keterampilan
2.1 Definisi Keterampilan Keterampilan adalah kemampuan seseorang menerapkan pengetahuan
kedalam bentuk tindakan. Keterampilan seorang karyawan diperoleh melalui pendidikan dan latihan. Menurut Garry Dessler, pelatihan memberikan pegawai
baru atau yang ada sekarang keterampilan yang mereka butuhkan untuk melaksanakan pekerjaan. Ada beberapa manfaat yang diperoleh dengan adanya
pendidikan dan latihan yakni : a membantu individu untuk dapat membuat ke putusan dan pemecahan masalah secara lebih baik; b internalisasi dan
operasionalisasi motivasi kerja, prestasi, tanggung jawab, dan kemajuan; c mempertinggi rasa percaya diri dan pengembangan diri; d membantu untuk
mengurangi rasa takut dalam menghadapi tugas-tugas baru Justine Sirait, 2006. 2.2 Tingkat Keterampilan
a. Persepsi Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil merupakan praktek tingkat pertama. b. Respon terpimpin
Universitas Sumatera Utara
15
Yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benardalam hal ini adalah prosedur tetap protap, ini merupakan indikator praktek tingkat ke dua.
c. Mekanisme Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan sebuah kebiasaan, maka ia sudah mencapai tingkatan praktek yang ketiga.
d. Adaptasi Merupakan suatu praktek atau tindakan yang berkembang denganbaik,
artinya tindakan tersebut sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. Justine sirait, 2006
Dan tingkatan keterampilan yang keempat ini yang berhubungan langsung dengan perawat serta perkembangannya dapat berjalan secara alami dan dapat dipelajari
pada setiap orang. Sementara menurut Rober L. Katz dalam Suprapto, 2009 keterampilan
dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu: a. Keterampilan teknis Technical skill
Merupakan suatu kemampuan untuk menggunakan keahlian khusus dalam melakukan tugas tertentu.
b. Keterampilan manusiawi Human Skills Kemampuan untuk bekerjasama dengan orang lain disebut human skill.
Di tempat kerja keterampilan tersebut muncul dalam bentuk rasa percaya, antusias, keterlibatan secara tulus dalam hubungan inter personal.
c. Keterampilan konseptual Conseptual Skill
Universitas Sumatera Utara
16
Adalah keterampilan dalam mengkoordinasikan, mengintegrasikan dan mengaktifkan organisasi. Biasanya jenis keterampilan ini banyak dimiliki oleh
seorang menejer yang sudah berpengalaman dalam bidang tertentu dan digunakan untuk membuat suatu
keputusan mulai dari perencanaan sampai dengan evaluasi.
3. Konsep Triage 3.1 Definisi Triage
Triage berasal dari bahasa prancis yaitu “Trier” bahasa Inggris triage diturunkan kedalam bahasa Indonesia triase yang berarti sortir atau membagi
kedalam tiga kelompok Department of Emergency Medicine Singapore General Hospital DEM SGH, 2005. Triage mulai digunakan di unit gawat darurat pada
akhir tahun 1950 dan awal tahun 1960. Penggunaan triage di unit gawat darurat disebabkan oleh peningkatan jumlah kunjungan ke unit gawat darurat yang dapat
mengarah pada lamanya waktu tunggu penderita dan keterlambatan di dalam penanganan kasus-kasus kegawatan.
Menurut Brooker 2008 dalam prinsip triage diberlakukan sistem prioritas, prioritas adalah penentuanpenyeleksian mana yang harus didahulukan
mengenai penanganan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul dengan seleksi pasien berdasarkan: 1 Ancaman jiwa yang dapat mematikan
dalam hitungan menit, 2 dapat mati dalam hitungan jam, 3 trauma ringan, 4 sudah meninggal.
Universitas Sumatera Utara
17
Triage juga diartikan sebagai suatu tindakan pengelompokan penderita berdasarkan pada beratnya cedera yang diprioritaskan ada tidaknya gangguan
pada airway A, breathing B, dan circulation C dengan mempertimbangkan sarana, sumberdaya manusia, dan probabilitas hidup penderita.
Triage adalah proses khusus memilah pasien berdasarkan beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan prioritas perawatan gawat darurat medik, artinya
memilih berdasarkan prioritas atau penyebab ancaman hidup. Tindakan ini berdasarkan prioritas ABCDE. Prioritas I prioritas tertinggi warna merah untuk
berat dan biru untuk sangat berat. Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu resusitasi dan tindakan bedah segera, mempunyai kesempatan hidup yang besar.
Penanganan dan pemindahan bersifat segera yaitu gangguan pada jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi. Contohnya sumbatan jalan nafas, tension pneumothorax,
syok hemoragik, luka terpotong pada tangan dan kaki, cumbutio luka bakar tingkat II dan III 25. Prioritas ke II medium warna kuning, potensial
mengancam nyawa atau fungsi vital bila tidak segera ditangani dalam jangka waktu singkat. Penanganan dan pemindahan bersifat jangan terlambat. Contoh
patah tulang besar, combutio luka bakar tingkat I dan II 25, trauma thoraxabdomen, laserasi luas, trauma bola mata. Prioritas III rendah warna
hijau, perlu penanganan seperti pelayanan biasa, tidak perlu segera. Penanganan dan pemindahan bersifat terakhir. Contoh luka superficial, luka-luka ringan.
Prioritas 0 warna hitam, kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka sangat parah, hanya perlu suportif. Contoh henti jantung kritis, trauma kepala berat
Mosby, 2008.
Universitas Sumatera Utara
18
3.2 Tujuan triage Menurut Kartkawati 2011 ada empat tujuan triage, yaitu:
1 Mengidentifikasi kondisi yang mengancam nyawa. 2 Memprioritaskan pasien menurut kondisi keakutannya.
3 Menempatkan pasien sesuai dengan keakutannya berdasarkan pada
pengkajian yang tepat dan akurat. 4
Menggali data yang lengkap tentang keadaan pasien.
3.3 Prinsip Triage Menurut Kartikawati 2011 prinsip triage adalah sebaga berikut:
1 Triage harus dilakukan dengan segera dan singkat.
2 Kemampuan untuk menilai dan merespons dengan cepat kemungkinan yang dapat menyelamatkan pasien dari kondisi sakit atau cedera yang
mengancam nyawa dalam departemen gawat darurat. 3
Pengkajian harus dilakukan secara adekuat dan akurat. 4
Keakuratan dan ketepatan data merupakan kunci dalam proses pengkajian. 5
Keputusan dibuat berdasarkan pengakajian. 6
Keselamatan dan keefektifan perawatan pasien dapat direncanakan jika terdapat data dan informasi yang akurat dan adekuat.
7 Intervensi yang dilakukan berdasarkan kondisi keakutan pasien.
8 Tanggung jawab yang paling utama dari proses triage yang dilakukan
perawat adalah keakuratan dalam mengkaji pasien dan memberikan
Universitas Sumatera Utara
19
perawatan sesuai dengan prioritas pasien. Hal ini termasuk intervensi terapeutik dan prosedur diagnostik.
9 Tercapainya kepuasan pasien.
a. Perawat triage harus menjalankan triage
b. Secara simultan, cepat, dan langsung sesuai keluhan pasien.
c. Menghindari keterlambatan dalam perawatan pada kondisi yang kritis
d. Memberikan dukungan emosional pada pasien dan keluarga.
10 Penempatan pasien yang benar pada tempat yang benar saat waktu yang benar dengan penyedia pelayanan yang benar.
3.4 Tahapan Penilaian Triage Menurut Oman 2008 penilaian triage terdiri dari :
a. Primary survey prioritas ABC untuk menentukan prioritas I dan seterusnya.
b. Secondary survey pemeriksaan menyeluruh Head to Toe untuk
menentukan prioritas I,II,III,0 dan selanjutnya. c.
Monitoring korban akan kemungkinan terjadinya perubahan pada A,B,C derajat kesadaran dan tanda vital lainnya. Perubahan prioritas
karena perubahan kondisi korban. Dalam pelaksanaan penanganan pasien UGD perawat harus sesuai dengan protap pelayanan triase agar
dalam penanganan pasien tidak terlalu lama. 3.5 Protap dalam Triage
a. Pasien datang diterima petugasparamedis UGD.
Universitas Sumatera Utara
20
b. Di ruang triage dilakukan anamnesa dan pemeriksaan singkat dan
cepat selintas untuk menentukan derajat kegawatannya oleh perawat. c.
Bila jumlah penderita atau korban lebih dari 50 orang maka triage dapat dilakukan di luar ruang triage di depan ruangan IGD.
d. Penderita dibedakan menurut tingkat kegawatannya dengan memberi
kode warnanya berdasarkan klasifikasinya. Klasifikasi dari triage adalah sebagai berikut:
1 Korban kritis immediate diberi label merahkegawatan yang mengancam nyawa PrioritasI Immediate.
Untuk mendeskripsikan pasien dengan luka parah diperlukan transportasi segera ke rumah sakit. Kriteria pada pengkajian adalah sebagai berikut.
a. Respirasi 20xmenit. b. Tidak terabanya nadi radialis.
c. Tidak sadarpenurunan kesadaran. Misalnya: Tension Pneumothorax, distres pernafasan, perdarahan internal,
dan sebagainya. 2 Tertunda delay diberi label kuningkegawatan yang tidak mengancam
nyawa dalam waktu dekat Prioritas 2 Delayed. Untuk mendeskripsikan cedera yang tidak mengancam nyawa dan dapat
menunggu pada periode tertentu untuk penatalaksanaan dan transportasi dengan kriteria sebagai berikut.
a. Respirasi 30xmenit. b. Nadi teraba.
Universitas Sumatera Utara
21
c. Status mental normal. Misalnya: perdarahan laserasi terkontrol, fraktur tertutup pada ekstremitas
dengan perdarahan terkontrol, luka bakar 25 luas permukaan tubuh, dan sebagainya.
3 Korban terluka yang masih dapat berjalan minor diberi label hijautidak terdapat kegawatanpenanganan dapat ditunda Prioritas 3 Minor.
Penolong pertama di tempat kejadian akan memberikan instruksi verbal untuk pergi ke lokasi yang aman dan mengkaji korban dari trauma,
serta mengirim ke rumah sakit. Misalnya: laserasi minor, memar dan lecet dan luka bakar superficial
a. Pasien mengalami cedera mematikan dan akan meninggal meski mendapat pertolongan Expextant, diberi label hitam Expextant.
Misal: Luka bakar derajat 3 hampir di seluruh tubuh, kerusakan organ vital dan sebagainya.
b. Penderita atau korban mendapatkan prioritas pelayanan dengan urutan warna: merah, kuning, hijau, hitam.
c. Penderita atau korban kategori triage merah dapat langsung diberikan pengobatan di ruang tindakan IGD. Tetapi bila memerlukan tindakan
medis lebih lanjut, penderitakorban dapat dipindahkan ke ruang operasi atau dirujuk ke rumah sakit lain.
d. Penderita dengan kategori triage kuning yang memerlukan tindakan medis lebih lanjut dapat dipindahkan ke ruang observasi dan menunggu
giliran setelah pasien dengan kategori triage merah selesai ditangani.
Universitas Sumatera Utara
22
e. Penderita dengan kategori triage hijau dapat dipindahkan ke rawat jalan atau bila sudah memungkinkan untuk di pulangkan, maka
penderitakorban dapat diperbolehkan untuk pulang. f. Penderita kategori triage hitam dapat dipindahkan langsung ke kamar
jenazah Rowles, 2007. 3.6 Proses triage
Proses triage mengikuti langkah-langkah proses keperawatan yaitu: pengkajian, penetapan diagnosa, perencanaan, intervensi dan evaluasi.
a. Pengkajian Pengkajian awal dimulai ketika perawat triage memeriksa pasien, perawat
harus memeriksa dengan jelas, mendengarkan suara yang tidak umum dan harus waspada terhadap berbagai bau. Perawat triage yang telah berpengalaman cukup
melihat pasien sekali saja dan berdasarkan pada penampilan umum, perawat triage dapat memutuskan apakah penanganan dilakukan dengan segera atau
tidak berdasarkan kategori triage yang telah ditentukan. Dalam beberapa kasus, triage dianggap telah dilakukan dan pasien segera dikirim ke ruang perawatan.
Jika pasien stabil, proses triage dilanjutkan. Ada beberapa yang dapat dilakukan oleh perawat triage dalam melakukan pengkajian antar-ruang pandangan
sekilas pada saat pasien datang. Adapun beberapa hal yang dapat dilakukan perawat adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
23
Tabel 2.1 pengkajian antar-ruang.
Sementara pada anak-anak, Emergency Nursing Pediatric Course memberikan panduan pada perawat triage dalam melakukan pengkajian antar
ruang yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.2 Pengkajian antar-ruang pada pasien anak
Cara Hasil Temuan
Penampilan Keadaan otot
Pandangan mata Tangisan, ucapan
Status pernapasan Gangguan pada hidung
Retraksi intercostae Suara napas abnormal
Posisi kenyamanan Perubahan status pernapasan
Cara Hasil Temuan
Melihat Kepatenan jalan napas
Status pernapasan, penggunaan oksigen. Tanda-tanda perdarahan eksternal.
Tingkat kesadaran: interaksi dengan perawat, tidak sadar, menangis.
Keluhan nyeri: wajah tampak meringis, tangan tampak menggenggam.
Warna dan keadaan kulit. Penyakit kronis: kanker, penyakit paru kronis, dan lain-
lain. Keadaan tubuh: bengkak.
Perilaku umum: takut, marah, sedih, biasa. Adanya alat bantu medis, balutan dan lain-lain.
Pakaian: bersih, kotor, dan lain-lain.
Mendengar Suara napas abnormal.
Cara berbicara, intonasi, bahasa. Interaksi dengan orang lain.
Mencium Bau keton, urine, alkohol, sisa muntahan.
Rokok, infeksi, obat-obatan, kondisi kurang higienis.
Universitas Sumatera Utara
24
Cara Hasil Temuan
Sirkulasi kulit Pucat
Sianosis Mottling
Dalam melakukan triage, perawat juga harus memperhatikan pengontrolan infeksi dalam situasi apapun dimana kontak dengan darah dan cairan tubuh bisa
terjadi. Membersihkan tangan dengan sabun atau pembersih tangan setiap kali kontak dengan pasien merupakan langkah penting untuk mengurangi penyebaran
infeksi. b. Diagnosa
Dalam triage diagnosa dinyatakan sebagai ukuran yang mendesak, Apakah masalah termasuk ke dalam kondisi Emergency mengancam kehidupan,
anggota badan, atau kecacatan. Urgen mengancam kehidupan, anggota badan, atau kecacatan atau nonurgen. Diagnosa juga meliputi penentuan kebutuhan
pasien untuk perawatan seperti dukungan, bimbingan, jaminan, pendidikan, pelatihan, dan perawatan lainnya yang memfasilitasi kemampuan pasien untuk
mencari perawatan. c. Perencanaan
Dalam triage rencana harus bersifat kolaboratif, perawat harus dengan seksama menyelidki keadaan yang berlaku dengan pasien. Mengidentifikasi
faktor-faktor kunci yang penting, dan mengembangkan rencana perawatan yang
Universitas Sumatera Utara
25
diterima pasien. Hal ini sering membutuhkan proses negosiasi, didukung dengan pendidikan perawat. Dalam hal ini perawat bertugas untuk bertindak
berdasarkan kepentingan terbaik pasien dan kondisi pasien. Kolaborasi juga perlu dilakukan dengan tim kesehatan lainnya.
d. Intervensi Dalam analisis akhir, bisa memungkinkan bahwa perawat tidak dapat
melakukan apa-apa untuk pasien. Oleh karena itu harus ada pendukung lain yang tersedia, misalnya dokter untuk menentukan tindakan yang diinginkan. Untuk
itu, perawat triage harus mengidentifikasi sumber daya untuk menangani pasien dengan tepat. Oleh karena itu perawat triage juga memiliki peran penting dalam
kesinambungan perawatan pasien. Protokol triage atau protap tindakan juga dapat dipilih dalam pelaksanaan triage.
e. Evaluasi Langkah terakhir dalam proses keperawatan adalah evaluasi. Dalam
konteks organisasi keperawatan evaluasi adalah dukungan dari apakah tindakan yang diambil tersebut efektif atau tidak, jika pasien tidak membaik, perawat
memiliki tanggung jawab untuk menilai pasien kembali, mengkonfirmasikan diagnosa urgen, merevisi rencana keperawatan jika diperlukan, merencanakan,
dan mengevaluasi kembali. Pertemuan ini bukan yang terakhir, sampai perawat memiliki keyakinan bahwa pasien akan kembali atau mencari perawatan yang
tepat jika kondisi mereka memburuk atau gagal untuk meningkatkan seperti yang diharapkan. Sebagai catatan akhir, sangat penting bagi perawat triage
untuk bertindak secara hati-hati, jika ada keraguan tentang penilaian yang telah
Universitas Sumatera Utara
26
dibuat, maka lakukan kolaborasi dengan tenaga medis atau dokter yang bertugas daengan waktu yang bersamaan. Perlu diingat bahwa perawat triage harus selalu
bersandar pada arah keselamatan pasien.
f. Dokumentasi triage Proses pencatatan triage harus jelas, singkat dan padat. Tujuan
dokumentasi triage adalah mendukung keputusan triage, sebagai alat komunikasi antar petugas tim kesehatan di unit gawat darurat dokter, perawat,
ahli radiologi dan sebagai bukti aspek mediko-legal. Pencatatan dilakukan dengan data yang mencakup bagian dasar dari pendokumentasian triage yang
meliputi: waktu dan tanggal kedatangan di UGD, cara kedatangan, usia pasien, waktujam wawancara triage, riwayat alergi obat, makanan, latex, riwayat
pengobatan yang sedang dijalani, tingkat kedaruratan, TTV, tindakan pertolongan pertama yang dilakukan, pengkajian nyeri, keluhan utama, riwayat
keluhan utama, pengkajian subjektif dan objektif, riwayat kesehatan yang berhubungan, waktu terakhir menstruasi, riwayat imunisasi termasuk imunisasi
tetanus terakhir, tes diagnostik yang dianjurkan, pengobatan yang diberikan pada saat triage, tanda tangan perawat yang melakukan triage, disposisi dan re-
evaluasi. Kartikawati, 2011.
Universitas Sumatera Utara
27
BAB 3 KERANGKA PENELITIAN